19 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Pencurian
Dari segi bahasa (etimologi) pencurian berasal dari kata “curi” yang mendapat awalan pe-dan akhiran-an. Kata curi sendiri artinya mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. 11 Pencurian dalam Kamus Hukum adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. 12
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti “pencurian” proses, cara, perbuatan. Kejahatan terhadap harta benda adalah penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang. Dalam buku II KUHP telah dirumuskan secara sempurna, artinya dalam rumusannya memuat unsur-unsur secara lengkap, baik unsur-unsur obyektif maupun unsur-unsur subyektif.
11
Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana I ,Sinar Grafika, Jakarta, hlm, 346-347
12
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
112-114
20
Unsur obyektif dapat berupa, unsur perbuatan materiil, unsur benda atau barang, unsur keadaan yang menyertai obyek benda, unsur upaya untuk melakukan perbuatan yang dilarang, unsur akibat konstitutif. Unsur subyektif dapat berupa; unsur kesalahan, unsur melawan hukum.
Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi : “barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda paling banyak Rp.900,00,-“. Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang melekat pada benda untuk dimiliki secara sebagian ataupun seluruhnya milik orang lain) dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).
2. Unsur-Unsur Pencurian
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikatakan sebagai pencurian apabila terpenuhinya semua unsur dari pencurian tersebut.
Adapun unsur-unsur dari pencurian, yaitu : a. Objektif
1) Unsur Perbuatan Mengambil (wegnemen)
21
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan
“mengambil” barang. Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat. 13
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil.
Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaannya. Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata dan mutlak. Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat
13
Ibid, hal. 115-116
22
untuk menjadi selesainya suatu perbuatan pencurian yang sempurna.
2) Unsur Benda
Pada objek pencurian,sesuai dengan keterangan dalam Memorie van toelichting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak. 14
Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata).
Sedangkan benda yang tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu pengertian lawan dari benda bergerak.
3) Unsur Sebagian Maupun Seluruhnya Milik Orang Lain
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri.
Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan
14
Ibid
23
B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya.
Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).
b. Subjektif:
1) Maksud Untuk Memiliki
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lain. 15
Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan. Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk
15
Ibid hal. 117-118
24
dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
2) Melawan Hukum
Adapun unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian menurut Moeljatno ialah :
“Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditunjukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum”. 16
Karena alasan inilah maka unsur melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya.
Pendapat-pendapat diatas diambil dari teori-teori di bawah ini;
1) Teori kontrektasi (contrectatie theorie), teori ini mengatakan bahwa untuk adanya suatu perbuatan “mengambil” disyaratkan
16
Moeljatno,2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Edisi Revisi, Rineka
Cipta, Jakarta, hlm 69.
25
dengan sentuhan fisik, yakni pelaku telah memindahkan benda yang bersangkutan dari tempatnya semula.
2) Teori ablasi (ablatie theorie), menurut teori ini untuk selesainya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan benda yang bersangkutan harus telah diamankan oleh pelaku.
3) Teori aprehensi (apprehensie theorie), berdasdarkan teori ini adanya perbuatan “mengambil” itu diisyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan berada dalam penguasaannya yang nyata. 17
Oleh sebab itu, berdasarkan keterangan diatas maka jelas kita ketahui bahwa pencurian adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak tertentu, dan dalam mengungkap suatu tindak pidana pencurian, aparat penegak hukum perlu melakukan beberapa tindakan yaitu seperti penyelidikan dan penyidikan.
3. Jenis-Jenis Pencurian
Jenis-jenis pencurian menurut KUHP terdiri dari 5 yaitu:
a. Pencurian Biasa
Pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 yang berbunyi : 18
“barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
17
Zainal Abidin, Op.Cit. hal. 347
18
Moeljatno, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 128
26
paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
b. Pencurian Pemberatan
Pasal 363 KUHP menentukan bahwa : 19
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : a) Pencurian ternak,
b) Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang,
c) Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak,
d) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
e) Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
19
Ibid hal.128-129
27
2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir c disertai dengan salah satu hal dalam butir d dan e, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pencurian dalam pasal ini dinamakan
“pencurian dengan pemberatan” atau “pencurian dengan kualifikasi” dan diancam dengan hukuman yang lebih berat.
c. Pencurian Ringan
Pasal 364 KUHP menentukan bahwa : 20
“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.”
d. Pencurian disertai dengan kekerasan/ancaman kekerasan Pasal 365 menentukan bahwa : 21
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
20
Ibid
21
Ibid hal.129-130
28
a) Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
b) Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
c) Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
d) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.
e. Pencurian di lingkungan keluarga Pasal 367 KUHP menentukan bahwa : 22 1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini
adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah
22
Ibid
29
meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.
2) Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.
3) Jika menurut lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat di atas berlaku juga bagi orang itu.
B. Tinjauan Pencurian Dalam Perspektif Kriminologi 1. Pengertian Kriminologi
Terminologi atau istilah kriminologi untuk pertama kali dipergunakan oleh Paul Topiward seorang antropolog asal Prancis yang menjelaskan kata crimen adalah (kejahatan/penjahat) dan kata logos ialah (ilmu pengetahuan). 23 Adapun Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey menyebutkan kriminologi sebagai : 24
23
Dr. Lilik Mulyadi, 2009, Kajian Kritis dan Analitis Terhadap Dimensi Teori-Teori Kriminologi dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Modern, Malang hlm 1
24
Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey, 1974, Principles of Criminology, New York
Lippincontt Company, New York, hlm. 3, dan Lilik Mulyadi, 2007, Kapita Selekta Hukum Pidana,
Kriminologi dan Victimologi, PT Djambatan, Jakarta, hlm. 111-112
30
“the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomenon. It includes within its scope the process of making law, the breaking of laws, and reacting to word the breaking of laws ...”
Melalui optik tersebut maka kriminologi berorientasi pada : Pertama, pembuatan hukum yang dapat meliputi telaah konsep kejahatan, siapa pembuat hukum dengan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan hukum. Kedua, pelanggaran hukum yang dapat meliputi siapa pelakunya, mengapa sampai terjadi pelanggaran hukum tersebut serta faktor- faktor yang mempengaruhinya. Ketiga, reaksi terhadap pelanggaran hukum melalui proses peradilan pidana dan reaksi masyarakat. 25
Dalam pandangan yang lain kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek. Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan, dan logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Istilah kriminologi untuk pertama kali dikemukakan oleh P. Topinard (1879), seorang ahli antropologis Perancis. 26
Menurut Sutherland, kriminologi merupakan keseluruhan pengetahuan yang membahas kejahatan sebagai suatu gejala sosial. Dalam ruang lingkup pembahasan ini termasuk proses-proses pembuatan undang-
25
Dr. Lilik Mulyadi, Loc.cit.
26
A. S. Alam. , 2010, Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi. Makassar hlm. 1
31
undang, pelanggaran undang-undang dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang. Proses-proses dimaksud meliputi tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan hubungan sebab-akibat yang saling mempengaruhi. 27
Mr. Paul Moedigdo Moeliono, merumuskan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang ditunjang oleh berbagai-bagai ilmu, yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia. 28
2. Tinjauan Teori Kriminologi Tentang Kejahatan
Terlepas dari definisi atau membahas seputar kriminologi, tidak jarang pula beberapa ahli merumuskan macam-macam teori kriminologi sebagai bahan pendekatan untuk mengidentifikasi suatu permasalahan. Misalnya, teori kriminologi yang diklasifikasikan menjadi 3 kelompok menurut Williams III dan Marilyn Mcshane: 29
1) Teori abstrak atau teori-teori makro (macrotheories). Pada asasnya, teori- teori dalam klasifikasi ini memdeskripsikan korelasi antara kejahatan dengan struktur masyarakat. Termasuk ke dalam macrotheories ini adalah teori anomie dan teori konflik.
2) Teori-teori mikro (microtheories) yang bersifat lebih kongkret. Teori ini ingin menjawab mengapa seorang/kelompok orang dalam masyarakat melakukan kejahatan atau menjadi kriminal (etiologycriminal).
Kongkretnya, teori-teori ini lebih bertendesi kepada pendekatan psikologis atau biologis. Termasuk dalam teori-teori ini adalah social control theory dan social learning theory.
