• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN AROMA SEBAGAI MEREK SKRIPSI ARYO HERWIBOWO FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK JANUARI 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN AROMA SEBAGAI MEREK SKRIPSI ARYO HERWIBOWO FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK JANUARI 2013"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN AROMA SEBAGAI MEREK UNIVERSITAS INDONESIA

PERLINDUNGAN AROMA SEBAGAI MEREK

SKRIPSI

ARYO HERWIBOWO 0806369770

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK

JANUARI 2013

PERLINDUNGAN AROMA SEBAGAI MEREK

(2)

ABSTRAK

Nama : Aryo Herwibowo Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Perlindungan Aroma Sebagai Merek

Perkembangan hukum merek saat ini tidak terbatas hanya pada tanda yang dapat dilihat secara visual. Saat ini tanda yang tidak dapat dilihat secara visual seperti aroma bisa didaftarkan menjadi sebuah merek dalam hukum merek di beberapa negara. Aroma belum diatur dalam hukum merek Indonesia. Permasalahan yang dianalisis dalam skripsi ini adalah mengenai kendala pendaftaran aroma sebagai merek dan pengaturan dari aroma sebagai merek dalam hukum merek di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kepustakaan. Hasil penelitian terhadap permasalahan tersebut adalah terdapat kendala dalam pendaftaran aroma sebagai merek dan hukum merek di Indonesia belum mengatur mengenai aroma sebagai merek. Dengan demikian, hukum merek di Indonesia harus diubah agar dapat mengakomodir perkembangan dari hukum merek saat ini.

Kata Kunci: Merek, Tanda, Aroma, Daya Pembeda

(3)

PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah

Hak Kekayaan Intelektual (HKI), lahir dari olah pikir manusia sebagai upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat. Keberadaaan karya-karya intelektual sebagai wujud HKI sangat dibutuhkan manusia.1 Kata

“intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).

Merek sebagaimana didefinisikan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dari pengertian ini merek merupakan suatu pengenal dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenisnya yang dibuat oleh pihak lainnya. Dengan melihat, membaca atau mendengar suatu merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persis bentuk dan kualitas suatu barang atau jasa yang akan diperdagangkan oleh pembuatnya. Supaya suatu Merek dapat diterima sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak daripadanya ialah bahwa merek ini harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai ini (sign) haruslah demikian rupa, hingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) dari seseorang daripada barang- barang orang lain. Barang-barang yang dibubuhi tanda atau merek itu harus dapat dibedakan daripada barang-barang orang lain karena adanya merek ini2.

Selain merek yang diatas yang dikenal sebagai merek tradisional yang terdiri dari huruf, angka, kata, logo, gambar, simbol, atau kombinasi dari satu atau

1 Agung Sujatmiko, Peran dan Arti Penting Perjanjian Lisensi Dalam Melindungi Merek Terkenal, Jurnal Mimbar Hukum Vol 22, Nomor 1, Februari 2010.

2 Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, cet.ke-1, ( Bandung : Alumni, 1977) , hal 34.

(4)

lebih dari unsur-unsur tersebut, dalam perkembangannya yang lebih lanjut, beberapa negara maju sudah mulai memperkenalkan unsur-unsur baru di luar unsur-unsur merek yang telah dikenal selama ini, unsur-unsur tersebut diantaranya:3

1. Satu warna (Single Color);

2. Tanda-tanda tiga dimensi (Three Dimensional Signs);

a. Bentuk sebuah produk (shapes of product); atau b. Kemasan (packaging);

3. Tanda-tanda yang dapat didengar (Audible Signs);

4. Tanda-tanda yang dapat dicium (Olfactory Signs);

5. Tanda-tanda bergerak (Motion Signs).

Toni P. Ashton dan David N. Katz mengatakan “nontraditional trademarks are trademarks consisting of such things as: sound, smell, taste, touch, hologram and kinetic mark.” Menurut pendapat Toni P. Ashton dan David N. Katz tersebut, yang dimaksud dengan merek dagang nontradisional adalah merek dagang yang terdiri dari hal-hal seperti suara, aroma, rasa, sentuhan, hologram dan tanda kinetik.4 Dikatakan sebagai merek dagang yang nontradisional dikarenakan unsur-unsur yang ada merupakan perkembangan dari unsur merek yang dikenal pada umumnya Di sebagian negara, slogan iklan juga dianggap sebagai merek dan dapat didaftarkan pada kantor pendaftaran merek.

