9
STRATEGI MEMPERKOKOH JANTUNG PENDIDIKAN ISLAM Mohammad Nurul Huda
Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Pacitan
Abstrak
Inti dari cita-cita pendidikan, terutama pendidikan agama Islam adalah terbentuknya manusia yang beriman, cerdas, kreatif, dan memiliki keluhuran budhi. Tugas utama pendidikan adalah upaya secara sadar untuk mengantarkan manusia pada cita-cita tersebut, Jika upaya pendidikan mengalami kegagalan dalam mengantarkan manusia kearah cita-cita manusiawi yang bersandar pada nilai-nilai ke-Tuhanan, maka yang akan terjadi adalah tumbuhnya prilaku-prilaku negatif dan destruktif, seperti kekerasan, radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme, juga ketidakpedulian sosial, yang semuanya itu mengakibatkan penderitaan semesta..Untuk mencapai tujuaan pendidikan khususnya Islam maka perlunya adanya lembaga pendidikan yang menjadi wadalah dalam menuntut ilmu islam. Lembaga Pendidikan Islam Pondok Pesantren merupakan jantung pendidikan Islam terutama di Indonesia. Eksistensi Pondok Pesantren yang harus selalu dijaga dan diperkokoh dengan nilai-nilai-nilai yang telah terdapadat dalam pesantren yaitu nilai keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kebebasan berpikir terkait keilmuan. Tidak hanya nilai-nilainya yang dijagai tetapi hal yang harus diperkokoh adalah manjemen yang baik dengan analisa kekurangan, kekuatan, kesempatan dan ancaman (SWOT) bagi sebuah lembaga pendidikan Islam.
Kata Kunci: Strategi, Pendidikan Islam
A. Latar Belakang
Di era digital dalam lingkup global saat ini pendidikan mengalami banyak tantangan sebagai konsekuensi perkembangan zaman. Pendidikan merupakan aset setiap manusia untuk menggapai tujuan hidup yang sebenarnya. sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Ghazali yang dikutip oleh Munif dalam bukunya Pemikirian Pendidikan Islam Klasik "hkikat pendidikan yaitu mengedepankan kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela, karena ilmu merupakan ibadah hati, shalat bersifat rahasia, dan sarana pendekatan batin kepada Allah". Selain itu, Al-Ghazali
10
berpendapat bahwa ada empat konsep pendidikan yang perlu dikembangkan di lembaga-lembaga pendiidkan, yaitu aspek pendiidkan jasmaniah, aspek pendidikan akhlak, aspek pendiidkan akal, dan aspek penididkan sosial.
Dri dua pandangan Al-Ghazali di atas dapat disimpulkan, bahwa pendidikan bukan hanya berbicara tentang hati atau bathiniyah saja, akan tetapi pendidikan juga meliputi sisi jasmaniyah dan selain itu manusia harus belajar menjadi makhluk sosial, karena pada dasarnya manusia bukan makhluk yang solitare. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteless seorang filsuf yunani "manusia adalah zoon politicon" (Manusia adalah makhluk bermasyarakat). Jadi, inti dari pendidikan adalah mengajarkan manusia tentang dua sisi kehidupan; sisi profan dan sakral.
Pensantren adalah jantung pendidikan Islam di Indonesia. Tak bisa dipungkiri, pesantren merupakan lembaga yang mampu menghasilan cendikia-cendikia muslim yang militan dan unggul di masyarakat, mengingat model pembelajaran yang diterapkan merupakan peninggalan para ulama di masa lalu (tradisional).
B. Jantung Pendidikan Islam
Menurut arti sebenarnya jantung merupakah istlah biologi yang berupa organ dalam anatomi tubuh manusia dan hewan. Jantung merupakan sel otot polos yang kerjanya di luar dari perintah otak. Ukurannya kurang lebih sebesar kepalan tangan anak-anak. Jantung adalah satu otot tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium yang letaknya di dalam rongga thoracic, di balik tulang dada/sternum.
Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri.
Fungsi dasar jantung untuk memompa darah merah yang kaya oksigen dan nutrisi, melalui pembuluh besar ke seluruh tubuh. Ketika oksigen telah diserap jaringan, pembuluh vena membawa balik darah yang berwarna biru dan
mengandung sedikit sekali oksigen ke jantung.
