• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angkutan transportasi berbahan bakar minyak dan mesin industri yang menggunakan bahan bakar minyak. Sejak tahun 2005, Indonesia bukan lagi sebagai pengekspor minyak bumi tetapi justru sebagai pengimpor minyak dari luar negeri khususnya dari Arab. Pemakaian minyak bumi sebagai sumber bahan bakar minyak diesel atau solar yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan cadangan energi fosil semakin hari semakin berkurang. Berdasarkan kondisi inilah para pakar energi memperkirakan bahwa energi fosil pada waktu tertentu akan habis terkonsumsi. Perkiraan yang ekstrim menyebutkan bahwa minyak bumi akan habis jika dikonsumsi terus-menerus selama 200 tahun (Syah, 2006).

Terjadinya krisis minyak bumi mendorong usaha untuk melepaskan ketergantungan terhadap minyak bumi dengan mencari sumber-sumber energi alternatif. Pengembangan energi alternatif pada saat ini didasari oleh keinginan untuk mengembangkan sistem energi yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup dan mengantisipasi ketidakpastian harga energi. Selain itu, kebutuhan bahan bakar diesel dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan pesatnya perkembangan industri terutama industri otomotif. Namun, persedian bahan bakar diesel yaitu bahan bakar yang diolah dari minyak bumi semakin lama semakin menipis sehingga pengkajian terhadap bahan bakar alternatif dalam hal ini energi terbarukan perlu dilakukan untuk mengatasi masalah krisis energi tersebut (Dunn, 2001).

Berdasarkan konsep dasarnya, teknologi energi baru dan terbarukan pada umumnya bukan merupakan hal yang sama sekali baru, tetapi berupa pengembangan dari konsep-konsep teknologi energi yang telah cukup lama dikenal. Sumber daya energi terbarukan adalah sumber-sumber energi yang output-nya akan konstan dalam rentang waktu jutaan tahun, contohnya sinar

(2)

matahari (langsung), aliran air sungai, angin, gelombang laut, arus pasang surut, panas bumi, dan biomassa. Karakteristik energi terbarukan hampir tidak memiliki kesamaan satu sama lain. Meskipun demikian, teknologi energi terbarukan mempunyai beberapa sifat umum yaitu sumber-sumber energi terbarukan tidak akan habis, secara geografis bersifat tersebar, dan mempunyai densitas daya serta energi yang rendah sehingga perangkat teknologi pemanfaatannya menempati lahan yang relatif luas dan juga pada umumnya ramah lingkungan.

Pemanfaatan energi terbarukan merupakan bagian sangat penting dalam perencanaan energi nasional. Dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil dan semakin meningkatnya kebutuhan bahan bakar, termasuk minyak diesel, pemikiran mengenai sumber energi yang terbarukan serta diversifikasi energi semakin berkembang. Di samping itu, dunia Internasional saat ini juga sedang berlomba-lomba untuk mempergunakan bahan bakar yang ramah lingkungan dalam rangka mengimplementasikan komitmen Protokol Kyoto dan isu global mengenai CDM (Clean Development Mechanism).

Energi terbarukan mempunyai keunggulan-keunggulan antara lain sumbernya tersedia dalam jumlah banyak dan pemakaian energi terbarukan akan menghemat pengeluaran impor bahan bakar fosil (untuk Indonesia hal ini berarti menambah kesempatan ekspor) dan akan menciptakan lapangan kerja jika teknologi-teknologi konversinya dikembangkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam negeri. Beberapa energi terbarukan telah mencapai tahap yang kompetitif, baik secara finansial maupun ekonomi untuk aplikasi tertentu, seperti di lokasi-lokasi terpencil yang biaya transmisi listrik ataupun transportasi bahan bakar ke lokasi tersebut mahal.

