• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN SKRIPSI FACHRI WIDYA NUGRAHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN SKRIPSI FACHRI WIDYA NUGRAHA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL,

LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN

SKRIPSI

FACHRI WIDYA NUGRAHA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

(2)

RINGKASAN

Fachri Widya Nugraha. D14070239. 2012. Kaji Banding Kemampuan Bertahan terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hj. Komariah, M.Si.

Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si.

Kebutuhan protein hewani masyarakat akan semakin meningkat, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan ternak dengan sumberdaya genetik yang cukup tinggi. Salah satu ternak penghasil protein hewani adalah sapi.

Permintaan hasil produk ternak ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, jumlah penduduk, sosial budaya, serta selera masyarakat. Permintaan di wilayah perkotaan cenderung lebih tinggi, karena jumlah penduduk lebih padat dan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, oleh karena itu untuk meningkatkan produksi dan kualitas sapi saat ini diterapkan teknologi inseminasi buatan (IB). Salah satu kegiatan dari IB adalah memproduksi semen beku, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen beku yang dihasilkan seperti kualitas semen segar, jenis sapi yang digunakan dan proses produksi semen beku. Semen beku memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, namun memiliki kelemahan yaitu kualitas semen dapat menurun setelah semen diencerkan, dikarenakan selama proses pembekuan spermatozoa melewati berbagai suhu ekstrim yang dapat menurunkan kualitas semen.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan penurunan kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein (FH) di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat. Penelitian menggunakan data sekunder BIB Lembang bulan November sampai Desember 2010. Jumlah sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah 24 ekor sapi jantan yang terdiri atas 8 Simmental, 8 Limousin dan 8 FH berumur 4 tahun dengan bobot badan 800-900 kg.

Data yang diambil adalah data motilitas semen segar yang meliputi, before freezing, post thawing motility (PTM) dan longivitas. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah motilitas semen segar dan before freezing sapi Simmental lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan sapi Limousin dan FH, sedangkan hasil PTM, longivitas dan recovery rate tidak nyata pada ketiga jenis sapi tersebut. Kualitas semen jenis sapi sangat berpengaruh terhadap kualitas semen yang dihasilkan.

Kata-kata kunci: Kualitas semen, Proses pembekuan spermatozoa, Simmental,

Limousin, Fries Holstein

(3)

ABSTRACT

Freezability Comparison of Simmental, Limousin and Fries Holstein Spermatozoa Nugraha, F. W. Komariah dan Arifiantini, R. I

The purpose of this research was to study and to compare the freezability of Simmental, Limousin and Fries Holstein (FH) frozen semen from Lembang Artificial Insemination Centre, Bandung, West Java. In total 24 bulls were used in this study consist of 8 Simmental, 8 Limousin and 8 FH, ages 4 years old with a weight of 800-900 kg. Secondary data were taken from the period of November to December 2010. The data was collected from raw semen, before freezing, post thawing motility and longevity. The results showed that spermatozoa motility of raw and before freezing semen from Simmental significantly higher (P<0,05) than Limousin and FH bull. But there were no difference (P>0,05) between post thawing motility, longevity and value of recovery rate among three breeds.

Keywords : Semen quality, Freezability, Simmental, Limousin, Fries Holstein

(4)

KAJI BANDING KEMAMPUAN BERTAHAN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL,

LIMOUSIN DAN FRIES HOLSTEIN

FACHRI WIDYA NUGRAHA D14070239

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

(5)

Judul : Kaji Banding Kemampuan Bertahan Terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein Nama : Fachri Widya Nugraha

NRP : D14070239

Menyetujui,

Pembimbing Utama

(Ir. Hj. Komariah, M.Si) NIP. 19590515 198903 2001

Pembimbing Anggota

(Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si) NIP. 19600804 198103 2001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 1 Maret 2012 Tanggal Lulus :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Fachri Widya Nugraha dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1990 di Jakarta dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Adil Nugraha dan Ibu Wiwit Widya Wati. Penulis mengawali pendidikan dari TK Gembira Jatibening 2 Bekasi Timur pada tahun 1994, dilanjutkan tahun 1995 ke Sekolah Dasar Negeri Jatibening 07 Bekasi Timur dan dilanjutkan ke tingkat SLTP di SLTPN 195 Jakarta Timur tahun 2001. Tahun 2004 penulis diterima di SMUN 107 Jakarta Timur dan diselesaikan pada tahun 2007.

Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan tahun 2008 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa Basket IPB tahun 2007/2008, UKM Center Enterpreneurship of The Youth (CENTURY) IPB sebagai staf akademik tahun 2007/2010, Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) tahun 2009/2010 sebagai staf divisi animal breeding club dan di Majalah Emulsi penulis sebagai staf divisi layouter tahun 2009/2010. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009 dan di Nusantara Polo Club pada tahun 2010.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada Mata Kuliah Teknik Pengolahan

Ternak Dasar Unggas pada tahun ajaran 2011/2012 dan juga aktif menjadi panitia

pada berbagai acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Kemahasiswaan Fakultas

Peternakan dan IPB. Tahun 2009 penulis berkesempatan memperoleh PKM dengan

judul usaha “Pengembangan Potensi Usaha di LingkarKampus IPB”.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta dan Pemilik Ilmu Pengetahuan, yang memberikan banyak rahmat bagi makhluk-Nya. Alhamdulillah puji Syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi yang berjudul “Kaji Banding Kemampuan Bertahan terhadap Proses Pembekuan Spermatozoa Sapi Simmental, Limousin dan Fries Holstein”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak vital bagi kehidupan individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan dan kelangsungan hidup hewan. Ternak sapi merupakan salah satu hewan ternak yang sangat berperan dalam suplai dan memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Penerapan teknologi inseminasi buatan (IB) pada sapi merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan populasi sapi. Inseminasi dapat dilakukan dengan menggunakan semen beku. Tingkat keberhasilan IB yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produktivitas, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak sapi potong dan sapi perah di Indonesia sehingga dapat memenuhi permintaan kebutuhan daging dan susu sapi di Indonesia.

Kesempurnaan hakiki hanya milik Sang Pencipta, sehingga Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk balai-balai IB dan peternakan yang ada di Indonesia khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Bogor, Maret 2012

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN…………....………... ii

ABSTRACT.……… iii

LEMBAR PERNYATAAN..……… iv

LEMBAR PENGESAHAN……….. v

RIWAYAT HIDUP……….. vi

KATA PENGANTAR……….. vii

DAFTAR ISI ...………... viii

DAFTAR TABEL……….……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

PENDAHULUAN……… 1

Latar Belakang……. ……… 1

Tujuan………. ………. 2

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 3

Bangsa Sapi…….. ………... 3

Sapi Fries Holstein……… ………. 4

Sapi Simmental……….. ……… 4

Sapi Limousin………... 5

Inseminasi Buatan……….. ……….. 5

Semen…….. ………. 6

Spermatogenesis……… 7

Spermatozoa……….. 8

Pengencer Semen………...……… 9

Semen Beku………..……….……… 9

MATERI DAN METODE ………... 11

Lokasi dan Waktu………. 11

Materi……… ………...…….... 11

Prosedur……… 11

Pemeriksaan motilitas spermatozoa semen segar………... 11

Pembuatan bahan pengencer………. ………. 13

Proses pengenceran……….……… 13

Proses pembekuan……… ……….…………. 14

Penyimpanan semen beku..………. 14

Pengujian before freezing..………..………... 15

Pengujian post thawing motility………...……….………... 15

Longivitas (water incubator test)………..……….. 15

(9)

Recovery rate…………...……… 16

Rancangan dan Analisis Data……...……… 16

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 17

Evaluasi Semen Segar……… ………..……… 18

Motilitas Spermatozoa Semen Segar, Before Freezing, Post Thawing Motility, Longivitas dan Recovery Rate………..……….. 20