Jantung bisa ”hidup” berdetak dan memompa darah karena ada tiga pembuluh darah yang mengalirinya, disebut arteri koroner. Satu menyusuri badan jantung di kanan (arteri koroner kanan) umumnya lebih kecil dan mensuplai jantung bagian bawah dan ventrikel kanan, ruangan yang memompa darah ke paru-paru.Dengan demikian jantung adalah organ yang sangant vital atau penting untuk kelangsungan hidup manusia atau hewan.[1]
Pendidikan merupakan sebuah kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara
11
terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenali. Untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem. Selanjutnya secara total bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki kegiatan cukup kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika menginginkan pendidikan terlaksana secara teratur, berbagai elemen (komponen) yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenali terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem yang dapat dilihat secara mikro dan makro.
Secara mikro pendidikan dapat dilihat dari hubungan elemen peserta didik, pendidik, dan interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Adapun secara makro menjangkau elemen-elemen yang lebih luas[2].
Secara konseptual pendidikan Islam sebenarnya sudah cukup kaya dan sempurna sebab ingin membentuk pribadi muslim sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, meskipun lebih cenderung normatif. Sebab, dalam realitasnya, praktik pendidikan Islam cenderung ‘idealis’ dan kurang bersentuhan dengan problem realitas-empirik. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya anggapan bahwa segala aktifitas hidup umat Islam, termasuk pendidikan, harus didasarkan pada wahyu yang given dari Tuhan dalam pengertian harfiah sehingga cenderung kurang melihat aspek realitas yang empirik.Karena itu, wajar jika formulasi tentang konsep pendidikan Islam relatif idealis dan kurang
‘membumi’, kurang bersentuhan dengan problem realitas. Padahal, sosok Nabi sendiri yang dijadikan sebagai model bagi pendidikan Islam jelas-jelas terlibat langsung dalam penyelesaian problem di masyarakat.
Karena itu, jika paradigma pendidikan kritis diterima dengan beberapa penyesuaian, maka yang perlu dipikirkan adalah tindak lanjut secara praktis, mulai dari perumusan orientasi pendidikan Islam, pembaharuan kurikulum, penyiapan sumber daya manusia, diversifikasi strategi pembelajaran, perubahan model evaluasi, evaluasi kebijakan, dan perubahan manajemen di lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. [3]
Melihat dari fungsi jantung sebenarnya, maka istilah jantung dipakai sebagai makna konotasi yang digabungkan dengan kata-kata lain. Seperti Jantung Sekolah adalah Perpustakaan, Jantung Pendidikan adalah Kurikulum, Jantung Negara adalah Pendidikan. Pendidikan yang diibaratkan sebuah tubuh. maka apabila jantung pendidikan itu baik maka baiklah pendidikan di suatu negara dan majulah
12
negara tersebut. Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin menyebut Pesantren sebagai jantung pendidikan Islam di Indonesia yang tetap berdiri tegak di tengah arus globalisasi. Menurutnya hal itu tak di luar nilai-nilai yang hidup di dunia pesantren itu sendiri yang menjadi modal utama dalam menghadapi berbagai tantang, rintangan, dan halangan. Nilai-nilai tersebut adalah keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, dan kebebasan berpikir terkait keilmuan.[4].
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai training centre yang otomatis menjadi pusat budaya Islam, yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Itulah sebabnya Nurcholish Madjid mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous)[5]. Secara paedagogis pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang bertujuan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
Pada dasarnya, pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia. Lembaga ini ada dan berkembang di tanah Jawa sejak abad ke- 17 M. Sejak zaman penjajah, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, dan keberadaannya telah mendapat pengakuan dari masyarakat. Pesantren selama ini ikut terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya dari segi moril, namun telah pula ikut serta memberikan sumbangsih yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai pusat pengajaran ilmu- ilmu agama Islam (al-tafaqquh fi al-din) telah banyak melahirkan ulama, tokoh masyarakat, muballigh, guru agama yang sangat dibutuhkan masyarakat. Hingga kini pondok pesantren tetap konsisten dalam melaksanakan fungsinya dengan baik, bahkan sebagian telah mengembangkan fungsi dan perannya sebagai pusat pengembangan masyarakat.[6].
