• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan sebagai suatu sistem B. Indik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan sebagai suatu sistem B. Indik"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan sebagai suatu sistem

B. Indikator

Setelah mahasiswa mengikuti perkuliahan pendidikan sebagai suatu sistem diharapkan:

1. Dapat menuliskan pengertian pendidikan sebagai suatu sistem dengan menggunakan kata-kata sendiri melalui kegiatan diskusi

2. Dapat menuliskan komponen dari pendidikan sebagai suatu sistem melalui kegiatan diskusi 3. Dapat memberi contoh pendidikan sebagai suatu sistem melalui kegiatan diskusi

4. Dapat menuliskan komponen dari pendidikan melalui penjelasan dari dosen

C.

Materi Pendidikan sebagai Suatu Sistem

5.1

Pengertian Sistem

1. Berasal bari bahasa Yunani,

Systema : sehimpunan bagan atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu kesatuan.

2. Definisi tradisional,

Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu tujuan.

3. Menurut Zahara Idris (1987)

Sistem adalah kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekadar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil (produk).

Sebagai contoh, tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen, antara lain jaringan daging, otak, urat-urat darah, syaraf, dan tulang-tulang.

Gambar 1: Struktur anatomi tubuh manusia

Setiap komponen-komponen tersebut mempunyai fungsi-fungsi sendiri (fungsi yang berbeda-beda) dan satu sama lain saling berkaitan sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua komponen itu berinteraksi sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

5

.2 Sistem Pendidikan

(2)

dengan tuntutan kebutuhan hidup masyarakat dalam rangka mengejar cita-cita hidup yang sejahtera lahir maupun batin.

Pendidikan sebagai sistem menyangkut tiga unsur pokok : 1) Unsur masukan (input), contohnya peserta didik

2) Unsur proses (Process), contohnya pendidik, kurikulum, gedung sekolah, buku, metode mengajar, dan lain-lain

3) Hasil (output), hasil belajar, lulusan

5.3

Komponen Pendidikan

Menurut P.H. Combs (1982) ada dua belas komponen pendidikan, yaitu: 1) Tujuan dan Prioritas

Fungsinya mengarahkan kegiatan sistem.

Berisi tentang hal-hal yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan dan urutan pelaksanaannya. 2) Peserta Didik

Tugas peserta didik adalah belajar.

Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan. 3) Manajemen atau Pengelolaan

Fungsinya mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan.

Komponen ini bersumber pada sistem nilai dan cita-cita yang merupakan informasi tentang pola kepemimpinan dalam pengelolaan sistem pendidikan.

4) Struktur dan Jadwal Waktu

Gunanya mengatur pembagian waktu dan kegiatan. 5) Isi dan Bahan Pengajaran

Fungsinya untuk menggambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. 6) Guru dan Pelaksana

Fungsinya menyediakan bahan pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta didik. 7) Alat Bantu Belajar

Fungsinya untuk memungkinkan terjadinya proses pendidikan yang lebih menarik dan lebih bervariasi. 8) Fasilitas

Fungsinya untuk tempat terselenggaranya proses pendidikan. 9) Teknologi

Teknologi ialah semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif. Fungsinya memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan.

10) Pengawasan Mutu

Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan. 11) Penelitian

Fungsinya untuk memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan sistem pendidikan. 12) Biaya

Fungsinya melancarkan proses pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat efesiensi sistem pendidikan.

D.

Tugas

1.

Dengan menggunakan kata-kata sendiri tuliskan pengertian pendidikan sebagai suatu sistem !

2. Jelaskan komponen dari pendidikan sebagai suatu sistem ! 3. Berilah suatu contoh tentang pendidikan sebagai suatu sistem !

4. Sebutkan komponen-komponen pendidikan !

E.

Referensi

Arifin, M. 2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon Press.

Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana. Ihsan, Fuad. 2008. Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

(3)

TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

A. KONSEP DASAR TEORI BELAJAR

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab

pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor

penguatan(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Memasuki abad ke-19 beberapa ahli mengadakan penelitian eksperimental tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.

Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:

1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

2. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;

3. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;

4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik

dengan koperasi maupun dengan kompetensi;

5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;

6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

B. MACAM-MACAM TEORI BELAJAR

Dari berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar seperti (Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi:

1. ALIRAN BEHAVIORISTIK (Tingkah Laku)

(4)

a). Thorndike

Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut

Thorndike, perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran koneksionis” (connectionism).

Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba itu kemudian secara kebetulan ada

perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses: 1). Trial and error (mencobva-coba dan mengalami kegagalan), dan 2). Law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baknya.

b). Watson

Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.[8]

c). Clark Hull

Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen dalam

laboratorium.

Hal yang sangat penting dalam proses belajar menurut Hull ialah adanyaIncentive motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro) berubah.

Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas, adalah sebagai berikut:

1. Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus reduction.

2. Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.

3. Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya

proses belajar.

4. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang lebih kompleks/ sulit.

5. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.

6. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan perkataan

lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.

7. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak

menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.

d). Edwin Guthrie

(5)

mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali

melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).

e). Skinner

Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor penguat (reinforcement),adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori skinner.

Prinsip belajar Skinner adalah :

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi

penguat.

2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai

sistem modul.

3. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan

hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.

4. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan

digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.

5. Dalam pembelajaran digunakan shapping.

2. ALIRAN KOGNITIF

a). Piaget

Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,

bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2).Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan

(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

b). Ausubel

Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga manfaat;

1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh

siswa.

2. Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat ini dengan apa

yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;

3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

c). Bruner

(6)

3. ALIRAN HUMANISTIK

a). Bloon dan Krathowl

Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;

1). Kognitif

1. Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu :

2. Pengetahuan (mengingat, menghafal)

3. Pemahaman(menginterprestasikan)

4. Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)

5. Analisis (menjabarkan suatu konsep)

6. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)

7. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)

2). Psikomotor

Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:

1. Peniruan (menirukan gerak).

2. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak).

3. Ketepatan (melakukan gerak dengan benar).

4. Perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar).

5. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

3). Afektif

Afektif terdiri dari lima tingkatan;

1. Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)

2. Merespons (aktif berpartisipasi)

3. Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)

4. Pengorganisasisan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)

5. Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).[17]

b). Kolb

Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu;

1.

Pengalaman konkret

2.

Pengamatan aktif dan reflektif

3.

Konseptualisasi

4.

Ekperimen aktif

Pada tahap paling pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut.

Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.

Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang suatu hal yang diamatinya. Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.

(7)

Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;

1). Aktivis 2). Reflector 3). Teoris, dan 4). Pragmatis[19]

d). Habermas

Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu;

1). Belajar teknis (technical learning)

2). Belajar praktis (practical learning)

3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning).[20]

4. ALIRAN SIBERNETIK

a). Landa

Landa merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut proses berfikiralgoritmik, yaitu berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu. Jenis kedua, adalah cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.[21]

b). Pask dan Scott

Ahli lain adalah pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan Scott.Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatanalgoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.[22]

C. RANGKUMAN TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI

1. Perkembangan teori belajar secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau

aliran meliputi:

a. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)

b. Aliran Kognitif

c. Aliran Humanistik

d. Aliran Sibernetik

2. Pandangan teori belajar menurut aliran Behavioristik (Tingkah Laku) adalahperubahan dalam

tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.Menurut aliran Kognitif adalah proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,

yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan) menurut Piaget. Menurut

aliran Humanistik adalah apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, psikomotor, afektif menurut Bloom dan Krathowl.Menurut

aliran Sibernetik adalah ada dua macam proses berfikir yaitu berfikiralgoritmik, yaitu berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu, berpikirheuristic, yakni cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus, menurut Landa.

D.

PENTINGNYA MOTIVASI BELAJAR

(8)

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya,dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich, 2003).

Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan

kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).

Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan

siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan-tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

2. Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh

Santrock (2007), yaitu:

a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk

mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan keahlian.

b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri

(tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:

1. Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid

ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka

(9)

2. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi

ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siwa, yaitu:

a. Harapan guru b. Instruksi langsung

c. Umpanbalik (feedback) yang tepat d. Penguatan dan hadiah

e. Hukuman

Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar adalah:

a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan tujuan utama yaitu

untuk mencapai angka/nilai yang baik.

b. Persaingan/kompetisi

c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya

tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.

d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat belajar kalau

mengetahui akan ada ulangan.

e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar

f. terutama kalau terjadi kemajuan.

g. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini merupakan

bentuk penguatan positif.

4. Motivasi Belajar pada Anak Berbakat

Menurut Heward (1996), karakteristik perilaku belajar dengan motivasi tinggi

yang dimiliki oleh anak berbakat, yaitu:

a. Konsisten dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya.

b. Senang mengerjakan tugas secara independen dimana mereka hanya memerlukan sedikit

pengarahan.

c. Ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi.

d. Memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah menangkap

pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, daya konsentrasi baik, dan lain sebagainya.

E. KETERAMPILAN GURU MENGAJAR

1. Pengertian Keterampilan Guru Mengajar

Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada motivasi belajar dan peningkatan kualitas lulusan sekolah (Uno, 2006). Sejalan dengan pernyataan Uno di atas, Boyer (dalam Elliot dkk, 1999)

menyatakan bahwa keterampilan guru mengajar berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dengan siswa, pengetahuan yang dimiliki serta bagaimana menginformasikan pengetahuan tersebut kepada siswa sehingga siswa menjadi sadar terhadap pengetahuan tersebut. Pintrich & Schunk (2002) menambahkan bahwa guru yang memiliki keterampilan mengajar akan menerapkan praktekpraktek pengajaran yang bervariasi dalam kelas mereka.

2. Aspek-Aspek Keterampilan Guru Mengajar

(10)

a. Mengulas pembelajaran sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan pengulangan singkat

mengenai pembelajaran sebelumnya, periksa tugas yang diberikan di hari sebelumnya, dan ajarkan kembali materi tersebut jika dibutuhkan. Keterampilan ini bertujuan untuk membantu mempersiapkan siswa dalam belajar materi yang baru dan menciptakan kesadaran awal mengenai kemampuan siswa dalam belajar. Selain itu, guru dapat mengeluarkan informasi di dalam memori jangka panjang siswa dan memberikan suatu struktur kognitif untuk

memasukkan materi baru. Akan lebih mudah bagi siswa untuk memperoses informasi jika mereka menggabungkan informasi baru dengan pembelajaran sebelumnya karena akan membangun jaringan pengetahuan yang lebih terorganisir.

b. Memberikan materi baru. Pemberian materi baru dilakukan dengan menggunakan

langkah-langkah sederhana serta instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail. Langkah-langkah-langkah yang sederhana bertujuan untuk memastikan bahwa kemampuan siswa dalam memproses informasi tidak berlebihan (overload) dan siswa dapat memproses informasi dengan efektif dan menyimpannya dalam memori sebelum materi yang baru diberikan. Instruksi dan penjelasan yang jelas dan mendetail bertujuan untuk memastikan siswa memahami isi materi dan tidak terikat dalam proses mental yang kompleks untuk memahami apa yang guru katakan.

