• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umar Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu SosiaI dan Ilmu politik, Universitas Islam Makassar Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Umar Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu SosiaI dan Ilmu politik, Universitas Islam Makassar Abstract"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

102

Strategi Komunikasi Politik Calon Legislatif Perempuan Kota Makassar dalam Memenangkan Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2019

Political Communication Strategy for Women Legislative Candidates for Makassar City in Winning the 2019 Legislative General Election

Umar

Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu SosiaI dan Ilmu politik, Universitas Islam Makassar 446umar@gmail.com

Abstract

The purpose of this study is to find out, study, analyze and understand the political communication strategy of female legislative candidates in Makassar City in winning the 2019 Legislative General Election, and to find out, study, analyze and understand the factors that support and hinder the political communication strategy carried out by legislative candidates. Makassar City women in winning the 2019 Legislative General Election. The research method used is descriptive qualitative. By collecting data using direct interview techniques with all female legislature members who have won the 2019 legislative elections. The results showed that the political communication strategy of female legislative candidates in Makassar City in winning the 2019 Legislative General Election was carried out in the form of advertisements in the media, placing billboards/banners in strategic places that were easily seen by the public, and through face-to-face contact with voters. The factors that support and hinder the political communication strategy carried out by female legislative candidates in Makassar City in winning the 2019 Legislative General Election are:

supporting factors, namely the existence of funding support, providing time for political communication and influencing people's choices as well as an evaluation of the strategies adopted. has been done so that it can determine whether or not a strategy that has been carried out is effective. Meanwhile, the inhibiting factor is that there is still a strong patriarchal culture and masculine political culture in the Makassar City community so that the role of women in politics is still considered less necessary.

Keywords: legislative election; women in politics; women candidates, political strategy

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, menganalisis dan memahami strategi komunikasi politik calon legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019, dan untuk mengetahui, mempelajari, menganalisis dan memahami faktor yang mendukung dan menghambat strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh calon legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitataif. Dengan cara pengumpulan data menggunakan teknik wawancara langsung dengan semua anggota legisltaif perempuan yang telah memenangkan pemilihan legislatif 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi politik calon legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019 dilakukan dalam bentuk iklan di media, memasang baliho/spanduk di tempat strategis yang mudah dilihat masyarakat, dan melalui tatap muka langsung dengan para pemilih. Adapun faktor yang mendukung dan menghambat strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh calon legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019, adalah: faktor pendukung yaitu adanya dukungan dana, penyediaan waktu untuk melakukan komunikasi politik dan mempengaruhi pilihan masyarakat serta adanya evaluasi terhadap stategi yang telah dilakukan sehingga dapat mengetahui efektif tidaknya suatu strategi yang telah dilakukan. Sementara, faktor penghambat yaitu masih kentalnya budaya patriarki dan budaya politik maskulin di tengah-tengah masyarakat Kota Makassar sehingga kipra perempuan dalam dunia politik masih dianggap kurang perlu.

Kata Kunci: pemilu legislative; wanita dalam politik; kandidat perempuan; strategi politik

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu negara demokrasi, Indonesia menempatkan rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan. Pelaksanaan kedaulatan

rakyat dilakukan oleh mereka yang telah dipilih untuk mewakil rakyat di pemerintahan.

Cara yang dipilih agar dapat menghasilkan wakil rakyat adalah dengan melalui proses

(2)

103 Pemilihan Umum yang disingkat Pemilu.

Pemilu adalah cara bagi rakyat Indonesia untuk dapat menentukan wakilnya yang akan memperjuangkan nasib mereka. Pemilu di Indonesia diselenggarakan secara berkala setiap lima tahun sekali.

Salah satu bentuk Pemilu yang dilakukan di Indonesia adalah Pemilihan Umum Calon Legislatif (Caleg) baik di pusat maupun di daerah. Dalam Pemilu Caleg setiap orang yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti kontestasi politik untuk dapat duduk sebagai wakil rakyat, tidak terkecuali perempuan.

Perempuan memiliki kesemapatan untuk maju dalam kontetasi politik sama dengan kaum laki-laki. Perempuan dapat bersaing agar dapat memenanngkan pertarungan politik dan menjadi wakil rakyat yang akan menyampaikan dan mewakili aspirasi rakyat pemilihnya.

Meski telah diberikan kesempatan untuk maju dan bersaing dalam dunia politik, namun saat ini, kaum perempuan masih sedikit yang berada di ranah politik. Padahal keberadaan kaum perempuan dalam urusan politik khususnya dalam kelembagaan formal sangat dibutuhkan agar dapat memperjuangkan harapan dan keinginan kaum perempuan. Hal tersebut penting karena perempuanlah yang lebih tahu keinginan kaum perempuan. Jadi keterlibatan perempuan penting agar dapat menyarakan aspirasi dan keinginan perempuan dalam pemerintahan.

Mengenai persamaan hak dan kesempatan antara laki-laki dan kaum perempuan, telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah memberikan kesempatan kepada perempuan agar dapat berkontribusi serta terlibat secara aktif dalam urusan politik. Seperti UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit bahwa “setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapatnya secara damai, berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.”

Dari bunyi pasal tersebut, dapat dipahami bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama untuk dapat memilih dan dipilih agar dapat menjadi wakil rakyat. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada

pengecualian di antara warga negara, semua memiliki kesempatayang sama, termasuk perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki.

Agar keterlibatan perempuan dapat terwujud secara nayata dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat (DPR/DPRD), maka ada aturan yang mengharuskan adanya keterwakilan perempuan sebanyak 30% dalam ranah politik khususnya keterwakilan dalam kepengurusan partai dan keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat, dan itu penting untuk dipenuhi karena merupakan perintah peraturan peundang-undangan yang telah disahkan dan berlaku secara nasional.

Meski sudah disebutkan dalam undang- undang akan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen, namun hal tersebut tentu belum bisa terlaksana dengan baik. Ada hal yang menjadi kendala sehingga belum dapat terealisasi dengan baik. Menurut Khofifah Indar Parawansa (Gun Gun Heryanto dkk, 2019:273) bahwa “pencantuman angka kuota 30 persen bagi kaum perempuan sebagai calon anggota legislatif dalam setiap parpol seperti yang tercantum dalam UU Pemilu, hanya lip service. Bisa dianggap angin segar saja tapi bukan angin surga.” Artinya bahwa undang- undang telah memberikan kuota 30% agar perempuan dapat terlibat dalam dunia politik dan keterwakilan di lembaga perwakilan rakyat, namun hanya secara teks saja. Tidak ada tindakan nyata berupa sanksi bagi parpol apabila tidak terpenuhi kuota tersebut.

Akibatnya jumlah perempuan yang terlibat aktif dalam urusan politik masih kurang padahal jumlah populasi perempuan Indonesia lebih banyak dari kaum laki-laki.

Hal lain yang menjadi faktor kurangnya keterlibanatan perempuan di dalam politik karena masih kuatnya budaya patriarki yang ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang masih beranggapan bahwa perempuan sebagai makhluk yang lemah sehingga tidak cocok bergelut dalam urusan politik yang begitu keras. Sehingga, adanya persepsi bahwa hanya laki-laki saja yang mampu berkiprah dalam ranah politik, kemapuan perempuan masih belum diperhitungkan, masih kurangnya komitmen politik, hak politik maupun kesetaraan gender serta budaya

(3)

104 patriarki yang melahirkan politik yang

maskulin.

Keterlibatan perempuan dalam jabatan politik diimplementasikan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Partai Politik).

Dalam UU Partai Politik ini disebutkan secara eksplisit pada Pasal 29 ayat (1a) bahwa

“rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.”

