• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS PERMAINAN TRADISIONAL PETAK UMPET SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS PERMAINAN TRADISIONAL PETAK UMPET SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA SEKOLAH DASAR."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PERMAINAN TRADISIONAL PETAK UMPET SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA

SEKOLAH DASAR

Oleh

YANIKA SRIYAHANI NIM 201833015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2021

(2)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Konseptual ... 9

2.1.1 Pengertian Permainan Tradisional ... 9

2.1.2 Permainan Tradisional Petak Umpet ... 10

2.1.3 Nilai-Nilai yang Ada Pada Permainan Tradisional Petak Umpet ... 13

2.1.4 Penguatan Pendidikan Karakter ... 15

2.2 Kajian Penelitian Relevan ... 22

2.3 Kerangka Berpikir ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.2 Pendekatan dan Jenis Pendekatan ... 26

3.3 Peranan Peneliti ... 26

3.4 Data dan Sumber Data ... 27

3.5 Pengumpulan Data ... 27

3.6 Keabsahan Data ... 29

3.6.1 Kredibilitas ... 29

3.6.2 Transferbilitas ... 29

3.6.3 Dependabilitas ... 29

3.6.4 Konfirmabilitas ... 30

3.7 Analisis Data ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Permainan tradisional petak umpet sudah sangat popular bagi masyarakat atau bagi anak-anak di Indonesia. Permainan tersebut sangat populer dari generasi ke generasi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak sekolah dasar mayoritas telah berubah drastis. Hal tersebut dapat kita lihat dari kenyataan yang telah terjadi, bahwa permainan tradisional yang dulu pernah eksis dan sering dimainkan oleh anak-anak, kini telah berganti menjadi permainan modern yang sebagian besar telah berubah menjadi permainan yang berbasis teknologi contohnya adalah game online, video game, dan lain sebagainya.

Sekarang ini banyak kita jumpai anak-anak yang kecanduan bermain game, dimana mereka bahkan mengabaikan aktifitas lainnya hanya untuk bermain game. Game adalah salah satu media bermain yang mana media tersebut disajikan secara online dan dapat diakses melalui media teknologi, pada hakikatnya game dapat membuat seseorang mengalami rasa penasaran yang membuat ia ketagihan dalam bermain, adapun dampak buruk dari salah satunya dapat menanamkan jiwa egois dan apatis dalam diri anak, apatis merupakan sebuah bumerang terhadap sosialisasi baik pada anak antar teman sebaya nya, maupun anak dan keluarganya, hal ini ditandai dengan tidak adanya interaksi dengan lawan bicara dan terlalu asik dengan handphonenya sehingga tidak terjalinnya suatu komunikasi antar sesama teman atau lingkungannya, yang menyebabkan lahirlah sifat apatis. Oleh karena itu sekarang ini banyak kita jumpai anak-anak yang lalai bahkan terkesan tidak peduli dengan lingkungan sekitas disaat mereka tengah bermain game, yang mana membawa efek negatif di kehidupan mereka. Dari kejadian tersebut tentunya ada pengaruh degradasi moral ketika menggunakan smartphone.

(4)

2

Dilihat dari perkembangannya smartphone membawa dampak yang sangat signifikan pada moralitas anak, dimana tidak hanya dampak positif yang lahir akibat teknologi informasi, tetapi penyalahgunaan teknologi juga berdampak negatif bagi anak.

Mengutip dari seorang peneliti mainan dan permainan tradisional Mohamad Zaini Alif mengatakan bahwa dari sekian banyaknya permainan berbasis teknologi yang popular dan sering digunakan tersebut tidak semuanya memberikan hal yang positif bila di mainkan secara terus menerus, karena faktanya memang permainan berbasis teknologi tujuan utamanya adalah sebuah kemenangan. Jika seorang pemain belum merasakan yang namanya kemenangan, atau dalam arti lain ia mengalami kegagalan, ia akan mencoba lagi dan lagi. Dari kejadian tersebut mengakibatkan pengguna harus mengeluarkan pundi-pundi rupiah yang banyak untuk mencapai kemenangan jika permainan modern itu berbayar.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mengakses permainan modern sekarang sangat mudah ketika sudah memiliki handpone sendiri, tinggal menginstal aplikasi yang sudah tersedia di Play Store tidak usah pergi ke warnet atau tempat game, apalagi rata-rata siswa sekolah dasar sekarang sudah lincah memainkan layar gadget. Tetapi untuk bermain game online pastinya membutuhkan kouta internet supaya bisa dimainkan. Jika tidak memiliki kouta internet dan si anak telah kecanduan maka orangtua juga yang mengalami kesusahan untuk membelikannya kouta internet, apalagi di musim pandemi seperti sekarang ini ekonomi kian menyusut dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Memang tidak sepenuhnya beragaram jenis permainan modern memiliki dampak yang negatif, karena bermain menggunakan atau memanfaatkan teknologi yang ada dapat membuat seseorang meningkatkan keterampilannya, dapat berlatih memecahkan masalah dan berlatih menghadapi tantangan yang ada (Super buku, Dampak Permainan Anak Modern: 2014). Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah ketika seseorang telah kecanduan dengan permainan modern yang bisa diakses kapan

(5)

3

saja dan dimana saja, maka waktu yang ia punya akan terbuang sia-sia karena ia akan malas belajar dan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya karena keasyikan bermain game sampai larut malam untuk mendapatkan sebuah kemenangan. Tentunya jika hal tersebut terus terjadi, maka akan berdampak pada kurangnya konsentrasi anak ketika proses pembelajaran berlangsung. Kebiasaan buruk menatap layar ponsel dengan jarak pandang yang terlalu dekat dalam kurun waktu terus menerus atau bisa dikatakan setiap hari juga tidak baik untuk kesehatan mata dan pastinya akan membuat prestasi anak di sekolah menurun.

Menurut pendapat Rivi Handayani (2018) game online adalah permainan berbasis internet sebagai jaringan interaksi antara satu gamers dengan yang lainnya dalam dunia virtual. Game online adalah permainan digital yang diaplikasikan melalui media komputer atau smartphone dimainkan secara online/menggunakan aksesinternet. Game online menjadi hiburan yang paling diminati anak-anak bahkan dewasa. Begitu banyaknya geme online membuat gamers (pecandu game) lupa akan waktu, lupa belajar bahkan ada yang terganggu psikisnya karena kecanduan game online.

Permainan tradisional tentunya berbeda dengan permainan modern, sebab permainan tradisional memiliki berbagai jenis permainan yang mampu membentuk karakter positif pada diri anak ketika dimainkan (Akhmad Mukhlis dan Sadid Al Muqrim, 2013 : 85). Jika ditelaah lebih dalam lagi, banyak sekali nilai-nilai positif yang terkandung dalam permainan tradisional, akan tetapi permainan tradisional sekarang ini sangat susah dan jarang sekali dimainkan oleh anak-anak. Mungkin anak-anak beranggapan bahwa permainan tradisional merupakan permainan jadul dan tidak mengikuti trend. Seperti yang kita ketahui bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti memiliki sisi positif dan sisi negatif. Sama halnya seperti permainan modern, permainan tradisional juga memiliki sisi negatif diantaranya adalah lupa waktu karena keasyikan bermain hingga mengabaikan perintah orangtua. Akan tetapi sisi positif yang terdapat dalam permainan tradisional tidak sebanyak yang ada di permainan modern.

