• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 GAMBARAN UMUM

5.3. Tindakan Keluarga dalam Pencegahan DBD

Praktik atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas individu/orang dalam rangka memelihara kesehatan. Beberapa kegiatan yang dilakukan keluarga dalam mencegah penyakit DBD, adalah:

5.3.1. Membersihkan Rumah

Salah satu tindakan yang dilakukan keluarga dalam upaya mencegah penyakit DBD adalah dengan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan di sekitar rumah. Asumsi di keluarga terutama ayah atau ibu, jika rumah dan lingkungan sekitarnya tetap bersih maka nyamuk penyebab DBD tidak akan dapat berkembang biak.

Tindakan membersihkan rumah lebih difokuskan kepada kebersihan kamar mandi. Bak kamar mandi dikuras sampai kering, disikat dengan bros kemudian diisi kembali dengan air bersih. Biasanya tindakan menguras bak kamar mandi ini dilakukan seminggu sekali.

Ada beberapa keluarga yang menganggap bahwa jika bak kamar mandi dikuras seminggu sekali nyamuk penyebab DBD sudah tidak ada di sekitar rumah mereka. Berdasarkan pengamatan pada salah satu keluarga, diketahui bahwa keluarga ini memang menguras bak kamar mandinya selalu, ini diketahui dengan tidak adanya endapan kotoran air pada dasar bak penampungan air di kamar mandi dan dinding juga tampak bersih.

Tetapi, suasana dalam kamar mandi keluarga ini sangat lembab, ada beberapa helai handuk yang digantungkan pada seutas kawat yang direntangkan pada dinding kamar mandi. Suasana kamar mandi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Kamar mandi keluarga bapak Yusuf berukuran 1,5 x 2 meter. Di dalam kamar mandi ini ada sebuah bak untuk menampung air berukuran 1 x ½ meter. Kamar mandi ini cukup sederhana, ada sebuah bak penampung air berukuran 1 x 1,25 meter, sebuah kloset jongkok dan dua buah ember berwarna hitam untuk mencuci pakaian. Pada sisi kiri dinding kamar mandi ada seutas kawat terentang tempat beberapa handuk dijemurkan. Handuk-handuk itu nampak lembab. Terkadang kawat penjemuran ini juga digunakan untuk menjemur pakaian dalam yang belum kering betul (masih lembab).

Dari narasi di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga tentang pencegahan penyakit DBD masih sangat terbatas pada menjaga kebersihan bak kamar mandi, kelembaban kamar mandi atau penjemuran handuk/kain lembab di kamar

mandi bukan merupakan suatu sarana perkembangbiakan ¯tempat perindukan dan

peristirahatan¯ nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD.

Begitu juga, pada keluarga Ibu Diana memiliki kamar mandi di bagian belakang rumah. Keluarga ini memiliki sumber air bersih dari sumur. Di kamar mandi ini (yang juga merupakan tempat mencuci pakaian) terdapat sebuah bak dan sebuah tong penampung air dan beberapa ember untuk mencuci. Tong yang cukup besar itu berisi air setengah penuh. Menurut Ibu Diana, tong air itu sengaja disiapkan untuk menampung air untuk mencuci, karena bak air yang ada berukuran kecil sehingga air yang di dalam bak tidak cukup untuk keperluan mencuci, oleh karena itu tempat penampungan air ditambah dengan menyediakan tong tersebut. Anak laki-laki Ibu Diana mempunyai tugas setiap hari untuk menimba air untuk mengisi bak dan tong tersebut.

Menurut Ibu Diana, air di dalam bak selalu habis digunakan untuk keperluan mencuci, tetapi air di dalam tong tidak pernah habis, selalu ada yang tersisa, apakah sebagian atau sepertiga ukuran tong. Tong tersebut tidak pernah ditutup ¯tutupnya

tersedia dekat tong¯ “suka lupa nutupnya bu, karena setiap hari digunakan”, kata Bu Diana.

Tong ini juga termasuk jarang dibersihkan, karena bagian dinding tong ketika diraba terasa licin, bahkan bagian dasarnya tampak menghitam menandakan adanya endapan kotoran.