KESIMPULAN DAN SARAN………. 23

Kesimpulan……… 23

Saran………... 23

UCAPAN TERIMAKASIH……….. 24

DAFTAR PUSTAKA……… 25

LAMPIRAN……….. 28

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan FH ... 18

2. Nilai Motilitas Spermatozoa Pada Berbagai Tahapan Pembekuan ... 20

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Limousin ... 29

2. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Limousin ... 30

2a. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Limousin ... 31

3. Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Simmental ... 32

4. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Simmental ... 33

4a. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Simmental ... 34

5. Karakteristik Makroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein ... 35

6. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein ... 36

6a. Karakteristik Mikroskopis Bangsa Sapi Fries Holstein ... 37

7. Motilitas Spermatozoa Semen Segar ... 38

8. Uji Tukey Motilitas Spermatozoa ... 38

9. Motilitas Spermatozoa Before Freezing ... 38

10. Uji Tukey Motilitas Spermatozoa Before Freezing ... 38

11. Motilitas Spermatozoa Post Thawing Motility ... 39

12. Longivitas ... 39

13. Recovery Rate ... 39

(12)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Konsumsi makanan secara global akan meningkat 40-50 persen pada tahun 2050 (Food and Agriculture Organization, 2010). Peningkatan konsumsi makanan khususnya akan lebih cepat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Menurut informasi Badan Pusat Statistik (2010) pertambahan penduduk Indonesia rata-rata 1,25% per tahun, jumlah penduduk yang tercatat di badan pusat statistik tahun 2000 yaitu 206.264.595 jiwa dan tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah harus diimbangi dengan peningkatan ketahanan pangan berupa kebutuhan protein hewani dengan cara pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan.

Pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan, tidak hanya berbicara tentang perkembangan mengenai sisi pasok tetapi juga mengedepankan aspek permintaan yang terkait pola konsumsi. Bibit sapi yang berpotensi yaitu Simmental, Limousin dan Fries Holstein (FH) karena memiliki pertumbuhan bobot badan harian yang tinggi dan dapat beradaptasi dengan baik.

Berdasarkan road map pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014, ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan dari impor sapi bakalan (sapi potong dan sapi perah) sebesar 46,6 ribu ton (10%) (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Said (2011) menyatakan sampai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi bakalan dan daging sapi sekitar 30% dari kebutuhan, oleh sebab itu untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak salah satu cara dapat dilakukan aplikasi teknologi reproduksi inseminasi buatan (IB).

Inseminasi Buatan merupakan cara yang lebih efisien dan efektif dalam

penggunaan semen pejantan untuk membuahi sapi, sehingga dapat meningkatkan dan

memperbaiki populasi sapi di Indonesia. Salah satu kelebihan program IB adalah

daya guna seekor pejantan yang genetiknya unggul dapat dimanfaatkan semaksimal

mungkin, namun IB juga memiliki kekurangan yaitu diperlukan pelaksana yang

terlatih baik dan terampil untuk melaksanakan penampungan, penilaian,

pengenceran, pembekuan semen dan inseminasi. Inseminasi dapat dilakukan dengan

(13)

menggunakan semen beku. Semen beku atau frozen semen adalah semen yang disimpan pada suhu di bawah titik beku (-79 °C sampai -196 °C). Untuk mengatasi ketergantungan pada semen beku impor, tahun 1976 didirikan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang (Jawa Barat) dan BIB Singosari, kedua BIB tersebut merupakan BIB nasional yang melayani kebutuhan semen beku di Indonesia.

Balai Inseminasi Buatan Lembang bergerak dalam usaha memproduksi semen beku bibit unggul. Semen beku memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, namun memiliki kelemahan yaitu kualitas semen dapat menurun setelah semen diencerkan, dikarenakan selama proses pembekuan spermatozoa melewati berbagai suhu ekstrim yang dapat menurunkan kualitas semen (Nebel, 2007). Menurut Srianto et al. (2009) volume semen, konsentrasi dan motilitas spermartozoa yang dihasilkan oleh setiap sapi pejantan yang digunakan untuk proses produksi semen beku berbeda. Selain kualitas semen segar, bangsa sapi juga berpengaruh terhadap kualitas semen beku yang dihasilkan, hal ini terbukti dari perbedaan nilai recovery rate (Garner dan Hafez, 2000).

Recovery Rate adalah kemampuan pemulihan spermatozoa setelah pembekuan dengan cara membandingkan persentase motilitas spermatozoa pada semen segar dengan post thawing motility. Penilaian Recovery Rate (RR) pada semen beku sapi Simmental, Limousin dan FH sangat dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan spermatozoa dari masing-masing bangsa terhadap proses pembekuan (freezability). Tingkat keberhasilan IB yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi, sehingga dapat memenuhi permintaan kebutuhan protein hewani di Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan penurunan

kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental, Limousin dan FH di Balai

Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi

Sapi adalah hewan sosial yang hidupnya berkelompok (Bouissou dan Boissy 2005), sedangkan bangsa sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Bangsa Taurus (Simmental, Limousin dan FH) memiliki karakteristik performans yang berbeda sesuai dengan genetiknya (Kuswahyuni, 2008). Karakteristik tersebut dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Seluruh sapi berpotensi dijadikan sebagai ternak bibit yang didasarkan pada berbagai faktor.

Sapi asli Indonesia yang meliputi sapi Bali, sapi Madura, sapi Pesisir, sapi Aceh dan sapi Hissar, sedangkan kelompok sapi persilangan yaitu bangsa sapi impor yang meliputi sapi Simmental, sapi Limousin, sapi Angus, sapi Brahman dan sapi Brangus. Keunggulan yang dimiliki oleh sapi Indonesia pada umumnya adalah daya adaptasi dan tingkat kesuburan tinggi, persentase karkas lebih tinggi, dapat digunakan sebagai tenaga kerja dan daya tahan terhadap caplak. Karmita et al.

(2001) menyatakan khususnya sapi Bali memiliki potensi ekonomi yang tinggi dibandingkan sapi Indonesia lainnya. Adapun sapi persilangan biasanya unggul dalam hal pertumbuhan bobot badan yang tinggi dan mempunyai kualitas daging lebih baik.

Sapi merupakan ternak potensial untuk memenuhi kebutuhan daging dan susu

di Indonesia. Prajogo et al. (2002) menyatakan ternak sapi perah yang potensial di

Indonesia adalah sapi FH, sedangkan ternak sapi potong yang potensial adalah sapi

Limousin dan Simmental. Program peningkatan populasi sapi potong dapat

dilakukan melalui pengendalian pemotongan ternak sapi produktif, pengendalian

penyakit reproduksi dan penyediaan bibit ternak sapi bermutu (Sodiq, 2006). Faktor

yang menentukan efisiensi maksimum produksi susu sapi perah adalah berapa

banyak liter susu yang diproduksi per hari sepanjang hidupnya, sedangkan untuk sapi

tipe pedaging faktor yang menentukan adalah kecepatan tumbuh setiap hari dan dari

bagian karkas yang dapat dimakan (Philips, 2001).

(15)

Sapi Fries Holstein

Sapi FH merupakan sapi tipe perah yang banyak terdapat di Indonesia. Sapi perah ini berasal dari daerah subtropis provinsi Belanda Utara dan daerah Friesland Barat (Philips, 2001). Sapi ini dikembangkan dari nenek moyang sapi liar Bos (Taurus) Typicus Primigineus. Sapi FH mempunyai ciri-ciri kepala panjangnya sedang, mulut lebar dengan hidung terbuka lebar, rahang kuat, dahi lebar, leher panjang dan warna tubuh belang hitam putih. Hasil penelitian di Thailand, yang juga negara tropis menunjukan bahwa sapi-sapi perah subtropis dapat beraklimatisasi dengan baik pada suhu dibawah 18 ºC dan kelembaban di atas 55% (Siregar, 2003).

