• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009

T E S I S

Oleh

ROTUA SUMIHAR SITORUS 077033027/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009 S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

(2)

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROTUA SUMIHAR SITORUS 077033027/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Rotua Sumihar Sitorus Nomor Pokok : 077033027

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) Ketua

(Suhardiono, SKM, MKes) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal: 1 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. Suhardiono, SKM, MKes 2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

(5)

PERNYATAAN

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

DI PUSKESMAS MEDAN JOHOR KOTA MEDAN TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 1 Juli 2009

(6)

ABSTRAK

Pecegahan penyakit demam berdarah didasarkan atas pemutusan rantai penularan penyakit ini. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemutusan rantai penularan penyakit DBD. Keterlibatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki masing-masing individu.

Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi pada enam keluarga yang pernah dan belum pernah menderita penyakit demam berdarah pada wilayah kerja Puskesmas Medan Johor Kota Medan. Adapun tujuan penelitian ini untuk perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara mendalam. Penelitian dilakukan selama Februari – Mei 2009. Informan dalam penelitian ini ayah, ibu dan anak-anak dari subjek penelitian, kepala lingkungan, kader kesehatan, dan petugas kesehatan yang terlibat secara langsung dalam program pencegahan penyakit DBD. Penganalisisan data dilakukan dengan tehnik ‘on going analysis’.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap tentang kegiatan pencegahan penyakit demam berdarah pada kegiatan membersihkan rumah dan lingkungan sekitar rumah serta penggunaan anti nyamuk. Jika ada anggota keluarga yang terkena penyakit ini, maka penyemprotan/fogging dianggap merupakan suatu kegiatan yang dapat mematikan nyamuk penyebab penyakit demam berdarah. Pengetahuan dan sikap keluarga masih dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat menghambat keluarga untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Peran serta masyarakat, dengan didukung oleh keterlibatan kader, kepala lingkungan, PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lintas sektor sangat menunjang keberhasilan program PSN-DBD.

(7)

ABSTRACT

Since the prevention of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) is based on breaking the spreading chain of this disease, community’s participation is needed very much to be able to increase the success in the implementation of breaking the spreading chain of DHF. This community’s participation is influenced very much by the individual’s knowledge and attitude.

The purpose of this qualitative study with phenomenological method conducted in the working area of Medan Johor Community Health Center in Medan from February to May 2009 is to analyze the behavior of 6 (six) families in their attempt to prevent the DHF. The informants for this study were the fathers, mothers and the children belonged to the research subject, head of neighborhood, health cadres, and the health workers who were directly involved in the DHF prevention program. The data for this study were the obtained through observation and depth-interviews. The data obtained were analyzed through “on-going analysis” technique. The result of the study shows that knowledge and attitude toward the DHF prevention in the activities of cleaning the house and its environment as well as using mosquito repellent. If any of the members of a family is suffering from DHF, fogging is regarded one of the activities that can kill the mosquitoes spreading the DHF. The knowledge and attitude belong to a family are still influenced by various factors that can impede the family to take action according to the knowledge they have.

Community’s participation supported by the involvement of health cadres, head of neighborhood, Family Welfare Education (PKK), public figures, religious leaders, and inter-sectoral relationship supports the success of DHF prevention program very much.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul “Perilaku

Masyarakat dalam Pencegahan Penyakit Deman Berdarah Dengue di Puskesmas

Medan Johor Kota Medan Tahun 2009”.

Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan,

dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan

juga selaku Dosen Pembanding yang selalu meluangkan waktu untuk

memberikan saran-saran perbaikan bagi tesis ini.

3. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

4. Bapak Suhardiono, SKM, M.Kes., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., selaku pembanding yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan saran dan perbaikan bagi tesis ini.

6. dr. Marlina, selaku Kepala Puskesmas Medan Johor yang telah memberikan izin

dan keleluasaan bagi penulis dalam melakukan penelitian.

7. Seluruh informan yang terlibat dalam penelitian ini, yang telah memberikan

informasi bagi penulis dalam melengkapi data untuk penulisan tesis ini.

8. Suami dan anak-anakku tercinta, yang senantiasa memberi perhatian, semangat

(9)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,

untuk itu saran-saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga semua ini

bermanfaat bagi kita.

Medan, 1 Juli 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS PRIBADI

Nama : ROTUA SUMIHAR SITORUS

Tempat/tgl lahir : Medan, 29 Agustus 1969

Agama : Kristen Protestan

Alamat Rumah : Jl. Karya Wisata Komp. Johor Katelia Indah No. 68

Medan

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1976 - 1982 : SD Negeri 060860 Medan

Tahun 1982 - 1985 : SMP St. Thomas 3 Medan

Tahun 1985 – 1988 : SPK Depkes RI Medan

Tahun 1990 – 1991 : Program Pendidikan Bidan Tebing Tinggi

Tahun 2002 – 2005 : D-III Keperawatan Depkes RI Medan

Tahun 2005 – 2007 : S-1 Keperawatan Universitas Prima Indonesia Medan

Tahun 2007 s/d sekarang : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

C. RIWAYAT PEKERJAAN

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 8

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD... 11

2.3. Upaya Pencegahan DBD... 12

2.4. Pemberantasan Vektor... 16

2.5. Perilaku... 18

2.6. Kerangka Pikir Penelitian... 25

BAB 3 METODE PENELITIAN... 26

3.1. Jenis Penelitian... 26

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 26

3.3. Pemilihan Informan Penelitian... 27

3.4. Metode Pengumpulan Data... 28

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 30

BAB 4 GAMBARAN UMUM... 31

4.1. Kecamatan Medan Johor... 31

[image:11.612.110.515.181.657.2]
(12)

BAB 5 PERILAKU KELUARGA DALAM PENCEGAHAN

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)... 42

5.1. Pengetahuan Keluarga dalam Pencegahan DBD... 43

5.2. Sikap Keluarga dalam Pencegahan DBD... 47

5.3. Tindakan Keluarga dalam Pencegahan DBD... 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1. Kesimpulan... 70

6.2. Saran... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Nama Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan

Johor... 31

4.2. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga

di Kecamatan Medan Johor Tahun 2007... 32

4.3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Menurut Kelurahan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan ... 15

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tesis ini mengkaji perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD), karena rantai penularan penyakit DBD mempunyai

hubungan dengan perilaku bersih dan sehat yang belum terwujud di masyarakat.