Untuk dapat memahami suatu kondisi dan konsep pengembangan dan sistem pendidikan suatu pesantren dapat dilakukan melalui pemahaman
13
terhadap unsur-unsur pesantren tersebut. Dhofier menganggap bahwa setidak- tidaknya ada lima unsur minimal yang harus ada, yaitu: (1) Pondok, Sebagai asrama santri, (2) Masjid sebagai sentral peribadatan dan pendidikan Islam, (3) Pengajaran kitab-kitab Islam klasik, (4) Santri, sebagai peserta didik, (5) Kyai, sebagai pemimpin dan pengajar di pesantren[7].
Pendidikan pesantren juga dapat dikatakan sebagai modal sosial dan bahkan soko guru bagi perkembangan pendidikan nasional di Indonesia.
Karena pendidikan pesantren yang berkembang sampai saat ini dengan berbagai ragam modelnya senantiasa selaras dengan jiwa, semangat, dan kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, oleh karena itu sudah sewajarnya apabila perkembangan dan pengembangan pendidikan pesantren akan memperkuat karakter sosial sistem pendidikan nasional yang turut membantu melahirkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang memiliki kehandalan penguasaan pengetahuan dan kecakapan teknologi serta senantiasa dijiwai nilai-nilai luhur keagamaan. Pada akhirnya, sumber daya manusia yang dilahirkan dari pendidikan pesantren ini secara ideal dan praktis dapat berperan dalam setiap proses perubahan sosial menuju terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang paripurna[8].
Apabila jantung pendidikan islam yaitu pesantren lemah ataupun rusak maka pendidikan islam di sebuah negara islam terutama Indonesia akan kacau, dikarenakan manusia yang berada disuatu negara berjalan tidak sesuai tuntunan Allah SWT hanya menuruti hawa nafsunya. Salah satu ciri hari kiamat adalah dicabutnya ilmu oleh Allah SWT melalui meninggalnya para ‘ulama. Banyak orang yang berbicara adalah orang-orang bodoh. ‘Ulama identik dengan pondok pesantren, karena merekalah yang berperan penting dalam menghidupkan sebuah lembaga pendidik non formal ini (pondok pesantren) terutama di Indonesia. Jadi dapat diartikan bahwa Jantung Pendidikan Islam adalah sebuah lembaga pendidikan Islam atau tempat yang menjadi pusat gudang ilmu tentang Islam.
C. Strategi memperkokoh Jantung Pendidikan Islam
“Strategi” berasal dari bahasa latin, “stratos (pasukan) dan “agein”
(memimpin). Strategi menjawab pertanyaan mengenai, apa yang ingin kita lakukan, organisasi seperti apa yang kita inginkan, dan kemana organisasi akan
14
menuju.Manajemen strategik menurut pendapat Blocher dan Lin (1999) adalah
“The Development of a sustainable competitive posisition in which the firm’s competitive provides continued success.” Sedangkan menurut Yuwono dan Ikhsan (2004:11) biasanya dihubungkan dengan pendekatan manajemen yang integratif, mengedepankan secara bersama-sama seluruh elemen seperti planning, implementating, dan controlling dari strategi[9].
Selanjutnya, menurut Ansoff, manajemen strategik adalah, “ A Systematic approach to major and increasingly important responsibility of general management: to position and relate the firm to its environment”. Ia berpendapat, manajemen strategik adalah pendekatan sistematis bagi tanggung jawab manajemen, mengkondisikan organisasi ke posisi yang dipastikan mencapai tujuan dengan cara yang akan meyakinkan keberhasilan keberlanjutan, dan membuat sekolah menjamin format yang mengejutkan
Di tengah dinamika sistem kehidupan dunia yang mulai meninggalkan nilai-nilai moral dan pranata sosial, tampak jelas geliat lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren menyiapkan peserta didiknya menjadi manusia yang tidak saja memiliki kompetensi keilmuan dan life skill yang memadai, namun juga menjunjung tinggi aspek moral sebagai landasan berpijak.