Sapi FH dapat dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan dimana bobot badannya mencapai sekitar 400 kg, dan lama bunting sapi FH umumnya 9 bulan (Oklahoma State University, 2000).

Populasi sapi perah di Indonesia menunjukan perkembangan, selama kurun waktu 1970 hingga 2009 dari 52.000 ekor menjadi 500.000 ekor. Tahun 1994 produksi susu tercatat 426.727 ton dan meningkat menjadi 750.000 ton pada tahun 2009 (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2009). Philips (2001) menyatakan FH adalah sapi yang intensif dalam system produksi susu di dunia, di Inggris 90% produsen susu menggunakan sapi ini karena produksi susu sapi perah ini dapat mencapai 7342 kg/tahun (Talib et al., 2003). Faktor yang menyebabkan belum terpenuhinya kriteria mutu susu segar di Indonesia adalah kebutuhan jumlah dan jenis pakan yang tidak terpenuhi, penerapan sanitasi dan higiene yang tidak benar dalam proses pemeliharaan, pemerahan serta kebersihan kandang yang kurang memadai (Mirdhayati et al., 2008). Imbangan rumput lapangan dan konsentrat 70 : 30 merupakan ransum terbaik bila ditujukan untuk meningkatkan kadar lemak susu, kadar protein dan bahan kering tanpa lemak (Suherman, 2005).

Sapi Simmental

Sapi Simmental adalah bangsa Bos Taurus berasal dari lembah Simme di

Swiss, sapi ini sudah banyak menyebar di daerah Eropa Tengah dan Eropa Timur

(Philips, 2001). Setengah dari ternak di Swiss berasal dari sapi Simmental dan

merupakan jenis ternak sapi yang paling populer di Eropa. Sapi Simmental memiliki

wajah putih dengan tubuh gelap, memiliki tubuh yang besar (sapi jantan dewasa

bobot badannya dari 1.043-1.179 kg, sedangkan sapi betina dewasa bobot badannya

(16)

sekitar 658-816 kg) dan dapat beradaptasi dalam berbagai iklim. Simmental memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, sekitar 3 pon (1,4 kg) per hari (Gillespie dan Flanders, 2009). Sapi ini bukan hanya sapi dwiguna, tetapi triguna karena dapat berfungsi sebagai sapi pekerja, meskipun Simmental digolongkan dalam tipe triguna, tetapi pemanfaatan sapi ini umumnya sebagai ternak pedaging karena memiliki pertumbuhan otot yang sangat baik, menghasilkan karkas yang tinggi dan sedikit lemak (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2006).

Sapi Limousin

Sapi Limousin berasal dari Perancis keturunan dari Bos Taurus. Sapi Limousin memiliki bulu warna mulai dari kuning sampai merah keemasan dan tanduknya berwarna cerah dengan tanduk jantan tumbuh keluar dan melengkung.

Kepala Limousin adalah kecil dan pendek dengan dahi yang lebar dan leher yang pendek. Sapi jantan dewasa bobot badan 907-998 kg dan bobot badan sapi betina dewasa 544-635 kg. Sapi Limousin dikenal untuk efektivitas mereka dalam efisiensi pakan ternak, karkas yang tinggi dan besarnya daerah loin (Gillespie dan Flanders, 2009).

Sapi potong ini termasuk jenis yang berukuran tubuh besar, bentuk tubuh panjang, mempunyai perototan bagus dan kandungan lemaknya sedikit, menghasilkan 63% daging dengan tekstur yang baik, 16% lemak dan 21% tulang dari bobot karkas, sedangkan pada sapi jenis lain daging yang dihasilkan 43%, lemak 44% dan tulang 13%. Secara genetik Limousin merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi diluar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur (Gillespie dan Flanders, 2009).

Inseminasi Buatan

Aplikasi teknologi IB menggunakan semen beku telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1972 menggunakan semen beku hasil impor. Produksi semen beku di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1976 di BIB Lembang (Jawa Barat) dan dilanjutkan di Singosari (JawaTimur) pada tahun 1982 (Feradis, 2010a).

Beberapa keuntungan dari teknik IB menurut Ball dan Peters (2004) adalah :

(17)

a. Mendapatkan genetik yang diinginkan jadi dapat disesuaikan dengan kebutuhan para peternak dan dapat memanfaatkan pejantan yang genetik unggul dengan semaksimal mungkin.

b. Penghematan biaya, tidak perlu memelihara pejantan yang belum tentu merupakan pejantan yang terbaik untuk diternakkan.

c. Lebih aman, penggunaan IB dapat menghindari penggunaan hanya satu pejantan dalam persilangan dengan banyak betina di dalam suatu peternakan.

d. Fleksibel, untuk mendapatkan semen dari pejantan yang berkualitas baik tidak perlu membawa pejantan ke lokasi, hanya membawa semen saja.

Semen

Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina saat kopulasi yang terdiri atas plasma semen dan spermatozoa. Semen normal akan mengandung sejumlah spermatozoa yang bergerak progresif, mati, hidup tetapi immotil atau motilitasnya lemah (Campbell et al., 2003a). Ejakulat normal semen sapi berwarna krem sampai putih, semen dengan konsentrasi yang rendah akan terlihat bening, tembus cahaya dan volume semen berkisar antara 6-8 ml (Garner dan Hafez, 2000).

Karakteristik semen sapi dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis.

Penilaian secara makroskopis meliputi warna, konsistensi, volume dan pH. Derajat keasaman (pH) normal untuk semen sapi berkisar antara 6,5-6,9. Menurut Feradis (2010b) semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental.

Campbell et al. (2003b) menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi jantan dewasa berkisar antara 800-1200 juta/ml semen. Pejantan dianggap sudah memuaskan jika memiliki konsentrasi spermatozoa >500 juta/ml dengan nilai motilitas spermatozoa sapi antara 70-80% (Garner dan Hafez, 2000).

Pengamatan mikroskopis yang harus diperhatikan adalah morfologi

(normalitas) dari spermatozoa. Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai

kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai

gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung

dari konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan massa semen yang

memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang,

kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat baik (+++), bila

(18)

terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif (Feradis, 2010b).

Jumlah volume, konsentrasi dan konsistensi dari seekor pejantan sangat bervariasi hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi masing-masing individu, seperti kualitas organ reproduksi, umur dan kondisi manajemen peternakan (Gordon, 2004). Persentase motilitas spermatozoa mempunyai korelasi dengan fertilitas, sehingga motilitas dapat menjadi parameter kualitas semen yang utama (Tappa et al., 2007). Pengujian konsentrasi spermatozoa dan morfologi spermatozoa merupakan dasar hubungan kondisi spermatozoa yang dapat menentukan tingkat abnormal dan dapat berpengaruh pada fertilitas ternak (Januskaukas dan Zilinskas, 2002).

Spermatogenesis

Spermatozoa dibentuk di dalam testes melalui proses yang disebut spermatogenesis, tetapi mengalami pematangan lebih lanjut di dalam epididimis dimana spermatozoa disimpan sampai saat ejakulasi.

Tahapan spermatogenesis meliputi:

a. pembentukan spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A b. spermiogenesis atau metamorfosis spermatozoa dari spermatid.

Spermatositogenesis dikendalikan oleh FSH dari adenohypophysa dan spermiogenesis berada di bawah pengaruh LH dan testosteron. Proses spermatogenesis pada sel-sel kelamin jantan berkembang secara progresif dan bermigrasi dari membrana basalis ke arah lumen tubuli seminiferi.

a. Fase I (15-17 hari)

Pembelahan mitosis spermatogonia tipe A menjadi dua anak sel yaitu spermatogonium dorman yang menjamin kontinuitas spermatogonia dan satu spermatogonium aktif yang membagi diri empat kali hingga akhirnya membentuk 16 spermatosit primer (2n).

b. Fase II (kurang lebih 15 hari)

Pembelahan meiosis dari spermatosit primer (2n) menjadi spermatosit sekunder (n)

c. Fase III (beberapa jam)

Pembelahan spermatosit sekunder menjadi spermatid

d. Fase IV (kurang lebih 15 hari)

(19)

Metamorfosis spermatosit menjadi spermatozoa tanpa pembelahan sel. Proses spermatogenesis disini meliputi perombakan radikal bentuk sel dimana sebagian besar sitoplasma termasuk asam ribo nukleat (ARN), air dan glikogen terlepas atau menghilang (Nuryadi, 2001).