Meski telah disebutkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai keterwakilan perempuan dalam keanggotaan di DPR, baik DPR Pusat maupun DPR di Daerah, namun kenyataannya masih sangat sedikit perempuan yang menduduki posisi tersebut.

Seperti di Kota Makassar, pada Pemilihan Umum tahun 2019 yang menyediakan kursi 50 calon anggota legislatif /DPRD. Dari 50 (lima puluh) kursi calon anggota legisltif atau DPRD Kota Makassar, hanya 13 (tiga belas) perempuan yang berhasil memenangkan pertarungan dan menjadi anggota legislatif mewakili rakyat di DPRD Kota Makassar.

Artinya dari jumlah tersebut masih menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan masih kurang dari 30 persen yang dirumuskan oleh peraturan perundang-undangan.

Hal tersebut menjadi sesuatu yang memilukan karena masih menunjukkan dominasi laki-laki. Padahal perempuan di Kota Makassar cukup antusias dalam mencalonkan diri menjadi anggota calon legislatif (Caleg).

Meski demikian, hanya sebagian kecil yang bisa memenangkan pertarungan politik tersebut. Untuk memenagkan pertarungan politik dibutuhkan sebuah stratigi komunikasi politik yang jitu sehingga dapat menarik dukungan dari pemilih yang akan menentukan hak pilihnya pada pemilihan legislatif yang diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu yang menjadi faktor penentu seseorang dapat terpilih menjadi anggota legislatif (baik laki-laki maupun perempuan) adalah adanya strategi

komunikasi politik sebagai “senjata ampuh”

yang digunakan oleh para Caleg. Dengan strategi komunikasi politik ini, diharapkan caleg yang berkontestasi mampu menarik minat pemilih untuk memberikan hak suaranya kepada Caleg tersebut, sehingga dapat memenangkan pemilihan yang dilaksanakan.

Dalam dunia politik praktis stategi komunikasi politik yang sering digunakan oleh para politisi dalam menarik suara pemilih adalah lewat kampanye dan iklan politik di media massa seperi di televisi, radio, surat kabar dan intenet atau media sosial. Selain itu, strategi komunikasi politik pun sering dilakukan dalam bentuk turun langsung ke lapangan untuk bertatap muka dengan masyarakat guna menyerap masukan dan aspirasi, memasang baliho atau spanduk di tempat-tempat yang strategis sehingga mudah dilihat oleh pemilih. Dan, bahkan ada pula Caleg yang menggunkan cara yang tidak dibolehkan dalam peraturan perundang- undangan yakni dengan memberikan uang kepada pemilih agar memilihnya pada saat pelaksanaan pemilihan. Pemberian uang ini biasa disebut dengan istilah politik uang (money politic).

Karena di setiap pemilihan yang digelar, caleg perempuan yang terpilih selalu jumlahnya sedikit. Maka, dengan demikian tentu para Caleg Perempuan yang bertarung dalam pemilihan harus lebih maksimal dalam melakukan strategi komunikasi politik. Karena komunikasi politik merupakan jalan yang ditempuh oleh para caleg dalam meraut suara dukungan dari masyarakat pemilih. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa strategi komuikasi politik merupakan hal yang memiliki peranan penting sehingga penggunaanya harus dilakukan dengan baik dan matang oleh Caleg demi memenangkan kontestasi politik yang diikutinya.

Mengingat begitu pentingnya strategi komunikasi politik dalam menarik dukungan dan suara pemilih, sehingga dengan strategi yang digunakan, memungkinkan calon legislatif memenangkan pertarungan yang diselengarakan tersebut, termasuk oleh Caleg Perempuan Kota Makassar yang terpilih pada tahun 2019.

(4)

105 Mengingat persaingan antar caleg sangat

ketak di Kota Makassar, maka dibutuhkan strategi komunikasi politik yang jitu untuk dapat memenangkan pemilihan umum. Maka, itulah yang menjadi pendorong penulis untuk menyusun sebuah karya ilmiah dalam bentuk Skripsi dengan judul: Strategi Komunikasi Politik Calon Legislatif Perempuan Kota Makassar Dalam Memenangkan Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2019.

Ada beberapa bentuk strategi komunikasi yang dapat digunakan oleh para caleg dalam mempengaruhi pilihan pemilih sehingga dapat memenagkan pertarungan politik. Bentuk strategi komunikasi di anataranya:

Pemanfaatan Media Massa

Media massa memilki pengaruh yang sangat kuat dalam mempengaruhi masyarakat.

Sehingga media massa dapat dimanfaatkan dalam mempengaruhi pilihan politik masyarakat demi kemenangan orang yang berkontestasi dalam pemilihan. Apa yang dimuat di dalam media massa dapat menentukan hitam putihnya kekuatan politik untuk merebut hati dan dukungna rakyat.

Sehinggs tidak heran kalau media massa sering dijadikan partner dalam berbagai aktivitas politik oleh para politisi. Tujuannya yaitu untuk menghimpun suara serta memperoleh legitimasi dari masyarakat dan memenangkan pemilihan yang sedang dilaksanakan.

Bukti pengaruh media massa dalam menentukan pilihan politik masyarakat dapat diketahui dari hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh Herman Pelani yang dilakukan tahun 2020 di Kota Makassar. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa masyarakat Kota Makassar sangat terpengaruh oleh iklan kampanye yang ditayangkan di televisi. Pengaruh tersebut sangat signifikan yakni sebesar 64,9%.

Berkaca pada hasil penelitian tersebut, maka jelas menunjukkan kepada kita bahwa media massa menjadi salah satu faktor penentu dalam kemenangan politisi dalam kontestasi politik. Dengan demikian media massa harus dapat dimanfaatkan oleh para Caleg karena disinyalir memberikan pengaruh terutama dalam pembentukan citra politikus. Melalui media massa, akan diinformasikan berita-

berita dan iklan dari politikus sehigga dapat memberikan citra positif di mata masyarakat.

Hal tersebut terjadi karena masih pesan yang disampaikan dengan pemamfaatan media massa memberikan pengaruh secara langsung atau kuat sehingga menimbulkan rangsangan dan berdampak kuat pada diri audience. Ini menandakan bahwa teori jarum suntik atau teori peluruh atau yang kerap disebut hypodemic needle theory yang dikemukan oleh Lasswall masih sangat relevan hingga saat ini. (Herman Pelani, 2020:123).

Oleh sebab itu, pemanfaatan media massa secara maksimal harus dilakukan oleh Caleg Perempuan yang bertarung di dalam kontestasi politik. Hal itu penting dilakukan agar para Caleg Perempuan ini dapat mendapatkan dukungan dari masyarakat dan berhasil memenangkan pemilihan legisatif yang dilaksanakan.

Memasang baliho

Kalau kita perhatikan para caleg dalam mengenalkan diri kepada masyarakat dengan memasang baliho di tempat- temapt stategis yang mudah dilihat oleh para pemilih. Dengan baliho, kandidat dapat menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat sehingga dapat menarik simpati dan dukungan dalam memenangkan pemilihan.

Menurut Jean Baudrillard (Akwan Ali, 2013) baliho atau spanduk dapat menjadi salah satu strategi komunikasi politik yang digunakan politisi dalam mengenalkan diri dan membangun citra positif di benak masyarakat.

Penggunaannya dilakukan oleh semua kandidat, mengingat strategi ini terbilang murah dan mudah dilakukan.

Spanduk dan baliho selalu dapat dijumpai di setiap sudut apabila ada kontestasi politik yang akan digelar. Dengan spaduk dan baliho ini pun masyarakat dapat menyaksikannya dengan mudah sehingga pesan politik dapat sampai kepada masyarakat pemilih dengan efektif. Hal tersebut penting demi meningkatkan citra positif sehingga lahir dukungan dari masyarakat pemilih yang dapat mengantarkan politisi tersebut memenangkan pemilihan yang akan diselenggarakan.

