Makalah
PENGANTAR ILMU HUKUM TENTANG
KEEFEKTIFAN PERDA DKI JAKARTA NO. 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM
Oleh:
MUHAMMAD REYHAN PRADIPTA 2013/19615
UNIVERSITAS GADJAH MADA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dengan judul “KEEFEKTIFAN PERDA DKI JAKARTA NO. 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi kewajiban pengumpulan tugas dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Dalam penulisan makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu makalah ini terselesaikkan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kelemahan dalam penyajian materi, redaksi, dan sistematikanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini memberi menfaat bagi para pembaca.
Jogjakarta, 18 desember 2013
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
Sekarang ini banyak sekali banyak sekali masalah – masalah yang bermunculan di kota – kota metropolitan yang memilik tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi seperti Jakarta yaitu masalah tentang ledakan penduduk, pengangguran dan kemiskinan. Seluruhnya berkaitan erat dengan masalah kependudukan dan masalah lapangan pekerjaan. Dengan begitu sempitnya lapangan pekerjaan di kota seperti Jakarta, tidaklah susah bagi kita untuk menemui begitu banyak orang yang berprofesi sebagai pengemis.
Kenyataanya pada zaman sekarang ini, mengemis bukanlah menjadi tolak ukur bahwa orang yang mengemis itu hidup di bawah standar kelayakan hidup. Sebaliknya, mengemis bisa dijadikan sebagai profesi dengan keuntungan yang menjanjikan. Banyak sekali orang yang mengaku sebagai pengemis tetapi memiliki rumah yang bagus atau mobil pribadi yang belum tentu orang yang bekerja dalam jalur yang halal bisa membelinya.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam mini paper ini masalah yang diangkat adalah tentang masalah keefektifan perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pasal 40c yang membahas tentang pemberian uang kepada pengemis
BAB II PEMBAHASAN
I. Perda DKI Jakarta no 8 tahun 2007 tentang ketertiban Umum
Pada tahun 2007 pemerintah DKI jakarta mengesahkan sebuah Perda yang berisikan tentang larangan kepada warga jakarta untuk memberikan uang kepada pengemis, adapun detail yang akan menjadi fokus dari pembahasan perda tersebut adalah
·
Uraian No. 21 Orang / badan dilarang meminta bantuan / sumbangan di jalan, pasar, kendaran umum, rumah sakit, sekolah, kantor. Hukuman denda minimal Rp 100.000, hukuman denda maksimal Rp 2.000.000. Hukuman penjara minimal 10 hari, hukuman penjara maksimal 60 hari. Pasal 39 ayat1
·
Uraian No. 22 Dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan dan pengelap mobil. Hukuman denda minimal Rp 100.000 hukuman denda maksimal Rp 2.000.000. Hukuman penjara minimal 10 hari, hukuman penjara maksimal 60 hari. Pasal 40 ayat b
Uraian No. 23 Dilarang membeli / memberi kepada pengemis dll (no. 22). Hukuaman denda minimal Rp 100.000, hukuman denda maksimal Rp 2.000.000. Hukuman penjara minimal 10 hari, hukuman penjara maksimal 60 hari. Pasal 40 ayat c
Secara garis besar pelaksanaan perda tersebut bertujuan untuk menciptakan ketertiban umum di Jakarta, salah satunya adalah dengan memberikan sanksi kepada pengemis atau orang yang memberikan uang kepada pengemis. Hal ini menimbulkan kontradiksi dengan UUD 1945, Pasal 34 ayat 1 Dimana di dalam pasal itu sudah dijamin, bahwa negara menjamin serta memelihara para anak jalanan, fakir miskin dan gelandangan. Selain itu Perda tersebut juga bertentangan dengan kaidah kaidah agama, dimana kasus memberikan uang kepada pengemis adalah hal yang benar dan sangat dianjurkan. Dengan demikian sama saja pemerintah DKI jakarta membatasi keinginan warganya yang ingin beramal. Terlepas dari seluruh fakta diatas, Perda DKI jakarta itu sendiri telah menuai banyak kecaman dari warga. Kebanyakan menolak karena memang bertentangan dengan ajaran agama dan hak asasi manusia.
Penerapan Perda tersebut dinilai telah salah kaprah. "Perda itu salah kaprah, saya sudah mengetahuinya sejak pembahasan di DPR," ujar Sosiolog Universitas Indonesia, Imam B. Prasodjo saat berbincang dengan detikcom, Senin (31/8/2009) malam. Menurut Imam, penerapan Perda ini sangat mendiskreditkan orang yang ingin beramal. Tidak hanya itu, Imam menilai aturan tersebut tidak akan efektif untuk menanggulangi masalah pengemis. "Tidak akan efektif sama sepertinya operasi yustisi yang marak ketika musim arus balik lebaran," terang pria kelahiran Purwokerto 1960 ini.1
Selain berkontadiksi dengan UUD 1945, Pasal 34 ayat 1, mari kita lihat hak hak warga negara yang telah diatur dalam UUD 1945 yang salah satunya adalah hak mendapatkan penghidupan layak, apakah hak tersebut sudah dipenuhi oleh negara atau Pemerintah DKI Jakarta pada khususnya, Penulis rasa belum, maka dari itulah banyak orang di Jakarta kemudian menjadi pengemis, jika memang demikian pembuatan perda tersebut tidak tepat karena memang kesalahan terdapat pada pemerintah DKI Jakarta itu sendiri.