(6)

4

Ketika anak bermain permainan tradisional dapat menanamkan sikap dan keterampilan seperti nilai kejujuran, kesetiakawanan, kerja sama, kebersamaan dan musyawarah (mufakat). Nilai-nilai tersebut secara tidak langsung akan menimbulkan interaksi sosial antar pemain. Hal tersebut tentunya berbeda dengan permainan modern yang tidak bisa melakukan interaksi sosial secara langsung, melainkan hanya melalui dunia maya. Interaksi sosial sangat penting dilakukan secara, karena melalui hal tersebut anak bisa belajar bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik dan bagaimana caranya berdaptasi dengan lingkungan sekitar. Dengan bermain bersama dengan teman sebayanya secara langsung, anak akan belajar bagaimana caranya bersenda gurau, bagaimana caranya anak mengerti perasaan orang lain supaya tidak menjadikan dirinya sebagai makhluk hidup yang individualis. Oleh karena itu, permainan tradisional perlu di lestarikan kembali dan diperkenalkan kembali kepada anak- anak usia sekolah dasar supaya eksistensi permainan tradisional tetap terjaga di masa yang akan datang. Karena melestarikan permainan tradisional akan memperoleh banyak manfaat. Permainan tradisional juga dianggap sebagai aset budaya karena memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap perkembangan jiwa, sifat dan kehidupan social anak, hal ini tentunya akan membuat karakter anak akan terbentuk secara alami dan karena permainan tradisional terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan bekal dan pedoman hidup anak di masa depan (Dicky Setiardi, 2017:145).

Berdasarkan uraian di atas, permainan tradisional memiliki peran penting dalam membentuk pendidikan karakter anak usia sekolah dasar. Dari sekian banyaknya permainan tradisional yang ada, permainan tradisional petak umpet merupakan jenis permainan tradisional yang masih dimainkan oleh siswa SD Negeri Sitimulyo 01, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati.

Ketika melakukan pengamatan, peneliti melihat anak-anak SD sangat menikmati permainan tradisional petak umpet. Hasil pengamatan yang telah diamati peneliti menunjukkan bahwa permainan tradisional petak umpet tersebut secara tidak langsung membentuk pendidikan karakter karena di dalamnya ada kekompakan serta kesetiakawanan dan pastinya masih ada nilai-

(7)

5

nilai pendidikan karakter lainnya yang terdapat di dalamnya. Hal tersebutlah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang ada di dalam permainan petak umpet.

Perilaku anak sekolah dasar berubah seiring perkembangan era digital yang semakin pesat. Perubahan dari sifat karakter anak lugu manis menjadi sifat karakter dewasa sebelum waktunya, Penurunan moral di usia anak sekolah dasar menurut pendapat Lickona (2013) ada 10 gejala degradasi moral; 1) kejahatan/kriminalitas 2) tidak sportif dalam perbuatan 3) pencurian 4) melanggar aturan 5) tawuran antar siswa 6) tidak menghargai orang lain 7) sikap perusakan diri 8) keinginan seksual diluar nikah 9) penggunaan bahasa kotor 10) pemakaian obat terlarang/narkoba.

Pendidikan karakter dapat di ajarkan di sekolah, di rumah ataupun di lingkungan sekitar. Tanpa kita sadari di dalam permainan tradisional juga terdapat pendidikan karakter, karena pendidikan karakter sangat penting diterapkan mulai dari usia sekolah dasar. Meskipun membentuk karakter itu sulit, tidak dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak- anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Sebagai orangtua ataupun pendidik maka perlu untuk menuntun anak untuk senantiasa memiliki nilai-nilai pendidikan karakter. Oleh karena itu, melalui permainan tradisional petak umpet diharapkan dapat memberikan penguatan pendidikan karakter siswa supaya menjadi pribadi yang lebih baik lagi pada diri sendiri maupun pada teman sebaya.

Agar terlihat orisinalitas dan kebaharuan penelitian yang akan dilakukan berikut disajikan beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan oleh orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Wardatun Nafisah (2016) dengan judul Pengaruh Permainan Tradisional Petak Umpet dan Lompat Tali Terhadap Pembentukan Karakter Demokratis dan Disiplin Pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan, merupakan

(8)

6

penelitian kuantitatif berjenis korelasional, hasilnya karakter demokratis siswa SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan berada pada kategori sedang di mana jumlah responden 30 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 63%

sedangkan untuk karakter disiplin sebanyak 35 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 76%. Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Ernina Lusiana (2012) dengan judul Membangun Karakter Kejujuran Melalui Permainan Tradisional Jawa Pada Anak Usia Dini di Kota Pati, merupakan penelitian kuantitatif berjenis eksperimental, hasilnya menunjukkan perubahan yang signifikan karena adanya perbedaan karakter kejujuran pada saat pretes dan posttes pada kelompok eksperimen sehingga dapat dikatakan bahwa permainan tradisional Jawa dalam penelitiannya efektif digunakan untuk membangun karakter kejujuran pada anak usia dini.

Meskipun telah banyak penelitian yang terkait tentang permainan tradisional petak umpet, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil kelebihan dan memperdalamnya. Dengan demikian peneliti tertarik untuk menganalisis permainan tradisional petak umpet sebagai upaya penguatan pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar karena menurut peneliti masalah yang diangkat tersebut menarik untuk diteliti dan bisa di teliti dalam kondisi daring maupun non-daring, selain itu objek penelitian juga sangat mendukung untuk diteliti dilengkapi juga dengan adanya fasilitas- fasilitas yang tersedia dan mendukung pelaksanaan penelitian. Melihat dari analisis permasalahan di atas, maka peneliti mengangkat judul “Analisis Permainan tradisional Petak Umpet Sebagai Upaya Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Sekolah Dasar SD Negeri Sitimulyo 01 Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

(9)

7

1. Nilai-nilai karakter apa saja yang ada pada permainan tradisional petak umpet ?

2. Bagaimana dampak permainan tradisional petak umpet terhadap penguatan pendidikan karakter bagi siswa SD Negeri Sitimulyo 01 Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk.

1. Mengetahui nilai-nilai karakter apa saja yang ada pada permainan tradisional petak umpet

2. Mengetahui dampak permainan tradisional petak umpet terhadap penguatan pendidikan karakter bagi siswa SD Negeri Sitimulyo 01 Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dapat diperoleh manfaat penelitian.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat teoritis

Memberi masukan dalam meningkatkan upaya penguatan pendidikan karakter.

1.4.2 Manfaat praktis 1.4.2.1 Bagi Anak

Permainan tradisional petak umpet diharapkan mampu untuk memberikan penguatan pendidikan karakter pada anak sekolah dasar.

1.4.2.2 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang diperoleh selama duduk di bangku perkuliahan dan dapat menerapkannya di

(10)

8

kehidupan nyata yang dihadapi dalam dunia pendidikan, serta memberikan dapat solusi yang tepat.

