Bab 4
Hasil Penelitian
4.1 Gambaran profil subjek
4.1.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
Subjek yang ikut mengisi kuesioner penelitian motivasi belajar dan self regulation yaitu siswa yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 54% (27 siswa). Dan siswi yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 46% (23 siswi). (Lihat tabel 4.1).
Hasil olah data dengan SPSS tentang gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam lampiran 10a.
Tabel 4.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin
4.1.2 Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia
Subjek yang telah mengisi kuesioner dengan rentang usia 15-17 tahun. Subjek berusia 15 tahun sebanyak 23 siswa- siswi (46 %). Subjek berusia 16 tahun sebanyak 24 siswa-siswi (48%). Subjek terbanyak diisi oleh siswa-siswi yang berada di usia 16 tahun. Subjek dengan jumlah paling kecil diisi oleh usia 17 tahun sebanyak 3 siswa-siswi (6%). (Lihat tabel 4.2). Hasil olah data dengan SPSS tentang gambaran subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat dalam lampiran 10b.
Tabel 4.2 Gambaran subjek berdasarkan usia subjek
4.1.3 Gambaran subjek berdasarkan
status keaktifan organisasi di Sekolah
Berdasarkan data status keaktifan organisasi sekolah.
Siswa-siswi yang terlibat dalam penelitian ini, lebih besar frekuensinya yang terlibat aktif dalam organisasi sekolah sebanyak 30 siswa-siswi (60%). Sedangkan 20 siswa-siswi (40%) yang tidak aktif dalam organisasi (lihat table 4.3). Hasil olah data dengan SPSS tentang gambaran subjek penelitian berdasarkan status keaktivan dalam organisasi di dalam sekolah dapat dilihat dalam lampiran 10c.
Tabel 4.3 Gambaran subjek berdasarkan
Status keaktivannya dalam organisasi di sekolah
4.2 Gambaran persebaran subjek pada variabel motivasi belajar
Tabel 4.4 Gambaran persebaran subjek pada variabel motivasi belajar
Dari diagram tabel variabel motivasi belajar, menunjukkan variabel motivasi belajar tertinggi diperoleh dengan nilai 118-175 sebanyak 23 siswa/i (46%). Siswa yang memiliki motivasi belajar yang sedang dimiliki sebanyak 25 siswa/i (50%) dengan nilai 60-117. Dan tingkatan motivasi belajar yang rendah dengan nilai < 59, dimiliki oleh 2 siswa- siswi ( 4 % ). Lampiran jumlah siswa/siswi secara spesifik dapat dilihat pada lampiran 11a.
4.3 Gambaran persebaran subjek pada variabel self regulation
Tabel 4.5 Gambaran persebaran subjek pada variabel self regulation
Dari diagram tabel diatas menunjukkan variable self regulation yang tinggi memiliki nilai 139-200 sebanyak 17
siswa/i ( 34 %). Siswa/i yang memiliki self regulation yang sedang sebanyak 31 siswa/i ( 62 %), dengan nilai 77-138. Dan siswa yang memiliki self regulation yang rendah sebanyak 2 siswa (4 %) dengan nilai < 76. Lampiran jumlah siswa/siswi secara spesifik dapat dilihat pada lampiran 11b.
4.4 Hasil olah data hubungan motivasi belajar dengan self regulation
Hasil olah data korelasi nilai motivasi belajar dengan.
self regulation. Didapat hasil rata-rata (mean) dari motivasi belajar yaitu 2,3814 (SD=.68695). Hasil rata-rata (mean) dari self regulation yaitu 2,8588 (SD=.82233). Diperoleh koefisien
korelasi dari motivasi belajar dengan self regulation sebesar 1,000. Koefisien korelasi dari self regulation dengan motivasi belajar sebesar 0,998. Dengan signifikansi pada level 0,01.
Menurut Sugiyono (2007), interval koefisien korelasi dengan nilai 0,80-1,000 menyatakan adanya hubungan yang kuat antara dua variabel. Artinya variabel motivasi belajar dengan self regulation memiliki hubungan yang positif. Hasil olah data SPSS dapat dilihat pada lampiran 12.