Spermatid adalah suatu sel bundar yang relatif besar sedangkan spermatozoa merupakan suatu sel langsing memanjang yang kompak dan motil, dan terdiri dari kepala dan ekor. Aparat golgi dari spermatid membentuk tudung anterior atau akrosom spermatozoa dan mitokondria dari sitoplasma berkumpul pada ekor yang bertumbuh keluar sentriol (Feradis 2010a).

Secara teoritis pada sapi 16 spermatosit primer dan 64 spermatozoa berkembang dari spermatogonia tipe A, akan tetapi selama meiosis terjadi kehilangan sel, sekitar 25% yang ditandai oleh adanya inti-inti piknotis. Spermatozoa akhirnya dilepaskan dari sitoplasma sel-sel sertoli dan memasuki lumen tubuli seminiferi.

Kurang lebih 15 hari setelah terbentuk, spermatogonia dorman mulai membagi diri dengan cara yang sama dan proses ini berulang secara terus menerus. Fase I, II dan III disebut spermatositogenesis dan fase IV disebut spermiogenesis. Spermatozoa sapi memerlukan kira-kira 10 hari untuk melewati epididimis, karena spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 50 sampai 62 hari maka waktu yang dibutuhkan dari spermatogonia tipe A sampai spermatozoa yang diejakulasikan pada sapi kira-kira 60 sampai 70 hari (Feradis 2010a).

Spermatozoa

Spermatozoa terbagi atas kepala, akrosom dan ekor. Kepala spermatozoa umumnya berbentuk oval, datar dan inti mengandung kromatin yang kompak. Inti spermatozoa terdiri deoksiribonukleat acid (DNA) kompleks yang merupakan protein dasar disebut dengan protamines spermatozoa (Ax et al., 2000)

Bagian ujung anterior inti spermatozoa di lindungi oleh kantong membran

berlapis ganda dan tipis yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim

akrosin, hialuronidase dan enzim hidrolitik lainnya yang akan mempengaruhi proses

fertilisasi. Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher, tengah, utama dan ujung. Ekor

spermatozoa mengandung axonema yang ditutupi oleh membran plasma, dimana

axonema tersebut bertanggung jawab terhadap motilitas spermatozoa. Komponen

kimia utama dari spermatozoa adalah asam nukleat, protein dan lipid, sedangkan

(20)

unsur pokok inorganik dari spermatozoa adalah phosphor, nitrogen dan sulfur (Garner dan Hafez, 2000).

Pengencer Semen

Media yang digunakan untuk pengenceran semen tidak hanya menambah volume tetapi juga dapat mempertahankan kelangsungan dan lama hidup dari spermatozoa dalam jangka waktu tertentu. Tujuan utama pengenceran semen adalah untuk memperbanyak volume semen sehingga menambah jumlah betina yang akan dikawinkan (Campbell et al., 2003b) dan dilakukan untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimiawi spermatozoa (Nuryadi, 2001).

Bahan pengencer semen biasanya menggunakan kuning telur, karena mengandung lipoprotein dan lesitin yang berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan integritas selubung lipoprotein spermatozoa (Gordon, 2004). Aku et al. (2007) menyatakan l esitin adalah campuran phosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang meliputi Phosphatidil choline, phosphatidil anolamin dan phosphatidil inositol yang merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman.

Zat pelindung yang sering digunakan untuk mempertahankan spermatozoa dalam jangka waktu yang lama dan mencegah spermatozoa dari pengaruh buruk pembekuan semen disebut dengan agen krioprotektan. Salah satu krioprotektan yang sering ditambahkan dalam pengencer semen adalah gliserol. Penambahan gliserol ke dalam pengencer bergantung pada jenis pengencer, metode pembekuan dan spesies hewan yang digunakan (Garner dan Hafez, 2000). Penambahan gliserol dapat mencegah pembentukan kristal es besar, pembentukan kristal es dapat merusak organel sel secara mekanis misalnya jika lisosom pecah akan mengeluarkan asam hidrolase yang dapat mencerna bagian lain dari sel, jika mitokondria rusak maka rantai oksidasi akan terputus (Gordon, 2004).

Semen Beku

Nebel (2007), menyebutkan semen beku atau frozen semen adalah semen

yang disimpan pada suhu di bawah titik beku suhu (-79 °C sampai -196 °C). Salah

satu kerusakan pada spermatozoa selama proses kriopreservasi sampai pencairan

kembali adalah peroksidasi lipid (Waluyo, 2006). Pembekuan semen (kriopreservasi)

merupakan usaha untuk menjamin daya tahan spermatozoa dalam waktu yang lama

(21)

melalui proses pengolahan, pengawetan dan penyimpanan semen sehingga dapat digunakan pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan.

Pembekuan adalah suatu fenomena pengeringan fisik, pada pembekuan semen terbentuk kristal-kristal es, terjadi penumpukan elektrolit dan bahan terlarut lainnya di dalam larutan atau di dalam sel. Pada umumnya masalah pengawetan semen berkisar pada dua hal, yaitu pengaruh cold shock terhadap sel yang dibekukan dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es. Kedua masalah tersebut akan menyebabkan kerusakan pada spermatozoa. Menurut Gao dan Crister (2000), kerusakan sel selama proses pembekuan terjadi pada saat sel yang tersuspensi didinginkan hingga mencapai suhu -15 °C, kristal es mulai terbentuk di ruang ekstraseluler sedangkan sel itu sendiri tidak ikut membeku, hal ini disebabkan karena membran plasma menahan perkembangan kristal es di dalam sitoplasma sel. Air yang terdapat di dalam sel kemudian berdifusi keluar karena meningkatnya konsentrasi cairan ekstraseluler yang disebabkan oleh membekunya sebagian besar air yang ada di ruang ekstraseluler.

Komposisi dasar sebagai krioprotektan untuk air mani beku adalah: a)

substansi non-ionik dan ion mempertahankan osmolaritas dan menyediakan kapasitas

buffer, b) sumber lipoprotein untuk mencegah kejutan dingin, seperti kuning telur,

susu atau kedelai (lesitin), c) glukosa atau fruktosa aditif sebagai sumber energi

(Gordon, 2004).

(22)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi semen November-Desember 2010.

Materi

Sapi-sapi pejantan yang digunakan sudah diseleksi dan mempunyai kualitas unggul. Jumlah sapi yang digunakan adalah 24 sapi jantan yang terdiri atas 8 ekor sapi Simmental, 8 ekor sapi Limousin dan 8 ekor sapi FH berumur sekitar 4 tahun, dengan kisaran bobot badan sapi FH 800±43,4 kg; Limousin 850±40,38 kg dan Simmental 900±50,85 kg. Materi yang diperoleh pada penelitian ini berupa data semen segar yaitu warna, volume, konsistensi, konsentrasi, pH, gerakan massa, motilitas, before freezing, post thawing motility dan longivitas.

