• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS PERMAINAN TRADISIONAL DI DESA SITIMULYO SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS PERMAINAN TRADISIONAL DI DESA SITIMULYO SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PERMAINAN TRADISIONAL DI DESA SITIMULYO SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA

ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Oleh

YANIKA SRIYAHANI NIM 201833015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2022

(2)

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING PROPOSAL SKRIPSI

Proposal skripsi dengan judul Analisis Permainan Tradisional di Desa Sitimulyo Sebagai Upaya Penguatan Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Sekolah Dasar oleh YANIKA SRIYAHANI NIM 201833015 program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar disetujui untuk diseminarkan.

Kudus, 02 Februari 2022 Pembimbing I

M. Syafruddin Kuryanto, M.Or.

NIDN. 0604059102

Pembimbing II

Dr. Wawan Shokib Rondli, M.Pd.

NIDN. 0615037901

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Siti Masfuah, M.Pd.

NIDN. 0615129001

(3)

ii ABSTRAK

Sriyahani, Yanika. 2022. Analisis Permainan Tradisional di Desa Sitimulyo Sebagai Upaya Penguatan Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus. Dosen Pembimbing (1) M.

Syaffrudin Kuryanto, M.Or. (2) Dr. Wawan Shokib Rondli, M.Pd.

Kata Kunci : Permainan Tradisional, Jenis Permainan Tradisional, Penguatan Pendidikan Karakter

Indonesia merupakan negara multikultural karena memiliki keanekaragaman dengan berbagai jenis permainan tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Ditengah zaman modernisasi, anak-anak usia sekolah dasar di desa Sitimulyo masih memainkan permainan tradisional. Anak- anak di desa tersebut menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan temannya. Masalah dalam penelitian ini adalah meneliti lebih jauh tentang bagaimana anak-anak tersebut memainkan permainan tradisional dan mendeskripsikan analisis permainan tradisional sebagai upaya penguatan pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jenis-jenis permainan tradisional yang ada di desa Sitimulyo berserta cara memainkannya, mengetahui nilai-nilai karakter yang ada di dalam permainan tradisional dan mengaitkan antara nilai-nilai yang ada di dalam permainan tradisional berkaitan dengan penguatan pendidikan karakter.

Penelitian ini akan dilaksanakan di desa Sitimulyo Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati dengan subjek penelitian anak-anak yang bermain permainan tradisional. Teknik pengumpulan data meliputi teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif.

(4)

iii DAFTAR ISI

Halaman

PROPOSAL SKRIPSI ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING PROPOSAL SKRIPSI ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat teoritis ... 6

1.4.2 Manfaat praktis... 6

BAB II ... 7

KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Deskripsi Konseptual ... 7

2.1.1 Permainan Tradisional ... 7

2.1.2 Pendidikan Karakter ... 21

2.1.3 Penguatan Pendidikan Karakter ... 22

2.2 Kajian Penelitian Relevan ... 28

2.3 Kerangka Teori ... 30

2.4 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III ... 33

METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1 Tempat & Waktu Penelitian ... 33

3.1.1 Tempat Penelitian ... 33

3.1.2 Waktu Penelitian... 33

3.2 Pendekatan & Jenis Pendekatan ... 33

3.3 Peranan Peneliti ... 34

3.4 Data dan Sumber Data ... 34

3.5 Pengumpulan Data ... 35

(5)

iv

3.5.1 Wawancara ... 35

3.5.2 Observasi ... 36

3.5.3 Dokumentasi ... 36

3.6 Keabsahan Data ... 37

3.6.1 Kredibilitas ... 37

3.6.2 Transferabilitas ... 37

3.6.3 Dependabilitas ... 38

3.6.4 Konfirmabilitas ... 38

3.7 Analisis Data ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46

JADWAL PELASANAAN PENELITIAN ... 46

KISI-KISI INDIKATOR PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER ... 47

INSTRUMEN WAWANCARA SISWA ... 52

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara multikultural karena memiliki keanekaragaman dengan berbagai jenis permainan tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Nama permainan tradisional di setiap juga pasti berbeda meskipun cara memainkannya sama. Contohnya permainan Kelereng, di kota-kota besar sering disebut bermain kelereng tetapi jika di desa tepatnya di daerah jawa disebut setinan dan lain-lain. Ada berbagai macam permainan yang dapat meningkatkan kreativitas, salah satunya adalah permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya. Permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga yang sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan serta ketangkasan. Permainan tradisional merupakan salah satu aset budaya yang mempunyai ciri khas kebudayaan suatu bangsa maka, pendidikan karakter bisa dibentuk melalui permainan tradisional sejak usia dini. Karena selama ini pendidikan karakter kurang mendapat penekanan dalam sistem pendidikan di Negara kita.

Ditengah zaman modernisasi, anak-anak usia sekolah dasar di desa Sitimulyo masih memainkan permainan tradisional. Dunia anak adalah dunia bermain, bermain merupakan bagian yang amat penting dalam tumbuh kembang anak. Anak- anak di desa tersebut menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan temannya. Bagi anak-anak di desa tersebut, bermain memiliki manfaat yang sangat penting, bermain bukan hanya untuk kesenangan tetapi juga suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Melalui kegiatan bermain, anak dapat belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungannya. Anak-anak

(7)

2

biasanya mengalami masa-masa peka, di mana anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya pengembangan seluruh potensi. Masa ini adalah masa yang sangat bagus dan cocok untuk meletakkan dasar pertumbuhan dalam mengembangkan kemampuan fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, seni, moral, dan nilai-nilai agama.

Menurut Gallahue dalam Sofia Hartati juga mengatakan bahwa bermain merupakan kebutuhan anak yang paling mendasar saat anak berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Bermain adalah suatu aktifitas yang langsung dan spontan dilakukan seorang anak bersama orang lain atau dengan menggunakan benda-benda sekitarnya dengan senang, sukarela dan imajinatif serta dengan menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya. Oleh karena itu bermain adalah aktifitas yang diplih sendiri oleh anak karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadiah atau puji, karena bermain juga merupakan alat utama untuk mencapai pertumbuhannya, sebagai medium anak mencobakan diri bukan saja hanya dalam fantasinya tetapi dilakukan secara nyata.

Ketika anak bermain permainan tradisional tanpa disadari dapat menanamkan sikap dan keterampilan seperti nilai kejujuran, kesetiakawanan, kerja sama, kebersamaan dan musyawarah (mufakat). Nilai-nilai tersebut secara tidak langsung akan menimbulkan interaksi sosial antar pemain.

Interaksi sosial sangat penting dilakukan secara langsung, karena melalui hal tersebut anak bisa belajar bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik dan bagaimana caranya berdaptasi dengan lingkungan sekitar. Dengan bermain bersama dengan teman sebayanya secara langsung, anak akan belajar bagaimana caranya bersenda gurau, bagaimana caranya anak mengerti perasaan orang lain supaya tidak menjadikan dirinya sebagai makhluk hidup yang individualis. Oleh karena itu, permainan tradisional perlu di lestarikan kembali dan diperkenalkan kembali kepada anak-anak usia sekolah dasar supaya eksistensi permainan tradisional tetap terjaga di masa yang akan datang. Karena melestarikan permainan tradisional akan memperoleh banyak

(8)

3

manfaat. Permainan tradisional juga dianggap sebagai aset budaya karena memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap perkembangan jiwa, sifat dan kehidupan social anak, hal ini tentunya akan membuat karakter anak akan terbentuk secara alami dan karena permainan tradisional terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan bekal dan pedoman hidup anak di masa depan (Dicky Setiardi, 2017:145).

