• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI

LAHAN SAWAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP

PRODUKSI PADI DI DAERAH PENYANGGA DKI JAKARTA

(Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Jawa Barat Periode 1992-2012

Dian Ratna Sari*, Iskandar Andi Nuhung** dan Achmad Tjachja Nugraha**

Abstract

The aims of this study are: 1) Analysing the factors that influence paddy field conversion in Bogor Regency during 1992-2012 period, 2) Estimating the width of paddy field conversion and its implication to the rice production in Bogor Regency during 1992-2012 period. The factors that influence paddy field conversion in Bogor Regency during 1992-2012 period analysed with regression by Ordinary Least Square Method (OLS) showed that all the independent variables have positive relationship to the paddy field conversion but only one variable has insignificant value, that is population density variable. The width of paddy field conversion and its implication to the rice production in Bogor Regency during 1992-2012 period analysed by tabulation and simple mathematic approach showed that during 1992-2012 period, 20,558 ha of paddy field has been converted to the non-agricultural purposes and the loss number of production rice is 107,682.24 ton.

Keywords: paddy field conversion. influence, implication

PENDAHULUAN

Menurut Thomas Malthus pada tahun 1798 dalam bukunya yang berjudul

Essay on the Principle of Population mengemukakan bahwa populasi tumbuh

secara geometris (dari 2 ke 4 ke 8 ke 16 dan seterusnya), persediaan makanan

hanya tumbuh secara aritmetis (dari 1 ke 2 ke 3 ke 4 dan seterusnya) (Henslin,

2007:184). Berdasarkan hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik tahun 1971,

1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 jumlah penduduk Indonesia berturut-turut:

sebesar 119,2 juta jiwa; 147,49 juta jiwa; 179,37 juta jiwa; 194,75 juta jiwa;

206,26 juta jiwa; dan 237,6 juta jiwa. Jumlah penduduk Indonesia diproyeksi akan

mencapai 255,46 juta jiwa pada tahun 2015. Itu berarti kebutuhan pangan nasional

akan semakin meningkat.

Bahan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia adalah nasi

(beras), persentase konsumsi beras selama 2009-2012 masih dominan di antara

(2)

Tabel 1. Persentase Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan Makanan di Indonesia 2009-2012 (dalam %)

Bahan

Makanan 2009 2010 2011 2012 Rata-rata Beras 88,34 88,44 87,6 89,98 88,6 Beras Ketan 0,20 0,20 0,25 0,16 0,20 Tepung Beras 0,30 0,36 0,36 0,27 0,32 Tepung Terigu 1,21 1,28 1,43 1,23 1,28 Jagung Basah 0,61 0,92 0,61 0,59 0,68 Jagung Pipilan 1,76 1,53 1,17 1,55 1,50 Ketela Pohon 5,35 4,96 5,67 3,70 4,93 Ketela Rambat 2,17 2,25 2,81 2,41 2,41 Gaplek 0,05 0,05 0,10 0,11 0,07 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2009 – 2013 (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa, rata-rata persentase konsumsi beras masyarakat

Indonesia selama 2009-2012 sebesar 88,6%. Sedangkan rata-rata persentase

konsumsi bahan makanan pokok lainnya seperti beras ketan, tepung beras, tepung

terigu, jagung basah, jagung pipilan, ketela pohon, ketela rambat dan gaplek

masing-masing hanya sebesar: 0,20%; 0,32%; 1,28%; 0,68%; 1,50%; 4,93%;

2,41%; 0,07%. Ketersediaan pangan tentunya ditunjang oleh sumberdaya lahan.

Sementara, ketersediaan sumberdaya lahan sifatnya terbatas. Seiring berjalannya

waktu kebutuhan akan lahan semakin beragam, baik untuk pangan maupun

pembangunan infrastuktur sehingga alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan

non-pertanian sulit dihindari. Lahan sawah merupakan salah satu lahan pertanian

yang dijadikan objek konversi lahan.

Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk

kegiatan nonpertanian pada laju lebih tinggi dibanding permintaan lahan untuk

kegiatan pertanian karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis terhadap

pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan (akibat pertumbuhan penduduk),

yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan yang relatif tinggi untuk

kegiatan non-pertanian (akibat pertumbuhan ekonomi) pada akhirnya

menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian (Irawan, 2005:14).

Kabupaten Bogor adalah salah satu produsen beras/padi di wilayah Jawa

Barat, sekaligus penyangga ibukota DKI Jakarta yang mempunyai fungsi berupa

pengembangan pemukiman perkotaan sebagai bagian dari sistem Metropolitan

(3)

penduduk tertinggi di antara wilayah penyangga lainnya pada tahun 1980, 1990,

2000, dan 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 49,9% pada

1980-1990, 16,29% pada 1990-2000, dan 9,8% pada 2000-2010. Uraiannya dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk di Wilayah Penyangga Ibukota DKI Jakarta Berdasarkan Sensus Penduduk Selama 30 tahun

No Daerah Penyangga 1980 1990 2000 2010

1 Kabupaten Bogor 2.493.843 3.736.897 4.345.915 4.771.932 2 Kota Bogor 246.946 271 .711 750.819 950.334 3 Kabupaten Tangerang* 1.131.199 1.843.755 2.781.428 2.834.376 4 Kota Tangerang 397.825 921.848 1.325.854 1.798.601 5 Kota Tangerang Selatan ** ** ** 1.290.322

6 Kota Depok ** ** 1.143.403 1.738.570

7 Kabupaten Bekasi 1.143.463 2.104.459 1.668.494 2.630.401

8 Kota Bekasi ** ** 1.663.802 2.334.871

Keterangan:

*termasuk Kota Tangerang Selatan **belum terbentuk

Sumber: Sensus Penduduk Jawa Barat 1980, 1990, 2000, 2010 dan Banten 1980, 1990, 2000, 2010

Pada tahun 1999 berdasarkan UU RI No.15/1999, Kota Administratif

Depok yang semula merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor secara

resmi memisahkan diri sehingga statusnya menjadi Kota Depok. Pemekaran

wilayah yang melahirkan Kota Depok ini diduga mengakibatkan berkurangnya

luas lahan di KabupatenBogor secara umum dan secara khusus megurangi luas

lahan sawah.pada Gambar 1 terlihat bahwa luas lahan sawah Kabupaten Bogor

mengalami penurunan selama 1992-2012.luas lahan sawah yang pada tahun 1992

seluas 68.061 ha menjadi 47.503 ha pada tahun 2012 (BPS Kabupaten Bogor,

1993-2013).

(4)

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini:

1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah

di Kabupaten Bogor selama periode 1992-2012.

2. Mengetahui estimasi seberapa besar produksi padi yang hilang akibat alih

fungsi lahan sawah di Kabupaten Bogor selama 1992-2012.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data sekunder dan informasi

dari dinas-dinas terkait di Kabupaten Bogor selama periode 1992-2012. Untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di

Kabupaten Bogor selama periode 1992-2012 digunakan metode regresi linear

berganda dengan taraf kepercayaan 95% yang diolah dengan Statistical Product

for Services Solution (SPSS) versi 16.

Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi alih fungsi lahan sawah

di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu pertambahan jalan aspal, pertumbuhan

kontribusi PDRB non tanaman pangan, kepadatan penduduk dan pemekaran

wilayah. Variabel-variabel tersebut dimasukkan ke dalam model persamaan

regresi berganda, sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1+ b2X2+b3X3+b4D+e…..………….……1) Keterangan:

Y = Alih fungsi lahan sawah (ha) X1 = Pertambahan jalan aspal (Km)

X2 = Pertumbuhan kontribusi PDRB non tanaman pangan (%) X3 = Kepadatan penduduk (Jiwa/Km)

D = Dummy pemekaran wilayah, D= 0 = Setelah pemekaran wilayah; D=1= Sebelum pemekaran wilayah

b0 = Intersep/konstanta b1…b4 = Koefisien regresi e = Galat (Sisaan)

Guna memenuhi syarat regeresi linear berganda yang BLUE (Best Linear

Unbiased Estimator), maka perlu dilakukan Uji Asumsi Klasik yang terdiri dari

Uji Normalitas, Uji Heterokedastisitas, Uji Autokorelasi dan Uji Multikolinearitas

(5)

a. Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, pengujian normalitas data menggunakan metode grafik.

Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data/titik

pada sumbu diagonal grafik atau melihat histogram dari residualnya. Model

regresi dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar di sekitar

garis diagonal atau grafik histogramnya (Janie, 2012:36).

b. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan metode grafik, yang

dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen

dengan residualnya. Bila titik tidak menyebar berarti terjadi heterokedastisitas,

jika titik menyebar secara acak,baik di atas maupun di bawah angka 0 pada

sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Janie, 2012:25).

c. Uji Autokorelasi

Pendektesian autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan metode uji statistik

d Durbin-Watson yang merupakan rasio dari perbedaan jumlah kuadrat

residual-residual yang saling berurutan terhadap jumlah kuadrat residual-residual (RSS) (Gujarati

dan Porter, 2013:34-38). Dengan aturan pengambilan keputusan sebagai berikut:

1. Jika nilai d < −2, maka ada autokorelasi positif. 2. Jika −2 ≤ d ≤ 2, maka tidak ada autokorelasi. 3. Jika nilai d > 2, maka ada autokorelasi negatif.

d. Uji Multikolinearitas

Untuk mendeteksi keberadaan multikolinieritas dalam suatu model regresi linier

berganda pada penelitian ini, digunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan

Tolerance (TOL). Ketentuannya yaitu jika nilai VIF melebihi angka 10, maka

terjadi multikolinieritas dalam model regresi dan jika nilai TOL sama dengan 1,

maka tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi (Gujarati dan Porter,

2012:432).

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui kecocokan (goodness of

fit) model persamaan regresi linear berganda yang dihasilkan pada penelitian ini.

Pengukuran goodness of fit yang digunakan yaitu Uji Koefisien Determinasi, Uji

(6)

a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Jika R2 bernilai nol, artinya tidak ada hubungan antara regresan dengan regresor,

artinya variabel-variabel X tidak dapat menjelaskan sedikit pun pada variabel Y. Kecocokan model regresi biasanya dikatakan ‘lebih baik’ jika nilai R2

mendekati

1 (Gujarati dan Porter, 2012:255-256).

R2 =

……….(2)

Keterangan:

ESS = Explained Sum of Squares TSS = Total Sum of Square

b. Uji F (F-test)

Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan Fhitung dengan Ftabel (Setiawan dan

Kusrini, 2010:63-64):

1. H0 ditolak H1 diterima apabila:

Fhitung > Ftabel , derajat bebas tertentu atau sig < α

Artinya bahwa seluruh variabel dalam model berpengaruh nyata terhadap

variabel terikat pada tingkat kepercayaan tertentu.

2. H0 diterima H1 ditolak apabila :

Fhitung < Ftabel atau Fhitung = Ftabel , derajat bebas tertentu atau sig > α

Artinya bahwa seluruh variabel bebas dalam model tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel terikat pada tingkat kepercayaan tertentu.

c. Uji T (T-test)

Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t yang dihitung dengan

rumus (Rohmana, 2010:74):

t =

………....………(3)

Dimana: t = nilai thitung

βi = nilai koefisien regresi variabel X

sei = standar error variabel X

Mula-mula tentukan nilai degree of freedom (df):

df = n-k………(4)

Dimana:

n = jumlah observasi/sampel

(7)

Kemudian dibandingkan antara nilai thitung degan ttabel ketentuan, jika thitung ≥ ttabel, maka tolak H0 dan terima Ha artinya signifikan. Jika thitung ≤ ttabel, maka terima H0 dan tolak Ha artinya tidak signifikan.

