• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Ekstrak Etanol Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l. ) Asal Kabupaten Bandung Barat dalam Bentuk Sampo Antiketombe terhadap Jamur Malassezia furfur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Ekstrak Etanol Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l. ) Asal Kabupaten Bandung Barat dalam Bentuk Sampo Antiketombe terhadap Jamur Malassezia furfur."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD

Pengembangan Ekstrak Etanol Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l. ) Asal Kabupaten Bandung Barat dalam Bentuk Sampo Antiketombe

terhadap Jamur Malassezia furfur

Oleh:

Ketua : Soraya Ratnawulan Mita, S.Si, Apt. Anggota : 1. Dra. Dewi Rusmiati, Apt.

2. Sri Agung Fitri Kusuma, M Si., Apt

Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2009

Nomor SPK : 268/H6.26/LPPM/PL/2009 Tanggal : 30 Maret 2009

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

i ABSTRAK

Selain sebagai sayuran, secara empiris kubis sering dimanfaatkan oleh masyarakat kita untuk mengatasi gatal di kulit kepala akibat jamur Malassezia furfur

penyebab ketombe. Pada penelitian ini telah dilakukan uji aktivitas antijamur ekstrak etanol daun kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) terhadap

Malassezia furfur dan formulasi sampo antiketombe serta uji keamanannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa sediaan sampo antiketombe dengan zat aktif ekstrak kubis mempunyai aktivitas antijamur terhadap Malassezia furfur. Semakin besar konsentrasi ekstrak kubis dalam sediaan sampo maka daya hambat yang dihasilkan terhadap Malassezia furfur semakin besar. Sediaan sampo yang dibuat dengan konsentrasi ekstrak kubis 15% dan 30% mempunyai warna, bau, bentuk, viskositas, tegangan permukaan, pH, tinggi busa, dan potensi antiketombe cukup memenuhi syarat, aman dalam penggunaan, dan stabil selama 8 minggu penyimpanan. Sedangkan sampo antiketombe dengan ekstrak kubis 45% mengalami perubahan warna, bau, dan penurunan viskositas selama penyimpanan.

Kata kunci : sampo, antiketombe, kubis (Brassica oleracea var. capitata L.),

(3)

ii ABSTRACT

Beside as vegetables, empirically cabbage often used by public to overcome itching in scalp as result of Malassezia furfur caused of dandruff. Antifungal activity of extract ethanol cabbage leaves (Brassica oleracea var. capitata L.) against Malassezia furfur and formulation of antidandruff shampoo also irritation test of the formula had been done. This research showed that antidandruff shampoo with bioactive extract cabbage have an antifungal activity against Malassezia furfur. The higher concentration of extract cabbage was the higher the inhibitory of Malassezia furfur. Shampoos with 15% and 30% concentration of extract cabbage have color, fragrance, homogeneity, viscosity, surface tension, pH, foam stability, and antidandruff potention that fulfilled the requirements, safe to use, and stable during eight weeks storage. The color, and fragrance of antidandruff shampoo with 45% concentration of extract cabbage were not stabil and viscosity had been decreased during storage.

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan laporan akhir penelitian peneliti muda yang berjudul Pengembangan Ekstrak Etanol Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l. ) Asal Kabupaten Bandung Barat Dalam Bentuk Sampo Antiketombe Terhadap Jamur Malassezia furfur.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian, terutama kepada pengelola dana DIPA yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan penelitian. Kami berharap penelitian ini dapat dikembangkan pada kesempatan yang akan datang.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih terdapat kekurangan,karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandung, 4 November 2009

(5)

iv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l.) ... 3

2.2 Malassezia furfur ... 4

2.3 Ketombe ... 5

2.3.1 Batasan dan Definisi ... 5

2.3.2 Penyebab Penyakit Ketombe ... 6

2.3.3 Pengobatan Ketombe ... 7

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 13

3.1 Tujuan Penelitian ... 13

3.2 Manfaat Penelitian ... 13

BAB IV METODE PENELITIAN ... 14

4.1 Pengumpulan dan Determinasi Tumbuhan ... 14

4.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis ... 14

4.3.Skrining Fitokimia ... 14

4.4 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Kubis ... 14

4.4.1 Inokulasi Malassezia furfur ... 14

4.4.2 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Kubis ... 15

4.5 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ... 15

4.6 Pembuatan Sediaan Sampo Antiketombe ... 15

4.7 Evaluasi Sediaan Sampo Antiketombe ... 16

4.7.1 Pengamatan Organoleptis ... 16

4.7.2 Pengukuran Tinggi Busa ... 16

4.7.3 Pengukuran pH ... 16

4.7.4 Pengukuran Viskositas ... 17

4.7.5 Pengukuran Tegangan Permukaan ... 17

4.7.6. Pengujian Aktivitas Sediaan Sampo Antiketombe ... 17

4.8 Uji Keamanan Sediaan Sampo ... 17

4.8.1 Uji Tempel (Patch Test) ... 17

(6)

v

Halaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

5.1 Deteminasi Tumbuhan Kubis ... 19

5.2 Hasil Ekstraksi ... 19

5.3 Skrining Fitokimia ... 19

5.4 Hasil Uji Aktivitas Ekstrak etanol Kubis terhadap M. furfur ... 20

5.5 Hasil Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur ... 20

5.6 Hasil Pembuatan Sediaan Sampo Antiketombe... 21

5.7 Hasil Pengamatan Stabilitas Fisik Sediaan Sampo Antiketombe ... 22

5.8 Hasil Uji Aktivitas Antijamur Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur ... 31

5.9 Hasil Uji Keamanan Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis ... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 5.1 Grafik perbandingan rata-rata tinggi busa sediaan sampo

dengan berbagai konsentrasi ekstrak Kubis ... 25 5.2 Grafik perbandingan pH sediaan sampo dengan

berbagai konsentrasi ekstrak Kubis selama waktu

penyimpanan ... 27 5.3 Grafik perbandingan viskositas sediaan sampo dengan

berbagai konsentrasi ekstrak kubis selama waktu

penyimpanan ... 29 5.4 Grafik perbandingan tegangan permukaan sediaan sampo

dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis selama waktu

penyimpanan ... 30 5.5 Grafik perbandingan aktivitas antijamur sediaan sampo

dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis selama waktu

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Formula Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Kubis ... 16 5.1 Hasil pemeriksaan fitokimia dari ekstrak etanol daun kubis ... 19 5.2. Diameter Hambat Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Kubis

Terhadap M. furfur ... 20 5.3 Hasil penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum

(KHTM) Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur ... 20 5.4 Formula Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Kubis ... 21 5.5 Hasil Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Kubis ... 21 5.6 Hasil Pengamatan Bentuk Sampo Antiketombe dengan

Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu

Penyimpanan ... 22 5.7 Hasil Pengamatan Warna Sampo Antiketombe dengan Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan ... 23 5.8 Hasil Pengamatan Bau Sampo Antiketombe dengan Berbagai

Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan ... 24 5.9 Hasil Pengukuran Rata-Rata Tinggi Busa Sampo Antiketombe

dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama

Penyimpanan ... 25 5.10 Hasil Pengukuran pH Sediaan Sampo Antiketombe dengan

Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu

Penyimpanan ... 27 5.11 Hasil Pengukuran Viskositas Sampo Antiketombe dengan

Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu

Penyimpanan ... 28 5.12 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan Sediaan Sampo

Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis ... 30 5.13 Hasil Uji Aktivitas Antijamur Sampo Antiketombe dengan

Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia

furfur ... 32 5.14 Hasil pengujian Iritasi Sediaan Sampo Antiketombe dengan

Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Terhadap Kulit Kelinci ... 34 5.15 Hasil pengujian Iritasi Sediaan Sampo Antiketombe dengan

(10)

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD SUMBER DANA DIPA UNPAD

TAHUN ANGGARAN 2009

1. a. Judul penelitian :Pengembangan Ekstrak Etanol Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l. ) Asal Kabupaten Bandung Barat Dalam Bentuk Sampo Antiketombe Terhadap amur J