Berdasarkan uraian di atas, permainan tradisional memiliki peran penting dalam membentuk pendidikan karakter anak usia sekolah dasar. Dari sekian banyaknya permainan tradisional yang ada, permainan tradisional petak umpet, bola bekel, layangan dan setinan merupakan jenis permainan tradisional yang masih dimainkan oleh anak usia sekolah dasar di Desa Sitimulyo, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati. Ketika melakukan pengamatan, peneliti melihat anak-anak SD sangat menikmati permainan tradisional petak umpet. Hasil pengamatan yang telah diamati peneliti menunjukkan bahwa permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak di desa tersebut secara tidak langsung membentuk pendidikan karakter karena di dalamnya ada kekompakan serta kesetiakawanan dan pastinya masih ada nilai-nilai pendidikan karakter lainnya yang terdapat di dalamnya. Hal tersebutlah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menganalisis jenis-jenis permainan tradisional apa saja yang masih dimainkan oleh anak usia sekolah dasar di desa Sitimulyo sebagai upaya penguatan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter dapat di ajarkan di sekolah, di rumah ataupun di lingkungan sekitar. Tanpa kita sadari di dalam permainan tradisional juga terdapat pendidikan karakter, karena pendidikan karakter sangat penting diterapkan mulai dari usia sekolah dasar. Meskipun membentuk karakter itu sulit, tidak dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Sebagai orangtua ataupun

(9)

4

pendidik maka perlu untuk menuntun anak untuk senantiasa memiliki nilai- nilai pendidikan karakter. Oleh karena itu, melalui permainan tradisional diharapkan dapat memberikan penguatan pendidikan karakter siswa supaya menjadi pribadi yang lebih baik lagi pada diri sendiri maupun pada teman sebaya.

Agar terlihat orisinalitas dan kebaharuan penelitian yang akan dilakukan berikut disajikan beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan oleh orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Wardatun Nafisah (2016) dengan judul Pengaruh Permainan Tradisional Petak Umpet dan Lompat Tali Terhadap Pembentukan Karakter Demokratis dan Disiplin Pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan, merupakan penelitian kuantitatif berjenis korelasional, hasilnya karakter demokratis siswa SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan berada pada kategori sedang di mana jumlah responden 30 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 63% sedangkan untuk karakter disiplin sebanyak 35 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 76%. Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Ernina Lusiana (2012) dengan judul Membangun Karakter Kejujuran Melalui Permainan Tradisional Jawa Pada Anak Usia Dini di Kota Pati, merupakan penelitian kuantitatif berjenis eksperimental, hasilnya menunjukkan perubahan yang signifikan karena adanya perbedaan karakter kejujuran pada saat pretes dan posttes pada kelompok eksperimen sehingga dapat dikatakan bahwa permainan tradisional Jawa dalam penelitiannya efektif digunakan untuk membangun karakter kejujuran pada anak usia dini.

Meskipun telah banyak penelitian yang terkait tentang permainan tradisional, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa Sitimulyo dengan mengambil kelebihan dan memperdalamnya. Dengan demikian peneliti tertarik untuk menganalisis permainan tradisional di Desa Sitimulyo sebagai upaya penguatan pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar karena menurut peneliti masalah yang diangkat tersebut menarik untuk diteliti dan bisa di teliti dalam kondisi pandemi maupun non-pandemi, selain itu

(10)

5

objek penelitian juga sangat mendukung untuk diteliti dilengkapi juga dengan adanya fasilitas-fasilitas yang tersedia dan mendukung pelaksanaan penelitian. Melihat dari analisis permasalahan di atas, maka peneliti mengangkat judul “Analisis Permainan Tradisional di Desa Sitimulyo Sebagai Upaya Penguatan Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar Desa Sitimulyo Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.

1. Apa saja jenis-jenis permainan tradisional yang ada di desa Sitimulyo berserta cara memainkannya ?

2. Bagaimana nilai-nilai karakter yang ada di dalam permainan tradisional ? 3. Apakah nilai-nilai yang ada di dalam permainan tradisional berkaitan

dengan penguatan pendidikan karakter ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk.

1. Mengetahui jenis-jenis permainan tradisional yang ada di desa Sitimulyo berserta cara memainkannya.

2. Mengetahui nilai-nilai karakter yang ada di dalam permainan tradisional.

3. Mengaitkan antara nilai-nilai yang ada di dalam permainan tradisional berkaitan dengan penguatan pendidikan karakter.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dapat diperoleh manfaat penelitian. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

(11)

6 1.4.1 Manfaat teoritis

Menganalisis jenis-jenis permainan tradisional beserta cara memainkannya dan mengetahui nilai-nilai karakter yang ada di dalam permainan tersebut dan mengaitkannya dengan penguatan pendidikan karakter.

1.4.2 Manfaat praktis 1.4.2.1 Bagi Anak

Permainan tradisional diharapkan mampu untuk memberikan penguatan pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar.

1.4.2.2 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang diperoleh selama duduk di bangku perkuliahan dan dapat menerapkannya di kehidupan nyata yang dihadapi dalam dunia pendidikan, serta memberikan dapat solusi yang tepat.

1.4.2.3 Bagi Masyarakat

Dapat digunakan sebagai cara untuk memecahkan masalah atau menganalisis gejala social yang terjadi di masyarakat.

1.4.2.4 Bagi Fakultas

Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau pengembangan pengetahuan serta bahan perbandingan bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian, khususnya penelitian yang mengarah tentang permainan tradisional petak umpet sebagai upaya penguatan pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar.

(12)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Konseptual

Pada bab ini mengkaji teori atau menjelaskan secara lebih rinci tentang apa yang berkaitan dengan penelitian, meliputi : (1) Permainan Tradisional; (2) Pendidikan Karakter (3) Penguatan Pendidikan Karakter.

2.1.1 Permainan Tradisional

2.1.1.1 Pengertian Permainan Tradisional

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata

“permainan” sendiri berasal dari kata dasar “main” yang berarti melakukan suatu perbuatan untuk bersenang-senang. Sedangkan menurut Fauzi A.

permainan merupakan suatu bentuk hiburan yang seringkali dijadikan sebagai penyegar pikiran dari rasa penat yang disebabkan oleh aktivitas dan rutinitas kita (Raka, 2014).

Istilah tradisional dari kata tradisi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia tersebut, arti tradisi adalah adat kebiasaan yang turun-temurun dan masih dijalankan dalam lingkup masyarakat; atau penilaian/ anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik. Adat adalah aturan berupa kebiasaan atau perbuatan dan sebagainya yang lazim diturut atau dilaksanakan sejak dahulu kala hingga sekarang. Namun adat berarti pula wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukuman dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi satu sistem. Sedang tradisional mempunyai arti sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun menurun. Namun tradisional mempunyai arti pula menurut tradisi. Maka permainan tradisional mempunyai makna sesuatu (permainan) yang dilakukan dengan berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-menurun dan dapat memberikan rasa puas atau senang bagi si pelaku (Direktorat Permuseuman, 1998: 1).