27
Indah Sri Utari, 2011, Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi, Graha Media, Jakarta, hlm 4
28
Ibid
29
Yesmil Anwar Adang, 2010, Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung, Hlm. 73
32
3) Beidging theories yang tidak termasuk ke dalam kategori teori makro/mikrodan mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat. Namun kenyataannya, klasifikasi teori-teori ini kerap membahas epidemologi yang menjelaskan rates of crime dan etilogi pelaku kejahatan. Termasuk kelompok ini adalah subculture theory dan differential opportunity theory.
Problematika terjadinya suatu kejahatan dimulai ketika manusia tidak lagi memperhatikan nilai-nilai atau norma yang hidup dalam tatanan sosial yang kemudian membawa dampak pada kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri. Salah satu akibat yang dimunculkan dari penyimpangan norma dalam masyarakat adalah perbuatan mencuri, yang sangat sering terjadi. Dalam perspektif kriminologi setidak-tidaknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi manusia melakukan perbuatan tersebut, yaitu : 30
a) Faktor Moral
Moral identik dengan akhlaq, kualitas moral atau akhlaq seseorang menjadi penentu seseorang dalam kehidupan sosial, seseorang bermoral baik artinya individu tersebut memegang teguh nilai-nilai spiritual (agama) yang dianutnya tidak akan melakukan tindakan yang dilarang agamanya karena takut berdosa dan di kutuk Tuhan atau masuk dalam neraka.
b) Faktor Pendidikan
Selain moral, dalam kejahatan konvensional tingkat pendidikan juga sangat menentukan. Pendidikan menjadi tolak ukur tinggi rendahnya peradaban
30
Achmad Allang, 2017, Analisis Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi
di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Palu.
33
individu, jika seorang berpendidikan cukup maka akan berpengaruh pula pendidikan moral, karena mereka mampu membaca/memahami dengan benar tentang makna yang terkandung dalam nilai-nilai apa yang terjadi didunia ini. Pendidikan bukan hanya didapat dibangku sekolah atau pendidikan formal. Itulah sebabnya agama (Al-Qur’an) memerintahkan dan mewajibkan setiap umat manusia membaca artinya belajar supaya tidak tersesat di dunia.
c) Faktor Ekonomi dan Kebutuhan
Kejahatan dibidang harta benda dimonopoli kesenjangan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, disamping dipengaruhi kemewahan orang melakukan perampokan karena ingin hidup mewah dan pemborosan, tetapi tidak mempunyai keahlian selain melakukan kejahatan dan paling mendasar kebutuhan ekonomi. Kurang tersedianya lapangan pekerjaan dibanding populasi penduduk, maka pelaku tidak mempuyai pekerjaan tetap, atau hanya sebagai pekerja musiman dengan upah yang sangat rendah bahkan ada diantara mereka pengangguran.
3. Sebab-Sebab Kejahatan
Dalam perkembangan kriminologi, pembahasan mengenai sebab-sebab
kejahatan secara sistematis merupakan hal baru, meskipun demikian sebenarnya
hal tersebut telah lama dibahas oleh beberapa kalangan ahli kriminologi. Di
dalam kriminologi, sebagai mana yang kita tahui dikenal beberapa teori, yaitu :
34
1) Teori yang menjelaskan dari perspektif biologis dan psikologis, 2) Teori-teori yang menjelaskan dari perspektif sosiologis.
Usaha mencari sebab kejahatan sebenarnya sudah lama muncul sebelum lahirnya kriminologi. Misalnya, teori penyebab terjadinya kejahatan yang tidak berorientasi pada kelas sosial. Dalam teori ini ada 4 macam teori yakni : teori ekologis, teori konflik kebudayaan, teori-teori faktor ekonomi, dan teori differential association.
1) Teori Ekologis
Teori ekologis ini adalah teori mencari sebab-sebab kejahatan dari lingkungan manusia maupun lingkungan sosial, seperti kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, hubungan desa dengan kota khususnya urbanisasi, dan juga daerah kejahatan dan perumahan kumuh. Semakin padatnya penduduk di suatu daerah maka akan menimbulkan konflik sosial yang beragam. Mobilitas penduduk juga bisa memengaruhi terjadinya kejahatan, hal ini dipengaruhi oleh semakin meningkatnya saranna transportasi, sehingga hal tersebut seringkali bahwa penduduk berpindah tempat dari suatu daerah ke daerah yang lain dengan mudah, sehingga mobilitas penduduk yang tinggi cenderung mengakibatkan kejahatan yang makin beragam.