1.4.2.3 Bagi Sekolah

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pihak sekolah, bahwa permainan tradisional petak umpet juga bisa digunakan sebagai bahan media atau model pembelajaran dalam penguatan pendidikan karakter kepada siswa sekolah dasar.

1.4.2.4 Bagi Fakultas

Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau pengembangan pengetahuan serta bahan perbandingan bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian, khususnya penelitian yang mengarah tentang permainan tradisional petak umpet sebagai upaya penguatan pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar.

(11)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Konseptual

Pada bab ini mengkaji teori atau menjelaskan secara lebih rinci tentang apa yang berkaitan dengan penelitian, meliputi : (1) Pengertian permainan tradisional;

(2) Permainan tradisional petak umpet; (3) Nilai-nilai yang ada pada permainan tradisional petak umpet; (4) Penguatan Pendidikan Karakter.

2.1.1 Pengertian Permainan Tradisional

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (https://kbbi.web.id/main) disebutkan bahwa kata “permainan” sendiri berasal dari kata dasar “main” yang berarti melakukan suatu perbuatan untuk bersenang-senang. Sedangkan menurut Fauzi A. permainan merupakan suatu bentuk hiburan yang seringkali dijadikan sebagai penyegar pikiran dari rasa penat yang disebabkan oleh aktivitas dan rutinitas kita (Raka, 2014).

Istilah tradisional dari kata tradisi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia tersebut, arti tradisi adalah adat kebiasaan yang turun-temurun dan masih dijalankan dalam lingkup masyarakat; atau penilaian/ anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik. Adat adalah aturan berupa kebiasaan atau perbuatan dan sebagainya yang lazim diturut atau dilaksanakan sejak dahulu kala hingga sekarang. Namun adat berarti pula wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukuman dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi satu sistem. Sedang tradisional mempunyai arti sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun.

Namun tradisional mempunyai arti pula menurut tradisi. Maka permainan tradisional mempunyai makna sesuatu (permainan) yang dilakukan dengan berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-menurun dan dapat memberikan rasa puas atau senang bagi si pelaku (Direktorat Permuseuman, 1998: 1).

(12)

10

Permainan tradisional anak-anak di Jawa misalnya, dikatakan mengandung nilai-nilai budaya tertentu serta mempunyai fungsi melatih pemainnya melakukan hal-hal yang akan penting nantinya bagi kehidupan mereka di tengah masyarakat, seperti misalnya melatih cakap hitung menghitung, melatih kecakapan berfikir, melatih bandel (tidak cengeng), melatih keberanian, melatih bersikap jujur dan sportif dan sebagainya (Jefri Nugraha, 2020).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional adalah permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi kepada masyarakat dan biasanya terdapat di pedesaan. Permainan tradisional bisa dimainkan dengan menggunakan alat dan ada yang tidak menggunakan alat, biasanya permainan tradisional ini membutuhkan tempat yang luas untuk bermain.

2.1.2 Permainan Tradisional Petak Umpet

Permainan tradisional petak umpet merupakan salah satu jenis permainan yang aktif dan populer di Indonesia. Permainan ini seringkali dimainkan oleh anak-anak dari berbagai penjuru nusantara sehingga nama permainan petak umpet berbeda di setiap daerah. Anak-anak di daerah Sitimulyo Pucakwangi Pati, biasa menyebut permainan petak umpet dengan sebutan dolanan dhelikan.

Petak umpet bisa dimainkan minimal dua orang, tetapi jika permainan ini dilakukan lebih dari dua pemain maka permainan akan terasa lebih menyenangkan. Permainan tradisional petak umpet sangat digemari karena sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya selain itu memainkannya tidak memerlukan alat melainkan hanya dengan memanfaatkan pemain yang banyak dan lingkungan sekitar untuk bermain.

Anak-anak yang telah berkumpul untuk memainkan petak umpet biasanya setelah berkumpul, membuat dan harus menyepakati beberapa peraturan sederhana yang telah di tentukan, misalnya, pembatasan wilayah ketika bermain, tidak diperkenankan bersembunyi di dalam rumah (jika bermain di luar rumah), harus melihat sungguh-sungguh dan harus menyebut nama

(13)

11

pemain (dor...nama) yang ditunjuk, waktu menutup mata tidak boleh melirik melalui sela-sela lengan tengan, harus urut ketika berhitung, tidak boleh terus- menerus menjaga pangkalan (jogo benteng), dan sebagainya. Jika mereka sudah membuat peraturan sederhana dan telah menyepakati bersama, setelah itu mereka memilih sebuah pangkalan untuk dijadikan pusat petak umpet, misalnya tiang rumah, pohon, tembok gapura, atau lain sebagainya.

Sebelum memulai permainan semua pemain wajib melakukan hompimpa dan suit untuk menentukan pihak mana yang kalah dan wajib menjadi penjaga. Penjaga wajib menutup mata pada pos atau benteng yang telah ditentukan selanjutnya menjaga menghitung sesuai kesepakatan yang telah disepakati hitungan tersebut merupakan kesempatan para pemain untuk menentukan lokasi bersembunyi setelah hitungan berakhir penjaga berkeliling untuk mencari pemain yang bersembunyi sambil menjaga agar benteng atau posnya tidak disentuh oleh pemain, pemain yang pertama kali ditemukan dengan kalimat "dhor (Nama) misalnya "dhor Nina". Pemain yang pertama kali ditemukan oleh penjaga merupakan calon penjaga selanjutnya dengan catatan semua pemain yang bersembunyi harus ditemukan oleh penjaga.

Seorang anak menjadi “penjaga”, yaitu orang yang bertugas menutup mata dan menghitung sebanyak kesepakatan. Selesai menghitung, penjaga boleh membuka mata dan mencari teman-temannya yang bersembunyi. Misalnya bila waktu sudah habis ternyata belum bisa menemukan juga, maka penjaga akan kalah dan bertugas menjaga kembali. Pelajaran moral yang dapat diambil melalui permainan jenis ini: disiplin, menghormati orang lain, keadilan. Dalam permainan petak umpet ini juga mengandung nilai kejujuran, dimana anak pada saat berjaga tidak boleh mengintip dan harus benar-benar menutup matanya.

Menurut Tarna (2015) dalam Misbach, 2006) permainan tradisional petak umpet ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti:

1) Aspek motorik: melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.

(14)

12

2) Aspek kognitif: mengembangkan imajinasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.

3) Aspek emosi : mengasah empati, pengendalian diri.

4) Aspek bahasa: pemahaman konsep-konsep nilai.

5) Aspek sosial: menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan social dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.

6) Aspek spiritual: menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung (transcendental).

7) Aspek ekologis: memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.

8) Aspek nilai-nilai moral: menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.

Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan local (local wisdom) yang luhur. Pastinya permainan petak umpet mempunyai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya misalnya ketika menentukan pos jaga hal yang dilakukan adalah bermusyawarah sedangkan dalam mencari tempat persembunyiannya pemain harus pintar dan cekatan kesabaran merupakan hal penting dalam permainan ini karena penjaga harus bersabar dalam mencari pemain yang bersembunyi sedangkan para pemain juga harus bersabar dan berani mereka harus mengetahui waktu yang aman dan tepat untuk keluar dari tempat persembunyiannya, selain itu pemain harus memiliki rasa setia kawan melalui permainan ini anak belajar untuk memahami dan mentaati peraturan peraturan sederhana yang telah ditentukan mereka akan menikmati permainan bersama mereka juga belajar mengantisipasi apa yang akan dilakukan orang lain selanjutnya dalam permainan ini, ketika memainkan dolanan dhelikan kesenangannya terletak pada saat memainkannya bukan pada memenangkannya, selain itu anak-anak juga akan memperoleh nilai lebih ketika bermain petak umpet antara lain mengarang sudut-sudut rumah mengenal lingkungan sekitar mengajarkan anak untuk membuat keputusan (akan mencari tempat

(15)

13

persembunyiannya dimana) melatih ketangkasan dan kecermatan anak dalam mencari sesuatu.

2.1.3 Nilai-Nilai yang Ada Pada Permainan Tradisional Petak Umpet Ada beberapa nilai yang bisa didapat dari permainan tradisional.

Menurut Keen Achroni (2012) terdapat unsur-unsur nilai budaya yang terkandung di dalam permainan tradisional yaitu sebagai berikut.

1) Nilai kesenangan dan kegembiraan, dunia anak adalah dunia bermain dan anak-anak akan merasakan kesenangan apabila diajak bermain. Rasa senang yang ada pada anak mewujudkan pula suatu fase menuju pada kemajuan.

2) Nilai kebebasan, seseorang yang mempunyai kesempatan untuk bermain tentunya merasa bebas dari tekanan yang ia rasakan, sehingga ia akan merasa senang dan gembira ketika bermain.

3) Rasa berteman, seorang anak yang mempunyai banyak teman untuk bermain tentunya akan merasa senang, bebas, tidak bosan dan dapat saling bertukar pikiran dengan teman sebayanya. Selain itu, dengan mempunyai teman berarti anak akan belajar untuk saling mengerti dan memahami karakter teman-temannya, menghargai teman dan belajar untuk bersosialisasi.

4) Nilai demokrasi, artinya di dalam suatu permainan setiap pemain mempunyai kedudukan yang sama, tidak memandang apakah kulitnya putih atau hitam, tidak memandang anak orang kaya atau anak orang miskin, tidak memandang tinggi atau pendek, tidak memandang anak pandai atau bodoh.

5) Rasa tanggung jawab, dalam permainan yang bertujuan memperoleh kemenangan, biasanya pelaku memiliki tanggung jawab penuh, sebab mereka akan berusaha memperoleh kemenangan.

6) Nilai kebersamaan dan saling membantu, dalam permainan harus dimainkan lebih dari satu pemain, pemain yang banyak inilah yang dinamakan kebersamaan, karena jika bermain dan banyak pemainnya maka permainnanya akan semakin menyenangkan.

(16)

14

7) Nilai kepatuhan, dalam setiap permainan tentunya ada syarat atau peraturan sederhana di mana peraturan itu ada yang umum atau yang disepakati bersama. Setiap pemain harus mematuhi peraturan yang telah di sepakati bersama.

8) Melatih cakap dalam berhitung, yaitu pada permainan petak umpet. Setiap pemain harus cakap menghitung.

9) Melatih kecakapan berpikir, seperti dalam permainan petak umpet, penjaga secara terus menerus dilatih untuk berpikir, gerak langkah mencari pemain dan harus menjaga benteng supaya tidak disentuh pemain untuk mendapatkan suatu kemenangan maka penjaga harus cermat dan jeli.

10) Nilai kejujuran dan sportivitas, dalam bermain petak umpet dituntut kejujuran dan sportivitas. Pemain yang tidak jujur akan mendapatkan hukuman, seperti dicaci teman-temannya, atau mendapat hukuman kekalahan untuk berjaga kembali.

Sedangkan menurut Huri Yani dalam buku Permainan Tradisional Anak Negeri (2018), permainan tradisional mengandung banyak nilai

Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional, sebagai berikut:

1. Nilai kerja sama

Ketika bermain permainan tradisional, kita memainkannya bersama teman atau orang lain. Permainan tersebut akan menumbuhkan nilai kerja sama di dalam diri kita agar bisa kompak satu sama lain dan akhirnya memenangkan permainan.

2. Nilai kebersamaan

Permainan tradisional juga menumbuhkan rasa kebersamaan lewat kekompakan dan kerja sama. Selain itu, permainan ini juga akan membuat hubungan pertemanan semakin erat.

3. Nilai solidaritas

Solidaritas bisa dimaknai sebagai perasaan setia kawan. Permainan tradisional juga menumbuhkan rasa solidaritas. Contohnya ketika kalah

(17)

15

bermain, teman sekelompok akan menerima kekalahan dan saling menghibur satu sama lain dalam kelompoknya.

4. Nilai kepemimpinan

Tanpa disadari permainan tradisional juga menumbuhkan nilai kepemimpinan. Nilai ini melatih seseorang untuk bisa mengatur anggota kelompoknya dan menyusun strategi yang jujur serta adil untuk memenangkan permainan.

5. Nilai tenggang rasa

Tenggang rasa artinya bisa menghormati orang lain. Permainan tradisional juga mengandung nilai ini yang membuat orang belajar bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain.

6. Nilai kejujuran

Permainan tradisional juga melatih kejujuran seseorang. Artinya tidak berbuat curang untuk memenangkan permainan dan mengaku jika melakukan kesalahan.

2.1.4 Penguatan Pendidikan Karakter

Sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik) , olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestik) dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan (sekolah), keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang dirancang oleh Presiden Joko Widodo.

PPK merupakan upaya untuk menumbuhkan dan membekali generasi penerus agar memiliki bekal karakter baik, keterampilan literasi yang tinggi, dan memiliki kompetensi unggul abad 21 yaitu mampu berpikir kritis dan analitis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Gerakan PPK sebetulnya sudah diimplementasikan oleh sekolah-sekolah. PPK bukanlah produk baru, bukan mata pelajaran, bukan kurikulum baru tetapi merupakan penguatan atau fokus dari proses pembelajaran dan sebagai poros/ruh/jiwa Pendidikan. Kekayaan pengalaman,

(18)

16

praktik-praktik baik, keteladanan dan perilaku baik kepala sekolah, guru, orang tua dalam keseharian di sekolah dan luar sekolah sebenarnya sudah sangat kaya dimiliki sekolah. Sehingga sekolah pun sudah terbiasa membuat program dengan anggaran yang sudah ada. Namun perlu dikuatkan dengan pelibatan publik dan sumbangsih masyarakat dalam bentuk apapun agar masyarakat memiliki rasa tanggung jawab pada institusi pendidikan.

2.1.4.1 Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter

Karakter ialah perilaku nilai-nilai manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang maha Esa, sesama manusia, lingkungan, diri sendiri, dan kebangsaan yang terwujud didalam adat istiadat, budaya, tata karma, hokum, pemikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama. Karakter adalah unsur kepribadian yang ditinjau dari segi etis atau moral.