c. Memberikan latihan. Latihan yang diberikan harus disertai dengan bimbingan guru sehingga

guru dapat memeriksa pemahaman siswa. Latihan merupakan suatu bentuk dari pengulangan, yang akan membantu untuk mengorganisasikan dan menyimpan informasi dalam memori. Dengan latihan yang berulang, materi dan keahlian yang dipelajari dapat dipahami dengan sedikit perhatian.

d. Memberikan umpan balik (feedback). Umpan balik merupakan sumber lain dari pembelajaran

yang efektif. Guru yang memberitahukan kepada siswa bahwa penampilan mereka baik, memberikan informasi yang benar saat terjadi kesalahpahaman pada siswa, dan jika dibutuhkan mengajarkan kembali materi yang belum dipahami siswa akan membantu memperkuat kesadaran awal siswa mengenai kemampuan mereka dalam belajar.

e. Memberikan latihan mandiri. Latihan mandiri dapat meningkatkan kemampuan. Siswa yang bisa

mengerjakan tugas karena kemampuan mereka sendiri akan merasa sangat mampu dalam belajar dan termotivasi untuk meningkatkannya.

f. Mengulas kembali materi yang telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau

bulanan). Pengulangan secara periodik dimana siswa memiliki penampilan yang baik menunjukkan bahwa siswa telah belajar dan mempertahankan informasi, yang akan meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar

Borich (1996) menyatakan terdapat empat hal yang mempengaruhi keterampilan guru dalam mengajar, yaitu karakteristik kepribadian (seperti motivasi berprestasi, ketepatan (directness), dan fleksibilitas), sikap (seperti motivasi untuk mengajar, empati terhadap siswa, dan

komitmen), pengalaman (seperti lama mengajar, pengalaman dalam mengajar suatu materi, dan pengalaman pada level kelas tertentu), dan bakat atau prestasi (seperti skor pada tes kemampuan, indeks prestasi, dan hasil evaluasi mengajar). Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Guru Mengajar, Kepribadian Sikap Pengalaman dan

Bakat/Prestasi Untuk lebih jelasnya, keempat faktor tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

1. Suka memberi kebebasan (permissiveness) Motivasi untuk mengajar Lama mengajar Ujian guru

(11)

2. Dogmatisme Sikap terhadap siswa Pengalaman dalam mengajar suatu materi Ujian kelulusan

3. Otoritarian Sikap terhadap proses mengajar Pengalaman pada level kelas tertentu Tes Bakat

Skolastik (Scholastic Aptitude Test), terdiri dari verbal dan kuantitatif

4. Motivasi berprestasi Sikap terhadap otoritas Pengalaman dalam mengikuti workshopTes

Kemampuan Khusus, seperti kemampuan penalaran, kemampuan logis, dan kelancaran verbal (verbal fluency) 5. Introvert Ekstrovert Ketertarikan vokasional Mengikuti kursus setelah tamat pendidikan Indeks prestasi, baik kumulatif maupun pada subjek utama

5. Abstrak Sikap terhadap Tingkat Rekomendasi (abstractness)-Konkret (concreteness) dirinya

(konsep diri) pendidikan profesional

6. Langsung (directness)-Berbelit (indirectness) Sikap terhadap materi yang diajarkan Penulisan

tugas profesional (professional papers written) Evaluasi siswa mengenai keefektifan dalam mengajar

7. Locus of control Evaluasi mengajar

8. Kecemasan (secara umum atau hanya pada saat mengajar)

Sumber: Borich (1996)

F. KELAS AKSELERASI

Akselerasi adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjalani kurikulum yang ada dengan lebih cepat (Heward, 1996). Terdapat beberapa jenis dari akselerasi, yaitu:

a. Memasuki sekolah formal pada usia dini

b. Loncat kelas

c. Mengikuti bidang studi tertentu di kelas yang lebih tinggi

d. Kurikulum yang dipadatkan atau dipersingkat

e. Memasuki sekolah menengah atas dan universitas secara bersamaan.

f. Memasuki universitas lebih awal

Bagaimanapun akselerasi ini dilakukan, pada akhirnya peserta didik tetap

menyelesaikan pendidikan sekolah, namun dalam waktu yang lebih singkat. Menurut Silverman (dalam Heward, 1996) akselerasi adalah suatu respon dalam menjawab kebutuhan belajar dengan lebih cepat yang dimiliki oleh anak-anak berbakat. Penelitian menunjukkan bahwa ketika akselerasi dijalankan dengan tepat, maka ketertarikan siswa terhadap sekolah akan meningkat, mencapai level prestasi akademis yang lebih tinggi, memiliki perhatian terhadap prestasi, dan menyelsaikan level pendidikan yang lebih tinggi dalam waktu singkat, yang akan meningkatkan waktu untuk berkarir di akhir sekolah. Widyastono (dalam Tarmidi & Hadiati, 2005) menyatakan ada delapan hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program akselerasi, yaitu:

1. Masukan (input, intake) siswa diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan

(12)

2. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional standar, namun dilakukan improvisasi

alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar serta motivasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan belajar dan motivasi belajar siswa seusianya. Dalam hal ini, misalnya SMA, yang biasanya memakan waktu selama 3 tahun, terdiri atas 6 semester, setiap tahun 2 semester; dipercepat menjadi selama 2 tahun, setiap tahun terdiri atas 3 semester.

3. Tenaga kependidikan. Karena siswanya memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, maka

tenaga kependidikan yang menanganinya terdiri atas tenaga kependidikan yang unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas.