Prosedur Data yang ditabulasikan adalah :

1. Semen segar (warna, volume, konsistensi, pH, gerakan massa, motilitas spermatozoa)

2. Before freezing

3. Post thawing motility (PTM) 4. Recovery rate

5. Longivitas (water incubator test)

1. Pemeriksaan Molitilitas Spermatozoa Semen Segar a. Secara Makroskopis

Melihat dan mencatat:

- Volume

- Warna dengan kriteria penilaian (susu, krem, kuning)

- Konsistensi dengan kriteria penilaian (encer, sedang, kental) - Pemeriksaan pH dengan cara :

a. Nyalakan pH meter

b. Cuci elektroda dengan aquabidest lalu keringkan

(23)

c. Kalibrasi pH meter dengan merendam elektroda pada larutan pH 4, pH 7, dan pH 9 lalu tekan tanda “ cal “. Sebelum dan sesudahnya elektroda harus dalam keadaan bersih

d. Standar deviasi kalibrasi sekitar 0,02 e. kalibrasi berhenti sampai keluar tanda A f. pH meter siap digunakan

g. Celupkan elektroda pada semen yang akan diuji lalu tekan “ read”

tunggu sampai keluar tanda A h. Baca nilai pH

I. Matikan pH meter

J. Masukkan elektroda yang sudah bersih pada karet pelindung yang telah berisa KCL 3 mol/1.

b. Secara Mikroskopis (Gerakan massa)

- Menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 4x10 - Memasang kabel fiting ke stop kontak

- Menyiapkan air hangat dalam beaker glass, stick glass, object glass, cover glass dan tisu

- Meletakan object glass, cover glass diatas warmer slide dan meneteskan semen yang diperiksa dengan menggunakan stick glass

- Melihat dibawah mikroskop sambil mengatur jarak lensa dengan objek yang dilihat sehingga terlihat gerakan massa semen, dengan penilaian sebagai berikut:

0 : Tidak ada gerakan spermatozoa maupun gerakan massa spermatozoa + : Gerakan massa spermatozoa lemah berupa gelombang-gelombang

tipis dan jarang

++ : Gerakan massa spermatozoa berupa gelombang-gelombang tebal, gelap dan cepat

+++ : Gerakan massa spermatozoa berupa gelombang-gelombang tebal, gelap dan sangat cepat

Semen segar yang layak diproses adalah semen dengan nilai gerakan

massa minimal (++) dan Motilitas spermatozoa minimal 70 %.

(24)

Pemeriksaan Konsentrasi - Menggunakan spektrofotometer

- Semen diambil dengan pipet scoret sebanyak 0,05 ml dimasukkan ke dalam larutan NaCl 2% 9,95 ml lalu dicampur

- campuran semen dimasukkan ke dalam tabung spektrofotometer yang terlebih dahulu sudah distandarkan dengan NaCl 2 %, lalu jarum petunjuk menunjukkan angka yang kemudian harus dikonversikan pada tabel konsentrasi spermatozoa.

Pembuatan bahan pengencer a. Bahan dan peralatan

- Susu skim - Aquabidest - Antibiotika - Kuning telur - Glukosa - gliserol - measuring cylinder - pompa penghisap - pipet

- beaker glass - tisu - pinset

- filter paper - timbangan analitik - elektrothermal - stick glass

- glass - thermometer

b. prosedur

- membuat buffer untuk 1000 cc : susu skim 100 g dan aquabidest 960 cc buffer dipanaskan sampai suhu 90

o

C lalu didiamkan selama 12 menit dan disaring, setelah dingin disimpan di dalam refrigerator

- setelah dingin ditambahkan antibiotika dengan perbandingan 100:1 antibiotika yang digunakan adalah penicillin 3 juta IU dan Streptomycin 3 gram di campur lalu ditambahkan aquabidest sampai volumenya 30 cc A. membuat bahan pengencer part A (untuk 1000 cc): buffer antibiotika 950 cc

ditambahkan kuning telur 50 cc

B. membuat bahan pengencer part B (untuk 1000 cc)

buffer antibiotika : 770 cc ditambahkan gliserol : 160 cc, kuning telur : 50 cc

dan glukosa : 20 gr masing-masing dihomogenkan.

(25)

Proses Pengenceran

A. Bahan dan Peralatan

- Incubator - Cool top - Beaker glass

- Timer - Bahan pengencer A dan B

- Measuring cylinder - Label - Air Hangat Cara kerja

- Semen yang akan diproses dicampur dengan part A yang telah disimpan di dalam incubator (dalam water jacket) suhu 37

o

C dan diberi label (nomor bull), kemudian disimpan dalam cool top yang bersuhu 4

o

C selama 35 menit, setelah 35 menit water jacket dilepaskan.

- 50 menit kemudian dilakukan dengan part A yang telah disiapkan sebelumnya di dalam cool top

- Pencampuran part B dilakukan sebanyak 4 kali setiap 15 menit di dalam cool top (proses glycerolisasi)

- Pencampuran ini akan diikuti dengan proses pengisian/filling dan sealing ke dalam straw yang telah diberi label, pelaksanaan ini dilakukan 2,5 jam setelah pencampuran dengan part B terakhir

Proses Pembekuan Cara kerja :

Straw yang sudah berisi semen disusun di rak pembekuan dan hitung jumlahnya, kemudian dibekukan diatas permukaan uap N

2

cair di dalam storage container dengan temperatur -110 °C sampai dengan -120 °C selama 5 menit. Setelah 5 menit straw dimasukkan ke dalam goblet dengan kapasitas disesuaikan dengan jumlah straw, lalu disimpan di dalam container yang terendam N

2

cair dengan temperatur -196 °C.

Penyimpanan Semen Beku Cara Kerja :

a. Semen beku disimpan pada storage container yang di dalamnya terdapat

beberapa canister, dimana setiap canister terdapat 2 - 3 goblet dan setiap

goblet dapat berisi 550 - 750 dosis. Setiap storage container dapat

(26)

menyimpan sekitar 150,000 - 350,000 dosis mini straw dalam rendaman 210 - 800 liter nitrogen cair

b. Untuk menjaga volume N

2

yang hilang karena penguapan, maka setiap hari ditambahkan 30 liter N

2

untuk setiap storage container

Pengujian Before freezing

Setelah equilibrasi dalam cool top, sebelum dibekukan sample straw dievaluasi motilitasnya. Straw dihangatkan kemudian digunting dikedua sumbatnya dan semen dikeluarkan ke dalam tabung tes 1 tetes semen di simpan kedalam object glass kemudian ditutup dengan cover glass dan dilihat dibawah mikroskop pembesaran 400 X

Pengujian Post Thawing Motility

a. Meyiapkan tabung tes dan simpan di dalam dry/water incubator dengan temperatur 37 °C.

b. Ambil 2 dosis straw semen beku, thawing pada air hangat dengan temperatur 37 °C selama 15 detik, keringkan dengan kertas tisu kemudian potong kedua ujung straw dengan gunting straw.

c. Meneteskan semen yang telah cair ke dalam tabung yang telah disiapkan, ditutup dengan penutup karet dan telah diberi nomor.

d. Dengan menggunakan stick glass homogenkan kemudian teteskan semen ke atas object glass yang telah disiapkan di atas warmer stage lalu ditutup dengan cover glass.

e. Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40

f. Persentase spermatozoa yang motil progresif dinilai dari lima lapang pandang penilaian antara 0 -100 %.

g. Melihat gerakan individu spermatozoa, dengan nilai sebagai berikut : 0 : Tidak ada gerakan individu spermatozoa

1 : Gerakan individu spermatozoa lambat

2 : Gerakan indivdu spermatozoa sedang

3 : Gerakan individu spermatozoa cepat

4 : Gerakan individu spermatozoa sangat cepat

(27)

Longivitas (Water Incubator Test)

a. Setelah 4 jam ambil tabung dari dalam water/dry incubator dan buka sumbatnya

b. Dengan menggunakan stick glass homogenkan kemudian teteskan semen ke atas object glass yang telah disiapkan diatas warmer stage lalu tutup dengan cover glass

c. Melihat gerakan individu spermatozoa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10 dan menentukan motilitasnya dan gerakan individu spermatozoa. Standar minimal 5-10 % gerakan individu 1.