Penelitian tentang sumber energi alternatif baru telah banyak dilakukan akan tetapi belum dioptimalkan dalam proses penerapannya. Berbagai contoh sumber-sumber energi alternatif terbarukan terdiri dari energi surya, tenaga air, energi angin, panas bumi, tenaga lautan dan energi biomassa. Bahan-bahan yang termasuk kategori biomassa adalah produk-produk tumbuhan, baik teresterial maupun akuatik dan material yang dihasilkan dari pengolahan tumbuhan tersebut oleh manusia atau hewan. Salah satu sumber energi yang memenuhi kriteria

(3)

berasal dari sumber energi terbarukan, tidak merusak lingkungan, efisien, dan harganya juga terjangkau adalah minyak nabati.

Minyak nabati merupakan alternatif sumber bahan bakar mesin diesel yang sangat potensial mengingat ketersediaannya yang relatif cukup besar dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Minyak nabati merupakan trigliserida dengan tiga molekul asam lemak yang juga dikenal sebagai triasilgliserol. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar diesel secara langsung menimbulkan suatu masalah karena tingginya viskositas minyak nabati yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Untuk mengantisipasinya dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak nabati dengan alkohol rantai pendek dan bantuan katalis, baik katalis asam maupun basa yang dikenal dengan reaksi transesterifikasi atau alkoholisis. Alkil ester akan diperoleh melalui reaksi transesterifikasi berkatalisis asam atau basa dalam media alkohol berantai pendek.

Eksistensi dari biodiesel memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya penghematan ataupun sebagai substitusi dari minyak diesel. Biodiesel yang merupakan minyak nabati yang diperoleh dari tumbuhan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Apabila dibandingkan dengan bahan bakar solar, biodiesel yang merupakan salah satu bahan bakar nabati bersifat lebih ramah lingkungan, dapat diperbaharui, dapat terurai, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kesinambungan ketersediaan bahan bakunya terjamin. Biodiesel yang memiliki sifat menyerupai minyak solar dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel tanpa menyebabkan perubahan yang berarti pada mesin kendaraan yang ada. Keistimewaan yang lain adalah biaya yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan eksplorasi minyak bumi.

Pengolahan biodiesel dari bahan baku terbarukan (renewable) telah banyak dilakukan di berbagai negara diantaranya negara-negara Eropa menggunakan rapeseed, Amerika Serikat menggunakan kedelai, minyak kelapa (coconut oil) di Filipina dan Malaysia menggunakan CPO (Crude Palm Oil), sedangkan Indonesia menggunakan CPO dan minyak jarak (Jatropha) (Mittelbach, 2001). Potensi pengembangan biodiesel di Indonesia cukup besar,

(4)

karena selain CPO masih ada 30 spesies tanaman yang dapat dijadikan bahan baku, diantaranya minyak jarak, nyamplung, kesambi, kemiri, karet, kapuk dan saga hutan.

Permasalahan utama produksi biodiesel secara komersil adalah harga bahan baku dan biaya produksinya yang mahal. Penggunaan edible oils sebagai bahan baku mempengaruhi 60%-70% harga biodiesel (Fukuda, Kondo, dan Noda, 2001). Oleh karena itu, inovasi baru penggunaan nonedible dan low-grade oil direkomendasikan sebagai bahan baku agar dapat dihasilkan biodiesel dengan harga yang relatif murah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan di Institut Teknologi Bandung menyatakan bahwa salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai penghasil biodiesel adalah tanaman jarak.

Tanaman jarak memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan tanaman penghasil biodiesel yang lainnya. Minyak jarak memiliki potensi sebagai energi alternatif menggantikan minyak bumi dan peluang di Indonesia mengembangkan minyak jarak itu cukup besar mengingat iklim dan lahan yang mendukung. Hal ini mengingat tanaman tersebut banyak tersebar di berbagai wilayah tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.