Jadi, pengetahuan keluarga ini mengenai pencegahan DBD masih sangat terbatas pada menjaga kebersihan, ada bagian yang terlupakan, yaitu untuk menutup

dan membersihkan tong penampungan air. Tong ini dapat menjadi tempat nyamuk Aedes aegypti untuk meletakkan telur-telurnya, dan dalam 4 hari telur-telur tersebut sudah berubah menjadi jentik-jentik. Seminggu kemudian, jentik-jentik akan segera menjadi nyamuk kecil yang akan terbang mencari tempat bersarang, misalnya pada kamar mandi yang lembab dan pada kain-kain yang bergantungan.

5.3.2. Membersihkan Lingkungan Sekitar Rumah

Menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah juga dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD. Namun kegiatan ini tidak mudah dilakukan karena membutuhkan kerjasama antara sesama warga suatu lingkungan. Hal ini dialami oleh Ibu Diana. Dia merasa kesulitan membersihkan lingkungan di sekitar rumahnya karena selokan di depan rumahnya juga digunakan warga lain untuk pembuangan limbah rumah tangga, sehingga dia merasa sia-sia jika dibersihkan, karena setelah dibersihkan akan kotor lagi oleh sampah-sampah dari rumah tetangga. Pelaksanaan gotong royong sulit untuk dilakukan karena warga di lingkungan sekitarnya, dari siang hingga pagi hari jarang berada di rumah.

Tetapi untuk sampah-sampah di halaman rumah atau sampah-sampah produksi rumah tangga, selalu diupayakannya untuk membersihkannya. Sampah- sampah produksi rumah tangga selalu dibuang ke tempat sampah yang ada di depan rumah, dan setiap hari diangkat oleh truk pengangkut sampah.

Tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan ibu Diah (istri Bapak Yusuf). Setiap sore dia selalu menyapu halaman rumahnya, dan membakar sampah-sampah yang sudah mengering. Sedangkan sampah-sampah basah dibiarkan, jika sudah

kering baru dibakar. Tetapi untuk beberapa sampah yang laku dijual, seperti gelas minuman plastik atau botol-botol plastik dikumpulkan pada sebuah karung beras. Karung tersebut digantung di dinding belakang rumah. Benda-benda ini baru dijual jika sudah cukup banyak.

Ibu Diah sepertinya kurang menyadari bahwa botol atau cup bekas kemasan air minum termasuk air mineral, juga dapat menjadi sarana perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD. Sebuah narasi ini mungkin dapat menggambarkannya:

“Saya (Ibu Diah) gak suka melihat sampah berserakan, bikin sakit mata lho”, katanya. “Makanya saya selalu membersihkan sampah- sampah di halaman, yang kering ku bakar, yang masih basah ku biarkan, besok kalau sudah kering baru ku bakar”, tambahnya. “Kalo botol bekas, plastik bekas atau ember plastik yang sudah rusak tapi laku dijual, aku kumpulkan ke dalam karung, supaya gak berserakan dimainkan anak-anak. Nanti setelah banyak baru ku jual ke tukang ’botot’, lumayan buat jajan anak-anak”, kata Ibu Diah.

Jadi, terlihat di sini bahwa masyarakat masih memiliki anggapan bahwa salah satu upaya pencegahan penyakit DBD dengan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Kebersihan menurut mereka yaitu tidak adanya sampah atau benda-benda yang berserakan. Tetapi kurang menyadari bahwa kain lembab yang digantung, dan atau menyimpan botol/gelas plastik dapat menjadi tempat peristirahatan yang “nyaman” bahkan tempat meletakkan telur-telur nyamuk Aedes

5.3.3. Pemakaian Anti Nyamuk

Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan telah dilakukan oleh beberapa keluarga-keluarga ini, tetapi untuk menghindari gigitan nyamuk, ada juga keluarga- keluarga yang menggunakan pemakaian anti nyamuk. Penggunaan anti nyamuk ini berdasarkan pengalaman mereka atau pun pengalaman tetangga mereka. Walaupun keadaan rumah sudah dibersihkan, tetapi ada juga salah seorang anggota keluarga terkena penyakit DBD.