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diperlukan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran pelatihan atau penelitian pendidikan dilakukan di bawah bimbingan orang lain tetapi dapat juga dilakukan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif terhadap cara berpikir merasa atau bertindak dapat dianggap sebagai pendidikan. Thomas lickona seorang pakar perkembangan anak menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha memahami memperhatikan dan menerapkan nilai-nilai inti etika dari segi kognitif afektif dan psikomotorik.

Pendidikan karakter merupakan proses pembentukan transformasi dan pengembangan potensi peserta didik agar memiliki pikiran yang baik hati yang baik dan perilaku yang baik sesuai dengan falsafah pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia. Pendidikan karakter telah menjadi perhatian dari berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas bukan hanya untuk kepentingan individu tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan.

(19)

17

Pendidikan karakter dapat membantu mengatasi degradasi moral di negara kita yang dimaksud berupa maraknya angka kekerasan di kalangan anak kenakalan terhadap teman kebiasaan bulliying, mencontek dan perusakan properti orang lain hal tersebut merupakan bentuk masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan menjadi indikasi bahwa pendidikan karakter masih merupakan sebuah kebutuhan yang sangat penting pendidikan karakter diharapkan dapat diimplementasikan secara sinergis di sekolah di rumah dan di kalangan masyarakat secara umum.

2.1.4.2 Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter 2.1.4.2.1 Rumah

Secara etimologi pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya, pemimpin, pengelola, membimbing. Oleh kerena itu mengasuh disini adalah cara orangtua mendidik dan memelihara anak, mengurus makan, minum, pakaiannya dan keberhasilannya dari periode awal hingga dewasa di dalam ligkup rumah. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja.

Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari “aturan main” segala aspek yang pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat).

Sekolah sebagai pembentuk kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh anak adalah di dalam rumah atau keluarga. Peran orang tua dalam mewujudkan kepribadian karakter anak antara lain:

1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ktenangan jiwa anak-anak.

3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak.

4. Mewujudkan kepercayaan

5. Mengadakan kumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak)

(20)

18

Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan daan akhlak kehidupan manusia. Yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak yang secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sisni berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tatanan teoritis maupun praktis.

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa lingkungan rumah dan keluarga memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan perilaku anak. Untuk itu pastilah ada usaha yang harus dilakukan terutama oleh pihak-pihak yang terkait didalamnya sehingga mereka akan memiliki tanggung jawab dalam hal ini.

Beberapa contoh kebiasaan yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga:

1. Membiasakan anak bangun pagi, mengatur tempat tidur dan berolahraga;

2. Membiasakan anak mandi dan berpakaian bersih;

3. Membiasakan anak turut membantu mengerjakan tugas–tugas rumah;

4. Membiasakan anak mengatur dan memelihara barang–barang yang dimilikinya;

5. Membiasakan dan mendampingi anak belajar/mengulang pelajaran/

mengerjakan tugas sekolahnya;

6. Membiasakan anak pamit jika keluar rumah;

7. Membiasakan anak mengucap salam saat keluar dari dan pulang ke rumah;

8. Menerapkan pelaksanaan ibadah shalat sendiri dan berjamaah;

9. Mengadakan pengajian Alquran dan ceramah agama dalam keluarga;

10. Menerapkan musyawarah dan mufakat dalam keluarga sehingga dalam diri anak akan tumbuh jiwa demokratis;

11. Membiasakan anak bersikap sopan santun kepada orang tua dan tamu;

12. Membiasakan anak menyantuni anak yatim dan fakir miskin;

2.1.4.2.2 Sekolah

Jika dilingkungan rumah/ keluarga, anak dapat dikatakan “menerima apa adanya” dalam menerapkan sesuatu perbuatan, maka dilingkungan sekolah

(21)

19

sesuatu hal menjadi “mutlak” adanya, sehingga kita sering mendengar anak mengatakan pada orang tuanya “Ma, Pa, kata Bu guru/ Pak guru begini bukan begitu “Ini menunjukkan bahwa pengaruh sekolah sangat besar dalam membentuk pola pikir dan karakter anak, namun hal ini pun bukanlah sesuatu yang mudah tercapai tanpa ada usaha yang dilakukan. Untuk menjadi ‘Bapak dan Ibu’ guru seperti dalam ilustrasi diatas butuh keteladanan dan konsistensi perilaku yang patut diteladani.

Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan di sekolah:

1. Membiasakan siswa berbudaya salam, sapa dan senyum

2. Tiba di sekolah mengucap salam sambil salaman dan ciumntangan guru.

3. Menyapa teman, satpam, penjual dikantin atau cleaning servis di sekolah 4. Menyapa dengan sopan tamu yang datang ke sekolah

5. Membiasakan siswa berbicara dengan bahasa yang baik dan santun 6. Mendidik siswa duduk dengan sopan di kelas

7. Mendidik siswa makan sambil duduk di tempat yang telah disediakan, tidak sambil jalan- jalan

Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise).

Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian. Usaha pembentukan watak melalui sekolah, secara berbarengan dapat pula dilakukan melalui pendidikan nilai dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menerapkan pendekatan “modelling” atau “exemplary” atau

(22)

20

“uswah hasanah”. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup (living exemplary) bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut. (2) menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.

Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah; memberi penghargaan dan menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk; menegaskan nilai nilai yang baik dan buruk secara terbuka dan kontinu; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai alternative sikap dan tindakan berdasarkan nilai;

melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan; membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik dan tujuan-tujuan ideal; membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten. (3) menerapkan pendidikan berdasarkan karakter. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran nilai yang ada di samping matapelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, pendidikan kewarganegaraan (PKn), sejarah, Pancasila dan sebagainya.

Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai.

Secara umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya mencakup dua bidang pokok, estetika, dan etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, apa yang mereka senangi. Sedangkan etika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari

(23)

21

agama, adat istiadat, konvensi, dan sebagainya. Dan standar-standar itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Karena kemajuan zaman, maka keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi anak terhadap iptek.

Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu.

2.1.4.2.3 Masyarakat

Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah orang yang lebih tua yang “tidak dekat, tidak dikenal, tidak memiliki ikatan famili dengan anak tetapi saat itu ada di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak. Orang-orang inilah yang dapat memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.

Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat:

1. Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman rumah masing-masing, membersihkan saluran air, menanami pekarangan rumah.

2. Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan, merusak atau mencoret-coret fasilitas umum.

3. Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik. Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter.

Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan memang sangat erat sekali berkait dengan pengubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. ini tentu saja bukan hal yang ,mudah untuk dilakukan.

(24)

22

Akan tetapi apabila tidak dimulai dan dilakukan dari sekarang, kapan rasa memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan maksimal dapat diperolah dunia pendidikan.

Masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat, dimanapun berada pasti punya karakteristik sendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan masyarakat yang lain.

Norma-norma yang terdapat di Masyarakat harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Dan norma-norma tersebut merupakan aturan- aturan yang ditularkan oleh generasi tua kepada generasi berikutnya.

Penularan-penularan itu dilakukan dengan sadar dan bertujuan, hal ini merupakan proses dan peran pendidikan dalam masyarakat.