Malassezia furfur

b. Macam Penelitian : Pengembangan c. Kategori penelitian : I

2. Ketua peneliti

a. Nama lengkap dan gelar : Soraya Ratnawulan Mita, S.Si, Apt. b. Jenis kelamin : P

c. Pangkat / Gol /NIP :Penata Muda Tk. I /IIIb / 197501012006042002

d. Jabatan fungsional : asisten ahli e. Fakultas/jurusan : Farmasi f. Bidang ilmu yang diteliti : Farmasi 3. Jumlah Tim Peneliti : 3 orang

4. Lokasi penelitian : Laboratorium Farmakognosi-Bahan Alam, Farmasetika dan Mikrobiologi Fakultas Farmasi UNPAD 5. Bila penelitian ini merupakan peningkatan kerja sama kelembagaan sebutkan

a. Nama instansi : -

b. Alamat : -

6. Jangka waktu penelitian : 8 bulan

7. Biaya penelitian : Rp. 8.000.000 (delapan juta rupiah)

Bandung, 4 November 2009

Mengetahui, Ketua Peneliti,

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Prof. Dr.Anas Subarnas, M.Sc. Soraya Ratnawulan Mita, S.Si, Apt. NIP 195207191985031001 NIP 197501012006042002

Menyetujui:

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran,

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

Masalah rambut yang berketombe hingga kini masih merupakan gangguan yang dapat menghambat kenyamanan beraktivitas. Dilaporkan bahwa hampir 60% orang bermasalah dengan ketombe. Ketombe adalah suatu gangguan berupa pengelupasan kulit mati secara berlebihan di kulit kepala, kadang disertai pula dengan pruritus (gatal-gatal) dan peradangan (Toruan, I989). Penyebab ketombe dapat berupa sekresi kelenjar keringat yang berlebihan atau adanya peranan mikroorganisme di kulit kepala yang menghasilkan suatu metabolit yang dapat menginduksi terbentuknya ketombe di kulit kepala (Harahap, 1990). Mikroorganisme yang diduga sebagai penyebab utama ketombe adalah

Pityrosporum ovale (P.Ovale) atau Malassezia furfur. Jamur ini sebenarnya merupakan flora normal di kulit kepala, namun pada kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih, jamur ini dapat tumbuh dengan subur (Figueras, 2000).

Pengobatan infeksi jamur M. furfur dapat dilakukan dengan pemberian ketokonazole atau sampo antiketombe yang mengandung zinc pyrithione. Namun pada M. furfur isolat tertentu dilaporkan telah resisten terhadap penggunaan obat golongan azol tersebut. Penelitian di Jepang melaporkan bahwa zinc pyrithione pada dosis sublethal dilaporkan bersifat teratogenik dan toksik pada ikan medaka ( Bayo, 2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan pencarian senyawa aktif baru yang efektif untuk menanggulangi penyebab ketombe tersebut.

(12)

2

(13)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kubis (Brassica oleracea var. Capitata l.)

Brassica merupakan salah satu genus yang memiliki keragaman spesies. Hampir 40 spesies dari Brassica tersebar diseluruh dunia. Sebagian besar tumbuh didaerah beriklim sedang, dan beberapa diantaranya bahkan tumbuh diiklim subartik. Beberapa tanaman umumnya diketahui sebagai crucifer yang sangat dikenal oleh masyarakat karena manfaatnya bagi kesehatan dan kandungan gizinya yang tinggi juga berguna bagi manusia. Beberapa diantara tanaman kubis-kubisan merupakan sayuran daun dan akar setahun dan dua-tahunan. Kubis-kubisan adalah tanaman herba dikotil setahun dan tahunan; bentuk dua-tahunan umumnya ditanam sebagai tanaman setahun. Ketika berupa kecambah muda, berbagai tanaman kubis-kubisan akan sulit dibedakan, tetapi tidak lama kemudian masing-masing mengembangkan karakteristik yang dapat dibedakan (Vincent, 1998).

Keluarga kubis-kubisan memiliki jenis yang cukup banyak, yang lazim ditanam di Indonesia antara lain, kubis bunga, brokoli, kubis tunas, kubis rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea var.

sylvestris, yang tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah, pantai Inggris, Denmark, dan sebelah utara Perancis Barat (Dalimartha, 2000).

(14)

4

Variabel komoditas yang penting adalah ukuran kepala, kerapatan, bentuk, warna, tekstur daun, dan periode kematangan (Vincent, 1998).

Kubis segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin ( A, C, E, tiamin, riboflavin, nicotinamide), kalsium, dan beta karoten. Selain itu juga mengandung senyawa sianohidroksibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan glutation (Dalimartha, 2000). Brassica dan banyak genus Brassicaceae

mengandung senyawa glukosinolat yang diubah oleh enzim mirosinase menjadi senyawa yang berasa pahit (Vincent, 1998).

Dilaporkan bahwa kubis berkhasiat untuk mengobati pirai (gout, pembengkakan sendi), diare, tuli, dan sakit kepala; lumatan kubis adalah ramuan yang biasa digunakan untuk mengobati keracunan jamur (Vincent, 1998). Selain itu tanaman kubis juga secara tradisional sering digunakan sebagai obat gatal akibat jamur Candida (candidiasis), jamur dikulit kepala, tangan dan kaki, kadar kolesterol darah tinggi, radang sendi (artritis), antidotum pada mabuk alkohol (hangover), racun dihati, sulit buang air besar, mencegah tumor membesar, dan meningkatkan produksi ASI (Dalimartha, 2000).

2.2 Malassezia furfur

Jamur Malassezia adalah ragi yang bersifat lipofilik yang sering ditemukan pada permukaan kulit atau tubuh manusia dan hewan dan juga memiliki periode pertumbuhan sangat cepat. Malassezia merupakan flora normal pada kulit manusia karena hampir 90% orang dewasa pernah ditumbuhi jamur ini yang bersifat sementara namun bila tidak diobati akan memberikan luka akibat penjamuran (Gagneur,2001).

Pertama kali pada tahun 1853 Robin menemukan jamur penyebab Ptyriasis versicolor yang dinamakan Mikrosporum furfur, kemudian pada tahun 1889 memberi nama Malassezia furfur pada jamur tersebut. Genus Malassezia, pada awalnya hanya diketahui hanya terdiri dari dua spesies yaitu Malassezia furfur

dan Malassezia pachydermatis, saat ini telah dikenal tujuh spesies Malassezia,

(15)

5

slooffiae (Musliani, 2001). Yang paling sering dikenal dan sering diderita oleh manusia adalah Malassezia furfur dan Malassezia pachydermatis (Klotz, 1989).

Bentuk jamur Malassezia furfur yaitu oval-bulat atau seperti botol, berukuran 3 – 8µm. Ragi ini mampu membentuk hifa (fase hifa) dan bersifat invasif serta patogen. Pada fase hifa terbentuk hifa bersepta yang mudah putus, sehingga nampak hifa-hifa pendek, berujung bulat atau tumpul. Koloni

Malassezia furfur bersifat menyebar dan terlihat lembut serta akan menjadi kering dan mengkerut seiring dengan waktu. Warna yang khas pada Malassezia furfur

yaitu krem kekuningan dan akan menjadi kuning kemudian menjadi kecoklatan seiring dengan waktu (Figueras, 2000).

Koloni Malassezia furfur akan tumbuh dengan baik pada media Sabouraud Dextrose Agar yang mengandung minyak zaitun dengan masa inkubasi 3-5 hari pada suhu 30-370C, namun akan kurang baik bila pada suhu kamar karena pertumbuhannya akan berlangsung lambat. Malassezia furfur dapat membentuk rantai asam lemak yang panjang untuk pertumbuhannya, karena itu jamur ini akan sangat mudah tumbuh pada media yang mengandung minyak zaitun (Figueras, 2000).