Sejumlah negara juga membuka kemungkinan untuk pendaftaran bentuk-bentuk merek yang kurang biasa untuk didaftarkan, seperti warna tunggal tanda tiga dimensi (bentuk produk atau kemasan), tanda-tanda yang dapat didengar (bunyi) atau tanda aroma.

3 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global-Sebuah Kajian Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 209.

4 Toni P. Ashton, David N. Katz, Nontraditional Trademark, Journal Federation International des Conseils, Munich, 2010, hal. 3.

(5)

Dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai pendaftaran aroma sebagai merek. Pendaftaran aroma sebagai sebuah merek banyak diperdebatkan mengenai bagaimana implementasi pengakuan dan pengaturan terhadap perlindungan aroma di berbagai negara. Di Inggris kantor pendaftaran merek pada 1996 menerima pendaftaran aroma mawar yang di aplikasikan pada aroma sebuah ban “a floral fragrance of roses as applied to tyres” yang pendaftarannya dilakukan oleh perusahaan Japan's Sumitomo Rubber Co.5 Selain itu pendaftaran yang dilakukan oleh perusahaan Unicorn Products yang mendaftarkan aroma bir yang diaplikasikan pada sebuah anak panah “ The scent of beer associated with darts”.6 Tetapi kemudian terbukti sulit untuk mendapatkan perlindungan pendaftaran aroma sebagai sebuah merek, seperti yang ditunjukkan dari penolakan pendaftaran aroma dari kayu manis yang diaplikasikan pada suatu furnitur

“aroma of cinnamon used on pieces of furniture” .7 Pendaftaran aroma dari kayu manis yang diaplikasikan pada suatu furnitur tersebut dilakukan oleh John Lewis of Hungerford Plc.

Di Amerika Serikat kasus yang menjadi sebuah terobosan di bidang pendaftaran aroma sebagai merek adalah kasus Celia Clarke 8 , dimana kantor pendaftaran merek di Amerika tersebut untuk pertama kalinya mengeluarkan keputusan mengenai pendaftaran aroma bunga plumeria yang diaplikasikan pada benang bordir.

Kasus “Sieckmann v. Deutsches Patent-und Markenamt” pada tahun 2002, merupakan kasus yang terkenal tentang pendaftaran aroma sebagai merek.

5 “The smell of ripe strawberries: representing non-visual trademarks,” http://www.iam- magazine.com/issues/article.ashx?g=4339d6d7-b7f6-4d57-9823-d4c55de588ff, 10 September 2012.

6 “The-bitter-smell-of-fresh-darts,” http://www.independent.co.uk/news/uk/the-bitter-smell- of-fresh-darts-1389965.html, 10 September 2012.

7 “TRADE MARKS ACT 1994 IN THE MATTER OF APPLICATION NO. 2,000,169 TO REGISTER A TRADE MARK IN CLASS 20IN THE NAME OF JOHN LEWIS OF HUNGERFORD PLC,” http://www.ipo.gov.uk/o02401.pdf, 11 September 2012.

8 Luca Escoffier dan Arnold Jin, “To scent, or not to scent, that is the question: a comparative analysis of olfactory trademarks in the EU and US as good brand opportunities for SMEs“ http://www.wipo.int/sme/.../olfactive_trademarks.doc, 11 September 2012.