Berinteraksi Secara Langsung dengan Masyarakat

(5)

106 Agar dapat mendapatkan dukungan dari

rakyar, maka salah satu strategi komunikasi politik yang kerap dilakukan oleh para politisi yaitu dengan mendatangi dan ketemu dengan warga secara langsung. Dalam pertemua tersebut, para politisi melakukan orasi secara langsung dan terbuka yang berisi himbauan, ajakan, bahkan doktrin yang dapat menarik simpati dan dukungan pemilih. Tujuan utamanya dari interaksi langsung tersebut adalah untuk menarik massa dan mengumpulkan suara sebanyak mungkin.

Selain menyampaikan visi dan misinya, seorang yang berkontestasi dalam dunia politik, biasanya juga sering memanfaatkan kondisi tersebut untuk menebar isu-isu yang dapat menguntungkan calon tersebut serta berbagai janji-janji manis yang dapat menarik masyarakat. Dengan itu pula para kandidat dapat mendekatkan diri dan meminta masukan mengenai apa yang diinginkan oleh masyarakat apabila mereka berhasil memenangkan pemilihan yang akan digelar.

Turun ke masyarakat secara langsung merupakan suatu strategi yang dapat dijadikan

“senjata ampuh” bagi Caleg untuk menarik simpati masyarakat. Karena dalam interaksi ini masyarakat akan dapat menilai kualitas dan kesungguhan Caleg dalam memperjuangkan keinginan masyarakat. Dalam interaksi tersebut dapat pula dilihat cara Caleg merespon segala pertanyaan dan permintaan masyarakat di dapilnya. Hal tersebut akan menjadi sesuatu yang berkesan bagi masyarakat sehingga dapat menjadi langkah awal yang baik dan tentu akan sangat membantu bagi Caleg agar dapat melakukan pendekatan lebih intens kepada masyarakat pemilih di dapilnya, sehingga masyarakat tersebut dapat percaya pada caleg sehingga memberikan suara dan dukungannya pada saat pelaksanaan pemilihan.

Perempuan dalam Ranah Politik

Kaum Perempuan memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki dalam hal politik, hal itu disebutkan dalam konstitusi yang menyebutkan bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama dalam pemerintahan.

Namun, hak tersebut kadang terabaikan dengan tidak diberiannya kesempatan kepada perempuan untuk berkiprah dalam berbagai

bidang, termasuk dalam politik. Sehingga hal tersebut dapat merugikan kaun perempuan untuk dapat menyuarakan keinginan mereka dalam kebijakan pemerintah.

Namun, di Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak politik perempuan, hak perempuan tersebut telah dijabarkan dalam peraturan perundang undangan yang telah membuat keputusan politik untuk memberikan kesempatan kepada perwakilan perempuan untuk maju sebagai angggota legislatif. Hak tersebut diberikan sebesar 30% di lembaga legislatif. Kiprah perempuan dalam politik tersebut dimulai pada era pemerintah Abdurahman atau yang lebih dikenal Gusdur.

Dalam peraturan perundang-undangan, pemberian kesempatan kepada perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik dimulai pada tanggal 18 Februari 2003 saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Pemilu. Dalam pasal 65 ayat (1) berbunyi: setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen.

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu), disebutkan bahwa “Partai Politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan (d) menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.”

Dengan adanya pemberian porsi 30%

kepada perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik memberikan kesempatan untuk kaum perempuan agar dapat memperjuangkan hak-hak mereka yang selama ini terabaikan oleh kaum lelaki yang kurang memahami perempuan. Karena yang paling memahami perempuan tentulah perempuan itu sendiri.

Jadi salah satu urgensi keberadaan perempuan dalam dunia politik khususnya anggota legislatif adalah akan dilahirkannya

(6)

107 regulasi yang dapat berpihak kepada kemajuan

perempuan itu sendiri. Mereka bisa menginisiasi lahirnya berbagai kebijakan yang tidak merugikan hak-hak perempuan secara umum

Hambatan Perempuan di Panggung Politik Meski adanya pemberian kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam keterwakilannya di dunia politik, namun hal tersebut belum menjamin perempuan bisa melenggang dengan mudah menuju panggung politik.

Selain dari segi tidak adanya sanksi tegas yang diberikan kepada partai politik yang tidak memenuhi persyartan 30 persen bagi perempuan untuk berkiprah di ranah politik, ada beberapa hal lain yang menjadi penghambat bagi perempuan yang akan memasuki dunia politik. Menurut Georgina Aswort (Gun Gun Heryanto, 2019: 285-286) bahwa partisipasi perempuan di ranah politik masih terhambat oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Adanya anggapan bahwa hanya laki-laki saja yang dapat menjadi aktor politik.

2. Menghindari isu representasi, perempuan hanya dianggap sebagai kelompok sosial semata, bukan aktor politik.

3. Kurangnya komitmen politik secara tertulis mengenai persamaan hak politik maupun kesetaraan gender.

4. Absennya suara politik perempuan.

5. Budaya politik yang maskulin.

6. Waktu yang timpang anatara perempuan dan laki-laki dalam mengerjakan tanggung jawab politik.

7. Pelayanan sosial terhadap perempuan masih terbatas.

8. Kecilnya uang yang diperoleh perempuan 9. Tidak adanya kuota bagi perempuan

dalam posisi pengambilan keputusan.

10. Ketakutan atas kemungkinan mengalami kekerasan di lingkunagan rumah tangga atau publik.

Selain faktor di atas, Musdah Mulia (Gun Gun Heryanto, 2019:286) menyebutkan faktor eksternal lainnya yang mengganjal perempuan untuk aktif berpartisifasi dalam politik adalah:

1. Partai politik masih memiliki pandangan yang rendah terhadap perempuan dan masalah perempuan.

2. Parpol belum intensif memberikan pendidikan politik kepada masyarakt, khusnya perempuan

3. Parpol memiliki mekanisme pengkaderan yang lebih memihak laki-laki.

4. Parpol masih didominasi pemikiran laki- laki.

5. Parpol memperlakukan perempuan tidak lebih sebagai objek dan sebagai alat mobilisasi rakyat saja.

6. Aturan melarang anggota dan pengurus parpol direkrut dari PNS, sementara perempuan yang pandai umumnya sudah menjadi PNS.

7. Diskriminasi yang terjadi sebelum ini membuat garis star yang berbeda anatara laki-laki dan perempuan.

Selain hambatan tersebut lebih lanjut Gun Gun Heryanto dkk menyebutkan bahwa hambatan lainnya adalah berasal dari pihak keluarga. Hal tersebut terjadi karena perempuan dikonstruksi oleh pengaruh sosial budaya sebagai sosok yang harusnya memiliki tanggung jawab dalam mengurus keluarga, dengan demikian maka, harus dapat membagi perannya anatara keluarga dan urusan dalam dunia politik. Seperti kasus Teresia Pardede yang merupakan anggota DPR RI yang harus keluar dari panggung politik karena harus mengurus keluarga.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis berpandangan bahwa secara garis besar ada dua faktor penghambat bagi kaum perempuan dalam bidang politik sehingga tidak dapat memenuhi kuota yang telah diberikan. Hal tersebut menjadi faktor sehingga kegaiatan komunikasi politik yang dilakukan oleh perempuan menjadi terhambat.

Kedua faktor tersebut adalah faktor budaya patriarki dan politik maskulin.