4. Sarana-prasarana yang menunjang, yang disesuaikan dengan kemampuan dan

kecerdasan siswa, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan

belajar serta menyalurkan kemampuan dan kecerdasannya, termasuk bakat dan

minatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler.

5. Dana. Untuk menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan perlu adanya dukungan dana

yang memadai, termasuk perlunya disediakan insentif ambahan bagi tenaga kependidikan yang terlibat, berupa uang maupun fasilitas lainnya.

6. Manajemen,bersangkut paut dengan strategi dan immplementasi seluruh

Sumber daya yang ada dalam sistem sekolah untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Oleh sebab itu, bentuk manajemen pada sekolah dengan sistem

kelas percepatan, harus memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi, realitas, dan

berorientasi jauh ke depan. Dengan demikian, pengelolaannya didasari oleh

komitmen, ketekunan, pemahaman yang sama, kebersamaan antara semua

pihak yang terlibat dalam kegiatan ini.

7. Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan

menjadi keunggulan yang nyata, baik lingkungan dalam arti fisik maupun sosial psikologis di sekolah, di masyarakat, dan di rumah.

8. Proses belajar-mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat dipertanggung jawabkan

(accountable) kepada siswa, orangtua, lembaga, maupun masyarakat. Menurut Somantri (2006), bagi siswa berbakat dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata, program akselerasi ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain:

1. Terpenuhinya kebutuhan kognisi siswa akan pelajaran yang lebih menantang

2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas siswa dalam belajar

3. Memberikan kesempatan untuk memiliki “intellectual peers”

4. Menambah rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi siswa

5. Memberi kesempatan untuk menghemat waktu dalam menempuh pendidikan, sehingga lebih

banyak waktu untuk mengembangkan minat, spesialisasi, dan karir.

Guru merupakan faktor yang memiliki peran penting dalam memberhasilkan kelas akselerasi. Dalam kelas akselerasi peran guru mengelola pembelajaran lebih tepat disebut sebagai fasilitator, yang menunjukkan bahwa tanggungjawab akhir belajar ada pada anak untuk mengaktualisasikan potensi dirinya. Namun begitu ada beberapa hal yang dapat disebut

sebagai kelemahan dalam penerapan program akselerasi ini. Salah satunya adalah materi ajar yang padat membuat guru kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang kreatif sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa berbakat.

(13)

Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola

stimulus dalam lingkungan (Atkinson, 1997). Pengertian kita akan lingkungan atau dunia di sekitar kita melibatkan unsur interpretasi terhadap rangsangrangsang yang diterima. Interpretasi ini menyebabkan kita menjadi subjek dari pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima dan inilah yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap lingkungan. Proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antargejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dapat dimengerti disebut persepsi

(Irwanto, 2002). Dalam kegiatan belajar, McCombs, et al (dalam Santrock, 2007) menemukan bahwa siswa yang merasa didukung dan diperhatikan oleh guru lebih termotivasi untuk

melakukan kegiatan akademik daripada siswa yang tidak didukung dan diperhatikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa memiliki persepsi yang positif mengenai keterampilan guru dalam mengajar, maka motivasi siswa dalam belajar akan meningkat. Menurut Ittelson (dalam Bell dkk, 1996), persepsi terdiri dari empat komponen, yaitu:

1. Kognitif (Berpikir)

Dalam proses kognitif, kita akan membandingkan situasi tersebut dengan

pengalaman kita sebelumnya atau sesuatu yang pernah kita baca. Hal ini berarti

bahwa persepsi bergantung pada pengalaman dan memori yang kita miliki.

Universitas Sumatera Utara25

2. Afektif (Emosional)

Komponen afektif (emosional) merupakan bagaimana perasaan kita

mengenai suatu situasi. Perasaan yang kita miliki ini akan mempengaruhi persepsi kita tentang situasi tersebut.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan penilaian yang kita lakukan mengenai apa-apa saja yang ada dalam suatu situasi. Menurut Hawkins dkk (2007), interpretasi berhubungan dengan bagaimana kita memahami dan membuat pengertian tentang informasi yang kita terima.

4. Evaluatif

Dalam proses evaluatif, kita akan menentukan apakah situasi tersebut merupakan situasi yang baik atau buruk. Kita melakukan evaluasi terhadap suatu

situasi dan menentukan apakah elemen-elemen yang ada di dalamnya merupakan suatu hal yang baik atau buruk.

H. KETERAMPILAN GURU MENGAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

Layanan pendidikan yang bermutu akan menentukan tinggi atau rendahnya perolehan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa tersebut berkaitan dengan seberapa besar siswa memiliki keinginan yang kuat untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar. Keinginan yang kuat serta keterlibatan aktif dalam proses belajar menunjukkan kadar atau kondisi motivasi belajar yang dimiliki siswa.

Motivasi belajar siswa adalah kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Menurut Santrock, terdapat dua aspek motivasi belajar yang dimiliki siswa, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering

(14)

motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).

Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.

