• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semua Manusia di dalam Kristus Universal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Semua Manusia di dalam Kristus Universal"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SEMUA MANUSIA DALAM KRISTUS? UNIVERSALISME DALAM DOKTRIN

PEMILIHAN KARL BARTH

VINCENT TANZIL

Barth, tidak diragukan lagi, adalah teolog terbesar abad kedua puluh. Pemikirannya,

entah diterima atau tidak, memaksa setiap pembacanya, evangelikal, liberal, Katolik, atau dari

arus manapun, untuk memikirkan, dan kadang, merekonstruksi kembali doktrin-doktrin esensial

mereka. Ada banyak doktrin Barth yang dirasa berbenturan dengan prinsip teologi evangelikal

yang esensial. Benturan ini memercikkan banyak perdebatan dan dialog, baik yang kritis hingga

yang apresiatif. Dari sekian banyak doktrin Barth, salah satu yang paling sulit diterima adalah

kecondongannya ke universalisme—yakni keselamatan semua manusia. Hal ini merupakan

implikasi dari doktrin pemilihan Barth yang menjadi pokok pembahasan artikel ini.

Artikel ini memulai dengan paparan doktrin pemilihan Barth seperti yang ditemukan

dalam korpus Church Dogmatics—magnum opus Barth yang terutama. Tujuan pemaparan

tersebut adalah mencari akar tuduhan bahwa Barth menyandang universalisme. Menyadari

bahwa Barth harus ditafsirkan dan dibaca dengan cara yang tepat, saya mengikutkan

pembaca-pembaca Barth lainnya sebagai kawan dialog. Setelah doktrin Barth dimengerti dengan jelas,

maka tanggapan diajukan. Akhirnya, artikel ditutup dengan kesimpulan dan refleksi singkat.

DOKTRIN PEMILIHAN KARL BARTH

Karl Barth menyebut doktrin pemilihan dalam kasih karunia ini sebagai “the sum of the

gospel.”1 Barth menyatakan bahwa ia berangkat dari tradisi Calvinis dalam mengelaborasi doktrin ini, namun penyelidikannya terhadap Alkitab membuatnya harus merekonstruksi doktrin

ini.

I would have preferred to follow Calvin’s doctrine of predestination much more closely, instead of departing from it so radically...But I could not and cannot do so. As I let the Bible itself speak to me on these matters, as I meditated upon what I seemed to hear, I wa s driven irresistibly to reconstruction.2

1

Karl Barth, Church Dogmatics II/2(Edinburgh: T&T Clark, 1957) 13-14.

2

(2)

Bisa dikatakan bahwa doktrin pemilihan Barth merupakan modifikasi doktrin predestinasi

Calvinis yang berasal dari meditasi Alkitab Barth.

Yang dimaksud oleh Barth sebagai pemilihan adalah “In Jesus Christ God in His free Grace determines Himself for sinful man and sinful man for Himself. He therefore takes upon

Himself the rejection of man with all its consequences, and elects man to participation in His

own glory.”3 Yesus sanggup melakukan hal ini sebab Ia adalah Allah sekaligus manusia. Sebagai Allah, Ialah subjek yang memilih sebelum dunia dijadikan. Sebagai manusia, Ia adalah

objek yang dipilih oleh Allah, yakni diri-Nya sendiri. Seperti kata Geoffrey W. Bromiley,

penerjemah Church Dogmatics (dan beberapa buku Barth lainnya) ke dalam bahasa Inggris,

“Being both God and man he is at once both the electing God as the subject and elected man as the object.”4

Sama seperti tradisi reformasi ortodoks, Barth meyakini bahwa manusia tidak sanggup

untuk menyelamatkan dirinya sendiri, bahkan, mengikuti Agustinus, kemanusiaan Yesus pun

tidak layak dipilih oleh Allah:

Even in the man Jesus there is indeed no merit, no prior and self-sufficient goodness, which can precede His election to divine sonship…It is by the work of the Word of God, by the Holy Spirit, that He is conceived and born without sin, that He is what He is, the Son of God; by grace alone.5