Sedangkan untuk mengestimasi seberapa besar angka kehilangan produksi

padi akibat alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bogor selama periode

1992-2012 digunakan persamaan produksi padi yang hilang. Estimasi besaran volume

produksi padi yang hilang selama periode 1992-2012 di Kabupaten Bogor secara

matematis dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Irawan dan Friyatno,

2002:11):

………….(5)

Keterangan:

Q = Produksi padi per tahun yang hilang

Qi = Produksi padi per tahun dengan jenis-jenis irigasi-i yang terkonversi.

i = 1…4, dimana 1, 2, 3, 4 masing-masing menunjukkan jenis sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan tadah hujan yang terkonversi.

Si = Luas lahan sawah dengan jenis irigasi-i yang terkonversi.

Hm = Produktivitas usahatani pada musim tanam-m dari sawah dengan irigasi-i tersebut.

m = 1, 2, 3, masing – masing menunjukkan musim1, 2, 3

Dalam penelitian ini, persamaan estimasi produksi padi yang hilang akan

dimodifikasi sesuai dengan ketersediaan data BPS. Variabel yang diasumsikan

dalam menghitung estimasi produksi padi yang hilang akibat alih fungsi lahan

sawah selama periode 1992-2012 adalah luas lahan sawah yang dialih fungsikan,

pola tanam konstan, produktivitas dari kelima jenis sawah (sawah irigasi teknis,

sawah setengah teknis, sawah irigasi sederhana, sawah irigasi desa/non PU, dan

sawah tadah hujan) yang dialih fungsikan.Variabel-variabel tersebut akan dihitung

per tahun, bukan per musim tanam seperti pada persamaan (5), sehingga akan

menjadi:

Q = S. H……….………(6)

Dimana:

Q = Produksi padi yang hilang (ton/tahun)

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bogor Periode 1992-2012

Berdasarkan hasil keseluruhan pengujian statistik, dapat diketahui bahwa

koefisien determinasi pada penelitian ini adalah sebesar 0.624 (Tabel 3). Artinya,

model regresi dalam penelitian ini dapat menjelaskan sebesar 62,4%, sementara

37,6% dijelaskan oleh faktor lain yang belum dimasukkan dalam model.

Tabel 3. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R²) Durbin Watson

R

Hasil uji F (Tabel 4) didapatkan, FHitung sebesar 9.297 > FTabel sebesar 3.24

yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, variabel pertambahan jalan aspal

(X1), pertumbuhan kontribusi PDRB sektor non tanaman pangan (X2), kepadatan

penduduk (X3) dan pemekaran wilayah (X4) mempunyai pengaruh signifikan

secara bersama-sama terhadap alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bogor

selama periode 1992-2012.

Regression residual total 4.617E7 4 1.154E7 9.297 .000a

1.987E7 16 1241680.247

6.604E7 20

Sumber: Data Olahan SPSS 16

Dari uji t pada tingkat kepercayaan 95%, diperoleh hasil bahwa variabel

pertambahan jalan aspal (X1), pertumbuhan kontribusi PDRB sektor non tanaman

pangan (X2) dan pemekaran wilayah (X4) berpengaruh signifikan, sedangkan

variabel kepadatan penduduk (X3) tidak berpengaruh signifikan. Rinciannya

(9)

Tabel 5.Uji t (t-test)

Uji t (t-test) Koefisien

Model thitung ttabel Sig.

Pertambahan jalan aspal (X1) 3.997 1.746 .001 Pertumbuhan PDRB Non tanaman pangan (X2) 3.459 1.746 .003 Kepadatan penduduk (X3) .731 0.746 .475 Pemekaran wilayah (X4) 2.971 1.746 .009 Sumber: Data Olahan SPSS 16

Hasil analisis masing-masing variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pertambahan jalan aspal

Nilai koefisien variabel pertambahan jalan aspal sebesar 7.906 dan nilai

thitung sebesar 3.997 l ≥ ttabel sebesar 1.746 pada tingkat kepercayaan 95%. Maka

tolak H0 dan terima Ha (Data Tabel 10 dan 14). Artinya variabel pertambahan

jalan aspal berpengaruh searah dan signifikan terhadap alih fungsi lahan sawah.