Recovery Rate (RR)

Motilitas spermatozoa setelah thawing

RR = x 100%

Motilitas spermatozoa pada semen segar (

Garner dan Hafez, 2000)

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan (bangsa sapi yang berbeda) dan empat kali ulangan pada masing-masing bangsa sapi. Seluruh data yang diproleh diolah menggunakan software Statistix 8, data disajikan dalam bentuk rataan dan simpangan baku. Pengaruh perlakuan yang nyata pada penelitian ini dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu uji Tukey (Steel dan Torrie, 1991).

Model matematisnya adalah:

Keterangan:

Yij = Nilai motilitas spermatozoa dari sapi ke-i yang mendapat nilai perlakuan ke-j

µ = Nilai rata-rata umum P

i

= Pengaruh perlakuan ke-i

ℇij = Pengaruh galat percobaan pada sapi ke-i yang mendapat perlakuan ke-j

Yij = µ+P

i

+ℇ

ij

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a) semen adalah sekresi kelamin pejantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat ditampung untuk keperluan IB. Pemeriksaan semen dapat memberikan informasi tentang kesuburan pejantan dan indikatornya adalah meningkatnya angka konsepsi dari betina yang dikawinkan atau diinseminasikan dengan semen pejantan, sehingga bertambahnya jumlah populasi ternak.

Evaluasi Semen Segar

Semen segar sapi yang telah ditampung harus dilakukan evaluasi. Tujuan evaluasi semen adalah untuk mengetahui kelayakan semen untuk diproses lebih lanjut, menentukan volume pengencer yang harus ditambahkan dan untuk mengetahui jumlah straw yang dapat dihasilkan dalam proses pembekuan semen (Feradis, 2010a). Pemeriksaan semen segar meliputi makroskopis dan mikroskopis.

Hasil evaluasi semen secara makroskopis meliputi warna, volume (ml), konsistensi dan pH, sedangkan mikroskopis adalah gerakan massa, motilitas (%) dan konsentrasi (jt/ml). Data nilai motilitas semen segar yang diperoleh selama penelitian dari sapi Limousin, Simmental dan FH disajikan pada Tabel 1.

Menurut Ax et al., (2000) ejakulat normal semen sapi berwarna krem susu sampai putih susu, semen dengan konsentrasi yang rendah akan terlihat bening dan tembus cahaya. Semen sapi bisa saja berwarna kuning disebabkan banyaknya pigmen riboflavin dan pigmen ini tidak mempengaruhi kesuburan. Pengamatan warna semen yang diperoleh dari sapi Limousin, Simmental dan FH yaitu putih susu.

Volume semen merupakan jumlah semen setiap ejakulasi. Hasil penelitian

menunjukkan kualitas semen secara makroskopis cukup bagus dengan volume semen

berkisar antara 6-8 ml hasil volume semen yang didapatkan masih dalam kisaran

normal karena hasil yang diperoleh sesuai dengan pendapat Garner dan Hafez (2000)

volume semen sapi setiap satu kali ejakulasi berkisar antara 5-8 ml. Volume rendah

tidak merugikan tetapi apabila disertai konsentrasi yang rendah akan membatasi

jumlah spermatozoa yang tersedia. Peningkatan frekuensi ejakulasi selain

(29)

menurunkan jumlah volume semen juga akan menurunkan jumlah spermatozoa (Ball dan Peters, 2004).

Tabel 1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan Fries Holstein

Karakteristik

Bangsa Sapi

Limmousin Simmental Fries Holstein

Makroskopis

Warna Putih susu Putih susu Putih susu

Volume (ml) 7,1±2,4 6,8±1,1 8,8±2,3

Konsistensi Sedang Sedang Sedang

pH 6,50±0,2 6,51±0,2 6,9±0,1

Mikroskopis

Gerakan massa ++ ++ ++

Motilitas (%) 75,3±6,4 80,16±7,8 73,2±5,01

Konsentrasi (jt/ml) 1721,20±332,60 1899,3±254,8 1561,8±312,5

Keterangan : (-) = Buruk (+) = Sedang (++) = Baik (+++) = Sangat Baik

Konsistensi atau derajat kekentalan semen sapi dari ketiga bangsa adalah konsistensi sedang, semen sapi yang normal memiliki konsistensi dari sedang sampai kental. Konsistensi semen mempunyai korelasi dengan warna, misalnya semen yang berwarna krem biasanya konsistensinya pekat atau kental, sedangkan yang warnanya jernih atau terang biasanya konsistensinya encer (Feradis, 2010a).

Rata-rata pH (derajat keasaman) semen ketiga bangsa sapi yang diperoleh selama penelitian adalah (6,49-6,54). Nilai ini termasuk normal karena kisaran pH semen sapi adalah 6,4-7,8 (Garner dan Hafez, 2000). Derajat keasaman memegang peran yang sangat penting karena mempengaruhi viabilitas spermatozoa.

Ketiga bangsa sapi menunjukkan gerakkan masa spermatozoa yang normal

yaitu positif 2 dengan skala 0-3, sesuai dengan pernyataan (Feradis, 2010b). Nilai ini

termasuk cukup baik mengingat pada semen sapi kisaran normal gerakan massa

adalah ++ sampai dengan +++ (Campbel et al., 2003a). Spermatozoa dalam suatu

kelompok mempunyai kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah

yang menyerupai gelombang-gelombang yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau

lamban tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya. Gerakan

massa semen yang memiliki kualitas baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang

kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban, sedangkan kualitas yang sangat

(30)

baik (+++), bila terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif (Feradis, 2010b).

Nilai motilitas spermatozoa semen segar sapi Simmental adalah 80,16±7,80%, nilai ini lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan Limousin dan FH masing-masing hanya 75,3±6,4 dan 73,2±5,01%. Nilai motilitas spermatozoa dari ketiga breed tersebut termasuk normal, karena menurut Bearden et al. (2004) nilai motilitas semen sapi antara 70 sampai 80%. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai motilitas spermatozoa seperti perbedaan antar bangsa, umur, kematangan spermatozoa dan plasma semen (Garner dan Hafez, 2000).

Konsentrasi adalah jumlah sel spermatozoa per milliliter semen. Hasil pengamatan menunjukkan konsentrasi spermatozoa semen segar yang diperoleh dari ketiga bangsa sapi tersebut adalah 1561,87 sampai dengan 1899,3 juta/ml.

Konsentrasi spermatozoa ketiga sapi tersebut sangat tinggi, mengingat bahwa konsentrasi spermatozoa pada sapi jantan dewasa berkisar antara 800-1200 juta/ml semen (Campbel et al., 2003b). Hal ini disebabkan karena sapi-sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah milik Balai IB yang merupakan hasil seleksi yang sudah teruji kualitasnya dan dipelihara dengan manajemen yang baik. Jumlah spermatozoa per unit volume penting untuk mengetahui jumlah bahan pengencer yang ditambahkan dan berapa jumlah betina yang dapat diinseminasikan (Campbel et al., 2003b). Tingginya konsentrasi spermatozoa tampak pada warna semen tersebut, semakin pekat warna semen maka semakin tinggi pula konsentrasinya dan begitu pula sebaliknya (Feradis, 2010a).

Gordon (2004) menyatakan bahwa warna, jumlah volume, konsentrasi,

konsistensi, gerakan massa, pH dan motilitas spermatozoa semen segar dari seekor

pejantan sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi

masing-masing individu, seperti kualitas organ reproduksi, umur ternak, kondisi

manajemen peternakan, jenis pakan yang diberikan dan bangsa sapi. Hasil

pemeriksaan menunjukan bahwa semen yang diperoleh selama penelitian dari sapi

Limousin, Simmental dan FH berada pada kisaran normal dan dapat dikategorikan

semen yang berkualitas baik sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi semen

beku.