(13)

8

Permainan tradisional anak-anak di desa misalnya, dikatakan mengandung nilai-nilai budaya tertentu serta mempunyai fungsi melatih pemainnya melakukan hal-hal yang akan penting nantinya bagi kehidupan mereka di tengah masyarakat, seperti misalnya melatih cakap hitung menghitung, melatih kecakapan berfikir, melatih bandel (tidak cengeng), melatih keberanian, melatih bersikap jujur dan sportif dan sebagainya (Jefri Nugraha, 2020).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional adalah permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi kepada masyarakat dan biasanya terdapat di pedesaan. Permainan tradisional bisa dimainkan dengan menggunakan alat dan ada yang tidak menggunakan alat, biasanya permainan tradisional ini membutuhkan tempat yang luas untuk bermain.

2.1.1.2 Jenis-Jenis Permainan Tradisional

Ada beberapa Permainan Tradisional yang masih di mainkan oleh anak usia sekolah dasar di desa Sitimulyo, yaitu.

1) Petak Umpet

Permainan tradisional petak umpet merupakan salah satu jenis permainan yang aktif dan populer di Indonesia. Permainan ini seringkali dimainkan oleh anak-anak dari berbagai penjuru nusantara sehingga nama permainan petak umpet berbeda di setiap daerah. Anak-anak di daerah Sitimulyo Pucakwangi Pati, biasa menyebut permainan petak umpet dengan sebutan dolanan dhelikan. Petak umpet bisa dimainkan minimal dua orang, tetapi jika permainan ini dilakukan lebih dari dua pemain maka permainan akan terasa lebih menyenangkan. Permainan tradisional petak umpet sangat digemari karena sangat menyenangkan dan banyak manfaatnya selain itu memainkannya tidak memerlukan

(14)

9

alat melainkan hanya dengan memanfaatkan pemain yang banyak dan lingkungan sekitar untuk bermain.

Anak-anak yang telah berkumpul untuk memainkan petak umpet biasanya setelah berkumpul, membuat dan harus menyepakati beberapa peraturan sederhana yang telah di tentukan, misalnya, pembatasan wilayah ketika bermain, tidak diperkenankan bersembunyi di dalam rumah (jika bermain di luar rumah), harus melihat sungguh-sungguh dan harus menyebut nama pemain (dor...nama) yang ditunjuk, waktu menutup mata tidak boleh mengintip melalui sela-sela lengan tengan, harus urut ketika berhitung, tidak boleh terus-menerus menjaga pangkalan (jogo benteng), dan sebagainya. Jika mereka sudah membuat peraturan sederhana dan telah menyepakati bersama, setelah itu mereka memilih sebuah pangkalan untuk dijadikan pusat petak umpet, misalnya tiang rumah, pohon, tembok gapura, atau lain sebagainya.

Sebelum memulai permainan semua pemain wajib melakukan hompimpa dan suit untuk menentukan pihak mana yang kalah dan wajib menjadi penjaga. Penjaga wajib menutup mata pada pos atau benteng yang telah ditentukan selanjutnya menjaga menghitung sesuai kesepakatan yang telah disepakati hitungan tersebut merupakan kesempatan para pemain untuk menentukan lokasi bersembunyi setelah hitungan berakhir penjaga berkeliling untuk mencari pemain yang bersembunyi sambil menjaga agar benteng atau posnya tidak disentuh oleh pemain, pemain yang pertama kali ditemukan dengan kalimat "dhor (Nama) misalnya

"dhor Nina". Pemain yang pertama kali ditemukan oleh penjaga merupakan calon penjaga selanjutnya dengan catatan semua pemain yang bersembunyi harus ditemukan oleh penjaga.

Seorang anak menjadi “penjaga”, yaitu orang yang bertugas menutup mata dan menghitung sebanyak kesepakatan. Selesai menghitung, penjaga boleh membuka mata dan mencari teman-

(15)

10

temannya yang bersembunyi. Misalnya bila waktu sudah habis ternyata belum bisa menemukan juga, maka penjaga akan kalah dan bertugas menjaga kembali. Pelajaran moral yang dapat diambil melalui permainan jenis ini: disiplin, menghormati orang lain, keadilan. Dalam permainan petak umpet ini juga mengandung nilai kejujuran, dimana anak pada saat berjaga tidak boleh mengintip dan harus benar-benar menutup matanya.

2) Layang-Layang

Layang-layang adalah salah satu jenis permainan tradisional yang dimainkan di berbagai penjuru dunia. Permainan ini dimainkan oleh berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Layang-layang atau biasa disebut dengan layangan merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya dan dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan. Layang-layang juga dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran, umumnya memiliki panjang diagonal 20 cm – 40 cm. Namun dalam perkembangannya, bentuk layang-layang tidak selalu segi empat, bahkan bentuknya sudah semakin beragam dan modern sesuai dengan kreativitas si pembuatnya. Biasanya, layang-layang seperti itu merupakan daya tarik pariwisata atau benda cendera mata.

3) Bola Bekel

Bola bekel merupakan suatu permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak yang ternyata mengandung nilai edukatif. Permainan bola bekel itu sendiri biasanya dimainkan oleh anak perempuan dan biasanya permainan ini dimainkan oleh dua

(16)

11

atau sepuluh orang lebih secara bergantian. Peralatan yang digunakan biasanya adalah bola bekel, batu kecil, tutup botol atau biji bijian dapat berupa batu, biji salak, dan biji-bijian yang lainnya.

Langkah-langkah permainan bola bekel adalah dimulai dengan suit terlebih dahulu guna menentukan siapa yang lebih dahulu melakukan permainan. Pemain yang memenangkan suit dapat memulai permainan lebih dahulu dengan menggenggam bola bekel beserta semua biji bekel. Setelah itu, bola bekel dilemparkan keatas sembari menjatuhkan biji bekel ke lantai kemudian menangkap bolanya kembali. Bola bekel dipantulkan lagi, ketika bola berada diatas pemain mengambil biji bekel sesuai dengan tahapanya begitu seterusnya sampai finish dengan tidak membiarkan bola memantul lebih dari satu kali.

Adapun aturan permainan bola bekel adalah permainan dilakukan dua anak atau lebih, dalam permainan ini pemain dikatakan gugur apabila bola yang memantul diatas tidak ditangkap kembali. Jumlah biji bekel ditentukan sesuai kesepakatan bersama.

Dikatakan gugur pula apabila pemain salah mengambil biji bekel pada tahapan yang sudah ditentukan. Bola bekel tidak boleh memantul lebih dari satu kali.

4) Engklek

Engklek merupakan permainan tradisional lompat-lompatan pada bidang datar yang digambar diatas tanah, dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya secara urut.

Engklek dimainkan dengan cara melompat dengan satu kaki pada kotak-kotak yang telah dibuat. Untuk kotak yang letaknya bersebelahan seperti sayap, pemain diperbolehkan meletakkan kakinya pada kedua kotak secara bersamaan. Masing-masing

(17)

12

pemain memiliki gaco, yaitu batu atau pecahan genting yang digunakan sebagai alat lempar. Adapun penjelasan lengkap teknik bermain engklek adalah sebagai berikut, semua pemain melakukan hompimpa, yang menang mendapatkan giliran pertama. Pemain pertama melemparkan gaco dan tidak boleh melebihi kotak yang telah disediakan. Jika gaco melebihi kotak, maka pemain dinyatakan gugur.

