• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: Tiap-tiap yang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran, ayat 185 yang berbunyi: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Kematian adalah berakhirnya proses kehidupan (vital process). Kematian bukan hanya negasi atas kehidupan; kematian bukan sekedar ketiadaan kehidupan, tapi juga ketiadaan ke-manusia-an (humanness). Kematian klinis adalah momen ketika jantung berhenti bekerja sehingga menghentikan pasokan oksigen ke otak (Luper dalam Damm, 2011).

Duka cita (grief) merupakan istilah yang mengindikasikan reaksi alamiah yang terjadi pada individu akibat kehilangan (Baik berupa primary losses/actual losses maupun secondary losses/symbolic losses), yang meliputi reaksi fisik, psikologis (emosi dan kognisi),

perilaku, social, atau spiritual. Mourning/grief work adalah respon kehilangan dan duka cita hingga usaha mengatasinya dan respon untuk belajar hidup dengan apa yang terjadi (Corr, Nabe, & Corr, dalam Miller, 2014).

Menurut Wiryasaputra (2005) menghimpun lima variable yang mempengaruhi bagaimana berkabung dan reaksi duka cita yang dialami oleh individu, yaitu, kedekatan hubungan dimasa lampau, cara kehilangan, ketersediaan dukungan bagi orang yang berduka, kepribadian orang yang berduka, dan nilai objek yang hilang.

Kedekatan hubungan dimasa lampau memiliki makna semakin dekat hubungan

(2)

seseorang dengan seseorang yang hilang, maka semakin dalam dan kompleks rasa duka yang menerpa. Cara kehilangan dalam pandangan individual memiliki makna yang berdeba-beda. Cara kehilangan yang kita anggap wajar belum tentu tidak menyebabkan rasa duka pada orang yang mengalaminya. Ketersediaan dukungan adalah merujuk kepada tindakan yang orang lain lakukan ketika mereka menyampaikan bantuan. Kepribadian adalah manajemen konstan (dengan tingkat- tingkat yang beragam) terhadap potensi-potensi yang terdapat pada individu, dan potensi-potensi tersebut membantu menentukan respon individu dalam berbagai situasi (Az-Za’balawi, 2007). Nilai objek yang hilang pada umumnya adalah semakin tinggi nilai yang diberikan oleh orang pada objek yang hilang maka akan semakin dalam kedukaannya dan begitu pula sebaliknya.

Intensitas grief pada setiap individu berbeda dan dapat berangsung selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun. Perubahan yang terjadi pada fase awal orang yang ditinggalkan akan merasa terkejut, tidak percaya dan lumpuh, sering menagis atau mudah marah (Santrock dalam Laurie, 2008). Merasa sakit setelah kehilangan besar sungguh normal. Itu membuktikan bahwa kita hidup, kita manusia biasa (Baswardono, 2006).

Wissmann, (2006) mengidentifikasi beberapa dampak yang muncul karena berduka disfungsional, antara lain: menjadi tergantung pada almarhum/ah, terlibat penyalahgunaan zat, depresi, mengembangkan ide untuk bunuh diri, merasa bersalah secara terus menerus, menurunkan harga diri, dan muncul keluhan somatik dalam jangka waktu tertentu.

Perkiraan tingkat prevalensi kejadian berduka disfungsional patologis 14-34%

(Dimonda dalam Miller, 2014). Ada perkiraan bervariasi tergantung pada definisi

kesedihan patologis dan kerangka waktu. Dalam sebuah penelitian lain yang meneliti

(3)

hubungan antara kesedihan yang rumit simtomatologi dan masalah yang berhubungan dengan tidur dalam kelompok lebih dari 500 berduka orang dewasa dan 300 orang dewasa yang tidak berduka dalam dua tahun pertama setelah mereka kehilangan teman dekat atau kerabat (Hardison dalam Neimeyer, 2005). Sampel adalah beragam baik etnis (37% Afrika Amerika) dan modus kematian, dengan subset besar kematian akibat penyebab trauma (kecelakaan, bunuh diri). Menariknya, ini sangat daerah yang dinonaktifkan dalam depresi akut, memberikan bukti lebih lanjut untuk kekhasan depresi dan kesedihan (Gundel et al, dalam Laurie, 2008).

Berdasarkan interview awal yang peneliti lakukan, subyek dewasa awal mengaku sulit menerima kenyataan atas peristiwa kematian. Ketika memasuki fase awal berduka disfungsional hasil interview peneliti dengan mahasiswa PSIK UMM tahun angkatan 2010-2012 yang berjumlah 30 orang sebagai responden 10 orang merasa sangat terkejut dan menjadi sering menangis, 15 orang merasa sangat terpukul dan merasa hidupnya hampa, 5 orang mengatakan mereka merasakan kekecewaan yang sangat dalam karena kehilangan orang tuanya. Dampak yang timbul setelah responden mengalami kedukaan diantaranya, 15 orang mengatakan mereka merasa minder karena orang tuanya sudah tidak utuh lagi, 7 orang mengungkapkan perasaan bersalah terus-menerus setelah kehilangan orang tuanya karena merasa belum mampu membahagiakannya, 3 orang mengatakan masih sangat merasa bergantung kepada almarhum/ah orang tuanya, dan 5 orang mengatakan sering merasakan kelelahan secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

Melalui paparan di atas peneliti tertarik untuk meneliti faktor dominan yang

mempengaruhi proses berduka disfungsional pada Mahasiswa PSIK Universitas

Muhammadiyah Malang, sehingga judul penelitian ini adalah “Analisis faktor-faktor

(4)

yang mempengaruhi rasa berduka terhadap proses berduka disfungsional pada Mahasiswa PSIK Universitas Muhammadiyah Malang”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, maka dapat disusun rumusan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah faktor yang dominan dalam mempengaruhi rasa berduka terhadap proses berduka disfungsional?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor dominan yang dapat menyebabkan berduka disfungsional.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengindentifikasi faktor nilai objek yang hilang dalam proses berduka disfungsional.