Karakteristik motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa berbakat di kelas akselerasi berkaitan erat dengan konsistensi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi minatnya, senang mengerjakan tugas secara independen dengan sedikit pengarahan siswa ingin belajar, menyelidiki, dan mencari lebih banyak informasi. Siswa kelas akselerasi memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam hal pembelajaran, seperti mudah menangkap pelajaran, memiliki ketajaman daya nalar, dan daya konsentrasi baik. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas akselerasi memang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa kelas akselerasi, terutama pada mata pelajaran IPS khususnya sosiologi, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor pelajaran, faktor guru, keterampilan guru mengajar, suasana kelas, dan lain sebagainya. Sedangkan pada siswa kelas akselerasi di SMA Swasta AlAzhar Medan, motivasi belajar yang mereka miliki pada mata pelajaran sosiologi dipengaruhi oleh bagaimana interpretasi mereka terhadap keterampilan mengajar yang dimiliki oleh guru sosiologi. Hal ini terlihat dari hasil studi lapangan yang telah dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasilnya menunjukkan bahwa motivasi mereka dalam belajar sosiologi rendah, dimana siswa-siswa yang berada di kelas akselerasi tersebut menyatakan bahwa sistem pengajaran yang dilakukan oleh guru sosiologi membuat mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar. Mereka merasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Walaupun karakteristik motivasi belajar siswa kelas akselerasi terbilang sudah sangat baik, motivasi belajar mereka terutama dalam pelajaran sosiologi tetap dipengaruhi oleh

bagaimana persepsi mereka tentang keterampilan guru mengajar. Keterampilan guru mengajar merupakan salah satu jenis keterampilan yang harus dikuasai guru. Dengan memiliki

keterampilan mengajar, guru dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik yang berimplikasi pada peningkatankualitas lulusan sekolah.

Menurut Pintrich & Schunk, terdapat enam aspek yang menggambarkan keterampilan guru mengajar. Keenam aspek tersebut yaitu mengulas pembelajaran sebelumnya,

memberikan materi baru, memberikan latihan dengan bimbingan guru, memberikan umpan balik (feedback), memberikan latihan mandiri kepada siswa, dan mengulas kembali materi yang telah diajarkan dengan interval berjarak (mingguan atau bulanan). Dengan adanya keenam aspek tersebut, guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang mendorong atau

menumbuhkan semangat siswa untuk melakukan aktivitas belajar dengan baik. Misalnya, guru sosiologi di SMA memberikan materi baru dengan kurang terstruktur dan tidak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, seperti tidak memberikan pertanyaan atau umpan balik kepada siswa sehingga siswa merasa bosan dan mengantuk ketika mengikuti pelajaran tersebut. Selain dari fenomena tersebut, ketika guru memberitahukan kepada siswa bahwa penampilan mereka baik, motivasi belajar siswa khususnya motivasi intrinsik akan meningkat. Siswa yang diberikan latihan mandiri oleh guru diharapkan akan memandang tugas tersebut sebagai suatu tantangan dan pengulangan secara periodik dimana siswa yang memiliki penampilan baik menunjukkan bahwa ia telah belajar dan mempertahankan informasi, akan meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka. Berdasarkan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara persepsi tentang keterampilan guru mengajar dengan motivasi belajar siswa kelas akselerasi untuk mata pelajaran sosiologi.

I.

Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian

Motivasi Belajar dan Teori Kepribadian Kata motivasi digunakan untuk

(15)

yang lebih baik semester ini, atau memperbaiki kondisi lingkungan hidup di sekitar rumah tinggal mereka.

Konsep Penting Motivasi Belajar Pertama Motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengan tujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi

Motivasi Belajar dan Teori Disonan Kognitif serta Implikasinya dalam Pendidikan Kebutuhan untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu motivator yang kuat, Covington: 1984. Banyak dari perilaku kita yang diarahkan menuju pemenuhan standar pribadi diri kita sendiri. Sebagai misal, apabila kita yakin bahwa kita adalah orang baik dan jujur, maka kita cenderung berbuat baik.

Jika seorang guru ingin melaksanakan model pembelajaran kooperatif di dalam kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru harus memperhatikan dan

merencanakan dengan matang agar pada pembelajarannya tersebut terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif, yang akan dikuasi siswa.

Keempat tahapan keterampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut:

1. Forming (pembentukan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk

membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang sesuai dengannorma.

2. Functioniong (pengaturan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk

mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.

3. Formating (perumusan), yaitu suatu keterampilan kooperatif yang dibutuhkan untuk

pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.

4. Fermenting (penyerapan), yaitu suatu keterampilan koperatif yang dibutuhkan untuk

merangsang pemahaman konsep sebelumnya

J.

BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR

1. Pengertian Belajar

Setiap orang menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar pada umumnya dilakukan seseorang sejak mereka ada di dunia ini. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan istilah belajar dengan beberapa uraian yang tidak sama. Untuk dapat

memahami dan mempunyai gambaran yang luas, berikut ini diberikan beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli :

1. Whittaker, belajar adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman.

2. Kimble, belajar adalah perubahan relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung

sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat.

3. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.

4. Sdaffer, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap, sebagai hasil

pengalaman-pengalaman atau praktik.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai

(16)

Perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa ketrampilan, sikap, pengertian ataupun pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai akibat dari kegiatan yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan hal yang kompleks. Apabila ini dikaitkan dengan hasil belajar siswa, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor-faktor dari dalam, faktor-faktor dari luar dan faktor instrumen.

Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini meliputi :

a. Fisiologi, meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, kondisi panca indra yang baik akan memudahkan anak dalam proses belajar.

a. Kondisi psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.

1). Faktor kecerdasan yang dibawa individu mempengaruhi belajar siswa. Semakin individu itu mempunyai tingkat kecerdasan tinggi, maka belajar yang dilakukannya akan semakin mudah dan cepat. Sebaliknya semakin individu itu memiliki tingkat kecerdasan rendah, maka

belajarnya akan lambat dan mengalami kesulitan belajar.