Pemain pertama melompat dengan satu kaki, kemudian kembali lagi dengan mengabil gaco yang ada di kotak 1 dengan posisi kaki satu masih diangkat. Setelah itu pemain melemparkan gaco tersebut ke kotak 2. Jika keluar dari kotak 2, maka pemain dinyatakan gugur dan diganti oleh pemain berikutnya. Namun jika berhasil, pemain bisa melanjutkan permainannya. Begitu seterusnya sampai semua kotak sudah dilempar dengan gaco.

Pergiliran dilakukan jika pemain pelempar gaco melewati sasaran atau menapak dua kaki di satu kotak.

Kemudian jika semua kotak sudah dilewati oleh pemain, maka pemain tersebut bisa melemparkan gaco dengan membelakangi engkleknya. Jika gaco jatuh pada kotak yang dikehendaki, maka kotak itu akan menjadi rumahnya. Pemain yang mendapatkan kotak boleh berhenti dikotak tersebut dengan dua kaki. Begitu seterusnya sampai kotak-kotak menjadi milik para pemain. Jika semua telah dimiliki oleh pemain, maka permainan dinyatakan telah selesai. Pemenang adalah pemain yang paling banyak memiliki rumah dari kotak-kotak pada engklek yang digambar.

5) Kelereng

Kelereng adalah mainan tradisional anak-anak yang populer hingga saat ini, mainan ini berupa benda berbentuk bulat kecil dengan aneka corak, ada yang berwarna polos saja seperti putih

(18)

13

susu, hingga polos seperti "planet" dalam ukuran yang kecil, perak, maupun warna polos lainya seperti biru, merah, dan ungu. selain itu ada yang bercorak bunga warna warni, ada yang bercorak di dalamnya, ada pula yang bercorak di lapisan luar kelereng.

Bermain kelereng sangat mengasyikkan, maka tidak heran jika mainan kelereng sangat digemari oleh anak-anak dan banyak dimainkan di pedesaan maupun perkotaan. Kelereng bisa disebut gundu, ada pula yang menyebutnya "setin" khususnya di desa Sitimulyo.

Setiap daerah memainkan kelereng memiliki macam- macam cara dan aturan yang berbeda-beda, yang paling sering dimainkan oleh anak-anak di desa Sitimulyo adalah permainan lingkaran dan permainan lubang.

Cara melakukan permainan kelereng model lingkaran adalah mula-mula para pemain menentukan berapa jumlah kelereng yang dipertaruhkan, misalnya 3 kelereng/orang. Setelah itu masing- masing pemain meletakan semua kelereng taruhan di dalam lingkaran yang telah digambar atau dibuat di tanah secara berdekatan. Memebuat garis lempar sejauh kira-kira 7 meter dari lingkaran. Dari garis lempar ini, semua peserta melemparkan gaco kelerengnya agar mendekati lingkaran. Semakin mendekati lingkaran, maka akan mendapatkan kesempatan membidik lebih dahulu. Apabila gaco masuk ke dalam lingkaran, maka akan dianggap gugur. Bila lemparan mengenai kumpulan kelereng taruhan hingga keluar lingkaran, maka kelereng yang keluar lingkaran menjadi milik pemain tersebut dengan syarat kelereng gaco tidak berhenti di dalam lingkaran. Semua peserta membidik kelereng taruhan secara bergantian. Seorang yang berhasil membidik kelereng taruhan sampai keluar dari lingkaran, maka ia akan mendapatkan kelereng sesuai jumlah kelereng yang berhasil

(19)

14

keluar. Kelereng yang digunakan sebagai gaco tidak boleh berhenti di dalam lingkaran. Jika sampai berhenti di dalam lingkaran, maka semua kelereng taruhan yang berhasil ia kumpulkan harus dikembalikan lagi ke dalam lingkaran. Dan ia dinyatakan gugur.

Pemain yang telah mendapatkan minimal 1 buah kelereng taruhan dapat menggugurkan lawannya dengan cara membidik kelereng gaco milik lawannya. Jika terkena, maka lawannya akan gugur dan kelereng taruhan yang berhasil dikumpulkan oleh lawannya akan menjadi milik pemain tersebut.

Permainan kelereng model lubang merupakan permainan yang unik karena bisa dilakukan oleh 5-8 pemain. Permainan ini dilakukan dengan tidak menggunakan kelereng taruhan. Semua pemain bermain untuk memperoleh poin maksimal yang telah disepakati, misalnya poin maksimal 20. Bila poin maksimalnya 20, maka bidikan yang ke-20 terhadap kelereng lawannya adalah bidikan yang dapat mengeluarkannya sebagai juara. Cara melakukan permainan kelereng model lobang adalah mula-mula membuat lubang ditanah berdiameter sekitar 5 cm dengan kedalaman 1,5 cm. Buatlah garis lempar sejauh 7 meter dari lubang. Dari garis ini semua pemain melemparkan kelereng gacuk sedekat mungkin dengan lubang. Nah, yang paling dekat dengan lubang akan mendapatkan kesempatan lebih dahulu. Bila bisa langsung masuk ke dalam lubang, maka pemain tersebut mendapatkan 5 poin. Namun bila kemudian ada pemain lain yang mampu langsung masuk lubang. Maka peserta yang kelereng gaco lebih dulu masuk lubang harus mengulang melempar kembali dari garis lempar. Semua pemain harus berusaha memasukan kelereng gaco ke dalam lubang untuk mendapatkan poin pertamanya.

Selama belum masuk lubang, maka tidak boleh membidik kelereng gacuk milik lawannya. Pemain yang mampu memasukan kelereng gaco ke dalam lubang akan mendapatkan kenaikan 1 poin per tiap

(20)

15

masukan, bila ia mampu memukul kelereng milik lawannya juga akan mendapatkan 1 poin tiap pukulan. Setiap pemain yang dapat memasukan kelerengnya ke dalam lubang atau berhasil memukul kelereng lawannya berhak mendapakan 1 kali langkah dalam permainan. Setiap pemain yang dapat memasukan kelerengnya ke dalam lubang harus meletakkan kelerengnya di luar lubang dengan cara dilempar (tidak boleh ditaruh). Atau dia diperbolehkan membidik kelereng milik lawannya. Bila seorang pemain telah berhasil mengumpulkan poin ke-19. Maka dia harus membidik kelereng lawannya agar keluar sebagai pemenang. Nah, saat memperoleh poin ini, kelereng tersebut tidak lagi membutuhkan lubang untuk menambah poinnya. Yang ada justru bila masuk lubang, maka poinnya akan mulai lagi dari poin 0. Pada umumnya akan diambil pemenang 1,2 dan 3. Pemain yang dianggap kalah akan diberi hukuman, misalnya push-up 10 kali, shit up 20 kali dan sebainya.

2.1.1.3 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Permainan Tradisional Ada beberapa nilai yang bisa didapat dari permainan tradisional.