Urbanisasi juga dapat memengaruhi terjadinya kejahatan, semakin
banyak perpindahan orang dari desa ke kota, maka akan semakin banyak
terjadinya kejahatan di suatu kota tersebut, karena otomatis kota tersebut
35
akan menjadi lebih padat penduduknya. Daerah kejahatan dan kumuh juga sebenarnya bisa menjadi penyebab kejahatan terjadi, suatu daerah tertentu yang memiliki ciri masing-masing cenderung menyebabkan terjadinya kejahatan, misalnya daerah padat penduduk yang kurang baik dalam system keamanannya akan menjadi sasaran orang untuk melakukan kejahatan.
2) Teori Konflik Kebudayaan
Teori konflik kebudayaan ini merupakan hasil dari konflik nilai sosial, selanjutnya konflik tersebut memengaruhi perkembangan kebudayaan dan peradaban. Konflik-konflik yang terjadi misalnya konflik norma tingkah laku sebagai contoh terjadinya perbedaan-perbedaan dalam cara hidup dan nilai sosial yang berlaku di antara kelompok-kelompok yang ada. Selanjutnya, konflik ini mengakibatkan banyaknya kejahatan.
3) Teori-teori Faktor Ekonomi
Teori ini melihat terjadinya kejahatan akibat dari ketimpangan
ekonomi yang terjadi di masyarakat. Ketimpangan ekonomi yang terjadi
misalnya akibat dari padatnya penduduk suatu daerah karena urbanisasi,
hal ini mengakibatkan persaingan ekonomi yang sangat ketat, sehingga
mengakibatkan banyaknya pengangguran di daerah tersebut. Banyaknya
pengangguran ini mengakibatkan masyarakat cenderung mencari cara
untuk mempertahankan hidupnya, termasuk melakukan kejahatan.
36 4) Teori Differential Association
Teori ini berlandaskan pada proses belajar, yaitu perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari. Ada 9 proposisi dalam proses terjadinya kejahatan yakni sebagai berikut:
a) Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari bukan diwarisi.
b) Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi.
c) Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari tingkah laku kejahatan terjadi dalam kelompok personal yang intim.
d) Apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari tersebut yaitu, teknik melakukan kejahatan dan jugamotif-motif yang dilakukan, dorongan, alasan pembenar dan sikap.
e) Arah dari motif dan dorongan dipelajari melalui batasan hukum, baik sebagai hal yang menguntungkan maupun yang tidak.
f) Sesesorang menjadi delinkeun karena lebih banyak berhubungan dengan pola-pola tingkah laku jahat daripada yang tidak jahat.
g) Differential Association dapat bervariasi dalam frekuensinya, lamanya, prioritasnya, dan intensitasnya.
h) Proses mempelajari perilaku kejahatan diperoleh dari hubungan
dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan yang menyangkut
seluruh mekanisme yang melibatkan pada setiap proses belajar pada
umumnya.
37
i) Sementara perilaku kejahatan mempunyai pernyataan kebutuhan dan nilai-nilai umum. Pencuri akan mencuri karena kebutuhan untuk memperoleh uang. 31
Salah satu penelitian yang menarik diperkenalkan oleh Lombroso yang tidak lain berpangkal tolak dari tiga kriteria yang sama sekali berbeda, yang bersifat fisik (yang dilahirkan sebagai penjahat), yang bersifat psikis (penjahat yang sinting dan penjahat karena hawa nafsu) dan karena lingkungan (penjahat karena kesempatan). 32
Arisetoteles mencoba merefleksikan beberapa sebab munculnya perbuatan kejahatan yang tidak lain dari ekonomi bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Selanjutnya Aristoteles berpendapat kejahatan kecil dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, kejahatan besar untuk mendapatkan kemewahan.