2.3 Ketombe

2.3.1 Batasan dan Definisi

Pengelupasan kulit kepala yang berlebihan dengan bentuk besar-besar seperti sisik-sisik, disertai dengan adanya kotoran-kotoran berlemak, rasa gatal, dan kerontokan rambut dikenal sebagai ketombe (dandruff). Ketombe termasuk penyakit kulit yang disebut dengan dermatitis seboroik (seborrheic dermatitis) dengan tanda-tanda inflamasi atau peradangan kulit pada daerah seborea (kulit kepala, alis mata, bibir, telinga, dan lipat paha), yang disebabkan karena keaktifan dari kelenjar keringat yang berlebihan (Harahap, 1990)

Berdasarkan jenisnya secara umum dikenal dua macam ketombe, yaitu: 1. Seborrhea sicca

(16)

6

pengelupasan ini seimbang dengan produksi jaringan sel baru oleh lapisan di bawahnya. Jika keseimbangan ini terganggu akan terjadi pengelupasan sel keratin yang berlebihan. Dan sel-sel yang terlepas dengan adanya air atau keringat akan melekat satu sama lain menjadi sisik-sisik besar yang tertimbun pada kulit kepala.

2. Seborrhea oleosa

Seborrhea oleosa adalah jenis ketombe yang disebabkan karena adanya produksi lemak yang berlebihan, sehingga kulit kepala menjadi sangat berlemak dan sisik-sisik akan menggumpal dalam massa lemak. Kulit kepala yang berlemak juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab ketombe.

Penyakit ketombe ditandai oleh gejala-gejala fisik, seperti berikut: a. Timbulnya sisik-sisik (kering atau basah) dikulit kepala.

b. Adanya bintik-bintik merah seperti bisul kecil, disertai rasa nyeri, gatal dan dapat diikuti demam.

c. Kulit kepala lecet, basah, bergetah, dan bau. d. Terjadi kerontokan rambut

2.3.2 Penyebab Penyakit Ketombe

Penyebab utama dari seboroik dermatitis dan ketombe yang sering disebut adalah jamur Malassezia furfur yang dikombinasikan dengan beberapa faktor eksternal dari penderita. Diantaranya yaitu kecenderungan genetik dan emosi. Gejala klinik penyakit ini diderita di daerah sekitar kulit kepala yang kaya dengan kelenjar sebaceous. Luka yang disebabkan jamur ini berwarna kemerahan dan tertutup oleh kulit kepala yang berminyak dan terasa sangat gatal (Ajello, 1997).

Secara garis besar ketombe dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: 1. Faktor internal, meliputi keseimbangan hormonal terganggu, proses

metabolisme sel tidak sempurna, stres, emosi, dan genetik.

(17)

7

Selain faktor-faktor di atas, ketombe juga disebabkan oleh faktor iklim. Pada daerah yang iklimnya dingin didapati kasus ketombe yang meningkat (Harahap, 1990).

2.3.3 Pengobatan Ketombe

Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketombe, maka dapat dikatakan bahwa pengobatan ketombe yang ideal haruslah dengan bahan yanng mempunyai daya stimulansia, membersihkan kotoran dan lemak yang berlebihan, bakterisida, fungisida, bakteriostatik, germisida, keratolitik dan dapat menghilangkan atau mengurangi gatal-gatal dengan pH yang sesuai serta bentuk perawatan yang sesuai dengan tujuan kosmetika. Umumnya bentuk sediaan yang digunakan adalah sampo.

Beberapa ahli kosmetika mendefinisikan sampo, sebagai berikut :

a. Barnett dan Powers, (menyatakan bahwa sampo yang benar- benar baik harus menghasilkan rambut yang harum, berkilau dan halus).

b. Waal, (menyatakan suatu sampo yang baik harus dapat membersihkan kotoran pada rambut dan kulit kepala tanpa menyebabkan iritasi dan tidak terlalu banyak menghilangkan minyak alami pada rambut).

c. Zussman, (menyatakan bahwa sampo bukan hanya berfungsi sebagai deterjen, tetapi juga berfungsi sebagai kosmetika yang dapat menghasilkan rambut yang harum, mengkilat dan mudah diatur).

d. Harry, (menyatakan bahwa sampo merupakan suatu sediaan surfaktan dalam bentuk padat, krim, cairan, dan bentuk lain yang apabila digunakan dapat menghilangkan kotoran pada rambut, tanpa menimbulkan efek yang jelek pada pemakainya).

e. Ester, Henkin, dan Lon felow, (menyatakan bahwa sampo harus dapat membersihkan rambut dengan baik tanpa menghilangkan minyak yang berasal dari kulit kepala dalam jumlah besar).

(18)

8

kesehatan rambut si pemakai, sehingga didapat rambut yang harum, berkilau, halus dan mudah diatur.

Sediaan sampo yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan.

2. Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.

3. Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala menjadi kering.

4. Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat, lembut, dan mudah dibilas dengan air.

5. Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.

6. Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak mudah patah, serta mudah diatur

5. Harga relatif murah (Wilkinson, 1982).

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk sampo antiketombe adalah :

1. Dapat membersihkan rambut dan kulit kepala dari ketombe tanpa membuat rambut menjadi berminyak, kering, atau tidak dapat diatur.

2. Mengandung zat aktif germisida, fungisida, atau zat antiseptika yang dapat mematikan pertumbuhan bakteri, dan mencegah infeksi setelah pemakaian. 3. Konsentrasi zat aktif yang digunakan tidak meningkatkan sensitivitas kulit

kepala.

4. Dapat mengurangi rasa gatal ataupun hal lain yang akan menimbulkan ketidaknyamanan

Pada umumnya suatu sampo terdiri dari dua kelompok utama, yaitu:

1. Bahan utama, bahan utama yang sering digunakan adalah deterjen, yang biasanya dapat membentuk busa, dan bersifat membersihkan.

a. Mekanisme kerja deterjen:

(19)

9

deterjen pada permukaan antara air dan rambut akan menarik air melalui permukaan rambut. Deterjen akan bergerak dibawah lapisan berminyak dan mengangkatnya dari permukaan, sehingga lapisan berminyak itu akan menjadi partikel berbentuk bola. Perbedaan pokok deterjen dengan zat pengemulsi terletak pada kemampuan kelompok polar dalam deterjen untuk memindahkan minyak dari kotoran.

b. Deterjen dapat dibagi atas : 1. Deterjen anionik

Deterjen yang paling banyak digunakan dalam sampo modern. Deterjen ini mempunyai daya pencuci yang besar, memberikan busa yang banyak, serta efek iritasi yang relatif rendah. Deterjen ini mempunyai kelemahan yaitu kelarutannya dalam air agak kecil serta harganya relatif mahal. Sebagai contoh yang sering digunakan adalah Natrium lauril sulfat. 2. Deterjen kationik

Deterjen ini tidak banyak digunakan pada pembuatan sampo karena efeknya yang kurang baik untuk rambut dan kulit kepala dan dapat menyebabkan terjadinya hemolisis. Contoh deterjen kationik : garam alkil trimetil ammonium, garam alkil dimetil benzil ammonium, dan garam alkil pirimidin.

3. Deterjen nonionik

Sifat dari deterjen ini adalah mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam air karena adanya rantai oksietilen yang panjang. Deterjen ini tahan terhadap air sadah maupun air laut dan efektif dalam suasana asam maupun basa. Deterjen ini mempunyai kelemahan yaitu daya pembusanya hanya sedikit. Sebagai contoh misalnya derivat polietilenglikol.

2. Bahan Tambahan

(20)

10

sehingga menjadi sediaan sampo yang aman dalam penggunaanya dan sesuai dengan keinginan konsumen.

Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan sampo diantaranya:

a. Opacifying Agent

Zat yang dapat menimbulkan kekeruhan dan penting pada pembuatan sampo krim atau sampo krim cair. Biasanya merupakan ester alkohol tinggi dan asam lemak tinggi beserta garam- garamnya. Contoh : setil alkohol, stearil alkohol, glikol mono dan distearat, magnesium stearat.

b. Clarifying Agent

Zat yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada sampo terutama untuk sampo yang dibuat dengan sabun. Sangat diperlukan pada pembuatan sampo cair atau sampo cair jernih. Contoh : butil alkohol, isopropil alkohol, etil alkohol, metilen glikol, dan EDTA.

c. Finishing Agent

Zat yang berguna untuk melindungi kekurangan minyak yang hilang pada waktu pencucian rambut, sehingga rambut tidak menjadi kering dan rapuh. Contoh : lanolin, minyak mineral.

d. Conditioning agent

Merupakan zat-zat berlemak yang berguna agar rambut mudah disisir. Contoh : lanolin, minyak mineral, telur dan polipeptida.

e. Zat pendispersi

Zat yang berguna untuk mendispersikan sabun Ca dan Mg yang terbentuk dari air sadah. Contoh : tween 80.

f. Zat pengental

Merupakan zat yang perlu ditambah terutama pada sampo cair jernih dan sampo krim cair supaya sediaan sampo dapat dituang dengan baik. Penggunaanya dalam rentang 2– 4%, contoh: gom, tragakan, metil selulosa, dan karboksi metil selulosa (CMC).

g. Zat pembusa

(21)

11

membuat sediaan sampo menjadi menarik dan sangat disukai oleh para konsumen. Persyaratan tinggi busa pada umumnya yaitu berkisar antara 1,3 – 22 cm. Contoh: dietanolamin, monoisopropanol amin.

h. Zat pengawet

Zat yang berguna untuk melindungi rusaknya sampo dari pengaruh mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya sediaan, seperti misalnya hilangnya warna, timbul kekeruhan, atau timbulnya bau. Digunakan dalam rentang 1–2 %, contoh: formaldehida, hidroksi benzoat, metyl paraben, propil paraben. i. Zat aktif, untuk sampo dengan fungsi tertentu atau zat yang ditambahkan ke

dalam sampo dengan maksud untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme lainnya. Contoh: Heksaklorofen, Asam salisilat.

j. Zat pewangi, berfungsi untuk memberi keharuman pada sediaan sampo supaya mempunyai bau yang menarik. Digunakan dengan kadar 1–2%, contoh: Minyak jeruk, minyak mawar, dan minyak lavender, minyak bunga tanjung.

j. Pewarna

Zat pewarna digunakan untuk memberikan warna yang menarik pada sediaan sampo. Digunakan dengan kadar 1-2%, contoh : untuk pewarna hijau biasanya digunakan senyawa klorofil atau ultra marin hijau.

k. Zat tambahan lain

Merupakan zat pada formula sampo yang mempunyai fungsi atau maksud tertentu, seperti sampo anti ketombe, sampo bayi, sampo antikerontokan, dan sebagainya. Zat tambahan dapat berupa zat aktif antiketombe, ekstrak tumbuhan, vitamin, protein, dan lain-lain (Wilkinson, 1982).

(22)

12

Zat aktif yang digunakan dalam sampo antiketombe umumnya merupakan zat-zat yang menunjukkan keaktifan dermatologi yang digunakan sesuai dengan kadar yang diperbolehkan, meskipun begitu kemungkinan besar dapat menimbulkan reaksi kulit yang tidak dikehendaki, seperti timbulnya ruam, pruritus, dan dermatitis. Zat aktif seperti senyawa belerang, selenium sulfida, yang tertimbun dan terserap oleh folikel rambut, dapat mengakibatkan kerontokan rambut. Selain itu masih terdapat zat manfaat yang diserap secara perkutan, terutama melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar lemak, yang dapat menyebabkan keracunan, seperti turunan fenol, terutama heksaklorofen .

Molekul sampo terdiri dari bagian besar hidrokarbon nonpolar yang bersifat hidrofobik atau tidak suka bercampur dengan air, dan bagian ujung yang lain adalah ion karboksilat yang bersifat hidrofilik atau dapat larut dengan air. Jika sampo dilarutkan dalam air, ujung hidrofilik dari molekulnya ditarik ke dalam air dan melarutkannya, tetapi bagian hidrofobik ditolak oleh molekul air. Akibatnya suatu lapisan terbentuk di atas permukaan air dan secara drastis menurunkan tegangan permukaan air. Apabila larutan sampo tersebut mengenai barang yang berlemak atau berminyak (kebanyakan kotoran merupakan suatu lapisan film atau lapisan tipis minyak yang melekat), maka bagian molekul sampo langsung terorientasi. Bagian hidrofobik membalut kotoran yang bersifat minyak, sedangkan bagian hidrofilik tetap larut dalam fase air. Dengan gerakan mekanik membilas, maka minyak dan lemak terdispersi menjadi tetesan-tetesan kecil dan molekul sampo tersebut terproyeksi keluar, permukaan misel menjadi larut dalam air dan terbuang bersama air pencuci. Proses pembersihan berlangsung dengan menurunkan tegangan permukaan air dan mengemulsikan kotoran.

(23)

13 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

- menelusuri kandungan kimia kubis

- menguji aktivitas antijamur ekstrak etanol kubis

- menetapkan konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol terhadap jamur Malaszesia furfur

- formulasi sampo antiketombe - evaluasi sediaan sampo antiketombe - uji aktivitas sediaan

- uji keamanan sediaan sampo

3.2 Manfaat Penelitian

(24)

14 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Pengumpulan dan Determinasi Tumbuhan

Kubis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kubis yang diperoleh dari sentra penanaman kubis di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang. Bagian yang digunakan adalah daun kubis. Determinasi dilakukan dengan mengamati morfologi bagian-bagian tanaman kubis dan dibandingkan dengan pustaka. Determinasi akan dilakukan oleh lembaga khusus yang menangani analisis taksonomi tumbuhan.

4.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Kubis

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi atau perendaman. Metode ini dipilih untuk mencegah kerusakan komponen senyawa-senyawa oleh suhu yang tinggi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 95 % karena etanol merupakan pelarut yang umum digunakan untuk menyari senyawa polar maupun non polar. Proses ini dilakukan dengan perendaman potongan daun kubis segar selama 3x24 jam dalam maserator dengan penggantian pelarut setiap 24 jam. Ekstrak ditampung dalam labu Erlenmeyer kemudian dipekatkan menggunakan

rotary evaporator pada suhu < 40°C. Rendemen ekstrak dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Rendemen = Berat ekstrak kental x 100% Berat daun kubis

4.3. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kubis. Kandungan yang diperiksa adalah golongan alkaloid, flavonoid, kuinon, polifenol, saponin, tanin, triterpenoid, steroid, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid.

4.4 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Kubis 4.4.1 Inokulasi Malassezia furfur

Jamur M. furfur diinokulasikan pada media Sabouraud Dextrosa Agar

(25)

15

fisiologis steril. Konsentrasi jamur dalam suspensi tersebut diukur berdasarkan kekeruhannya menggunakan spektrofotometer pada transmitan 80%. Hal ini bertujuan untuk menyamakan konsentrasi jamur yang digunakan pada setiap pengujian, sehingga hasil yang diperoleh dapat dibandingkan.

4.4.2 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Kubis

Uji aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol daun kubis. Pengujian aktivitas antijamur ini dilakukan menggunakan metode difusi agar. Pengujian ini dilakukan dengan meneteskan ekstrak etanol dengan beberapa tingkat konsentrasi ke dalam lubang pada media uji dan diinkubasi pada suhu 25 0C selama 48 jam. Medium uji terdiri dari SDA yang telah mengandung suspensi jamur M. furfur. Ekstrak yang terdapat dalam lubang tersebut akan berdifusi ke dalam media uji dan menghasilkan zona bening di sekitarnya. Besarnya zona bening yang dihasilkan sebanding dengan aktivitas antijamur yang dihasilkan oleh zat aktif yang terdapat dalam ekstrak.

4.5 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Penentuan KHM dilakukan untuk menetapkan dosis minimum ekstrak etanol kubis yang masih dapat memberikan aktivitas antijamur terhadap jamur M. furfur. Pada tahap ini, dilakukan pengujian aktivitas antijamur pada beberapa tingkat dosis uji. Penentuan KHM ini dilakukan menggunakan metode KHM padat. Dengan demikian pengamatan aktivitas antijamur dilihat berdasarkan pertumbuhan koloni yang terbentuk. Nilai KHM terletak pada konsentrasi terkecil yang tidak mengakibatkan pertumbuhan koloni jamur pada permukaan media agar, sebelum konsentrasi yang masih ditumbihi koloni jamur.