Keberhasilan pemutusan rantai penularan penyakit DBD sangat erat kaitannya dengan

kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk mau menjaga kebersihan rumah dan

lingkungannya.

Alasan yang melatarbelakangi pengkajian perilaku masyarakat dalam

pencegahan penyakit DBD salah satunya yaitu penyakit demam berdarah dengue

(DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang,

mengakibatkan kesakitan dan kematian, terutama pada anak-anak, dan juga dapat

menjadi suatu wabah bahkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Soegijanto, 2006: 39).

KLB artinya jumlah kasus sudah dua kali lipat atau lebih ditempat yang sama pada

kurun waktu yang sama pada tahun dan bulan sebelumnya atau angka kematiannya

lebih dari 1% (Depkes RI, 2005; Koban, 2005: 4).

Pencegahan berkembangnya nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD

menjadi mutlak dilakukan karena vaksin yang efektif terhadap DBD sampai saat ini

(17)

mengurangi risiko kematian. Penanggulangan DBD secara umum ditujukan kepada

pemberantasan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya (vektor)

yaitu nyamuk Aedes aegypti, dengan memberantas sarang perkembangbiakannya

yang umumnya ada di air bersih yang tergenang di permukaan tanah maupun

di tempat-tempat penampungan air (Soedarmo, 2005: 56).

Mengingat tempat hidup (habitat) nyamuk Aedes aegypti adalah pada

tempat-tempat yang terdapat air bersih, maka orang yang menjaga kebersihan lingkungan

masih mungkin terkena DBD. Oleh karena itu program pemberantasan DBD tidak

cukup hanya dengan menjaga kebersihan lingkungan, tetapi harus menghindari

keberadaan jentik di tempat air yang bersih, misalnya menguras bak mandi setiap 1

minggu sekali. Hal ini dilakukan mengingat kehidupan nyamuk Aedes aegypti

diketahui siklus hidupnya selama bertelur hingga menetas 10 sampai 14 hari. Dengan

menguras bak mandi 1 minggu sekali tidak memberi kesempatan Aedes aegypti untuk

bertelur sehingga dapat menghilangkan tempat perindukannya.

Menurut WHO antara tahun 1975-1996 DBD terdeteksi keberadaannya

di wilayah Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika Utara,

Mediterania Timur, Australia dan pada beberapa pulau di Samudra India, Pasifik

Selatan dan Tengah serta Karibia (WHO, 1999: 1). Tetapi sekarang daerah endemik

DBD banyak terdapat di Asia (Thailand, Filipina, Kamboja, Malaysia, Singapura,

Cina), karena musim epidemik terjadi disaat musim hujan yang hampir setiap tahun

(18)

penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat

berada dalam frekuensi (jumlah) yang meningkat (Soegijanto, 2006: 5).

Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka

kejadian penyakit DBD meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per

100.000 penduduk pada tahun 1998. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat

dengan a) perubahan iklim dan kelembapan nisbi; b) terjadinya migrasi penduduk

dari daerah yang belum ditemukan atau jarang ditemukan infeksi virus Dengue ke

daerah endemis penyakit infeksi virus Dengue atau dari pedesaan ke perkotaan;

c) meningkatnya kantong-kantong jentik nyamuk Aedes aegypti di perkotaan

terutama daerah yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2006: 25).

Akibat peningkatan kejadian penyakit DBD tersebut maka Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM & PL)

Departemen Kesehatan RI melakukan penanggulangan wabah meliputi:

1) penyelidikan epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengenal

sifat-sifat penyebabnya serta faktor yang dapat menimbulkan wabah, 2) pemeriksaan,

pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina,

3) pencegahan dan pengobatan yaitu tindakan yang dilakukan untuk memberikan

kepada mereka yang belum sakit tetapi mempunyai risiko terkena penyakit,

4) penyuluhan kepada masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).

Di Propinsi Sumatera Utara kasus DBD tiap tahun terjadi. Data tahun

2003-2007 menunjukkan bahwa IR (Incidence Rate) 7,92-30,75 per 100.000 penduduk dan

(19)

terdapat beberapa Kabupaten/Kota (Medan, Deli Serdang, Binjai, Tebing Tinggi,

Pematang Siantar, Simalungun) yang dinyatakan daerah endemis DBD di mana

kabupaten/kota tersebut merupakan wilayah yang dalam 3 tahun terakhir, setiap tahun

ada penderita DBD (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Penyebaran DBD yang cukup luas di Indonesia dan beberapa daerah Sumatera

Utara termasuk Kota Medan, dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung

terjadinya penyebaran, seperti kondisi geografis atau ketinggian dari permukaan laut,

curah hujan, angin, kelembaban, dan musim; juga kondisi demografis, seperti

kepadatan penduduk, mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, serta perilaku hidup

bersih dan sehat yang masih rendah (Soegijanto, 2006:11).

Penyebaran penyakit DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin

mudah menulari lebih banyak manusia karena didukung oleh: 1) meningkatnya

mobilitas penduduk karena semakin baiknya sarana transportasi di dalam kota

maupun antar daerah, 2) kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk

keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan air bersih belum mencukupi kebutuhan atau

sumber yang terbatas dan letaknya jauh dari pemukiman mendorong masyarakat

menampung air di rumah masing-masing (karena nyamuk Aedes aegypti hidup

di dalam air bersih), 3) sikap dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan

penyakit yang masih kurang (Soedarmo, 2005: 16).

Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan telah dilakukan oleh

pemerintah terutama Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan memiliki program

(20)

penderita DBD, dan selanjutnya dirujuk ke rumah sakit; 2) penyuluhan terus-menerus

ke masyarakat; 3) fogging atau pengasapan pada rumah penderita DBD; 4) penaburan

bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air; 5) Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan cara bergotong royong dan melibatkan masyarakat. Namun,

upaya yang telah dilakukan tersebut sampai saat ini belum dapat merubah status

beberapa daerah dari daerah endemis menjadi daerah non endemis (Dinkes Kota

Medan, 2006).

Keterlibatan masyarakat dalam pencegahan DBD sangatlah diperlukan karena

sangatlah mustahil dapat memutus rantai penularan jika masyarakat tidak terlibat

sama sekali. Peran serta masyarakat ini dapat berwujud pelaksanaan kegiatan ‘3M’

(menutup wadah-wadah penampungan air, mengubur atau membakar barang-barang

bekas yang menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di tempat

tampungan air) di sekitar rumah dan melaksanakan PSN pada lingkungannya (Koban,

2005: 9).

Ketidakberhasilan pemberantasan DBD secara menyeluruh dapat terjadi

dikarenakan tidak semua masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular

DBD, pemberantasan sarang nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila

anggota masyarakat sampai ke lingkungan yang terkecil yaitu rumah tangga tidak

mau melakukannya (Nadesul, 2004; Koban, 2005: 11).

Penelitian perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dilakukan

di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Kecamatan Medan Johor sebagai wilayah

(21)

setiap tahun terjadi kasus DBD (merupakan salah satu kecamatan yang endemis

DBD).

Dari data program surveilance penyakit DBD di wilayah kerja Puskesmas

Medan Johor tahun 2007, diketahui jumlah kasus demam berdarah sebanyak 71 kasus

yang tersebar di 3 kelurahan, yaitu di Kelurahan Kwala Bekala sebanyak 24 kasus

(33,8%), Kelurahan Gedung Johor sebanyak 15 kasus (21,1%), serta Kelurahan

Pangkalan Mashyur sebanyak 32 kasus (45,1%) (Laporan Kegiatan Puskesmas

Medan Johor, 2007). Hal ini menunjukkan tingginya kasus DBD untuk

masing-masing kelurahan tersebut, padahal program pencegahan DBD telah dilaksanakan

oleh petugas kesehatan yang ada. Sampai dikembangkan sebuah metode promosi

kesehatan yang bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam

pemberantasan penyakit DBD di sekitar tempat tinggalnya (Laporan Kegiatan

Puskesmas Medan Johor, 2007). Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu

proses di mana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan

pelaksanaan pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat

menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat

untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).

Perilaku masyarakat sangat erat kaitannya dengan kualitas kegiatan pencegahan penyakit DBD. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang dapat mengeksplor perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD, terutama sekali di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor yang teridentifikasi

(22)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: bagaimana perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan untuk menyusun strategi pencegahan dan penanggulangan kasus penyakit DBD baik di desa/kelurahan endemis maupun di wilayah kerja secara keseluruhan. 2. Bagi Puskesmas Medan Johor sebagai masukan untuk meningkatkan

kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya menurunkan kasus penyakit DBD

di masyarakat.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang

ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,

lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan

di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang

mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi

menimbulkan renjatan (syok) dan kematian (Mubin, 2005: 8).

2.1.2. Tanda-Tanda Penyakit DBD

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan

badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik

perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri

ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga

sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah

penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung

tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut,

akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba).

(24)

Pembesaran hati (hepatomegali) pada umumnya dapat ditemukan

di permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berat penyakit.

Biasanya nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni

yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari

ketiga sampai ketujuh sakit (Soedarmo, 2005: 44).

2.1.3. Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor

penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk

Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban)

sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes

tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak

di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus

berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun

dan dalam genangan air lainnya (Soedarmo, 2005: 18).

Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penyimpanan air

di dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak

lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air

yang berhubungan langsung dengan tanah (Soedarmo, 2005: 21).

Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum,

(25)

b. Tempat penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat

minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik

dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah

daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.

2.1.4. Penularan Penyakit DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan

sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari

mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka

virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya

virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk

termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2005: 2).

Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7

hari (viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk,

virus berkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepada

orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam

tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang

menghisap virus Dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.

Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah

akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probocis), agar darah yang

(26)

nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3

bulan (Depkes RI, 2005: 2).

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD 2.2.1. Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan

manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang

diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain:

a. Sumber air yang digunakan

Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan

tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD.

b. Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya

DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik.

c. Kebersihan lingkungan

Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga

merupakan faktor terbesar terjadinya DBD (Soegijanto, 2006: 247).

2.2.2. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo (2007: 178) menyatakan bahwa

kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu, faktor perilaku (behaviour

(27)

sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 (tiga) faktor

yakni:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari

seseorang.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya

keluarga dan teman sebaya.

Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat

sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu

penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk.

2.3. Upaya Pencegahan DBD 2.3.1. Partisipasi Masyarakat

Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara

individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah.

Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat

dilakukan ialah (a) menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan

insektisida dalam bentuk spray, (b) menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi

air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah

(28)

Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu,

keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan

pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat

menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat

secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005: 1).

Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam

memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi

masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat

dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005: 124).

Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan

perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral

secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang

berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme

yang mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005: 1).

Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan

mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secara

memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara

merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan

DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta dalam program

pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis

penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar

(29)

ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate

secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006:7).

2.3.2. Kebijakan Pemerintah

Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan

melalui pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat

elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam

kebijakan karena memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu

keputusan (Koban, 2005: 9). Adapun elemen tersebut antara lain adalah:

1. Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan

dan Pejabat Pemerintah).

2. Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah,

pemimpin terpilih).

3. Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).

4. Sasaran kebijakan (masyarakat).

Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah

(30)

[image:30.612.111.526.110.496.2]

Sumber: Koban, 2005: 10.

