• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAGING OPLOSAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAGING OPLOSAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAGING OPLOSAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

JURNAL PENELITIAN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Oleh :

FIBRIANI SRI REJEKI NIM. 13100003

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI

SURAKARTA 2017

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAGING OPLOSAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh:

Fibriani Sri Rejeki

Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengkaji penerapan pidana bagi pelaku pengoplosan daging sapi dan daging babi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel. 2) Mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng.

Pengoplosan daging sapi dengan daging babi sering dilakukan karena daging babi harganya murah dan mudah diperoleh di pasaran. Produsen nakal mendapatkan keuntungan yang lebih dari pemalsuan daging sapi, terlebih lagi pengoplosan dengan daging babi bertentangan dengan keyakinan agama Islam.

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen.

Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa : 1) Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel terhadap pelaku tindak pidana pengoplosan daging sapi dengan daging babi yaitu memberikan sanksi pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan kepada terdakwa. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memutus perkara tersebut didasarkan dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan baik itu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, barang bukti dan petunjuk-petunjuk lain. Selain itu, hakim juga berpedoman pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen, ditambah dengan keyakinan hakim yang didasari oleh pertimbangan rasa keadilan yang tumbuh di dalam diri seorang hakim. 2) Perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng dijamin dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) maupun peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

(3)

LATAR BELAKANG MASALAH

Pencampuran daging sapi dengan daging babi atau yang lebih dikenal dengan daging oplosan menjadi isu keamanan pangan yang marak terjadi beberapa tahun belakangan di Indonesia. Keamanan dan penjaminan pangan terdiri dari beberapa aspek mencakup kesehatan, higienitas dan lebelitas halal. Sering ditemukan beberapa kasus pemalsuan bahan pangan yaitu berupa pencampuran daging babi pada daging sapi dalam keadaan segar. Hal ini, menunjukkan tidak hanya produk olahan saja yang dicampur babi namun juga daging segar.Pemalsuan daging sapi dengan daging babi sering dilakukan karena daging babi merupakan sumber protein hewani yang harganya murah dan mudah diperoleh di pasaran. Produsen nakal mendapatkan keuntungan yang lebih dari pemalsuan daging sapi, terlebih lagi pemalsuan dengan daging babi bertentangan dengan keyakinan agama Islam. Kasus di atas menimbulkan permasalahan yang besar, karena Indonesia merupakan negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Selain itu, beberapa golongan masyarakat juga mempunyai hipersensitivitas atau intoleran terhadap daging babi. Isu-isu keamanan pangan tersebut dapat diketahui dengan identifikasi keaslian bahan pangan asal hewan agar tercipta keamanan pangan. Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.

Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.

Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bisa dikonsumsi.

Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.

Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam

(4)

menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka mempunyai hak yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga dapat melakukan kontrol sasial terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha. Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia dapat lebih diperhatikan.

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana penerapan pidana bagi pelaku pengoplosan daging sapi dan daging babi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengkaji penerapan pidana bagi pelaku pengoplosan daging sapi dan daging babi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel.

2. Mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng.

METODE PENELITIAN

Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Sumber data menggunakan data sekunder, yaitu berupa: 1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 2) Undang-Undang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 3) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 295/Pid.Sus/2013/PN. Jkt.Sel. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan/studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus perkara Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel tentang tindak pidana pengoplosan daging sapi dan daging babi dengan menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan menurut peneliti kurang tepat. Hal tersebut dikarenakan putusan majelis hakim kurang sesuai dengan ancaman sanksi dalam UU No. 08 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan tuntutan jaksa penutut umum sebagai berikut:

1. Ancaman Saksi Pidana dan Denda

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No. 08 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berbunyi: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Menurut Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, perbuatan tersebut dapat di ancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:

(5)

1) Perampasan barang tertentu;

2) Pengumuman keputusan hakim;

3) Pembayaran ganti rugi;

4) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

5) Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau 6) Pencabutan izin usaha.

2. Tuntutan Jaksa

Tuntutan jaksa penutut umum terhadap perbuatan terdakwa yang melakukan pengoplosan daging sapi dan daging babi, menuntut kepada terdakwa untuk dijatuhi pidana penjara terhadap terdakwa EKA PRAYITNA dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

3. Putusan Hakim

Hakim dalam memeriksa dan mengadili terdakwa Eka Prayitna menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan.