Secara konstitusional seperti yang telah dijelaskan diatas, Berdasarkan Pasal 7 perubahan dari UU No. 10 Tahun 2004, posisi Peraturan Daerah Provinsi berada di bawah UUD 1945. Lengkapnya tata urutan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesiaTahun 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
anak jalanan, fakir miskin dan gelandangan. Jadi peraturan Daerah tersebut bisa dianggap tidak sah karena sebab diatas.
Pembentukan Perda Tibum menurut Alghif Fari Aqsha Seorang Public Defender di
Jakarta Legal Aid institute melanggar beberapa asas pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan yang baik, yaitu2: Asas Dapat Dilaksanakan
Perda Tibum tidak memperhitungkan efektivitas pemberlakuannya di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Akhirnya Perda Tibum hanya dijalankan sebatas untuk tindakan penggusuran terhadap PKL dan pemukiman penduduk, serta penangkapan anak jalanan, pengemis, pengamen, dan PSK. Sementara peraturan lain tidak dilaksanakan.
Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Perda Tibum gagal memberikan manfaat ketertiban bagi masyarakat dan menjadi sebaliknya, warga menjadi semakin miskin dan terpinggirkan.
Asas Keterbukaan
Walaupun Perda Tibum telah digodok selama 4 tahun sebelum pengesahan. Perancangan dan pembahasan sangat minim masukan dari masyarakat. Mayarakat luas justru menentang pembuatan Perda Tibum, namun Gubernur dan DPRD bersikukuh melanjutkan pembahasan hingga pengesahan.
Materi Perda Tibum melanggar beberapa asas materi Peraturan Perundang-undangan yang baik, yaitu:
Asas Pengayoman
Setiap materi peraturan perundang-undangan seharusnya berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. Namun Perda Tibum berfungsi sebaliknya, masyarakat justru menjadi tidak tentram dan kesenjangan sosial semakin terbuka.
Asas Kemanusiaan
Perda Tibum tidak mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Banyak terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam pasal Perda Tibum.
Asas Keadilan
Perda Tibum tidak mencerminkan keadilan yang proporsional bagi setiap warga negara dan justru menunjukkan adanya diskriminasi dan kriminalisasi bagi penduduk miskin yang terpaksa karena keadaan melanggar Perda.
Asas Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Perda Tibum jelas sekali membedakan latar belakang dan status sosial warga. Warga miskin lah yang mayoritas menjadi subjek penegakan Perda Tibum.
Asas Ketertiban dan kepastian hukum
Terlepas dari seluruh kontradiksi diatas, yang atut dipertanyakan sebenarnya adalah apakah Perda tersebut benar benar efektif dan dapat diterapkan dalam masyarakat DKI Jakarta. Dari beberapa pemberitaan seperti pada website republika.co.id menyatakan bahwa Perda tersebut tidaklah efektif.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Lulung Lunggana, mengatakan Satuan Polisi Pamong Praja DKI (Satpol PP) harus lebih gencar lagi dalam memsosialisasikan Perda tersebut. Minimnya sosialisasi dan himbauan agar masyarakat tidak memberikan sedekah kepada pengemis, membuat penegakan Perda terkesan tidak efektif. "Padahal dalam aturannya sudah jelas. Hal ini untuk menghindari modus pengemis musiman yang hanya mengeruk keuntungan semata," kata Lulung, Kamis (12/8).
Menurut Lulung, Satpol PP perlu melakukan pendekatan persuasif, dengan memberikan peringatan, terutama kepada pengguna jalan yang kedapatan memberikan sejumlah uang kepada pengemis. Selain itu, Satpol PP perlu memasang sejumlah spanduk di sejumlah perempatan jalan yang berisi himbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan sejumlah uang kepada pengemis.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta, Effendi Anas, mengakui belum efektifnya Perda tersebut. Hal ini karena masih ada anggapan masyarakat yang merasa kasihan dengan pengemis.3
Bisa dilihat bahwa kurangnya sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat juga merupakan salah satu faktor lemahnya pelaksanaan perda ini, sehingga
menyebabkan kurang efektifnya Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007.
PENUTUP 1. Kesimpulan
Bisa disimpulkan bahwa Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tidak berjalan dengan baik, mulai dari proses pembuatannya sampai dengan pelaksanaanya. Perda ini pun juga tidak selaras dengan UUD 1945, Pasal 34 ayat 1 Dimana di dalam pasal itu sudah dijamin, bahwa negara menjamin serta memelihara para anak jalanan, fakir miskin dan gelandangan. Negara sebagai pemegang amanat dari konstitusi dasar RI (UUD 1945 dan Pancasila) harusnya mampu bersikap Adil dan Bijaksana dalam melindungi hak-hak warga negaranya.
2. Saran
Daftar Pustaka
1. http://alghif.wordpress.com/2012/03/31/peraturan-daerah-dki-jakarta-tentang-ketertiban-umum/
3. fpk.unair.ac.id/webo/PKL/Surat%20Pernyataan%20Plagiat.doc
4. Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum
5. Republika.co.id
6. UUD 1945
7. vajjarisbemz.blogspot.com/2012/03/perda-dki-jakarta-no-8-tahun-2007.html
N a m a : Muhammad Reyhan Pradipta N I M : 13/348940/HK/19615.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan Mini-Paper yang berjudul : Keefektifan perda DKI Jakarta No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum
adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Mini-Paper tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Gadjah Mada.
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta,
Yang membuat pernyataan,