Gambar 2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan

Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program

pemberantasan virus Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan

perundang-undangan tentang penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini

memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang

diperlukan saat terjadi wabah atau KLB di masyarakat (Koban, 2005: 8).

Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting

dalam program pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes

aegypti, yaitu mengkaji ulang dan mengevaluasi efektifitas undang-undang,

dirumuskan berdasarkan perundang-undangan sanitasi yang telah diatur oleh

Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana,

mencerminkan koordinasi lintas sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan,

mencerminkan kerangka administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi

secara nasional dan sosialisasi undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia PELAKU

KEBIJAKAN

KEBIJAKAN PUBLIK LINGKUNGAN

(31)

kelompok kerja pemberantasan DBD disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA

DBD tingkat Desa/Kelurahan (Koban, 2005: 8).

Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan

kepastian hukum (law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap anggota

masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan

keluarga dan masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi/hukuman yang

sesuai dengan peraturan yang berlaku (Koban, 2005: 8).

2.4. Pemberantasan Vektor

Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan

jentiknya. Menurut Soedamo (2005: 60) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk

penularan DBD meliputi:

2.4.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara

penyemprotan (pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat

kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak

dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk

penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida golongan

organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya

lambda sihalotrin dan permetin (Soedamo, 2005: 60).

Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi

(32)

populasi nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila

ada penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedamo, 2005: 61).

2.4.2. Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005: 14):

a. Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan istilah

larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi

temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang

digunakan 1 ppm atau 10 gr ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air.

Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat

pula digunakan golonga insect growth regulator.

b. Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah

(Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia reticulata), dan

ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat digunakan pula Bacillus

Thuringiensis var Israeliensis (BTI) atau golongan insect growth regulator.

c. Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Menguras bak

mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan,

drum dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dll).

(33)

sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak

di tempat itu.

Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka diharapkan

nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan penularan

penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada

masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan

jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI,

2005: 14).

2.5. Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari

batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang

pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata

atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret)

(Notoatmodjo, 2007: 139).

Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran

(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek

di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan

tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu

organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila

(34)

Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula

(Azwar, 2003: 5, 9).

Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat,

persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan

penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari

rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh

susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron

memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri

seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang

dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Azwar, 2003: 10).

Menurut ilmu sosiologi, perilaku manusia merupakan hasil daripada segala

macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud

dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai dengan batasan perilaku

kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu

dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang

kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2007:

1).

Sementara itu ilmu antropologi menyatakan perilaku merupakan ganjaran dari

perilaku atau tingkah laku yang tidak disukai, sehingga ancaman dari penyakit

tersebut memainkan peranan penting dalam masyarakat untuk mempertahankan

(35)

umum yang berlaku dalam hubungan antar pribadi, baik antara sesama manusia atau

antara manusia dengan makhluk lain (Anderson, 2006: 54).

2.5.1. Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007: 140), perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan

jiwa (berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya) untuk memberikan respons

terhadap situasi di luar subjek. Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk

operasional, yaitu:

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau

rangsangan dari luar.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan (pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba). Secara umum sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam

diri orang tersebut terjadi beberapa proses sebagai berikut:

1. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya

stimulus.

2. Interest, mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, menimbang-nimbang/mengevaluasi baik tidaknya stimulus

tersebut terhadap dirinya. 4. Trial, mencoba perilaku baru.

5. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

(36)

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak sendiri

perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam

tersebut.

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2007: 144). Tingkatan sikap adalah:

1. Receiving (Menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (object)

2. Responding (Merespon), merespon/mengerjakan tugas yang diberikan.

3. Valuing (Menghargai), mengajak orang lain untuk mengerjakan/

mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang

telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan terhadap

situasi dan rangsangan dari luar.

Menurut Notoatmodjo (2007: 145) tindakan adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu:

1. Perception (Persepsi), mengenal dan memilih berbagai object sehubungan

(37)

2. Guided response (Respon terpimpin), melakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar sesuai dengan contoh.

3. Mechanism (Mekanisme), apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adoption (Adopsi), suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti

keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan

sebagainya, namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala

kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala

kejiwaan ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya adalah

pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat (Notoatmodjo, 2007:

177).

2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007: 139), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang dalam bidang kesehatan, yaitu:

a. Latar Belakang

Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan

dibedakan atas: pendidikan, pekerjaan, penghasilan, norma-norma yang dimiliki

(38)

b. Kepercayaan dan Kesiapan Mental

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang

tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan

tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang

didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang

penyakit.

c. Sarana

Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam

munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar

belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana

kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.

d. Faktor Pencetus

Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan

perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru

berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus,

seperti penyakit kulit.

2.5.3. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku berarti individu mulai menerapkan sesuatu yang baru

(innovasi), lain daripada yang sebelumnya. Tetapi merubah perilaku seseorang agar

mau menerima sesuatu yang baru bukanlah merupakan sesuatu hal yang mudah,

(39)

dalam masyarakat. Perubahan perilaku yang diharapkan adalah sebagai perubahan

perilaku yang melembaga atau lestari serta merupakan bahagian dari hidupnya.

Menurut Notoatmodjo (2007: 188), ada berbagai macam perubahan perilaku

masyarakat, yaitu:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change): Perubahan itu sendiri disebabkan oleh

kejadian yang alamiah.

b. Perubahan Terencana (Plannied Change): Perubahan itu terjadi karena memang

direncanakan sendiri oleh subjek.

c. Kesediaan untuk Berubah (Readdiness to Change): Sebahagian orang sangat

cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, tetapi sebahagian orang

lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini

disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.

2.5.4. Perubahan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Jika menelaah dari ketiga faktor tersebut maka nampak proses perubahan

perilaku sangat berhubungan dengan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Kepercayaan terhadap kesehatan dengan dimensi pembentukan (determinant)

adalah pengetahuan dan sikap. Kedua dimensi ini berkaitan erat dengan

karakteristik demografis individu.

b. Kemampuan mendapatkan informasi, kemudahan mendapatkan pelayanan

serta ketersediaan alat dan bahan dalam melakukan pencegahan.

Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang mengetahui tentang tanda/

(40)

penyakit DBD. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan mengenai

gejala/tanda, cara penularan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit DBD

perlu mendapat perhatian utama agar masyarakat lebih berperan aktif (Sarwono,

2007: 66).

2.6. Kerangka Pikir Penelitian

Mengacu kepada bagan pokok atau bagan teoritik yang digunakan sebagai

[image:40.612.115.510.255.550.2]

landasan penelitian, maka dapat disusun kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian TINDAKAN

Pencegahan Penyakit DBD PERILAKU

- Pengetahuan

(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan metode

pendekatan fenomenologi yaitu suatu pendekatan untuk melihat bahwa kenyataan

bukanlah seperti apa yang tampak, tetapi kenyataan ada di masing-masing kepala

individu. Pendekatan fenomenologi akan membantu untuk memasuki sudut pandang

orang lain, dan berupaya memahami bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan

cara tertentu, serta pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda.

Penggunaan pendekatan ini untuk dapat menggambarkan pengetahuan, sikap dan

tindakan keluarga, sesuai dengan sudut pandang keluarga, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi keluarga untuk berperilaku dalam upaya mencegah penyakit DBD.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor Kota

Medan, yang meliputi 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Kwala Bekala, Kelurahan

Gedung Johor dan Kelurahan Pangkalan Mashyur. Namun, dari 3 kelurahan tersebut

maka subjek penelitian lebih banyak diambil dari Kelurahan Pangkalan Mashyur.

Alasan pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan saya sangat memahami lokasi ini,

(42)

perilaku informan dalam upaya pencegahan penyakit DBD. Penelitian telah

dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2009.

3.3. Pemilihan Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang dapat

memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan yaitu keluarga/rumah

tangga, meliputi ayah, ibu dan anak-anak yang tinggal dalam satu keluarga yang

sudah atau belum pernah menderita DBD serta bersedia menjadi informan penelitian.

Informan selanjutnya adalah kepala lingkungan atau petugas kesehatan yang terlibat

secara langsung dalam program pencegahan penyakit DBD.

Keluarga yang menjadi subjek penelitian ada sebanyak 6 (enam) keluarga

yang diambil dari lingkungan yang berbeda di Kelurahan Pangkalan Mashyur.

Penelitian kualitatif menuntut suatu penggalian informasi yang mendalam berkaitan

dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu tidak memungkinkan

untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah banyak.

Dari keenam keluarga sebagai subjek penelitian ini, maka ada tiga keluarga

yang salah satu anggota keluarganya pernah menderita penyakit DBD, dan tiga

keluarga lagi belum pernah anggota keluarganya menderita penyakit DBD. Namun,

perbandingan yang sama untuk jumlah keluarga yang pernah menderita penyakit

DBD dan tidak pernah menderita penyakit DBD, bukanlah sebagai upaya untuk

membandingkan perilaku-perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit DBD, tetapi

(43)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk data primer, maka metode pengumpulan data dilakukan dengan dua

cara yaitu wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan tentang

perilaku keluarga terhadap pencegahan DBD dan pengamatan (observasi) pada

keadaan/situasi rumah dan lingkungan sekitarnya. Wawancara dan pengamatan

dilakukan langsung di lokasi tempat tinggal informan.

Pelaksanaan wawancara dilakukan beberapa kali agar data yang terkumpul

dapat menggambarkan perilaku keluarga dan juga sebagai upaya untuk memastikan

kebenaran dari keterangan-keterangan terdahulu yang sudah diberikan informan.

Uji keabsahan data dilakukan dengan tehnik triangulasi data. Saya akan

memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian

observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan penyesuaian informasi terhadap

materi catatan-catatan harian, untuk memastikan tidak ada informasi yang

bertentangan antara catatan harian wawancara dan catatan harian observasi, supaya

dapat dipastikan bahwa jawaban yang diberikan sesuai dengan hasil pengamatan. Jika

ada perbedaan informasi atau informasi tidak relevan, saya akan menelusuri sumber

perbedaan tersebut dan mengkonfirmasi perbedaan tersebut pada informan dan

sumber-sumber lainnya. Atau, jika terjadi ketidaksesuaian informasi maka triangulasi

data dilakukan dengan mewawancarai anggota keluarga yang lainnya, atau dengan

metode pengamatan untuk memastikan tindakan informan dalam mencegah penyakit

(44)

Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis,

‘note book dan kamera. Data hasil pengamatan dan wawancara umumnya langsung

saya tulis di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan

singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk ‘field note’ yang lebih rinci dan

lengkap. Ada juga yang ditulis setelah berlalu sekian lama, sehingga sangat rentan

terhadap kemungkinan untuk terlupakan. Alat perekam tidak saya gunakan dalam

pengumpulan data, untuk menghindarkan kecemasan atau kecanggungan informan

dalam memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

Informan yang sulit untuk dijumpai, sulit untuk diwawancarai dan tidak

memberikan izin kepada saya untuk melihat beberapa bagian rumah, terutama bagian

kamar tidur, merupakan kendala-kendala yang saya alami selama mengumpulkan

data. Bahkan ada informan yang tidak mengizinkan saya melakukan dokumentasi

untuk beberapa bagian rumahnya, sehingga ada juga data-data yang

penggambarannya lebih baik dengan dokumentasi tidak dapat saya peroleh, Sehingga

beberapa data tersebut sulit untuk dinarasikan ke dalam ‘field note’.

Sedangkan data sekunder yaitu data geografis, kependudukan dan mata

pencaharian diperoleh dari Puskesmas Medan Johor, Kantor Camat Medan Johor,

ataupun kantor kelurahan di wilayah Kecamatan Medan Johor.