2.2 Kajian Penelitian Relevan

1. Wardatun Nafisah (2016) dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Pengaruh Permainan Tradisional Petak Umpet dan Lompat Tali Terhadap Pembentukan Karakter Demokratis dan Disiplin Pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan”. Jenis pendekatan dan penelitiannya adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dan berjenis korelasional untuk menentukan hubungan variable. Hasil penelitiannya adalah karakter demokratis siswa SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan berada pada kategori sedang di mana jumlah responden 30 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 63%. Sedangkan untuk karakter disiplin sebanyak 35

(25)

23

siswa dari 46 siswa dengan prosentase 76%. Permainan tradisional lompat tali dan petak umpet telah memberikan kontribusi dalam mempengaruhi karakter demokratis sebanyak 10,7% dan 9,6% dalam mempengaruhi karakter disiplin. Dari hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan terdapat pengaruh yang signifikan hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar 2, 301 dengan signifikansi p = 0,026 < 0,05 untuk permainan tradisional petak umpet dan lompat tali terhadap karakter demokratis dan 2,161 dengan signifikasi p = 0,036 < 0,05 untuk permainan tradisional petak umpet dan lompat tali terhadap karakter disiplin.

2. Ernina Lusiana (2012) dari Universitas Negeri Semarang dengan judul

“Membangun Karakter Kejujuran Melalui Permainan Tradisional Jawa Pada Anak Usia Dini di Kota Pati”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksperimental. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil test membangun karakter kejujuran pada kelompok kontrol adalah nilai thitung sebesar 1,852 < ttabel sebesar 2,120. Hal tersebut menunjukkan HO diterima dan Ha ditolak. Dari data tersebut menunjukkan perubahan yang tidak signifikan yaitu tidak ada perbedaan karakter kejujuran saat pretest dan posttest pada kelompok kontrol. Sedangkan kelompok eksperimen adalah nilai thitung sebesar 10,985 < ttabel sebesar 2, 120. Hal tersebut menunjukkan bahwa HO ditolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut menunjukkan perubahan yang signifikan karena adanya perbedaan karakter kejujuran saat pretes dan posttes pada kelompok eksperimen sehingga dapat dikatakan bahwa permainan tradisional Jawa dalam penelitiannya efektif digunakan untuk membangun karakter kejujuran pada anak usia dini

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan bagan atau alur berpikir yang menjadi dasar dari sebuah penelitian. Kerangka berpikir digunakan untuk memahami alur pemikiran dan memberikan arahan bagi pembaca dalam terlaksananya penelitian.

Game adalah salah satu media bermain yang mana media tersebut disajikan secara

(26)

24

online dan dapat diakses melalui media teknologi, pada hakikatnya game dapat membuat seseorang mengalami rasa penasaran yang membuat ia ketagihan dalam bermain, adapun dampak buruk dari salah satunya dapat menanamkan jiwa egois dan apatis dalam diri anak. Oleh karena itu sekarang ini banyak kita jumpai anak- anak yang lalai bahkan terkesan tidak peduli dengan lingkungan sekitas disaat mereka tengah bermain game, yang mana membawa efek negatif di kehidupan mereka. Dari kejadian tersebut tentunya ada pengaruh degradasi moral ketika menggunakan smartphone. Dilihat dari perkembangannya smartphone membawa dampak yang sangat signifikan pada moralitas anak, dimana tidak hanya dampak positif yang lahir akibat teknologi informasi, tetapi penyalahgunaan teknologi juga berdampak negatif bagi anak. Membangun karakter ditengah permasalahan degradasi moral bukanlah merupakan suatu yang instant dan tidak dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini melalui keluarga, sekolah dan masyarakat dan diajarkan pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Penguatan Pendidikan Karakter secara tidak sadar juga sudah ditanamkan dalam permainan tradisional yang sering anak-anak mainkan. Permainan tradisional petak umpet merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan social anak di kemudian hari. Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan yang dimiliki disetiap daerah. Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya yang harus dilestarikan keberadaannya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tangah kumpulan masyarakat yang lain (Sukirman, 2004). Menurut Purwaningsih (2006) permainan tradisional mengandung unsur-unsur nilai budaya. Menurut Keen Achroni (2012), unsur-unsur nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional adalah nilai kesenangan atau kegembiraan, nilai kebebasan, rasa berteman, nilai demokrasi, nilai

(27)

25

kepemimpinan, rasa tanggung jawab, nilai kebersamaan, nilai kepatuhan, melatih cakap dalam berhitung, melatih kecakapan berpikir, nilai kejujuran dan sportivitas.

Degradasi Moral

Penguatan Pendidikan Karakter (PKK)

Masyarakat Rumah

(Keluarga) Sekolah

Salah satunya melalui Permainan

Petak Umpet

Kesehatan

Jasmani Nilai Karakter

Hasil Penelitian

Feedback

(28)

26 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat & Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di desa Sitimulyo Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati. Ketika bermain petak umpet anak-anak lebih menyukai tempat yang luas, hal tersebut karena memudahkan mereka untuk mencari tempat bersembunyi.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi ketika anak bermain permainan petak umpet dari awal penelitian tanggal 8 November – selesai.

3.2 Pendekatan & Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data yang disajikan berupa kata-kata. Selanjutnya, apabila dilihat dari permasalahan yang diteliti maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang cara pengumpulan datanya dengan cara mendreskripsikan atau menceritakan suatu keadaan, peristiwa, objek serta melaporkannya sesuai dengan apa adanya.

Ketika melaksanakan penelitian atau observasi, peneliti menggunakan pendekatan dokumentasi dengan pengambilan foto atau video dari jarak yang tidak terlalu jauh. Selain menggunakan pendekatan dokumentasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan anak-anak setelah mereka selesai bermain dengan merekam hasil wawancara.

3.3 Peranan Peneliti

Kehadiran peneliti dilapangan merupakan suatu keharusan karena dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penelitian yang utama. Untuk itu peneliti harus hadir sendiri di lapangan untuk mengumpulkan data yang

(29)

27

diperlukan dalam situasi yang sesungguhnya. Akan tetapi, peneliti harus sadar bahwa dirinya merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, dan sekaligus menjadi pelapor dari hasil penelitian. Oleh karena itu, peneliti tidak boleh ikut campur ketika permainan sedang berlangsung dan hanya mengamati mereka ketika bermain.

3.4 Data dan Sumber Data

Data adalah tulisan-tulisan atau catatan-catatan yang sifatnya penting mengenai segala sesuatu yang didengar, dilihat, dialami dan bahkan yang dipikirkan oleh peneliti selama kegiatan pengumpulan data dan merefleksikan kegiatan tersebut ke dalam naratif. Data dalam penelitian ini ada 2, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh peneliti dari sekretaris desa untuk mendapatkan data nama anak-anak yang bermain permainan petak umpet.

Sementara data primer diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan beberapa orangtua dan anak yang bermain petak umpet.

3.5 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian ini, karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data.

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara dua orang atau lebih dengan maksud tertentu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan anak-anak yang bermain permainan petak umpet dengan menanyakan hal yang berhubungan dengan pendidikan katakter yang ada di dalam permainan yang mereka mainkan.