Begitu juga yang dilihat dan didengarnya dari tetangga. Ibu Siska merasa rumah tetangganya sudah cukup bersih, lingkungan rumahnya juga bersih, tetapi salah seorang anak tetangganya ini juga pernah menderita DBD. Berdasarkan perbincangan mereka, perolehan gigitan nyamuk ini ketika si anak berada di sekolah.

Berdasarkan pengamatan maupun hasil analisis pada “field note”, diketahui bahwa ada dua keluarga yang selalu menggunakan anti nyamuk. “Selalu” yang dimaksud di sini adalah keluarga ini tidak pernah lupa menggunakannya setiap hari.

Ada beberapa jenis anti nyamuk, tetapi yang tertangkap oleh saya adalah pemakaian anti nyamuk lotion (dioleskan pada kulit) dan anti nyamuk listrik. Ada juga keluarga yang lain menggunakan anti nyamuk bakar dan anti nyamuk semprot, tetapi untuk kedua jenis anti nyamuk ini digunakan pada jam-jam tertentu saja.

1. Anti Nyamuk Lotion

Secara umum informan yang saya wawancarai mengatakan salah satu upaya untuk mencegah keluarga dari gigitan nyamuk adalah dengan menggunakan anti nyamuk lotion. Hal ini terungkap dengan pembicaraan saya dengan beberapa

informan yang merasa lebih aman apabila mereka sudah menggunakan krim anti nyamuk (anti nyamuk lotion). Pembicaraan mengenai hal ini dapat diungkapkan melalui narasi ini:

“Saya dan ibu saya juga ayah saya, seminggu sekali membersihkan bak mandi dan membersihkan rumah juga halaman. Ibu lihat sendirilah rumah kami kan bersih, tapi kami bingung kenapa saya dan ibu saya kena demam berdarah, padahal kami juga pake autan supaya gak digigit nyamuk”, kata Anto.

Keluarga ini mempunyai anggapan bahwa dengan membersihkan rumah, kamar mandi dan lingkungan sekitar rumah serta menggunakan anti nyamuk lotion sudah menghindarkan mereka dari gigitan nyamuk sehingga terhindar dari penyakit demam berdarah.

Ibu Siska memiliki seorang anak yang pernah terkena penyakit DBD, sehingga walaupun keadaan rumah sudah cukup bersih, tetapi dia tetap mengkhawatirkan salah seorang anggota keluarganya terkena DBD. Sepertinya, ibu Siska ini sangat trauma dengan penyakit DBD. Untuk itu, dia selalu mengingatkan anggota keluarganya untuk menggunakan obat anti nyamuk lotion. Bagi anak-anak atau suaminya, pagi hari sebelum berangkat ke sekolah atau berangkat bekerja, selalu diingatkannya untuk menggunakan anti nyamuk lotion pada daerah tubuh yang terbuka, yaitu tangan, leher dan kaki. Begitu juga setelah mandi sore hari, dia juga selalu mengingatkan untuk kembali mengoles bagian-bagian tubuh yang tertentu dengan anti nyamuk lotion. Alasan ibu Siska sehingga selalu menggunakan anti nyamuk lotion, yaitu:

“Dulu anakku yang nomor dua kena DBD bu, awalnya ku pikir demam biasa saja. Ku kasi obat penurun panas, eh tapi kok anak ku makin lemas, panasnya naik turun, gak selera makan”, katanya. “Tiga hari demam kubawa ke puskesmas, petugas puskesmas trus bikin rujukan ke rumah sakit, katanya anakku harus cek darah. Jadi bingung aku, karena kulit anak ku pun merah-merah kayak krumutan. Sebelumnya gak ada kami yang kena penyakit seperti itu, aku gak pernah berpikir itu sakit DBD, karena di rumah bersihnya semua, bak kamar mandi dikurasnya selalu. Aku pun gak bisanya mandi bu kalo air di bak kamar mandi jorok”, lanjut bu Siska. “Kata dokter anakku kena DBD, harus rawat inap, kata dokter, bisa saja anakku di gigit nyamuk waktu di sekolah. Sejak itulah selalu kuingatkan orang ini ¯anggota keluarganya¯ untuk

menggunakan”...“(salah satu merk anti nyamuk lotion), biar di mana pun mereka, tidak digigit nyamuk DBD”, katanya.