Budaya patriarki merupakan budaya yang menempatkan perempuan di posisi kedua dari laki-laki. Dengan posisi tersebut, maka ada pembagian jenis pekerjaan dan pengambilan keputusan yang mencolok di antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki menjadi salah satu pihak yang sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga

(7)

108 dapat merugikan bagi kaum perempuan (Siti

Nimrah dan Sakaria (2015:175)

Sebagai dampak dari budaya patriarki, maka akan melahirkan politik maskulin. Siti Nimrah dan Sakaria (2015:176) menyebutkan bahwa:

“perempuan susah untuk ikut berpolitik karena perempuan selalu diposisikan pada peran domestik dan reproduksi yang sangat menghambat kemajuan mereka mengguluti dunia publik dan produksi. Hal tersebut merupakan rekayasa kultur dan tradisi yang menciptakan pelabelan atau streotipe tertentu pada perempuan yang telah mengakar kuat dalam masyarakat.”

Dengan adanya politik maskulin, maka menempatkan laki-laki sebagai pihak yang cocok dalam urusan politik sementara perempuan tidak cocok.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Penelitian dilakukan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tepatnya di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar. Adapun pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Maret tahun 2021.

Adapun informan dalam penelitian skripsi ini adalah Calon Legislatif Perempuan terpilih Kota Makassar pada Tahun 2019, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Calon Legislatif Perempuan Terpilih Kota Makassar pada Pemilu 2019

N

o Nama Dapil Partai

Jenis Kelami n

Juml ah Suar a 1 Apiaty

Amin

Maka ssar 1

Golka r

Peremp uan

4.37 9

Syam

2 Rezki Maka ssar 1

Demo krat

Peremp uan

6.67 3 3 A.Suha

da Sappail e

Maka ssar 1

PDIP Peremp uan

3.74 7

4 Fatma Wahyu ddin

Maka ssar 2

Demo krat

Peremp uan

6.99 5 5 Andi

Astiah

Maka ssar 2

PKS Peremp uan

4.47 9 6 Galmer

rya Kondor ura

Maka ssar 3

PDIP Peremp uan

5.63 5

7 Nunun g

Dasniar Maka ssar 3

Gerin dra

Peremp uan

4.12 7 8 Yeni

Rahma n

Maka ssar 4

PKS Peremp uan

2.46 3 9 Nurul

Hidaya h

Maka ssar 4

Golka r

Peremp uan

3.12 4 1

0

Muliati Mastur a

Maka ssar 4

PPP Peremp uan

5.01 8 1

1

Budi Hastuti

Maka ssar 5

Gerin dra

Peremp uan

2.78 1 1

2

Kartini Maka ssar 5

Perind o

Peremp uan

3.04 7 1

3

Irmawa ti Sila

Maka ssar 5

Hanur a

Peremp uan

3.45 1 Sumber: Diolah dari berbagai sumber, 2020.

Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa jumlah calon legislatif Perempuan yang terpilih pada pemilihan umum legislatif tahun 2019 di Kota Makassar sebanyak 13 orang.

Dengan demikain, yang dapat menjadi informan dalam penelitian ini adalah 13 orang.

Dari 13 orang calon legislatif perempuan terpilih yang akan penulis jadikan informan adalah semua caleg perempuan yang terpilih pada pemilihan tahun 2019 yang kini telah menjadi wakil rakyat di lembaga DPRD Kota Makassar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(8)

109 STRATEGI POLITIK CALEG

PEREMPUAN DI KOTA MAKASSAR Iklan di Media

Iklan merupakan sarana yang digunakan agar dapat menarik minat seseorang, termasuk dalam politik. Iklan menjadi salah satu sarana pendonkrat elektabilitas seseorang yang berkontestasi dalam pemilihan, termasuk pemilihan anggota calon legislatif (Caleg).

Dengan demikian, menjadikan iklan digunakan sebagai “senjata ampuh” untuk memenangkan pemilihan yang ada.

Seperti yang disampaikan oleh para calon legislatif perempuan Kota Makassar yang kini menduduki posisi sebagai anggota legislatif atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar periode 2019-2024.

Mengenai penggunaan media untuk beriklan sebagai bentuk strategi komunikasi politik, caleg perempuan yang terpilih di Kota Makassar (wawancara, 16-20 Maret 2021) dapat diketahui dari tabel yang penulis sajikan berikut ini.

Berdasarkan jawaban caleg perempuan terpilih Kota Makassar tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dari 13 (tiga belas) Caleg Perempuan yang terpilih hanya 3 (tiga) orang yang mengaku tidak menggunakan atau memasang iklan di media. Sementara 10 (sepuluh) orang menggunakan media, baik berupa media sosial Facebook, media online dan media cetak.

Hal tersebut dilakukan agar para Caleg dapat mengenalkan diri kepada masyarakat pemilih sehingga masyarakat dapat memberikan dukungan dan suara yang dapat membawa mereka memenangkan pemilihan yang diselenggarakan. Seperti yang disampaikan oleh Budi Hastuti dari Partai Gerindra (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa.

“untuk mengenalkan diri kepada masyarakat, ya saya menggunakan media untuk beriklan.

Media yang saya gunakan adalah media online dan media cetak seperti Tribun Timur, Rakyat Sulsel, Sulsel Press.”

Sementara Yeni Rahman dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) (wawancara, 17 Maret 2021) mengugkapkan bahwa:

“saya menggunakan media online dan media cetak di antaranya Tribun Timur, Rakyat Sulsel, Fajar. Hal itu saya lakukan untuk mengenalkan diri kepada masyarakat agar masyarakat dapat memilih saya pada saat pelaksanaan pemilihan.”

Selain kedua Caleg tersebut yang mengaku menggunakan media sebagai sarana untuk beriklan, ada pula Caleg perempuan Kota Makasar yang mengaku tidak menggunakan media sebagai sarana komunikasi politik, seperti Nurul Hidayah dari Partai Golongan Karya (Golkar), Irmawati Sila dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Fatma Wahyuddin dari dari Partai Demokrat.

Ketiga Caleg Perempuan Kota Makassar tersebut mengaku tidak menggunakan media sebagai sarana komunikasi politik tetapi lebih banyak terjun ke lapangan bertemu masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Nurul Hidayah (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“secara pribadi saya tidak menggunakan media untuk memasang iklan. Saya lebih banyak turun ke lapangan ketemu masyarakat dan membagikan kartu nama, kalender. Apalagi kalau mau pasang iklan di media itu biayanya mahal.”

Dari hasil wawancara dengan Caleg perempuan terpilih Kota Makassar tersebut di atas dapat dipahami bahwa sebagian besar Caleg Perempuan telah memanfaatkan media untuk beriklan di media agar dapat mengenalkan diri kepada khalayak pemilih demi menarik simpati dan dukungan dari warga pemilih. Apalagi penggunaan media cukup banyak di kalangan masyarakat Kota Makassar, sehingga penggunaan media sebagai tempat memasang iklan menjadi sesuatu yang dapat memberikan keuntungan bagi Caleg karena “peluru” mereka yang dikemas dalam bentuk pesan politik yang ada pada iklan tersebut dapat tersampaikan dan kepada masyarakat, sehingga dapat menimbulkan efek berupa adanya dukungan suara sebagai sayarat untuk dapat memenangkan pertarungan politik.

Apalagi iklan kampanye di media media massa memberikan pengaruh secara langsung atau kuat sehingga menimbulkan rangsangan dan berdampak kuat pada diri audience. Ini menandakan bahwa teori jarum suntik atau

(9)

110 teori peluruh atau yang kerap disebut

hypodemic needle theory yang dikemukan oleh Lasswall masih sangat relevan hingga saat ini. (Herman Pelani, 2020:123).