Pesantren yang membina para mahasiswa adalah tempat dimana calon-calon pengemban amanah negara tumbuh dan belajar membekali diri dengan menyeimbangkan kebutuhan material dan spiritual untuk menyongsong hiruk pikuk masa depan. Kekuatan mahasiswa berbasis pesantren tidak diragukan lagi sebagai bagian integral dari kelompok agent of change diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pencerahan masyarakat dengan memperhatikan aspek normatif. Apalagi tantangan dalam menghadapi era globalisasi dan informasi ke depan jauh lebih berat lagi. Sehingga kegagalan pendidikan pesantren dalam melahirkan sumberdaya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu keislaman dan penguasaan teknologi secara sinergis berimplikasi terhadap kemacetan potensi pesantren kapasitasnya sebagai salah satu agents of social change dalam berpartisipasi mendukung proses transformasi sosial bangsa.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) bab IV pasal 24 ayat I dan II yang berbunyi (I) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada
15
perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan, (II) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. (Hal 16). dan bab VI pasal 30 ayat II, III, IV yang berbunyi (II) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/ atau menjadi ahli ilmu agama (III) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal, dan informal (IV) Pendidikan keagamaan berbentuk ajaran diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
Strategi memperkokoh jantung pendidikan islam berarti bagaimana agar eksistensi pondok pesantren itu lebih baik Analisis lingkungan, analisis SWOT, analisis stakeholder dalam tujuan dan harapan merupakan faktor-faktor kunci dari eksistensi, maksudnya ia merupakan faktor pembuka yang berperan pertama kali dari proses-proses manajemen strategi.
Analisis adalah penilaian secara menyeluruh dan akurat, baik eksternal maupun internal.
Analisis lingkungan eksternal memiliki beberapa tahapan,
1. Scanning, memepelajari seluruh segmen dalam lingkungan pendidikan pada rencana penyelenggaraan Pendidikan Islam.
2. Monitoring, mengamati perubahan.
3. Forecasting, melakukan prediksi.[10]
4. Assessing, menentukan pengaruh perubahan lingkungan.
Analisis eksternal ini memiliki cakupan analisis terhadap kondisi yang melingkupi organisasi: politik, ekonomi, sosbud, teknologi, cakupan geografis &
konstelasi industri.
Selanjutnya, analisis faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan internal harus memalui tahapan fungsional, yakni pendekatan kesiswaan, keuangan, pendidikan, dan pengajaran, serta sumberdaya manusia. Pendekatan tersebut diwujudkan dalam:
1. Manajemen sumber daya manusia.
2. Manajemen kerumahtanggaan termasuk keuangan.
3. Manajemen pendidikan dan pengajaran 4. Manajemen komunikasi/ sosialisasi
16 5. Manajemen pelayanan
6. Manajemen administrasi 7. Manajemen sistem informasi 8. Penelitian dan pengembangan.
Dalam pelaksanaan analisis lingkungan internal tersebut, diperlukan pula teknik rantai nilai, yaitu melalui tahapan:
1. Aktivitas utama (primary avtivities). Yakni aktivitas yang terlibat dalam penciptaan phisik, program pengajaran, program kegiatan, dan lain-lain.
2. Aktivitas pendukung (supporting activities). Yakni aktivitas pelengkap dari aktivitas utama. Yakni keberadaan SDM, teknologi, dukungan administrasi,dan lain-lain.
Tujuan dari teknik rantai nilai ini adalah mengupayakan langkah-langkah yang dilakukan dapat dilakukan dengan memilih aktivitas yang memilki biaya terendah dan dapat mengubah nilai. Hasil dari analisi lingkungan internal dan eksternal ini dapat dilihat dari:
1. Melalui proses mempelajari lingkungan eksternal, lembaga pendidikan mengidentifikasi apa yang mungkin mereka pilih untuk dikerjakan.
2. Melalui proses mempelajari lingkungan internal, lembaga pendidikan Islam dapat menentukan apa yang bisa mereka kerjakan.
Salah satu instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal adalah analisis SWOT. Analisis ini menyediakan para pengambil keputusan organisasi akan informasi yang dapat menyediakan dasar dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Jika keputusan tersebut diterapkan secara efektif, maka akan memungkinkan sekolah mencapai tujuannya. Boseman, at al (1989) menyebutkan:[11]
1. Kekuatan adalah kemampuan internal sebuah organisasi yang memajukan tujuan organisasi.
2. Kelemahan adalah kebalikan, mereka membatasi penyelesaian tujuan-tujuan organisasi.
3. Peluang adalah keadaan, kejadian atau situasi eksternal yang menawarkan perubahan organisasi untuk mencapai atau melampaui tujuannya.