4.5 Gambaran motivasi belajar dan self regulation pada subjek
Gambar 4.1 Grafik motivasi belajar dan self regulation
Gambaran motivasi belajar dan self regulation menunjukkan jika siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah, maka self regulation juga menunjukkan grafik yang semakin rendah. Semakin tinggi grafik menunjukkan semakin tinggi motivasi belajar, maka semakin tinggi pula self regulation yang dimiliki siswa-siswi. Artinya adanya hubungan motivasi
belajar dengan self regulation. Ketika individu memiliki motivasi dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu, maka mulai terbentuklah pengaturan dirinya. Individu yang memiliki keinginan melakukan sesuatu, maka akan menyadari bahwa sesuatu yang dilakukan terjadi atas dasar adanya pengaturan diri yang telah terbentuk (Omrod, 2009)
4.6 Analisis data tambahan
4.6.1 Motivasi Belajar
4.6.1.1 Motivasi belajar berdasarkan usia
Hasil olah data motivasi belajar berdasarkan usia, dengan menggunakan metode oneway ANOVA.
Diperoleh rata-rata skor motivasi belajar dengan usia subjek berusia 15 tahun adalah sebesar 2,7309 (SD=0,69728), subjek yang berusia 16 tahun sebesar 2,5167 (SD=0,80729). Dan subjek yang berusia 17 tahun adalah sebesar 2,3100 (SD=0,76217). Ketiga rata-rata motivasi belajar tersebut tidak berbeda secara signifikan, F(2,47)= 3,195 p>0,220. Hal ini berarti tidak ada perbedaan motivasi belajar dengan usia subjek.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13a.
Motivasi belajar berdasarkan usia tidak ada perbedaan. Hal ini berkemungkinan terjadi, dilihat dari segi tahapan perkembangannya, pada umumnya siswa-
siswi SMA cenderung mengalami perubahan secara sosio-emosional untuk mengembangkan motivasi belajarnya (Papilia, dkk, 2007). Siswa SMA cenderung berubah-berubah motivasi belajarnya, karena pengaruh dari lingkungan sosial yang selalu mengubah-ubah mood siswa yang cenderung mempengaruhi perilaku belajar yang turun-naik.
4.6.1.2 Motivasi belajar berdasarkan jenis kelamin
Hasil analisis data motivasi belajar berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan metode independent sample t-test. Rata-rata subjek perempuan
yaitu sebesar 2,5539 (SD=0,66650), tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata subjek laki-laki 2,6444 (SD=0,82780), t(48) = 0,421, p>0,05. Dengan begitu tidak ada perbedaan yang signifikan motivasi belajar dengan jenis kelamin. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 13b.
Tinggi rendahnya motivasi belajar individu tidak dapat diukur berdasarkan jenis kelamin. Lahey (2007) menjelaskan setiap individu memiliki motivasi belajar yang berbeda. Motivasi terjadi, karena adanya keinginan dari dalam diri individu untuk melakukan sesuatu. Namun tidak ada keterkaitannya dengan jenis kelamin individu.
4.6.1.3 Motivasi belajar berdasarkan status keaktifan organisasi
Hasil analisis data motivasi belajar berdasarkan status keaktifan organisasi, dengan menggunakan metode independent sample t-test. Rata-rata subjek yang aktif dalam berorganisasi yaitu 2,6917 (SD=0,72749), tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata subjek yang tidak aktif dalam berorganisasi adalah 2,4695 (SD=0,78539), t(48) = 1,025 p>0,652.
Dengan begitu tidak ada perbedaan yang signifikan pada motivasi belajar dengan keaktivan dalam berorganisasi. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 13c.
Keaktifan berorganisasi tidak menentukan tinggi-rendahnya motivasi belajar individu. Menurut Santrock (2008) menerangkan adanya motivasi ekstrinsik dari individu, ketika ingin mencapai sesuatu yang diharapkan. Hal ini dibuktikkan ketika siswa/i SMA belum terlibat aktif dalam suatu keanggotaan organisasi, panitia, dll, maka pada saat itu, motivasi ekstrinsik sangat kuat berada pada diri individu tersebut. Perubahan perilaku berubah dengan menampilkan nilai yang bagus, rajin belajar, dll. Namun ketika individu sudah mendapatkan sesuatu yang diharapkan tersebut, seperti menjadi anggota
kepengurusan, maka pelan-pelan motivasi itu menjadi turun-naik, kendur dan mempengaruhi proses belajar individu tersebut.
Hasil wawancara dengan 4 siswa kelas IPA dan 4 siswa kelas IPS membuktikkan, bahwa nilai prestasi tidak membuat individu terpengaruh untuk menjadi aktif dalam organisasi. Siswa kelas IPA yang cenderung dianggap tingkatan terbaik, menolak untuk selalu terlibat dalam berorganisasi, karena mereka cenderung akan membagi fokus belajar mereka menjadi beberapa bagian, dan semangat belajar mereka akan menurun, karena terasa menyulitkan mengejar ketinggalan beberapa bagian tugas yang menjadi fokus mereka.