4.6 Pembuatan Sediaan Sampo Antiketombe

Formulasi ekstrak etanol menjadi bentuk sediaan sampo antiketombe terdiri dari zat aktif berupa ekstrak etanol kubis pada berbagai tingkat konsentrasi dan zat tambahan. Komposisi masing-masing formula dapat dilihat pada Tabel 4.1.

(26)

16

Tabel 4.1.Formula Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

Bahan (%)

Formula Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis (%)

F0 F1 F2 F3

Texapon cair 10 10 10 10

Cocamide DEA 4 4 4 4

CAB-30 3 3 3 3

Polydimethylsiloxane 1 1 1 1

EDTA2Na 0,1 0,1 0,1 0,1

Ekstrak kubis 0 15 30 45

Methyl paraben 0,15 0,15 0,15 0,15 Propyl paraben 0,05 0,05 0,05 0,05

NaCl 3,3 3,3 3,3 3,3

Minyak tanjung qs qs qs qs

air suling sampai 100mL 100 mL 100 mL 100 mL Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15%

F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30%

F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

4.7 Evaluasi Sediaan Sampo Antiketombe 4.7.1 Pengamatan Organoleptis

Analisis organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan bentuk, bau, dan warna sediaan sampo antiketombe yang mengandung berbagai konsentrasi ekstrak kubis. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan.

4.7.2 Pengukuran Tinggi Busa

Sediaan sampo antiketombe yang mengandung berbagai konsentrasi ekstrak kubis dibuat larutannya 1% dalam air. Kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur bertutup, dan dikocok selama 20 detik dengan cara membalikkan gelas ukur secara beraturan. Kemudian diukur tinggi busa yang terbentuk. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan.

4.7.3 Pengukuran pH

(27)

17

menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran dilakukan seminggu sekali selama 8 minggu penyimpanan.

4.7.4 Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Brookfield. Caranya adalah dengan menempatkan sediaan sampo antiketombe yang akan diperiksa dalam gelas piala (±200 mL), kemudian diletakkan dibawah alat viskometer Brookfield model LV dengan tongkat pemutar (spindel) yang sesuai. Spindel dimasukkan ke dalam sediaan sampai terendam. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan.

4.7.5 Pengukuran Tegangan Permukaan

Pengukuran Tegangan Permukaan sediaan sampo antiketombe dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis dilakukan dengan menggunakan alat Stalagnometer (metode berat tetes), sebagai berikut :

a. Menentukan kerapatan air (sebagai standar) dan kerapatan sediaan sampo antiketombe dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis menggunakan Piknometer.

b. Memasukkan air ke dalam Stalagnometer.

c. Memasukkan Stalagnometer ke dalam termostat pada temperatur sebesar 250C.

d. Menghitung jumlah tetesan yang jatuh dari Stalagnometer.

e. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan. 4.7.6. Pengujian Aktivitas Sediaan Sampo Antiketombe

Aktivitas antijamur ekstrak etanol dalam bentuk sediaan sampo diujikan kembali terhadap jamur M. furfur menggunakan prosedur yang sama seperti pada uji aktivitas ekstrak etanol kubis.

4.8 Uji Keamanan Sediaan Sampo 4.8.1 Uji Tempel (Patch Test)

(28)

18

dan reaksi kulit yang terjadi diamati. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 3 hari berturut-turut.

4.8.2 Uji Iritasi terhadap Mata

Sebagai binatang percobaan digunakan mata kelinci, dan sebagai sediaan uji adalah larutan sediaan sampo 10% dalam air. Sebanyak 0,1 mL sediaan yang telah diencerkan, diteteskan ke dalam salah satu kelopak mata kelinci dan kelopak mata yang satunya lagi digunakan sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan dengan pertolongan lampu senter selama 1 – 7 hari setelah penetesan, meliputi reaksi-reaksi yang terjadi pada kornea, iris, dan konjungtiva mata.

(29)

19 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Deteminasi Tumbuhan Kubis

Hasil determinasi tanaman kubis yang dilakukan di Jurusan Biologi FMIPA UNPAD menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan sesuai dengan tanaman uji yang diperlukan yaitu Brassica oleracea var. capitata L.

5.2 Hasil Ekstraksi

Daun kubis segar sebanyak 5726,104 gram diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95% sebanyak 12 liter. Hasil eksraksi tersebut kemudian dipekatkan denganevaporator hingga diperoleh ekstrak kental seberat 228,2 gram. Berdasarkan perhitungan dengan rumus, diperoleh nilai rendemen ekstrak sebesar 3,98%.

5.3 Skrining Fitokimia

Berdasarkan hasil skrining fitokimia, ekstrak kubis mengandung senyawa sebagai berikut :

Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan fitokimia dari ekstrak etanol daun kubis

Golongan senyawa Hasil

Alkaloid -

polifenol -

Tanin +

Flavonoid +

Monoterpenoid dan seskuiterpenoid +

Steroid -

Triterpenoid +

kuinon -

saponin +

Keterangan: + : terdeteksi - : tidak terdeteksi

(30)

20

terdeteksi. Diduga senyawa-senyawa tersebut yang akan memberikan aktivitas antijamur terhadap M. furfur.

5.4 Hasil Uji Aktivitas Ekstrak etanol Kubis terhadap M. furfur

Hasil pengujian aktivitas ekstrak etanol kubis terhadap M. furfur dapat dilihat pada Tabel 5.2. Hasil pengujian aktivitas antijamur tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol yang digunakan maka semakin besar pula diameter hambat yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kandungan senyawa dalam ekstrak etanol kubis terhadap pertumbuhan

M. furfur.

Tabel 5.2. Diameter Hambat Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Kubis Terhadap M. furfur

5.5 Hasil Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ekstrak kubis dilakukan terhadap jamur Malassezia furfur menggunakan metode KHTM padat. Hasil penentuan KHTM ekstrak kubis terhadap jamur Malassezia furfur dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Hasil penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur

Mikroba Uji

Konsentrasi Ekstrak Kubis (% b/v)

5 10 15 20 25 30 35 40

Malassezia furfur + + - - - -

Keterangan :

(+) = Mikroba tumbuh (-) = Mikroba tidak tumbuh

Berdasarkan data dalam tabel tersebut, dapat ditentukan nilai KHTM ekstrak kubis terhadap M. furfur adalah antara 10 – 15% b/v. Karena pada

Konsentrasi (% b/v) Diameter hambat (mm)

cawan 20 40 60 80

1 15,10 17,60 18,30 19,50

2 11,60 15,80 18,10 18,60

3 11,40 17,30 18,30 19,40

4 15,20 15,50 17,90 19,50

(31)

21

konsentrasi ekstrak kubis 10 % tidak memberikan aktivitas sedangkan pada 15% b/v tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni jamur M. furfur.

5.6 Hasil Pembuatan Sediaan Sampo Antiketombe

Tabel 5.4 Formula Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

Bahan (%)

Formula Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis (%)

F0 F1 F2 F3

Texapon cair 10 10 10 10

Cocamide DEA 4 4 4 4

CAB-30 3 3 3 3

Polydimethylsiloxane 1 1 1 1

EDTA2Na 0,1 0,1 0,1 0,1

Ekstrak kubis 0 15 30 45

Methyl paraben 0,15 0,15 0,15 0,15 Propyl paraben 0,05 0,05 0,05 0,05

NaCl 3,3 3,3 3,3 3,3

Munyak tanjung qs qs qs qs

Air suling sampai 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa formula sediaan sampo antiketombe dibuat dengan menambahkan ekstrak kubis sebanyak 15%, 30%, 45%. Sebagai blanko dibuat tanpa penambahan ekstrak kubis. Penambahan berbagai konsentrasi ekstrak kubis pada formula sampo antiketombe tabel 5.4 ditentukan berdasarkan harga KHTM yang diperoleh dari tabel 5.3.

