• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh dibedakan berdasarkan wilayah Kota dan Kabupaten. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

Karakteristik Contoh Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Usia

< 20 2 5,7 0 0 2 2,9

20 – 35 31 88,6 35 100 66 94,3

> 35 2 5,7 0 0 2 2,9

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Pendidikan

Dasar (SD) 2 5,7 11 31,4 13 18,6

Menengah (SMP, SMA) 13 37,1 24 68,6 37 52,9

Tinggi (Perguruan tinggi) 20 57,1 0 0 20 28,6

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Status Pekerjaan

Bekerja 15 42,9 3 8,6 18 25,1

Tidak Bekerja 20 57,1 32 91,4 52 74,3

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Jenis Pekerjaan

Pegawai Swasta 3 8,6 1 2,9 4 5,7

Wiraswasta 1 2,9 2 5,7 3 4,3

PNS/Guru 11 31,4 0 0,0 11 15,7

Tidak Bekerja 20 57,1 32 91,4 52 74,3

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Paritas

1x 10 28,6 16 45,7 26 37,1

2-3x 23 65,7 19 54,3 42 60

>3x 2 5,7 0 0 2 2,9

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Usia

Usia seluruh contoh berkisar antara 19 hingga 40 tahun, rata-rata usia contoh adalah 27,3  4,5 tahun. Umumnya contoh di Kota (88,6%) dan Kabupaten (100%) Bogor berada pada kelompok usia 20-35 tahun. Hanya 2%

contoh dari Kota Bogor berada pada kisaran usia kurang dari 20 tahun. Terdapat

(2)

perbedaan nyata antara sebaran contoh berdasarkan usia di Kota dan Kabupaten Bogor.

Sebagian besar contoh dalam penelitian ini tidak berada pada kelompok usia yang memiliki risiko kehamilan. Menurut Depkes (1997) salah satu keadaan yang menambah risiko kehamilan, namun tidak secara langsung meningkatkan risiko kematian ibu adalah kehamilan di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

Pendidikan contoh

Lebih dari separuh contoh di Kota Bogor (57,1%) mencapai pendidikan tinggi sedangkan sisanya menempuh pendidikan menengah (37,1%) dan pendidikan dasar (5,7%). Contoh di Kabupaten Bogor sebagian besar mencapai pendidikan menengah (68,6%) dan sisanya (31,4%) hanya menempuh pendidikan dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak contoh di Kota Bogor yang menempuh pendidikan lebih tinggi dibandingkan contoh di Kabupaten Bogor. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan contoh di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.

Pekerjaan contoh

Jumlah contoh yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah 70 ibu hamil yang tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor. Berdasarkan status pekerjaan contoh di bedakan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Baik contoh yang berada di Kota maupun Kabupaten Bogor sebagian besar tidak bekerja. Sebanyak 57,1% contoh di Kota Bogor dan sebanyak 91,4% contoh di Kabupaten Bogor tidak bekerja. Terdapat perbedaan yang signifikan antara status pekerjaan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Jenis pekerjaan contoh antara lain sebagai pegawai swasta, wiraswasta, guru, dan PNS. Sebagian besar contoh di Kota Bogor (40%) bekerja sebagai guru, sedangkan sebagian besar contoh di Kabupaten Bogor (66,7%) bekerja sebagai wiraswasta. Hasil penelitian menunjukkan contoh di Kabupaten bogor sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan sebagian contoh di Kota Bogor memilki jenis pekerjaan yang tersebar rata sebagai PNS dan guru. Lebih banyak contoh di Kota Bogor dengan jenis pekerjaan formal. Uji korelasi Pearson menunujukkan terdapat hubungan yang signifikan positif antara pendidikan dengan jenis pekerjaan contoh (r=0,491;p<0,01). Pendidikan yang lebih tinggi memungkinkan contoh untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Damanik (2003) perempuan lebih banyak memasuki dunia kerja informal terkait

(3)

dengan tingkat pendidikan yang tergolong rendah, hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan lebih banyak contoh di Kabupaten Bogor yang bekerja sebagai wiraswasta terkait karena keterbatasan pendidikan yang dimiliki.

Riwayat Kehamilan

Sebagian besar contoh yang diwawancarai merupakan ibu yang sudah lebih dari satu kali hamil. Terdapat 28,6% contoh di Kota Bogor yang sedang hamil anak pertama, persentase kehamilan pertama lebih besar pada contoh di Kabupaten Bogor yaitu 45,7%. Hanya 2,9 % dari seluruh contoh yang merupakan ibu yang sudah hamil lebih dari tiga kali. Seluruh contoh tidak ada yang pernah mengalami keguguran dan tidak ada keluhan khusus yang dirasakan contoh selama kehamilan.

Usia kehamilan seluruh contoh dalam penelitian ini berkisar antara 25 - 40 minggu, dengan rata-rata 32  4,3 minggu. Usia kehamilan contoh di Kota Bogor berkisar antara 25-40 minggu, dengan rata-rata 31  5,1 minggu. Usia kehamilan contoh di Kabupaten Bogor berkisar 26-39 minggu, dengan rata-rata 33,1  2,9 minggu. Rata-rata usia kehamilan contoh di Kabupaten Bogor lebih besar di banding rata-rata usia kehamilan contoh di Kota Bogor. Terdapat perbedaan signifikan antara usia kehamilan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor, dimana usia kehamilan contoh di Kabupaten lebih tua daripada contoh di Kota Bogor.

Pengeluaran per Bulan untuk Susu

Jumlah uang yang dikeluarkan untuk pembelian susu oleh contoh di Kota Bogor berkisar Rp.39.000,00-Rp.400.000,00 dengan rata-rata Rp.145.343,00  90.886,00. Pengeluaran/bulan untuk susu yang dikeluarkan oleh contoh di Kabupaten Bogor berkisar antara Rp.20.000,00 hingga Rp.220.000,00 dengan rata-rata Rp.102.500,00  65.302,00.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran contoh/bulan untuk susu di Kota Bogor lebih besar daripada pengeluaran contoh/bulan untuk susu di Kabupaten Bogor. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengeluaran susu per bulan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Namun apabila dibandingkan dengan pendapatan/kapita per bulan contoh, pengeluaran/bulan untuk susu pada contoh di Kota mencapai 11,2% dan pada contoh di Kabupaten mencapai 18,3%. Persentase pengeluraan untuk susu pada contoh di Kabupaten lebih besar dibanding contoh di Kota, hal ini karena pendapatan contoh di Kabupaten lebih rendah daripada contoh di Kota Bogor.

(4)

Karakteristik Keluarga

Karakterstik keluarga meliputi besar keluarga, pendidikan dan jenis pekerjaan suami serta pendapatan/kapita/bulan. Karakteristik keluarga dibedakan berdasarkan wilayah Kota dan Kabupaten. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik Keluarga Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Besar Keluarga

Kecil (< 4 orang) 33 94,3 35 100 68 97,1

Sedang (5 - 6 orang) 2 5,7 0 0 2 2,9

Besar (≥ 7 orang) 0 0 0 0 0 0

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Pendidikan Suami

Dasar (SD) 2 5,7 11 31,4 13 18,6

Menengah (SMP, SMA) 14 40 18 51,4 32 45,7

Tinggi (Perguruan tinggi) 19 54,3 6 17,2 25 35,7

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Jenis Pekerjaan Suami

Pegawai Swasta 15 42,9 17 48,6 32 45,7

Wiraswasta 5 14,3 5 14,3 10 14,3

PNS/Guru 12 34,3 0 0,0 12 17,1

Buruh 0 0,0 12 34,3 12 17,1

Lainnya 3 8,6 1 2,9 4 5,7

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Besar Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan besar keluarga seluruh contoh berkisar antara 2 sampai 6 orang dengan rata-rata 2,8  0,8 orang. Sebagian besar contoh di Kota Bogor (94,3%) memiliki keluarga dengan kategori kecil, demikian pula dengan contoh di Kabupaten Bogor sebagian besar (97,1%) termasuk ke dalam kategori keluarga kecil. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga contoh di Kota Bogor dan di Kabupaten Bogor.

Pendidikan Suami

Sebagian besar suami contoh di Kota Bogor (54,3%) menempuh pendidikan tinggi, hanya 5,7% suami contoh di Kota Bogor yang menempuh pendidikan dasar dan sisanya (40%) menempuh pendidikan menengah. Suami contoh di Kabupaten Bogor yang mencapai pendidikan tinggi sebesar 35,7%, sedangkan persentase terbesar terdapat di pendidikan menengah (45,7%) dan

(5)

yang termasuk pendidikan rendah sebanyak 18,6%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suami contoh di Kota Bogor memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibanding suami contoh di Kabupaten Bogor. Terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan suami contoh di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.

Pekerjaan Suami

Jenis pekerjaan suami antara lain adalah pegawai swasta, wiraswasta, guru, PNS dan buruh. Suami contoh di Kota Bogor sebagian besar (42,9%) bekerja sebagai pegawai swasta, sedangkan sebagian besar suami contoh di Kabupaten Bogor bekerja sebagai pegawai swasta (48,6%) dan buruh (34,3%).

Tidak terdapat perbedaan signifikan antara jenis pekerjaan suami contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Pendapatan per Kapita per Bulan

Pendapatan keluarga merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing pendapatan anggota keluarga yang bekerja. Faktor pendapatan keluarga mempunyai peranan besar dalam masalah gizi dan kebiasaan makan masyarakat. Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif pada status gizi (Rodiah 2010).

Pendapatan/kapita/bulan diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga selama satu bulan dan dibagi dengan total jumlah keluarga tersebut. Pendapatan/kapita/bulan contoh di Kota Bogor berkisar antara Rp.500.000,00 hingga Rp.3.333.333,00 dengan rata-rata Rp.1.292.142,00  724.982,00. Pendapatan/kapita/bulan contoh di Kabupaten Bogor berkisar antara Rp.200.000,00 hingga Rp.1.500.000,00 dengan rata-rata Rp.559.047,00  317.294,00. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan/kapita/bulan contoh di Kota Bogor lebih besar daripada pendapatan/kapita/bulan contoh di Kabupaten Bogor, perbedaan ini teruji signifikan secara statistik.

(6)

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan.

Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007)

Pengetahuan gizi contoh diukur dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda. Jumlah pertanyaan yang diberikan adalah 20 yang terdiri atas pertanyaan seputar gizi secara umum, kesehatan ibu hamil, susu dan kaitannya dengan kehamilan serta pertanyaan seputar kesehatan bayi. Tabel 7 menampilkan 20 pertanyaan pengetahuan gizi beserta persentase contoh yang menjawab benar.

Tabel 7 menunjukkan persentase contoh yang dapat menjawab benar untuk setiap pertanyaan pengetahuan gizi. Secara umum dapat dilihat bahwa contoh di Kota Bogor dapat menjawab benar pertanyaan lebih banyak dibandingkan contoh di Kabupaten Bogor. Terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah contoh yang dapat menjawab dengan benar pertanyaan pengetahuan gizi di Kota dan Kabupaten Bogor.

Terdapat 12 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari 75% contoh di Kota Bogor. Pertanyaan tersebut meliputi jenis pangan sumber energi dan protein, penyebab anemia, porsi makan ibu hamil, vitamin yang penting bagi kehamilan, jenis produk turunan susu dan mineral utama yang terkandung di dalamnya, manfaat susu bagi kehamilan, makanan bagi bayi yang baru lahir, berat badan bayi lahir sehat dan ASI ekslusif. Hal ini menunjukkan sebagian besar contoh di Kota Bogor memahami pertanyaan yang diberikan dan mampu menjawab dengan benar. Sedangkan pada contoh di Kabupaten Bogor, hanya terdapat dua pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari 75% contoh, yaitu pertanyaan mengenai jenis makanan sumber protein dan jenis produk turunan susu.

(7)

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi

Topik No Pertanyaan Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Gizi umum

1 Zat gizi sumber energi 30 85,7 14 40,0 44 62,9 2 Zat gizi pembangun tubuh 27 77,1 10 28,6 37 52,9 3 Makanan sumber protein 33 94,3 32 91,4 65 92,9 4 Penyebab anemia 30 85,7 16 45,7 46 65,7 5 Sumber zat besi 21 60,0 14 40,0 35 50,0

Kehamilan

6 Makanan sehat ibu hamil 14 40,0 11 31,4 25 35,7 7 Porsi makan ibu ibu hamil 33 94,3 19 54,3 52 74,3 8

Vitamin penting di awal

kehamilan 29 82,9 16 45,7 45 64,3

9

Pertambahan berat badan

kehamilan 13 37,1 9 25,7 22 31,4

10 Pemeriksaan kehamilan 4 11,4 4 11,4 8 11,4

Susu dan kehamilan

11 Konsumsi susu selama hamil 13 37,1 5 14,3 18 25,7

12 Produk susu 31 88,6 28 80,0 59 84,3

13 Mineral utama susu 27 77,1 24 68,6 51 72,9 14 Manfaat susu bagi kehamilan 31 88,6 22 62,9 53 75,7

Kesehatan bayi

15 MP ASI pertama 16 45,7 7 20,0 23 32,9 16 Usia penyapihan bayi 25 71,4 24 68,6 49 70,0 17 Makanan bagi bayi baru lahir 27 77,1 0 0,0 27 38,6 18 Manfaat inisiasi menyusu dini 13 37,1 5 14,3 18 25,7 19 Berat bayi lahir sehat 27 77,1 10 28,6 37 52,9 20 Definisi ASI ekslusif 30 85,7 16 45,7 46 65,7 Gambar 2 menunjukkan persentase contoh di setiap wilayah dengan jawaban benar untuk setiap kategori pertanyaan pengetahuan gizi. Gambar 2 menunjukkan bahwa secara umum pertanyaan di kategori gizi secara umum paling banyak dijawab dengan benar oleh contoh di kedua wilayah, sedangkan yang paling sedikit dijawab dengan benar adalah pertanyaan seputar kesehatan ibu hamil. Persentase contoh di Kota Bogor dengan jawaban benar selalu lebih besar dari contoh di Kabupaten Bogor, hal ini menunjukkan bahwa contoh di Kota Bogor memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan contoh di Kabupaten Bogor.

(8)

Gambar 2 Persentase contoh dengan jawaban benar untuk setiap kategori pertanyaan pengetahuan gizi

Skor yang diperoleh dari hasil menjawab pertanyaan pengetahuan gizi di kelompokan menjadi 3 kategori pengetahuan gizi, yaitu baik (>80% jawaban benar), sedang (60%-80% jawaban benar) dan kurang (<60% jawaban benar).

Skor pengetahuan gizi seluruh contoh berkisar antara 5 sampai dengan 90 dengan rata-rata 54,3  20,6. Terdapat perbedaan nyata antara skor pengetahuan gizi contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Sebanyak 57,1% contoh di Kota memiliki pengetahuan gizi yang termasuk dalam kategori sedang dan terdapat 17,1% contoh yang memiliki pengetahuan gizi baik. Sedangkan sebagian besar contoh di Kabupaten Bogor memilik pengetahuan gizi kurang (85,7%). Terdapat perbedaan yang nyata antara pengetahuan gizi contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Baik 6 17,1 0 0,0 6 8,6

Sedang 20 57,1 5 14,3 25 35,7

Kurang 9 25,7 30 85,7 39 55,7

TOTAL 35 100 35 100 70 100

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Kesehatan bayi

Susu dan kehamilan Kesehatan ibu hamil Gizi umum

69,71 67,43 53,14

80,57

31,43

49,14 33,71

49,14

Kabupaten Kota

(9)

Sikap Gizi

Sikap gizi contoh dinilai dengan menggunakan instrumen berisi 20 pernyataan, penilaian dilakukan terhadap jawaban contoh. Pernyataan yang diberikan meliputi pernyataan seputar gizi secara umum, kesehatan ibu hamil, susu dan kaitannya dengan kehamilan serta pernyataan seputar kesehatan bayi.

Tabel 15 menunjukkan persentase contoh yang memberikan sikap yang sesuai untuk setiap pernyataan.

Lebih dari 90% contoh di Kota Bogor setuju bahwa ibu harus mempersiapkan diri sebelum memasuki masa kehamilan, kenaikan berat badan ibu selama hamil harus dipantau dan tujuan konsumsi susu selama hamil adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi selama hamil. Sebanyak lebih dari 80% contoh di Kabupaten Bogor setuju bahwa ibu harus mempersiapkan diri sebelum memasuki masa kehamilan, kenaikan berat badan ibu selama hamil harus dipantau, tujuan konsumsi susu selama hamil adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi selama hamil dan pemeriksaan kehamilan minimal dilkukan sebanyak 4 kali selama kehamilan berlangsung. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara persentase contoh dengan sikap sesuai di Kota maupun Kabupaten Bogor.

Pernyataan 9 ditujukan untuk melihat sikap ibu terhadap jenis susu khusu ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan persentase yang rendah (<50%) contoh yang dapat memberikan sikap sesuai terhadap pernyataan tersebut. Artinya sebagian besar contoh setuju bahwa selama kehamilan ibu harus mengkonsumsi susu khusus ibu hamil. Hal ini dipertegas oleh hasil yang didapatkan pada pernyataan 12 yang menunjukkan sebagian besar contoh merasa harus mengkonsumsi susu selama masa kehamilan.

(10)

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan sikap sesuai

Topik No Pertanyaan Kota Kabupaten Total

n % N % n %

Gizi umum

1 Makanan sumber energi 16 45,7 3 8,6 19 27,1 2 Makanan sumber protein 28 80,0 26 74,3 54 77,1 3 Pantang rokok dan alkohol

selama hamil 30 85,7 21 60,0 51 72,9

4 Makanan sumber zat besi 17 48,6 20 57,1 37 52,9 5 Persiapan ibu sebelum

kehamilan 32 91,4 31 88,6 63 90,0

Kehamilan

6 Konsumsi makanan selama

hamil 26 74,3 24 68,6 50 71,4

7 Komposisi makanan selama

hamil 31 88,6 31 88,6 62 88,6

8 Porsi makan selama hamil 29 82,9 21 60,0 50 71,4 9 Konsumsi suplemen selama

hamil 13 37,1 3 8,6 16 22,9

10 Pantangan rokok dan alkohol

selama hamil 32 91,4 28 80,0 60 85,7

11 Pemeriksaan kehamilan 18 51,4 20 57,1 38 54,3

Susu dan kehamilan

12 Konsumsi susu selama

kehamilan 8 22,9 6 17,1 14 20,0

13 Konsumsi produk turunan susu 25 71,4 14 40,0 39 55,7 14 Tujuan konsumsi susu selama

kehamilan 32 91,4 31 88,6 63 90,0

15 Susu khusus ibu hamil 17 48,6 7 20,0 24 34,3

Kesehatan bayi

16 Usia penyapihan anak 30 85,7 31 88,6 61 87,1 17 Makanan bagi bayi yang baru

lahir 23 65,7 12 34,3 35 50,0

18 Jarak kelahiran setiap anak 28 80,0 23 65,7 51 72,9 19 Pemberian kolostrum pada bayi 31 88,6 27 77,1 58 82,9

20 ASI ekslusif 31 88,6 26 74,3 57 81,4

Secara umum sebagian besar contoh baik di Kota dan Kabupaten Bogor paling banyak memberikan sikap sesuai di kategori pernyataan seputar kesehatan bayi, dan paling sedikit contoh yang memberikan sikap sesuai di kategori pernyataan seputar gizi secara umum. Senada dengan hasil yang diperoleh pada pengukuran pengetahuan gizi contoh, terlihat bahwa contoh di Kota Bogor yang memiliki sikap sesuai lebih banyak dibandingkan contoh di Kabupaten Bogor. Rata-rata contoh dengan sikap sesuai untuk setiap kategori pernyataan disajikan dalam Gambar 3.

(11)

Gambar 3 Persentase contoh dengan sikap sesuai untuk setiap kategori pernyataan sikap

Skor yang diperoleh dari penilaian terhadap respon contoh dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu baik (>80% sikap sesuai), sedang (60%-80% sikap sesuai) dan kurang (<60% sikap sesuai). Skor sikap gizi seluruh contoh berkisar antara 30 sampai dengan 100 dengan rata-rata 64,4  13,9.

Lebih dari separuh contoh di Kota Bogor memiliki sikap gizi dengan kategori sedang (57,1%) dan terdapat contoh dengan sikap gizi baik (20%).

Jumlah contoh di Kabupaten Bogor yang sikap gizi termasuk sedang dan kurang hampir merata yaitu berturut-turut 54,3% dan 45,7%, tidak ada contoh di Kabupaten Bogor yang memiliki sikap gizi baik. Terdapat perbedaan yang nyata antara sikap contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Tabel 10 menyajikan sebaran contoh berdasarkan sikap gizi.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap gizi

Sikap Gizi Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Baik 7 20,0 0 0 7 10,0

Sedang 20 57,1 19 54,3 39 55,7

Kurang 8 22,9 16 45,7 24 34,3

TOTAL 35 100 35 100 70 100

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Kesehatan bayi

Susu dan kehamilan Kesehatan ibu hamil Gizi umum

81,71 64,00

70,95 70,29

68,00 50,86

60,48 57,71

Kabupaten Kota

(12)

Media Informasi Susu

Media informasi susu merupakan media yang menjadi sumber informasi mengenai susu bagi contoh. Media atau sumber informasi ini dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu: sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan); sumber komersial (iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan, pameran); sumber umum (media massa, organisasi konsumen) dan sumber pengalaman. Seluruh contoh yang di wawancarai berjumlah 70 orang. Tidak seluruh contoh mengkonsumsi susu, sehingga terdapat 52 contoh yang dimintai keterangan mengenai media informasi susu. Sebagian besar contoh baik di Kota (68,75%) maupun Kabupaten Bogor (75%) memperoleh informasi mengenai susu dari sumber komersil yang berupa iklan, tenaga penjual, penyalur dan kemasan. Gambar 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan sumber informasi yang digunakan.

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan media informasi susu Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan contoh meliputi frekuensi makan utama, kebiasaan sarapan, konsumsi lauk hewani dan nabati serta konsumsi sayuran dan buah- buahan. Kebiasaan makan dibedakan antara contoh di Kota dan Kabupaten.

Sebaran contouh berdasarkan kebiasaan makan disajikan dalam Tabel 11.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kota Kabupaten

12,5 10

68,75 75

0 0

18,75

15

Pribadi Komersil Umum Pengalaman

(13)

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan Makan Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Frekuensi makan utama

3 x sehari 21 60 19 54,3 40 57,1

2 x sehari 11 31,4 11 31,4 22 31,4

1 x sehari 1 2,9 5 14,3 6 8,6

Lainnya 2 5,7 0 0 2 2,9

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Kebiasaan Sarapan

Selalu 27 77,1 27 77,1 54 77,1

Kadang-kadang 7 20 4 11,4 11 15,7

Jarang 1 2,9 4 11,4 5 7,1

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Konsumsi Lauk Hewani

Selalu 25 71,4 20 57,1 45 64,3

Kadang-kadang 8 22,9 10 28,6 18 25,7

Jarang 2 5,7 5 14,3 7 10

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Konsumsi Lauk Nabati

Selalu 33 94,3 14 40 47 67,1

Kadang-kadang 2 5,7 20 57,1 22 31,4

Jarang 0 0 1 2,9 1 1,4

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Konsumsi Sayuran

Selalu 22 62,9 17 48,6 39 55,7

Kadang-kadang 12 34,3 16 45,7 28 40

Jarang 1 2,9 2 5,7 3 4,3

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Konsumsi Buah-buahan

Selalu 25 71,4 22 62,9 47 67,1

Kadang-kadang 6 17,1 7 20 13 18,6

Jarang 4 11,4 6 17,1 10 14,3

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Konsumsi Selingan

Selalu 23 65,7 5 14,3 28 40

Kadang-kadang 10 28,6 18 51,4 28 40

Jarang 2 5,7 12 34,3 14 20

TOTAL 35 100 35 100 70 100

(14)

Frekuensi Makan Utama

Sebagian besar contoh di Kota dan Kabupaten Bogor makan utama dengan frekuensi tiga kali sehari. Hanya di Kota Bogor terdapat contoh yang frekuensi makan utama lebih dari tiga kali sehari (5,71%). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi makan utama di Kota dan Kabupaten Bogor.

Sarapan

Sebanyak 77,1% contoh di Kota dan Kabupaten Bogor selalu sarapan.

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kebiasaan sarapan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Sarapan pagi dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari.

Namun bagi sebagian orang sarapan merupakan kegiatan yang tidak menggairahkan karena nafsu makan belum ada. Selain itu keterbatasan menu yang tersaji di meja makan, dan waktu yang terbatas menyebabkan orang sering meninggalkan sarapan. Pada sebagian kasus, terdapat beberapa orang yang tidak sarapan tetapi masih tetap sehat dan produktif. Hal ini dapat terjadi karena masing-masing individu dapat membentuk bioritme sendiri-sendiri (Khomsan 2002).

Konsumsi Lauk Hewani dan Nabati

Pangan sumber protein adalah pangan yang digunakan sebagai lauk pauk sehari-hari (melengkapi makanan pokok) dan menjadi zat gizi pengatur metabolisme dalam tubuh sehingga dapat menjamin pertumbuhan optimal (Khomsan et al. 2009). Sebagian besar contoh di Kota dan Kabupaten Bogor selalu mengkonsumsi lauk hewani setiap hari. Persentase contoh yang selalu mengkonsumsi lauk hewani lebih besar pada contoh di Kota Bogor (71,4%) dibanding contoh di Kabupaten Bogor (57,1%). Terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi lauk hewani contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Sebanyak 94,3% contoh di Kota Bogor selalu mengkonsumsi lauk nabati setiap hari. Persentase contoh di Kabupaten Bogor yang mengkonsumsi lauk nabati tersebar hampir merata yaitu sebanyak 57,1% kadang-kadang mengkonsumsi dan 40% selalu mengkonsumsi lauk nabati setiap hari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi lauk nabati contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Protein nabati terutama penting untuk mendapatkan kecukupan protein karena harganya lebih murah dibandingkan dengan protein

(15)

hewani dan relatif tidak menimbulkan alergi dalam konsumsinya seperti yang terjadi pada kasus lactose intolerance dan alergi seafood (Khomsan et al. 2009).

Konsumsi Sayuran dan Buah-buahan

Sebagian besar contoh di Kota Bogor (62,9%) selalu mengkonsumsi sayuran setiap hari. Persentase contoh di Kabupaten Bogor tersebar merata yaitu sebanyak 48,6% selalu dan 45,7% kadang-kadang mengkonsumsi sayuran setiap hari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi sayuran contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Seluruh contoh selalu mengkonsumsi buah-buahan setiap hari. Sebanyak 71,4% contoh di Kota Bogor dan 62,9% contoh di Kabupaten Bogor selalu mengkonsumsi buah-buahan. Terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi buah-buahan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Yulianti (2010) menyatakan bahwa buah-buahan umumnya dikonsumsi dengan frekuensi jarang. Kebiasaan mengonsumsi buah relatif lebih tinggi di perkotaan dari pada di perdesaan.

Konsumsi Selingan

Contoh di Kota Bogor lebih banyak yang selalu mengkonsumsi selingan dibanding contoh yang hanya kadang-kadang dan jarang mengkonsumsi selingan yaitu dengan persentase sebesar 65,7%. Sedangkan untuk contoh di Kabupaten Bogor lebih banyak yang hanya kadang-kadang mengkonsumsi selingan yaitu dengan persentase sebesar 51,4%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi selingan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Intik dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Konsumsi makanan contoh dalam penelitian ini diamati dengan menggunakan metode recall 24 jam. Asupan zat gizi yang diamati adalah energi, protein, zat besi, vitamin A dan vitamin C. Hasil pengamatan terhadap konsumsi makanan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor disajikan dalam Tabel 22.

Rata-rata contoh di Kota Bogor dalam sehari mengasup 1846 kkal energi; 58,4 g protein; 23,3 mg zat besi; 3706,3 RE vitamin A; dan 149,3 mg vitamin C. Sumbangan energi terbesar berasal dari golongan pangan sumber karbohidrat. Sumbangan protein terbesar berasal dari golongan pangan sumber protein hewani. Rata-rata contoh di Kabupaten Bogor dalam sehari mengasup 1580 kkal energi; 52,3 g protein; 17,6 mg zat besi; 3176,3 RE vitamin A; dan 54,5 mg vitamin C. Sumbangan energi terbesar berasal dari golongan pangan sumber karbohidrat. Sumbangan protein terbesar berasal dari golongan pangan sumber protein hewani.

(16)

(g) (kkal) (g) (mg) (RE) (mg) (g) (kkal) (g) (mg) (RE) (mg)

Beras dan olahannya 257 472 6,0 1,2 0,0 0,0 249 470 6,0 1,2 0,0 0,0

Tepung dan olahannya 66 116 2,6 0,8 0,0 0,0 34 87 2,0 0,4 0,0 0,0

Umbi-umbian 15 13 0,3 0,1 3,8 2,6 4 7 0,1 0,0 11,5 1,3

Protein Hewani 129 241 21,0 2,6 241,3 0,1 110 163 22,0 2,1 133,5 0,1

Protein Nabati 55 89 8,6 3,5 2,4 0,3 49 88 8,3 3,6 3,2 0,5

Sayuran 70 25 1,3 0,9 324,2 22,0 42 13 1,2 1,1 350,9 20,0

Buah 153 116 2,2 2,2 46,4 123,9 75 51 0,6 0,6 25,0 32,4

Minyak dan lemak 39 293 0,2 0,0 2295,6 0,1 40 282 0,2 0,0 2201,2 0,2

Susu dan olahannya 54 189 10,9 9,3 779,5 0,0 29 112 6,5 5,9 434,1 0,0

Makanan jajanan 118 251 5,2 2,4 13,1 0,1 96 250 5,2 2,5 16,9 0,0

Gula dan pemanis

lainnya 13 41 0,0 0,3 0,0 0,1 157 50 0,0 0,1 0,0 0,0

Minuman 0 0 0,0 0,0 0,0 0,0 13 9 0,1 0,0 0,0 0,0

TOTAL 969 1846 58,4 23,3 3706,3 149,3 898 1580 52,3 17,6 3176,3 54,5

(17)

tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Energi

Defisit Tingkat Berat 5 14,3 15 42,9 20 28,6

Defisit Tingkat Sedang 3 8,6 8 22,9 11 15,7

Defisit Tingkat Ringan 7 20 3 8,6 10 14,3

Normal 20 57,1 9 25,7 29 41,4

Berlebih 0 0 0 0 0 0

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Protein

Defisit Tingkat Berat 5 14,3 17 48,6 22 31,4

Defisit Tingkat Sedang 2 5,7 5 14,3 7 10

Defisit Tingkat Ringan 11 31,4 2 5,7 13 18,6

Normal 17 48,6 10 28,6 27 38,6

Berlebih 0 0 1 2,9 1 1,4

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Zat Besi

Kurang 16 45,7 22 62,9 38 54,3

Cukup 19 54,3 13 37,1 32 45,7

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Vitamin A

Kurang 0 0 2 5,7 2 2,9

Cukup 35 100 33 94,3 68 97,1

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Vitamin C

Kurang 23 65,7 26 74,3 49 70

Cukup 12 34,3 9 25,7 21 30

TOTAL 35 100 35 100 70 100

(18)

hingga 2585 kkal. Rata-rata konsumsi energi seluruh contoh adalah 1711  386 kkal. Angka kecukupan energi wanita usia 19-29 tahun dengan berat badan ideal adalah 1900 kkal, sedangkan untuk wanita usia 30-49 tahun adalah 1800 kkal.

Wanita hamil trimester III mendapatkan tambahan angka kecukupan energi sebesar 300 kkal. Terdapat perbedaan yang signifikan antara konsumsi energi contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Tingkat kecukupan energi seluruh contoh berkisar antara 48,2 - 132,1%

dengan rata-rata 84,5  19,7%. Lebih dari setengah contoh di Kota Bogor memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal (57,1%), sedangkan persentase terbesar dari contoh di Kabupaten Bogor berada di kategori defisit tingkat berat (42,9%). Hanya 25,7% contoh di Kabupaten Bogor yang tingkat kecukupan energi dari makanan termasuk kategori normal. Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Protein

Konsumsi protein dari makanan seluruh contoh berkisar antara 23,1 g hingga 125,7 g. Rata-rata konsumsi protein seluruh contoh adalah 55,3  18,6 g.

Angka kecukupan protein wanita usia 19 - 49 tahun dengan berat badan ideal adalah 50 g, sedangkan untuk wanita hamil trimester III mendapatkan tambahan angka kecukupan protein sebesar 17 g. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi protein contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Tingkat kecukupan protein seluruh contoh berkisar antara 35,5 - 208,6%

dengan rata-rata 86,5  30,8%. Persentase terbesar contoh di Kota Bogor terdapat pada tingkat kecukupan protein dengan kategori normal yaitu sebesar 48,6%. Persentase terbesar contoh di Kabupaten Bogor terdapat pada tingkat kecukupan protein dengan kategori defisit tingkat berat yaitu sebesar 48,6%, hanya 28,6% contoh di Kabupaten dengan tingkat kecukupan protein normal.

Tidak terdapat perbedaan signifikan antara tingkat kecukupan protein contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Zat Besi

Konsumsi zat besi dari makanan seluruh contoh berkisar antara 3,6 mg hingga 60,5 mg. Rata-rata konsumsi protein seluruh contoh adalah 20,3  9,8 mg. Angka kecukupan zat besi wanita usia 19-49 tahun adalah 26 mg. Tidak

(19)

terdapat perbedaan signifikan antara konsumsi zat besi contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Tingkat kecukupan zat besi seluruh contoh berkisar antara 14,0 -232,7%

dengan rata-rata 78,1  37,5%. Jumlah contoh di Kota Bogor yang cukup maupun tidak cukup intik zat besi hampir merata, persentase contoh dengan intik cukup lebih besar yaitu 54,3%. Namun pada contoh di Kabupaten Bogor, sebagian besar belum mencukupi intik zat besi dari makanan, hanya terdapat 37,1% contoh yang telah mencukupi intik zat besi. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara intik zat besi contoh di Kota dan Kabupaten Bogor

Vitamin A

Konsumsi vitamin A dari makanan seluruh contoh berkisar antara 182,6 RE hingga 6212,8 RE. Rata-rata konsumsi vitamin A seluruh contoh adalah 3436,3  1325,2 RE. Angka kecukupan vitamin A wanita usia 19-49 tahun adalah 500 RE, sedangkan untuk wanita hamil trimester III mendapatkan tambahan angka kecukupan vitamin A sebesar 300 RE. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsumsi vitamin A contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Tingkat kecukupan vitamin A seluruh contoh berkisar antara 22,8 - 776,6% dengan rata-rata 429,5  165,6%. Seluruh contoh di Kota Bogor telah mencukupi intik vitamin A. Hanya 5,7% contoh di Kabupaten Bogor yang belum mencukupi intik vitamin A. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara intik vitamin A contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Vitamin C

Konsumsi vitamin C dari makanan seluruh contoh berkisar antara 0 mg hingga 1706,0 mg. Rata-rata konsumsi vitamin C seluruh contoh adalah 101,8  238,6 mg. . Angka kecukupan vitamin C wanita usia 19-49 tahun adalah 75 mg, sedangkan untuk wanita hamil trimester III mendapatkan tambahan angka kecukupan vitamin C sebesar 10 mg. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara konsumsi vitamin C contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Tingkat kecukupan vitamin A seluruh contoh berkisar antara 0-2007,1%

dengan rata-rata 119,7  280,7%. Secara umum, sebagian besar contoh belum mencukupi intik vitamin C. Sebanyak 65,7 % contoh di Kota Bogor memiliki intik vitamin C dengan kategori kurang, demikian pula 74,3 % contoh di Kabupaten Bogor memilliki intik vitamin C dengan kategori kurang. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara intik vitamin C contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

(20)

Mean Adequacy Ratio (MAR)

Tabel 14 menyajikan rata-rata kecukupan zat gizi dan nilai MAR untuk contoh di setiap wilayah.

Tabel 14 Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi dan MAR

Zat Gizi Tingkat Kecukupan (%)

Kota Kabupaten TOTAL

Energi 92,4 76,7 84,6

Protein 93,4 79,6 86,5

Zat Besi 89,7 66,5 78,1

Vitamin A 463,3 395,8 429,5

Vitamin C 175,5 63,9 119,7

MAR 95,1 77,3 89,8

Hasil penelitian menunjukkan contoh di Kota Bogor memiliki nilai MAR yang lebih tinggi daripada contoh di Kabupaten Bogor. Konsumsi pangan dan asupan zat gizi contoh di Kota lebih baik daripada contoh di Kabupaten Bogor.

Status Gizi

Status gizi contoh sebelum hamil diperoleh dengan menghitung indeks massa tubuh contoh. Indeks massa tubuh sebelum hamil dihitung berdasarkan tinggi badan contoh dan berat badan contoh sebelum kehamilan. Nilai IMT di kelompokan menjadi empat kategori, yaitu: underweight; normal; overweight dan obese. Tabel 15 menyajikan sebaran contoh berdasarkan kategori status gizi sebelum hamil.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan status gizi sebelum hamil

Status Gizi Sebelum Hamil Kota Kabupaten Total

n % n % n %

Underweight (IMT < 18,5) 11 31,4 5 14,3 16 22,9

Normal ( IMT 18,55 - 24,99 ) 19 54,3 27 77,1 46 65,7

Overweight (IMT > 25,00) 4 11,4 2 5,7 6 8,6

Obese (IMT > 30,00) 1 2,9 1 2,9 2 2,9

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Lebih dari separuh contoh, baik di Kota maupun Kabupaten Bogor, memiliki status gizi awal normal. Persentase contoh dengan status gizi normal lebih banyak terdapat di Kabupaten Bogor (77,1%) dibanding di Kota Bogor (54,3%). Persentase contoh dengan status gizi awal underweight lebih besar di Kota Bogor (31,4%) dibanding di Kabupaten Bogor (22,9%). Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi awal contoh di Kota maupun Kabupaten Bogor.

(21)

Total pertambahan berat badan contoh selama kehamilan merupakan selisih antara berat badan contoh saat wawancara dan berat badan contoh sebelum kehamilan. Pertambahan berat badan seluruh contoh berkisar antara 2,5 – 25 kg, dengan rata-rata 11,9  4,8 kg. Total pertambahan berat badan contoh di Kota Bogor berkisar antara 2,5 – 25 kg, dengan rata-rata 13,7  4,9 kg.

Total pertambahan berat badan contoh di Kabupaten Bogor berkisar antara 5 – 20 kg, dengan rata-rata 10,1  4,0 kg. Terdapat perbedaan signifikan antara total pertambahan berat badan contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total pertambahan berat badan contoh di Kota Bogor lebih besar daripada pertambahan berat badan contoh di Kabupaten Bogor. Meskipun usia kehamilan contoh di Kabupaten lebih tua daripada contoh di Kota, pertambahan berat badan contoh di Kabupaten ternyata lebih kecil daripada contoh di Kota. Terdapat empat contoh di Kabupaten dengan usia kehamilan lebih dari 35 namun total pertambahan berat badannya ≤ 7 kg. Hal ini diduga menyebabkan rata-rata pertambahan berat badan contoh di Kabupaten menjadi lebih kecil daripada contoh di Kota. Jika dilihat dari tingkat kecukupan energinya, dua contoh termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat dan dua contoh lainnya termasuk ke dalam kategori defisit tingkat sedang. Diduga terdapat hubungan antara asupan makan sehari-hari yang tidak cukup dengan pertambahan berat badan yang kecil pada keempat contoh tersebut.

Beberapa studi yang tersebar di berbagai negara menunjukkan bahwa pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan berada pada rentang 8 – 14 kg. Lebarnya pertambahan berat badan total ini disebabkan sangat bervariasinya kondisi ibu (misalnya tinggi badan, kondisi sosial ekonomi, tingkat konsumsi pangan) (Talahatu 2006). Berikut ini adalah sebaran contoh berdasarkan pertambahan berat badan total sesuai dengan usia kehamilan disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Rata-rata pertambahan BB selama kehamilan berdasarkan usia kehamilan

Usia Kehamilan Rata-rata pertambahan BB total (kg)

Kota Kabupaten Total

7 bulan 11,0 ± 5,3 (n=11) 8,0 ± 0,0 (n= 3) 10,4 ± 4,8 (n=14) 8 bulan 14,3 ± 4,7 (n=12) 11.1 ± 4,7 (n=20) 12.3 ± 4,9 (n=32) 9 bulan 15,5 ± 4,0 (n=12) 9,0 ± 2,7 (n=12) 12,3 ± 4,7 (n=24) Semakin tua usia kehamilan, maka total pertambahan berat badan ibu akan semakin besar. Hasil penelitian sudah menunjukkan hasil yang sesuai

(22)

dimana pada kelompok usia kehamilan yang lebih tua, pertambahan berat badan totalnya lebih besar. Berdasarkan Tabel 30, diketahui bahwa pertambahan berat badan contoh di Kabupaten dengan usia kehamilan 9 bulan lebih kecil daripada contoh dengan usia kehamilan 8 bulan. Terdapat beberapa contoh pada kelompok usia kehamilan 9 bulan yang pertambahan berat badan totalnya sangat kecil, yaitu ≤ 7 kg. Hal ini diduga menyebabkan rata-rata pertambahan berat total pada kelompok usia kehamilan 9 bulan menjadi lebih kecil.

Rata-rata pertambahan berat badan selama kehamilan berdasarkan usia kehamilan dan status gizi di kedua wilayah disajikan dalam Tabel 17. Total pertambahan berat badan contoh dalam penelitian ini adalah selisih antara berat badan saat wawancara dengan berat badan sebelum hamil. Total pertambahan berat badan yang sebenarnya dapat digunakan untuk menilai status gizi ibu hamil adalah pertambahan berat badan selama kehamilan hingga ibu melahirkan seperti yang direkomendasikan oleh Institut of Medicine (IOM). Hal ini menyebabkan total pertambahan berat badan contoh dalam penelitian ini tidak dapat dibandingkan dengan pertambahan berat badan total yang direkomendasikan oleh IOM. Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui bahwa pada contoh dengan status gizi sebelum hamil normal memiliki pertambahan berat badan yang sesuai dengan usia kehamilan. Pertambahan berat badan kehamilan contoh pada kelompok ini semakin besar seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.

Tabel 17 Rata-rata pertambahan BB selama kehamilan berdasarkan status gizi dan usia kehamilan contoh

Status Gizi Awal Usia kehamilan

7 bulan 8 bulan 9 bulan

Underweight 10,0 ± 0,0 (n=1) 15,2 ± 2,3 (n=10) 10,6 ± 4,9 (n=5) Normal 10,9 ± 4,9 (n=12) 11,1 ± 5,4 (n=20) 13,1 ± 4,4 (n=14) Overweight 5,0 ± 0,0 (n=1) 13,0 ± 0,0 (n=1) 10,3 ± 5,7 (n=4)

Obese (n=0) 6,0 ± 0,0 (n=1) 17,0 ± 0,0 (n=1)

Rata-rata pertambahan berat badan contoh per minggu merupakan hasil bagi dari total pertambahan berat badan contoh dengan usia kehamilan contoh dalam minggu. Pertambahan berat badan per minggu seluruh contoh berkisar antara 0,1-0,8 kg, dengan rata-rata 0,4  0,15 kg. Pertambahan berat badan per minggu contoh di Kota Bogor berkisar antara 0,1 - 0,8 kg, dengan rata-rata 0,4  0,1 kg. Pertambahan berat badan per minggu contoh di Kabupaten Bogor berkisar antara 0,1 - 0,6 kg, dengan rata-rata 0,3  0,13 kg. Rata-rata

(23)

pertambahan berat badan per minggu contoh di Kota Bogor lebih besar daripada rata-rata pertambahan berat badan per minggu contoh di Kabupaten Bogor.

Terdapat perbedaan signifikan antara pertambahan berat badan per minggu pada contoh di Kota dan Kabupaten Bogor. Sebaran contoh berdasarkan pertambahan berat badan per minggu sesuai dengan status gizi sebelum hamil disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan pertambahan BB per minggu

Status Gizi Pertambahan berat badan per minggu (kg)

Kota Kabupaten TOTAL

Underweight 0,4 ± 0,1 0,4 ± 0,2 0,4 ± 0,1

Normal 0,5 ± 0,2 0,3 ± 0,1 0,4 ± 0,2

Overweight 0,4 ± 0,1 0,1 ± 0,0 0,3 ± 0,1

Obese 0,5  0,0 0,2  0,0 0,3 ± 0,2

Pertambahan berat badan contoh underweight di Kota dan Kabupaten Bogor sebesar 0,4 kg/minggu kurang apabila dibandingkan dengan rekomendasi kenaikan berat badan kehamilan yang tercantum adalam Institut of Medicine (IOM) yaitu sebesar 0,5 kg/minggu. Pertambahan berat badan contoh normal dan overweight di Kota melebihi rekomendasi IOM yaitu: 0,4 kg/minggu dan 0,3 kg/minggu, sedangkan pertambahan berat badan contoh normal dan overweight di Kabupaten masih kurang dari kenaikan berat badan yang direkomendasikan oleh IOM.

Rekomendasi pertambahan berat badan per minggu pada ibu hamil dalam IOM adalah pertambahan berat badan selama trimester II dan trimester III.

Pertambahan berat badan contoh dalam penelitian ini tidak dibedakan berdasarkan trimester kehamilan, sehingga menjadi sangat terbatas jika dibandingkan dengan rekomendasi pertambahan berat badan ibu hamil oleh IOM. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan total ibu selama kehamilan adalah status gizi ibu sebelum hamil (prapregnancy nutritional status), konsumsi zat gizi selama kehamilan, tinggi badan ibu, asal etnis, umur dan paritas, aktivitas fisik, status sosial ekonomi, dan kebiasaan-kebiasaaan selama kehamilan (merokok dan minum alkohol).

Praktek Konsumsi Susu Jenis dan bentuk susu

Total contoh yang diwawancarai dalam penelitian ini berjumlah 70 orang ibu hamil. Seluruh contoh dibedakan berdasarkan pilihannya dalam konsumsi

(24)

susu, yaitu: contoh yang mengkonsumsi susu khusus ibu hamil; contoh yang mengkonsumsi susu biasa dan contoh yang tidak mengkonsumsi susu. Tabel 19 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tiga kategori yang telah disebutkan sebelumnya.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi

Jenis Susu Kota Kabupaten TOTAL

n % n % n %

Susu khusus 26 74,3 20 57,1 46 65,7

Susu biasa 6 17,1 0 0,0 6 8,6

Tidak minum susu 3 8,6 15 42,9 18 25,7

TOTAL 35 100 35 100 70 100

Persentase contoh yang tidak mengkonsumsi susu lebih besar pada contoh di Kabupaten Bogor (42,8%) dibanding contoh di Kota Bogor (8,6%), dari keseluruhan contoh terdapat 35,7% contoh tidak mengkonsumsi susu Sebagian besar contoh, baik di Kota maupun di Kabupaten Bogor mengkonsumsi susu khusus ibu hamil, bahkan di Kabupaten Bogor tidak ada contoh yang mengkonsumsi susu biasa. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis susu yang dipilih oleh contoh di Kota dan Kabupaten Bogor.

Tidak ditemukan hubungan signifikan antara tingkat kecukupan zat gizi makro dan mikro dengan jenis susu yang dipilih contoh kecuali pada zat besi. Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan signifikan negatif antara jenis susu yang dipilih dengan tingkat kecukupan zat besi (r=-0,337;p<0,01). Artinya, contoh yang memilih susu khusus ibu hamil lebih dapat memenuhi kecukupan zat besinya. Tabel 20 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Fe dan jenis susu yang dipilih.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan Fe dan jenis susu yang dipilih

Jenis Susu

Tingkat Kecukupan Fe

TOTAL

Cukup Tidak Cukup

n % n % n %

Susu khusus 27 84,4 19 50,0 46 65,7

Susu biasa 1 3,1 5 13,2 6 8,6

Tidak minum susu 4 12,5 14 36,8 18 25,7

TOTAL 32 100 38 100 70 100

Sebagian besar contoh yang telah memenuhi kecukupan zat besinya adalah contoh yang mengkonsumsi susu khusus ibu hamil. Sekitar sepertiga contoh yang tidak mengkonsumsi susu belum memenuhi kebutuhan zat besinya.

(25)

Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kecukupan zat besi antara contoh yang mengkonsumsi susu dan contoh yang tidak mengkonsumsi susu.

Artinya, pada kelompok contoh yang minum susu lebih banyak contoh yang telah mencukupi kebutuah zat besinya. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkat kecukupan zat gizi lainnya. Tabel 21 menyajikan informasi riwayat konsumsi susu contoh sejak sebelum hamil hingga usia kehamilan trimester III.

Tabel 21 Riwayat konsumsi susu contoh sebelum dan selama kehamilan

Tidak minum susu

Jenis Susu

Total Susu Biasa Susu Khusus

n % n % n % n %

Sebelum hamil 43 61,4 23 32,9 4 5,7 70 100

Trimester I 19 27,1 8 11,4 43 61,4 70 100

Trimester II 19 27,1 8 11,4 43 61,4 70 100

Trimester III 23 32,9 8 11,4 39 55,7 70 100

Sebelum hamil, lebih dari separuh contoh tidak mengkonsumsi susu (61,4%) dan sepertiga contoh (32,9) mengkonsumsi susu biasa. Memasuki masa kehamilan trimester I, contoh yang mengkonsumsi susu khusus ibu hamil meningkat secara tajam hingga lebih dari separuh total contoh (61,4%). Hanya sebagian kecil contoh (11,4%) mengkonsumsi susu biasa pada trimester I.

Alasan utama banyaknya contoh yang mulai mengkonsumsi susu, terutama susu khusus ibu hamil pada saat memasuki masa kehamilan adalah untuk menjaga kesehatan ibu dan calon bayi dalam kandungan. Jenis susu yang dikonsumsi contoh selama kehamilan relatif tidak berubah. Persentase contoh yang mengkonsumsi susu khusus ibu hamil pada trimester III berkurang karena beberapa contoh berhenti mengkonsumsi susu pada waktu ini. Alasan contoh berhenti mengkonsumsi susu antara lain rasa mual sudah hilang sehingga asupan makanan saja dirasa sudah cukup.

Hasil penelitian menunjukkan media informasi utama contoh dalam penelitian ini adalah sumber komersil, yaitu: iklan, tenaga penjual, penyalur dan kemasan. Sumber komersil diduga mampu mempengaruhi contoh sehingga sebagian besar contoh memilih jenis susu khusus untuk dikonsumsi selama kehamilan. Perbandingan zat gizi dalam susu khusus ibu hamil dan susu biasa disajikan dalam Tabel 22.

Gambar

Gambar 2  Persentase  contoh  dengan  jawaban  benar  untuk  setiap  kategori  pertanyaan pengetahuan gizi
Gambar 3  Persentase  contoh  dengan  sikap  sesuai  untuk  setiap  kategori  pernyataan sikap
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan media informasi susu Kebiasaan Makan
Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi  Hasil  penelitian  menunjukkan terdapat  hubungan  signifikan  positif  antara  pengetahuan  gizi  contoh  dengan  kebiasaan  makan  yang  meliputi  frekuensi  makan  utama  (r=0,406;p&lt;0,01
+5

Referensi

Dokumen terkait

1) Setelah menyaksikan video pembelajaran di Google Classroom tentang listrik statis yang dibuat oleh guru, siswa dapat menyebutkan tiga komponen utama penyusun atom

Pelaksanaan pendirian minimarket di Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung dilakukan dengan memenuhi persyaratan dengan jalan 1) memberikan laporan telah mendirikan

[r]

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, Pemohon I dan Pemohon II telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi di persidangan, kedua saksi tersebut di bawah

1) Pembelajaran secara tim. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus

Sebelum kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dilaksanakan, mahasiswa terlebih dahulu menempuh kegiatan yaitu pra PPL melalui pembelajaran mikro dan kegiatan

Laru yang memiliki air lebih tinggi (*15%) menghasilkan tempe yang mengandung vitamin BIZ 1,7 kali l e b i tinggi pada awal penyimpanan, dan 0,6 kali lebih tinggi dari pada

(1979) didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi prestasi yang dicapai secara bersama- sama antara pemerintah dan masyarakat dalam wujud peningkatan kondisi dan