Semakin tinggi pertambahan panjang jalan aspal, maka semakin meningkat pula

tingkat alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bogor. Hal tersebut logis dan sesuai

hipotesis.

2. Pertumbuhan kontribusi PDRB sektor non tanaman pangan

Nilai koefisien variabel kontribusi PDRB sektor non tanaman pangan

sebesar 1123.990 dan nilai thitung sebesar 3.459 ≥ ttabel sebesar 1.746 pada tingkat

kepercayaan 95% (Data Tabel 10 dan 14). Maka, tolak H0 dan terima Ha. Artinya

variabel kontribusi PDRB sektor non tanaman pangan berpengaruh searah dan

signifikan terhadap alih fungsi lahan sawah. Hal tersebut logis dan sesuai

hipotesis. Jika persentase kontribusi PDRB sektor non tanaman pangan

meningkat, maka alih fungsi lahan sawah semakin tinggi.

3. Kepadatan penduduk

Nilai koefisien variabel kepadatan penduduk sebesar 1.349 dan nilai thitung

sebesar 0.731 ≤ ttabel sebesar 1.746 pada tingkat kepercayaan 95%. Maka terima H0

dan tolak Ha. Artinya variabel kepadatan penduduk berpengaruh searah tetapi

tidak signifikan terhadap alih fungsi lahan. kepadatan penduduk di Kabupaten

Bogor tidak secara signifikan mendorong alih fungsi lahan sawah. Hal ini tidak

(10)

4. Pemekaran wilayah

Nilai koefisien variabel pemekaran wilayah sebesar 2484.829 dan nilai

thitung sebesar 2.971 ≥ ttabel sebesar 1.746 pada tingkat kepercayaan 95% (Data

Tabel 10 dan 14). Maka tolak H0 dan terima Ha. Artinya variabel pemekaran

wilayah berpengaruh searah dan signifikan terhadap alih fungsi lahan sawah.

Hasil analisis regresi linier berganda menjelaskan bagaimana pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut. Dalam penelitian ini, yang

menjadi variabel terikat (Y) adalah alih fungsi lahan sawah. sedangkan yang

menjadi variabel bebas (X) adalah pertambahan jalan aspal (X1), pertumbuhan

kontribusi PDRB non tanaman pangan (X2), kepadatan penduduk (X3), dan

pemekaran wilayah (X4). Adapun analisis tiap variabelnya adalah sebagai berikut:

1. Pertambahan jalan aspal

Panjang jalan aspal diasumsikan untuk memproyeksi kualitas prasarana

transportasi atau aksesibilitas di suatu daerah. Mengingat Kabupaten Bogor

mempunyai fungsi sebagai penyangga Ibukota DKI Jakarta dan posisinya

berbatasan dengan DETABEK (Depok, Tangerang, Bekasi), tentu saja jalan aspal

merupakan akses yang sangat penting. Pola jaringan jalan di Kabupaten Bogor

didominasi dengan jaringan jalan regional yang menghubungkan kota-kota

kecamatan di Kabupaten Bogor. Menurut BPS pertambahan jalan aspal yang

terjadi di Kabupaten Bogor sebesar 16,82 Km/tahun selama periode 1992-2012

dengan 87 trayek, dan 6.797 unit angkutan.

Jalan aspal memperlancar arus barang dan jasa dari satu tempat ke tempat

lain, meningkatkan mobilitas masyarakat baik dari pedesaan sampai ke perkotaan,

daerah perbatasan maupun daerah terpencil. Aksesibilitas yang semakin baik,

maka akan semakin mudah pula dalam menjangkau suatu tempat di sana sehingga

akan membuat Kabupaten Bogor banyak dilalui berbagai kendaraan, baik

kendaraan umum maupun kendaraan pribadi yang kemudian merangsang minat

para developer maupun pengusaha untuk membangun usaha atau berinvestasi di

wilayah Kabupaten Bogor. Melihat letak Kabupaten Bogor yang berbatasan

dengan DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan didukung aksesibilitas yang

(11)

berusahatani padi untuk mengalih fungsikan lahan sawahnya untuk usaha lain

yang lebih menguntungkan secara ekonomi.

2. Pertumbuhan kontribusi PDRB non tanaman pangan

Mengacu pada perolehan PDRB selama 1992-2012, sektor yang

mendominasi adalah sektor industri pengolahan yang memberi kontribusi sebesar

60-70% dan sektor perdagangan, perhotelan, restoran yang berkontribusi sebesar

hampir 20% dari PDRB total. Sementara kontribusi sektor lainnya seperti, sektor

industri pengolahan, sektor perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan,

perdagangan, perhotelan dan restoran pertambangan, air, gas, listrik, bangunan,

pengangkutan, komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa-jasa masing-masing

fluktaktif secara bergantian. Besaran kontribusi dari berbagai sektor selama

periode 1992-2012 memang fluktuaktif. Namun, sektor primer mengalami

kecenderungan menurun, khususnya sektor tanaman pangan, penurunan secara

berturut-turut selama 1992-2012 yaitu: 10,35%; 7,97%; 6,03%; 5,16%; 4,39%;

4,14%; 4,21%; 5,55%; 5,43%; 5,39%; 4,98%; 3,39%; 3,14%; 3,07%; 2,79%;

2,72%; 2,75%; 2,68%; 2,67%; 2,43%; dan 2,17%. Berdasarkan perolehan PDRB

selama 1992-2012 tersebut, terlihat adanya fenomena pergeseran aktivitas

perekonomian masyarakat di Kabupaten Bogor.

3. Kepadatan penduduk

Semakin padat penduduk di suatu daerah maka kecenderungan akan

kebutuhan lahan untuk pemukiman pun semakin tinggi yang kemudian akan

mendorong untuk mengalih fungsikan lahan sawah. Namun, ternyata kepadatan

penduduk di Kabupaten Bogor tidak secara signifikan mendorong alih fungsi

lahan sawah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis.

Menurut Wakil Bupati Kabupaten Bogor, Karyawan Faturachman, dalam

Rapat Kerja Daerah pada 2013 yang dirilis melalui website resmi Kabupaten

Bogor, mengatakan bahwa letak Kabupaten Bogor yang berdampingan dengan

Ibukota Jakarta, membuat Kabupaten Bogor sangat dinamis sehingga status

kependudukannya sulit dipastikan validitasnya. Sistem pendataan kependudukan

di Kabupaten Bogor sebelum diberlakukannya e-KTP pada tahun 2012,

menyuburkan praktek pembuatan KTP ganda. Banyak orang dari luar Kabupaten

(12)

membuat KTP di Kabupaten Bogor, dan begitu pula sebaliknya. Penduduk

demikianlah yang biasanya melakukan alih fungsi lahan sawah untuk membangun

perumahan, vila, hotel, restoran dan bisnis lainnya.

4. Pemekaran wilayah

Pemekaran wilayah yang terjadi di Kabupaten Bogor yaitu berpisahnya

wilayah Kota Adminstratif Depok dari wilayah Kabupaten Bogor yang kemudian

menjadi Kota Depok yang cakupan wilayahnya terdiri dari; Kecamatan Limo,

Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sawangan, dan lima desa dari Kecamatan

Bojonggede yaitu, Pondokterong, Ratujaya, Pondokjaya, Cipayung, dan

Cipayungjaya. Bagi Kabupaten Bogor, keluarnya kecamatan-kecamatan tersebut

dari wilayah Kabupaten Bogor mengakibatnya menyempitnya luas wilayah

Kabupaten Bogor secara keseluruhan, termasuk di dalamnya terdapat lahan sawah

yang tidak luput dari upaya alih fungsi lahan untuk kebutuhan pembangunan Kota

Depok sebagai daerah otonom baru. Berdasarkan data yang diperoleh, luas lahan

sawah yang hilang akibat pemekaran wilayah pada tahun 1999 seluas 755 ha

(Tabel 6).