Tabel 5.5 Hasil Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

Formula Bentuk Warna Bau

F0 Larutan kental Bening Bunga tanjung F1 Larutan kental kuning Bunga tanjung F2 Larutan kental Kuning kecokelatan Bunga tanjung F3 Larutan kental Kuning kecokelatan Bunga tanjung Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

(32)

22

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui hasil formulasi sediaan sampo antiketombe dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis. Sampo yang dibuat berbentuk larutan kental dan penambahan ekstrak kubis menyebabkan sediaan sampo berwarna kuning kecokelatan karena dalam ekstrak kubis terkandung flavon dari senyawa flavonoid yang memberikan warna kuning pada kubis. Penambahan ekstrak kubis dan minyak tanjung ke dalam formula menyebabkan adanya bau khas kubis dan pewangi bunga tanjung pada sediaan sampo.

5.7 Hasil Pengamatan Stabilitas Fisik Sediaan Sampo Antiketombe

5.7.1 Hasil Pengamatan Organoleptik Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan Hasil pengamatan perubahan-perubahan bentuk, warna, dan bau dari sediaan sampo dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis selama 8 minggu waktu penyimpanan, dapat dilihat pada tabel 5.6

Tabel 5.6 Hasil Pengamatan Bentuk Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Waktu penyimpanan

minggu ke:

Stabilitas Bentuk Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

F0 F1 F2 F3

0 + + + +

1 + + + +

2 + + + +

3 + + + +

4 + + + +

5 + + + +

6 + + + +

7 + + + +

8 + + + +

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45% (+) = Sediaan tidak memisah

(-) = Sediaan memisah

(33)

23

Selain sebagai zat pembersih, surfaktan juga berguna sebagai zat pengemulsi untuk menstabilkan bentuk sediaan sampo.

Tabel 5.7 Hasil Pengamatan Warna Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Waktu penyimpanan

minggu ke:

Stabilitas Warna Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

F0 F1 F2 F3

0 + + + +

1 + + + +

2 + + + +

3 + + + +

4 + + + +

5 + + + +

6 + + + +

7 + + + +

8 + + + -

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45% (+) = Sediaan tidak berubah warna

(-) = Sediaan berubah warna

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sediaan sampo F0, F1, dan F2 tidak mengalami perubahan warna selama 8 minggu penyimpanan tetap stabil berwarna kuning kecokelatan. Hal ini disebabkan karena adanya zat

pengawet pada sediaan sampo yang dapat mencegah penguraian bahan-bahan komponen penyusun formula sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat oleh zat pengawet tersebut. Untuk sediaan sampo F3 mengalami

perubahan warna pada minggu ke-8 dari kuning kecokelatan menjadi cokelat. Hal ini disebabkan karena penambahan ekstrak kubis yang banyak akan membuat zat

(34)

24

Tabel 5.8 Hasil Pengamatan Bau Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Waktu penyimpanan minggu ke:

Stabilitas Bau Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Kubis

F0 F1 F2 F3

0 + + + +

1 + + + +

2 + + + +

3 + + + +

4 + + + +

5 + + + +

6 + + + +

7 + + + +

8 + + + -

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45% (+) = Sediaan tidak berubah bau

(-) = Sediaan berubah bau

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa sediaan sampo F0 dan F1 selama 8 minggu penyimpanan tetap stabil memiliki bau bunga tanjung. Hal

ini disebabkan karena adanya zat pengawet yang ditambahkan ke dalam formula sampo yang dapat mencegah penguraian bahan-bahan komponen penyusun formula sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat dihambat oleh zat

pengawet tersebut. Untuk sediaan sampo F3 mengalami perubahan bau dari bau bunga tanjung menjadi bau busuk kubis. Ini terjadi karena konsentrasi ekstrak

kubis yang ditambahkan pada sediaan sampo F3 cukup besar dibanding dengan F1 dan F2, sehingga zat pewangi yang ditambahkan ke dalam sediaan sampo tidak mampu menutupi bau dari ekstrak kubis yang mengandung zat fosfor yang

menimbulkan bau tidak enak pada sediaan sampo. Selain itu, penambahan ekstrak kubis yang banyak akan membuat zat pengawet dalam komponon sediaan sampo

(35)

25 5.7.2 Hasil Pengukuran Tinggi Busa

Hasil pengukuran rata-rata tinggi busa sediaan sampo selama 8 minggu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 5.9

Tabel 5.9 Hasil Pengukuran Rata-Rata Tinggi Busa Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Penyimpanan

Waktu Penyimpanan

(Minggu ke-)

Formula Sediaan Sampo Antiketombe (cm)

F0 F1 F2 F3

0 2,667 2,633 3,133 3,200

1 2,600 2,733 3,167 3,233

2 2,667 2,667 3,133 3,200

3 2,533 2,667 3,167 3,100

4 2,433 2,667 3,167 3,367

5 2,500 2,767 3,167 3,100

6 2,400 2,600 3,200 3,167

7 2,333 2,633 3,133 3,267

8 2,267 2,633 3,067 3,133

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45% Data dari tabel 5.9 diplot ke dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada gambar 5.1. 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

Tingg i Busa F0 F1 F2 F3

Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Rata-rata Tinggi Busa Sediaan Sampo Dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan data tersebut, serta hasil perhitungan analisis varians Desain Blok Acak Lengkap (DBAL) subsampling, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung

(36)

26

signifikan dari formula sampo yang berbeda terhadap tinggi busa. Dengan kata lain F0, F1, F2, dan F3 memberikan efek yang berbeda terhadap tinggi busa.

Sedangkan dari hasil analisis lanjutan dengan uji Newman Keuls, dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak kubis yang ditambahkan ke dalam formula sampo akan menaikan nilai tinggi busa pada sediaan sampo. Hal ini disebabkan karena ekstrak kubis mengandung senyawa saponin. Senyawa saponin bersifat seperti sabun dapat membentuk busa, sehingga pada formula sampo dengan konsentrasi ekstrak kubis yang besar akan diperoleh busa yang banyak. Untuk sediaan sampo F0 memiliki tinggi busa paling rendah, hal ini disebabkan pada F0 tidak adanya penambahan ekstrak kubis. Persyaratan tinggi busa pada umumnya yaitu berkisar antara 1,3 – 22 cm. Semua sediaan sampo yang diuji memiliki tinggi busa rata-rata antara 2,4889 – 3,1963. Hal ini berarti sediaan sampo yang dibuat telah memenuhi persyaratan tinggi busa sampo pada umumnya.

Dari gambar 5.1 dapat diketahui, bahwa kestabilan tinggi busa sediaan sampo F1, F2, F3 selama waktu penyimpanan cukup stabil, walaupun mengalami naik turun tinggi busa tetapi tidak signifikan. Untuk sediaan sampo F0 terdapat pengaruh waktu penyimpanan yang signifikan terhadap tinggi busa, hal ini disebabkan karena penambahan deterjen pada formula sampo cukup kecil, sehingga pengaruh waktu selama penyimpanan membuat deterjen tersebut terserap ke dalam kandungan air yang terdapat dalam formula sampo. Sedangakan pada sediaan sampo F1, F2, dan F3, ada penambahan ekstrak kubis sehingga kandungan saponin dalam ekstrak kubis berpengaruh terhadap pembentukan tinggi busa pada sediaan sampo.

5.7.3 Hasil Pengukuran pH

(37)

27

Tabel 5.10 Hasil Pengukuran pH Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

Formula Sediaan Sampo Antiketombe

F0 F1 F2 F3

0 7,400 7,200 6,500 5,400

1 7,400 7,200 6,600 5,367

2 7,400 7,200 6,500 5,333

3 7,400 7,200 6,600 5,300

4 7,400 7,200 6,600 5,300

5 7,400 7,200 6,600 5,400

6 7,300 7,200 6,600 5,400

7 7,300 7,067 6,600 5,300

8 7,300 7,000 6,500 5,300

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Data dari tabel 5.10 diplot ke dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada gambar 5.2. 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

pH Sed iaan Sa mpo F0 F1 F2 F3

Gambar 5.2 Grafik Perbandingan pH Sediaan Sampo Dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan data tersebut serta hasil perhitungan analisis varians Desain Blok Acak Lengkap (DBAL) subsampling, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung

lebih besar dari Ftabel (Ho ditolak), artinya terdapat perbedaan pengaruh yang

(38)

28

Sedangkan dari hasil analisis lanjutan dengan uji Newman Keuls, dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak kubis yang ditambahkan ke dalam formula sampo akan menurunkan nilai pH pada sediaan sampo. Hal ini disebabkan karena ekstrak kubis mengandung kadar vitamin C yang tinggi. Vitamin C bersifat asam, sehingga pada formula sampo dengan konsentrasi ekstrak kubis yang besar akan diperoleh pH yang kecil. Persyaratan pH dalam pustaka yaitu berkisar antara 3,9 – 9,5 dan nilai pH sampo yang terbaik berada dalam rentang 6 – 7. Semua sediaan sampo yang diuji memiliki pH rata-rata antara 5,3444 – 7,3667. Hal ini berarti sediaan sampo yang dibuat telah memenuhi persyaratan pH sampo dalam pustaka.