Menurut Keen Achroni (2012) terdapat unsur-unsur nilai budaya yang terkandung di dalam permainan tradisional yaitu sebagai berikut.

1. Nilai Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan agama lain.

2. Nilai kesenangan dan kegembiraan, dunia anak adalah dunia bermain dan anak-anak akan merasakan kesenangan apabila diajak bermain. Rasa senang yang ada pada anak mewujudkan pula suatu fase menuju pada kemajuan.

(21)

16

3. Nilai kebebasan, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bertindak atau berubah tanpa batasan.

4. Nilai berteman, adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

5. Nilai demokrasi, toleransi dan sopan santun, adalah menghargai orang lain dengan cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya serta orang lain.

6. Nilai tanggung jawab, tanggung jawab adalah sikap atau perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara maupun Tuhan Yang Maha Esa.

7. Nilai kebersamaan dan saling membantu, adalah rasa kebersamaan yang dimiliki oleh anggota kelompok dan merupakan perasaan yang mengikat sebuah kelompok untuk kepentingan bersama dan saling membantu satu sama lain.

8. Nilai kepatuhan, merupakan segala bentuk perjanjian yang telah ditetapkan dan disetujui oleh pihak yang bersangkutan.

9. Melatih cakap dalam berhitung, Setiap pemain harus cakap menghitung.

10. Melatih kecakapan berpikir, adalah bagaimana caranya seluruh pemain memikirkan apa yang harus mereka perbuat.

11. Nilai kejujuran dan sportivitas, perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Sedangkan menurut Huri Yani dalam buku Permainan Tradisional Anak Negeri (2018), permainan tradisional mengandung banyak nilai.

Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional adalah sebagai berikut:

a) Nilai kerja sama

Ketika bermain permainan tradisional, kita memainkannya bersama teman atau orang lain. Permainan

(22)

17

tersebut akan menumbuhkan nilai kerja sama di dalam diri kita agar bisa kompak satu sama lain dan akhirnya memenangkan permainan.

b) Nilai kebersamaan

Permainan tradisional juga menumbuhkan rasa kebersamaan lewat kekompakan dan kerja sama. Selain itu, permainan ini juga akan membuat hubungan pertemanan semakin erat.

c) Nilai solidaritas

Solidaritas bisa dimaknai sebagai perasaan setia kawan. Permainan tradisional juga menumbuhkan rasa solidaritas. Contohnya ketika kalah bermain, teman sekelompok akan menerima kekalahan dan saling menghibur satu sama lain dalam kelompoknya.

d) Nilai kepemimpinan

Tanpa disadari permainan tradisional juga menumbuhkan nilai kepemimpinan. Nilai ini melatih seseorang untuk bisa mengatur anggota kelompoknya dan menyusun strategi yang jujur serta adil untuk memenangkan permainan.

e) Nilai tenggang rasa

Tenggang rasa artinya bisa menghormati orang lain.

Permainan tradisional juga mengandung nilai ini yang membuat orang belajar bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain.

f) Nilai kejujuran

Permainan tradisional juga melatih kejujuran seseorang.

Artinya tidak berbuat curang untuk memenangkan permainan dan mengaku jika melakukan kesalahan.

(23)

18

Dari pemaparan di atas maka, manfaat permainan tradisional dalam membentuk karakter anak dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pertama, dengan permainan tradisional anak akan selalu melahirkan nuansa suka cita. Dalam permainan tersebut jiwa anak terlihat secara penuh. Suasana ceria, senang yang dibangun senantiasa melahirkan dan menghasilkan kebersamaan yang menyenangkan. Inilah benih masyarakat yang menciptakan kerukunan. Jarang sekali permainan yang berguna untuk dirinya sendiri, tapi selalu menumbuhkan rasa kebersamaan.

Kedua, permainan itu dibangun secara bersama-sama. Artinya, demi menjaga permainan dapat berlangsung secara wajar, mereka mengorganisir diri dengan membuat aturan main diantara anak-anak sendiri. Dalam konteks inilah anak-anak mulai belajar mematuhi aturan yang mereka buat sendiri dan disepakati bersama. Disatu sisi, anak belajar mematuhi aturan bermain secara fairplay, disisi lain, merekapun berlatih membuat aturan main itu sendiri. Sementara itu, apabila ada anak yang tidak mematuhi aturan main, dia akan mendapatkan sanaksi sosial dari sesamanya. Dalam kerangka inilah, anak mulai belajar hidup bersama sesamanya atau hidup bersosial. Namun demikian dipihak lain, apabila dia mau mengakui kesalahannya, teman yang lain pun bersedia menerimanya kembali. Suatu bentuk proses belajar mengampuni dan menerima kembali dari mereka yang telah mengakui kesalahannya.

Ketiga, keterampilan anak senantiasa terasah, anak terkondisi membuat permainan dari berbagai bahan yang telah tersedia di sekitarnya.

Dengan demikian, otot atau sensor-motoriknya akan semakin terasah pula.

Dipihak yang lain, proses kreatifitasnya merupakan tahap awal untuk mengasah daya cipta dan imajinasi anak memperoleh ruang pertumbuhannya.

(24)

19

Keempat, pemanfaatan bahan–bahan permainan, selalu tidak terlepas dari alam. Hal ini melahirkan interaksi antara anak dengan lingkungan sedemikian dekatnya. Kebersamaan dengan alam merupakan bagian terpenting dari proses pengenalan manusia muda terhadap lingkungan hidupnya.

Kelima, hubungan yang sedemikian erat akan melahirkan penghayatan terhadap kenyataan hidup manusia. Alam menjadi sesuatu yang dihayati keberadaanya, tak terpisahkan dari kenyataan hidup manusia. Penghayatan inilah yang membentuk cara pandang serta penghayatan akan totalitas cara pendang mengenai hidup ini.Cara pandang inilah yang kemudian dikenal sebagai bagian dari sisi kerohanian manusia tradisional.

Keenam, melalui permainan anak mulai mengenal model pendidikan partisipatoris. Artinya, anak memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan jiwanya. Dalam pengertian inilah, anak dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang egaliter, sama-sama berposisi sebagai pemilik pengalaman, sekaligus merumuskan secara bersama-sama pula diantara mereka.

Menurut Tarna (2015) dalam Misbach, 2006) permainan tradisional petak umpet ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti:

1) Aspek motorik: melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.

2) Aspek kognitif: mengembangkan imajinasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.

3) Aspek emosi : mengasah empati, pengendalian diri.

4) Aspek bahasa: pemahaman konsep-konsep nilai.

5) Aspek sosial: menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan social dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih

(25)

20

keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.

6) Aspek spiritual: menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung (transcendental).

7) Aspek ekologis: memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.

8) Aspek nilai-nilai moral: menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.

Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan local (local wisdom) yang luhur.

Permainan tradisional sudah hampir terpinggirkan dan tergantikan oleh permainan-permainan modern. Hal ini terjadi terutama dikota-kota.

Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk kembali melestarikan permainan tradisional ini, karena permainan tradisional ini banyak sekali manfaatnya terhadap perkembangan anak. Menurut Anne pengaruh dan manfaat permainan tradisonal terhadap perkembangan jiwa anak adalah :

1. Anak menjadi lebih kreatif. Permainan tradisonal biasanya dibuat lansung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang atau benda-benda bahkan tumbuhan yang ada di sekitar para pemain.