Setelah melakukan wawancara dengan anak-anak, peneliti juga mewawancarai orangtua siswa dengan cara merekam tanpa sepengetahuan mereka dan menanyakan pendidikan karakter apa yang sering dilaksanakan anak ketika di

(30)

28

dalam rumah. Ketika melakukan wawancara dengan anak-anak dan orangtua peneliti menggunakan pakaian yang sopan tanpa menggunakan jas almamater supaya anak-anak tersebut tidak mengetahui peneliti sedang melakukan penelitian.

2. Observasi

Observasi langsung sering juga disebut obeservasi partisipatif. Peneliti bisa berperan aktif dalam lokasi penelitian dengan cara ikut bermain petak umpet bersama anak-anak, sehingga peneliti benar-benar bisa terlibat dalam kegiatan yang ditelitinya. Peneliti mengamati secara langsung, baik secara formal maupun informal. Observasi dengan cara ikut bermain bersama dengan anak-anak dilakukan untuk memperoleh gambaran data mengenai karakter anak-anak, dan alat pendukung lainnya. Kegiatan observasi ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang terdapat dalam permainan tradisional petak umpet.

Kegiatan pengamatan dilakukan dengan tiga tahap yaitu (a) pengamatan deskriptif; pengamatan untuk mengeksplorasi data secara umum; (b) pengamatan terfokus; pengamatan untuk menunjang analisis; (c) pengamatan terseleksi;

pengamatan untuk menunjang komponen. Peneliti mengambil beberapa kegiatan yang secara detail sehingga kegiatan tersebut patut dijadikan contoh.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau merumuskan keterangan-keterangan mengenai peristiwa yang telah diperoleh tersebut. Pengumpulan data yang diperoleh peneliti dari hasil dokumentasi adalah meminta data kepada sekretaris desa untuk memperoleh data nama anak-anak yang bermain permainan tradisional petak umpet. Setelah mendapatkan data berupa dokumen tertulis, peneliti melaksanakan observasi dengan pengumpulkan data dokumentasi gambar dan video anak-anak ketika bermain permainan petak umpet untuk memperkuat penelitian yang dilakukan.

(31)

29 3.6 Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data menggunakan empat kriteria, yaitu kepercayaan (credibility), Keteralihan (transferability), Kebergantungan (dependability), dan Kepastian/dapat dikonfirmasi (confirmability)

3.6.1 Kredibilitas

Penetapan kriteria derajat kredibilitas pada dasarnya adalah penelitian yang kredibel atau dapat dipercaya dari perspektif partisipan dalam penelitian yang dilakukan. Supaya penelitian ini kredibel, peneliti melakukan penelitian tidak hanya satu kali untuk menghindari ketidakperubahan, melainkan dua sampai tiga kali untuk memperoleh hasil yang maksimal dari penelitian ini.

3.6.2 Transferabilitas

Keteralihan (transferability), pada dasarnya merupakan validitas eksternal pada penelitian kualitatif. Dapat terpenuhi dengan memberikan deskripsi secara rinci dan mendalam tentang hasil dan konteks penelitian.

Penelitian ini dapat digunakan di berbagai tempat, bisa di teliti dalam keadaan daring maupun non daring. Dari data yang sudah di dapatkan berupa hasil observasi, wawancara dan dokumentasi nantinya digunakan untuk membuat hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan. Dari penjelasan yang telah di jelaskan, orang tua membenarkan bahwa permainan tradisional petak umpet terdapat banyak nilai pendidikan karakter di dalamnya. Selain itu, bermain petak umpet juga bisa menyehatkan badan.

3.6.3 Dependabilitas

Dependabilitas dalam penelitian kualitatif disebut reliabilitas. Suatu penelitian dikatakan dependabilitas apabila orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. Peneliti bertanggungjawab menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam setting ketika melaksanakan penelitian. Saat terjun ke lapangan untuk melaksanakan penelitian, peneliti tidak hanya melakukan satu kali penelitian saja, tetapi 2 sampai 3 kali untuk memastikan adanya perubahan atau tidak dalam penelitian tersebut. Contohnya hari ini peneliti mengamati anak-anak ketika bermain petak umpet di desa

(32)

30

Sitimulyo tepatnya di sekitar halaman rumahnya ibu Pupuk, ibu Ngaripan dan ibu Eni. Satu minggu atau dua minggu kemudian anak-anak bermain petak umpet dihalaman rumah ibu Sum, ibu Warti, ibu Tarsi. Hal tersebut membuktikan bahwa setting atau tempat bermain anak anak berubah-ubah, tergantung kesepakatan dan keluasan tempat untuk bermain. Karena tidak setiap hari anak-anak bermain petak umpet. Terkadang 1 minggu sekali dan 2 minggu sekali.

3.6.4 Konfirmabilitas

Konfirmabilitas atau objektivitas merujuk pada tingkat kekuatan hasil penelitian yang dikonfirmasikan oleh orang lain. Strategi untuk meningkatkan konfirmabilitas antara lain pendokumentasian untuk mengecek dan mengecek kembali seluruh data penelitian. Dalam penelitian kulitatif, uji konfirmabilitas mirip dengan uji dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Anak-anak yang bermain petak umpet pasti memiliki nama, peneliti meminta data nama-nama mereka di sekretaris desa. Ketika melakukan penelitian, peneliti mencoba menelusuri dan mengamati cara mereka bermain petak umpet. Di awal permainan mereka membuat kesepakatan yaitu dilarang bersembunyi di dalam rumah harus bersembunyi di luar rumah hal tersebut untuk memudahkan penjaga untuk menemukan temannya yang bersembunyi.

Kemudian kesepakatan yang kedua, sebelum memulai permainan mereka berdoa terlebih dahulu, menurut hasil wawancara dengan beberapa anak yang sudah bermain petak umpet, ketika ditanya mengapa kalian harus berdoa dulu sebelum memulai permainan tadi mereka menjawab karena sesuatu hal harus diawali dengan berdoa itu nasehat dari guru agama mereka. Kemudian kesepakatan yang ketiga, penjaga harus menghitung dengan jujur. Setelah itu mereka hompimpa bersama-sama.

Dalam penelitian ini keabsahan data dilakukan dengan menggunakan analisis kasus. Analisis kasus yaitu proses pencarian pengetahuan yang tujuannya untuk menyelidiki serta meneliti fenomena-fenomena kasus yang terjadi di kehidupan nyata. Penelitian mencari sebuah topik penelitian, topik tersebut akan

(33)

31

dicari jawaban maupun solusinya untuk menyelesaikan kasus yang ada dalam penelitian kualitatif. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan antara lain:

1. Menganalisis data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Menganalisis apa yang dikatakan orang tentang situasi saat penelitian dengan apa yang dilihat sepanjang waktu.

3. Menganalisis hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

3.7 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama memasuki lapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Untuk menyajikan data agar mudah dipahami, maka langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusions).