4. Tantangan atau hambatan adalah lawan dari peluang. Hambatan adalah kekuatan, faktor-faktor atau situasi eksternal yang mungkin secara potensial
17
menciptakan masalah, kerusakan organisasi, atau membahayakan kemampuan unt mencapai tujuan.
Dengan demikian, analisis SWOT dalam hal ini adalah indentifikasi beberapa faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Selanjtnya hal yang tidak kalah pentingnya dalam analisis lingkungan adalah analisis stakeholder. Analisis ini merupakan instrumen yang sangat penting untuk memahami konteks sosial dan kelembagaan dari satu kegiatan program/ proyek.
Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi minat, kepentingan, dan pengaruh para stakeholder terhadap kegiatan program / proyek yang sedang berjalan.
Berdasarkan uraian mengenai konsep manajemen strategik di atas disimpulkan karakteristik manajemen strategik adalah:
1. Manajemen strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar, dalam arti mencakup kepentingan seluruh komponen organisasi. Hasil rumusan rencana ini biasanya dituangkan dalam bentuk rencana-rencana organisasi secara hierarkis, yakni: rencana strategis (renstra), rencana operasional (renop), program, dan kegiatan.
2. Rencana strategik berorientasi ke masa depan (misal 10 tahun ke atas), 3. Visi dan misi organisasi menjadi acuan dalam penyusunan rencana strategis.
4. Adanya keterlibatan pimpinan puncak dalam penyusunan rencana strategis.
5. Hasil rumusan rencana strategis diimplementasikan melalui fungsi manajemen.
Di dalam strategic planning terdapat proses memutuskan bagaimana menempatkan strategi-strategi ke dalam praktek. Maka sebelum itu, strategi-strategi pun harus dirumuskan berdasar visi-misi, identifikasi kebutuhan, identifikasi pilihan- pilihan kebijakan mendasar, analisis kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunitie) yang ada dalam analisi SWOT, hingga mengidentifikasi minat, kepentingan, dan pengaruh para stakeholder terhadap kegiatan program / proyek yang sedang berjalan. Baru kemudian, setelah pertimbangan tersebut, strategi planning yang tujuannya agar organisasi mampu melihat secara objektif kondisi internal eksternal dapat terlaksana. Sehingga organisasi dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.
18
Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan Islam dalam praktek manajemen strategis ini memiliki konsep yang sama. Hanya saja dalam perumusan vbisi, misi, maupun analisis lingkungannya, tentu dibedakan. Jika penyelenggaraan pendidikan umum sasaran stakeholdernya lebih pada masyarakat secara luas, maka sasaran stakeholder penyelenggaraan pendidikan Islam lebih pada masyarakat muslim.
Namun tidak menutup kemungkinan filantropi dari nonmuslimpun juga turut berbaur dalam sumbangsih pendidikan, terutama masalah finansial.
DAFTAR RUJUKAN
Abdul Munir Mulkhan, “Humanisasi Pendidikan Islam” dalam Tashwirul Afkar, No 11, tahun 2000
Aisyah, S. Nur. Pesantren Mahasiswa Pesantren Masa Depan, Dalam Enriya (ed).
Menggagas Pesantren Masa Depan. 2003.
Departemen Agama RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta : Ditjen Binbaga Islam, 2003.
Dhofier, Z. Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.
1982
Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan, Yogyakarta: Ircisod, 2008.
Fauzi, Imron, Manajemen Pendidikan ala Rasulullah, ArRuzz Media.
H. M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta:
DivaPustaka, 2003, 9
http://www.dosenpendidikan.com/pengertian-jantung-dan-fungsinya-pada-manusia/.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendiidkan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2008.
Moh Sholeh, Manajemen Strategi dalam Pendidikan Islam, www.mohsholeh.blogspot.com.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003.
19
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997,59
Muhammad, Suwarsono, Manajemen Strategik Konsep dan Kasus, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2002.
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Malang: Erlangga, 2008.
Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung:
Alfabeta, 2011.
www.kemenag.go.id dan situs nu.or.id. Sabtu (25/4/2015)
Yusanto dan Widjajakusuma, dalam Manajemen Strategik Pendidikan, www.upi.edu, diakses tanggal 9 Juni 2014.