Dari gambar 5.2 dapat diketahui, bahwa kestabilan pH sediaan sampo selama waktu penyimpanan cukup stabil, walaupun mengalami naik turun pH tetapi tidak signifikan. Penurunan pH pada sediaan sampo disebabkan karena ekstrak kubis mengandung kadar vitamin C yang dapat mengakibatkan terjadinya proses oksidasi dari pengaruh suhu dan udara selama waktu penyimpanan.

5.7.4 Hasil Pengukuran Viskositas

Hasil pengukuran rata-rata viskositas sediaan sampo selama 8 minggu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 5.11

Tabel 5.11Hasil Pengukuran Viskositas Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Waktu Penyimpanan

(Minggu ke-)

Formula Sediaan Sampo Antiketombe (poise)

F0 F1 F2 F3

0 28,333 47,667 67,333 82,333 1 25,000 39,000 66,000 82,667 2 25,333 43,333 68,000 81,000 3 23,000 41,667 67,333 81,333 4 25,667 38,333 65,667 80,667 5 28,667 36,667 66,667 80,333 6 26,333 37,333 63,000 81,000 7 26,667 37,000 61,333 81,000 8 24,000 37,000 61,000 80,333

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

(39)

29

0,000 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

Viskositas

Sediaan S

ampo

F0 F1 F2 F3

Gambar5.3 Grafik Perbandingan Viskositas Sediaan Sampo Dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan data tersebut serta hasil perhitungan analisis varians Desain Blok Acak Lengkap (DBAL) subsampling, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung

lebih besar dari Ftabel (Ho ditolak), artinya terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan dari formula sampo yang berbeda terhadap perubahan viskositas. Dengan kata lain F0, F1, F2, dan F3 memberikan efek yang berbeda terhadap viskositas sediaan sampo.

Sedangkan dari hasil analisis lanjutan dengan uji Newman Keuls, dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak kubis yang ditambahkan ke dalam formula sampo akan menaikkan viskositas pada sediaan sampo. Hal ini disebabkan karena ekstrak kubis mengandung protein. Protein bersifat koloidal yang kental, sehingga pada formula sampo dengan konsentrasi ekstrak kubis yang besar akan diperoleh viskositas yang besar. Semua sediaan sampo yang diuji memiliki viskositas rata-rata antara 25,8889 – 81,1852 poise. Walaupun tidak ada batasan rentang viskositas dalam sampo, namun kekentalan sampo merupakan hal yang penting, supaya sampo dapat dituang dengan baik.

(40)

30

menaikkan kekentalan sediaan sampo, namun setelah beberapa minggu penyimpanan terjadi penurunan viskositas yang disebabkan oleh penambahan ekstrak kubis yang banyak sehingga zat pengawet dalam komponon sediaan sampo tidak mampu untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi penguraian enzim-enzim dalam ekstrak kubis yang mengakibatkan sediaan sampo berubah kekentalannya.

5.7.5 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan

Hasil pengukuran rata-rata tegangan permukaan sediaan sampo selama 8 minggu penyimpanan dapat dilihat pada tabel 5.12

Tabel 5.12 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

Formula Sediaan Sampo Antiketombe (dyne/cm)

F0 F1 F2 F3

0 35,597 33,297 32,400 29,837

1 34,720 33,247 32,150 29,247

2 34,900 33,383 31,197 28,223

3 35,137 32,177 31,363 28,633

4 35,130 32,570 31,220 27,207

5 34,733 32,157 31,300 27,363

6 33,507 31,373 30,780 27,097

7 34,177 30,783 31,073 26,480

8 33,260 31,253 30,517 26,197

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Data dari tabel 5.12 diplot ke dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada gambar 5.4. 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

Tegangan Permuka an F0 F1 F2 F3

(41)

31

Keterangan: F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan data tersebut serta hasil perhitungan analisis varians Desain Blok Acak Lengkap (DBAL) subsampling, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung

lebih besar dari Ftabel (Ho ditolak), artinya terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan dari formula sampo yang berbeda terhadap perubahan tegangan permukaan. Dengan kata lain F0, F1, F2, dan F3 memberikan efek yang berbeda terhadap tegangan permukaan sediaan sampo.

Sedangkan dari hasil analisis lanjutan dengan uji Newman Keuls, dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak kubis yang ditambahkan ke dalam formula sampo akan menurunkan tegangan permukaan pada sediaan sampo. Hal ini disebabkan karena ekstrak kubis mengandung senyawa saponin yang dapat membentuk busa, sehingga pada formula sampo dengan konsentrasi ekstrak kubis yang besar akan diperoleh tegangan permukaan yang kecil karena pengaruh dari bertambahnya konsentrasi surfaktan.

Dari gambar 5.4 dapat diketahui, bahwa kestabilan tegangan permukaan sediaan sampo selama waktu penyimpanan cukup stabil, walaupun mengalami naik turun tegangan permukaan tetapi tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena dalam formula sampo ditambahkan sodium laureth sulfat yang berfungsi sebagai surfaktan dan pengemulsi yang dapat menurunkan tegangan permukaan sediaan sampo menjadi stabil.

5.8 Hasil Uji Aktivitas Antijamur Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur

(42)

32

Tabel 5.13 Hasil Uji Aktivitas Antijamur Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis terhadap Jamur Malassezia furfur

Waktu Penyimpanan (Minggu ke-)

Formula Sediaan Sampo Antiketombe (mm)

F1 F2 F3

0 13,183 16,987 18,700

1 12,870 17,200 18,620

2 13,740 16,780 17,540

3 13,277 16,370 17,787

4 13,067 15,097 19,000

5 12,530 14,580 18,400

6 12,740 15,063 18,470

7 12,630 12,380 17,733

8 11,620 12,373 18,457

Keterangan:

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45% Data dari tabel 5.13 diplot ke dalam bentuk grafik pada gambar 5.5

0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Wak tu Penyimpanan (Minggu ke-)

Aktivitas S ediaan Sam po F1 F2 F3

Gambar 5.5 Grafik Perbandingan Aktivitas Antijamur Sediaan Sampo Dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Selama Waktu Penyimpanan

Keterangan:

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan data tersebut dan hasil perhitungan analisis varians Desain Blok Acak Lengkap (DBAL) subsampling, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung

lebih besar dari Ftabel (Ho ditolak), artinya terdapat perbedaan pengaruh yang

(43)

33

Sedangkan dari hasil analisis lanjutan dengan uji Newman Keuls, dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak kubis yang ditambahkan ke dalam formula sampo akan menaikan aktivitas antijamur pada sediaan sampo. Hal ini disebabkan karena ekstrak kubis mengandung senyawa seskuiterpenoid dan flavonoid yang mempunyai daya antimikroba untuk menghambat pertumbuhan jamur Malassezia furfur, sehingga pada formula sampo dengan konsentrasi ekstrak kubis yang besar akan diperoleh diameter daerah hambat aktivitas antijamur yang besar pula. Persyaratan diameter daerah hambat dalam pustaka yaitu daerah hambat lebih dari 3 mm adalah daerah sensitif terhadap jamur, sedangkan jika diameter daerah hambat kurang dari 2 mm disebut daerah resisten terhadap jamur atau tidak sensitive (Gilman, 1985). Semua sediaan sampo yang diuji memiliki rata-rata diameter daerah hambat antara 12,8507 – 18,3007. Hal ini berarti sediaan sampo yang dibuat telah memenuhi persyaratan diameter daerah hambat aktivitas antijamur dalam pustaka.