Data yang pertama ingin saya telusuri adalah berkaitan dengan pengetahuan

dan sikap informan dalam pencegahan penyakit DBD. Sedangkan data tindakan

pencegahan penyakit DBD lebih banyak saya peroleh dengan metode pengamatan

(45)

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data untuk mengetahui perilaku masyarakat

(pengetahuan, sikap dan tindakan) dalam pencegahan penyakit demam berdarah

dengue di Puskesmas Medan Johor Kota Medan, dilakukan dengan cara menarasikan

hasil wawancara mendalam dan hasil pengamatan ke dalam bentuk ‘field note’ atau

catatan lapangan yang mudah dipahami dan dimengerti.

Analisis data dengan menggunakan tehnik on going analysis’ yaitu analisis

(46)

BAB 4

GAMBARAN UMUM

4.1. Kecamatan Medan Johor

Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu wilayah di Kota Medan yang

terletak di sebelah Selatan, yang sebelumnya termasuk Kecamatan Patumbak, Deli

Tua dan Pancur Batu di wilayah Kabupaten Deli Serdang.

Saat ini Kecamatan Medan Johor memiliki 6 (enam) kelurahan, dengan luas

[image:46.612.125.520.285.591.2]

wilayah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Nama Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan Johor

No Nama Kelurahan Luas Wilayah (km2)

1 Kwala Bekala 5,50

2 Gedung Johor 3,15

3 Kedai Durian 0,98

4 Suka Maju 1,52

5 Titi Kuning 1,81

6 Pangkalan Mashyur 4,00

Sumber: BPS Kota Medan, 2007

Luas wilayah keseluruhan Kecamatan Medan Johor adalah 16,96 km2, dengan

batas-batas wilayah, yaitu:

(47)

Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Barat : Kecamatan Medan Selayang

Sebelah Timur : Kecamatan Medan Amplas

Sedangkan jumlah penduduk, kepadatan dan jumlah rumah tangga serta

rata-rata anggota rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut:

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga di Kecamatan Medan Johor Tahun 2007

No Kelurahan Jumlah

Penduduk

Kepadatan Penduduk

Per km2

Jumlah Rumah Tangga

Rata-rata Anggota

RT

1 Kwala Bekala 30563 5557 6742 4.53

2 Gedung Johor 23087 6596 3633 6.35

3 Kedai Durian 4789 49 1424 3.36

4 Suka Maju 11731 7718 2683 4.37

5 Titi Kuning 14517 8020 4544 3.19

6 Pangkalan Mashyur 29456 7364 6335 4.65

Sumber: BPS Kota Medan, 2007

Kemudian komposisi mata pencaharian penduduk menurut kelurahan

[image:47.612.107.542.250.543.2]
(48)

Tabel 4.3. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Johor Tahun 2007

No Kelurahan PNS Peg.Swasta ABRI Petani Pedagang Pensiunan Lainnya

1 K. Bekala 879 6543 496 1825 4668 265 6364

2 Gd. Johor 361 2036 42 - 450 153 132

3 Kd. Durian 85 1070 25 11 75 12 266

4 Suka Maju 2275 4506 29 - 313 202 100

5 Titi

Kuning

127 7356 17 - 1369 457 1050

6 P. Mashyur 1685 4679 185 16 4838 706 4210

Sumber: BPS Kota Medan, 2007

Dari Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan

Medan Johor memiliki pekerjaan sebagai PNS, Pegawai Swasta, ABRI dan

Pedagang. Pekerjaan ini pada dasarnya menggambarkan bahwa pada pagi hingga

siang hari sebagian besar kepala keluarga meninggalkan rumah untuk melakukan

pekerjaannya.

4.2. Subjek Penelitian

Keluarga yang menjadi subjek penelitian ada sebanyak 6 (enam) keluarga,

dimana tiga keluarga memiliki anggota keluarga yang pernah menderita DBD dan

[image:48.612.104.554.182.565.2]
(49)

Keenam keluarga tersebut diambil dari kelurahan-kelurahan yang berbeda,

tetapi bukan merupakan keluarga yang bisa mewakili masing-masing kelurahan

tempat tinggalnya. Adapun keenam keluarga tersebut adalah:

4.2.1. Keluarga Ibu Siska

Keluarga Ibu Siska sebagai salah seorang informan memiliki pekerjaan

sebagai pedagang. Rumahnya berada pada Lingkungan II Kelurahan Pangkalan

Mashyur. Sehari-hari Ibu Siska membuka warung yang ada di depan rumahnya.

Bangunan rumah permanen, dan memiliki ventilasi udara yang cukup terlihat dari

suasana rumah yang cukup terang karena adanya jendela pada bagian depan dan

samping rumah dan beberapa lubang angin di atas jendela dan pintu rumah.

Ibu Siska cukup rajin membersihkan kamar mandi yang dimilikinya, terlihat

dari tidak adanya kotoran pada bak air dan dinding bak mandi tidak licin.

Pembersihan dilakukan dengan cara menguras dan mengeringkan air dalam bak

mandi, menyikat lantai dan dinding bak mandi, lalu mengisi kembali dengan air

bersih. Begitu juga dengan dinding dan lantai kamar mandi tampak bersih dan tidak

licin. Ibu Siska minimal seminggu sekali akan membersihkan kamar mandi

di rumahnya, atau jika air bak tampak kotor oleh kotoran-kotoran yang terbawa air

PAM, maka dia akan segera mengganti air dalam bak. “Aku paling gak bisa melihat

air kotor, gak enak mandi jadinya”, kata Ibu Siska.

Kondisi lingkungan di sekitar rumah Ibu Siska kurang terpelihara. Parit dan

selokan tampak kotor dan bau oleh karena aliran air yang tersumbat oleh

(50)

membersihkan parit/selokan di sekitar rumahnya, karena akan kotor kembali oleh

sampah-sampah dari rumah tetangga, karena sampah-sampah itu pada akhirnya akan

mengalir ke parit/selokan rumahnya, sehingga Ibu Siska merasa jenuh untuk selalu

membersihkan sampah yang bukan sampahnya.