Salah satu minyak non pangan yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar adalah minyak jarak. Tanaman jarak yang biasa ditanam di Indonesia ada dua jenis, yaitu jarak pagar (Jatropha curcas) dan jarak kepyar (Ricinus communis). Di antara jenis tanaman jarak tersebut yang sudah sering digunakan

sebagai penghasil minyak bakar (biofuel) adalah jarak pagar (J. curcas) (Chitra, et al., 2005). Jarak kepyar (R. communis) banyak digunakan pada industri kimia

seperti pabrik cat, vernis, pelumas, tinta cetak, pabrik kosmetik, parfum, farmasi, bubur kertas, serta sebagai bahan baku industri nilon dan plastik (Osava, 2001).

Minyak jarak R. communis dan turunannya sangat larut dalam alkohol serta memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain (Kulkarni, 2003). Minyak jarak R. communis adalah sumber terbaik untuk produksi biodiesel karena satunya minyak yang larut dalam alkohol, dan tidak membutuhkan panas, serta kebutuhan energinya konstan pada pembentukannya menjadi bahan bakar.

(5)

Biodiesel yang digunakan untuk mensubtitusi bahan bakar diesel dapat diperoleh melalui proses transesterifikasi minyak tumbuhan atau lemak hewan dengan menggunakan katalis baik dengan katalis homogen maupun dengan katalis heterogen. Katalis ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi biodiesel dari minyak nabati. Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan. Tanpa katalis reaksi akan berlangsung lama dan akan membutuhkan energi serta biaya produksi lebih besar. Produksi biodiesel yang dilakukan secara umum adalah menggunakan katalis alkali (basa), NaOH atau KOH dan reaksi dalam fasa cair. Reaksi ini disebut sistem homogen (homogenous catalyst). Pada proses ini reaksi dilangsungkan dalam reaktor batch (partaian) dimana reaksi berlangsung hanya sekali run selanjutnya dihentikan untuk mengambil produk.

Persoalan yang terpantau pada penggunaan katalis alkali adalah bahwa baik NaOH maupun KOH sangat sensitif terhadap kandungan air dan asam lemak bebas. Kehadiran air bisa menyebabkan saponifikasi ester. Selain itu, asam lemak bebas dapat bereaksi dengan katalis alkali yang akan menghasilkan air dan sabun.

Sabun dapat menyebabkan pembentukan emulsi. Keadaan ini menyebabkan konsumsi katalis meningkat dan ditambah lagi berbagai kesulitan dalam proses pemurnian biodiesel. Hal ini tentunya akan berakibat pada peningkatan biaya produksi. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi biodiesel yaitu dengan cara mengubah asam lemak yang terkandung di dalam minyak nabati melalui reaksi esterifikasi dengan katalis asam terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan reaksi transesterifikasi dengan katalis basa seperti NaOH untuk menghasilkan biodiesel (Felizardo, dkk., 2007).

Transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis alkali menunjukkan laju reaksi transesterifikasi lebih cepat dibanding penggunaan katalis asam.

Katalis alkali memberikan konversi trigliserida mencapai 94-98% menjadi ester pada temperatur 60oC dan waktu 1 jam (Furuta, dkk., 2006). Pembuatan biodiesel dari minyak jarak R. communis dapat dilakukan melalui proses metanolisis atau etanolisis dengan menggunakan katalis NaOH atau KOH (Meneghetti, et al., 2006). Hasil transesterifikasi dari minyak jarak R. communis terdapat hal yang

(6)

menarik yaitu nilai titik kabut dan titik bekunya sangat rendah hal ini menunjukkan bahan bakar ini sangat cocok pada temperatur sangat rendah (Barajas, 2006). Namun, penggunaan katalis homogen seperti NaOH atau KOH (Karmee, et al., 2006), H2SO4 dan KOH (Tiwari, et al., 2007) secara langsung pada proses transesterifikasi menyebabkan produk biodiesel yang dihasilkan sulit dipisahkan dari katalis tersebut karena terjadi reaksi samping yaitu penyabunan sehingga proses tersebut menjadi tidak efisien. Oleh karena itu diperlukan suatu perlakuan awal terhadap bahan baku minyak nabati melalui reaksi esterifikasi asam lemak bebas terlebih dahulu dengan katalis asam agar reaksi transesterifikasi dapat berlangsung lebih optimal.