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif bersifat interaktif, ketika melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data dengan observasi peneliti bisa berperan aktif dalam lokasi penelitian dengan cara ikut bermain petak umpet bersama anak-anak, sehingga peneliti benar-benar bisa terlibat langsung ke dalam kegiatan yang ditelitinya. Peneliti mengamati secara langsung, baik secara formal maupun informal. Observasi dengan cara ikut bermain bersama dengan anak-anak dilakukan untuk memperoleh gambaran data mengenai karakter anak-anak, dan alat pendukung lainnya. Kegiatan observasi ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter apa saja yang terdapat dalam permainan tradisional petak umpet. Kemudian, pada saat peneliti melakukan wawancara dengan anak-anak yang bermain permainan petak umpet peneliti menanyakan hal yang berhubungan dengan pendidikan katakter yang ada di dalam permainan yang mereka mainkan.

Setelah melakukan wawancara dengan anak-anak, peneliti juga mewawancarai orangtua siswa dengan cara merekam tanpa sepengetahuan mereka dan

(34)

32

menanyakan pendidikan karakter apa yang sering dilaksanakan anak ketika di dalam rumah. Ketika melakukan wawancara dengan anak-anak dan orangtua peneliti menggunakan pakaian yang sopan tanpa menggunakan jas almamater supaya anak-anak tersebut tidak mengetahui peneliti sedang melakukan penelitian.

Pengumpulan data yang diperoleh peneliti dari dokumentasi adalah meminta data kepada sekretaris desa untuk memperoleh data nama anak-anak yang bermain permainan tradisional petak umpet. Setelah mendapatkan data berupa dokumen tertulis, peneliti melaksanakan observasi dengan pengumpulkan data dokumentasi gambar dan video anak-anak ketika bermain permainan petak umpet untuk memperkuat penelitian yang dilakukan.

2. Reduksi Data

Dalam reduksi data peneliti berusaha untuk merangkum data-data yang telah diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil wawancara observasi dan dokumentasi saling berkaitan satu sama lain. Ketika melaksanakan observasi peneliti juga bisa dan dokumentasi. Ketika melaksanakan observasi peneliti ikut bergabung dan bermain bersama anak-anak peneliti harus semaksimal mungkin supaya anak-anak tidak mengetahui jika peneliti melakukan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan anak-anak yang bermain petak umpet dan wawancara dengan beberapa orangtua mereka terkait dengan pendidikan karakter ketika di rumah. Setelah mendapatkan rangkuman dari observasi dan wawancara peneliti meminta data yang ada di desa dengan menghubungi sekretaris desa. Dari hal yang telah dijelaskan di atas dapat memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mempermudah untuk mencarinya bila diperlukan.

3. Penyajian Data

Penyajian data/display data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta memberikan tindakan. Dalam penyajian data dibuat dalam bentuk narasi dari data-

(35)

33

data yang telah diperoleh sebelumnya, sebagai contoh hasil wawancara dengan orangtua siswa disajikan dalam bentuk narasi. Anak anak ketika berada dirumah cenderung tidak mendengarkan perintah orangtua dan keasyikan bermain game yang ada di ponselnya. Hal tersebut sudah termasuk degradasi moral. Tetapi jika anak tersebut diajak bermain permainan tradisional dengan teman sebaya nya, anak tersebut mau dan sangat bersemangat. Nilai religius juga sudah di dapatkan dari anak tersebut ketika diajak temannya mengaji, dia ikut mengaji. Orangtua setuju bahwa ketika anak mereka bermain langsung dengan teman sebayanya dapat meningkatkan upaya pendidikan karakter dibanding bermain game di handphone nya.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan setelah analisis data. Selama pengumpulan data dan setelah pengumpulan data selesai dilakukan analisis data untuk menarik suatu simpulan, sehingga dapat menggambarkan suatu pola tentang peristiwa yang terjadi. Analisis data yang terus menerus dilakukan mempunyai implikasi terhadap pengurangan dan atau penambahan data yang dibutuhkan. Dari hasil penelitian penarikan kesimpulan yang di dapat adalah degradasi moral yang di alami anak usia sekolah dasar sudah sangat memprihatinkan. Anak kecanduan gadget dengan bermain game sampai lupa waktu dan tidak mendengarkan perintah orangtua. Jika pendidikan karakter tidak di tanamkan sejak dini, maka hasilnya adalah anak anak yang semakin hari semakin beranjak dewasa tidak memiliki etika dan sopan santun. Tanpa anak-anak sadari, ketika mereka bermain dengan teman sebaya nya memainkan permainan tradisional ada banyak nilai pendidikan karakter di dalamnya. Hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi pemikiran anak untuk menerapkan karakter yang didapat dari permainan dalam kehidupan sehari-hari. Menanamkan pendidikan karakter kepada anak usia sekolah dasar dapat dilakukan di lingkungan keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat (tri pusat pendidikan).

(36)

34

DAFTAR PUSTAKA

Achroni, Keen. 2012. Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Anak Melalui Permainan Tradisional. Yogyakarta : Javalitera.

http://wayantarne.blogspot.co.id/2015/02/makalah-peranan-permainan- tradisional.htm, diakses tanggal 28 November 2021.

Prihatmojo, Agung. 2020. Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Mencegah Degradasi Moral di Era 4.0. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 4 (1) 142-152.

Setiardi, Dicky. 2017. Keluarga Sebagai Sumber Pendidikan Karakter Bagi Anak.

Jurnal Tarbawi, Vol. 14. No. 2.

Sriwilujeng, Dyah. 2017. Panduan Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta : Erlangga.

Super Buku. 2014. Dampak Permainan Anak Modern, [online],

(https://bukupaud.com/dampak-permainan-anak-modern.html, diakses tanggal 1 November 2021).

Tarna, I wayan. 2015. Peranan Permainan Tradisional Dalam Pendidikan.

Yani, Huri. 2018. Permainan Tradisional Anak Negeri. Jakarta : Balai Pustaka.

(37)

35 LAMPIRAN

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pertama , Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional gobag sodor dapat antara lain adalah nilai kejujuran, nilai sportivitas, nilai kerjasama,

Ucapan syukur yang tak terhingga atas karunia Allah SWT, sehinggaProgram Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) kami yang berjudul ” Lomba Permainan Tradisional

Upaya penanaman nilai-nilai karakter pada proses belajar Pendidikan Agama Islam khususnya kelas rendah dapat dilakukan dengan metode permainan diantaranya dalam

Penyuluhan yang dilakukan kepada 54 orang tua yang memiliki anak usia sekolah dasar, meliputi dampak positif dan negatif penggunaan handphone kepada anak – anak, kegiatan anak selama

1) Nilai Demokrasi dalam permainan anak tradisional sebenarnya telah ditujukan oleh anak-anak sebelum mereka mulai bermain. Terbukti dengan cara memilih dan

Adapun aturan dalam permainan cengkleng/engklek adalah sebagai berikut: a Permainan dilakukan perorangan tanpa dibantu oleh teman lainnya; b Melempar oncak sesuai posisi petak anak itu

Dengan mengikuti aturan pada saat permainan juga merupakan salah satu sikap sportif hal ini sejalan dengan pendapat menurut Nugrahastuti, 2016 yang menyatakan bahwa nilai dapat

Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan penelitian pengembangan modul pembelajaran ini adalah sebagai berikut: Penelitian dan pengembangan modul modul permainan tradisional