Menurut peneliti, putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim tersebut kurang memberikan rasa jera kepada terdakwa, di mana perbuatan terdakwa yang melakukan pengoplosan daging sapi dengan daging babi diancam dengan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Sedangkan tuntutan jaksa yaitu pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Putusan hakim yang menjatuhkan putusan pidana penjara kepada terdakwa selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan menurut peneliti kurang tepat. Hakim dalam memutus perkara kurang mempertimbangkan tuntutan jaksa penuntut umum serta alat bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Hal tersebut dikarenakan hakim dalam memutus perkara mengacu pada tujuan pemidanaan mengandung unsur perlindungan masyarakat, dan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat. Hakim berpedoman bahwa tujuan pemidanaan adalah melakukan pembinaan bagi pelaku. Putusan hakim menganut asas-asas atau keadaan yang meringankan pidana, mendasarkan pada keadaan obyektif dan mempertimbangkan kebutuhan pembinaan individual pelaku tindak pidana. Tujuan pemidanaan adalah untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan menuju kesejahteraan masyarakat dan bukan pembalasan kepada pelaku di mana sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. Hakim dalam membuat putusan juga memperhatikan segala aspek didalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin ketidak cermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan kecakapan teknik membuatnya.

Berdasarkan hasil analisis kasus pengoplosan bakso daging sapi dengan daging babi/celeng jelas merugikan konsumen. Hal ini karena daging babi tergolong dalam hewan yang hukumnya haram jika dikonsumsi. Selain dari cara penyembelihan babi yang tidak sesuai dengan ketentuan agama Islam karena tidak memiliki leher, babi juga memiliki kandungan yang membahayakan kesehatan.

Karena kekotorannya, babi merupakan inang perantara dari beberapa penyakit parasit yang kemudian dapat ditularkan kepada manusia. Dalam daging babi, kadang-kadang

(6)

ditemukan kista cacing Taenia solium dan kista cacing Trichinella spiralis. Keduanya dapat menimbulkan penyakit parasit pada tubuh manusia.

Bila seseorang memakan daging babi yang mengandung kista dan tidak dimasak dengan sempurna, maka orang itu akan menderita penyakit cacing pita.

Kepala Taenia solium menempel pada dinding usus dan menghisap zat-zat gizi sehingga penderita mengalami kekurangan gizi dan tidak bertenaga. Trichinella spiralis juga sejenis cacing yang hidup dalam usus babi berukuran kecil hanya beberapa sentimeter. Daur hidupnya hampir sama dengan cacing pita, yakni larvanya menembus dinding usus babi, mengikuti aliran darah dan tinggal di jaringan otot atau daging dan membentuk kista dan tetap infektif hingga beberapa tahun.

Oleh karena pemerintah dalam upaya memberikan perlindungan kepada konsumen telah menetapkan peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum perlindungan konsumen, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Keputusan Menteri Agama (Kepmen) Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal. Pasal-pasal yang relevan dengan masalah halal adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal 8 ayat (1) huruf a dan h menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak memenuhi ketentuan produksi secara halal sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label.

Dalam kasus di atas tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa terjadi ketika penjual daging tidak mengatakan kepada konsumennya bahwa daging yang dibuat menjadi bakso itu adalah daging celeng. Hal tersebut ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Dan konsumen akan sangat dirugikan sekali bila tidak mengetahui bahwa daging yang dibelinya itu tidak sesuai dengan kemasannya yang tertulis daging sapi.

Sebagai pelaku usaha seharusnya penjual daging ini memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang dijualnya.

Pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dimana ketidaksesuaiaannya isi daging, di mana daging sapi sudah dioplos dengan daging babi. Seperti yang dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasa ini berisikan bahwa:

a. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(7)

c. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Yang mengatur penandaan halal terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut:

a. Pasal 30 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa keterangan halal untuk suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Keterangan halal dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal (haram).

b. Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3) disebutkan bahwa setiap label dan atau iklan tentang pangan dengan benar dan tidak menyesatkan. Setiap orang dilarang memberikan keterangan dan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan. Oleh karena itu pemerintah mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan.

c. Pasal 34 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama tersebut.

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Di dalam Pasal 110 yang menyebutkan bahwa setiap orang/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

a. Pasal 10 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label. Pernyataan tentang halal tersebut merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari label.

b. Pasal 11 ayat (1) disebutkan untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, setiap yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada lembaga pemeriksaan yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi aman dari segi agama.

6. Keputusan Menteri Agama (Kepmen) Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

Pasal 6 ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa tim pemeriksaan terhadap obyek yang berkaitan dengan proses produksi, yaitu cara berproduksi meliputi cara penyembelihan hewan potong, pemilihan bahan baku, pemilihan bahan penolong

(8)

dan bahan baku tambahan, cara pengolahan, cara penyajian. Pemeriksaan tersebut dimaksud agar dalam proses produksi dilakukan dengan sistem halal.

Dalam ayat (5) bahan baku dan bahan penolong harus memenuhi persyaratan tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi, alkohol, dan barang haram lainnya serta bahan berupa daging harus berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari’at Islam. Dalam ayat (6) menyebutkan bahwa cara pengolahan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan dengan menghindari terkontaminasinya produk dari bahan-bahan haram dan mengikuti prosedur pelaksanaan baku yang terdokumentasi.

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk mewujudkannya.

Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling menguntungkan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah. Masalah perlindungan konsumen tidak lepas dari hal-hal yang terkait dengan konsumen. Yang berkaitan dengan perlindungan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung adalah kaitan antara konsumen, produsen atau pelaku usaha, dan barang. Begitu pula hal-hal lain yang berhubungan dengan perlindungan konsumen, antara lain mengenai asas dan tujuan perlindungan konsumen, dasar hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen, posisi konsumen dan produsen, hak dan kewajiban pelaku usaha.

Upaya perlindungan konsumen didasarkan pada asas dan tujuan perlindungan konsumen yang telah diyakini bisa memberikan arahan dan hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Dasar pijakan hukum perlindungan konsumen:

1. Asas Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen, yaitu:

a. Asas Manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b. Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas Keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemafaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

(9)

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa : 1) Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap putusan Nomor 295/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel terhadap pelaku tindak pidana pengoplosan daging sapi dengan daging babi yaitu memberikan sanksi pidana penjara selama 2 tahun 8 bulan kepada terdakwa. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memutus perkara tersebut didasarkan dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan baik itu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, barang bukti dan petunjuk-petunjuk lain. Selain itu, hakim juga berpedoman pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen, ditambah dengan keyakinan hakim yang didasari oleh pertimbangan rasa keadilan yang tumbuh di dalam diri seorang hakim. 2) Perlindungan hukum bagi konsumen bakso daging sapi yang dioplos dengan daging babi/celeng dijamin dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) maupun peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Barkatullah, 2010, Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media.

Abdul Halim Barkatullah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Banjarmasin: FH Unlam Press.

Agnes M. Toar, 1998, Tanggung Jawab Produk, sejarah dan Perkembangannya Di Beberapa Negara, Bandung: Alumni.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Andi hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Jakarta: Sinar Grafika.

Edmon Makarim, 2003, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta: Badan Penerbit FH UI, Rajawali Pers.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Gramedia.

Goentoer Albertus, 2009, Mencampur (Oplos Atau Blending). Jurnal Penelitian Hukum, Volume 1 No. 2 Tahun 2009.

Happy Susanto, 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visimedia.

Janus Sidabolok, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Jimly Asshiddiqie, 2006, "Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia ", Makalah Disampaikan pada Acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam Rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 17 Februari 2006.

Joeniarianto dalam Natangsa Surbaki. 2005. Hukum Pidana. Surakarta: UMS.

Joeniarianto, Pengantar Hukum Piedana, Bandung: Armico.

Jumli Asshidiqie, 2006, Pembangunan Hukum Dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Disampaikan pada acara Seminar “Menyoal Moral Penegak Hukum” dalam rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 17 Februari 2006.

Mardjono Reksodiputro, 1999, Paradoks dalam Kriminologi, Jakarta: Rajawali.

(11)

Mahmud Mulyadi, 2008, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy, Medan: Pustaka Bangsa Press.

Marwan Mas, 2003, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Natangsa Surbaki. 2005. Hukum Pidana. Surakarta: UMS.

N.H.T Siahaan, 2005, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei.

P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, sebagaimana dikutip dari van Bemmelen, Ons Strafrecht I, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rahardi Ramelan, 2008, Oplos Atau Blending, Artikel Ilmiah.

Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Jakarta: Kompas.

Shidarta, 2004, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo.

Susi Moeimam dan Hein Steinhauer, 2005, Kamus Belanda-Indonesia, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

S.R. Sianturi, 1986, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerannya, Jakarta, Penerbit Alumni AHM-PTHM.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya alternatif untuk mengatasi permasalahan waktu pertemuan jam mata kuliah pendahuluan fisika inti dengan program P4 yang bersamaan dapat memanfaatkan fasilitas

Dari hasil penelitian mengenai hubungan terpaan pesan persuasif Nusatrip di media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Pinterest) dan persepsi kualitas website

Tujuan dari dibuatnya Peraturan Derah Nomor 15 Tahun 2010 adalah untuk mendukung koordinasi antar pemangku kepentingan pembangunan daerah; Menjamin terciptanya

Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Pintrich, 2003, Santrock, 2007, Brophy 2004). mahasiswa yang memiliki

Pemeriksaan visual dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik kerusakan dan menentukan daerah awal penyebab kerusakan yang nantinya dipilih untuk pemeriksaan lebih

Status ekonomi yang berubah ketika seseorang terkena masalah pemutusan hubungan kerja dapat menjadi salah satu alasan untuk melakukan perubahan besar dalam diri termasuk pola

Geser selongsong pengendali stress (hitam) menutupi bagian semi konduktif kabel, kemudian ciutkan dimulai dari bagian tengah secara merata ke arah ujung –

Dari hasil penelitian didapati nilai koefisien kompensasi yang positif dan menunjukkan jika kompensasi ditingkatkan atau dilakukan dengan tepat maka akan dapat meningkatkan