Salah satu contoh strategi komunikasi politik dalam bentuk iklan di media yang dilakukan oleh Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar pada Pemilu 2019 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1

Iklan di Media oleh Salah Satu Caleg Perempuan Terpilih Kota Makassar Pada Pemilu 2019

Baliho/Spanduk

Baliho/spanduk merupakan salah satu sarana yang banyak digunakan oleh para kontestan dalam percaturan politik. Seperti pada pemihan umum tahun 2019, Caleg Perempuan Kota Makassar yang terpilih juga memanfaatkan baliho/spanduk sebagai bentuk strategi komunikasi politik mereka. Caleg Perempuan Kota Makassar memanfaatkan baliho/spanduk untuk mengenalkan diri mereka kepada para pemilih dengan menempatkan baliho/spanduk di berbagai tempat yang mereka anggap strategis sehingga mudah dilihat oleh masyarakat pemilih yang menjadi sasaran pesan politik yang ada pada baliho/spanduk.

Untuk mengetahui penggunaan baliho/spanduk sebagai salah satu bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh Caleg terpilih Kota Makassar, penulis melakukan wawancara dengan semua caleg Perempuan terpilih (wawancara, 16-20 Maret 2021) yang jawabannya dapat dilihat pada tabel berikut:.

Berdasarkan jawaban para informan di terkait dengan penggunaan baliho/spanduk oleh Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar pada Pemilu 2019 maka dapat dipahami bahwa semua Caleg perempuan menggunakan baliho/spanduk sebagai bentuk komunikasi politik untuk mendapatkan dukungan warga.

Spanduk/baliho tersebut ditempatkan pada posisi yang strategis sehingga mudah dilihat oleh warga seperti di jalan, lorong atau di rumah warga dan tim sukses.

Mengenai pemasangan baliho/spanduk sebagai bentuk komunikasi politik, dapat diketahui dari penjelasan salah satu Caleg perempuan terpilih Kota Makassar, Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat (wawancara, 16 Maret 2021) sebagai berikut.

“Saya memasang spanduk/baliho di temapt stategis seperti di jalan, di lorong agar mudah dilihat oleh warga. Spanduk/baliho itu dipasang di wilayah dapil saya di dapil 2 saja, tidak memasang di dapil lain.”

Berdasarkan wawancara tersebut di atas dapat dipahami bahwa para Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar tahun 2019 memasang baliho/spanduk di lokasi yang strategis, sehingga setiap saat dapat dilihat oleh masyarakat pemilih. Sehingga pesan komunikasi yang ada pada spanduk/baliho tersebut dapat sampai dengan baik kepada masyarakat sehingga dapat menjatuhkan pilihan pada Caleg yang ada pada spanduk/baliho tersebut.

Salah satu contoh spanduk/baliho Caleg perempuan Kota Makassar tahun 2019 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

(10)

111 Sumber: Google, 2021

Gambar 2

Spanduk/Baliho Salah Satu Caleg Perempuan Terpilih Kota Makassar Pada Pemilu 2019 Tatap Muka

Tatap muka merupakan salah satu strategi komunikasi politik yang kerap digunakan oleh para Caleg dalam mendekati masyarakat.

Dengan tatap muka para caleg bisa langsung berinteraksi dengan masyarakat sehingga dengan muda mereka melakukan pendekatan dan meyakinkan pemilih bahwa mereka (caleg) layak untuk dipilih dan mengemban amanah dari rakyat.

Untuk mengetahui penggunaan strategi komunikasi tatap muka yang dilakukan oleh semua Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar pada Pemilu 2019, penulis melakukan wawancara yang jawabannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Berdasarkan jawaban para Caleg Perempuan Kota Makassar yang terpilih pada pemilu 2019 lalu di atas, dapat diketahui bahwa semua Caleg Perempuan terpilih tersebut menggunakan tatap muka sebagai salah satu stategi komunikasi politik mereka. Para Caleg tersebut mengadakan tatap muka dengan melakukan pertemuan langsung dengan warga.

Pertemuan tersebut dilakukan dengan berkunjung ke rumah warga, melakukan pertemuan di rumah tim sukses, atau mengadakan sosialisai atau kampnye di pemukiman warga yang menghadirkan warga setempat.

Seperti yang sampaikan oleh Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat, (wawancara, 16 Maret 2021) bahwa.

”saya menggunakan strategi tatap muka karena saat turun kampanye dan sosialisasi, saya ingin meyakinkan masyarakat agar dapat memilih kita pada saat pencoblosan. Melalui tatap muka itu di situlah saatnya kita untuk menyentuh hatinya masyarakat sehingga mereka terkesan sehingga memilih saya pada saat pelaksanaan pemilihan.”

Sementara A.Suhada Sappaile dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), (wawancara, 16 Maret 2021) menyampaikan bahwa:

“saya sering sekali menggunakan strategi tatap muka ketemu langsung dengan masyarakat.

Dengan bertatap muka langsung dengan masyarakat sehingga keinginan masyarakat akan dapat didengar dan kita merasa dekat dengan mereka, sehingga mereka (masyarakat) akan memberikan dukungan.”

Sementara Kartini dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo), (wawancara, 16 Maret 2021) menyampaikan bahwa:

“Saya melakukan tatap muka dengan masyarakat dengan cara datang ke dapil dan biasa juga kami melakukan tatap di rumah makan, sampil menikmati makanan. Hal itu kami lakukan untuk menjalin kedekatan dengan warga pemilih di dapil saya.”

Berdasarkan wawancara tersebut di atas, diketahui bahwa stategi komunikasi politik dengan tatap muka digunakan oleh Caleg karena memilki peranan yang ampuh dalam meningkatkan citra para Caleg. Karena dengan tatap muka langsung dengan warga pemilih, maka caleg dapat meyakinkan para pemilih bahwa mereka layak untuk dipilih karena memiliki keinginan, kemampuan dan komitmen untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat, khususnya bagi perempaun dan anak.

Faktor Pendukung Strategi Komunikasi Politik Calon Legislatif Perempuan

Dana

(11)

112 Dana merupakan salah satu faktor pendukung

dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam komunikasi politik. Keberdaan dana ini penting karena dengan dana itu kegiatan dapat dilaksanakan agar kebutuhan yang diperlukan dapat terpenuhi dengan adanya dana. Dengan demikian, tampak jelas bahwa dana memiliki peranan penting agar para Caleg dapat membiayai pelaksanaan komunikasi politik yang mereka lakukan.

Dari jawaban informan, dapat diketahui bahwa semua Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar menggunakan dana dalam proses komunikasi politik yang mereka lakukan.

Penggunaan dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai kepentingan komunikasi politik, seperti biaya operasional, komsumsi, pengadaan alat peraga kampanye dll yang tujuannya agar komunikasi politik yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik sehingga mendapatkan hasil yakni perolehan suara untuk menduduki kursi anggota legislatif.

Seperti yang sampaikan oleh Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat, (wawancara, 16 Maret 2021) bahwa.

“karena kita ini sosialisi dan kampanye maka itu semua butuh dana. Karena di bawah itu ada tim yang butuh dana operasional dan pada saat kita sosialisasi banyak warga yang diundang dan itu semua butuh biaya komsumsi. Jadi persoalan dana pasti sangat mendukung kegiatan yang kami lakukan.”

Sementara Muliati Mastura dari Partai Persatuan Pembanguan (PPP), (wawancara 17 Maret 2021), mengungkapkan bahwa:

“ya, tentu kami menggunakan dana untuk biaya kegiatan kampanye dan sosialisasi yang kami lakukan. Kami menyediakan dana untuk mendukung semua itu, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik.”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa dana menjadi sesuatu yang penting dalam mendukung kegiatan strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh para Caleg Perempuan. Dengan adanya dana kegiatan yang mereka lakukan seperti sosialisasi dan kampanye, beriklan di media dan melakukan tatap muka dengan warga

semuanya membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya.

Mengenai jumlah dana yang digunakan, semua calon legislatif perempuan terpilih Kota Makassar tidak ada yang mau menyampaikan jumlah nominalnya. Seperti yang disampaikan oleh Nurul Hidayah dari Partai Golkar (wawancara, 16 Maret 2021) yang mengatakan bahwa:

“saya pakai dana pribadi. Mengenai jumlah itu tidak bisa kami sebutkan, yang jelas sesuai dengan kemapuan kita masing-masing. Dana itu diperutukkan untuk sosialisasi dan pembuatan atribut dan alat peraga kampanye, bukan untuk politik uang.”

Dari penjelasan tersebut di atas maka dapat dipastikan bahwa dana memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan strategi komunikasi politik sehingga Caleg dapat memenangkan Pemilu yang dilaksanakan.

Dana tersebut untuk membiayai berbagai macam kegiatan dan kebutuhan saat melakukan komunikasi politik sehingga komunikasi politik dapat berjalan dengan efektif dan menghasilkan kemenangan bagi Caleg tersebut.

Waktu

Berdasarkan jawaban hasil wawancara dengan semua caleg perempuan terpilih Kota Makassar tahun 2019 di atas, dapat di pahami bahwa para caleg perempuan tersebut semuanya meluangkan waktu untuk melakukan komunikasi politik. Para caleg Perempuan terpilih tersebut menghabiskan waktunya untuk kampanye dan sosialisasi dengan warga dengan waktu berpariasi dalam satu hari.

Sementara total waktu yang digunakan melakukan komunikasi politik selama menjadi caleg juga berpariasai, paling singkat 6 (enam) bulan seperti yang dilakukan oleh Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atau 2 (dua) tahun yang dilakukan oleh A. Suhada Sappaile dari PDIP.

Mengenai penggunaan waktu ini, lebih lanjut dijelaskan oleh Nurul Hidayah dari Partai Golkar (wawancara, 16 Maret 2021) bahwa:

“saya menggunakan waktu untuk sosialisasi dan kampanye agar dekat dengan rakyat, ya

(12)

113 selama 2 jam sehari. Itu saya lakukan setiap

hari di 2 titik, 1 titik 1 jam. Itu saya lakukan konsisten selama 13 bulan. Alhamdulillah berkat perjuangan yang tampa mengenal lelah dan penggunaan waktu itu, akhirnya saya dapat terpilih menjadi wakil rakyat dari dapil 5.”

Sementara Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat (wawancara 16 Maret 2021) menyampaikan bahwa:

“saya melakukan kampanye kurang lebih enam bulan. Setiap hari saya berangkat dari rumah pukul 10 pagi dan pulang jam 10 malam, jadi bisa melakukan kampanye da sosialisasi kepada masyarakat itu 12 jam. Alhamdulillah bisa terpilih.”

Hal senada dikemukan oleh Rezki dari Partai Demokrat (wawancara, 16 Maret 20121) bahwa:

“saya berkampanye dan sosialisasi selama 12 bulan, 3 jam sehari di seluruh dapil saya yakni dapil 1. Hal itu konsisten saya lakukan setiap hari. Alhamdulillah bisa terpilih menjadi wakil rakyat.”

Dari hasil wawancara tersebut di atas, dapat diketahui bahwa para Caleg perempuan Kota Makassar telah menggunakan waktu dalam melakukan komunikasi politik. Seperti yang dilakukan oleh Nurul Hidayat dari Partai Golkar, Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat dan Rezki dari Partai Demokrat yang telah menggunakan waktu dengan seefektif mungkin untuk melakukan komunikasi politik sehingga bisa menarik dukungan masyarakat pemilih warga Kota Makassar, sehingga dapat terpilih menjadi anggota legislatif atau anggota DPRD Kota Makassar periode 2019-2024.

Evaluasi

Evaluasi merupakan sesuatu yang penting dilakukan agar dapat diketahui efektifnya suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, termasuk dalam strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh para Caleg. Untuk mengetahui evaluasi yang dilakukan oleh Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar saat mereka melakukan strategi komunikasi politik untuk dapat memenangkan Pemilu tahun 2019, penulis melakukan wawancara dengan semua Caleg Perempuan terpilih tersebut.

Dari jawaban para Caleg Perempuan yang terpilih pada tahun 2019 tersebu di atas, dapat diketahui bahwa semuanya melakukan evaluasi terhadap startegi komunikasi yang telah dilakukannya. Evaluasi dilakukan ada yang setiap hari, setiap minggu untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan strategi komunikasi yang mereka lakukan.

Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Budi Hastuti (wawancara, 17 Maret 2021) yang menyampaikan bahwa:

“kami melakukan evaluasi setiap minggu untuk mengetahui di mana kekurangan dan kelebihan strategi kampanye dan sosialisai yang telah kami lakukan bersama tim selama seminggu itu. Hal itu kami lakukan untuk memperbaiki kekurangan sebelumnya dan meningkatkan lagi yang sudah bagus.”

Sementara Apiaty Amin Syam dari Partai Golkar (wawancara, 17 Maret 2021) menyebutkan bahwa:

“saya dan tim melakukan evaluasi setiap hari setelah kami melakukan kegiatan kampanye atau sosialisasi dengan warga. Hal itu kami lakukan agar dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan strategi yang telah kami lakukan. Selanjutnya kami melakukan perbaikan atas kekurangan yang ada.”

Hal senada diungkapkan oleh Andi Astiah dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), (wawancara, 17 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“bagi kami, evaluasi itu penting sekali dilakukan. Jadi kami melakukan eveluasi setiap hari, tujuannya memastikan agar kekurangan yang telah kami lakukan akan segera diperbaiki pada kampanye atau sosialisasi berikutnya.”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa caleg Perempuan Kota Makassar yang terpilih pada tahun 2019, melakukan evaluasi terhadap komunikasi politik yang telah mereka lakukan. Hal tersebut, untuk mengetahui letak kekurangan maupun kelebihan strategi yang telah dilakukan. Apabila dalam evaluasi yang dilakukan, ditemukan kekurangan, maka kekurangan tersebut akan diperbaiki begitu pula yang telah bagus akan dipertahankan dan ditingkatkan. Sehingga komunikasi politik yang mereka laksanakan dapat berjalan dengan

(13)

114 efektif sehingga menghasilakan sesuatu yang

dinginkan yaitu dukungan suara dari masyarakat pemilih.

Faktor Penghambat Strategi Komunikasi Politik Calon Legislatif Perempuan

Budaya Patriarki

Budaya patriarki adalah budaya yang membuat adanya perbedaan yang mencolok antara kaum laki-laki dan kaum perempuan sehingga adanya pembagian kerja dalam pandangan sosial masyarakat. Dengan adanya budaya patriarki maka perempuan digambarkan dalam posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Akibatnya perempuan hanya diidentikkan dengan urusan domestik (urusan rumah tangga) saja. Sehingga perempuan diangkap tidak cakap dalam urusan di luar urusan rumah tangga seperti urusan dalam bidang pemerintahan atau politik.

Dari jawaban para Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar, dapat dipahami bahwa budaya patriarki masih menjadi penghambat bagi politisi perempuan. Hal tersebut diakui oleh 10 Caleg Perempuan, meskipun ada 3 Caleg Perempuan yang mengatakan tidak berpengaruh. Tapi secara umum mereka mengakui bahwa budaya patriarki masih kental dalam masyarakat Kota Makassar yang memandang perempuan tidak cocok terjun di dunia politik. Politik masih diidentikkan dengan laki-laki, dan perempuan hanya cocoknya di rumah mengurus urusan domestik, urusan rumah tangga saja.

Seperti yang dikemukan oleh Andi Astiah dari PKS (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“Menurut saya budaya patriarki merupakan salah satu penghambat bagi kami kaum perempuan. Soalnya kami masih dianggap kurang memiliki kemapuan dan oleh sebagian masyarakat kami cuma dianggap cocoknya di rumah urus rumah tangga saja.”

Sementara Kartini dari Perindo (wawancara, 17 Maret 2021) menyampaikan bahwa:

“Ya salah satu faktor penghambat bagi kaum perempuan sampai saat ini ya budaya patriarki itu. Soalnya kami dianggap tidak mampu menjadi wakil rakyat.”

Dari dua pandangan Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar tersebut di atas, dapat menggambarkan bahwa budaya patriarki menjadi salah satu faktor penghambat bagi Caleg Perempuan Kota Makassar dalam melakukan strategi komunikasi politik.

Sementara pandangan lain dikemukan oleh 3 Caleg Perempuan yang mengatakan tidak berpengaruh seperti yang dikemukan oleh Apiaty Amin Syam dari Partai Golkar (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“kalau saya secara pribadi berpandangan bahwa budaya patriarki sekarang ini sudah tidak menjadi faktor penghambat bagi perempuan. Buktinya tim sukses dan pemilih saya lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.”

Dari hasil wawancara tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa secara umum, Caleg Perempuan Kota Makassar yang terpilih pada Pemilu 2019 mengakui bahwa budaya patriarki masih menjadi faktor penghambat bagi meraka dalam melakukan komunikasi politik. Hal itu terbukti dari jawaban yang mereka kemukakan. Dari 13 Caleg Perempaun ada 10 yang mengatakan bahwa budaya patriarki menghambat, sementara yang mengatakan tidak menghambat hanya 3 orang. Itu menandakan bahwa budaya patriarki masih kental di Kota Makassar sehingga menghambat Caleg Perempuan dalam strategi komunikasi politik sehingga mempengaruhi tingkat keterpilihan mereka pada pemilihan legislatif.

Masih kentalnya budaya patriarki di tengah- tengah masyarakat menjadi salah satu tantangan bagi kaum perempuan untuk membuktikan bahwa mereka layak bersaing dengan laki-laki. Kaum perempuan tidak hanya harus mengurusi urusan rumah tangga, tapi mereka juga memiliki kemampuan di bidang lain, termsuk menjadi wakil rakyat.

Politik Maskulin

Politik maskulin merupakan efek dari budaya patriarki. Politik maskulin sejatinya menempatkan hanya kaum laki-lakilah yang memiliki kemapuan dalam urusan politik.

Sementara perempuan dianggap tidak cocok

(14)

115 dengan dunia politik yang penuh dengan

tantangan dan keras. Sehingga tidak cocok untuk kaum perempuan yang dianggap lemah dan kurang pemahaman dalam urusan politik.

Untuk mengetahui pengaruh politik maskulin dalam menghambat komunikasi politik yang dilakukan oleh Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar tahun 2019, penulis melakukan wawancara dengan semua Caleg perempuan terpilih tersebut. Berdasarkan jawaban Caleg Perempuan terpilih tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa ada 10 Caleg Perempuan yang mengakui bahwa politik maskulin merupakan salah satu faktor dapat menghambat bagi mereka dalam melakukan komunikasi politik untuk memenangkan pemilihan umum legislatif. Selain itu, ada pula 3 Caleg yang memandang bahwa politik maskulin tidak menjadi faktor penghambat bagi mereka.

Salah satu Caleg Perempuan yang berpandangan bahwa politik maskulin menghambat adalah Yeni Rahman dari PKS (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“Politik maskulin masih menjadi salah satu faktor penghambat bagi kami perempuan.

Karena perempuan dipandang kurang mampu dalam bidang politik. Seakan-akan politik hanya cocok bagi kaum laki-laki saja, padahal kami perempuan juga bisa.”

Sementara pandangan lain dikemukan oleh Nunung Dasniar dari Partai Gerindra, (wawancara, 17 Maret 2021) yang mengemukakan bahwa

“Kalau menurut saya politik maskulin itu tidak menjadi faktor penghambat. Buktinya, sekarang perempuan sudah banyak berkiprah di dalam politik.”

Berdasarkan jawaban tersebut, maka menurut penulis bahwa politik maskulin masih kental di Kota Makassar sehingga menjadi salah satu faktor penghambat bagi Caleg Perempuan Kota Makassar dalam memenangkan pemilihan yang dilaksanakan.

Hal tersebut diakui oleh 10 Caleg Perempuan, meskipun ada 3 orang yang berpandangan bahwa politik maskulin tidak menjadi faktor penghambat. Namun, secara umum Caleg perempuan Kota Makassar ini mengakui

bahwa politik Maskulin masih menjadi salah satu faktor penghambat bagi mereka.

Untuk memutus dominasi laki-laki terhadap perempuan di kepengurusan partai dan keterwakilan di legislatif, undang-undang partai politik yang memberikan kuota 30%

kepada kaum perempuan agar dapat terlibat di kepengurusan partai politik dan di lembaga legislatif untuk mewakili rakyat. Namun, kenyataannya undang-undang tersebut belum sepenuhnya dapat direalisasikan.

Mengenai kuota 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, penulis melakukan wawancara dengan Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar yang jawabannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Berdasarkan jawaban informan dapat dipahami bahwa semua Caleg Perempuan mendukung adanya kuota 30 persen bagi perempuan untuk dapat terlibat dalam kepengurusan partai politik dan mewakili rakyat di lembaga legislatif, seperti yang diungkapkan oleh Apiaty Amin Syam dari Partai Golkar (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan Bahwa:

“Pemberian kuota 30 persen tersebut baik, karena perempuan bisa lebih maju lagi dalam politik, sehingga dapat memberikan perannya untuk perbaikan nasib kaum perempuan itu sendiri. Jadi secara pribadi saya sangat mendukung pemberian kuota tersebut.”

Hal senada juga dikemukan oleh Kartini dari Partai (wawancara, 17 Maret 2021) dengan menyebutkan bahwa:

“Dengan adanya kuota 30 persen maka itu baik buat perempuan. Karena dengan adanya pemberian kuota tersebut, maka Perempuan dapat memperlihatkan kemapuannya dalam urusan politk.”

Dari hasil wawancara tersebut dapat dipahami bahwa tampaknya semua Caleg Perempuan Kota Makassar yang telah memenangkan pemilihan Legislatif tahun 2019 setuju dengan adanya pemberian kuota 30 persen bagi perempuan. Bahkan ada 2 (dua) Caleg perempuan terpilih yang memita agar kuota dapat ditambah yakni Muliati Mastura dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Fatma Wahyuddin dari Partai Demokrat.

Keduanya minta agar tidak hanya 30 persen.

(15)

116 Seperti yang disampaikan oleh Muliati

Mastura (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“Kalau saya pribadi masih menganggap kurang karena hanya 30 persen, agar adil harusnya jangan cuma 30 persen, tadi lebih dari itu, misalnya 50:50 agar perbandingan perempuan dan laki-laki sama.”

Sementara Fatma Wahyuddin (wawancara, 16 Maret 2021) yang menyebutkan bahwa:

“secara pribadi saya ingin agar kuota 30%

dapat ditambah karena di Indonesia ini, perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.

Olehnya itu, jangan cuma 30%. Tapi harusnya, 50% bagi perempuan dan 50% juga untuk laki- laki atau 50:50.”

Meski undang-undang telah menentukan kuota perempuan dalam kepengurusan partai politik dan keterwakilan lembaga legislatif, nyatanya kuota tersebut belum terpenuhi. Untuk mengetahui mengapa kuota tersebut belum terpenuhi dan apa yang harus dilakukan agar dapat terpenuhi, penulis melakukan wawancara dengan semua Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar yang kini menjadi anggota DPRD Kota Makassar, yang jawabannya dapat dilihat pada tanel berikut ini.

Dari jawaban para Caleg Perempuan terpilih Kota Makassar pada Pemilu tahun 2019 di atas, dapat diketahui bahwa ada beberapa alasan menurut mereka sehingga kuota 30% keterwakilan perempuan di dalam kepengurusan Parpol dan lembaga legislatif masih belum terpenuhi salah satunya dari segi regulasi. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya sanksi tegas yang diberikan kepada parpol yang tidak memenuhi kuota perempuan 30% dalam kepengurusan partai politik dan dalam pencalonan anggota legislatif seperti yang disampaikan oleh Galmerrya Kondorura dari PDI-P dan Yeni Rahman dari PKS.

Untuk menangani masalah tersebut, Galmerrya Kondorura (wawancara, 18 Maret 2012) menyarankan bahwa:

“agar pemenuhan kuota tersebut (30%) dapat terpenuhi, maka harus ada sanksi bagi partai yang tidak memenuhi kuota perempuan 30%.

Sanksi tersebut bisa berupa denda, atau dilarang ikut pemilihan kalau kuota perempuan

belum terpenuhi sampai batas waktu yang ditentukan. Dengan begitu maka partai akan memenuhi kuota tersebut karena takut diberi sanksi.”

Berdasarkan penjelasan Galmerrya Kondorura di atas, dapat diterapkan agar kuota perempuan dapat terpenuhi mengingat kuota 30% tersebut masih belum terpenuhi secara baik.

Namun, dalam pandangan penulis hal tersebut dapat menimbulkan masalah lain. Karena adanya sanksi, sehingga dapat membuat Parpol memasukkan Perempuan dalam kepengurusan cuma untuk menghindari hukuman saja.

Sehingga asal-asalan saja dalam memasukkan perempuan sebagai caleg, tampa adanya proses rekrutmen dan kaderisasi yang harus dilalui sehingga perempuan tersebut tidak memiliki kualitas dan kemampuan untuk mengemban amanah dalam mewakili dan menyampaikan aspirasi rakyat. Akibatnya, apa bila terpilih maka anggota legislatif perempuan tersebut tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik, sehingga keinginan rakyat tidak dapat terwujud karena yang diberikan amanah tidak memiliki kualitas dan kemampuan sebagaimana yang dibutuhkan di lembaga legislatif tersebut. Akibatnya rakyat akan makin tidak percaya degan Caleg perempuan yang dinilainya tidak dapat bekerja dengan baik dalam dunia politik, sehingga budaya patriarki dan politik maskulin akan tetap tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.

Dengan demikian, pemenuhan kuota 30% bagi perempuan, harus dilakukan oleh partai politik dengan cara yang baik melalui rekrutmen terbuka secara umum, adanya pendidikan dan pelatihan berkelanjutan sehingga caleg perempuan yang maju dalam pertarungan politik memiliki kemampuan yang mumpuni dan dapat bekerja dengan baik dalam mewakili dan memperjuangkan aspirasi dan keinginan masyarakat

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan hasil penelitian yang telah dikemukan sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

(16)

117 Strategi komunikasi politik calon

legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019 dilakukan dalam bentuk iklan di media, memasang baliho/spanduk di tempat strategis yang mudah dilihat masyarakat, dan melalui tatap muka langsung dengan para pemilih. Hal tersebut dilakukan dengan baik sehingga dapat mengantarkan para Caleg perempuan terpilih Kota Makassar tersebut untuk memenangkan pemilihan legislatif tahun 2019.

Faktor yang mendukung strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh calon legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019 adalah adanya dukungan dana, penyediaan waktu untuk melakukan komunikasi politik dan mempengaruhi pilihan masyarakat serat adanya evaluasi terhadap stategi yang telah dilakukan sehingga dapat mengetahui efektif tidaknya suatu strategi yang telah dilakukan. Sementara, faktor yag menghambat strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh calon legislatif perempuan Kota Makassar dalam memenangkan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019 adalah masih kentalnya budaya patriarki dan politik maskulin di tengah-tengah masyarakat Kota Makassar sehingga kipra perempuan dalam dunia politik masih dianggap kurang perlu.

Adapun saran yang penulis berikan adalah sebagai berikut:

Agar calon Legislatif Perempuan yang akan maju dalam kontestasi Pemilihan Legislatif dapat mengikuti langkah yang telah dilakukan oleh Caleg Perempuan yang terpilih dengan melakukan strategi komunikasi politik yang efektif dengan menggunakan berbagai media yang ada sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, harus memiliki kemampuan yang mumpuni sehingga betul- betul bisa mewakili keinginan rakyat dalam setiap keputusan yang diambil bersama dengan pemerintah.

Agar masyarakat pemilih, cerdas dalam memilih calon anggota legislatif, tidak mudah terpengaruh janji-jinji kampanye yang dilakukan oleh calon anggota legislatif. Hal tesebut dilakukan dengan memilih mereka yang memiliki kemauan, kemampuan yang

mumpuni tampa membedakan jenis kelamin, termasuk memilih perempuan yang memang bisa mewakili perempuan di lembaga legislatif.

Agar pemerintah dapat merevisi Undang-undang Partai Politik dengan mengakomodir adanya sanksi bagi partai politik yang tidak menjalankan ketentuan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di dalam kepengurusan partai dan di lembaga legislatif.

DAFTAR PUSTAKA

Heryanto, Gun Gun. 2018. Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa Media di Panggung Politik. IRCiSoD, Yogjakarta.

Heryanto, Gun Gun dkk. 2019. Literasi Poltik:

Dinamka Konsiliasi Demokrasi Indonesia Pascareformasi. IRCiSoD, Yogjakarta.

Pelani, Herman. 2020. Pengaruh Iklan Kampanye di Televisi Terhadap Pilihan Politik Warga Kota Makassar Pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Skripsi.

Makassar: Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Makassar.

Nimrah, Siti & Sakaria. 2015. Perempuan Dan Budaya Patriarki Dalam Politik (Studi Kasus Kegagalan Caleg Perempuan Dalam Pemilu Legislative 2014). The POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Vol. 1 No. 2, July 2015 | P-ISSN: 2407-9138.

Hlm 173-182.

Pelani, Herman. 2020. Pengaruh Iklan Kampanye di Televisi Terhadap Pilihan Politik Warga Kota Makassar Pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Skripsi.

Makassar: Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Makassar.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik..

http://dprd-makassarkota.go.id/

Referensi

Dokumen terkait

Ketika membaca sholawat wahidiyah dapat memasang niat disetiap kegiatan apapun w1.7d Seluruh aktifitas dipsw atau diluar psw diniati lillah dan lirrosul w1.17b Setelah

Multiple Range Test (DMRT) menunjukan kecernaan bahan kering yang tertinggi terdapat pelepah sawit yang difermentasi denganmikroorganisme lokal dari feses sapi (46,39%)

Memasukkan Tekanan Tanah Vertikal dan Lateral dalam Permodelan Struktur Box Tunnel (S-01) .... Memasukkan Tekanan Tanah Vertikal dan Lateral dalam Permodelan

Nilai Cs-137 inventory total pada lokasi pembanding la adalah 169 bq/m2• Pada lokasi pembanding IIa dapat dijelaskan bahwa pada kedalaman (16-18) em konsentrasi lebih tinggi, hal

Dari 15 kali percobaan menggunakan 1 tabung, tingkat keberhasilannya sangat kecil, tidak ada yang mencapai setpoint, tapi ada 6 kali volume yang dikeluarkan hampir

Produk Pinjaman Mikro yang dikeluarkan oleh Bank BRI adalah KUPEDES, yaitu fasilitas kredit dengan bunga sangat ringan yang ditujukan untuk perorangan dan dapat dilayani di BRI

Dan dari segi proses kegiatan pembelajaran peneliti menyimpulkan bahwa dengan tipe make a match ini dapat memberikan manfaat bagi santri, diantaranya adalah: (1) mampu