Kejahatan cenderung meningkat setiap tahunnya, kejahatan dilakukan oleh orang yang lebih muda, pengangguran dan negro-negro di Inggris, maksudnya adalah kejahatan cenderung dilakukan oleh orang- orang yang memiliki ciri-ciri: miskin, menganggur, dan juga frustasi dikeluarga maupun lingkungan masyarakat, menurut penelitian di Inggris yang dilakukan oleh peneliti Steven Box. Sejalan dengan pemikiran itu dalam buku kriminologi suatu pengantar, tahun 1981 menjelaskan bahwa
31
I.S.Susanto, 2011, Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm 80-94
32
Ninik Widiyanti dan Ylius Waskita, Op.cit hal. 20
38
salah satu masalah struktural yang perlu diperhatikan didalam analisis kriminologi Indonesia adalah masalah kemiskinan. Dalam teori kriminologi, keadaan ini sebenarnya dianggap sangat penting karena kemiskinan merupakan bentuk kekerasan struktural dengan amat banyak korban. Kejahatan di Indonesia salah satunya juga didorong oleh krisis ekonomi, termasuk oleh ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan ekonomi. 33
Kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat ditolak setiap negara, sampai saat ini negara-negara didunia termasuk Indonesia yang kaya dan subur alamnya melimpah ruah, kenyataan menunjukkan penduduknya banyak hidup dalam kemiskinan. Sehingga Plato mengatakan bahwa disetiap negara dimana terdapat banyak orang miskin, secara diam-diam terdapat penjahat. 34
4. Upaya Menanggulangi Kejahatan
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). 35 Dapat dikatakan bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai dari upaya penanggulangan kejahatan adalah memberikan perlindungan, rasa aman dan kesejahteraan kepada
33
Anang Priyanto, 2012, Kriminologi , Penerbit Ombak, Yogyakarta, hlm 19
34
Achmad Allang, Loc.cit
35
Arief,Barda Nawawi, 2011, Kebijakan Hukum Pidana, Bunga Rampai, Semarang hal.2
39
masyarakat. Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan. 36 Namun demikian, bahwa efektifitas kejahatan hanya mungkin dapat dicapai dengan melalui keikutsertaan masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata. 37
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh G.P. Hoefnagels yang dikutip oleh, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni: 38
1) Jalur Penal
Upaya penanggulangan lewat jalur penal ini bisa juga disebut sebagai upaya yang dilakukan melalui jalur hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya penanggulangan yang lebih menitikberatkan pada sifat represif, yakni tindakan yang dilakukan sesudah kejahatan terjadi dengan penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap kejahatan yang telah dilakukan. Selain itu, melalui upaya penal ini, tindakan yang dilakukan dalam rangka menanggulangi kejahatan sampai pada tindakan pembinaan maupun rehabilitasi.
2) Jalur Nonpenal
36
Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Ruang Lingkup Kriminologi, Penerbit Remaja Karya, Bandung hal 19-20
37
Moh Kemal Dermawan, 1994, Strategi Pencegahan Kejahatan, Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 102-103
38
Arief,Barda Nawawi, 2011, Op.Cit. hal 46
40
Upaya penanggulangan lewat jalur nonpenal ini bisa juga disebut sebagai upaya yang dilakukan melalui jalur di luar hukum pidana. Upaya ini merupakan upaya penanggulangan yang lebih menitikberatkan pada sifat preventif, yakni tindakan yang berupa pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Melalui upaya nonpenal ini sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, yakni meliputi masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsungdapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.
Penanggulangan kejahatan adalah berbagai kegiatan proaktif dan reaktif yang diarahkan kepada pelaku maupun korban, dan pada lingkungan sosial maupun fisik, yang dilakukan sebelum maupun setelah terjadi kejahatan. Ada tiga cara penanggulangan yang bisa dilakukan terhadap kejahatan yakni, pre-emtif, preventif dan represif. 39 :
a) Pre-emtif
Pre-emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya kejahatan. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang baik sehingga norma- norma tersebut terinternalisasi dalam setiap diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan kejahatan, tapi tidak ada niat untuk
39
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2005, Perpolisian Masyarakat,
Jakarta, hlm 2
41
melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi, dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan.