Tidak ada kebaikan sedikit pun dalam kemanusiaan yang sanggup menggerakkan Allah untuk

memilih manusia. Karena itu pemilihan manusia adalah semata-mata karena kebebasan Allah

dan kasih karunia-Nya. Ini adalah “…the unmerited acceptance of man by grace.”6 Allah

memilih manusia melalui dan di dalam Kristus.7 Melalui pemilihan ini, Yesus menerima segala

konsekuensi dosa manusia, yakni penolakan Allah, ke dalam diri-Nya sendiri, demi mereka yang

berada di dalam Kristus. Karena itu, “...the wrath of God and the rejection of Satan and his

kingdom no longer have any relevance for [the elects].”8 Dampaknya adalah, “...their radical sanctification, separation and purification…for the divine sonship of the creature which is the

3

Ibid. 94.

4

(3)

grace for which from all eternity they are elected in the election of the man Jesus.”9 Yesus memilih manusia menjadi di dalam Kristus untuk menanggung dosa mereka, serta mengangkat

mereka menjadi anak-anak Allah. Semua ini karena anugerah.

Menurut pembacaan McCormack akan Barth, pemilihan Allah bukanlah sebuah

kemungkinan, namun sebuah aktualitas, sebuah keadaan yang sesungguhnya. Baik penolakan

Kristus dan pemilihan kita telah terjadi secara aktual di dalam Kristus. Karena itu, ketika kita

dibangunkan ke dalam iman, hal itu bukanlah “...realization of a possibility but the completion of

reality.”10 Dengan kata lain, mereka yang dipilih dalam Kristus, sudah dipilih dalam Kristus, dan ketika Roh Kudus bekerja dalam hati orang tersebut, ia hanyalah mengungkapkan apa yang

sudah terjadi di dalam dirinya, yakni pemilihan di dalam Kristus.

Hal ini menimbulkan pertanyaan: apabila pemilihan Kristus sudah aktual, bahkan

sebelum seseorang memiliki Roh Kudus, bagaimana dengan mereka yang tidak percaya? Barth

menyatakan bahwa perbedaan mereka hanyalah dalam penampilan saja. Selain itu, Barth

mengatakan mereka yang tidak dipilih oleh Kristus tidak memiliki Roh Kudus dan juga tidak

berdiri dalam area proklamasi Injil dan iman.11 Tetapi apakah ini berarti mereka berada di luar

pemilihan Kristus? Tidak. Realitas pemilihan Kristus telah nyata, seperti yang sudah dinyatakan

McCormack sebelumnya—pemilihan tersebut sudah aktual. Mereka yang menolak Injil Allah

melakukan sesuatu yang jahat, juga sia-sia:

It is futile because while it may indeed demonstrate and confirm the sin and guilt of man, and the wretchedness of his ensuing punishment, it cannot alter the fact that there is only one Rejected, the Bearer of all man’s sin and guilt and their ensuing punishment, and this One is Jesus Christ. Those who undertake the attempt may indeed liebut can only lie against the divine election of grace.12

Seluruh konsekuensi dosa manusia telah dipikul oleh Kristus. Karena itu mereka yang menolak

Injil Allah telah berusaha dengan sia-sia untuk menempatkan diri mereka kembali ke dalam

murka Allah. Mereka yang dipilih,

9

Ibid.

10Bruce L. McCormack, “So That He May Be Merciful to All: Karl Barth and the Problem of

Universalism” dalam Karl Barth and American Evangelicalism, ed. Bruce L. McCormack & Clifford B. Anderson (Grand Rapids: Eerdmans, 2011) 245.

11

Barth, CD II/2 346.

12

(4)

...are obviously to be found in the sphere of the divine election of grace, in the hand of the one God, under the reign whose beginning and principle are called Jesus Christ. But the others are also to be found there. The former are there in obedience, the latter in disobedience; the former as free children of the household, the later as forced and refractory slaves; the former under God’s blessing, the latter under His curse.13

Barth mengambil langkah yang mengejutkan dengan menyatakan bahwa mereka yang tidak

dipilih Allah tetap berada dalam lingkup kasih karunia Allah, namun dengan fungsi yang

berbeda. Yang pertama menyaksikan kasih karunia Allah, yang kedua menyaksikan penolakan

Allah, yang telah dipikul dalam Yesus Kristus. Seberapa keras mereka berupaya menolak Allah,

sebenarnya mereka sedang menjadi saksi dosa yang dipukulkan pada Kristus Yesus. Upaya mereka tidak mengubah realitas: “For to be genuinely and actually abandoned by God, to be genuinely and actually lost, cannot be their concern, since it is the concern of Jesus Christ.”14 Suzanne McDonald menyimpulkan, “...that the elect believing community is to be distinguished

functionally but not ontologically, and pneumatologically but not Christologically, from the rest

of humanity.”15 Semua manusia, baik yang menyadari dirinya dipilih atau tidak, secara ontologis

berada di dalam Kristus. Bromiley juga setuju bahwa “Barth undoubtedly views all people as

elect in Jesus Christ, in whom their true reality is to be found.”16 Perbedaan mereka adalah

kehadiran Roh Kudus dan fungsi saja.

Apabila semua orang telah berada di dalam Kristus, apa yang perlu kita saksikan kepada

mereka yang belum percaya? Barth menjawab bahwa kita tidak boleh menyatakan pemilihan

ilahi dan penolakan ilahi tersebut dalam tataran yang sama:

He can only call upon them to recognize their election, as one calls for recognition of the truth…It is, therefore, impossible for him to regard any of them as if they were not elect, as if God’s love for men did not apply for them too…as if the godlessness in which they deny their real status were to be taken as conclusive…17

Kesaksian kita haruslah berbentuk positif, yakni berbicara mengenai pemilihan mereka dalam

Kristus. Memberitakan penolakan mereka hanyalah sekadar peringatan agar kaum yang tidak

13

Ibid. 346-347. Penekanan oleh saya.

14

Ibid. 352.

15Suzanne McDonald, “Evangelical Questioning of Election in Barth: A Pneumatological Perspective from

the Reformed Heritage” dalam McCormack & Anderson, Karl Barth 261. Penekanan oleh McDonald.

16

Bromiley 97. Penekanan oleh saya.

17

(5)

terpilih tersebut tidak berkubang dalam keberdosaan mereka yang sudah dituntaskan dalam

Kristus.

Barth, menurut Hunsinger, mengambil langkah ini karena ia ingin melawan “soteriological existentialism” yang adalah “the notion that our subjective appropriation can be thought of as decisive for or constitutive of salvation.” 18 Jawaban terhadap “soteriological existentialism” adalah “soteriological objectivism.” Pandangan Barth berupaya untuk membanting setir tanggung jawab manusia secara radikal ke arah kedaulatan Allah. Pengakuan

manusia tidaklah mempengaruhi pemilihan Allah di dalam Kristus sama sekali. Keselamatan

sepenuhnya terletak pada karya Allah. Bukan lagi “If you repent and believe, you will be saved;

if you don’t repent and believe, you will not be saved” namun, “This is what God in Jesus Christ has done for your sake; therefore, repent and believe.”19 Hal ini tentu tidak mengherankan, mengingat aktualitas pemilihan Kristus seperti yang sudah dijelaskan.

Atas dasar doktrin inilah Barth mendapat banyak kritik bahwa ia condong kepada

universalisme. Bahkan, McCormack, seorang ahli Barth, berpendapat:

Certainly, it is hard to imagine a more solid basis for a final reconciliation of all things than the one Barth has laid in his doctrine of election and reprobation. And if what is accomplished in Jesus Christ is the reality of redemption and not merely its possibility, then surely all must [and will] be saved!20

Sekalipun Barth menyadari kecondongannya, namun ia menolak untuk mengakui maupun

menolak implikasi logis doktrinnya. Ia menyatakan bahwa Allah bebas untuk memperlebar

ataupun mempersempit lingkaran kasih karunia tersebut, sebab dari semula Allah tidak wajib

menyelamatkan seorang pun. Demikian pula, Allah tidak perlu menyelamatkan semua orang

juga.21 Sekalipun demikian, “...in grateful recognition of the grace of the divine freedom we

cannot venture the opposite statement that there cannot and will not be this final opening up and

enlargement of the circle of election and calling.”22 Juga, memastikan bahwa Allah akan memperlebar ataupun mempersempit lingkaran kasih karunia tersebut tidaklah penting, sebab

mereka “...abstract and therefore cannot be any part of the message of Christ, but only formal

18

George Hunsinger, How to Read Karl Barth: The Shape of His Theology (New York: Oxford, 1991) Chapter 5. Dikutip dalam McDonald, “Evangelical Questioning” 263.

19

Hunsinger, How to 130.

20McCormack, “So That” 246. Penekanan oleh McCormack. 21

Barth, CD II/2 417.

22

(6)

conclusions without actual substance.”23 Meskipun Barth meyakini bahwa kita tidak bisa tahu dengan pasti akan hasil akhir lingkaran kasih karunia Allah, namun Barth tetap menyatakan

bahwa kita patut berharap dan berdoa akan hal ini, yakni Allah membatalkan penghukuman

terakhirnya bagi orang berdosa. Alasannya adalah, kita tidak memiliki alasan yang baik untuk

tidak terbuka terhadap kemungkinan ini.24 Bukankah teologi Barth secara konsisten menuju

pada konklusi ini? Barth menyadari hal tersebut, namun “Even though theological consistency

might seem to lead our thoughts and utterances most clearly in this direction, we must not

arrogate to ourselves that which can be given and received only as a free gift.”25 Barth ingin meletakkan apa yang berada pada wilayah kasih karunia Allah pada kasih karunia Allah.

Mengutip 2 Kor. 5:18-19, Barth menegaskan bahwa urusan Allahlah bahwa Allah sedang

mendamaikan seluruh dunia ini kepada diri-Nya sendiri. Urusan orang yang dipilih hanyalah melakukan “pelayanan pendamaian” tersebut.26

Dengan kata lain, kita tidak tahu akan hasil

akhir dari kasih karunia Allah, namun berdasar pada apa yang kita tahu, yakni bahwa orang yang

percaya pada Kristus adalah orang yang dipilih oleh Allah, maka kita tetap memberitakan Injil

pada mereka yang belum percaya, sambil berdoa agar Allah bermurah hati dan berbelaskasihan

pada semua orang.

Jelaslah bahwa Barth menepati apa yang dikatakannya di awal, bahwa ia harus

melepaskan dirinya secara radikal dari pemikiran Calvin, yang menjadi landasan awal

teologinya. Ia tidak puas dengan doktrin pemilihan yang diartikulasikan oleh para

pendahulunya. Hunsinger memperlihatkan bahwa perbedaan doktrin pemilihan Barth dan

pandangan yang lebih tradisional terletak pada letak misteri. Yang tradisional meletakkan misteri

pada Allah yang mengasihi, namun tidak menyelamatkan semuanya, atau yang menghakimi tapi

menyelamatkan beberapa. Bagi Barth, permasalahannya lebih antropologis dari pada teologis.

Seluruh yang dilakukan Allah dipaparkan dengan sangat jelas. Tidak ada misteri dalam apa yang

dikerjakan Allah. Masalah ada pada respons manusia, di tengah apa yang dikerjakan Allah,

mengapa manusia tampak mampu menolak apa yang dikerjakan Kristus. Barth lebih memilih

23

Ibid.

24

Barth, CD IV/3 477-478.

25

Barth, CD IV/3 477. Penekanan oleh saya.

26

(7)

untuk jatuh pada misteri ini ketimbang “very different mystery.”27 Ini adalah hal yang tidak terelakkan dalam berteologi. Seperti yang dipaparkan Hunsinger mengenai pilihan Barth:

For what Barth would want to see would be a fully articulated theological alternative that did not result in an even worse inconsistency or puzzle than the one he thinks the gospel leaves us with…No other proposal about what to do with the irresolvable puzzle of a dark mystery, Barth seems to argue, can be seriously advanced without infringing in some intolerable way on the remaining body of Christian beliefs…The material or coherentist inconsistencies that would result in either shifting or eliminating the puzzle would all be worse, Barth seems to propose, than placing the puzzle just where he leaves it.28

Bagi Barth, setiap gagasan teologi yang berupaya menjawab sebuah misteri pastilah berdampak

terhadap badan teologi Kristen lainnya. Karena itu gagasannya, dengan segala permasalahan

yang timbul darinya, adalah alternatif yang terbaik untuk menjelaskan misteri tersebut

dibandingkan alternatif lainnya yang juga tidak sedikit permasalahannya.

TANGGAPAN TERHADAP DOKTRIN PEMILIHAN KARL BARTH

Bromiley berpendapat bahwa doktrin pemilihan Barth memiliki “undoubted strength”

dan “It can hardly be dismissed a s unscriptural.”29 Hal ini patut disetujui. Lantaran, Barth senantiasa menyertai proposalnya dengan eksegesis menyeluruh terhadap Alkitab, bahkan hingga

puluhan halaman untuk menjabarkan dari mana ia mendapatkan pemikirannya. Sekalipun

demikian, ini bukan berarti bahwa doktrinnya tidak menimbulkan banyak pertanyaan yang,

apabila tidak terjawab, menimbulkan permasalahan yang lebih besar ketimbang alternatif

tradisional.

Pertama, salah satu yang membuat pembaca Barth kebingungan adalah ketika ia

mengatakan bahwa penghukuman manusia telah sepenuhnya ditanggung oleh Kristus. Selain

itu, mereka yang dosanya ditanggungkan kepada Kristus bukanlah mereka yang percaya saja,

namun juga mereka yang tidak percaya. Semua ini adalah implikasi bahwa semua manusia telah

dipilih di dalam Kristus, tidak seorang pun terlewatkan. Karena itu manusia—semua manusia—

tidak sanggup, dengan segala penolakannya, untuk kembali mendapat penghukuman Allah.30 Ini

(8)

adalah upaya Barth untuk mencanangkan “soteriological objectivism.” Respons manusia, baik menerima atau menolak, tidak mempengaruhi hasil pemilihan Allah yang telah dilaksanakan

sebelum dunia dijadikan. Karena itulah keselamatan hanya oleh karena anugerah Allah. Tetapi,

di tempat lain Barth juga mengusung, “To the man who persistently tries to change the truth into untruth, God does not owe eternal patience and therefore deliverance any more than He does

those provisional manifestations.”31 Dengan kata lain, Allah bisa kehabisan kesabaran-Nya! Hal ini tentu sangat Alkitabiah, bahwa Allah bisa murka dan menghukum manusia setelah melewati

periode kesabaran tertentu, namun dengan doktrin pemilihan Barth, hal ini seharusnya tidak

dimungkinkan sama sekali. Sebab konsekuensi dosa telah secara efektif ditanggung oleh

Kristus—bagi semua orang. Apakah kebebalan manusia dapat membatalkan pemilihan Allah

dalam Kristus? Seharusnya tidak, tapi Barth juga menyatakan pernyataan seperti di atas. Apakah

Barth bersikap tidak konsisten di sini? Apabila tidak, bagaimana resolusinya? Ini adalah salah

satu misteri (ketidakkonsistenan?) dalam doktrin pemilihan Barth.