2). Bakat individu satu dengan lainnya tidak sama, sehingga menimbulkan belajarnya pun berbeda. Bakat merupakan kemampuan awal anak yang dibawa sejak lahir.

3). Minat individu merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu. Minat belajar siswa yang tinggi menyebabkan belajar siswa lebih mudah dan cepat.

4). Motivasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa lainnya tidaklah sama. Adapun pengertian motivasi belajar adalah ”Sesuatu yang menyebabkan kegiatan belajar terwujud”. Motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: cita-cita siswa, kemampuan belajar siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam belajar dan upaya guru

membelajarkan siswa.

5). Emosi merupakan kondisi psikologi (ilmu jiwa) individu untuk melakukan kegiatan, dalam hal ini adalah untuk belajar. Kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi belajar antara lain:

perasaan senang, kemarahan, kejengkelan, kecemasan dan lain-lain.

6). Kemampuan kognitif siswa yang mempengaruhi belajar mulai dari aspek pengamatan, perhatian, ingatan, dan daya pikir siswa.

Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi :

a. Lingkungan alami

Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.

1). Keadaan udara mempengaruhi proses belajar siswa. Apabila udara terlalu lembab atau kering kurang membantu siswa dalam belajar. Keadaan udara yang cukup nyaman di lingkungan belajar siswa akan membantu siswa untuk belajar dengan lebih baik.

2). Waktu belajar mempengaruhi proses belajar siswa misalnya: pembagian waktu siswa untuk belajar dalam satu hari.

3). Cuaca yang terang benderang dengan cuaca yang mendung akan berbeda bagi siswa untuk belajar. Cuaca yang nyaman bagi siswa membantu siswa untuk lebih nyaman dalam belajar.

(17)

5). Alat-alat pelajaran yang digunakan baik itu perangkat lunak (misalnya, program presentasi) ataupun perangkat keras (misalnya Laptop, LCD).

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu sedang belajar, sering kali mengganggu aktivitas belajar. Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya, (2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya, dan (3) lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota masyarakat.

Faktor instrumental adalah faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana, serta guru. Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Jawa.

3. Motivasi Belajar

Wlodkowski (dalam Suciati, 2001:52) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Sementara Ames dan Ames (Suciati, 2001)

menjelaskan motivasi sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut definisi ini, konsep diri yang positif akan menjadi motor penggerak bagi kemauan seseorang.

Dalam proses belajar, motivasi seseorang tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan melalui intensitas unjuk kerja dalam melakukan suatu tugas. McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi sampai 64 persen terhadap prestasi belajar.

Dari berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, yang disebut sebagai model ARCS, yaitu:

a. Attention (Perhatian)

Perhatian peserta didik muncul karena didorong rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga peserta didik akan memberikan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif atau kompleks.

Apabila elemen-elemen tersebut dimasukkan dalam rencana pembelajaran, hal ini dapat menstimulus rasa ingin tahu peserta didik. Namun, perlu diperhatikan agar tidak memberikan stimulus yang berlebihan, untuk menjaga efektifitasnya.

b. Relevance (Relevansi)

Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik. Motivasi peserta didik akan terpelihara apabila mereka menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.

Kebutuhan pribadi (basic need) dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu motif pribadi, motif instrumental dan motif kultural. Motif nilai pribadi (personal motif value), menurut

McClelland mencakup tiga hal, yaitu (1) kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), (2) kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), dan (3) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation).

(18)

c. Confidence (Percaya diri)

Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di masa lampau. Motivasi dapat memberikan ketekunan untuk membawa keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk mengerjakan tugas berikutnya.

d. Satisfaction (Kepuasan)

Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan. Kepuasan karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun luar individu. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi peserta didik, dapat menggunakan pemberian penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan, dan lain sebagainya.

K. PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR

Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.

Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik. • Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.

1. Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah

karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya

terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka

untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk

(19)

4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian.

Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar

mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar

Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik

8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok

9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan

10.

Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

L.

Motivasi Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow)

Sementara para ahli teori perilaku (Bandura, 1986 ; Skinner, 1953 ) berbicara perihal motivasi belajar untuk mendapatkan penguatan (reinforcement) dan

menghindari hukuman (punishment), para ahli teori motivasi yang lain seperti Maslow, 1954, lebih menyukai konsep motivasi belajar untuk memenuhi kebutuhan.

Beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh kita semua adalah makanan, rasa aman, cinta, dan pemeliharaan harga diri positif. Manusia berbeda dalam tingkat pentingnya mereka menaruh perhatian terhadap tiap-tiap kebutuhan itu. Sebagian orang terus-menerus

membutuhkan kepastian bahwa dirinya dicintai dan dihargai; sementara itu yang lain

memiliki kebutuhan lebih besar untuk kenyamanan fisik dan rasa aman. Di samping itu, orang yang sama memiliki kebutuhan berbeda pada waktu yang berbeda; segelas air akan jauh lebih disukai saat ditawarkan setelah lari 5000 meter daripada saat ditawarkan setelah selesai makan makanan ringan.

M.

Hierarki Kebutuhan Maslow

Karena manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu tertentu

kebutuhanmanakah yang mereka coba untuk dipenuhi. Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua bagian utama yaitu:

1. kebutuhan dasar, berada pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari

a) kebutuhan fisiologis; (b) kebutuhan akan rasa aman; ( lebih banyak dapat menjadi besar.c) kebutuhan untuk dicintai; (d) kebutuhan untuk dihargai ; dan

2. kebutuhan tumbuh, yang berada di atas kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah terdiri

dari: (a) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan keindahan; (c) kebutuhan aktualisasi diri.

Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang berada pada hierarki lebih paling bawah tidak harus dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba untuk

(20)

Satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah perbedaan antarakebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan

penghargaan) adalah kebutuhan yang penting untuk kebutuhan fisik dan

psikologis; kebutuhan ini harus dipenuhi. Sekalikebutuhan ini dipenuhi, motivasi seseorang untuk memenuhi kebutuhan ini surut. Sebaliknya kebutuhan tumbuh, sebagai

misal kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan mengembangkan apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam kenyataannya, semakin orang dapat memenuhi

kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami dunia di sekeliling mereka, motivasi belajar mereka dapat menjadi semakin besar dan kuat.

N. HAL PENTING TENTANG KONEP MOTIVASI BELAJAR

a. Motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan

perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi motivasinya menghadapi tes matematika karena tertarik dengan mata pelajaran tersebut (motivasi intrinsik).

b. Motivasi belajar bergantung pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakan suatu

konsekuensi dari penguatan (reinforcement), suatu ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari disonan atau ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan, atau suatu harapan dari peluang keberhasilan.

c. Motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar dan

pemberdayaan atribusi.

d. Motivasi belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa, memelihara rasa

ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam strategi pengajaran, menyatakan harapan dengan jelas, dan memberikan umpan balik (feed back) dengan sering dan segera.

e. Motivasi belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang

memiliki kontingen, spesifik, dan dapat dipercaya.

f. Motivasi berprestasi dapat didefinisikan sebagai kecendrungan umum untuk

mengupayakankeberhasilan dan memilih kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keberhasilan/kegagalan. Siswa dapat termotivasi dengan orientasi ke arah tujuan-tujuan penampilan. Mereka mengambil mata pelajaran-mata pelajaran yang menantang. Siswa yang berjuang demi tujuan-tujuan penampilan berusaha untuk mendapatkan penilaian positip terhadap kompetensi mereka. Mereka berusaha untuk mendapat nilai baik dengan cara menghindar dari mata pelajaran yang sulit. Guru dapat membantu siswa dengan

mengkomunikasikan bahwa keberhasilan itu mungkin dicapai. Guru dapat menunggu siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dan sejauh mungkin menghindari pembedaan prestasi di antara para siswa yang tidak perlu.

O.

Motivasi Belajar, Teori Disonan Kognitif dan Implikasinya dalam

Pendidikan

Kebutuhan untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu motivator yang kuat, (Covington: 1984). Banyak dari perilaku kita yang diarahkan menuju pemenuhan standar pribadi diri kita sendiri. Sebagai misal, apabila kita yakin bahwa kita adalah orang baik dan jujur, maka kita cenderung berbuat baik dan jujur meskipun apabila tidak ada orang yang memperhatikan, karena kita ingin mempertahankan gambaran diri positif. Apabila kita yakin mampu dan cerdas kita akan mencoba untuk memuaskan diri kita sendiri bahwa kita telah berperilaku cerdas dalam situasi pencapaian hasil kerja.

Tetapi bagaimanapun juga, kenyataan hidup kadang-kadang memaksa kita berada di dalam situasi di mana perilaku atau keyakinan kita bertentangan dengan gambaran diri positif kita atau konflik dengan perilaku atau keyakinan orang lain. Sebagai misal,

seorang siswa yang ketahuan menyontek dalam suatu tes dapat membenarkan perilakunya dengan menyatakan (dan malah yakin) bahwa “setiap siswa lain melakukan” atau

(21)

Teori psikologi yang menjelaskan tentang perilaku, penjelasan dan alasan yang digunakan untuk mempertahankan gambaran diri positif disebut teori disonan

kognitif atau cognitive dissonance theory (Festinger, 1957). Teori ini mengatakan bahwa orang akan mengalami ketegangan atau ketidaknyamanan apbila nilai atau keyakinan yang dipegang secara kuat tidak cocok dengan atau tertantang oleh keyakinan atau perilaku yang tidak konsisten secara psikologis. Untuk mengatasi ketidaknyamanan ini mereka dapat

mengubah perilaku atau keyakinan mereka, atau mereka dapat mengembangkan pembenaran atau alasan yang mengatasi ketidakkonsistenan ini.

P.

Implikasi teori disonan kognitif dalam pendidikan

Di dalam tatanan pendidikan, teori disonan kognitif sering berlaku pada

saatsiswa menerima umpan balik yang tidak menyenangkan atas kinerja akademik mereka. Sebagai misal, Tina biasanya mendapatkan nilai bagus tetapi kali ini mendapatkan nilai 50 untuk kuis tertentu. Nilai ini tidak konsisten dengan gambaran dirinya sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman.

Untuk mengatasi ketidaknyamanan ini, Tina dapat memutuskan untuk belajar lebih giat lagi untuk meyakinkan bahwa lain kali ia tidak akan mendapatkan nilai yang rendah lagi. Di lain pihak ia bisa saja mencoba membenarkan nilai rendah itu dengan berbagai alasan:

“Pertanyaan-pertanyaan kuisnya mengandung jebakan. Saya tidak sedang merasa sehat. Guru tidak memberi tahu terlebih dahulu akan adanya kuis. Saya tidak sungguh-sungguh mengerjakannya. Udaranya terlalu panas, “dan berbagai alasan lainnya. Alasan ini akan membantu Tina mempertanggungjawabkan nilai 50 itu. Bila ia kemudian masih

mendapatkan sederet nilai jelek lainnya, mungkin ia akan berkilah bahwa ia tidak pernah mengerjakan kuis mata pelajaran ini sejelek ini, atau guru itu pilih kasih pada anak laki-laki, atau guru itu pelit memberi nilai. Semua perubahan dalam pendapat dan alasan ini diarahkan untuk menghindari suatu pasangan situasi tidak konsisten dan tidak enak, yaitu: “Saya

adalahsiswa yang baik” dan “Saya berbuat jelek di kelas, ini merupakan kesalahan saya sendiri.”