(6)

Kasus ini merupakan pendaftaran aroma sebagai merek yang dideskripsikan sebagai "balsamically fruity with a slight hint of cinnamon". Dalam aplikasi pendaftaran aroma sebagai merek tersebut, dijelaskan bahwa pendaftaran tersebut merupakan suatu zat kimia murni methyl cinnamate (= cinnamic acid methyl ester) dan rumus kimia juga dituliskan (C6H5-CH = CHCOOCH3). Selain itu, sampel dari aroma tersebut juga disertakan dan representasi secara grafis dari aroma telah diberikan seperti yang disebutkan di atas. Tetapi pendaftaran merek aroma tersebut ditolak oleh the German Patent Office dengan alasan bahwa apakah aroma tersebut dapat didaftarkan sebagai merek dan dapat direpresentasikan dalam bentuk grafis.9

Aroma telah lama dipergunakan dalam bidang pemasaran suatu produk, untuk memperkuat daya ingat suatu produk bagi konsumen. Hal ini dikarenakan fungsi yang unik dari indera penciuman manusia yang dapat membangkitkan daya ingat. Daya ingat dari suatu aroma dinamakan olfactory/ odour memory. 10 Permasalahan aroma sebagai merek dapat diteliti dengan melihat pendapat para sarjana, hakim, dan doktrin yang ada. Kemudian, pada prakteknya bisa dilihat berdasarkan putusan-putusan hakim yang ada, baik di Indonesia maupun di negara lain . Hal ini dianggap penting karena pada prakteknya aroma bisa menjadi sebuah merek. Penelitian ini mencoba membahas mengenai penggunaan aroma sebagai merek dan mencoba membandingkannya dengan penerapannya dalam hukum di Indonesia.

Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan di dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah perlindungan aroma sebagai merek di beberapa negara?

9 “The Law Journal of the International Trademark Association,”

http://www.inta.org/TMR/Documents/Volume%20100/vol100_no6_a3.pdf, 14 Mei 2012.

10 “Odour-evoked Autobiographical Memories: Psychological Investigations of Proustian Phenomena,” http://chemse.oxfordjournals.org/content/25/1/111.full, , 14 Juni 2012.

(7)

2. Apa saja kendala suatu aroma yang didaftarkan sebagai merek ? 3. Apakah aroma dapat didaftarkan sebagai merek di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah pengetahuan mengenai aspek hukum perlindungan merek nontradisional khususnya perlindungan aroma sebagai merek di beberapa negara.

2. Menjabarkan permasalahan yang mungkin timbul dalam perlindungan aroma sebagai merek tersebut mengingat aroma mempunyai karakteristik yang berbeda dengan merek yang ada pada umumnya.

3. Menjelaskan pengaturan aroma sebagi merek dalam hukum merek di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat kepada pembaca terutama kepada penulis dan juga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, terutama Hukum Kekayaan Intelektual di bidang merek. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pembaca atau masyarakat dapat mengetahui perkembangan merek nontradisional seperti Aroma sebagai merek.

Batasan Penelitian

Untuk mempermudah penelitian maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah perlindungan terhadap merek nontradisional yaitu aroma sebagai merek.

PEMBAHASAN

I. TINJAUAN UMUM TENTANG AROMA SEBAGAI MEREK 1. Pengertian Aroma

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, memberikan pengertian tentang aroma sebagai berikut:

(8)

“Aroma adalah bau-bauan yang harum (yang berasal dari tumbuhan atau akar-akaran).” 11

Dalam kehidupan sehari-hari, bau atau aroma diterima dengan konteks yang kaya dan berarti, dan apa yang kita cium adalah apa yang kita harapkan berdasarkan informasi visual atau kontekstual. Biasanya, bau atau aroma tersebut disajikan untuk mendukung atau mengkonfirmasi identifikasi objek. Aroma mempunyai peran yang sangat kuat. Aroma mempengaruhi kita pada tingkat fisik, psikologis, dan sosial. Aroma dapat membangkitkan tanggapan emosional yang kuat. Sebuah aroma yang terkait dengan pengalaman yang baik dapat membawa kegembiraan dengan cepat. Aroma yang tidak menyenangkan juga dapat membuat memori kita menjadi buruk. Responden pada sebuah survey mencatat bahwa kebanyakan aroma yang dihirup, baik suka maupun tidak suka didasarkan pada asosiasi emosional. Asosiasi tersebut dapat cukup kuat untuk membuat aroma yang umumnya akan diberi label menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan yang umumnya akan dianggap bau yang tidak menyenangkan bagi individu tertentu. Aroma ataupun bau-bauan biasanya tersedia dalam bentuk seperti minyak, serbuk kering, dan sebagai dupa.12

Ketika kita menghirup aroma yang ada disekitar kita, aroma tersebut akan melekat ke reseptor sel didalam hidung, yaitu suatu tempat yang bisa memicu sinyal syaraf. Sinyal-sinyal ini diproses didalam suatu tempat yang dikenal sebagai olfactory bulb (bola penciuman) yaitu salah satu bagian dari otak. Setelah itu , sinyal yang masuk akan dikonversikan menjadi suatu pola yang dikirim ke korteks otak besar dan daerah lainnya di otak yang dikenalinya. Setelah itu loop inhibitor local akan mampu mengenali aroma yang tercium dengan tepat. Proses

11 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, 9 November 2012.

12 Classen, C., Howes, D.,Synnot, A. (1994). Aroma: The cultural history of smell. New York: Routledge.

http://books.google.co.id/books?id=q5kNHOpXXkMC&printsec=frontcover&dq=aroma:the+cultu ral+history+of+smell&hl=id&ei=JxwiTNSkEMWzrAeLoNXXDg&sa=X&oi=book_result&ct=res ult&resnum=1&ved=0CCUQ6AEwAA#v=onepage&q=aroma%3Athe%20cultural%20history%2 0of%20smell&f=false , 10 November 2012.

(9)

antara masuknya aroma ke hidung ke hidung sampai dikenalinya aroma tersebut oleh otak memakan waktu kurang dari satu detik.13

Indera penciuman mendeteksi zat yang melepaskan molekul-molekul di udara. Diatap rongga hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul-molekul aroma, karena pada bagian ini terdapat pendeteksi aroma (smell receptors). Reseptor ini jumlahnya sangat banyak ada sekitar 10 juta. Ketika partikel aroma tertangkap oleh reseptor, sinyal akan dikirim menuju the olfactory bulb melalui saraf olfactor. Bagian inilah yang mengirim sinyal ke otak dan kemudian diproses oleh otak, aroma apakah yang tercium oleh hidung kita.14

2 Pengaruh Aroma Terhadap Daya Ingat

Memori memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari- hari. Setiap kata yang diucapkan serta segala sesuatu yag ada di dunia ini dan semua aktivitas yang terjadi sepanjang kehidupan individu merupakan fungsi dari memori. Tanpa adanya memori, proses kehidupan individu tidak akan berlangsung dengan baik. Proses kehidupan individu tidak akan pernah lepas dari apa yang disebut proses belajar. Dalam proses belajar ini, memori berperan sangat aktif karena tanpa adanya keterlibatan memori dalam proses belajar, proses belajar yang dilakukan oleh individu tidak akan pernah berhasil. Dengan adanya memori, individu dapat mengolah informasi yang diterima sebagai bahan yang terdapat dalam proses belajar.15

13 Rouby, C., Schall, B., Dubois, D., Gervais, R., Holley., A. (2002). Olfaction, taste, and cognition. United Kingdom: Cambridge University Press,

http://books.google.co.id/books?id=aY17S6lcBHgC&printsec=frontcover&dq=Olfaction,+taste,+a nd+cognition&hl=id&ei=dB4iTIytIM-

vrAfao63XDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCUQ6AEwAA#v=onepage

&q&f=false, 10 November 2012.