Penggunaan katalis asam cair pada produksi biodiesel seperti asam sulfat memerlukan temperatur tinggi dan waktu yang lama. Penggunaan katalis fasa cair baik basa maupun asam menyebabkan proses pemisahan katalis dari produk lebih sulit untuk dilakukan. Selain itu, penggunaan katalis asam homogen hanya dapat digunakan sekali saja tidak bisa berulang-ulang sehingga kurang efisien.

Penggunaan katalis asam cair juga bersifat korosif sehingga dapat menyebabkan terganggunya lingkungan (Zullaikah, dkk., 2006). Untuk mengatasi masalah di tersebut telah dilakukan studi literatur dan studi penelitian pendahuluan. Dewasa ini para peneliti telah menaruh banyak minat pada penggunaan katalis pada sistem heterogen (heterogenous catalyst). Katalis heterogen ini lebih stabil, tidak korosif, lebih mudah dipisahkan dari produk biodiesel, dapat digunakan secara berulang- ulang serta lebih ramah terhadap lingkungan.

Liu, et al. (2008) mempelajari proses transesterifikasi minyak kedelai menjadi biodiesel dengan menggunakan katalis basa heterogen CaO. Produk biodiesel yang dihasilkan mencapai 95% dalam waktu 3 jam reaksi pada suhu 65o C dengan rasio mol minyak : metanol sebesar 1:12 dan penambahan katalis sebanyak 8% b/b. Proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester juga dapat dilakukan menggunakan katalis asam dengan kosolven dimetil eter dan menggunakan katalis CaO. Penggunaan kosolven dietil eter-metanol untuk reaksi transesterifikasi minyak jarak Ricinus (Castor Oil) dikatalisis oleh MgO dan CaO pada 65°C, hasil optimum didapat dengan perbandingan minyak : metanol adalah

(7)

1:12. Namun, penggunaan katalis basa heterogen ini masih memiliki banyak kendala, diantaranya adalah terjadinya reaksi penyabunan sehingga pemisahan produk biodieselnya lebih sulit.

Permasalahan yang terjadi pada penggunaan katalis basa homogen maupun heterogen dapat diminimalkan dengan penggunaan katalis asam heterogen terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku pembuatan biodiesel, sehingga dapat meminimalkan terjadinya reaksi penyabunan pada saat dilakukan reaksi transesterifikasi. Para peneliti mulai mengembangkan pembuatan biodiesel dari minyak nabati dan metanol dengan menggunakan katalis asam heterogen, diantaranya Ramu (2004) mempelajari pengaruh katalis WO3/ZrO2 pada reaksi esterifikasi asam palmitat dengan metanol dalam waktu 6 jam serta penambahan katalis sebanyak 5% b/b dapat memberikan konversi produk biodiesel mencapai 98%. Jitputti, et al. (2006) juga mempelajari reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan membandingkan aktivitas katalitik dari beberapa katalis asam heterogen seperti ZrO2, ZnO, SO42-

/SnO2, SO42-

/ZrO2, KNO3/KL zeolit dan KNO3/ZrO2. Diantara beberapa katalis tersebut, SO42-/ZrO2 memberikan konversi produk metil ester yang paling tinggi yaitu sebesar 90,3%

dengan kondisi reaksi pada suhu 200o C dan penambahan katalis sebesar 1 % b/b.

Proses sintesis biodiesel dengan menggunakan berbagai macam katalis asam heterogen terlebih dahulu untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas, kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan katalis basa merupakan proses yang sedang dikembangkan. Salah satu sumber asam lemak bebas dan trigliserida yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah minyak jarak kepyar (Ricinus communis). Penggunaan minyak jarak kepyar yang tidak dapat dimakan atau dikonsumsi (nonedible oil), dapat menggantikan penggunaan minyak nabati lain misalnya minyak kedelai atau minyak kelapa sawit yang mempunyai manfaat lebih tinggi sebagai bahan makanan daripada untuk biodiesel. Bahan yang potensial untuk dikembangkan sebagai katalis asam heterogen pada proses esterifikasi asam lemak bebas menjadi metil ester adalah zeolit karena mempunyai gugus silanol, aluminol dan H2O sebagai situs asam Brønsted.