Sedangkan siswa kelas IPS, berpandangan pada dasarnya pengikutsertaan organisasi didasarkan untuk memperbanyak teman sebaya, berorganisasi menjadi salah satu alasan untuk beristirahat dari jenuhnya pelajaran di kelas. Dengan begitu dapat dikatakan keaktifan individu dalam berorganisasi tidak menentukan seseorang memiliki motivasi belajar yang tinggi.
4.6.2 Self regulation
4.6.2.1 Self Regulation berdasarkan usia
Hasil olah data self regulation berdasarkan usia dengan menggunakan metode oneway ANOVA.
Diperoleh rata-rata skor self regulation dengan usia subjek berusia 15 tahun adalah sebesar 2,7874 (SD=0,63128), subjek yang berusia 16 tahun sebesar 2,4646 (SD=0,86734). Dan subjek yang berusia 17 tahun adalah sebesar 2,5033 (SD=0,45081). Ketiga rata-rata self regulation tersebut tidak berbeda secara signifikan, F(2,47)= 3,195 p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan self regulation dengan usia subjek.
Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 14a.
Teori Ormrod (2009), menjelaskan pengaturan diri yang ada dalam diri setiap individu tidak bergantung pada usia. Lahey (2007) pada tingkatan senior high school yang berada ditahapan adolescence merupakan
tahapan peralihan. Mereka sedang melangkah menuju kemandirian dan mengatur dirinya sendiri. Pengaturan diri individu tidaklah berfaktor berdasarkan usia, namun pengaturan diri merupakan suatu proses dari pembelajaran dari dalam diri, yang belajar sejak dari usia dini.
4.6.2.2 Self regulation berdasarkan jenis kelamin
Hasil olah data self regulation berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan independent sample t- test. Rata-rata subjek perempuan yaitu 2,5857
(SD=0,60252), tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata self regulation pada subjek laki-laki yaitu 2,6407 (SD=0,87080), t(48) = 0,256, p>0,05. Dengan begitu tidak ada perbedaan yang signifikan pada self regulation dengan jenis kelamin. Untuk lebih lengkap
dapat dilihat pada lampiran 14b.
Peneliti menyimpulkan pengaturan diri (self regulation) yang dimiliki setiap individu tidak bergantung
pada jenis kelamin (Zimmerman, dkk, 1996). Hal ini kemungkinannya, karena pengaturan diri ditentukan dari proses pembelajaran dari dalam diri, seperti bagaimana individu belajar mengatur waktu, emosi, dan perilakunya, itu didasarkan dari adanya proses belajar.
4.6.2.3Self regulation berdasarkan status keaktifan organisasi
Hasil olah data self regulation berdasarkan status keaktifan organisasi di sekolah, dengan menggunakan metode independent sample t-test. Rata- rata subjek yang aktif dalam berorganisasi yaitu 2,6930 (SD=0,74186), tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata subjek yang tidak aktif dalam berorganisasi
adalah 2,4990 (SD=0,77216), t(48) = 0,891, p>0,05.
Oleh karena itu tidak ada perbedaan yang signifikan pada self regulation dengan keaktifan dalam berorganisasi. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 14c.
Self regulation berdasarkan status keaktivan
organisasi siswa-siswi SMA. Ormrod (2009) menjelaskan bahwa self regulation individu mengalami keterbatasan ketika duduk di bangku SMA. Ketika SMA, individu memulai menata pengaturan diri mereka masing-masing, di tahapan ini, individu sedang mengalami pergolakan yang besar dari dalam dan luar diri, seperti: adanya tekanan belajar yang mengharuskan mereka menjadi siswa populer, namun di sisi lain siswa tertekan dengan adanya masalah keluarga, trauma, ketakutan dikucilkan teman sebaya, dll. Keaktifan siswa dalam organisasi di sekolah, seperti: menjadi ketua panitia, OSIS, dll, tidak menentukan siswa-siswi memiliki pengaturan diri yang baik. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 3 siswa SMA Permata Indah, mengemukakan bahwa seringkali ketika individu sudah terlibat dalam organisasi, maka siswa seringkali sulit untuk melakukan pengaturan diri yang baik, seperti: mudah emosi jika banyak tugas, sulit mengatur waktu antara belajar dan
terlibat berperan membantu organisasi, seperti:
membuat rancangan mading, menyusun rencana pengeluaran panitia, menyampaikan ide-ide, dll.
Kemandirian dan pengaturan diri pada siswa SMA belum terbentuk dengan kuat dan baik, sehingga mudah berubah-ubah. Oleh karena itu keaktifan dalam berorganisasi, tidak menentukan siswa tersebut memiliki self regulation dengan baik.