(31)

Motilitas Spermatozoa Semen Segar, Before Freezing, Post Thawing Motility, Longivitas dan Recovery Rate

Pemeriksaan motilitas spermatozoa semen segar dilakukan untuk dapat diproses lebih lanjut yang digunakan sebagai produksi semen beku. Equilibrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh spermatozoa untuk menyesuaikan diri sebelun dilakukan pembekuan dilakukan dengan cara menempatkan straw pada temperatur 5

o

C selama empat jam. Berdasarkan hasil penelitian, nilai motilitas spermatozoa setelah before freezing pada Tabel 2 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa sapi Simmental lebih tinggi yaitu 65,16±5,53% dibandingkan sapi Limmousin dan FH dengan nilai motilitas spermatozoa masing-masing adalah 63,44±3,22 dan 63,12±3,53%.

Post thawing motility (PTM) yaitu pengujian motilitas spermatozoa setelah dibekukan dengan cara melakukan thawing semen beku pada air hangat dengan temperatur 37 °C selama 30 detik. Motilitas spermatozoa PTM pada ketiga bangsa sapi tersebut ternyata tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) dengan nilai PTM masing-masing adalah Limousin 44,06±3,46; Simmental 44,69±2,98 dan FH 42,97±2,80%.

Tabel 2. Nilai Motilitas Spermatozoa pada Berbagai Tahapan Pembekuan

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)

Recovery rate (RR) adalah kemampuan pemulihan spermatozoa setelah pembekuan dengan membandingkan motilitas spermatozoa semen segar dengan motilitas spermatozoa setelah thawing (Hafez, 2000). Hasil penelitian ini juga tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05) dengan nilai RR untuk masing-masing sapi Limousin, Simmental dan FH yaitu 58,87±6,37; 56,27±7,08 dan 58,87±5,31%.

Perlakuan

Peubah

Limousin Simmental Fries Holstein ---%--- Semen segar 75,31±6,47

b

80,16±7,80

a

73,29±5,01

b Before Freezing

63,44±3,22

b

65,16±5,53

a

63,12±3,53

b Post Thawing Motility

44,06±3,46 44,69±2,98 42,97±2,80

Recovery Rate

58,87±6,37 56,27±7,08 58,87±5,31

Longivitas 13,91±5,34 13,91±4,35 14,06±5,60

(32)

Longivitas adalah kemampuan spermatozoa bertahan hidup pada temperatur tertentu (Hafez, 2000). Pengujian longivitas di BIB Lembang menggunakan teknik water incubator test. Hasil penelitian juga tidak menunjukan perbedaan longivitas (P>0,05) antara spermatozoa sapi Limousin, Simmental dan FH dengan nilai masing- masing 13,91±5,34; 13,91±4,35 dan 14,06±5,60%.

Agar penggunaan pejantan yang bebas penyakit dan bermutu genetik tinggi secara maksimal dapat tercapai dalam program IB, maka daya fertilisasi optimum spermatozoa harus diawetkan untuk beberapa lama setelah penampungan. Untuk itu harus dicampur dengan larutan pengencer yang menjamin kebutuhan fisik dan kimiawinya dan disimpan pada suhu dan kondisi tertentu yang mempertahankan kehidupan spermatozoa selama waktu yang diinginkan untuk dipakai sesuai dengan kebutuhan.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan sel selama proses pembekuan dan thawing seperti pengaruh peroksidasi lipid pada spermatozoa sehingga dapat menurunkan daya hidup (Bearden et al., 2004). Hafez (2000) menyebutkan untuk menghasilkan semen beku yang berkualitas tinggi, baik dan terjamin kualitasnya untuk semen yang akan diinseminasikan maka dibutuhkan bahan pengencer semen yang mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama proses pembekuan maupun pada saat pengenceran, karena itu bahan pengencer semen beku harus mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pembekuan dan thawing. Beberapa karbohidrat yang sederhana seperti glukosa, dapat dipakai sebagai sumber energi bagi spermatozoa. Kuning telur dan air susu yang mengandung lipoprotein dan lesitin berfungsi melindungi spermatozoa dari cold shock. Berbagai bahan penyanggah dapat dipakai untuk mempertahankan pH semen, yaitu sitrat, phosfat dan tris. Penisilin dan streptomisin ditambahkan dalam pengencer semen untuk penghambat pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan untuk proses pembekuan perlu ditambahkan gliserol untuk melindungi spermatozoa terhadap efek letal pembekuan (Feradis, 2010a).

Hasil dari analisis statistik sapi Simmental memiliki nilai motilitas

spermatozoa semen segar dan before freezing nyata lebih tinggi daripada sapi

Limousin dan FH. Hal ini menunjukan bahwa bangsa yang berbeda akan

(33)

mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan, hasil yang didapat sesuai dengan pernyataan Garner dan Hafez (2000) perbedaan antar bangsa juga mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan dan Srianto et al. (2009) menyebutkan bahwa jumlah volume, konsentrasi dan motilitas spermatozoa yang dihasilkan oleh tiap-tiap sapi pejantan yang digunakan untuk proses produksi semen beku berbeda. Perbedaan ini bisa saja disebabkan oleh genetik bangsa sapi Simmental yang lebih baik.

Motilitas spermatozoa setelah thawing, recovery rate dan longivitas pada ketiga bangsa sapi tersebut tidak menunjukan perbedaan (P>0,05) diduga karena jenis pengencer yang digunakan dan pemberian pakan yang diberikan sama untuk ketiga jenis tersebut sama, hasil yang didapat dari penelitian ini berbeda dari hasil penelitian Arifiantini et al. (2005) motilitas spermatozoa setelah thawing pada sapi FH dengan menggunakan pengencer tris, asam sitrat, laktosa dan raffinosa yaitu 52,09±7,07%, sedangkan pada penelitian ini menggunakan susu skim dan glukosa, seperti yang dinyatakan Paulenz et al. (2002) bahwa jenis pengencer semen sangat bervariasi dan masing-masing memiliki keistimewaan. Kemungkinan lain juga dapat dikarenakan pengujian lama waktu longivitas yang sama yaitu 4 jam pada suhu 37

o

C, sedangkan pada penelitian Arifiantini et al. (2005) diuji cobakan lama waktu longivitas dari 0 jam sampai 9 jam dengan menggunakan pengencer yang mengandung kacang kedelai pada pengamatan jam ke 4 yaitu 20,81±17,68% dan yang menggunakan pengencer Tris Raffinose yaitu 10,09±7,07%; sedangkan yang menggunakan pengencer Tris Fruktosa memiliki nilai longivitas 10,61±8,49%.

Recovery rate yang menggunakan pengencer kacang kedelai 69,56±11,32%

tris raffinose 63,48±9,25%, sedangkan tris fruktosa 59,40±1l,24%. Hasil penelitian

yang dibandingkan dengan penelitian Arifiantini et al. (2004) dengan menggunakan

pengencer berbeda dan pengamatan lama waktu longivitas yang berbeda sangat

berpengaruh terhadap kualitas semen yang diencerkan.

(34)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Motilitas spermatozoa semen segar dan before freezing sapi Simmental lebih tinggi daripada sapi Limousin dan FH, tidak ada perbedaan post thawing motility, recovery rate dan longivitas spermatozoa pada ketiga bangsa tersebut.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh masing-masing

individu ternak untuk dapat melihat dan menseleksi lebih lanjut kualitas semen dari

masing-masing ternak.

(35)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Hj. Komariah, M.Si dan Ibu Prof. Dr. Dra.

R. Iis Arifiantini, M.Si yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan curahan tenaga, pikiran serta waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih pula penulis haturkan kepada dosen penguji skripsi Bapak Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M. Agr.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. atas saran yang telah diberikan guna memperbaiki skripsi ini.

