PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009
T E S I S
Oleh
ROTUA SUMIHAR SITORUS 077033027/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2009 S
E K
O L A H
P A
S C
A S A R JA
PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROTUA SUMIHAR SITORUS 077033027/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : Rotua Sumihar Sitorus Nomor Pokok : 077033027
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Fikarwin Zuska) Ketua
(Suhardiono, SKM, MKes) Anggota
Ketua Program Studi,
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada Tanggal: 1 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Fikarwin Zuska
Anggota : 1. Suhardiono, SKM, MKes 2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
PERNYATAAN
PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 1 Juli 2009
ABSTRAK
Pecegahan penyakit demam berdarah didasarkan atas pemutusan rantai penularan penyakit ini. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemutusan rantai penularan penyakit DBD. Keterlibatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki masing-masing individu.
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi pada enam keluarga yang pernah dan belum pernah menderita penyakit demam berdarah pada wilayah kerja Puskesmas Medan Johor Kota Medan. Adapun tujuan penelitian ini untuk perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara mendalam. Penelitian dilakukan selama Februari – Mei 2009. Informan dalam penelitian ini ayah, ibu dan anak-anak dari subjek penelitian, kepala lingkungan, kader kesehatan, dan petugas kesehatan yang terlibat secara langsung dalam program pencegahan penyakit DBD. Penganalisisan data dilakukan dengan tehnik ‘on going analysis’.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap tentang kegiatan pencegahan penyakit demam berdarah pada kegiatan membersihkan rumah dan lingkungan sekitar rumah serta penggunaan anti nyamuk. Jika ada anggota keluarga yang terkena penyakit ini, maka penyemprotan/fogging dianggap merupakan suatu kegiatan yang dapat mematikan nyamuk penyebab penyakit demam berdarah. Pengetahuan dan sikap keluarga masih dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menghambat keluarga untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Peran serta masyarakat, dengan didukung oleh keterlibatan kader, kepala lingkungan, PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lintas sektor sangat menunjang keberhasilan program PSN-DBD.
ABSTRACT
Since the prevention of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) is based on breaking the spreading chain of this disease, community’s participation is needed very much to be able to increase the success in the implementation of breaking the spreading chain of DHF. This community’s participation is influenced very much by the individual’s knowledge and attitude.
The purpose of this qualitative study with phenomenological method conducted in the working area of Medan Johor Community Health Center in Medan from February to May 2009 is to analyze the behavior of 6 (six) families in their attempt to prevent the DHF. The informants for this study were the fathers, mothers and the children belonged to the research subject, head of neighborhood, health cadres, and the health workers who were directly involved in the DHF prevention program. The data for this study were the obtained through observation and depth-interviews. The data obtained were analyzed through “on-going analysis” technique. The result of the study shows that knowledge and attitude toward the DHF prevention in the activities of cleaning the house and its environment as well as using mosquito repellent. If any of the members of a family is suffering from DHF, fogging is regarded one of the activities that can kill the mosquitoes spreading the DHF. The knowledge and attitude belong to a family are still influenced by various factors that can impede the family to take action according to the knowledge they have.
Community’s participation supported by the involvement of health cadres, head of neighborhood, Family Welfare Education (PKK), public figures, religious leaders, and inter-sectoral relationship supports the success of DHF prevention program very much.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul “Perilaku
Masyarakat dalam Pencegahan Penyakit Deman Berdarah Dengue di Puskesmas
Medan Johor Kota Medan Tahun 2009”.
Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan
juga selaku Dosen Pembanding yang selalu meluangkan waktu untuk
memberikan saran-saran perbaikan bagi tesis ini.
3. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
4. Bapak Suhardiono, SKM, M.Kes., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., selaku pembanding yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan saran dan perbaikan bagi tesis ini.
6. dr. Marlina, selaku Kepala Puskesmas Medan Johor yang telah memberikan izin
dan keleluasaan bagi penulis dalam melakukan penelitian.
7. Seluruh informan yang terlibat dalam penelitian ini, yang telah memberikan
informasi bagi penulis dalam melengkapi data untuk penulisan tesis ini.
8. Suami dan anak-anakku tercinta, yang senantiasa memberi perhatian, semangat
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
untuk itu saran-saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga semua ini
bermanfaat bagi kita.
Medan, 1 Juli 2009
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama : ROTUA SUMIHAR SITORUS
Tempat/tgl lahir : Medan, 29 Agustus 1969
Agama : Kristen Protestan
Alamat Rumah : Jl. Karya Wisata Komp. Johor Katelia Indah No. 68
Medan
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1976 - 1982 : SD Negeri 060860 Medan
Tahun 1982 - 1985 : SMP St. Thomas 3 Medan
Tahun 1985 – 1988 : SPK Depkes RI Medan
Tahun 1990 – 1991 : Program Pendidikan Bidan Tebing Tinggi
Tahun 2002 – 2005 : D-III Keperawatan Depkes RI Medan
Tahun 2005 – 2007 : S-1 Keperawatan Universitas Prima Indonesia Medan
Tahun 2007 s/d sekarang : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
C. RIWAYAT PEKERJAAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Permasalahan... 7
1.3. Tujuan Penelitian... 7
1.4. Manfaat Penelitian... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 8
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD... 11
2.3. Upaya Pencegahan DBD... 12
2.4. Pemberantasan Vektor... 16
2.5. Perilaku... 18
2.6. Kerangka Pikir Penelitian... 25
BAB 3 METODE PENELITIAN... 26
3.1. Jenis Penelitian... 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26
3.3. Pemilihan Informan Penelitian... 27
3.4. Metode Pengumpulan Data... 28
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 30
BAB 4 GAMBARAN UMUM... 31
4.1. Kecamatan Medan Johor... 31
[image:11.612.110.515.181.657.2]BAB 5 PERILAKU KELUARGA DALAM PENCEGAHAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)... 42
5.1. Pengetahuan Keluarga dalam Pencegahan DBD... 43
5.2. Sikap Keluarga dalam Pencegahan DBD... 47
5.3. Tindakan Keluarga dalam Pencegahan DBD... 52
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 70
6.1. Kesimpulan... 70
6.2. Saran... 71
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1. Nama Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan
Johor... 31
4.2. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga
di Kecamatan Medan Johor Tahun 2007... 32
4.3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Menurut Kelurahan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan ... 15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tesis ini mengkaji perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), karena rantai penularan penyakit DBD mempunyai
hubungan dengan perilaku bersih dan sehat yang belum terwujud di masyarakat.