Keluarga ini beranggapan bahwa dengan menggunakan anti nyamuk lotion secara rutin mereka terbebas dari gigitan nyamuk. Tetapi mereka tidak menyadari dan belum merasakan efek dari pemakaian anti nyamuk lotion secara terus menerus dapat menimbulkan efek samping terhadap kulit.

2. Anti Nyamuk Listrik

Tindakan yang dilakukan Bapak Yusuf untuk menghindari keluarganya dari gigitan nyamuk, selain menjaga kebersihan rumah, juga menggunakan anti nyamuk. Karena mempunyai anak kecil, jadi tidak menggunakan anti nyamuk bakar, karena asapnya merusak paru-paru anak-anak. Yang digunakan anti nyamuk listrik, ini pun digunakan jika hendak tidur saja yaitu sekitar jam 8 malam.

Untuk menghindari gigitan nyamuk pada pagi hari atau sore hari, Bapak Yusuf tidak membiasakan anaknya menggunakan anti nyamuk lotion. Dia merasa ragu menggunakan anti nyamuk lotion, karena belum paham apakah punya efek samping terhadap kulit atau tidak.

5.3.4. Pemakaian Kelambu

Persoalan pencegahan anggota keluarga dari gigitan nyamuk DBD memang berbeda-beda. Ibu Diana lain lagi yang dilakukannya agar anak-anaknya terhindar dari gigitan nyamuk. Merasa tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya, terutama selokan, maka dia memasang kelambu untuk setiap kamar tidur. Bahkan, ketika anak-anaknya tidak mau tidur siang di kamar karena udara yang panas dan lebih memilih tidur di ruang tamu, Ibu Diana pun memasang kelambu. Menurut ibu Diana, tindakan yang dilakukannya sebenarnya cukup merepotkan, karena harus memasang dan menggulung kelambu setiap harinya, tetapi dia merasa tidak berdaya dan selalu khawatir salah satu nyamuk yang berada di sekitar rumahnya adalah nyamuk demam berdarah.

Dari pengamatan yang saya lakukan, memang di rumah Ibu Diana cukup banyak nyamuk, apalagi menjelang sore hari. Di beberapa titik ruangan rumah memang diletakkan anti nyamuk bakar, tetapi nyamuk-nyamuk tersebut seakan tidak perduli dan tetap saja beterbangan.

Selain persoalan selokan yang kurang bersih, karena ada beberapa sampah sehingga alirannya tidak begitu lancar. Di sebelah rumah Ibu Diana, ada tanah kosong yang becek (ada genangan air), beserta sampah-sampah plastik di sana-sini.

5.3.5. Penyemprotan (Fogging)

Jika ada anggota masyarakat yang terkena DBD maka oleh petugas puskesmas dilakukan penyemprotan. Pada dasarnya semua keluarga ini setuju dengan penyemprotan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Ibu Siska yang anaknya

pernah menderita DBD, rumahnya juga di ‘fogging’, hanya saja mereka memiliki

pertanyaan yang hampir senada, yaitu:

“Kenapa sih bu, setelah terkena DBD baru dilakukan

penyemprotan, kalau sebelum itu disemprotkan gak ada yang kena. Trus kalo disemprot kenapa hanya satu rumah, mengapa tidak satu lingkungan saja. Itu permintaan kami sebagai masyarakat, jangan sudah terjadi baru disemprot, trus kalo ada penyemprotan jangan hanya satu rumah saja tetapi semua rumah di sekitar yang terkena”,

kata Bu Siska.

Pertanyaan ini untuk sesaat membuat saya menjadi kebingungan bagaimana harus menjawabnya. Ada pandangan-pandangan yang negatif tentang pelaksanaan

‘fogging’ ini. Salah satunya pandangan dari Bapak Yusuf, seperti berikut:

“Lima rumah dari rumah saya ¯sebut saja rumah Bapak Andi¯,

tahun lalu salah seorang anaknya terkena DBD, dirawat di rumah sakit, kemudian sembuh dan pulang ke rumah. Setelah anak Bapak Andi pulang ke rumah, kepala lingkungan melaporkan ke puskesmas. Tetapi tindakan penyemprotan tidak segera dilakukan, masih di proses dan dua hari kemudian baru datang petugas kesehatan menyemprot rumah Bapak Andi”, kata Bapak Yusuf.