14 Rouby, C., Schall, B., Dubois, D., Gervais, R., Holley., A. (2002). Olfaction, taste, and cognition. United Kingdom: Cambridge University Press,

http://books.google.co.id/books?id=aY17S6lcBHgC&printsec=frontcover&dq=Olfaction,+taste,+a nd+cognition&hl=id&ei=dB4iTIytIM-

vrAfao63XDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCUQ6AEwAA#v=onepage

&q&f=false, 10 November 2012.

15 Amelia, Meinisa Risky, Pengaruh Aroma Terhadap Kemampuan Mengingat Jangka Pendek Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2012

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31401, 11 November 2012.

(10)

Salah satu metode yang digunakan untuk membangkitkan memori adalah dengan menggunakan stimulus yang menyenangkan. Stimulus yang menyenangkan yang dimaksud adalah aroma yang menyenangkan. Aroma memiliki kemampuan luar biasa untuk memicu memori karena aroma secara langsung menghubungkan ke bagian otak yang menyimpan ingatan secara emosional.16

3. Penggunaan Aroma Untuk Strategi Pemasaran

Ekonomi pasar membuat para pengusaha secara terus menerus mengembangkan tanda yang baru yang akan menjadi daya tarik di bidang perdagangan. Untuk menarik minat konsumen, pada saat ini menjadi suatu hal yang sangat penting di bidang bisnis untuk melakukan suatu strategi pemasaran yang didasarkan pada proses perilaku konsumen dan akan membangun suatu persepsi, memori, motivasi, sikap dan gaya hidup konsumen. Sebagai konsekuensi, aroma dari suatu produk dapat menjadi penentu utama dari penerimaan konsumen di pasar. Perusahaan yang menambahkan aroma tertentu ke produk yang dihasilkannya melaporkan bahwa aroma menjadi elemen yang penting dari daya tarik produk. Para pengusaha menyadari bahwa aroma wewangian dapat membantu untuk membuat hidup lebih menyenangkan, dan aroma tersebut menjadi suatu elemen penting yang menjadi daya tarik tersendiri bagi suatu produk. Karenanya, suatu aroma dapat dilihat sebagai senjata yang penting untuk bisnis.17

Pada saat ini, hampir setiap produk yang beredar di pasaran mengandung beberapa tipe aroma. Salah satu kategori dari aroma adalah aroma primer

“primary scents” yang mencakup produk-produk yang dibeli terutama karena daya tarik yang diterima oleh indera penciuman. Parfum, minyak esensial, pengharum ruangan merupakan beberapa contoh aroma primer. Sedangkan aroma dari produk “product scents” adalah aroma yang ditambahkan kepada produk

16 http://science.howstuffworks.com/environmental/life/human-biology/smell.htm, 12 November 2012.

17 Linda Annika Erlandsson, The Future of Scents as Trademarks in the European Community, 2004,

http://lup.lub.lu.se/luur/download?func=downloadFile&recordOId=1557334&fileOId=1564287, 15 November 2012.

(11)

tersebut, dimana produk tersebut memiliki fungsi lain yang lebih utama dibanding dengan fungsi aroma yang melekat. Sebagai contoh sebuah mobil klasik dapat diberikan aroma mobil baru. Kategori ini juga termasuk produk yang diberikan suatu aroma untuk menutupi bau kimia dari bahan-bahan yang terkandung di dalamnya. Sementara beberapa produk yang tidak diberi aroma tambahan akan sulit di kenal oleh konsumen, maka suatu aroma tambahan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk melakukan pembelian, terutama jika performance dari produk tersebut tidak berbeda jauh dari merek pesaingnya. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang menunjukkan bahwa seseorang yang menggunakan produk yang sama, lebih memilih versi dari produk tersebut yang diberikan suatu aroma yang menyenangkan.18 Bahkan saat ini ada perusahaan yang mempunyai spesialisasi untuk memberikan saran dan membantu perusahaan lain dalam strategi pemasaran terutama menggunakan aroma. Strategi mereka adalah memberikan saran kepada perusahaan untuk menggunakan aroma sebagai alat pemasaran dengan tujuan untuk menarik perhatian, memberikan informasi mengenai produk, meningkatkan derajat pengenalan dari produk, dan membangun loyalitas terhadap merek serta menginformasikan kualitas dari produk. Aroma yang ditambahkan kepada produk, baik itu di kantor maupun di toko akan menarik perhatian lebih banyak orang dibandingkan dengan menggunakan metode tradisional. 19