Keberhasilan pemutusan rantai penularan penyakit DBD sangat erat kaitannya dengan
kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk mau menjaga kebersihan rumah dan
lingkungannya.
Alasan yang melatarbelakangi pengkajian perilaku masyarakat dalam
pencegahan penyakit DBD salah satunya yaitu penyakit demam berdarah dengue
(DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang,
mengakibatkan kesakitan dan kematian, terutama pada anak-anak, dan juga dapat
menjadi suatu wabah bahkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Soegijanto, 2006: 39).
KLB artinya jumlah kasus sudah dua kali lipat atau lebih ditempat yang sama pada
kurun waktu yang sama pada tahun dan bulan sebelumnya atau angka kematiannya
lebih dari 1% (Depkes RI, 2005; Koban, 2005: 4).
Pencegahan berkembangnya nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD
menjadi mutlak dilakukan karena vaksin yang efektif terhadap DBD sampai saat ini
mengurangi risiko kematian. Penanggulangan DBD secara umum ditujukan kepada
pemberantasan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektor)
yaitu nyamuk Aedes aegypti, dengan memberantas sarang perkembangbiakannya
yang umumnya ada di air bersih yang tergenang di permukaan tanah maupun
di tempat-tempat penampungan air (Soedarmo, 2005: 56).
Mengingat tempat hidup (habitat) nyamuk Aedes aegypti adalah pada
tempat-tempat yang terdapat air bersih, maka orang yang menjaga kebersihan lingkungan
masih mungkin terkena DBD. Oleh karena itu program pemberantasan DBD tidak
cukup hanya dengan menjaga kebersihan lingkungan, tetapi harus menghindari
keberadaan jentik di tempat air yang bersih, misalnya menguras bak mandi setiap 1
minggu sekali. Hal ini dilakukan mengingat kehidupan nyamuk Aedes aegypti
diketahui siklus hidupnya selama bertelur hingga menetas 10 sampai 14 hari. Dengan
menguras bak mandi 1 minggu sekali tidak memberi kesempatan Aedes aegypti untuk
bertelur sehingga dapat menghilangkan tempat perindukannya.
Menurut WHO antara tahun 1975-1996 DBD terdeteksi keberadaannya
di wilayah Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika Utara,
Mediterania Timur, Australia dan pada beberapa pulau di Samudra India, Pasifik
Selatan dan Tengah serta Karibia (WHO, 1999: 1). Tetapi sekarang daerah endemik
DBD banyak terdapat di Asia (Thailand, Filipina, Kamboja, Malaysia, Singapura,
Cina), karena musim epidemik terjadi disaat musim hujan yang hampir setiap tahun
penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat
berada dalam frekuensi (jumlah) yang meningkat (Soegijanto, 2006: 5).
Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka
kejadian penyakit DBD meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per
100.000 penduduk pada tahun 1998. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat
dengan a) perubahan iklim dan kelembapan nisbi; b) terjadinya migrasi penduduk
dari daerah yang belum ditemukan atau jarang ditemukan infeksi virus Dengue ke
daerah endemis penyakit infeksi virus Dengue atau dari pedesaan ke perkotaan;
c) meningkatnya kantong-kantong jentik nyamuk Aedes aegypti di perkotaan
terutama daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2006: 25).
Akibat peningkatan kejadian penyakit DBD tersebut maka Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL)
Departemen Kesehatan RI melakukan penanggulangan wabah meliputi:
1) penyelidikan epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengenal
sifat-sifat penyebabnya serta faktor yang dapat menimbulkan wabah, 2) pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina,
3) pencegahan dan pengobatan yaitu tindakan yang dilakukan untuk memberikan
kepada mereka yang belum sakit tetapi mempunyai risiko terkena penyakit,
4) penyuluhan kepada masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).
Di Propinsi Sumatera Utara kasus DBD tiap tahun terjadi. Data tahun
2003-2007 menunjukkan bahwa IR (Incidence Rate) 7,92-30,75 per 100.000 penduduk dan
terdapat beberapa Kabupaten/Kota (Medan, Deli Serdang, Binjai, Tebing Tinggi,
Pematang Siantar, Simalungun) yang dinyatakan daerah endemis DBD di mana
kabupaten/kota tersebut merupakan wilayah yang dalam 3 tahun terakhir, setiap tahun
ada penderita DBD (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008).
Penyebaran DBD yang cukup luas di Indonesia dan beberapa daerah Sumatera
Utara termasuk Kota Medan, dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung
terjadinya penyebaran, seperti kondisi geografis atau ketinggian dari permukaan laut,
curah hujan, angin, kelembaban, dan musim; juga kondisi demografis, seperti
kepadatan penduduk, mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, serta perilaku hidup
bersih dan sehat yang masih rendah (Soegijanto, 2006:11).