Dari gambar 5.5 dapat diketahui, adanya pengaruh penyimpanan yang signifikan terhadap aktivitas antijamur sediaan sampo. Pada sediaan sampo F1, dan F2 mengalami penurunan aktivitas antijamur sediaan sampo, hal ini terjadi karena penambahan konsentrasi ekstrak kubis kedalam sediaan sampo tidak besar sehingga proses oksidasi dari pengaruh udara, cahaya, dan suhu selama penyimpanan mengakibatkan ekstrak kubis cepat terurai. Untuk sediaan sampo pada F3 tidak terjadi pengaruh penyimpanan yang signifikan terhadap aktivitas antijamur sediaan sampo, artinya sediaan sampo cukup stabil karena penambahan ekstrak kubis cukup besar sehingga kandungan zat sulfur sebagai zat antimikroba dalam sediaan sampo tetap ada selama waktu penyimpanan.

5.9 Hasil Uji Keamanan Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis

(44)

34

Tabel 5.14 Hasil pengujian Iritasi Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Terhadap Kulit Kelinci

Pengamatan hari ke:

Reaksi terhadap kulit kelinci

F0 F1 F2 F3

1 0 0 0 0

2 0 0 0 0

3 0 0 0 0

Keterangan:

0 = Tidak ada reaksi

F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Tabel 5.15 Hasil pengujian Iritasi Sediaan Sampo Antiketombe dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Kubis Terhadap Mata Kelinci

Formula Hari ke- Pengamatan reaksi terhadap

Kornea Iris Konjungtiva

F0

1 0 0 0

2 0 0 0

3 0 0 0

4 0 0 0

5 0 0 0

6 0 0 0

7 0 0 0

F1

1 0 0 0

2 0 0 0

3 0 0 0

4 0 0 0

5 0 0 0

6 0 0 0

7 0 0 0

F2

1 0 0 0

2 0 0 0

3 0 0 0

4 0 0 0

5 0 0 0

6 0 0 0

7 0 0 0

F3

1 0 0 0

2 0 0 0

3 0 0 0

4 0 0 0

5 0 0 0

6 0 0 0

(45)

35 Keterangan:

0 = Tidak ada reaksi

F0 = Formula sampo tanpa ekstrak kubis

F1 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 15% F2 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 30% F3 = Formula sampo dengan ekstrak kubis konsentrasi 45%

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sediaan sampo dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis tidak menimbulkan iritasi terhadap kulit dan mata kelinci, hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi deterjen pada sediaan hanya 10%. Deterjen yang ditambahkan ke dalam formula sampo adalah jenis anionik, karena deterjen ini memiliki kelebihan busa yang banyak dan tidak mengiritasi kulit kepala dan mata. Kulit kepala yang berketombe biasanya terjadi iritasi yang disebabkan karena garukan akibat gatal yang ditimbulkan oleh jamur

Malassezia furfur, sehingga diperlukan sediaan sampo yang mengandung konsentrasi deterjen dibawah 20%. Menurut pustaka, penggunaan deterjen melebihi dari 20% akan menimbulkan iritasi pada mata dan kulit kepala.

(46)

36 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan

Ekstrak etanol daun kubis mengandung senyawa tanin, flavonoid, monoterpenoid, seskuiterpenoid, triterpenoid, dan saponin.

Pengujian kestabilan sediaan sampo selama 8 minggu penyimpanan menunjukkan bahwa sediaan sampo masih stabil pada konsentrasi ekstrak kubis hingga 30%. Semakin besar konsentrasi ekstrak kubis yang ditambahkan ke dalam formula sampo menunjukkan penurunan nilai tegangan permukaan sediaan sampo dan menaikkan tinggi busa, pH, viskositas dan aktivitas antijamur sediaan sampo.

Melalui uji keamanan dapat disimpulkan bahwa sediaan sampo dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis tidak menimbulkan iritasi terhadap kulit dan mata kelinci, sehingga aman dalam penggunaannya.

6.2 Saran

(47)

37

DAFTAR PUSTAKA

Bayo and Kouichi Goka, 2005, Unexpected effects of zinc pyrithione and imidacloprid on Japanese medaka fish (Oryzias latipes), Matsuda.

Boekhout, T., M. Kamp, and E. Gueho. 1998. Molecular typing of Malassezia species with PFGE and RAPD. Med Mycol. 36:365-372.

Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid III, Puspa Swara, Jakarta. Hlm 70-73.

Fardiaz, Srikandi, 1989, Mikrobiologi Pangan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.Hlm 150-167.

Figueras M. J., J. Guarro, J. Gene, and de Hoog., G. S. 2000. Atlas of Clinical Fungi, 2nd ed, vol. 1. Centraalbureau voor Schimmelcultures, Utrecht, The Netherlands.

Harahap, M, 1990. Penyakit kulit. Penerbit: PT Gramedia. Jakarta

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, cetakan ke 2, penerjemah: Iwang Soediro, Penerbit ITB, Bandung. Hlm 13, 14, 15.

Hugo, W. B., dan Russel, A. D., 1977, Pharmaceutical Microbiology, Blackwell Scietific Publication, London. Hlm 25-46.

Hutapea, J. R. & Syamsuhidayat, S. S., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hlm 167-168.

Klotz, S. A. 1989. Malassezia furfur. Infect. Dis. Clin. North. Am. 3:53-64.

Jawetz, Ernest, et. al., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, Penerjemah: Edi Nugroho dan R. F. Maulany, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hlm 627-631.

Toruan, T. 1989. Ketombe dan Penanggulangannya. Jakarta : Pustaka.

Vincent, Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi dan Gizi. Edisi 2.

(48)

38

LAMPIRAN PERSONALIA PENELITIAN CURRICULUM VITAE KETUA PENELITI

1. Nama lengkap : Soraya Ratnawulan Mita, S.Si, Apt.

2. NIP : 197501012006042002

3. Pangkat/ Golongan : Penata muda Tk. I/ IIIb 4. Jabatan Fungsional : asisten ahli

5. Jabatan Struktural : -

6. Unit kerja : Fakultas Farmasi UNPAD

7. Alamat dan Telpon Rumah : Jl. Ice Skating 5 No. 11 Bandung, (022) 7101982, Hp. 08156153148

8. Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor 45363, No. Telp : (022) 7796200 9. Riwayat pendidikan

1999 : Sarjana Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran Bandung

2000

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Tabel 4.1.Formula
Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan fitokimia dari ekstrak etanol daun kubis
Tabel 5.2. Diameter Hambat Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Kubis Terhadap M. furfur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripnya dengan judul “Pengaruh penerapan

Distribusi frekuensi faal paru berdasarkan masa kerja didapat hasil uji statistik sebanyak 3 responden atau sebesar 13,00% mempunyai status faal paru tidak normal dari total

Bagi setiap Klinik kecantikan yang di wilayah kota Mataram apabila pernah terjadi kasus atau pun sengketa dengan pasien (konsumen) untuk tidak menutup-nutupi apabila ada

Dengan kondisi sekarang, maka setiap pengguna internet dimungkinkan untuk melakukan penyerangan ke jaringan Intranet STM IK Amikom, padahal jaringan intranet menjadi

Judul Artikel : Tinjauan ketidaklengkapan persyaratan BPJS pada pengeklaiman dokumen rekam medis yang mengakibatkan kerugian di Rumah Sakit Tugurejo Semarang pada periode

“Rumah saya ada di Surabaya tetapi saya berusaha tidak pernah terlambat kecuali ada hal yang tidak bisa ditinggalkan. Kalau kepala sekolah menurut saya

Karakteristik peternak yang bekerja sama dengan TTP sebagian besar dalam usia produktif, dengan pendidikan formal yang rendah, sudah berpengalaman lebih dari 10

Keterbatasan penelitian juga tidak terkait dengan jumlah sampel atau variabel penelitian karena hal ini telah ditentukan sebelumnya ( by design ). Untuk