Aroma bisa menjadi penanda yang efektif untuk membedakan merek yang diproduksi oleh suatu produsen dengan kompetitor dan dikatakan aroma bisa meningkatkan penjualan terhadap merek tesebut.20 Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Hirsch pada tahun 1994 menunjukkan adanya relevansi antara consumer spending dengan wewangian.21 Eksperimen yang dilakukan Dr. Hirsch selalu menunjukkan bahwa toko ritel yang diberi aroma wewangian tertentu memiliki tingkat penjualan yang baik, dan bisa dipastikan bahwa bau yang sedap

18 Ibid.

19 Scent Marketing, http://www.air-aroma.com/scent-marketing, 10 November 2012.

20 http://www.marketing.co.id/blog/2012/08/09/aroma-membuat-merek-anda-wangi-terus, 12 November 2012.

21 http://www.smellandtaste.org/, 12 November 2012.

(12)

memberikan persepsi bersih, nyaman, kualitas barang yang bagus, dan pelayanan yang lebih memuaskan. Sensory branding22—konsep merek untuk mendekatkan diri kepada konsumen melalui indra—bukanlah hal yang baru. Kita bisa mengenal merek Intel maupun Nokia lewat alunan nada pendek mereka. Kendati demikian, kebanyakan marketer baru mempergunakan dua indera saja, yakni visual dan audio. Padahal aroma merupakan elemen sensory branding yang cukup kuat.

Walaupun visual memiliki pengaruh langsung terhadap konsumen, namun dalam keterkaitan dengan emosi dan pengingatan kembali, penciumanlah yang paling kuat. Menurut Martin Lindstorm, pengarang buku Brand Sense: Build Powerful Brands through Touch, Taste, Smell, Sight and Sound, aroma memiliki daya rangsang lebih besar terhadap emosi. Bahkan, tambah Lindstorm, 75% emosi yang kita rasakan sehari-hari dipengaruhi oleh penciuman.

Dalam kehidupan sehari-hari, konsumen mungkin dapat lupa akan nama suatu produk, tetapi mereka kadang ingat akan suatu fitur yang menjadi ciri khas atau daya pembeda dari produk yang mereka cari tersebut . Fitur ini dapat berupa kemasan dari suatu produk atau bahkan mungkin dari aromanya. Mungkin mereka tidak dapat mendeskripsikan aroma tersebut, tetapi mereka sangat familiar akan aroma tertentu seperti aroma shampo, sabun, parfum, atau apapun dimana mereka pernah menggunakannya. Karena kaitan interaksi antara memori manusia dan aroma, hal ini dapat dimengerti bahwa konsumen dapat menggunakan aroma untuk membedakan dan mengidentifikasi produk yang memiliki aroma tersebut.23 Namun sebagai merek pada umumnya, suatu aroma dapat berbeda pada saat diaplikasikan atau melalui penggunaannya sehingga memiliki daya pembeda.

4. Functionality Theory Dalam Aroma

Teori yang berhubungan dengan aroma yang dijadikan sebuah merek adalah

“ Functionality Theory”. Teori ini melarang pelaku usaha dalam mengkontrol bagian terpenting dalam suatu produk. Teori ini mengatakan bahwa :

22 http://www.lippincott.com/files/documents/news/SensoryBranding.pdf, 12 November 2012.

23 http://www.lippincott.com/files/documents/news/SensoryBranding.pdf, 12 November 2012.