Hal ini mendorong mereka lebih kreatif menciptakan alat permainan.

2. Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak. Saaat bermain anak-anak akan melepaskan emosinya. Merka berteriak, tertawa dan bergerak.

Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.

3. Bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak. Saat bermain anak-anak akan melepaskan emosinya. Merka berteriak, tertawa dan bergerak.

Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukan kondisi tersebut.

(26)

21

4. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak yaitu : mengembangkan kecerdasan natural anak, mengebangkan kecerdasan spasil anak, mengembangkan kecerdasan musikal anak, mengembangkan kecerdasan spritual anak

2.1.2 Pendidikan Karakter

2.1.2.1 Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter

Karakter ialah perilaku nilai-nilai manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang maha Esa, sesama manusia, lingkungan, diri sendiri, dan kebangsaan yang terwujud didalam adat istiadat, budaya, tata karma, hokum, pemikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama. Karakter adalah unsur kepribadian yang ditinjau dari segi etis atau moral.

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diperlukan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran pelatihan atau penelitian pendidikan dilakukan di bawah bimbingan orang lain tetapi dapat juga dilakukan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif terhadap cara berpikir merasa atau bertindak dapat dianggap sebagai pendidikan. Thomas lickona seorang pakar perkembangan anak menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha memahami memperhatikan dan menerapkan nilai-nilai inti etika dari segi kognitif afektif dan psikomotorik.

Pendidikan karakter merupakan proses pembentukan transformasi dan pengembangan potensi peserta didik agar memiliki pikiran yang baik hati yang baik dan perilaku yang baik sesuai dengan falsafah pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia. Pendidikan karakter telah menjadi perhatian dari berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas bukan hanya untuk kepentingan individu tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan.

(27)

22

Pendidikan karakter dapat membantu mengatasi degradasi moral di negara kita yang dimaksud berupa maraknya angka kekerasan di kalangan anak kenakalan terhadap teman kebiasaan bulliying, mencontek dan perusakan properti orang lain hal tersebut merupakan bentuk masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan menjadi indikasi bahwa pendidikan karakter masih merupakan sebuah kebutuhan yang sangat penting pendidikan karakter diharapkan dapat diimplementasikan secara sinergis di sekolah di rumah dan di kalangan masyarakat secara umum.

2.1.3 Penguatan Pendidikan Karakter

Sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik) , olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestik) dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan (sekolah), keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang dirancang oleh Presiden Joko Widodo.

PPK merupakan upaya untuk menumbuhkan dan membekali generasi penerus agar memiliki bekal karakter baik, keterampilan literasi yang tinggi, dan memiliki kompetensi unggul abad 21 yaitu mampu berpikir kritis dan analitis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Gerakan PPK sebetulnya sudah diimplementasikan oleh sekolah-sekolah. PPK bukanlah produk baru, bukan mata pelajaran, bukan kurikulum baru tetapi merupakan penguatan atau fokus dari proses pembelajaran dan sebagai poros/ruh/jiwa Pendidikan. Kekayaan pengalaman, praktik-praktik baik, keteladanan dan perilaku baik kepala sekolah, guru, orang tua dalam keseharian di sekolah dan luar sekolah sebenarnya sudah sangat kaya dimiliki sekolah. Sehingga sekolah pun sudah terbiasa membuat program dengan anggaran yang sudah ada. Namun perlu dikuatkan dengan pelibatan publik dan sumbangsih masyarakat dalam bentuk apapun agar masyarakat memiliki rasa tanggung jawab pada institusi pendidikan.

(28)

23

2.1.3.1 Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter

Pelaksanaan PPK ini tentu saja tidak bisa dilakukan sendiri oleh anak- anak. Harus ada kerjasama yang baik antara sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk dapat membentuk perilaku anak didik yang berkarakter. Dalam dunia pendidikan, dikenal adanya tripusat pendidikan sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Tripusat pendidikan dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantoro. Secara harfiah, tripusat pendidikan berarti tiga tempat yang dianggap menjadi pusat berlangsungnya pendidikan, baik pendidikan informal, formal, maupun pendidikan nonformal. Tiga tempat tersebut adalah keluarga (di rumah), sekolah, dan masyarakat.

2.1.3.1.1 Rumah

Keluarga yang ada dirumah menjadi salah satu hal yang penting dalam mengajarkan pendidikan karakter pada anak. Orangtua harus mengasuh anak dengan penuh kasih sayang. Secara etimologi pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya, pemimpin, pengelola, membimbing. Oleh kerena itu mengasuh disini adalah cara orangtua mendidik dan memelihara anak, mengurus makan, minum, pakaiannya dan keberhasilannya dari periode awal hingga dewasa di dalam ligkup rumah. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja. Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari “aturan main” segala aspek yang pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat). Sekolah sebagai pembentuk kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh anak adalah di dalam rumah atau keluarga. Peran orang tua dalam mewujudkan kepribadian karakter anak antara lain:

1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ktenangan jiwa anak-anak.

3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak.

(29)

24 4. Mewujudkan kepercayaan

5. Mengadakan kumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak) Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan daan akhlak kehidupan manusia. Yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak yang secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sisni berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tatanan teoritis maupun praktis.

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa lingkungan rumah dan keluarga memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan perilaku anak. Untuk itu pastilah ada usaha yang harus dilakukan terutama oleh pihak-pihak yang terkait didalamnya sehingga mereka akan memiliki tanggung jawab dalam hal ini. Beberapa contoh kebiasaan yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga:

1. Membiasakan anak bangun pagi, mengatur tempat tidur dan berolahraga;

2. Membiasakan anak mandi dan berpakaian bersih;

3. Membiasakan anak turut membantu mengerjakan tugas–tugas rumah;

4. Membiasakan anak mengatur dan memelihara barang–barang yang dimilikinya;

5. Membiasakan dan mendampingi anak belajar/mengulang pelajaran/

mengerjakan tugas sekolahnya;

6. Membiasakan anak pamit jika keluar rumah;

7. Membiasakan anak mengucap salam saat keluar dari dan pulang ke rumah;

8. Menerapkan pelaksanaan ibadah shalat sendiri dan berjamaah;

9. Mengadakan pengajian Alquran dan ceramah agama dalam keluarga;

10. Menerapkan musyawarah dan mufakat dalam keluarga sehingga dalam diri anak akan tumbuh jiwa demokratis;

11. Membiasakan anak bersikap sopan santun kepada orang tua dan tamu;

12. Membiasakan anak menyantuni anak yatim dan fakir miskin;

(30)

25 2.1.3.1.2 Sekolah

Jika dilingkungan rumah/ keluarga, anak dapat dikatakan “menerima apa adanya” dalam menerapkan sesuatu perbuatan, maka dilingkungan sekolah sesuatu hal menjadi “mutlak” adanya, sehingga kita sering mendengar anak mengatakan pada orang tuanya “Ma, Pa, kata Bu guru/ Pak guru begini bukan begitu “Ini menunjukkan bahwa pengaruh sekolah sangat besar dalam membentuk pola pikir dan karakter anak, namun hal ini pun bukanlah sesuatu yang mudah tercapai tanpa ada usaha yang dilakukan.