“Bisa ibu bayangkan, sudah terbang kemana nyamuk yang menggigit anak Bapak Andi, anak Bapak Andi dirawat empat hari di rumah sakit, jadi ada waktu seminggu barulah rumah itu disemprot, untuk apa lagi bu, kan gak ada gunanya lagi”, katanya.

Selain itu, Ibu Diana juga memberikan suatu pandangan tentang pelaksanaan penyemprotan ini. Menurut dia, penyemprotan itu lebih sering dilakukan untuk bagian-bagian luar rumah, sedangkan bagian dalam sepertinya sekedar lewat saja. Senada dengan apa yang disampaikan Ibu Siska, Ibu Diana pun mengatakan penyemprotan jangan dilakukan pada rumah penderita DBD saja, tetapi juga dilakukan untuk beberapa rumah di sekitarnya, supaya nyamuk-nyamuk tersebut benar-benar mati dan tidak menularkannya ke orang lain.

Ibu Siska juga menunjukkan kekesalannya dengan kerumitan urusan untuk segera memperoleh tindakan penyemprotan, seperti ungkapannya ini:

“Susah bu, saya merasakan sendiri, waktu ada keluarga kami yang kena DBD, kami melapor bu tetapi petugasnya bukan terus datang bu. Harus dulu kami melapor ke Kepling, jadi nampaknya lama gitu. Kalo rakyat melaporkan kan maunya harus segera dilayani, gitu lo bu permintaan kami, tapi kadang-kadang gitulah, waktunya itu, harus melapor ini itu, nanti Kepling melapor ke sini, minta surat dokter lah, apakah memang benar kena DBD. Kan gak mungkin kami melapor kalo gak benar kena DBD, cari-cari masalah saja”, kata Bu Siska.

Keluarga ibu ina juga tidak melaporkan suaminya yang terkena DBD ke Puskesmas, menurutnya urusannya menjadi panjang dan rumit. Ibu Ina tidak melaporkannya karena tidak terlalu memikirkannya, baginya yang penting suaminya sudah sembuh dari sakit. Tapi, beberapa hari kemudian petugas puskesmas datang dan melakukan ’fogging’ pada bagian luar rumahnya, tetapi bagian dalam rumah

tidak di-fogging oleh petugas kesehatan. Menurut petugas kesehatan yang melakukan

’fogging’ ¯yang disampaikan kepada Ibu Ina¯ fogging tidak dilakukan sampai ke

bagian dalam rumah, tetapi bagian luar saja, karena asap penyemprotan akan masuk dengan sendirinya ke dalam rumah dan dapat mematikan nyamuk-nyamuk yang ada di dalam rumahnya.

Hal ini saya konfirmasikan langsung dengan petugas kesehatan yang menangani bagian pencegahan dan pemberantasan DBD. Petugas kesehatan tersebut

¯sebut saja Bapak Juan¯ mengatakan kepada saya, bahwa tanggapan masyarakat

tentang penyemprotan memang sangat baik. Masyarakat punya satu pemahaman bahwa pencegahan DBD yang paling ampuh hanya dengan penyemprotan.

Masyarakat kurang menyadari bahwa melakukan penyemprotan berarti memberikan racun ke sekitar lingkungannya. Mereka tidak mengetahui bahwa bahan penyemprotan itu mengandung pestisida yang dapat merusak kesehatan. Bapak Juan mengatakan bahwa yang sebaiknya dilakukan masyarakat adalah Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Kebersihan rumah dan lingkungan rumah, tidak menyimpan barang-barang yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan tidak membiarkan kain bertumpuk atau bergantungan, adalah langkah yang harus dilakukan masyarakat, sehingga nyamuk penyebab DBD tidak memiliki sarang untuk bertelur dan berkembangbiak.