2. Mengidentifikasi faktor kedekatan hubungan dimasa lampau dalam proses berduka disfungsional.

3. Mengidentifikasi faktor cara kehilangan dalam proses berduka disfungsional.

4. Mengidentifikasi faktor kepribadian orang yang berduka dalam proses berduka disfungsional.

5. Mengidentifikasi faktor kesediaan dukungan orang yang berduka dalam proses berduka disfungsional.

6. Menganalisis faktor yang paling dominan diantara nilai objek yang

hilang, kedekatan hubungan dimasa lampau, cara kehilangan,

(5)

kepribadian, dan ketersediaan dukungan terhadap proses berduka disfungsional.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

1.4.1.1. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai gambaran berduka disfungsional pada dewasa muda.

1.4.1.2. Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti

Merupakan salah satu sumber ilmu yang bermanfaat atau sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi kehidupan penulis kedepan. Dari penelitian ini diharapkan, peneliti dapat mengetahui faktor dominan yang dapat mempengaruhi rasa berduka dalam proses berduka disfungsional pada usia dewasa muda.

2. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran serta menambah kumpulan katalog perpustakaan. Dapat menjadi acuan dalam penyusunan asuhan keperawatan terhadap masalah berduka disfungsional.

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan untuk

mengetahui faktor dominan yang dapat mempengaruhi proses berduka

(6)

disfungsional. Sehingga keluarga dapat memahami dan dapat mengaplikasikan kepada keluarga atau kerabat yang mengalami hal serupa.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Menurut hasil penelitian Fahransa (2008) yang berjudul ”Grief pada Ayah yang Anaknya Meninggal Dunia secara Mendadak”, kontrol diri yang tampil pada seorang ayah, tidak menggambarkan perasaan ayah yang sesungguhnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran prose grief pada ayah yang anaknya meninggal secara mendadak pada usia kanak-kanak serta usaha- usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesedihan. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif pada dua orang subjek penelitian dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses grief yang diajukan Sanders (1998), salah seorang subjek melampaui tahap shock hingga tahap healing namun belum mencapai tahap renewal. Seorang subjek lainnya mencapai tahap renewal, namun tidak mengalami tahap shock yang intens dan tahap withdrawal.

Usaha yang dilakukan kedua subjek untuk mengatasi kesedihan antara lain

dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, menyibukkan diri dengan pekerjaan,

dan berfokus pada anak-anak lain yang masih hidup. Sedangkan penelitian

yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor dominan

yang dapat menyebabkan berduka disfungsional pada usia dewasa muda (17 –

22 tahun) yang ditinggal meninggal oleh orang tuanya, pada saat berada di

bangku perkuliahan. Jenis penelitian yang dugunakan adalah analisis

observasional dengan pendekatan cross sectional.

(7)

2. Menurut hasil penelitian Cahyasari (2009) yang berjudul “Grief Pada Remaja Putra karena Kedua Orang Tuanya Meninggal”, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana reaksi grief yang muncul pada remaja putra, proses perkembangan grief dan faktor yang menyebabkan grief pada remaja putra. Metode yang digunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang usianya diantara 11 – 17 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, grief yang muncul pada subjek dapat dilihat dari ekspresi yang muncul yaitu ekspresi fisik, ekspresi kognitif, ekspresi afektif, dan ekspresi dalam bentuk tingkah laku.

Adapun faktor yang menyebabkan grief yang dialami subjek yaitu hubungan

individu dengan almarhum, proses kematian, jenis kelamin orang yang

ditinggalkan, latar belakang keluarga, support system. Sedangkan pada penilitian

yang telah dilakukan jenis penelitiannya adalah analisis observasional dengan

pendekatan cross sectional. Menggunakan responden laki-laki dan perempuan,

usia responden yang digunakan antara 17 – 22 tahun.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa tujuan pengorganisasian, yaitu:.. 1) Membantukoordinasi, yaitu memberi tugas pekerjaan kepada unit kerja secara koordinatif agar tujuan organisasi dapat

Pengaruh Pendekatan Kontekstual (CTL) Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. Minat, Nilai Karakter, dan Peningkatan Hasil Belajar Siswa

terhadap kinerja guru. 3) Terdapat pengaruh positif budaya organisasi dan motivasi terhadap kinerja guru. 4) Terdapat pengaruh positif budaya organisasi terhadap

Hal ini dapat dilihat dari rata-rata kelas eksperimen adalah 73,24 sedangkan rata-rata kelas kontrol adalah 63,33 Perbedaan tersebut disebabkan karena pada kelas

pencapaian  yang  cukup  signifikan  baik  kondisi  steady  state  maupun  kondisi  acak.  Penelitian  ini  bisa  dikembangkan  untuk  struktur  yang  lebih 

35 Akuntansi Pemerintahan Nur Hidayat Fatwa Arif, SE., M.Si.. Ihsan Said Ahmad,

Salah satu metode pengendalian kinerja proyek yang lebih progresif untuk digunakan adalah metode Earned Value, yang dapat memberikan informasi mengenai posisi

Untuk memberikan layanan pendidikan terhadap anak-anak TKI, pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar (P2TK Dikdas)