1.

Motivasi Belajar

Teori Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan untuk menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya.”. Aktualisasi diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris, dan mandiri—pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk

memenuhi kebutuhan ini di akui oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.

2.

Implikasi Teori Maslow dalam Pendidikannya untuk belajar.

Pentingnya teori kebutuhan maslow dalam pendidikan terletak dalam hubungan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Jelas bahwa siswa yang sangat lapar atau yang dicekam bahaya akan memiliki energi psikologis yang kecil yang dapat dikerahkan. Dengan kata lain ia hampir tidak memiliki motivasi belajar. Sekolah dan lembaga

pemerintahan menyadari bahwa apabila kebutuhan dasar siswa tidak dipenuhi, belajar akan terganggu. Dalam kondisi seperti ini, sekolah atau pemerintah dapat mengatasinya dengan menyediakan program makan pagi dan makan siang gratis.

(22)

upaya mereka sendiri atau kreativitas dan keterbukaan untuk ide-ide baru yang merupakan karakteristik orang-orang yang mencapai aktualisasi diri.

Siswa yang tidak yakin bahwa mereka dapat dicintai atau tidak yakin dengan kemampuannya sendiri akan cenderung untuk membuat pilihan yang aman: BERGABUNG DENGAN KELOMPOKNYA, BELAJAR HANYA UNTUK TES TANPA ADA MINAT UNTUK MENGEMBANGKAN IDE-IDE, MENULIS KARANGAN YANG TIDAK KREATIF, DAN SEBAGAINYA. Guru yang berhasil membuat siswa merasa senang dan membuat mereka merasa diterima dan dihormati sebagai individu, lebih besar peluangnya untuk membantu mereka menjadi bersemangat untuk belajar demi pembelajaran dan kesediaan berkorban untuk menjadi kreatif dan terbuka terhadap ide-ide baru. Apabila siswa dikehendaki menjadi pelajar yang mandiri, mereka harus yakin bahwa guru akan merespon secara adil dan konsisten kepada mereka dan bahwa mereka tidak akan ditertawakan atau dihukum karena murni berbuat kekeliruan.

3.

Motivasi Belajar dan Teori Perilaku (Bandura)

Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan

diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperolehpenguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).

Mengapa sejumlah siswa tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang yang lain menyerah? Mengapa ada sejumlah siswa yang bekerja untuk menyenangkan guru, yang lain berupaya mendapatkan nilai yang baik, dan sementara itu ada yang tidak berminat

terhadap bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada

sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan berdasarkan kemampuan mereka dan sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih jelek jika dilihat potensi kemampuan mereka? Mengkaji penguatan yang telah diterima dan kapan penguatan itu diperoleh dapat memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, namun pada umumnya akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk memenuhi

berbagai kebutuhan.

4.

Penghargaan (Reward) dan Penguatan (Reinforcement)

Suatu alasan mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan yang tidak memadai untuk motivasi karena motivasi belajar manusia itu sangat kompleks dan tidak bebas dari konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang yang sangat lapar kita dapat meramalkan bahwa makanan akan merupakan penguat yang sangat efektif. Terhadap manusia, meskipun ia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya yakin apa yang merupakan penguat dan apa yang bukan penguat, karena nilai penguatan dari penguat yang paling potensial sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situsional.

5.

Penentuan Nilai dari Suatu Insentif

Ilustrasi berikut menunjukkan poin penting: nilai motivasi belajar dari suatu insentif tidak dapat diasumsikan, karena nilai itu dapat bergantung pada banyak faktor (Chance, 1992). Pada saat guru mengatakan “Saya ingin kamu semua mengumpulkan laporan buku pada waktunya karena laporan itu akan diperhitungkan dalam menentukan nilaimu,” guru itu mungkin mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa pada umumnya. Tetapi bagaimanapun juga sejumlah siswa dapat tidak menghiraukan nilai karena orang tua mereka tidak menghiraukannya atau mereka memiliki catatan kegagalan di sekolah dan telah mengambil sikap bahwa nilai itu tidak penting.

Gambar

Gambar 1: Struktur anatomi tubuh manusia

Referensi

Dokumen terkait

Hanya saja dengan menggunakan Raspberry Pi, monitoring dapat dilakukan dari jarak jauh tanpa memerlukan IP Publik, dan hanya akan merekam apabila terjadi

a) Efektifitas yaitu bila tujuan kelompok dapat dicapai dengan kebutuhan yang direncanakan. b) Tanggung jawab Merupakan bagian yang tak terpisahkan atau sebagai

2.  Kapasitas fiskal mencerminkan potensi kemampuan daerah mendanai jasa-jasa yang harus disediakan pemerintah.. 3.  Kebutuhan fiskal menunjukkan total

In Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Publik dan Dinamika Masyarakat Lokal Universitas Lampung (pp.. Lampung: UNILA

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis paru di RSP

14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang berhubungan

Pada tugas akhir ini dibutuhkan perangkat keras untuk mengimplementasikan serta merupakan sebuah simulasi objek yang aktual dalam melakukan percobaan, agar memudahkan

Penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan marketing mix dan syariah compliance menunjukan keterkaitan dalam mempengaruhi loyalitas dan keputusan pelanggan,