Ibu Siska pernah menderita DBD, sejak itu dia sangat menjaga kebersihan

rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya, agar penyakit ini tidak mengenai

anak-anaknya.

4.2.2. Keluarga Bapak Yusuf

Keluarga kedua yaitu keluarga Bapak Yusuf dan Ibu Diah. Rumah keluarga

ini berada pada Lingkungan IV Kelurahan Gedung Johor. Bapak Yusuf merupakan

seorang pegawai swasta sedangkan Ibu Diah hanya seorang ibu rumah tangga.

Kegiatan sehari-hari Ibu Diah adalah menjaga kebersihan rumah, terutama kebersihan

kamar mandi dan halaman rumah, karena Ibu Diah tidak memiliki pekerjaan lain

selain ibu rumah tangga, sementara anak-anak dalam keluarga juga sudah cukup

besar dan mampu mengurus dirinya sendiri.

Rumah Bapak Yusuf memiliki 2 buah kamar mandi, satu berada di dalam

rumah dan yang satu lagi berada di bagian belakang rumah. Ibu Diah cukup rajin

membersihkan kamar mandi di rumahnya. Setiap dua kali seminggu bak-bak

penampungan air di kamar mandi selalu dikuras dan digosok dengan bros.

Secara umum lingkungan di sekitar rumah keluarga ini cukup terpelihara,

(51)

Diah termasuk rajin membersihkan sampah-sampah yang ada pada parit kecil

tersebut.

4.2.3. Keluarga Ibu Diana

Keluarga yang ketiga adalah keluarga Ibu Diana yang tinggal pada lingkungan

VI Kelurahan Pangkalan Mashyur. Ibu Diana ini juga hanya sebagai ibu rumah

tangga dengan aktivitas sehari-hari mengatur dan menjaga kebersihan rumah. Kamar

mandi keluarga ini ada dua buah, satu berada dalam rumah yang satu lagi berada pada

bagian belakang rumah. Kamar mandi yang di dalam rumah berukuran 2x2 meter,

sedang yang dibelakang rumah lebih luas berukuran 2x3 meter karena kamar mandi

ini juga merupakan tempat untuk mencuci pakaian. Pada kamar mandi belakang ini

banyak terdapat ember-ember berwarna hitam untuk tempat menampung air dan

membilas pakaian.

Ibu Diana selalu membersihkan kamar mandinya, baik yang berada di dalam

rumah dan yang terletak pada bagian belakang rumahnya. Seminggu sekali dia akan

menguras bak kamar mandi dan menggantinya dengan air yang baru.

Pada bagian samping rumahnya ada tanah kosong yang sudah menjadi

rawa-rawa dan penuh dengan genangan air jika musim hujan tiba. Pemilik lahan tidak

pernah membersihkannya, sehingga tanah tersebut kini dipenuhi oleh semak belukar.

Ibu Diana sebenarnya merasa kurang nyaman dengan rawa-rawa tersebut, tetapi dia

merasa tidak berdaya karena pemiliknya tidak perduli dengan keadaan tanah

(52)

4.2.4. Keluarga Ina

Keluarga Ibu Ina tinggal di sebuah rumah yang berada pada sebuah kompleks

sekolah madrasah. Suaminya merupakan penjaga sekolah sehingga mereka dapat

menempati salah satu rumah di madrasah tersebut. Ibu Ina membuka sebuah warung

kecil di depan rumahnya. Kamar mandi yang digunakan oleh keluarga ini merupakan

kamar mandi sekolah. Selain mereka, maka anak-anak sekolah di madrasah tersebut

juga menggunakan kamar mandi tersebut. Hasil pengamatan saya menunjukkan

bahwa bak yang ada di kamar mandi tersebut jarang dibersihkan, karena tampak

beberapa jentik-jentik di dalam bak tersebut.

Suami ibu Ina pernah menderita DBD pada bulan September 2008. Tetapi Ibu

Ina merasa bahwa suaminya terkena gigitan nyamuk penyebab DBD bukanlah dari

lingkungan sekitar rumahnya, tetapi dari tempat lain. Suami Ibu Ina memang

mempunyai pekerjaan lain yaitu “mocok-mocok” sehingga sering bepergian ke

tempat-tempat lain. Dan, dari mereka sekeluarga hanya suaminya yang terkena DBD,

jadi hal ini menguatkan keyakinan Ibu Ina bahwa penyakit DBD yang mengenai

suaminya diperolehnya dari tempat lain.

4.2.5. Keluarga Ibu Yati, Ibu Ita dan Ibu Arni

Ketiga ibu ini merupakan saudara kandung. Mereka tinggal bersama dalam

sebuah rumah berukuran 12x15 meter. Rumah ini milik Dinas Pertanian. Bapak

mereka dahulu adalah pegawai Dinas Pertanian, selanjutnya salah seorang abang dan

kakak mereka juga pegawai Dinas Pertanian, sehingga mereka diperbolehkan untuk

(53)

Ibu Yati memiliki seorang anak dan tidak bekerja, suaminya bekerja sebagai

TKI di Kuwait. Ibu Ita memiliki 2 orang anak, suaminya memiliki pekerjaan “

mocok-mocok”, dan Ibu Ita berjualan rujak di depan rumah tersebut. Kemudian, Ibu Arni

memiliki satu orang anak, suaminya bekerja sebagai buruh bangunan dan dia sendiri

berjualan goreng-gorengan, juga di depan rumahnya.

Alasan mereka sehingga tinggal satu rumah dikarenakan tidak memiliki uang

yang cukup untuk menyewa rumah, Dinas Pertanian juga masih mengizinkan mereka

untuk menggunakan rumah tersebut.