Dalam upaya penanggulangan pre-emtif ini pihak Kepolisian sebagai penegak hukum melakukan pencegahan terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor dengan cara memberikan pengertian tentang pentingya menaati hukum yang berlaku. Pihak terkait lain yang bisa menjadi pihak yang menanggulangi dalam tahap ini adalah tokoh agama atau ulama, ulama bisa memberikan pencerahan-pencerahan terhadap masyarakat tentang hukum agama jika melakukan suatu tindak kejahatan, atau dengan memberikan pelajaran akhlak untuk masyarakat. Selain Kepolisian dan ulama, pihak yang juga melakukan upaya ini adalah media massa, media massa baik cetak maupun elektronik bisa mencegah terjadinya kejahatan dengan cara melakukan pemberitaan yang massif tentang terjadinya kejahatan yang marak terjadi dan dampak yang ditimbulkan secara terus- menerus, sehingga terbentuk budaya masyarakat yang tidak berkompromi dengan berbagai bentuk kejahatan. Dengan upaya ini masyarakat diharapkan bisa lebih mematuhi semua peraturan yang ada agar tidak melakukan jenis kejahatan apapun, termasuk kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang sedang marak terjadi.
b) Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya
pre-emtif yang masih dalam tahap pencegahan sebelum terjadinya
42
kejahatan. Upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk melakukan kejahatan. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan.
Pihak Kepolisian dalam upaya ini melakukan penyuluhan hukum terkait dengan kejahatan dan memberikan pelajaran tentang pengaturan hukum terkait dengan kejahatan.Sehingga bisa meminimalisasi pelaku melakukan kejahatan. Selain itupula Pihak Kepolisian memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan terjadinya kejahatan, misalnya masyarakat harus berhati-hati dalam meletakkan kendaraan bermotor dan juga mengurangi melewati jalanan yang sepi, jalan yang rusak dan kurang penerangan.
Dalam upaya penanggulangan kejahatan atau preventif biasanya dilakukan dengan dua metode yaitu metode moralistik dan metode abolisionistik. Moralistik dilakukan dengan cara membina mental spiritual yang dapat dilakukan oleh para ulama, pendidik, dan lain sebagainya.
Sedangkan, cara abolisionistik adalah cara penanggulangan bersifat
konsepsional yang harus direncanakan dengan dasar penelitian
kriminologi, dan menggali sebab-sebabnya dari berbagai faktor yang saling
berkaitan. Cara paling umum dilakukan adalah dengan cara memadukan
43
berbagai unsur yang berkaitan dengan mekanisme peradilan pidana serta partisipasi masyarakat.
c) Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi kejahatan yang tindakannya berupa penegakkan hukum dengan menjatuhkan hukuman.
Penanggulangan yang dilakukan adalah dengan cara menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat. Upaya ini juga bisa diiringi dengan tindakan yang cukup tegas dari penegak hukum khususnya Kepolisian baik berupa kontak fisik maupun dengan menggunakan senjata api, jika keadaan mendesak untuk menggunakannya, hal ini dilakukan tak lain demi memberikan efek jera kepada setiap pelaku kejahatan, agar tak melakukan kejahatan kembali. Dalam hal penggunaan senjata api dan kontak fisik memang Kepolisian diperbolehkan asal dalam keadaan tertentu, misalnya pelaku mencoba kabur saat proses penangkapan, pelaku memiliki senjata tajam atau senjata api, dan juga apabila pelaku mencoba memberikan perlawanan kepada Polisi.
Upaya represif ini adalah upaya terakhir yang harus dilakukan,
karena upaya ini bersifat memberikan pelajaran kepada pelaku kejahatan
agar tak mengulangi perbuatannya, meskipun upaya ini terkesan sebagai
upaya pemberian efek jera saja.Jika upaya-upaya penindakan yang
44
dilakukan oleh penegak hukum sudah berjalan dengan baik, maka diharapkan terjadinya kejahatan selanjutnya dapat ditanggulangi.
Diharapkan dengan adanya penindakan terhadap kejahatan yang baik akan memberikan efek jera terhadap setiap pelaku kejahatan. Upaya mulai dari penyelidikan, diteruskan dengan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang di pengadilan, dan ditetapkan hukumannya oleh hakim. 40
40