Untuk mencegah gigitan nyamuk, langkah yang paling aman adalah menggunakan kelambu. Tetapi masyarakat memang sulit untuk diajak bekerjasama dalam melakukan pemberantasan PSN, seperti uraiannya berikut:

“Sebenarnya pencegahan DBD yang sebaiknya adalah dengan PSN, bukan dengan penyemprotan atau pemasangan anti nyamuk, baik yang disemprot ataupun anti nyamuk yang dibakar. Tidak mereka sadari itu semua dapat mengganggu kesehatan. Jadi yang sebaiknya memakai kelambu, dan itu tadi, kami selaku petugas kesehatan selalu mengingatkan masyarakat untuk tetap melakukan PSN”, katanya. Bapak Juan melanjutkan, “Kami selalu ingatkan untuk menguras dan menyikat bak mandi, mengubur benda-benda yang dapat menampung air, menutup kontainer-kontainer penampungan air. Tapi masyarakat lebih yakin dengan ’fogging’

tadi. Masyarakat kita sangat sulit untuk diharapkan berinisiatif sendiri dalam penanggulangan DBD. Waktu kita turun, rata-rata masyarakat mengiyakan apa yang kita sampaikan, tetapi kalau kita sudah tidak ada ¯maksudnya sudah tidak turun ke lapangan

lagi¯ masyarakat tidak akan bergerak untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan penanggulangan DBD”, ujarnya.

Sebenarnya dari analisis jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat akan DBD sudah cukup baik. Penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan tentang penyebab, gejala dan tindakan pemberantasan DBD, baik secara langsung atau melalui media massa dan media elektronik termasuk berhasil, karena semua keluarga yang saya tanya mengetahuinya. Semua ibu-ibu yang menjadi informan saya mengetahui penyebab DBD adalah karena gigitan nyamuk, tetapi nama nyamuk dan jenisnya memang kurang diketahui mereka. Tanda-tanda seseorang terkena DBD sewaktu ditanya dapat dijelaskan mereka, jawabannya hampir senada seperti jawaban Ibu Siska ini:

“Kalo gejala-gejala orang kena DBD ya bu, panas badannya, gak turun-turun selama 3 atau 4 hari. Trus ada bintik-bintik merah di seluruh badannya. Penyakit ini karena gigitan nyamuk, nyamuk yang sudah menggigit orang yang kena DBD, kemudian terbang ke tempat lain, di situ digigitnya lagi orang lain, kena DBD lah orang itu. Begitu terus bu, makanya yang perlu diberantas ya nyamuknya, ya disemprotlah”, katanya.

5.3.6. Pemberian Bubuk Abate

Pencegahan DBD dengan menaburkan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air kurang dipahami oleh keluarga-keluarga ini. Keluarga-keluarga ini akan menaburkan abate di bak kamar mandi jika petugas kesehatan memberikannya. Jika tidak ada diberikan oleh petugas kesehatan, maka tidak ada usaha sama sekali untuk membeli sendiri. Ibu Siska mempunyai penggambaran tentang bubuk abate:

“Ya bu, kadang-kadang datang petugas kesehatan ke rumah- rumah, membagikan bungkusan kecil berisi bubuk untuk mencegah demam berdarah. Kata petugas kesehatan, bubuk ini harus kami tarok di bak kamar mandi. Kami sebenarnya gak tau bu

berapa banyak ditarok ke dalam bak, yang dikasi petugas kesehatan itu kami bagi-bagilah untuk beberapa bak kamar mandi kami. Tapi kami juga kan disuruh menguras bak kamar mandi, ya sudah hilanglah bu bubuk itu”, katanya. Ibu Siska melanjutkan,

“kalo untuk beli sendiri ya gak bisa lah bu, untuk apa, orang setiap minggunya kami bersihkan bak kamar mandi, ya kan sayang bubuk itu, jadi seperti buang-buang uang, lagian bersihnya bak kamar mandi kami, kalo di kasi ya gimana lagi, masak gak di terima”,

kata Bu Siska sambil tersenyum.

Hampir semua ibu memang kurang memahami kegunaan, tempat untuk meletakkan serta berapa jumlah abate yang yang diberikan oleh petugas kesehatan. Abate sebenarnya memiliki fungsi untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Dosis 10 gram digunakan pada tempat penampungan air dengan kapasitas 100 liter air. Abate ini biasanya digunakan pada tempat-tempat penampung air yang jarang

Dokumen terkait