(8)

Zeolit alam tidak dapat langsung digunakan sebagai katalis karena masih banyak mengandung pengotor sehingga keberadaan situs asam menjadi sangat rendah. Oleh karena itu, zeolit alam perlu diaktivasi, dimodifikasi, dan dikalsinasi terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sebagai katalis. Proses modifikasi untuk meningkatkan keasaman dapat dilakukan terhadap zeolit alam dengan jalan aktivasi melalui proses pertukaran ion dengan ion ammonium yang dilanjutkan dengan dekomposisi panas dari bentuk pertukaran ammoniumnya sehingga diperoleh situs asam Brønsted. Situs asam Lewis zeolit dapat diperoleh dengan dehidroksilasi 2 gugus hidroksil yang berdekatan dengan perlakuan panas (T>477o C). Pengembanan logam transisi seperti Ni, Cr ataupun Pt ke dalam struktur zeolit juga dapat meningkatkan keasaman sehingga pembentukan situs asam Brønsted dan situs asam Lewis menjadi semakin besar (Trisunaryanti, 1991). Apabila zeolit yang digunakan pada penelitian ini telah dilakukan modifikasi maka diharapkan zeolit termodifikasi ini dapat berfungsi sebagai katalis reaksi esterifikasi asam lemak bebas di dalam minyak jarak menjadi metil ester.

Syamsuddin (2010) melakukan pembuatan biodiesel dari minyak jarak melalui reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis asam padat ZrO2/Al2O3. Selanjutnya dilakukan reaksi transesterifikasi dengan katalis basa NaOH untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester. Berdasarkan hasil penelitian, konversi biodiesel tertinggi yaitu 61,73 % diperoleh dari proses esterifikasi yang menggunakan katalis ZrO2/Al2O3 dengan kadar Zr 2%. Ahmad (2006) telah melakukan preparasi katalis Cr/zeolit alam untuk pretreatment proses transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel. Pada penelitian tersebut, dilakukan variasi katalis Cr/zeolit alam sebesar 1,25%; 2,50%; 3,75%; dan 5,00%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa reaksi pembuatan biodiesel dengan adanya perlakuan awal melalui reaksi esterifikasi dengan katalis Cr/zeolit alam dapat menghasilkan produk biodiesel dengan konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan katalis H2SO4. Konversi biodiesel yang diperoleh melalui tahap esterifikasi dengan katalis Cr/zeolit alam 5% sebesar 70%, sedangkan dengan katalis H2SO4 sebesar 43,51%. Wibowo (2009) juga telah

(9)

melakukan sintesis biodiesel dari minyak sawit dengan katalis H-zeolit dan NaOH. Pada penelitian tersebut digunakan katalis padat H-zeolit dengan variasi (b/b) 1,25%; 2,50%; 3,75%; dan 5,00%. Reaksi esterifikasi tersebut menggunakan perbandingan mol minyak dan metanol sebesar 1:12. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi katalis H-zeolit 5,00% mampu menghasilkan konversi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi terkatalisis NaOH sebesar 62,55%.

Penelitian pembuatan biodiesel dari minyak jarak melalui proses esterifikasi dengan katalis Pt/zeolit serta reaksi transesterifikasi dengan katalis basa NaOH belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pembuatan biodiesel sebagai energi alternatif terbarukan dari minyak jarak kepyar (Ricinus communis) dengan menggunakan katalis asam heterogen Pt/zeolit dan H-zeolit pada awal reaksi esterifikasi, kemudian dilanjutkan dengan transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa NaOH. Pemilihan material katalis Pt/zeolit untuk reaksi esterifikasi didasarkan pada dugaan bahwa sifat dari katalis ini sangat asam karena memiliki situs asam Brønsted dan situs asam Lewis yang besar sehingga efektif digunakan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas di dalam minyak jarak sebelum dilakukan proses transesterifikasi.