Penyebaran penyakit DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin
mudah menulari lebih banyak manusia karena didukung oleh: 1) meningkatnya
mobilitas penduduk karena semakin baiknya sarana transportasi di dalam kota
maupun antar daerah, 2) kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk
keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan air bersih belum mencukupi kebutuhan atau
sumber yang terbatas dan letaknya jauh dari pemukiman mendorong masyarakat
menampung air di rumah masing-masing (karena nyamuk Aedes aegypti hidup
di dalam air bersih), 3) sikap dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan
penyakit yang masih kurang (Soedarmo, 2005: 16).
Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan oleh
pemerintah terutama Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan memiliki program
penderita DBD, dan selanjutnya dirujuk ke rumah sakit; 2) penyuluhan terus-menerus
ke masyarakat; 3) fogging atau pengasapan pada rumah penderita DBD; 4) penaburan
bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air; 5) Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara bergotong royong dan melibatkan masyarakat. Namun,
upaya yang telah dilakukan tersebut sampai saat ini belum dapat merubah status
beberapa daerah dari daerah endemis menjadi daerah non endemis (Dinkes Kota
Medan, 2006).
Keterlibatan masyarakat dalam pencegahan DBD sangatlah diperlukan karena
sangatlah mustahil dapat memutus rantai penularan jika masyarakat tidak terlibat
sama sekali. Peran serta masyarakat ini dapat berwujud pelaksanaan kegiatan ‘3M’
(menutup wadah-wadah penampungan air, mengubur atau membakar barang-barang
bekas yang menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di tempat
tampungan air) di sekitar rumah dan melaksanakan PSN pada lingkungannya (Koban,
2005: 9).
Ketidakberhasilan pemberantasan DBD secara menyeluruh dapat terjadi
dikarenakan tidak semua masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular
DBD, pemberantasan sarang nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila
anggota masyarakat sampai ke lingkungan yang terkecil yaitu rumah tangga tidak
mau melakukannya (Nadesul, 2004; Koban, 2005: 11).
Penelitian perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dilakukan
di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Kecamatan Medan Johor sebagai wilayah
setiap tahun terjadi kasus DBD (merupakan salah satu kecamatan yang endemis
DBD).
Dari data program surveilance penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas
Medan Johor tahun 2007, diketahui jumlah kasus demam berdarah sebanyak 71 kasus
yang tersebar di 3 kelurahan, yaitu di Kelurahan Kwala Bekala sebanyak 24 kasus
(33,8%), Kelurahan Gedung Johor sebanyak 15 kasus (21,1%), serta Kelurahan
Pangkalan Mashyur sebanyak 32 kasus (45,1%) (Laporan Kegiatan Puskesmas
Medan Johor, 2007). Hal ini menunjukkan tingginya kasus DBD untuk
masing-masing kelurahan tersebut, padahal program pencegahan DBD telah dilaksanakan
oleh petugas kesehatan yang ada. Sampai dikembangkan sebuah metode promosi
kesehatan yang bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam
pemberantasan penyakit DBD di sekitar tempat tinggalnya (Laporan Kegiatan
Puskesmas Medan Johor, 2007). Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu
proses di mana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat
menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat
untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).
Perilaku masyarakat sangat erat kaitannya dengan kualitas kegiatan pencegahan penyakit DBD. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang dapat mengeksplor perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD, terutama sekali di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor yang teridentifikasi
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: bagaimana perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan untuk menyusun strategi pencegahan dan penanggulangan kasus penyakit DBD baik di desa/kelurahan endemis maupun di wilayah kerja secara keseluruhan. 2. Bagi Puskesmas Medan Johor sebagai masukan untuk meningkatkan
kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya menurunkan kasus penyakit DBD
di masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan
di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang
mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi
menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin, 2005: 8).
2.1.2. Tanda-Tanda Penyakit DBD
Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan
badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik
perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri
ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga
sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah
penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung
tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut,
akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba).
Pembesaran hati (hepatomegali) pada umumnya dapat ditemukan
di permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berat penyakit.
Biasanya nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni
yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari
ketiga sampai ketujuh sakit (Soedarmo, 2005: 44).
2.1.3. Vektor Penular
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor
penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk
Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban)
sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak
di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus
berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun
dan dalam genangan air lainnya (Soedarmo, 2005: 18).
Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penyimpanan air
di dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak
lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air
yang berhubungan langsung dengan tanah (Soedarmo, 2005: 21).
Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,
b. Tempat penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat
minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik
dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.
2.1.4. Penularan Penyakit DBD
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan
sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka
virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk
termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2005: 2).
Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7
hari (viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk,
virus berkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepada
orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang
menghisap virus Dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah
akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probocis), agar darah yang
nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3
bulan (Depkes RI, 2005: 2).
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD 2.2.1. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan
manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang
diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain:
a. Sumber air yang digunakan
Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan
tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD.
b. Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya
DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik.
c. Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga
merupakan faktor terbesar terjadinya DBD (Soegijanto, 2006: 247).
2.2.2. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo (2007: 178) menyatakan bahwa
kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu, faktor perilaku (behaviour
sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) faktor
yakni:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari
seseorang.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya
keluarga dan teman sebaya.
Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat
sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu
penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk.
2.3. Upaya Pencegahan DBD 2.3.1. Partisipasi Masyarakat
Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara
individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah.
Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat
dilakukan ialah (a) menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan
insektisida dalam bentuk spray, (b) menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi
air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu,
keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat
menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat
secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi
masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005: 124).
Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan
perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral
secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang
berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme
yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).
Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan
mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secara
memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara
merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan
DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta dalam program
pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis
penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar
ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate
secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006:7).
2.3.2. Kebijakan Pemerintah
Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan
melalui pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat
elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam
kebijakan karena memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu
keputusan (Koban, 2005: 9). Adapun elemen tersebut antara lain adalah:
1. Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan
dan Pejabat Pemerintah).
2. Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah,
pemimpin terpilih).
3. Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).
4. Sasaran kebijakan (masyarakat).
Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah
[image:30.612.111.526.110.496.2]
Sumber: Koban, 2005: 10.
Gambar 2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan
Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program
pemberantasan virus Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan
perundang-undangan tentang penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini
memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang
diperlukan saat terjadi wabah atau KLB di masyarakat (Koban, 2005: 8).
Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting
dalam program pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes
aegypti, yaitu mengkaji ulang dan mengevaluasi efektifitas undang-undang,
dirumuskan berdasarkan perundang-undangan sanitasi yang telah diatur oleh
Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana,
mencerminkan koordinasi lintas sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan,
mencerminkan kerangka administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi
secara nasional dan sosialisasi undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia PELAKU
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN PUBLIK LINGKUNGAN
kelompok kerja pemberantasan DBD disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA
DBD tingkat Desa/Kelurahan (Koban, 2005: 8).
Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan
kepastian hukum (law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap anggota
masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi/hukuman yang
sesuai dengan peraturan yang berlaku (Koban, 2005: 8).
2.4. Pemberantasan Vektor
Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan
jentiknya. Menurut Soedamo (2005: 60) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk
penularan DBD meliputi:
2.4.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat
kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak
dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk
penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida golongan
organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya
lambda sihalotrin dan permetin (Soedamo, 2005: 60).
Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi
populasi nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila
ada penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedamo, 2005: 61).
2.4.2. Pemberantasan Larva (Jentik)
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005: 14):
a. Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan
menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan istilah
larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi
temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang
digunakan 1 ppm atau 10 gr ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air.
Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat
pula digunakan golonga insect growth regulator.
b. Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah
(Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia reticulata), dan
ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat digunakan pula Bacillus
Thuringiensis var Israeliensis (BTI) atau golongan insect growth regulator.
c. Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Menguras bak
mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan,
drum dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dll).
sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak
di tempat itu.
Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka diharapkan
nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan penularan
penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada
masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan
jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI,
2005: 14).
2.5. Perilaku
Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari
batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang
pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata
atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret)
(Notoatmodjo, 2007: 139).
Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek
di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan
tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu
organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila
Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula
(Azwar, 2003: 5, 9).
Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat,
persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan
penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari
rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh
susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron
memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri
seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang
dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Azwar, 2003: 10).
Menurut ilmu sosiologi, perilaku manusia merupakan hasil daripada segala
macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai dengan batasan perilaku
kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu
dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2007:
1).
Sementara itu ilmu antropologi menyatakan perilaku merupakan ganjaran dari
perilaku atau tingkah laku yang tidak disukai, sehingga ancaman dari penyakit
tersebut memainkan peranan penting dalam masyarakat untuk mempertahankan
umum yang berlaku dalam hubungan antar pribadi, baik antara sesama manusia atau
antara manusia dengan makhluk lain (Anderson, 2006: 54).
2.5.1. Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007: 140), perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan
jiwa (berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya) untuk memberikan respons
terhadap situasi di luar subjek. Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk
operasional, yaitu:
a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau
rangsangan dari luar.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba). Secara umum sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam
diri orang tersebut terjadi beberapa proses sebagai berikut:
1. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya
stimulus.
2. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation, menimbang-nimbang/mengevaluasi baik tidaknya stimulus
tersebut terhadap dirinya. 4. Trial, mencoba perilaku baru.
5. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak sendiri
perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam
tersebut.
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2007: 144). Tingkatan sikap adalah:
1. Receiving (Menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (object)
2. Responding (Merespon), merespon/mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Valuing (Menghargai), mengajak orang lain untuk mengerjakan/
mendiskusikan sesuatu masalah.
4. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang
telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.
c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan terhadap
situasi dan rangsangan dari luar.
Menurut Notoatmodjo (2007: 145) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu:
1. Perception (Persepsi), mengenal dan memilih berbagai object sehubungan
2. Guided response (Respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3. Mechanism (Mekanisme), apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adoption (Adopsi), suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan.
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan
sebagainya, namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala
kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala
kejiwaan ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya adalah
pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat (Notoatmodjo, 2007:
177).
2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007: 139), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dalam bidang kesehatan, yaitu:
a. Latar Belakang
Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan
dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki
b. Kepercayaan dan Kesiapan Mental
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang
tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan
tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang
didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang
penyakit.
c. Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam
munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar
belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana
kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.
d. Faktor Pencetus
Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan
perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru
berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus,
seperti penyakit kulit.
2.5.3. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru
(innovasi), lain daripada yang sebelumnya. Tetapi merubah perilaku seseorang agar
mau menerima sesuatu yang baru bukanlah merupakan sesuatu hal yang mudah,
dalam masyarakat. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai perubahan
perilaku yang melembaga atau lestari serta merupakan bahagian dari hidupnya.
Menurut Notoatmodjo (2007: 188), ada berbagai macam perubahan perilaku
masyarakat, yaitu:
a. Perubahan Alamiah (Natural Change): Perubahan itu sendiri disebabkan oleh
kejadian yang alamiah.
b. Perubahan Terencana (Plannied Change): Perubahan itu terjadi karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek.
c. Kesediaan untuk Berubah (Readdiness to Change): Sebahagian orang sangat
cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, tetapi sebahagian orang
lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini
disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
2.5.4. Perubahan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Jika menelaah dari ketiga faktor tersebut maka nampak proses perubahan
perilaku sangat berhubungan dengan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kepercayaan terhadap kesehatan dengan dimensi pembentukan (determinant)
adalah pengetahuan dan sikap. Kedua dimensi ini berkaitan erat dengan
karakteristik demografis individu.
b. Kemampuan mendapatkan informasi, kemudahan mendapatkan pelayanan
serta ketersediaan alat dan bahan dalam melakukan pencegahan.
Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang mengetahui tentang tanda/
penyakit DBD. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan mengenai
gejala/tanda, cara penularan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit DBD
perlu mendapat perhatian utama agar masyarakat lebih berperan aktif (Sarwono,
2007: 66).
2.6. Kerangka Pikir Penelitian
Mengacu kepada bagan pokok atau bagan teoritik yang digunakan sebagai
[image:40.612.115.510.255.550.2]landasan penelitian, maka dapat disusun kerangka pikir penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian TINDAKAN
Pencegahan Penyakit DBD PERILAKU
- Pengetahuan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan metode
pendekatan fenomenologi yaitu suatu pendekatan untuk melihat bahwa kenyataan
bukanlah seperti apa yang tampak, tetapi kenyataan ada di masing-masing kepala
individu. Pendekatan fenomenologi akan membantu untuk memasuki sudut pandang
orang lain, dan berupaya memahami bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan
cara tertentu, serta pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda.
Penggunaan pendekatan ini untuk dapat menggambarkan pengetahuan, sikap dan
tindakan keluarga, sesuai dengan sudut pandang keluarga, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi keluarga untuk berperilaku dalam upaya mencegah penyakit DBD.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Kota
Medan, yang meliputi 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan
Gedung Johor dan Kelurahan Pangkalan Mashyur. Namun, dari 3 kelurahan tersebut
maka subjek penelitian lebih banyak diambil dari Kelurahan Pangkalan Mashyur.
Alasan pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan saya sangat memahami lokasi ini,
perilaku informan dalam upaya pencegahan penyakit DBD. Penelitian telah
dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2009.
3.3. Pemilihan Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang dapat
memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan yaitu keluarga/rumah
tangga, meliputi ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal dalam satu keluarga yang
sudah atau belum pernah menderita DBD serta bersedia menjadi informan penelitian.
Informan selanjutnya adalah kepala lingkungan atau petugas kesehatan yang terlibat
secara langsung dalam program pencegahan penyakit DBD.
Keluarga yang menjadi subjek penelitian ada sebanyak 6 (enam) keluarga
yang diambil dari lingkungan yang berbeda di Kelurahan Pangkalan Mashyur.
Penelitian kualitatif menuntut suatu penggalian informasi yang mendalam berkaitan
dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu tidak memungkinkan
untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah banyak.
Dari keenam keluarga sebagai subjek penelitian ini, maka ada tiga keluarga
yang salah satu anggota keluarganya pernah menderita penyakit DBD, dan tiga
keluarga lagi belum pernah anggota keluarganya menderita penyakit DBD. Namun,
perbandingan yang sama untuk jumlah keluarga yang pernah menderita penyakit
DBD dan tidak pernah menderita penyakit DBD, bukanlah sebagai upaya untuk
membandingkan perilaku-perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit DBD, tetapi
3.4. Metode Pengumpulan Data
Untuk data primer, maka metode pengumpulan data dilakukan dengan dua
cara yaitu wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan tentang
perilaku keluarga terhadap pencegahan DBD dan pengamatan (observasi) pada
keadaan/situasi rumah dan lingkungan sekitarnya. Wawancara dan pengamatan
dilakukan langsung di lokasi tempat tinggal informan.
Pelaksanaan wawancara dilakukan beberapa kali agar data yang terkumpul
dapat menggambarkan perilaku keluarga dan juga sebagai upaya untuk memastikan
kebenaran dari keterangan-keterangan terdahulu yang sudah diberikan informan.
Uji keabsahan data dilakukan dengan tehnik triangulasi data. Saya akan
memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian
observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan penyesuaian informasi terhadap
materi catatan-catatan harian, untuk memastikan tidak ada informasi yang
bertentangan antara catatan harian wawancara dan catatan harian observasi, supaya
dapat dipastikan bahwa jawaban yang diberikan sesuai dengan hasil pengamatan. Jika
ada perbedaan informasi atau informasi tidak relevan, saya akan menelusuri sumber
perbedaan tersebut dan mengkonfirmasi perbedaan tersebut pada informan dan
sumber-sumber lainnya. Atau, jika terjadi ketidaksesuaian informasi maka triangulasi
data dilakukan dengan mewawancarai anggota keluarga yang lainnya, atau dengan
metode pengamatan untuk memastikan tindakan informan dalam mencegah penyakit
Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis,
‘note book’ dan kamera. Data hasil pengamatan dan wawancara umumnya langsung
saya tulis di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan
singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk ‘field note’ yang lebih rinci dan
lengkap. Ada juga yang ditulis setelah berlalu sekian lama, sehingga sangat rentan
terhadap kemungkinan untuk terlupakan. Alat perekam tidak saya gunakan dalam
pengumpulan data, untuk menghindarkan kecemasan atau kecanggungan informan
dalam memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
Informan yang sulit untuk dijumpai, sulit untuk diwawancarai dan tidak
memberikan izin kepada saya untuk melihat beberapa bagian rumah, terutama bagian
kamar tidur, merupakan kendala-kendala yang saya alami selama mengumpulkan
data. Bahkan ada informan yang tidak mengizinkan saya melakukan dokumentasi
untuk beberapa bagian rumahnya, sehingga ada juga data-data yang
penggambarannya lebih baik dengan dokumentasi tidak dapat saya peroleh, Sehingga
beberapa data tersebut sulit untuk dinarasikan ke dalam ‘field note’.
Sedangkan data sekunder yaitu data geografis, kependudukan dan mata
pencaharian diperoleh dari Puskesmas Medan Johor, Kantor Camat Medan Johor,
ataupun kantor kelurahan di wilayah Kecamatan Medan Johor.
Data yang pertama ingin saya telusuri adalah berkaitan dengan pengetahuan
dan sikap informan dalam pencegahan penyakit DBD. Sedangkan data tindakan
pencegahan penyakit DBD lebih banyak saya peroleh dengan metode pengamatan
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data untuk mengetahui perilaku masyarakat
(pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam pencegahan penyakit demam berdarah
dengue di Puskesmas Medan Johor Kota Medan, dilakukan dengan cara menarasikan
hasil wawancara mendalam dan hasil pengamatan ke dalam bentuk ‘field note’ atau
catatan lapangan yang mudah dipahami dan dimengerti.
Analisis data dengan menggunakan tehnik ‘on going analysis’ yaitu analisis
BAB 4
GAMBARAN UMUM
4.1. Kecamatan Medan Johor
Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu wilayah di Kota Medan yang
terletak di sebelah Selatan, yang sebelumnya termasuk Kecamatan Patumbak, Deli
Tua dan Pancur Batu di wilayah Kabupaten Deli Serdang.
Saat ini Kecamatan Medan Johor memiliki 6 (enam) kelurahan, dengan luas
[image:46.612.125.520.285.591.2]wilayah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Nama Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan Johor
No Nama Kelurahan Luas Wilayah (km2)
1 Kwala Bekala 5,50
2 Gedung Johor 3,15
3 Kedai Durian 0,98
4 Suka Maju 1,52
5 Titi Kuning 1,81
6 Pangkalan Mashyur 4,00
Sumber: BPS Kota Medan, 2007
Luas wilayah keseluruhan Kecamatan Medan Johor adalah 16,96 km2, dengan
batas-batas wilayah, yaitu:
Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat : Kecamatan Medan Selayang
Sebelah Timur : Kecamatan Medan Amplas
Sedangkan jumlah penduduk, kepadatan dan jumlah rumah tangga serta
rata-rata anggota rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut:
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga di Kecamatan Medan Johor Tahun 2007
No Kelurahan Jumlah
Penduduk
Kepadatan Penduduk
Per km2
Jumlah Rumah Tangga
Rata-rata Anggota
RT
1 Kwala Bekala 30563 5557 6742 4.53
2 Gedung Johor 23087 6596 3633 6.35
3 Kedai Durian 4789 49 1424 3.36
4 Suka Maju 11731 7718 2683 4.37
5 Titi Kuning 14517 8020 4544 3.19
6 Pangkalan Mashyur 29456 7364 6335 4.65
Sumber: BPS Kota Medan, 2007
Kemudian komposisi mata pencaharian penduduk menurut kelurahan
[image:47.612.107.542.250.543.2]Tabel 4.3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Johor Tahun 2007
No Kelurahan PNS Peg.Swasta ABRI Petani Pedagang Pensiunan Lainnya
1 K. Bekala 879 6543 496 1825 4668 265 6364
2 Gd. Johor 361 2036 42 - 450 153 132
3 Kd. Durian 85 1070 25 11 75 12 266
4 Suka Maju 2275 4506 29 - 313 202 100
5 Titi
Kuning
127 7356 17 - 1369 457 1050
6 P. Mashyur 1685 4679 185 16 4838 706 4210
Sumber: BPS Kota Medan, 2007
Dari Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan
Medan Johor memiliki pekerjaan sebagai PNS, Pegawai Swasta, ABRI dan
Pedagang. Pekerjaan ini pada dasarnya menggambarkan bahwa pada pagi hingga
siang hari sebagian besar kepala keluarga meninggalkan rumah untuk melakukan
pekerjaannya.
4.2. Subjek Penelitian
Keluarga yang menjadi subjek penelitian ada sebanyak 6 (enam) keluarga,
dimana tiga keluarga memiliki anggota keluarga yang pernah menderita DBD dan
[image:48.612.104.554.182.565.2]Keenam keluarga tersebut diambil dari kelurahan-kelurahan yang berbeda,
tetapi bukan merupakan keluarga yang bisa mewakili masing-masing kelurahan
tempat tinggalnya. Adapun keenam keluarga tersebut adalah:
4.2.1. Keluarga Ibu Siska
Keluarga Ibu Siska sebagai salah seorang informan memiliki pekerjaan
sebagai pedagang. Rumahnya berada pada Lingkungan II Kelurahan Pangkalan
Mashyur. Sehari-hari Ibu Siska membuka warung yang ada di depan rumahnya.
Bangunan rumah permanen, dan memiliki ventilasi udara yang cukup terlihat dari
suasana rumah yang cukup terang karena adanya jendela pada bagian depan dan
samping rumah dan beberapa lubang angin di atas jendela dan pintu rumah.
Ibu Siska cukup rajin membersihkan kamar mandi yang dimilikinya, terlihat
dari tidak adanya kotoran pada bak air dan dinding bak mandi tidak licin.
Pembersihan dilakukan dengan cara menguras dan mengeringkan air dalam bak
mandi, menyikat lantai dan dinding bak mandi, lalu mengisi kembali dengan air
bersih. Begitu juga dengan dinding dan lantai kamar mandi tampak bersih dan tidak
licin. Ibu Siska minimal seminggu sekali akan membersihkan kamar mandi
di rumahnya, atau jika air bak tampak kotor oleh kotoran-kotoran yang terbawa air
PAM, maka dia akan segera mengganti air dalam bak. “Aku paling gak bisa melihat
air kotor, gak enak mandi jadinya”, kata Ibu Siska.
Kondisi lingkungan di sekitar rumah Ibu Siska kurang terpelihara. Parit dan
selokan tampak kotor dan bau oleh karena aliran air yang tersumbat oleh
membersihkan parit/selokan di sekitar rumahnya, karena akan kotor kembali oleh
sampah-sampah dari rumah tetangga, karena sampah-sampah itu pada akhirnya akan
mengalir ke parit/selokan rumahnya, sehingga Ibu Siska merasa jenuh untuk selalu
membersihkan sampah yang bukan sampahnya.
Ibu Siska pernah menderita DBD, sejak itu dia sangat menjaga kebersihan
rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya, agar penyakit ini tidak mengenai
anak-anaknya.
4.2.2. Keluarga Bapak Yusuf
Keluarga kedua yaitu keluarga Bapak Yusuf dan Ibu Diah. Rumah keluarga
ini berada pada Lingkungan IV Kelurahan Gedung Johor. Bapak Yusuf merupakan
seorang pegawai swasta sedangkan Ibu Diah hanya seorang ibu rumah tangga.
Kegiatan sehari-hari Ibu Diah adalah menjaga kebersihan rumah, terutama kebersihan
kamar mandi dan halaman rumah, karena Ibu Diah tidak memiliki pekerjaan lain
selain ibu rumah tangga, sementara anak-anak dalam keluarga juga sudah cukup
besar dan mampu mengurus dirinya sendiri.
Rumah Bapak Yusuf memiliki 2 buah kamar mandi, satu berada di dalam
rumah dan yang satu lagi berada di bagian belakang rumah. Ibu Diah cukup rajin
membersihkan kamar mandi di rumahnya. Setiap dua kali seminggu bak-bak
penampungan air di kamar mandi selalu dikuras dan digosok dengan bros.
Secara umum lingkungan di sekitar rumah keluarga ini cukup terpelihara,
Diah termasuk rajin membersihkan sampah-sampah yang ada pada parit kecil
tersebut.
4.2.3. Keluarga Ibu Diana
Keluarga yang ketiga adalah keluarga Ibu Diana yang tinggal pada lingkungan
VI Kelurahan Pangkalan Mashyur. Ibu Diana ini juga hanya sebagai ibu rumah
tangga dengan aktivitas sehari-hari mengatur dan menjaga kebersihan rumah. Kamar
mandi keluarga ini ada dua buah, satu berada dalam rumah yang satu lagi berada pada
bagian belakang rumah. Kamar mandi yang di dalam rumah berukuran 2x2 meter,
sedang yang dibelakang rumah lebih luas berukuran 2x3 meter karena kamar mandi
ini juga merupakan tempat untuk mencuci pakaian. Pada kamar mandi belakang ini
banyak terdapat ember-ember berwarna hitam untuk tempat menampung air dan
membilas pakaian.
Ibu Diana selalu membersihkan kamar mandinya, baik yang berada di dalam
rumah dan yang terletak pada bagian belakang rumahnya. Seminggu sekali dia akan
menguras bak kamar mandi dan menggantinya dengan air yang baru.
Pada bagian samping rumahnya ada tanah kosong yang sudah menjadi
rawa-rawa dan penuh dengan genangan air jika musim hujan tiba. Pemilik lahan tidak
pernah membersihkannya, sehingga tanah tersebut kini dipenuhi oleh semak belukar.
Ibu Diana sebenarnya merasa kurang nyaman dengan rawa-rawa tersebut, tetapi dia
merasa tidak berdaya karena pemiliknya tidak perduli dengan keadaan tanah
4.2.4. Keluarga Ina
Keluarga Ibu Ina tinggal di sebuah rumah yang berada pada sebuah kompleks
sekolah madrasah. Suaminya merupakan penjaga sekolah sehingga mereka dapat
menempati salah satu rumah di madrasah tersebut. Ibu Ina membuka sebuah warung
kecil di depan rumahnya. Kamar mandi yang digunakan oleh keluarga ini merupakan
kamar mandi sekolah. Selain mereka, maka anak-anak sekolah di madrasah tersebut
juga menggunakan kamar mandi tersebut. Hasil pengamatan saya menunjukkan
bahwa bak yang ada di kamar mandi tersebut jarang dibersihkan, karena tampak
beberapa jentik-jentik di dalam bak tersebut.
Suami ibu Ina pernah menderita DBD pada bulan September 2008. Tetapi Ibu
Ina merasa bahwa suaminya terkena gigitan nyamuk penyebab DBD bukanlah dari
lingkungan sekitar rumahnya, tetapi dari tempat lain. Suami Ibu Ina memang
mempunyai pekerjaan lain yaitu “mocok-mocok” sehingga sering bepergian ke
tempat-tempat lain. Dan, dari mereka sekeluarga hanya suaminya yang terkena DBD,
jadi hal ini menguatkan keyakinan Ibu Ina bahwa penyakit DBD yang mengenai
suaminya diperolehnya dari tempat lain.
4.2.5. Keluarga Ibu Yati, Ibu Ita dan Ibu Arni
Ketiga ibu ini merupakan saudara kandung. Mereka tinggal bersama dalam
sebuah rumah berukuran 12x15 meter. Rumah ini milik Dinas Pertanian. Bapak
mereka dahulu adalah pegawai Dinas Pertanian, selanjutnya salah seorang abang dan
kakak mereka juga pegawai Dinas Pertanian, sehingga mereka diperbolehkan untuk
Ibu Yati memiliki seorang anak dan tidak bekerja, suaminya bekerja sebagai
TKI di Kuwait. Ibu Ita memiliki 2 orang anak, suaminya memiliki pekerjaan “
mocok-mocok”, dan Ibu Ita berjualan rujak di depan rumah tersebut. Kemudian, Ibu Arni
memiliki satu orang anak, suaminya bekerja sebagai buruh bangunan dan dia sendiri
berjualan goreng-gorengan, juga di depan rumahnya.
Alasan mereka sehingga tinggal satu rumah dikarenakan tidak memiliki uang
yang cukup untuk menyewa rumah, Dinas Pertanian juga masih mengizinkan mereka
untuk menggunakan rumah tersebut.
Rumah ini memiliki 3 buah kamar yang ditempati oleh masing-masing
keluarga. Memiliki 2 buah kamar mandi yang tampak kotor, karena banyaknya
kain-kain kotor bergantungan dan barang-barang bekas yang tidak digunakan lagi tapi
berserakan di kamar mandi tersebut. Pada bagian dapur tampak sebuah rak piring
tergantung pada pojok ruangan ini, tetesan air dari rak piring membuat suasana dapur
tampak lembab.
Kondisi rumah dapat saya gambarkan sangat jauh dari kesan bersih, hasil
pengamatan menunjukkan banyaknya pakaian-pakaian kotor bergantungan di
mana-mana. Hal ini terjadi karena dalam rumah tersebut ada beberapa tali yang
direntangkan menjadi gantungan ¯walaupun tidak terlalu panjang¯ sehingga
meninggalkan kesan suasana rumah yang dipenuhi oleh kain-kain kotor yang
bergantungan.
Rumah yang mereka tempati memang cukup besar, tetapi ventilasi udara
kurang sehat. Hal ini menyebabkan keadaan rumah tampak lembab. Ketika saya
meminta izin untuk melihat kondisi kamar masing-masing, ketiga informan tersebut
tidak memperkenankannya dengan alasan merasa malu karena kamar mereka
berantakan, “maklumlah bu, anak saya masih kecil-kecil, mereka suka bermain
di tempat tidur, jadi kamarnya selalu berantakan, ujar ibu Ita”.
4.2.6. Keluarga Ibu Hani
Informasi tentang keluarga Ibu Hani saya peroleh dari Ibu Yani yang
merupakan saudara kandung Ibu Hani. Ibu Hani dan seorang anaknya bernama Anto
pernah menderita penyakit DBD pada akhir tahun 2008.
Halaman rumah Ibu Hani cukup luas dan dipenuhi oleh beberapa pohon besar
juga bunga-bunga yang ditanam di dalam pot. Saya melihat beberapa pot bunga berisi
genangan air karena tidak terjadi peresapan air secara sempurna ¯lobang bagian
bawah pot tempat air yang berlebih keluar, telah tertutup oleh tanah-tanah yang
mengeras¯. Saya tanyakan kepada ayah Anto apakah pot bunga tersebut selalu
tergenang air seperti saat ini, ayah Anto mengatakan, “memang beberapa pot bunga
setiap hujan datang air dalam pot tidak meresap, sehingga untuk beberapa hari air
tetap tergenang di permukaan pot tersebut”. Dan, Ayah Anto tidak pernah membuang
genangan air tersebut karena ia merasa tidak terlalu penting untuk melakukan hal
tersebut.
Ketika saya berada di halaman rumah Ibu Hani, ada banyak nyamuk-nyamuk
nyamuk apalagi jika musim kemarau. Nyamuk-nyamuk itu bukan nyamuk penyebab
DBD karena ukuran nyamuknya besar-besar.
Pada halaman samping sebelah kanan rumah ada parit terbuka, parit tersebut
sebagai tempat mengalirkan air yang berasal dari atap rumah apabila hujan turun.
Parit tersebut disemen, posisinya tampak rata (tidak menurun), sehingga sisa-sisa air
berpotensi untuk tergenang. Dan ketika saya melakukan pengamatan pada parit
tersebut, ada genangan air di sana sini. Parit tersebut jarang dibersihkan oleh ayah
Anto, pembersihan hanya dilakukan ketika ayah Anto lagi rajin atau ’good mood’.
Jadi, tidak ada jadwal atau waktu yang tertentu dalam membersihkan parit/saluran air
tersebut.
Rumah Ibu Hani berukuran 14x18 meter, rumah terlihat rapi. Tetapi pada
bagian pojok teras rumah terlihat tumpukan barang-barang bekas yang tidak terpakai
lagi. Menurut Ayah Anto, barang-barang tersebut kadang-kadang masih digunakan
sehingga sayang untuk dibuang.
Di kamar Anto tampak banyak pakaian bekas pakai yang digantung pada
bagian belakang pintu kamar. Sewaktu ditanyakan mengapa pakaian bekas pakai
tersebut digantung, Anto menjelaskan bahwa pakaian-pakaian tersebut belum kotor
benar dan masih bisa dipakai sewaktu-waktu, sehingga sayang untuk mencucinya.
Pada bagian belakang rumah keluarga ini ada sebuah kolam ikan yang berisi
ikan-ikan nila. Pada sebelah kolam ikan ini ada sebuah bak yang sudah bocor
masih ada tersisa air-air yang ternyata berisi jentik-jentik nyamuk. Menurut Bapak
BAB 5
PERILAKU KELUARGA DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini, penyakit ini
merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
di Indonesia.
Sudah banyak program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya
pencegahan DBD, beberapa di antaranya adalah penyuluhan/sosialisasi program
‘3M’,