Rumah ini memiliki 3 buah kamar yang ditempati oleh masing-masing

keluarga. Memiliki 2 buah kamar mandi yang tampak kotor, karena banyaknya

kain-kain kotor bergantungan dan barang-barang bekas yang tidak digunakan lagi tapi

berserakan di kamar mandi tersebut. Pada bagian dapur tampak sebuah rak piring

tergantung pada pojok ruangan ini, tetesan air dari rak piring membuat suasana dapur

tampak lembab.

Kondisi rumah dapat saya gambarkan sangat jauh dari kesan bersih, hasil

pengamatan menunjukkan banyaknya pakaian-pakaian kotor bergantungan di

mana-mana. Hal ini terjadi karena dalam rumah tersebut ada beberapa tali yang

direntangkan menjadi gantungan ¯walaupun tidak terlalu panjang¯ sehingga

meninggalkan kesan suasana rumah yang dipenuhi oleh kain-kain kotor yang

bergantungan.

Rumah yang mereka tempati memang cukup besar, tetapi ventilasi udara

(54)

kurang sehat. Hal ini menyebabkan keadaan rumah tampak lembab. Ketika saya

meminta izin untuk melihat kondisi kamar masing-masing, ketiga informan tersebut

tidak memperkenankannya dengan alasan merasa malu karena kamar mereka

berantakan, “maklumlah bu, anak saya masih kecil-kecil, mereka suka bermain

di tempat tidur, jadi kamarnya selalu berantakan, ujar ibu Ita”.

4.2.6. Keluarga Ibu Hani

Informasi tentang keluarga Ibu Hani saya peroleh dari Ibu Yani yang

merupakan saudara kandung Ibu Hani. Ibu Hani dan seorang anaknya bernama Anto

pernah menderita penyakit DBD pada akhir tahun 2008.

Halaman rumah Ibu Hani cukup luas dan dipenuhi oleh beberapa pohon besar

juga bunga-bunga yang ditanam di dalam pot. Saya melihat beberapa pot bunga berisi

genangan air karena tidak terjadi peresapan air secara sempurna ¯lobang bagian

bawah pot tempat air yang berlebih keluar, telah tertutup oleh tanah-tanah yang

mengeras¯. Saya tanyakan kepada ayah Anto apakah pot bunga tersebut selalu

tergenang air seperti saat ini, ayah Anto mengatakan, “memang beberapa pot bunga

setiap hujan datang air dalam pot tidak meresap, sehingga untuk beberapa hari air

tetap tergenang di permukaan pot tersebut”. Dan, Ayah Anto tidak pernah membuang

genangan air tersebut karena ia merasa tidak terlalu penting untuk melakukan hal

tersebut.

Ketika saya berada di halaman rumah Ibu Hani, ada banyak nyamuk-nyamuk

(55)

nyamuk apalagi jika musim kemarau. Nyamuk-nyamuk itu bukan nyamuk penyebab

DBD karena ukuran nyamuknya besar-besar.

Pada halaman samping sebelah kanan rumah ada parit terbuka, parit tersebut

sebagai tempat mengalirkan air yang berasal dari atap rumah apabila hujan turun.

Parit tersebut disemen, posisinya tampak rata (tidak menurun), sehingga sisa-sisa air

berpotensi untuk tergenang. Dan ketika saya melakukan pengamatan pada parit

tersebut, ada genangan air di sana sini. Parit tersebut jarang dibersihkan oleh ayah

Anto, pembersihan hanya dilakukan ketika ayah Anto lagi rajin atau ’good mood’.

Jadi, tidak ada jadwal atau waktu yang tertentu dalam membersihkan parit/saluran air

tersebut.

Rumah Ibu Hani berukuran 14x18 meter, rumah terlihat rapi. Tetapi pada

bagian pojok teras rumah terlihat tumpukan barang-barang bekas yang tidak terpakai

lagi. Menurut Ayah Anto, barang-barang tersebut kadang-kadang masih digunakan

sehingga sayang untuk dibuang.

Di kamar Anto tampak banyak pakaian bekas pakai yang digantung pada

bagian belakang pintu kamar. Sewaktu ditanyakan mengapa pakaian bekas pakai

tersebut digantung, Anto menjelaskan bahwa pakaian-pakaian tersebut belum kotor

benar dan masih bisa dipakai sewaktu-waktu, sehingga sayang untuk mencucinya.

Pada bagian belakang rumah keluarga ini ada sebuah kolam ikan yang berisi

ikan-ikan nila. Pada sebelah kolam ikan ini ada sebuah bak yang sudah bocor

(56)

masih ada tersisa air-air yang ternyata berisi jentik-jentik nyamuk. Menurut Bapak

(57)

BAB 5

PERILAKU KELUARGA DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan

kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat

menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini, penyakit ini

merupakan penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB)

di Indonesia.

Sudah banyak program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya

pencegahan DBD, beberapa di antaranya adalah penyuluhan/sosialisasi program

‘3M’,

Gambar

GAMBARAN UMUM............................................................ 4.1. Kecamatan Medan Johor.................................................
Gambar 2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 4.1. Nama Kelurahan dan Luas Wilayah di Kecamatan Medan Johor
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Utara terkhusus untuk sahabat tercinta penulis yang selalu mendukung dan banyak.. memberikan masukan Arnike Doya, Mia Rhamayani dan Ari

Penyalahgunaan narkotika tak lagi memandang usia, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua sekalipun tak luput dari jeratan

Pada penulisan ilmiah ini Penulis mencoba mengangkat masalah ini yaitu membuat suatu permainan sederhana yang dapat dimainkan oleh siapa saja Program aplikasi ini dibuat

Terjadinya penurunan asupan energi, yang berasal dari jumlah asupan karbohidrat, protein, dan lemak pada anggota militer selama puasa Ramadan dibandingkan dengan sebelum

Kemudian dari hasil uji swelling menunjukkan bahwa derajat pengembangan poloakrilamida yang dicuci menggunakan air lebih besar dibandingkan dengan poliakrilamida yang

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah: penggunaan metode mind map dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran

Teknik Arsitektur FPTK UPI yang telah membantu Peneliti dalam proses..