Untuk menjadi „Bapak dan Ibu‟ guru seperti dalam ilustrasi diatas butuh keteladanan dan konsistensi perilaku yang patut diteladani.

Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan di sekolah:

1. Membiasakan siswa berbudaya salam, sapa dan senyum

2. Tiba di sekolah mengucap salam sambil salaman dan ciumntangan guru.

3. Menyapa teman, satpam, penjual dikantin atau cleaning servis di sekolah

4. Menyapa dengan sopan tamu yang datang ke sekolah

5. Membiasakan siswa berbicara dengan bahasa yang baik dan santun 6. Mendidik siswa duduk dengan sopan di kelas

7. Mendidik siswa makan sambil duduk di tempat yang telah disediakan, tidak sambil jalan- jalan

Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise).

Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul

(31)

26

dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian. Usaha pembentukan watak melalui sekolah, secara berbarengan dapat pula dilakukan melalui pendidikan nilai dengan langkah- langkah sebagai berikut: (1) menerapkan pendekatan “modelling” atau

“exemplary” atau “uswah hasanah”. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup (living exemplary) bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut. (2) menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah; memberi penghargaan dan menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk; menegaskan nilai nilai yang baik dan buruk secara terbuka dan kontinu; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai alternative sikap dan tindakan berdasarkan nilai; melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan; membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik dan tujuan-tujuan ideal; membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten. (3) menerapkan pendidikan berdasarkan karakter. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran nilai yang ada di samping matapelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, pendidikan kewarganegaraan (PKn), sejarah, Pancasila dan sebagainya.

Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai.

Secara umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya mencakup dua bidang

(32)

27

pokok, estetika, dan etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, apa yang mereka senangi. Sedangkan etika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat istiadat, konvensi, dan sebagainya. Dan standar-standar itu adalah nilai-nilai moral atau akhlak tentang tindakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Karena kemajuan zaman, maka keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi anak terhadap iptek.

Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu.

2.1.3.1.3 Masyarakat

Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan masyarakat disini adalah orang yang lebih tua yang “tidak dekat, tidak dikenal, tidak memiliki ikatan famili dengan anak tetapi saat itu ada di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak. Orang-orang inilah yang dapat memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.

Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat:

1. Membiasakan gotong royong, misalnya: membersihkan halaman rumah masing-masing, membersihkan saluran air, menanami pekarangan rumah.

2. Membiasakan anak tidak membuang sampah dan meludah di jalan, merusak atau mencoret-coret fasilitas umum.

(33)

28

3. Menegur anak yang melakukan perbuatan yang tidak baik.

Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter. Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan memang sangat erat sekali berkait dengan pengubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. ini tentu saja bukan hal yang ,mudah untuk dilakukan. Akan tetapi apabila tidak dimulai dan dilakukan dari sekarang, kapan rasa memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan maksimal dapat diperolah dunia pendidikan.

Masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat, dimanapun berada pasti punya karakteristik sendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan masyarakat yang lain.

Norma-norma yang terdapat di Masyarakat harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Dan norma-norma tersebut merupakan aturan-aturan yang ditularkan oleh generasi tua kepada generasi berikutnya. Penularan-penularan itu dilakukan dengan sadar dan bertujuan, hal ini merupakan proses dan peran pendidikan dalam masyarakat.

2.2 Kajian Penelitian Relevan

1. Wardatun Nafisah (2016) dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Pengaruh Permainan Tradisional Petak Umpet dan Lompat Tali Terhadap Pembentukan Karakter Demokratis dan Disiplin Pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan”. Jenis pendekatan dan penelitiannya adalah

(34)

29

menggunakan pendekatan kuantitatif dan berjenis korelasional untuk menentukan hubungan variable. Hasil penelitiannya adalah karakter demokratis siswa SDN Pakukerto 1 Sukorejo Kabupaten Pasuruan berada pada kategori sedang di mana jumlah responden 30 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 63%. Sedangkan untuk karakter disiplin sebanyak 35 siswa dari 46 siswa dengan prosentase 76%. Permainan tradisional lompat tali dan petak umpet telah memberikan kontribusi dalam mempengaruhi karakter demokratis sebanyak 10,7% dan 9,6% dalam mempengaruhi karakter disiplin. Dari hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan terdapat pengaruh yang signifikan hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar 2, 301 dengan signifikansi p = 0,026 < 0,05 untuk permainan tradisional petak umpet dan lompat tali terhadap karakter demokratis dan 2,161 dengan signifikasi p = 0,036 < 0,05 untuk permainan tradisional petak umpet dan lompat tali terhadap karakter disiplin.

2. Ernina Lusiana (2012) dari Universitas Negeri Semarang dengan judul

“Membangun Karakter Kejujuran Melalui Permainan Tradisional Jawa Pada Anak Usia Dini di Kota Pati”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksperimental. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil test membangun karakter kejujuran pada kelompok kontrol adalah nilai thitung sebesar 1,852 < ttabel sebesar 2,120.

Hal tersebut menunjukkan HO diterima dan Ha ditolak. Dari data tersebut menunjukkan perubahan yang tidak signifikan yaitu tidak ada perbedaan karakter kejujuran saat pretest dan posttest pada kelompok kontrol.

Sedangkan kelompok eksperimen adalah nilai thitung sebesar 10,985 < ttabel sebesar 2, 120. Hal tersebut menunjukkan bahwa HO ditolak dan Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut menunjukkan perubahan yang signifikan karena adanya perbedaan karakter kejujuran saat pretes dan posttes pada kelompok eksperimen sehingga dapat dikatakan bahwa permainan tradisional Jawa dalam penelitiannya efektif digunakan untuk membangun karakter kejujuran pada anak usia dini.

(35)

30 2.3 Kerangka Teori

Kerangka teori tersebut menunjukkan bahwa asumsinya adalah situasi yang terjadi permainan tradisional di tengah zaman modernanisasi masih diminati anak-anak usia sekolah dasar, karena bermain bersama dengan teman sebaya melalui permainan tradisional bukan hanya kesehatan jasmani saja yang di dapat, tetapi tanpa disadari juga dapat memberikan penguatan pendidikan karakter bagi anak.. Oleh karena itu, teori situasi yang diharapkan dianggap relevan untuk menjelaskan problem permainan tradisional sebagai upaya penguatan pendidikan karakter bagi anak usia sekolah dasar.

Doktor mainan, Mohammad Zaini Alif mengatakan walaupun biasanya dalam permainan ada peraturan kalah dan menang, tetapi akhirnya yang penting, bukan kalah dan menang itu melainkan kesenangan bersama, kegembiraan bersama. Akhirnya ketika bermain itu tidak lagi peduli siapa kalah siapa menang. Pada permainan tradisional, fungsi bermain bukan hanya saat mainan itu dimainkan. Akan tetapi, proses pembuatan juga bahagian dari bermain. Pada zaman sekarang, permainan modern hanya memainkan saja. Tidak ada proses yang dilakukan si anak untuk menciptakan mainannya sendiri. Semuanya sudah disediakan dan bisa dibeli dengan harga tertentu. Mainan tradisional mampu menerapkan nilai- nilai pendidikan karakter. Permainan moden hanya mementingkan ketepatan saja. Sementara permainan tradisional memperkenalkan kepekaan rasa kepada anak-anak dengan media yang ada di lingkungan sekitarnya.