Penggunaan katalis asam heterogen Pt/zeolit maupun H-zeolit ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan katalis asam homogen seperti asam sulfat (H2SO4). Kelebihan katalis asam heterogen yaitu mudah dipisahkan dari produk hasil reaksi esterifikasi, tidak korosif sehingga lebih ramah terhadap lingkungan, serta dapat digunakan secara berulang-ulang sehingga lebih ekonomis. Selain itu katalis zeolit yang sudah terimpregnasi logam Pt ini memiliki aktivitas sebagai katalis yang lebih baik karena keasaman dan luas permukaan pori katalis semakin besar sehingga dapat meningkatkan laju reaksi esterifikasi asam lemak bebas di dalam minyak jarak menjadi metil ester. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, apabila kandungan asam lemak bebas di dalam minyak jarak sudah diturunkan melalui reaksi esterifikasi dengan katalis asam heterogen, maka diharapkan reaksi transesterifikasi menjadi biodiesel akan lebih optimal karena kemungkinan terjadinya reaksi penyabunan sudah diminimalkan.

(10)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik katalis Pt/zeolit dan H-zeolit berdasarkan tingkat keasaman, luas permukaan dan porositas, gugus fungsional, serta kristalinitas ?

2. Bagaimana pengaruh variasi berat katalis Pt/zeolit dan H-zeolit pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas di dalam minyak jarak ?

3. Bagaimana pengaruh reaksi esterifikasi dengan katalis Pt/zeolit dan H- zeolit terhadap konversi produk biodiesel hasil reaksi transesterifikasi minyak jarak terkatalisis NaOH ?

4. Bagaimana karakterisasi produk metil ester (biodiesel) yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak jarak ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari karakteristik katalis Pt/zeolit dan H-zeolit berdasarkan tingkat keasaman, luas permukaan dan porositas, gugus fungsional, serta kristalinitas.

2. Mempelajari pengaruh variasi berat katalis Pt/zeolit dan H-zeolit pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas di dalam minyak jarak.

3. Mempelajari pengaruh reaksi esterifikasi dengan katalis Pt/zeolit dan H- zeolit terhadap konversi produk biodiesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak jarak terkatalisis NaOH.

4. Mengetahui karakteristik produk metil ester (biodiesel) yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak jarak.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan inovasi tentang metode pembuatan biodiesel sebagai sumber energi alternatif terbarukan yang lebih ramah terhadap lingkungan.

(11)

2. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan teknologi pembuatan biodiesel yang secara ekonomis lebih murah tetapi produk yang dihasilkan lebih optimum.

3. Mengembangkan pemanfaatan zeolit sabagai katalis pada proses awal reaksi transesterifikasi minyak jarak menjadi biodiesel.

4. Meningkatkan semangat peneliti-peneliti di Indonesia untuk melakukan penelitian di bidang energi alternatif terbarukan.

Referensi

Dokumen terkait

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Penelitian dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Februari hingga Juni 2017. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi

Direksi Perseroan dengan ini mengundang para Pemegang Saham Perseroan untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar

Analisis SWOT (singkatan bahasa inggris dari strenghts, weakness, opportunities, dan threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk

Variabel bebas (independent variable) adalah pengajaran menggunakan teori Ausubel dan pengajaran konvensional. Variabel terikat adalah hasil belajar siswa. Pengambilan sampel

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; penilaian terhadap tiga objek penelitian yaitu kondisi perencanaan proses pembelajaran, kondisi pelaksanaan pembelajaran, dan

Sebagaimana dikatakan oleh pakar Hukum Internasional Amerika Serikat, MOORE, maka pengakuan berguna untuk menjamin bahwa suatu Negara baru dapat menduduki tempatnya yang

Hak atas merek diberikan sesuai Pasal 3 UUM No 15 Tahun 2001 yang menyatakan hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik