• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI SUMBER ALKALI (BASA) ALAMI PADA PEMBUATAN SABUN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI SUMBER ALKALI (BASA) ALAMI PADA PEMBUATAN SABUN SKRIPSI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI SUMBER ALKALI (BASA) ALAMI PADA

PEMBUATAN SABUN

SKRIPSI

Oleh

WIRDA SARI NASUTION 130405033

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NOVEMBER 2017

(2)

PEMANFAATAN ABU KULIT BUAH KELAPA SEBAGAI SUMBER ALKALI (BASA) ALAMI PADA

PEMBUATAN SABUN

SKRIPSI

Oleh

WIRDA SARI NASUTION 130405033

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NOVEMBER 2017

(3)
(4)
(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa Sebagai Sumber Alkali (Basa) Alami Pada Pembuatan Sabun”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan abu kulit buah kelapa yang digunakan sebagai sumber alkali (basa) alami pada pembuatan sabun.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc. Ph.D selaku Dosen Pembimbing Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Rosdanelli Hasibuan, MT dan Bode Haryanto, ST., MT., Ph.Dselaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Bambang Trisakti, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Maya Sarah, S.T, M.T, Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan M, Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan selama menjalani kuliah dan pengerjaan skripsi.

6. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia.

7. Gilang Ramadhan, selaku partner penelitian sekaligus sahabat penulis yang selalu menemani baik dalam dalam pengerjaan skripsi.

(7)

8. Keluarga Laboratorium Kimia Analisa terutama kepada Azhari Baharsyah Gajah.

9. Teman-teman stambuk 2013, dan abang dan kakak stambuk 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2017 Penulis

Wirda Sari Nasution

(8)

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Ayah & Ibu tercinta

Ayah Darwis Nasution dan Ibu Herli Purba

Ayah adalah orang yang mengajariku akan betapa kerasnya hidup ini dan menjadikanku pribadi yang tangguh sehingga dapat tetap tegar di

atas segala cobaan yang datang silih berganti. Ibu adalah wanita hebat yang telah membesarkan, mendidik dan mendukungku dengan

penuh kesabaran dan kasih sayang. Mereka jugalah yang menjadi alasanku untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan.

&

Ketiga Adik tersayang

Edo Wiranto Nasution, Syafrudin Nasution dan Dahrianto Sapri Ali Nasution

Terima kasih telah menjadi adik yang senantiasa menyayangiku dan menjadi alsanku untuk terus berjuang demi masa depan kita yang

lebih baik

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Wirda Sari Nasution NIM: 130405033

E-mail: wirdasarinasution84@gmail.com

Tempat/Tgl. Lahir: Padang Sidimpuan/ 28 Maret 1996 Nama orang tua: Darwis Nasution dan Herli Purba Alamat orang tua:

Jalan Paku Gang Emas Tanah Enam Ratus Lingkungan IX Kecamatan Medan Marelan

Asal Sekolah :

 SD Negeri 066435 Medan, tahun 2001-2007

 SMP Negeri 20 Medan,tahun 2007-2010

 SMA Swasta Laksamana Martadinata Medan, tahun 2010-2013 Pengalaman Organisasi / Kerja:

1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2015/2016 sebagai anggota.

2. Covalen Study Group (CSG) Teknik Kimia FT USU periode 2015/2016 sebagai anggota bidang Hubungan Masyarakat.

3. Kerja Praktek di PT. Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu, Indonesia tahun 2016 pada bagian Petroleum Engineer (PE).

Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai:

1. Finalis 10 besar Karya Tulis Ilmiah Nasional Gelar Teknologi Kimia XVII, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017.

2. Juara Harapan 1 Karya Tulis Ilmiah Nasional Gelar Teknologi Kimia XVII, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2017..

3. Peserta Pada Kegiatan Dialog Pelibatan Komunitas Seni Budaya Dalam Pencegahan Terorisme, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Utara, 2017

(10)

ABSTRAK

Abu kulit buah kelapa merupakan hasil pembakaran kulit buah kelapa yang dilakukan secara konvensional. Abu kulit buah kelapa memiliki kandungan kalium yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai basa untuk pembuatan sabun. Penelitian ini dilakukan pembuatan sabun cair dari abu kulit buah kelapa sebagai sumber basa alami dengan variabel volume alkali dan waktu pengadukan dengan analisa bilangan penyabunan, keasaman, densitas dan alkali bebas untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sabun yang dihasilkan. Pada variasi volume alkali dan waktu pengadukan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka diperoleh sabun cair yang ditinjau dari setiap analisa yang dilakukan adalah pada volume alkali 20 ml dengan waktu pengadukan 180 menit maka pH yang terbaik yaitu sebesar 9, pada analisa bilangan penyabunan yang terbaik dengan volume alkali 35 ml tanpa pengadukan yaitu sebesar 205,4, densitas terbaik yang dilakukan pada volume alkali 20 ml tanpa pengadukan yaitu sebesar 1,076 dan alkali bebas yang terbaik dilakukan pada volume alkali 20 ml dengan waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 0,056.

Kata Kunci : Abu kulit buah kelapa, Bilangan Penyabunan, Kalium, Sabun, Saponifikasi

(11)

UTILIZATION OF COCONUT PEEL ASH A NATURAL SOURCE OF ALKALI (BASE) IN THE MAKING OF SOAP

ABSTRACT

Coconut peel ash is the result of coconut husk burning done conventionally. The coconut peel ash has a high potassium content that can be used as a base for soap making. The research is done making liquid soap from coconut husk ash as natural base source with variable of alkaline volume and stirring time with analysis of saponification number, acidity, density and alkali free to know the effect of these variable on the soap produced. In the variation of alkali volume and stirring time carried out in this study, the obtained liquid soap in terms of analysis carried ot was at 20 ml alkali volume with 180 minutes stirring time then the best pH was 9, in the best lathering with an alkali volume of 35 ml without stirring of 205,4, the best density carried out 20 ml of alkali volume without stirring is 1,076 and the best alkali free is carried out at an alkaline volume of 20 ml with a stirring time of 180 minutes of 0,056.

Keywords : Coconut husk ash, Numbers of saponification, Potassium, Soap, Saponification

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN SKRIPSI ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 SABUN...5

2.1.1 Pengertian Sabun... 5

2.1.2 Sejarah Sabun...7

2.1.3 Jenis Jenis Sabun...8

2.1.4 Mekanisme Reaksi Sabun...10

2.1.5 Proses Pembuatan Sabun...10

2.1.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan.12 2.2 MINYAK DAN LEMAK...14

2.2.1 Minyak Hewani...14

2.2.2 Minyak Nabati...14

2.2.2.1 Minyak Kelapa (Cocos nucifera)...15

(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...19

3.1 LOKASI PENELITIAN...19

3.2 BAHAN DAN PERALATAN...19

3.2.1 Bahan ...19

3.2.2 Peralatan...19

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ...20

3.4 Prosedur Percobaan...20

3.4.1 Prosedur Utama Percobaan...20

3.4.1 Prosedur Penelitian...20

3.4.1.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi...20

3.4.2 Prosedur Analisa...20

3.4.2.1 Prosedur Analisa Densitas...20

3.4.2.2 Prosedur Analisa Keasaman (pH)...21

3.4.2.3 Prosedur Analisa Bilangan Penyabunan...21

3.4.2.4 Prosedur Analisa Alkali Bebas...22

3.5 FLOWCHART...23

3.5.1 Flowchart Penelitian...23

3.5.1.1 Flowchart Reaksi Saponifikasi...23

3.5.2 Flowchart Analisa...24

3.5.2.1 Flowchart Analisa Densitas...24

3.5.2.2 Flowchart Analisa Keasaman (pH)...25

3.5.2.3 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan...26

3.5.2.4 Flowchart Analisa Alkali Bebas...27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...28

4.1 Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Keasaman Sabun...30

4.2 Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Densitas Sabun...32

4.3 Pengaruh Volume Alkali danWaktu Pengadukan Terhadap Bilangan Penyabunan Sabun...34 4.4 Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap

(14)

4.5 Hasil Uji Anatomic Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Buah Kelapa...38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...39 DAFTAR PUSTAKA...40

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi...10

Gambar 2.2 Komposisi Buah Kelapa...17

Gambar 2.3 Kulit Buah Kelapa...18

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi...23

Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas...24

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman pH...25

Gambar 3.4 Flowchart Bilangan Penyabunan...26

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas...27

Gambar 4.1 Kulit Buah Kelapa (a) Sebelum Dibakar (b) Setelah Dibakar..29

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Keasaman Sabun...30

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Densitas Sabun...32

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu Pengadukan Terhadap Bilangan Penyabunan Sabun...34

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Volume Alkali Reaksi dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Alkali Bebas Sabun...36

Gambar 4.6 Hasil Sabun...38 Gambar LC.1 Foto Hasil Ekstraksi Alkali Kulit Buah Kelapa...LC-1 Gambar LC-2 Foto Proses Pembuatan Sabun...LC-2 Gambar LC-3 Proses Pemisahan Sabun...LC-3 Gambar LC-4 Foto Proses Analisa pH Sabun...LC-3 Gambar LC-5 Foto Analisa (a) Sebelum Titrasi (b) Setelah Titrasi...LC-4 Gambar LD-1 Hasil Analisa Kadar Kalium Menggunakan Scanning

Electrone Microscope-Energy Disperdive X-ray spectroscopy (SEM-EDX)...LD-1

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Syarat Sabun Mandi Cair. 6

Tabel 2.2 Syarat Sabun Mandi Padat...6

Tabel 2.3 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia...7

Table 2.4 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia...7

Tabel 2.5 Senyawa Utama Abu Kelapa...18 Tabel LA-1 Data Hasil Percobaan Pembuatan Sabun...LA-1

(17)

DAFTAR SINGKATAN

SLS Sodium laurat Sulphoshat

CO3 Karbonat

KOH Kalium Hidroksida

SNI Standar Nasional Indonesia

NaOH Natrium Hidroksida

NaCl Natrium Klorida

pH Kadar Keasamaan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A DATA HASIL PERHITUNGAN 44

LA.1 Data Hasil Penelitian Pembuatan Sabun...44

LAMPIRAN B LAMPIRAN PERHITUNGAN...45

LB.1 Perhitungan Densitas Sabun...45

LB.2 Perhitungan Bilangan Penyabunan...46 \

LB.3 Perhitungan Alkali Bebas...47 555566666 LAMPIRAN C DOKUMENTASI PERHITUNGAN...48

LC.1 Hasil Ekstraksi Alkali Dari Kulit Buah kelapa...48

LC.2 Proses Pembuatan Sabun...48

LC.3 Proses Pemisahan Sabun...49

LC.4 Pengukuran pH Sabun Menggunakan pH Meter...49

LC. 5 Analisa Titrasi Sabun...50

LAMPIRAN D HASIL UJI... LD.1 Hasil Analisa Kalium...51

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sabun merupakan salah satu kebutuhan utama manusia sehari-hari. Sabun digunakan sebagai bahan baku untuk pencuci pakaian, pembersih lantai dan pembersih badan [1]. Defenisi sabun adalah reaksi antara alkali dan asam lemak akan membentuk garam yang berbentuk sabun yang disebut proses saponifikasi. Bahan baku pembuatan sabun komersial dapat berasal dari minyak nabati dan hewani [2].

Minyak nabati dapat berupa minyak: kelapa, sawit, jarak dan lainya. Minyak hewani dapat berasal dari lemak lard yaitu minyak yang berasal dari lemak babi dan tallow yaitu minyak yang berasal dari lemak sapi ataupun domba. Masing-masing minyak akan menghasilkan sabun yang berbeda sifat sesuai dengan karekteristik minyaknya, seperti minyak sawit akan menghasilkan sabun yang keras, sulit berbusa dan memiliki daya bersih yang tinggi [3]. Sabun dari minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang keras, daya bersih tinggi dan berbusa banyak [4].

Sabun yang beredar di pasaran sebagian besar adalah sabun kimia. Sabun kimia merupakan sabun yang menggunakan sodium laurat sulposphat (SLS) sebagai bahan baku utamanya. Seiring perkembangan zaman, gaya hidup manusia juga ikut berkembang dengan meningkatnya kepedulian akan lingkungan, seperti kesadaran pemakaian sabun natural yang pembuatannya tidak melibatkan bahan kimia sintesis seperti SLS. Sabun kimia dan sabun natural dapat dibedakan berdasarkan kandungan gliserin yang dihasilkan. Pada sabun komersial, umumnya gliserin yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi dipisahkan dan diolah menjadi produk kosmetik. Karena mahalnya harga gliserin maka produsen sabun menggunakan base soap (SLS) sebagai bahan baku pembuatan sabun. Sedangkan pada sabun natural gliserin yang dihasilkan tetap terkandung pada sabun sehingga sabun akan bersifat lebih melembabkan kulit.

Abu merupakan residu mineral yang diperoleh setelah pembakaran pada bahan organik. Komposisi abu tergantung pada sumber, jenis bahan tanaman dan sifat tanah tempat tumbuh suatu tanaman. Bahkan pada tanaman yang sama, komposisi logam

(20)

dapat bervariasi, seperti yang diamati dalam studi melacak konsentrasi elemen dalam kulit buah dan batang Musa paradisiaca [5].

Tanaman kelapa di Indonesia mencapai luas 3.759.397 ha. Sekitar 92,40 % diantaranya berupa kelapa dalam yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat, sedangkan kelapa hibrida baru sekitar 4%. Oleh karena itu, Indonesia disebut sebagai negara produsen kelapa kedua setelah Philipina, tentu dilihat dari segi total areal maupun potensi produksinya.

Kulit buah kelapa merupakan bagian kelapa yang belum di manfaatkan secara maksimal karena selama ini dalam rumah tangga hanya mengambil santan buah kelapa saja sehingga biasanya kulit buah kelapa dibuang begitu saja atau terkadang digunakan sebagai alat bakar. Abu hasil pembakaran kulit buah kelapa memiliki senyawa utama kadar ion kalium (K) dan karbonat (CO3) yang tinggi masing-masing 40 dan 27,7 % [6]. Sehingga dalam hal ini hasil ekstraksi dari abu kulit buah kelapa dimanfaatkan sebagai sumber alkali (basa) atau soda qui untuk pembuatan sabun natural.

Selain alkali seperti kalium dan natrium untuk menghasilkan sabun natural, harus menggunakan minyak. Salah satu jenis minyak yang digunakan adalah minyak kelapa yang berasal dari buah kelapa. Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor dan dapat tumbuh disepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng gunung pada umumnya. Indonesia memiliki panjang garis pantai sebesar 95.181 kilometer persegi [7] yang sebagian besar ditanami pohon kelapa. Areal tanaman kelapa Indonesia adalah 3,88 juta hektar dengan prduksi 3,2 juta ton kopra pertahun. Kopra merupakan buah kelapa yang menjadi bahan baku minyak. Sabun dari minyak kelapa memiliki kelebihan seperti; memiliki aroma manis berbau unik, anti-jamur serta sifat anti-bakteri. Selain itu sabun yang berasal dari minyak kelapa mamiliki busa yang banyak sepeti yang telah dijelaskan diatas dan berfungsi sebagai emollient alami. Manfaat emollient untuk mengurangi kehilangan cairan pada permukaan kulit (yang menyebabkan kulit kering), melembutkan dan menghaluskan [4].

Peneliti sebelumnya yang membuat sabun dengan memanfaatkan alkali yang bersumber dari tanaman diantaranya [8] fokus pada pembuatan sabun dari kulit pisang mentah. Dimana kulit pisang mentah dikeringkan dalam oven pada 100 °C sampai berat konstan. Pembakaran dilakukan selama 3 jam. Hasil analisis yang diperoleh adalah kalium sebesar 81,98% dan natrium sebesar 15,86 %.

(21)

Dalam peneitian ini akan dilakukan pembuatan sabun dengan memanfaatkan minyak kelapa dan kandungan Kalium Karbonat yang ada pada kulit kelapa sebagai sumber alkali melalui reaksi safonifikasi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana potensi kalium dari abu kulit buah yang dimanfaatkan sebagai alkali pada pembuatan sabun.

2. Bagaimana sifat fisik sabun yang dihasilkan dengan menggunakan alkali dari abu kulit buah kelapa.

3. Bagaimana pengaruh alkali dari abu kulit buah kelapa pada kualitas sabun yang dihasilkan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memperoleh potensi kalium dari kulit buah kelapa yang dimanfaatkan pada pembuatan sabun.

2. Memperoleh sifat fisik sabun yang dihasilkan dengan menggunakan alkali dari abu kulit buah kelapa.

3. Memperoleh pengaruh alkali dari abu kulit buah kelapa pada kualitas sabun yang dihasilkan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Memberikan informasi potensi kalium dari abu kulit buah kelapa yang dimanfaatkan sebagai alkali pada pembuatan sabun.

2. Memberikan informasi mengenai sifat-sifat fisik sabun yang dihasilkan dengan menggunakan alkali dari abu kulit buah kelapa.

3. Memberikan informasi mengenai pengaruh alkali dari abu kulit buah kelapapada kualitas sabun yang dihasilkan.

(22)

1.5 RUANG LINGKUP

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini di rencanakan memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut :

1. Sampel yang digunakan adalah minyak kelapa yang diperoleh dari pasar dan kulit buah kelapa sebagai sumber alkali untuk pembuatan sabun yang diperoleh dari tempat pengumpulan kelapa di Hamparan Perak.

2. Proses yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses saponifikasi.

3. Variabel penelitian antara lain : Variabel Tetap :

- Volume minyak : 30 ml - Temperature : 800C Variabel Bebas :

- Volume Alkali : 20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35 ml

- Waktu Pengadukan : Tanpa Pengadukan, 30 menit, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam.

Analisa yang dilakukan:

1. Densitas 2. Alkali Bebas

3. Bilangan Saponifikasi 4. Keasaman (pH)

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SABUN

2.1.1 Pengertian Sabun

Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon C12 hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air [9].

Sabun dapat didefinisikan sebagai komponen kimia atau campuran dari komponen kimia yang merupakan hasil reaksi antara asam lemak asam gliserida dengan metal radikal (atau alkali organik). Sabun juga dapat dideskribsikan sebagai garam yang larut dalam air dengan asam lemak dengan ikatan atom karbon sebanyak 6 atau lebih. Metal yang biasa digunaka dalam pembuatan sabun berasal dari natrium dan kalium, yang menjadikan sabun larut dalam air. Berbeda dengan sabun yang dihasilkan dari metal divalent seperti, kalsium, magnesium besi dan alumunium yang tidak larut didalam air [10].

Standar Nasional Indonesia (SNI) (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium (NaOH) atau kalium (KOH) dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Minyak berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis minyak menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda-beda [11]. Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam – asam lemak yang digunakan. Komposisi asam – asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh

(24)

yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat – zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang merugikan [12].

Syarat mutu sabun mandi cair menurut standar nasional Indonesia [13].

Tabel 2.1 Syarat Sabun Mandi Cair

No. Kriteria Satuan Persyaratan

Jenis S Jenis D 1. Keadaan:

Bentuk Cairan

Homogen Cairan Homogen

Bau Khas Khas Khas Khas

Warna

2. pH 25◦ C 8-11 6-8

3. Alkali Bebas % Maks 0,1 Tidak

dpersyaratkan 4. Bobot Jenis

25◦C gr/cm³ 1,01-1,1 1,01-1,1

Syarat mutu sabun mandi padat menurut standar nasional [13].

Tabel 2.2 Syarat Sabun Mandi Padat [13]

No. Uraian SNI

Tipe 1 Tipe 2 Superfat

1. Kadar Air (%) Maks 15 Maks 15 Maks 15

2. Jumlah Asam Lemak (%) >70 64-70 >70

3. Alkali Bebas (%) Maks 0,1

Maks

0,1 Maks 0,1

4. Asam Lemak Bebas (%) <2,5 <2,5 <2,5

5. Lemak Netral (%) <2,5 <2,5 <2,5

Indonesia memiliki jumlah penduduk 237.641.326 jiwa [14], yang setiap penduduknya membutuhkan sabun setiap harinya untuk memberiskan diri dan peralatan lainnya. Produksi sabun di Indonesia terlampir pada table 2. yang menunjukan adanya pertumbuhan prosuksi sabun. Sedangkan data impor sabun Indonesia ditunjukan pada table 2.3.

(25)

Tabel 2.3 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia [15]

No. Tahun MassaSabun (ton/tahun)

1. 2007 44.959,50

2. 2008 47.452

3. 2009 49.452

4. 2010 168.546,43

Table 2.4 Kapasitas Import Sabun Pada Tahun 2007-2010 di Indonesia [15].

No. Tahun MassaSabun (ton/tahun)

1. 2007 1.613,125

2. 2008 1.731,443

3. 2009 1478,155

4. 2010 1113,125

2.1.2 Sejarah Sabun

Istilah saponifikasi diambil dari bahasa latin “sapo” yang artinya soap atau sabun. Sapo merupakan nama sebuah gunung –ada juga yang menyebutnya bukit–

dalam legenda Romawi kuno, yang biasa menjadi tempat pemotongan hewan kurban dalam upacara. Ketika hujan, sisa-sisa lemak hewan itu tercampur abu kayu pembakaran dan mengalir ke Sungai Tiber di bawah gunung. Tak diduga, saat masyarakat sekitar sungai mencuci, mereka mendapati air mengeluarkan busa dan pakaian mereka menjadi lebih bersih.

Pada abad ke-1 masyarakat Romawi Kuno melakukan saponifikasi dengan cara mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni (urine) dengan

(26)

seni (fullones) untuk dijual ke para pembuat sabun. Tapi baru pada abad ke-2 dokter Galen (130-200 SM) menyebutkan penggunaan sabun untuk membersihkan tubuh.

Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology:

An Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimiawan Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Orang Arab membuat sabun dari minyak nabati atau minyak atsiri, misalnya minyak thymus.

Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina. Sabunnya sudah berbentuk padat dan cair.

Sebelum mengenal sabun, masyarakat di Nusantara biasanya mandi dengan menggosokan lempeng-lempeng batu halus untuk menyingkirkan kotoran di tubuh.

Agar kulit harum dan halus, mereka menaburkan kuntum mawar, melati, kenanga, sirih, dan minyak zaitun dalam wadah penampungan air. Kebiasaan ini masih berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Bahkan saat ini, sekalipun menggunakan sabun, ada yang merasa belum bersih tanpa menggosokkan batu ketika mandi.

Kini, sabun sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari. Mandi takkan terpisahkan dari sabun. Tinggal bagaimana membiasakan diri mencuci tangan pakai sabun. Indonesia, berdasarkan survey Departemen Kesehatan tahun lalu, termasuk negara yang malas cuci tangan pakai sabun. Padahal, sejak 2008, Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia [16].

2.1.3 Jenis Jenis Sabun

Sabun berdasarkan kegunaanya dapat dibagi berdasarkan [17]:

1. Sabun Transparan

Sabun yang satu ini mempunyai kadar yang sangat ringan, sehingga sabun ini sangat cocok sekali digunakan untuk semua kulit. Sabun ini juga mempunyai sifat yang mudah larut, sehingga sangat cocok sekali digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan memiliki rantai karbon yang tidak terlalu panjang, secara umum dibawah 18. Bahan minyak untuk membuat sabun transparan yang paling sering dijumpai adalah minyak kelapa.

(27)

2. Sabun Kecantikan

Sabun kecantikan dapat berupa sabun foam yaitu sabun yang satu ini mempunyai manfaat untuk membersihkan wajah secara sempurna. Kemasan sabun ini sangatlah fleksibel sehingga sangat nyaman untuk dibawa seharihari. Sabun scrub sabun ini mempunyai tekstur scrub yang sedikit kasar. Sabun ini mempunyai manfaat untuk membersihkan serta mengangkat sel kulit mati, sehingga wajah anda akan nampak semakin cerah. Namun jangan memakai sabun ini terlalu sering karena dapat membuat kulit muka menjadi kering. Selain itu ada sabun Acne sabun ini sangat cocok bagi anda yang sedang mengalami masalah jerawat. Karena sabun ini memang diformulisasikan secara khusus untuk membunuh sel jerawat yang membandel.

3. Sabun Natural

Sabun natural mengacu pada proses pembuatannya yang tidak banyak melibatkan bahan kimia sintetis. Sebuah sabun disebut natural ketika peran SLS digantikan dengan bahan-bahan alami/natural berupa minyak alami (nabati/hewani), pembuatannya tanpa melibatkan detergen (SLS/SLES atau texapon) dan zat kimia sintetis (parabens/pengawet kimia, EDTA, pewarna sintetis, dll). Hal ini menjadi salah satu keistimewaan yang membuat kualitas sabun natural lebih baik dibanding dengan sabun biasa. Penjelasan kali ini akan membahas tentang penggunaan minyak nabati yang memiliki fungsi spesifik dalam pembuatan sabun, lebih dapat dipertanggung jawabkan jaminan kehalalannya dan efektif manfaatnya bagi kulit.

Minyak alami (nabati) yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun natural merupakan kombinasi dari minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), dan minyak kelapa sawit (palm oil). Ketiga minyak nabati tersebut biasanya digunakan sebagai bahan baku utama dan memiliki fungsi yang berbeda. Kombinasi ketiganya dapat menghasilkan sabun natural dengan kualitas yang baik, mampu membersihkan kulit serta menjaga kelembutan dan menutrisi kulit [18]

(28)

2.1.4 Mekanisme Reaksi Sabun

C3H5(OOCR)3 + 3NaOH/ KOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Minyak/Lemak Alkali Gliserol Sabun

Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Saponifikasi [19]

Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali merupakan larutan yang tidak saling melarut (immiscible). Setelah terbentuk sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, karena reaksi penyabunan bersifat sebagai reaksi autokatalitik, maka pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus lebih baik, penambahan panas dan pengadukan yang cepat cenderung mempercepat proses saponifikasi. Apabila senyawa alkali yang ditambahkan adalah kaustik soda (NaOH), maka sabun yang dihasilkan adalah sabun yang bersifat keras (hard soap) dan gliserol yang terikut dalam sabun tersebut dapat dipisahkan dari sabunnya dengan penambahan NaCl sedangkan bila senyawa alkali yang ditambahkan kalium soda (KOH) maka akan didapat sabun lunak (soft soap) tapi gliserolnya tidak dapat dipisahkan dengan NaCl sehingga berupa zat warna kuning yang masih berisi alkohol dan air [20].

2.1.5 Proses Pembuatan Sabun

Terdapat tiga metode yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun yakni Hot Process (pemanasan), Cold Process (pendinginan) dan Melt and Pour (melelehkan dan menuangkan) [21].

1. Metode Cold Process (Pendinginan)

Cold process adalah teknik yang paling populer dalam pembuatan sabun natural. Teknik ini telah dikenal sejak berabad-abad lamanya dalam sejarah kuno (Romawi) maupun sejarah modern (Eropa). Cold process merupakan ketrampilan karya seni yang sangat tinggi dan dihargai para ratu dan para

(29)

putri kerajaan-kerajaan untuk perawatan wajah dan kecantikan mereka. Sabun seperti inilah yang istimewa

Sabun yang dibuat dengan cold process memerlukan curing time (waktu pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun tersebut siap pakai.

Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air dalam sabun natural sehingga sabun akan menjadi lebih keras, busa lebih baik, semakin lembut jika dipakai, dan lebih tahan lama. Intinya, sabun akan menjadi lebih sebaik secara keseluruhan. Istimewanya, semakin lama usia sabun natural maka kualitasnya akan semakin baik karena telah melewati proses cure (pematangan) yang lama, sabun menjadi padat sempurna dan manfaat dari sabun natural akan lebih maksimal. Dapat bertahan sampai +3 tahun dengan cara penyimpanan yang tepat, yaitu dibiarkan dalam ruang terbuka (agar proses curing tetap berjalan), tidak disimpan dalam suhu lembab, dan tidak tekena sinar matahari langsung.

Memang, dalam pembuatan sabun natural yang menggunakan cold process membutuhkan waktu lama, menuntut kualitas bahan baku yang baik dan penakarannya yang presisi. Tuntutan tinggi inilah yang akan menghasilkan sabun dengan kualitas istimewa dan mewah, kaya akan glycerin dan zat-zat alami yang sangat baik untuk kesehatan dan perawatan kulit. Inilah salah satu hal yang menyebabkan sabun natural menjadi begitu mewah dan istimewa untuk memanjakan kulit Sabun yang dibuat dengan cara ini membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk dapat digunakan, karena selama masa ini akan terjadi reaksi kimia antara soda api, minyak, dan air yang nantinya akan menghasilkan sabun. Selain itu kandungan air dalam sabun juga akan menguap sehingga sabun lebih keras sewaktu digunakan.

2. Metode Hot Process (Pemanasan)

Untuk memproduksi sabun secara massal, pabrik sabun komersial menggunakan “hot process” atau proses panas. Hot process lebih mudah dibanding dengan cold process (teknik pembuatan sabun natural) karena tidak menuntut kualitas dan bahan baku yang baik. Berbeda dengan sabun natural,

(30)

dipaksa untuk matang dengan cepat. Cara ini efektif untuk menekan biaya produksi sehingga sabun dapat dijual dengan harga murah, tapi sifatnya tidak ramah terhadap kulit dan juga lingkungan. Kandungan zat alam dalam sabun yang bermanfaat bagi kulit pun mudah rusak karena proses panas ini.

Pembuatan sabun dengan metode ini lebih rumit dari proses dingin, Tetapi dengan metode hot process, waktu tunggu hanya 7-10 hari agar sabun mengeras untuk dapat digunakan.

3. Metode Leleh Tuang

Metode ini merupaka metode yang paling mudah, yang perlu dilakukan adalah melelehkan sabun dasar (soap base), campur dengan pewarna dan pewangi sabun, lalu tuang dalam cetakan. Masukan adonan sabun dalam lemari es, tunggu hingga sabun mengeras, potong sesuai keinginan dan bisa langsung dipakai.

2.1.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Penyabunan

Berikut merupak faktor-faktor yang memeperngaruhi reaksi penyabunan [20]:

1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH

Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen, sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.

2. Suhu

Ditinjau dari segi termodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

ln =Δ RT

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta

(31)

keseimbangan), tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini:

= /

Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/gr mol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas ideal (cal/gr mol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam waktu yang lebih cepat.

Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis.

3. Pengadukan

Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan molekulmolekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan konstanta A.

4. Waktu

Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan jumlah minyak yang tersabunkan.

(32)

2.2 MINYAK DAN LEMAK

Minyak berdasarkan sumbernya dapat dikelompokan:

2.2.1 Minyak Hewani

Minyak hewani adalah minyak yang berasal dari lemak hewan, beberapa contoh minyak hewani [22]:

1. Minyak Tallow

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industry pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titier (temperature solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan sapofikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dala pembuatan sabun cuci. Oleat dan strearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar 0,75 – 7,0 %.

Titer pada tallow umumnya diatas 40 °C. Tallow dengan titer dibawah 40 °C dikenal dengan grease.

2. Minyak Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenih seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti strearat (35-40%).

Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidak jenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Minyak Marine

Minyak berasal dari mamalia laut (Paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

2.2.2 Minyak Nabati

Minyak hewani adalah minyak yang berasal dari lemak hewan, beberapa contoh minyak nabati [22] :

1. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit

(33)

berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.

2. Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

3. Minyak Zaitun

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

2.2.2.1 Minyak Kelapa (Cocos nucifera)

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke-4 dengan panjang garis pantai sebesar 95.181 kilometer persegi, menurut data yang dikeluarkan Sekertaris Dewan Kelautan Indonesia,Rizald Max, sebagian besar dari pesisr pantai tersebut ditumbuhi oleh tanaman kelapa dan dapat dioleh menjadi minyak kelapa. Penggunaan minyak kelapa di Indonesia nomor dua terbanyak setelah minyak sawit (lebih dari 70%) [23].

Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak kelapa dapat diekstrak dari daging kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa yang telah dikeringkan atau yang biasa disebut kopra.

Pengolahan minyak kelapa dilakukan dengan cara kering dan basah. Cara kering dilakukan dengan pengepresan kopra. Cara kering dilakukan di pabrik pengolahan minyak kelapa karena memerlukan investasi yang cukup besar untuk

(34)

dari daging kelapa dan dipanaskan untuk memisahkan minyak dari bagian yang mengemulsinya. Cara lain untuk mendapatkan minyak kelapa secara basah adalah secara fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme sebagai inokulum seperti bakteri dan khamir. Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ini dapat dilakukan dengan skala besar maupun rumah tangga. Cara fermentasi memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu efektifitas tenaga, waktu relatif singkat dan biaya tidak terlalu tinggi. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih banyak dan warnanya lebih jernih.

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling tinggi jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidak jenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5. Woodroof (1979) menyebutkan bahwa kandungan asam- asam lemak utama di dalam minyak kelapa murni adalah laurat (45%), miristat (18%), palmitat (9,5%), oleat (8,2%), kaprilat (7,8%), kaprat (7,6%) dan stearat (5%). Minyak kelapa murni dikenal sebagai minyak laurat tinggi mengandung asam lemak jenuh [9].

2.3 ALKALI

Kalium merupakan unsur yang tergolong kealam logam alkali. Struktur kalium merupakan kation monovalen (K+) yang dapat ditemukan pada cairan sel tanaman yang tidak terikat secara kuat dan bukan merupakan bagian dari jaringan tua ke titik perhubungan akar dan tajak. Kalium juga memiliki banyak perilaku yang sama dengan natrium, kalsium, dan magnesium di lingkungan. Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah melakukan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, seperti klor dan magnesium. Kalium memiliki sifat mudah larut, mudah terbawa hanyut dan mudah terfiksasi dalam tanah. Kalium dapat diperoleh dari beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik [24]. Untuk memperoleh alkali kalium, abu tanaman yang telah diperoleh dari hasil dekarbonasi diekstraksi dengan menggunakan pelarut air [25] menghasilkan alkali dalam bentuk KOH.

(35)

Buah kelapa terdiri dari beberapa bagian, yaitu kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging buah, daging buah, air kelapa dan lembaga. Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35%

dari bobot buah kelapa yang merupakan sisa buah kelapa yang banyak terdapat di Indonesia. Bagian yang berserabut merupakan kulit dari buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan [26].

Kulit buah kelapa merupakan bagian kelapa yang belum di manfaatkan secara maksimal karena selama ini dalam rumah tangga hanya mengambil santan buah kelapa saja sehingga biasanya kulit buah kelapa dibuang begitu saja atau terkadang digunakan sebagai alat bakar. Abu hasil pembakaran kulit buah kelapa memiliki senyawa utama kadar ion kalium (K) dan karbonat (CO3) yang tinggi masing-masing 40 dan 27,7 % [6].

Gambar 2.2 Komposisi Buah Kelapa [27]

Kelapa memiliki potensi besar sebagai sumber ekonomis kaustik kalium dengan cara mengekstrak garam kalium dari kulit kelapa. Kulit kelapa memiliki kandungan kalium sekitar 40 % dari abunya (Ritonga, Dkk., 2013). Garam kalium tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun. Dengan pemanfaatan kulit kelapa ini akan meningkatkan kesinambungan dan tidak hanya akan membuat lingkungan bebas dari limbah pertanian tapi juga akan menyelamatkan lingkungan dari efek berbahaya dari polusi yang sering diasosiasikan dengan penggunaan bahan kimia sintetik.

(36)

Gambar 2.3 Kulit buah kelapa [28]

Abu tersebut memiliki kadar ion Kalium dan Karbonat yang tinggi. Pada penelitian ini mereka menggunakan katalis dari abu kulit buah kelapa. Senyawa utama penyusun katalis abu kulit buah kelapa dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.5 Senyawa Utama Abu Kelapa (% Berat) [6]

Senyawa Abu Kelapa

Kulit Buah Batang Sabut

Kalium (K) 40 35 9,2

Natrium (Na) 1,7 2,5 0,5

Kalsium (Ca) 1,1 2,8 4,9

Magnesium (Mg) 0,9 2,1 2,3

Klor (Cl) 2,7 14,5 2,5

Karbonat (CO3) 27,7 12,5 2,6

Nitrogen (N) 0,06 0,05 0,004

Posfat (P) 0,9 0,9 1,4

Silika (SiO2) 10,5 16,8 59,1

Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa kalium merupakan kation utama dalam abu kulit kelapa sebesar 40 % berat [6], sehingga dapat diekstraksi untuk diambil kalium nya sebagai alkali dalam proses pembuatan sabun dan proses pembuatan alkalinya ini diambil dari peneliti sebelumnya dalam peneliatian ekstraksi kalium dari abu kulit buah kelapa oleh Gilang, 2013.

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 BAHAN

1. Alkali dari abu kulit buah kelapa 2. Minyak kelapa

3. Phenoftalein 4. Asam Klorida 5. Aquades

3.2.2 PERALATAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Neraca Elektrik

2. Peralatan kaca seperti Beaker glass, Erlenmeyer dan lain-lain.

3. Termometer 4. Oven 5. Cawan

6. Alumunium foil 7. Magnetic Stirrer 8. Gelas Ukur 9. Stopwatch 10. Spatula 11. Piknometer

(38)

13. Buret

14. Statif dan klem 15. pH meter 16. Kertas saring

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial, dengan variable sebagai berikut:

Volume minyak : 30 ml

Volume Alkali : 20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35 ml Temperature : 80 0C

Waktu Pengadukan : tanpa pengadukan, 30 menit,1 jam, 2 jam dan 3 jam

3.4 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN 3.4.1 Prosedur Penelitian

3.4.1.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi

1. Minyak kelapa dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan diatas hot plate dengan suhu 80oC

2. Larutan basa juga dipanaskan dengan suhu 80 oC lalu ditambahkan dengan volume alkali (20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35 ml) terhadap minyak kelapa (30 ml) ke dalam beaker glass sambil diaduk selama (tanpa pengadukan, 30 menit, 1jam, 2 jam dan 3 jam)

3. Suhu dijaga pada 80oC selama reaksi saponifikasi

4. Dilakukan proses pemisahan pada sabun yang dihasilkan.

3.4.2 Prosedur Analisa 3.4.2.1 Analisa Densitas

1. Piknometer kosong ditimbang dan dicatat massanya.

2. Piknometer diisi 10 ml dengan air hingga penuh.

3. Piknometer dimasukkan air dan dicatat massanya. Selisih antara massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan massa air yang diisi ke dalam piknometer.

(39)

4. Dihitung volume air dengan rumus:

V= m/ρ

5. Piknometer diisi dengan sampel sebanyak volume air.

6. Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dicatat massanya. Selisih antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan massa sampel.

7. Dihitung densitas sampel dengan persamaan:

ρsampel = msampel/ mairx ρair

3.4.2.2 Analisa Keasaman (pH)

Adapun prosedur analisa keasaman, sebagai berikut:

1. Sample sabun diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan kedalam beaker glass 2. pH meter dicuci dengan aquadest dan dilakukan kalibrasi dengan larutan buffer 3. pH meter dimasukkan ke dalam sampel

4. Dicatat pH yang tampil

3.4.2.3 Analisa Bilangan Penyabunan

1. Sampel sabun ditimbang sebanyak 3 gram dan dicampurkan dengan 25 ml potassium Hydroxide Etanol 0,5 mol/L

2. Campuran direfluks selama 30 menit

3. Phenolptalein ditambahkan dan didinginkan

4. Dititrasi dengan HCl 0,1 mol/L dan dicatat volume HCl yang terpakai 5. Dilakukan titrasi blangko

6. Dihitung bilangan penyabunan dengan rumus : Bilangan Penyabunan =

V2= volume titrasi blanko (ml) V1= volume titrasi (ml)

Cl = konsentrasi konversi koefisien (28,05) (potassium hydroxide ex. 56,11 x 0,5) TF = factor reagen (1,006)

W = berat

(40)

3.4.2.4 Analisa Alkali Bebas

1. sebanyak 100 ml alkohol netral dididihkan, tambahkan 0,5 ml indicator Phenolphetalein.

2. 4 gram sampel ditimbang dan masukkan kedalam alkohol netral, pasang refluks kondensor dan didihkan selama 30 menit. Larutan bersifat alkali (penunjuk Phenolphtalein berwarna merah)

3. Lakukan uji alkali bebas dengan meniternya menggunakan HCL 0,1 N dalam alkohol dari buret, sampai warna merah teepat hilang

4. Dihitung kadar alkali bebas dengan rumus:

Alkali Bebas=

V = volume HCl yang digunakan (ml) N = normalitas HCl yang digunakan (N) W = berat sampel

(41)

3.5 FLOWCHART 3.5.1 Flowchart Penelitian

3.5.1.1 Percobaan Reaksi Safonifikasi

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi Mulai

Minyak kelapa dimasukkan sebanyak 30 ml,kedalam beaker glass

Larutan basa ditambahkan 20 ml, 25 ml, 30 ml dan 35

Diaduk selama tanpa pengadukan, 30 menit, 1 jam, 2 jam dan 3 jam

Selesai

Dipanaskan hingga suhu 80 oC

Dilakukan proses pemisahan pada sabun

(42)

3.5.2 Flowchart Analisa 3.5.2.1 Analisa Densitas

Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas Mulai

Piknometer diisi dengan air hingga penuh

Selesai

Piknometer kosong yang kering ditimbang dan dicatat masssanya

Piknometer yang berisi air ditimbang dan dicatat massanya

Dihitung volume air

Piknometer diisi dengan sampel sabun sebanyak volume air

Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dicatat massanya

Dihitung densitas sampel

(43)

3.5.2.2 Analisa Keasaman pH

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Keasaman pH Mulai

Sebanyak 10 ml sampel sabun dimasukkan ke dalam beaker glass

Selesai

Dimasukkan pH meter kedalam sampel

Dicatat pH ang tampil

pH meter dicuci dengan aquadest dan dilakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer

(44)

Campuran di refluks selama 30 menit 3.5.2.3 Analisa Bilagan Penyabunan

Tidak

Ya

Gambar 3.4 Flowchart Bilangan Penyabunan Mulai

Larutan didinginkan, ditambah indikator PP dan dititrasi dengan HCl 0,5 mol/L

Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan dan dicampurkan dengan 25 ml potassium Etanol 0,5

Selesai

Dilakukan titrasi blanko

Dihitung bilangan penyabunannya Apakah larutan sudah

berwarna bening?

(45)

3.5.2.4 Analisa Kadar Alkali Bebas

Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas Ya

Tidak Mulai

Alkohol didihkan100 ml , tambahkan 0,5 ml indicator Phenolphetalein

Dinginkan larutan sampai 70 oC

4 gr sampel dimasukkan kedalam alkohol netral

Ditetesi dengan indikator phenolpthalein

Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N

Apakah larutan sudah berwarna bening ?

Dicatat volume titran yang digunakan

Selesai

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal pada saat ini ada bermacam-macam diantaranya berupa sabun cair (liquid soap), sabun padat opaque (sabun padat biasa), dan juga sabun padat transparan. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak atau minyak menggunakan larutan alkali dengan membebaskan gliserol. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Jenis-jenis minyak ataupun lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun ini akan mempengaruhi sifat-sifat sabun tersebut, baik dari segi kekerasan, banyaknya busa yang dihasilkan, maupun pengaruhnya bagi kulit. Untuk itu dalam pembuatan sabun perlu dipilih jenis minyak atau lemak yang sesuai dengan kegunaan sabun itu sendiri [29]. Dalam penelitian ini digunakan minyak kelapa untuk pembuatan sabun. Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang (C8-C14), khususnya asam laurat dan asam meristat. Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun serta vitamin A dan C yang berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang bisa merusak kulit seperti kulit kering, noda hitam, kusam, dan keriput [29].

Soda Kaustik (KOH) merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun mandi karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan KOH maka proses kimia sabun tidak akan terjadi.

Soda kaustik (KOH) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan soda kaustik alami yang diperoleh dari abu kulit buah kelapa.

Kulit buah kelapa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah kelapa yang diperoleh dari daerah Hamparan Perak, Medan.

(47)

Abu dari buah kulit buah kelapa banyak mengandung senyawa Kalium (40 %) dan Karbonat (27,7 %) [6]. Hasil ekstraksi Kulit buah kelapa merupakan soda kaustik alami yang akan digunakan pada pembuatan sabun.

Berikut gambar hasil sabun yang dihasilkan

(a) (b)

Gambar 4.1 Gambar Hasil Sabun (a) Sebelum Dipisahkan (b) Setelah Dipisahkan

4.1 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP KADAR KEASAMAN (pH) SABUN

Alkali yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkali yang diperoleh dari abu kulit buah kelapa. Konsentrasi kalium yang dipakai akan berpengaruh terhadap kualitas sabun yang dibuat karena dapat mempengaruhi salah satunya pH sabun tersebut. Sedangkan waktu pengadukan juga akan berpengaruh pada proses pembuatan sabun.

Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi volume alkali dan waktu pengadukan terhadap kadar keasaman (pH) sabun yang dihasilkan:

(48)

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan terhadap Kadar Keasaman Sabun

Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa nilai kadar keasaman (pH) tertinggi adalah pada volume alkali 20 ml, tanpa pengadukan yaitu 11. Sedangkan nilai pH terendah adalah pada volume alkali 20 ml, waktu pengadukan 180 menit yaitu 9.

Dari gambar 4.2 dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan terhadap pH sabun yang dihasilkan. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya pH sabun yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya volume alkali maka besar pula konsentrasi alkali penyabunan yang menyebabkan pH sabun meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu pengadukan menyebabkan waktu interaksi antara minyak dan alkali semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga residu alkali akan semakin rendah yang menyebabkan sabun tidak terlalu basa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijana, dkk.,(2009), nilai pH memiliki kecenderungan yang semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan [31].

Reaksi yang jauh dari kesetimbangan akan menghasilkan sabun dengan residu alkali yang besar dan berakibat pada pH sabun yang tinggi. pH yang sangat tinggi

0 2 4 6 8 10 12

30 60 120 180

pH

Waktu Pengadukan (menit)

20 25 30 35

0

Volume Alkali

(49)

atau rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit dan kulit kering [30].

Pada penelitian ini pH terbaik yang diperoleh adalah pada volume alkali 20 ml dan waktu pengadukan 180 menit yaitu 9. Nilai pH merupakan salah satu parameter hang penting dalam penentuan mutu sabun, karena nilai pH menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun yang diperoleh pada penelitian ini memiliki pH antara 9,1–10,8 dan menurut SNI pH sabun cair berkisar antara 8–11 [17]. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.

4.2 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP DENSITAS SABUN

Densitas adalah suatu parameter yang berpengaruh dalam pembuatan sabun sehingga mengetahui pengaruh bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi sabun.

Berikut grafik yang menunjukkan variasi volume alkali dan waktu pengadukan terhadap densitas sabun yang dihasilkan:

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap Densitas Sabun

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400 1,600

30 60 120 180

Densitas

Waktu Pengadukan (menit)

20 25 30 35 Volume Alkali

0

(50)

Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara volume alkali dan waktu pengadukan terhadap densitas sabun yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat dilihat densitas sabun yang tertinggi adalah pada volume alkali 35 ml dan waktu pengadukan 180 menit yaitu 1,395 (gr/ml), sedangkan densitas terendah adalah pada volume alkali 20 ml dengan tanpa pengadukan yaitu 1,076 (gr/ml).

Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa volume alkali dan waktu pengadukan berpengaruh terhadap densitas sabun yang dihasilkan. Pengaruh waktu pengadukan akan meningkat seiring dengan densitas sabun yang akan semakin mningkat pula itu dikarenakan semakin lama waktu reaksi akan menurunkan kadar lemak yang terdapat pada sabun. Densitas sabun cenderung naik seiring dengan bertambahnya volume alkali penyabunan. Alkali yang digunakan dilarutkan dengan menggunakan pelarut air sehingga semakin besar volume alkali maka semakin besar pula kandungan airnya. Pengaruh volume alkali terhadap densitas sabun akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya volume alkali penyabunan. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel H2O, yang menyebabkan kandungan air pada sabun berlebih. Penurunan viskositas akibat peningkatan rasio air/sabun dikarenakan viskositas dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun tersebut [31]. Viskositas merupakan densitas perwaktu, jika viskositas sabun meningkat dengan turunnya rasio air/sabun, maka densitas sabun akan meningkat dengan semakin sedikitnya kandungan air didalam sabun yang ditandai dengan mengental nya sabun yang dihasilkan.

Sabun yang dihasilkan pada penelitian memiliki densitas antara 1,076 – 1,395 (gr/ml) menurut SNI densitas sabun berkisar 1,01 – 1,1 (Indonesia dan Nasional 1994). Dapat dilihat bahwa ada beberapa sabun yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yaitu pada volume alkali 20 ml waktu pengadukan 0 menit sebesar 1,076 dan pada volume alkali 25 ml, dengan waktu pengadukan 0 menit dan 20 ml waktu pengadukan 30 menit sebesar 1,129 (gr/ml)

(51)

4.3 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP BILANGAN PENYABUNAN SABUN

Bilangan penyabunan adalah suatu parameter yang digunakan untuk mengukur besar alkali untuk menyabunkan sejumlah minyak untuk menghasilkan kualitas sabun yang baik.

Berikut grafik yang menunjukkan variasi volume alkali dan waktu pengadukan terhadap bilangan penyabunan sabun yang dihasilkan:

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Bilangan Penyabunan Sabun

Gambar 4.4 menunjukkan hubungan volume alkali dan waktu pengadukan terhadap bilangan penyabunan sabun yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai bilangan penyabunan tertinggi adalah pada volume 35 ml dengan tanpa pengadukan yaitu sebesar 205,4. Sedangkan nilai bilangan penyabunan terendah adalah pada volume alkali 20 ml dengan waktu pengadukan 180 menit yaiitu sebesar 197,8.

194,0 196,0 198,0 200,0 202,0 204,0 206,0

30 60 120 180

Bilangan Penyabunan

Waktu Pengadukan (menit)

20 25 30 35

Volume Alkali

0

(52)

Bilangan penyabunan adalah banyaknya alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah minyak. Semakin tinggi bilangan penyabunan menunjukkan semakin tinggi pula kadar asam lemak bebas pada minyak sehingga alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak tersebut juga akan semakin banyak [33].

Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa adanya pengaruh volume alkali dan waktu pengadukan terhadap nilai bilangan penyabunan. Dengan semakin bertambahnya volume alkali menyebabkan nilai bilangan penyabunan pada sabun akan semakin meningkat. Sedangkan dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan menyebabkan nilai bilangan penyabunan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya waktu pengadukan akan menyebabkan waktu reaksi antara minyak dan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga minyak yang belum bereaksi dengan alkali akan semakin kecil dan kadar asam lemak bebasnya pun semakin kecil [32].

Sabun hasil penelitian memiliki bilangan penyabunan antara 205,4–

197,8 dan menurut SNI nilai bilangan penyabunan adalah antara 196 – 206 (Indonesia dan Nasional 1994). Dari hasil penelitian yang sesuai dengan SNI adalah pada volume alkali 35 ml dengan waktu pengadukan 0 menit sebesar 205,4.

(53)

4.4 PENGARUH VOLUME ALKALI DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP KADAR ALKALI BEBAS SABUN

Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Dimana alkali merupakan parameter pengukur kandungan alkali yang terdapat pada sabun

Berikut grafik yang menunjukkan variasi volume alkali dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas sabun yang dihasilkan:

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Volume Alkali dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Alkali Bebas Sabun

Gambar 4.5 menunjukkan hubungan volume alkali dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas sabun yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai alkali bebas tertinggi adalah pada volume alkali 30 ml dan 35 ml waktu pengadukan 0 menit yaitu sebesar 0,126% Sedangkan nilai alkali bebas terendah adalah pada volume alkali 20 ml waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 0,056%.

Dari gambar 4.5 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh volume alkali dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya kadar alkali bebas pada sabun

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12

30 60 120 180

Kadar Alkali Bebas %

Waktu Pengadukan (menit)

20 25 30 35

Volume Alkali

0

(54)

yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya volume alkali reaksi penyabunan menyebabkan kadar alkali bebas pada sabun meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin lamanya pengadukan maka waktu interaksi antara minyak dengan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga kadar alkali bebas pada sabun akan berkurang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijana, dkk., (2009), kadar alkali bebas memiliki kecenderungan akan semakin menurun akibat semakin kecil volume alkali dan waktu pengadukan pada proses pembuatan sabun [31].

Kadar alkali bebas merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu suatu sabun, Karena nilai kadar alkali bebas menentukan kelayakan sabun cair untuk digunakan sebagai sabun mandi. Jika kadar alkali bebas pada sabun melebihi standar yang telah ditetapkan dapat menyebabkan iritasi pada kulit, seperti kulit luka dan mengelupas [34].

Sabun hasil penelitian memiliki kadar alkali bebas antara 0,126 – 0,056

% dan standar kadar alkali bebas menurut SNI adalah ≤ 0,14% [17]. Dari hasil penelitian yang sesuai dengan SNI adalah pada volume alkali 20 ml dengan waktu pengadukan 180 menit yaitu sebesar 0,056%.

(55)

4.5 Hasil Analisa Kadar Kalium menggunakan Scanning Electrone Microscope – Energy Dispersive X-ray spectroscopy(SEM-EDX)

Pada penelitian yang telah dilakukan, ekstrak abu kulit buah kelapa dianalisis dengan Scanning Electrone Microscope-Energy Dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX) untuk mengetahui kandungan kalium. Hasilnya diberikan pada gambar 4.7 berikut.

Gambar 4.6 Hasil Analisa Kandungan Kalium dengan Scanning Electrone Microscope- Energy Dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX)

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

keV 0.0

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

cps/eV

C O

Ni Al K Si Ca

K

Na

(56)

Metode SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan kemudian mendeteksi secondary electron dan backscattered electronyang dikeluarkan. ‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel. Backscattered electron terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.

Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari atom- atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel.

Dari gambar 4.6 diatas, dapat kita lihat hasil analisa kandungan kalium menggunakan Scanning Electrone Microscope-Energy Dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDX) pada ekstrak abu kulit buah kelapadiperoleh sebesar 42,86%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada abu kulit buah kelapamengandung unsur alkali yang cukup tinggi yang dapat diaplikasikan untuk pembuatan sabun cair..

(57)

4.6 Hasil Uji Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Buah Kelapa

Karakteristik AAS alkali dari kulit buah kelapa dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan kalium yang ada pada kulit buah kelapa. Dari hasil analisa AAS yang dilakukan diperoleh persentase kalium yang ada pada kulit buah kelapa sebesar 38,9 %.

Gambar

Tabel 2.1 Syarat Sabun Mandi Cair
Tabel 2.3 Kapasitas Produksi Sabun pada tahun 2007-2010 di Indonesia [15]
Gambar 2.2 Komposisi Buah Kelapa [27]
Tabel 2.5 Senyawa Utama Abu Kelapa (% Berat) [6]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penegakan hukum pidana dalam permasalahan lingkungan hidup yaitu dengan tetap memperhatikan asas ultimum remedium sudah tidak layak lagi

Metode Pengujian Kuat Lentur Normal Dengan Dua

Untuk setiap proses algoritma elgamal yang telah digunakan dalam pembankit di dalam algoritma triple DES akan dilakukan penyesuaikan kunci yang telah

Beton f'c 35 Mpa dengan menggunakan HRWR, slump yang digunakan.. sebelum penambahan HRWR

Untuk mengamankan pesan tersebut dalam dilakukan penerapan ilmu kriptografi yang bertujuan untuk mengubah pesan asli (plaintext) menjadi pesan terenkripsi

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan sebagai (data) pendukung dilengkapi dengan empiris. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama , hingga saat ini belum

Kekuasaan: Sebuah Analisis Sosial Baru.. Jakarta: PT Raja

Pengaruh Variabel Fitur Produk, Brand Association , dan Brand Loyalty terhadap Keputusan Pembelian