Terima kasih kepada Balai Inseminasi Buatan Lembang yang telah membantu

pelaksanaan penelitian, serta Ibu Dr. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA selaku

dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi pengarahan mulai tingkat

awal hingga akhir. Ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga khusus

dipersembahkan kepada kedua orang tua, yaitu Ibu Wiwit Widya Wati dan Bapak

Adil Nugraha tercinta yang selalu membimbing dan memberikan semangat pada

setiap langkah hidup. Terima kasih kepada teman-teman IPTP 44, Papa Rabbits (Ari

pradana, Fariz kurniawan, Gilang surya pratama), Pondok Playboy (Tantri, Rama,

Gery, Yafet, Suherman, Hendra, Mufit, fauzi, Joko dan Rori), Bandhitos (mas Arif,

mas Darwis, Pak Ichan, Ihsan, Andre, Damar, Ronald, Radi), Ari wibowo, pacar

tercinta Resty Fauziah Arnes dan kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, semoga Allah SWT membalasnya. Tidak lupa penulis memohon maaf yang

setulusnya atas semua kesalahan selama menyelesaikan studi sarjana. Semoga skripsi

ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Aku, S. A., N. Sandiah, P. D. Sadsoeitoeboenz, M. R. Amin, & Herdis. 2007. Manfaat lesitin nabati pada preservasi dan kriopreservasi semen: suatu kajian pustaka.

Anim. Prod. 9: 49-52.

Arifiantini, I., T. L. Yusuf, & D. Yanti. 2004. Kaji banding penurunan kualitas semen beku sapi Fries Holstein menggunakan pengencer dari berbagai Balai Inseminasi Buatan di lndonesia. Anim. Prod. 7: 168-176.

Arifiantini, I., T. L. Yusuf, & N. Graha. 2005. Longivitas dan recovery rate pasca thawing semen beku sapi Fresian Holstein menggunakan bahan pengencer yang berbeda. Bul. Pet. 29: 53-61.

Ax, R.L., N. Dally., B. A. Didion., R.W. Lenz., C. C. Love., D. D. Varner., B. Hafez

& M. E. Bellin. 2000. Semen evaluation. In: Reproduction in farm animals 7

th

ed. Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia.

Badan Pusat Statistik. 2010. Stasitik Penduduk 2010. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ball, P. J. H. & R. A. Peters. 2004. Artificial Insemination. In : Reproduction in cattle. 3

th

ed. Blackwell Publishing, New York.

Bearden J. H., J. W. Fuquay & S. T. Willard. 2004. Artificial Insemination In:

Applied Animal Reproduction. 6

th

ed. Pearson Education, New Jersey.

Bouissou, M. F. & A. Boissy. 2005. The social behaviour of cattle and its consequences on breeding. Anim. Prod. 18: 87-99.

Campbell, J. R., K. L. Campbell., M. D. Kenealy. 2003a. Anatomy and Physiology of Reproduction and Related Technologies in Farm Mammals In: Animal Sciences. 4

th

ed. New York, Mc Graw-Hill.

Campbell, J. R., K. L. Campbell., M. D. Kenealy. 2003b. Artificial Insemination In:

Animal Sciences 4

th

ed. New York, Mc Graw-Hill.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2006. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Semen Beku Sapi dan Kerbau. Departemen Pertanian, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2009. Statistik Peternakan 2009. Departemen Pertanian, Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Blue Print Program Percepatan Swasembada Daging Sapi. Departemen Pertanian.

Food and Agriculture Organization. 2010. Report statistic of livestock production.

http://www.fao.org/corp/statistics/en/. [12 Februari 2012]

Feradis, M. P. 2010a. Bioteknologi Reproduksi Ternak. Alphabeta, Bandung.

Feradis, M. P. 2010b. Reproduksi Ternak. Alphabeta, Bandung.

Garner, D. L. & E. S. E Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In:

Reproduction in Farm Animals. 7

th

ed. Lippincot Williams & Wilkins,

Philadelphia.

(37)

Gao, D. & J. K. Crister. 2000. Mechanisms of cryoinjury in living cell. J. ILAR. Vol 41:4.

Gillespie, R. & F. B. Flanders. 2009. Breeds of Beef Cattle. In: Modern Livestock and Poultry Production. 8

th

ed. Delmar cengage learning, Clifton Park.

Gordon, I. 2004. Artificial Insemination. In: Reproductive Technologies in Farm Animals. CABI publishing, Wallingford.

Hafez, E. S. E. 2000. Preservation and Cryopreservation of Gametes and Embryos.

In Hafez EST & B. Hafez: Reproduction in Farm Animals. 7

th

ed. Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia.

Januskaukas, A. & H. Zilinkas. 2002. Bull semen evaluation post-thaw and relation of semen characteristics to bull fertility. J. Anim. Reprod. 17: 39. (Abstr.) Karmita, M., R. R. Noor, & A. Farajallah. Pengujian kemurnian sapi Bali dengan

menggunakan metode isoelektrik focusing. Med. Pet. Vol. 24: 94-100.

Kuswahyuni, S. I. 2008. Lingkar skrotum, volume testis, volume semen dan konsentrasi sperma pada beberapa bangsa sapi potong. Agromedia. 26: 20-26.

Mirdhayati, I., J. Handoko, & K. U. Putra. 2008. Mutu susu segar di UPT ruminansia besar dinas peternakan kabupaten Kampar provinsi Riau. J. Pet. 5: 14 – 21.

Nebel, R. L. 2007. Techniques for Aritificial Insemination of Cattle with Frozen- Thawed Semen. In: Current Therapy in Large Animal Theriogenology. 2

th

ed.

Saunders Elsevier, Missouri.

Nuryadi. 2001. Reproduksi Ternak. Lembaga Penerbitan Fakultas Pertanian Brawijaya, Malang.

Oklahoma State University. 2000. Breads of Livestock. Oklahoma State University Board of Regents. Animal Science Homepage.

Paulenz, H., L. Soderquist, R. Perez-Pe & K.A. Berg. 2002. Effect of different extender and storage temperatures on sperm viability of liquid ram semen.

Therigenology 57 (2): 823-836.

Phillips, C. J. C. 2001. Principles of Cattle Production. CABI Publishing, Wallingford.

Prajogo, U., Hadi, & N. Ilham. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. J. Lit. Pert. 21: 148-157.

Said, S. 2011. Peningkatan populasi dan mutu genetik ternak Indonesia melalui aplikasi bioteknologi reproduksi dalam rangka mendorong percepatan

swasembada daging dan susu nasional.

www.opi.lipi.go.id/data/.../13086710321319803211.makalah.pdf. [12 Februari 2012].

Siregar, A. R. 2003. pengembangan sapi perah rumpun unggul pada dataran rendah,

Di dalam: Supriyadi, Syahgian S. Kumpulan hasil-hasil penelitian APBN

tahun anggaran 2002. Buku 1 Ternak Ruminansia. Bogor: Balai Penelitian

Ternak Ciawi, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rataan Karakteristik Semen Sapi Limousin, Simmental dan Fries Holstein

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini didasarkan pada persamaan momen contoh dan momen teoritis, kemudian memecahkan persamaan-persamaan tersebut untuk mendapatkan penduga bagi parameter

Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana dinamika kehidupan seorang ibu yang memiliki anak autis dari sebelum dan sesudah terdiagnosis autisme dan untuk

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil validasi produk pengembangan oleh tiga orang dosen ahli pembelajaran fisika. Data tersebut dikumpulkan

Berikut kesimpulan hasil wawancara yang dilakukan oleh penliti kepada Bapak john Max Wenno Untuk informan selanjutnya bapak Mathius Amba Dari pernyataan-pernyataan Informan

Kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat maupun interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, floating

Sementara itu, interaksi antara pemberian PCCO dengan kalium memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 1). Peningkatan konsentrasi PCCO mendorong

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Total

Jadi peneliti dapat menyimpulkan penyebab terjadinya pergaulan bebas remaja muslim di desa Sena ini adalah diakibatkan mayoritas pendidikan orang tua di desa Sena memang