Kedua, implikasi dari dosa seluruh manusia yang dipukulkan kepada Kristus adalah:

tidak ada lagi penghukuman! Pertanyaan berikutnya adalah: kalau begitu apa gunanya berbicara

mengenai penghukuman yang akan datang lagi? Allah tidak perlu menghukum manusia lagi

sebab hukuman untuk seluruh manusia telah ditanggung oleh satu Manusia, yakni Yesus Kristus.

Hal ini tidak tergantung pada respons manusia, namun pada pemilihan Allah. Karena itu,

seharusnya manusia tidak bisa menolak dampak pemilihan Kristus tersebut bagi dirinya, seperti

yang dikatakan Barth berulang-ulang bahwa usaha tersebut “futile.” Apabila seluruh manusia

sudah diselamatkan dari penghukuman tersebut, dan manusia tidak bisa menolak anugerah itu,

maka Allah tidak perlu menghukum siapa pun lagi! Semua ini memang condong ke arah

keselamatan semua manusia; ke arah doktrin apokatastis. Pada kenyataannya ini adalah

implikasi logis dari doktrin Barth, sekalipun ia tidak mau mengakuinya secara eksplisit, namun

secara implisit ia menyadarinya. Karena itulah ia mengatakan untuk menghentikan inferensi

logis dari doktrinnya dan berdoa agar Allah melebarkan lingkaran kasih karunia-Nya.32 Tetapi

apa lagi yang perlu diperlebar apabila semua orang sudah berada di dalam Kristus, dan karena itu

terbebas dari hukuman dosa? Hal ini jelas tidak konsisten. Bromiley menyadarinya dan tidak

31

Barth, CD IV/3 477.

32

(9)

terlalu puas dengan kesimpulan akhir Barth bahwa keselamatan seluruh umat manusia terletak

pada kebebasan Allah. Ia mengatakan,

The ambivalence at this decisive pointwill all be saved or not, and if not, why not?by no means outweighs the solid merits of Barth’s presentation. Nevertheless, it undoubtedly casts something of a shadow over them, particularly in view of what seems to be the solid and consistent witness of scripture to eternal perdition as well as eternal salvation.33

Memang Alkitab berbicara mengenai keduanya, yakni penghukuman dan kehidupan kekal.

Konsekuensi logis dari doktrin Barth jelas tidak sesuai dengan kesaksian Alkitab mengenai

keduanya. Mungkin karena itulah ia menghentikan inferensi logis dari doktrinnya. Tetapi hal ini

membuat Barth terlihat sangat mengecewakan, padahal doktrinnya telah dibangun dengan sangat

solid. Miller dan Grenz juga tidak terlalu puas dengan kesimpulan akhir Barth, terutama

permohonan Barth untuk menghentikan inferensi logis dari doktrinnya. Mereka mengatakan “This seemed to be a very unrobust resolution in an otherwise very robust theology.”34

Ketiga, pengalihan Barth kepada misteri Ilahi tidak memuaskan. Mereka yang cenderung

positif pada Barth tidak buru-buru dalam mengkritik Barth. McCormack juga melihat bahwa

Barth nampak tidak konsisten dalam kesimpulan akhirnya di sini. Namun, ia mengatakan bahwa

hal itu bukan masalah, “It is rather to say that until Christ comes in glory, even the very best

Christology (and the doctrine of election which finds its root in it) can only be a witness to the

reality that Christ is. It cannot provide an exhaustively true account of that reality.”35 Mereka yang mengatakan bahwa Barth tidak konsisten di sini, menurut McCormack, tidak menyadari “...full implications of Barth’s claim that even the best theology can only be a witness to the truth, not the thing itself.”36 Maksudnya, tidaklah terlalu penting apakah doktrin Barth bisa konsisten di sini atau tidak. Sebab, teologi bukanlah kebenaran, namun kesaksian bagi

kebenaran itu sendiri. Mungkin anggapan pembelaan McCormack di sini berangkat dari

keyakinan Barth: teologi tidak infalibel. Tugas teologi, bagi Barth, adalah seperti tangan

Yohanes Pembaptis yang menunjuk kepada Yesus. Seperti yang dikatakan Eberhard Busch,

33

Bromiley, Introduction 97-98. 34

Ed. L. Miller dan Stanley Grenz, Fortress Introduction to Contemporary Theologies (Minneapolis: Fortress, 1998) 23.

35McCormack, “So That” 248. 36

(10)

All proper theology in [Barth’s]view must be like [John the Baptist’s] hand, with which a person does not point to oneself nor at some idea or program but towards the God who for His part completely turns to that person. He wanted his theology to be like that hand...If, over the lengthy course of his way a s a theologian, he would often start over again, making many twists and turns, then the profound reason was that he believed that he must constantly attempt, in ever new ways, to carry out the ministry of this pointing hand.37

Hunsinger menyebut bahwa Barth bukan seorang universalis. Barth lebih dekat dengan

pandangan bapa gereja Athanasius yang disebut sebagai “reverent agnosticism.”38 Hunsinger

juga menyatakan bahwa ajaran Barth memiliki misteri yang lebih baik ketimbang misteri yang

diusulkan teologi reformasi tradisional.39 Apakah benar demikian?

Apa yang dimajukan oleh McCormack tidak menjawab pertanyaan utamanya: apakah

Barth konsisten atau tidak dalam pengajuan teologinya? Memang mungkin Barth tidak berupaya

untuk memberikan sebuah teologi yang rapi dan konsisten secara keseluruhan, sebab ia sendiri

adalah seorang musafir dalam teologi. Tetapi setidaknya pemaparan Barth bisa dinilai tidak

konsisten (dan McCormack mengasumsikan hal ini dalam pembelaannya). Karena itu,

ketimbang mencari alasan dengan mundur ke pernyataan Barth mengenai teologi musafir, lebih

baik memberikan revisi teologi yang lebih konsisten.

Pembedaan Hunsinger memang berguna untuk klarifikasi posisi Barth. Sayangnya

klarifikasi ini hanya mengambil permohonan Barth mengenai pelebaran lingkaran keselamatan

Allah. Dalam kalimat-kalimat terakhir Barth, memang ia terlihat seperti “reverent agnosticism.”

Namun, sebelum masuk dalam permohonan Barth, konsekuensi doktrin Barth jelas mengacu

pada universalisme. Konsekuensi inilah yang berusaha ditutupnya melalui permohonan

pelebaran tersebut. Sayangnya, apabila konsekuensi doktrin pemilihan Barth diteruskan maka

permohonan Barth untuk pelebaran lingkaran keselamatan Allah menjadi tidak perlu lagi, seperti

sudah dipaparkan di atas. Pada akhirnya misteri Barth (apakah semua orang diselamatkan?

Apakah seseorang dapat menolak pemilihan Allah sementara seseorang sudah dipilih Allah?

Apakah Allah akan melaksanakan penghukuman kepada manusia, padahal hukuman tersebut

sudah ditanggung oleh Kristus?) tampak lebih merepotkan ketimbang misteri doktrin tradisional.

37

Eberhard Busch, The Great Passion: An Introduction to Karl Barth’s Theology (Grand Rapids: Eerdmans, 2004) 6-7.

38

George Hunsinger, Disruptive Grace: Studies in the Theology of Karl Barth (Grand Rapids: Eerdmans, 2000) 12.

39

(11)

Suzanne McDonald memberikan arah baru dalam dialog Barth dan teologi reformasi

evangelikal. Ia melihat permasalahan Barth terletak pada inkonsistensi pneumatologi dan

kristologi Barth. Teologi reformasi evangelikal memandang bahwa seseorang tidak dapat berada

di dalam Kristus apabila ia belum dilahirbarukan oleh Roh Kudus.40 Berbeda dengan itu, Barth

memandang bahwa semua orang telah berada di dalam Kristus baik mereka menerima Roh

Kudus atau tidak. Roh Kudus berfungsi untuk membangkitkan mereka yang sudah berada di

dalam Kristus untuk melaksanakan fungsi kesaksian mereka, sebagai pembeda antara mereka

yang melaksanakan fungsi kesaksian yang benar dan yang tidak, bukan sebagai jalan ontologis

mereka ke dalam Kristus, seperti yang dipahami oleh teologi reformasi tradisional.41 Sekalipun

demikian, McDonald mengamati bahwa Barth telah melangkah kembali ke teologi reformasi

tradisional. Barth mengakui bahwa hanya Roh Kudus yang sanggup untuk membuka mata

seseorang terhadap realitas hidupnya di dalam Kristus, namun di sisi lain, mereka yang menolak

panggilan Ilahi tersebut dapat keluar (atau tetap di luar?) dari lingkaran kasih karunia Allah.42

Dengan ini Barth telah kembali kepada doktrin predestinasi ganda yang berusaha dihindarinya,

yakni bahwa ada orang yang berada di luar Kristus, dan siapa yang berada di dalam atau di luar

lingkaran tersebut hanyalah prerogatif Allah Tritunggal yang diefektifkan oleh Roh Kudus. Di

sinilah McDonald melihat bahwa pneumatologi Barth bertabrakan dengan kristologinya.

KESIMPULAN

Barth mengusung sebuah doktrin pemilihan yang berangkat dari Calvin, namun

direkonstruksi sedemikian rupa.. Doktrin ini mengajukan bahwa semua orang telah berada di

dalam Kristus oleh karena pemilihan Allah sebelum dunia dijadikan. Sekalipun demikian,

doktrin ini mengimplikasikan universalisme, hal yang tidak ditolak maupun diakui Barth.

Namun, evaluasi yang lebih mendalam menemukan bahwa implikasi ini tidak terhindarkan dan

berakhir dengan ketidakkonsistenan dalam doktrin Barth.

Akhir kata, Barth, dengan segala kontroversinya, merupakan seorang teolog yang sangat

memedulikan Alkitab. Seperti kata McCormack, Barth telah mengulas seluruh Perjanjian Baru

untuk mengangkat doktrin pemilihannya. Hasilnya terkadang mengejutkan, namun bukan tidak

40Lih. McDonald, “Evangelical” 262. 41

Lih. Barth, CD II/2 346.

42

(12)

bertanggung jawab.43 Baiklah setiap teolog yang hendak berdialog, secara kritis atau apresiatif

dengan Barth, melakukan hal yang sama—menyelidiki Alkitab secara menyeluruh. Karena

prinsip Barth inilah dialog yang bermanfaat masih bisa terus dilanjutkan antara Barth dan

evangelikal.

43McCormack, “So That” 248

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Universitas penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dengan terus berinovasi ketika mengadakan kegiatan kemahasiswaan, khususnya LKMM, yang berguna untuk

Bagi Penyedia Jasa atau Pemilik Kapal yang sedang menjalani pemeriksaan oleh instansi yang terkait, antara lain pihak kepolisian, TNI, Bea Cukai, Perpajakan, atas

1) Mayoritas aplikasi yang tersedia untuk membantu pengajaran matematika tersedia dalam bahasa Inggris, sehingga diperlukan usaha ekstra baik oleh guru maupun siswa

Dalam perancangan iklan layanan masyarakat ini untuk bertujuan untuk mensosialisasikan Posyandu bagi masyarakat kota Semarang dan membantu visi dan misi Dinas Kesehatan

Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran Kerangka Dasar Vertikal yang menghasilkan tinggi titik - titik ikat dan pengukuran Kerangka Dasar

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya. Faktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari

(Suatu hal yang dapat diterapkan secara umum untuk semua persaingan tidak jujur atau curang dalam perdagangan dan bisnis, tetapi terutama diterapkan pada praktik berusaha

Pada  pengembangan aplikasi pengelolaan keuangan desa dengan arsitektur microservice, MySQL digunakan sebagai perangkat lunak untuk menyimpan dan mengelola data karena