Estimasi Produksi Padi Yang Hilang Periode 1992-2012

Dari perhitungan persamaan (6) dan diasumsikan jika lahan sawah itu tidak

dialih fungsi dan petani tetap mengusahakan tanaman padi, diperoleh bahwa total

produksi padi yang hilang sebesar 107.682,24 ton, sehingga rata-rata produksi padi

yang hilang akibat alih fungsi lahan sawah selama periode 1992-2012 adalah

5.127,73 ton/tahun, dengan total luas alih fungsi lahan sawah sebesar 20.558 ha,

sehingga rata-rata alih fungsi lahan sawah sebesar 978,95 ha/tahun. Hasil secara

rinci per tahunnya diuraikan pada Tabel 7. Kondisi luas lahan sawah di Kabupaten

Bogor selama periode 1992-2012 mengalami kecenderungan menurun. Luas lahan

sawah yang pada tahun 1992 seluas 68.061 ha menyusut menjadi 47.503 ha pada

(13)

Tabel 7. Estimasi Besarnya Produksi Padi Yang Hilang Akibat konversi Lahan Di

Jumlah 20.558 112,96 107.682,24

Rata-rata 978,95 5,38 5.127,73

Sumber: Dispertahut dan BPS, 1993-2013 (diolah)

Jumlah produksi padi tertinggi selama periode 1992-2012 terjadi pada

tahun 1992, yaitu sebesar 567.615 ton. Hal tersebut linear dengan luas lahan

sawah pada saat itu, yaitu seluas 68.061 ha yang merupakan luas lahan sawah

tertinggi selama periode 1992-2012. Pada tahun 2010 jumlah produksi padi

mampu mendekati jumlah produksi padi pada tahun 1992, yaitu sebesar 552.121

ton, sebagai wujud upaya mengembalikan kemampuan produksi padi dengan cara

intensifikasi seperti memberi bantuan alat mesin on farm yaitu traktor, pompa air,

hand sprayer, power weeder, caplak, bantuan benih unggul, pupuk, bantuan alat

pengolah hasil, perbaikan jaringan irigasi desa, jaringan irigasi usahatani,

pembangunan jalan usaha tani dan jalan produksi pertanian, serta meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dengan menyelenggarakan SLPTT (Sekolah

(14)

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan

sawah serta dampaknya terhadap produksi padi di Kabupaten Bogor periode

1992-2012 yang telah dilaksanakan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Variabel pertambahan jalan aspal, pertumbuhan PDRB sektor non

tanaman pangan, pemekaran wilayah dan kepadatan penduduk dapat

menjelaskan sebesar 62,4% dalam mempengaruhi alih fungsi lahan sawah

di Kabupaten Bogor selama periode 1992-20012. Secara bersama-sama

keempat variabel mempunyai pengaruh signifikan. Secara individu,

variabel pertambahan jalan aspal, pertumbuhan PDRB sektor non tanaman

pangan dan pemekaran wilayah berpengaruh signifikan terhadap alih

fungsi lahan sawah di Kabupaten Bogor selama periode 1992-2012,

kecuali variabel kepadatan penduduk.

2. Total luas alih fungsi lahan sawah sebesar 20.558 ha selama periode

1992-2012 atau rata-rata alih fungsi lahan sawah sebesar 978,95 ha/tahun, maka

estimasi total produksi padi yang hilang akibat alih fungsi lahan sawah

adalah sebesar 107.682,24 ton atau rata-ratanya sebesar 5.127,73

ton/tahun. Jumlah produksi padi tertinggi selama periode 1992-2012

terjadi pada tahun 1992, yaitu sebesar 567.615 ton. Hal tersebut linear

dengan luas lahan sawah pada saat itu, yaitu seluas 68.061 ha yang

merupakan luas lahan sawah tertinggi selama periode 1992-2012. Pada

tahun 2010 jumlah produksi padi mampu mendekati jumlah produksi padi

pada tahun 1992, yaitu sebesar 552.121 ton, sebagai wujud upaya

mengembalikan kemampuan produksi padi dengan cara intensifikasi.