Zaman modernanisasi masih ada anak usia SD yang bermain permainan Tradisional

Situasi yang di harapkan : Permainan Tradisional sebagai upaya penguatan pendidikan karakter

Ada berbagai jenis permainan tradisional

Situasi yang terjadi : Permainan tradisional masih diminati

(36)

31 2.4 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan bagan atau alur berpikir yang menjadi dasar dari sebuah penelitian. Kerangka berpikir digunakan untuk memahami alur pemikiran dan memberikan arahan bagi pembaca dalam terlaksananya penelitian.

Membangun karakter ditengah zaman modern seperti ini bukanlah merupakan suatu yang instant dan tidak dapat langsung dirasakan sesaat setelah pendidikan tersebut diberikan. Pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini melalui keluarga, sekolah dan masyarakat dan diajarkan pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Penguatan Pendidikan Karakter secara tidak sadar juga sudah ditanamkan dalam permainan tradisional yang sering anak-anak mainkan.

Permainan tradisional yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan jasmani, kejiwaan, sifat, dan kehidupan social anak di kemudian hari. Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan yang dimiliki disetiap daerah. Menurut Keen Achroni (2012), unsur-unsur nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional adalah nilai kesenangan atau kegembiraan, nilai kebebasan, rasa berteman, nilai demokrasi, nilai kepemimpinan, rasa tanggung jawab, nilai kebersamaan, nilai kepatuhan, melatih cakap dalam berhitung, melatih kecakapan berpikir, nilai kejujuran dan sportivitas.

(37)

32 Zaman modernanisasi

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Masyarakat Rumah

(Keluarga)

Sekolah

Salah satunya melalui Permainan

Tradisional

Kesehatan

Jasmani Nilai Karakter

Hasil Penelitian

Feedback

(38)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat & Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di desa Sitimulyo Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati. Ketika bermain permainan tradisional anak-anak lebih menyukai tempat yang luas di luar rumah, hal tersebut karena memudahkan mereka untuk leluasa saat bermain. Anak-anak juga menyukai tempat bermain yang teduh seperti dibawah pohon yang rindang.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan persiapan terlebih dahulu. Setelah itu pada minggu ketiga dan keempat bulan Juli 2021 peneliti mencari sebuah masalah yang ada di sekitar desa Sitimulyo melalui metode observasi. Setelah mendapatkan masalah, kemudian peneliti melakukan pengajuan judul kepada dosen pembimbing 1 dan 2 pada bulan Agustus 2021. Setelah dosen pembimbing 1 dan 2 menyetujui judul yang sudah peneliti buat, kemudian peneliti mulai menyusun proposal skripsi pada minggu kedua bulan September 2021 sampai Januari 2022. Setelah proposal mendapat persetujuan oleh dosen pembimbing 1 dan 2, maka peneliti mengajukan seminar proposal di bulan Februari 2022.

3.2 Pendekatan & Jenis Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data yang disajikan berupa kata-kata. Selanjutnya apabila dilihat dari objek dan hasil yang akan didapat maka penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan jenis pendekatan fenomenologi. Menurut Moleong (2017:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif menekankan

(39)

34

pada kualitas bukan kuantitas dan data-data yang dikumpulkan bukan berasal dari kuisioner melainkan berasal dari wawancara, observasi langsung dan dokumen resmi yang terkait lainnya. Penelitian kualitatif juga lebih mementingkan segi proses daripada hasil yang didapat. Hal tersebut disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas jika diamati dalam proses.

Ketika melaksanakan penelitian atau observasi, peneliti menggunakan pendekatan dokumentasi dengan pengambilan foto atau video dari jarak yang tidak terlalu jauh. Selain menggunakan pendekatan dokumentasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan anak-anak setelah mereka selesai bermain dengan merekam hasil wawancara.

3.3 Peranan Peneliti

Kehadiran peneliti dilapangan merupakan suatu keharusan karena dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penelitian yang utama. Peranan peneliti adalah mendeskripsikan permainan tradisional sebagai upaya penguatan pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar di desa Sitimulyo. Untuk itu peneliti harus hadir sendiri di lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam situasi yang sesungguhnya. Akan tetapi, peneliti harus sadar bahwa dirinya merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, dan sekaligus menjadi pelapor dari hasil penelitian. Oleh karena itu, peneliti tidak boleh ikut campur ketika permainan sedang berlangsung dan hanya mengamati mereka ketika bermain juga sesekali peneliti bergabung dan bermain bersama dengan mereka.

3.4 Data dan Sumber Data

Data adalah tulisan-tulisan atau catatan-catatan yang sifatnya penting mengenai segala sesuatu yang didengar, dilihat, dialami dan bahkan yang dipikirkan oleh peneliti selama kegiatan pengumpulan data dan merefleksikan kegiatan tersebut ke dalam naratif.

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai penelitian terkait. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder.

(40)

35 a. Data Primer

Menurut Sugiyono (2018:456) Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Peneliti menggunakan hasil wawancara yang didapatkan dari informan atau anak mengenai topik penelitian sebagai data primer.

b. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2018:456) data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah peneliti meminta data kepada sekretaris desa untuk mendapatkan data nama anak-anak yang bermain permainan tradisional.

3.5 Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2018:224) pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting. Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian ini, karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan data. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3.5.1 Wawancara

Menurut Yusuf (2014:372) Wawancara adalah suatu kejadian atau proses interaksi antara pewawancara dan sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi secara langsung atau bertanya secara langsung mengenai suatu objek yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan anak-anak yang bermain permainan tradisional dengan menanyakan hal yang berhubungan dengan pendidikan katakter yang ada di dalam permainan yang mereka mainkan, peneliti juga diam-diam merekam tanpa sepengetahuan mereka. Ketika melakukan wawancara dengan anak-anak, peneliti menggunakan pakaian yang sopan tanpa menggunakan jas almamater supaya

Referensi

Dokumen terkait

Bagi partisipan , diharapkan jika subjek memiliki waktu luang yang cukup untuk bermain permainan tradisional ini, sesuai dengan penelitian bahwa pada usia

Permainan edukatif adalah semua bentuk permainan yang dirancang untuk memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar kepada para pemainnya, termasuk Permainan

Sehingga demikan, implementasi permainan anak tradisional dapat meningkatkan motivasi belajar anak Kelompok B-2 TK Gita Sapta Kumara dengan tiap anak telah mencapai

Uraian latar belakang ini mendasari review hasil penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam permainan tradisional

1) Anak menjadi lebih kreatif. Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh pemainnya. anak-anak membuatnya menggunakan barang, benda atau tumbuhan yang ada

Sehingga demikan, implementasi permainan anak tradisional dapat meningkatkan motivasi belajar anak Kelompok B-2 TK Gita Sapta Kumara dengan tiap anak telah mencapai

Permainan tradisional yang dimaksud juga termasuk alat permainan edukatif (APE) yang berfungsi untuk memberikan pendidikan pada anak; aman tidak berbahaya bagi

Dengan di- kenalkannya dan diterapkannya permainan tradisional tersebut pada anak, akan melatih motorik kasar pada anak, itu akan sangat membantu dalam