SARAN

Berdasarkan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan

sawah serta dampaknya terhadap produksi padi di Kabupaten Bogor periode

1992-2012, maka saran yang dapat direkomendasikan, yaitu:

1. Dengan kondisi luas lahan sawah yang semakin menyempit, maka untuk

melindungi lahan sawah yang masih tersisa, Pemerintah Daerah

(15)

yang proposional dengan jelas guna menyulitkan bahkan menutup peluang

untuk mengalih fungsikan lahan pertanian, khususnya sawah.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor diharapkan tidak hanya mendukung

petani dengan memberi bantuan berupa sarana produksi pertanian dan

peningkatan skill berusahatani, namun juga membekali para petani dengan

pengetahuan agraria dan motivasi agar terus produktif menghasilkan padi

maupun tanaman pangan lainnya.

3. Model persamaan dalam penelitian ini baru mampu menjelaskan sebesar

62,4% dalam mempengaruhi alih fungsi lahan sawah, artinya 37,6%

sisanya merupakan faktor-faktor lain yang belum dimasukkan ke dalam

model. Sehingga masih membuka peluang untuk dilaksanakan penelitian

lebih lanjut.

DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 1993−2013. Kabupaten Bogor Dalam Angka 1993−2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2005−2012. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabputen Bogor Tahun 2005−2012. Dinas Pertanian dan Kehutanan, Bogor.

Gujarati, D.N. dan D.C. Porter. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika Buku 1 Edisi 5. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Henslin, James M. 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Jilid II. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Irawan, B. dan S. Friyatno. 2002. Dampak Konversi Lahan Sawah Di Jawa Terhadap Produksi Beras Dan Kebijakan Pengendaliannya. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA Vol.2 No.2, Juli 2002: 1−33. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola

Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol.23 No.1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

Janie, Dyah N. A. 2012. Statistik Deskriptif & Regresi Linier Berganda Dengan SPSS. Semarang University Press, Semarang.

Rohmana, Yana. 2010. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi dengan Eviews.

Laboratorium Pendidikan Ekonomi dan Koperasi FPEB UPI, Bandung.

Gambar

Tabel 1. Persentase Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan   Makanan di Indonesia 2009-2012 (dalam %)
Tabel 2. Jumlah Penduduk di Wilayah Penyangga Ibukota DKI Jakarta Berdasarkan Sensus Penduduk Selama 30 tahun
Tabel 5.Uji t (t-test)
Tabel 7. Estimasi Besarnya Produksi Padi Yang Hilang Akibat konversi Lahan   Di Kabupaten Bogor Selama 1992-2012 No Tahun Alih Fungsi Lahan Produktivitas Produksi Padi Yang

Referensi

Dokumen terkait

Artinya kamera CCTV tidak bias melihat suatu keadaan yang dimana tidak dapat terlihat oleh kameranya / tidak ada pada dalam jangkauan cctv tersebut. Ditambah system operasi

Perancangan Aplikasi Pencarian Jalur Terpendek untuk Daerah Kota Medan dengan Metode Steepest Ascent Hill Climbing. Universitas

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa hasil uji (Adjusted R 2) nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.242 atau 24,2%, ini menunjukkan bahwa variabilitas dari

A synergistic e€ect of farms'/farmers' characteristics and the region in which the farms are located seems to shape the farmers predilection towards di€erent goals combination

An increase in phosphorous intake eciency to 60% causes a reduction in the cost of the diets formulated using the single objective function model to minimize phosphorous excretion

You will identify the various types of IPv4 addresses and the components that help comprise the address, such as network portion, host portion, and subnet mask.. Types of

Data yang diharapkan melalui observasi adalah berbagai kegiatan yang dilaksanakan dengan pihak- pihak yang terlibat dalam kegiatan termasuk observasi ter hadap fasilitas kegiatan