(13)

“ A product feature is considered functional, and cannot serve as a trademark, if it is essential to the use or purpose of the article or if it affects the cost or quality of the article”

5. Pengaturan Aroma sebagai Merek di beberapa Negara

Beberapa yurisdiksi mengizinkan pendaftaran aroma sebagai merek, sementara yang lain secara eksplisit melarang pendaftaran aroma sebagai merek di dalam peraturan undang-undang negara tersebut. Dalam penelitian ini akan dibagi menjadi 3(tiga) kategori:

(1) Negara yang secara eksplisit melarang pendaftaran aroma sebagai merek;

(2) Negara yang secara eksplisit mengizinkan dan/atau telah memungkinkan pendaftaran aroma sebagai merek;

(3) Negara dimana pendaftaran aroma sebagai merek tidak secara jelas diatur.24

II. KENDALA PENDAFTARAN AROMA SEBAGAI MEREK DAN PERLINDUNGAN AROMA SEBAGAI MEREK DI INDONESIA

Merek memiliki nilai yang sangat besar bagi setiap produsen dari suatu produk. Produsen akan mencegah produsen lain menggunakan merek miliknya karena dengan merek tersebut produsen dapat memperoleh reputasi baik dan kepercayaan dari konsumen, serta untuk mendapatkan reputasi dari merek itu sendiri dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, baik pengorbanan waktu, uang dan tenaga.25

Kendala Dalam Pendaftaran Merek Aroma

24 Lorraine M. Fleck, What Makes Sense in One Country May Not in Another: A Survey of Select Jurisdictions re Scent Mark Registration, and a Critique of Scents as Trademarks, http://www.copat.de/markenformen/eugh-kom/fleck.pdf, 15 November 2012.

25 Tim Lindsey, et al., (ed.), Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, cet. 5, (Bandung:Penerbit PT. Alumni, 2006) hal. 131.

(14)

Pendaftaran sebuah merek, seperti yang dipersyaratkan dalam peraturan pendaftaran merek di beberapa negara harus dapat direpresentasikan secara grafis.

Secara teknis hal ini berarti tanda tersebut harus dapat dicetak dalam format kertas sehingga dapat disimpan, diumumkan dan dapat dilihat sehingga mudah dimengerti.26

Persyaratan Representasi Grafis

Meskipun ada ketidakpastian apakah persyaratan tersebut dapat di penuhi, ada beberapa kemungkinan untuk merepresentasikan aroma secara grafis, yaitu : 1. Dekripsi secara tertulis

Deskripsi secara tertulis dari aroma sebagai merek dimungkinkan secara grafis tetapi belum dapat dikatakan jelas, presisi dan objektif. Deskripsi secara tertulis tidak dapat diterima karena tidak memiliki kapasitas untuk menjadi pemicu daya ingat seseorang akan aroma tersebut.27

2. Formula Kimia

Dalam kasus Sieckmann, pendaftar merek mendeskripsikan aroma sebagai merek tersebut dengan “pure chemical substance methyl cinnamate” dan juga disertakan formula kimianya yaitu C6H5-CH=CHCOOCH3. Menurut ECJ, formula kimia tidak merepresentasikan substansi dari aroma tersebut dan juga tidak cukup jelas dan presisi. Formula kimia tersebut tidak cukup untuk merepresentasikan sebuah aroma karena aroma dari suatu produk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu disekitarnya. Dan juga formula kimia tidak mudah untuk dimengerti, hanya sebagian orang yang dapat mengetahui suatu aroma dari formula kimianya.

3. Sampel Dari Aroma

Di Amerika sampel dari aroma bukan merupakan persyaratan tetapi dapat membantu menjelaskan dari deskripsi tertulis. Sampel dari aroma pada kasus Sieckmann yang juga disertakan dalam pendaftarannya, oleh ECJ juga dikatakan

26 The definition of graphic is “of or relating to writing or other inscribed representations”, see further lawry, Mark and Dickerson, Jeremy; The curse of invisibility.

27 Ibid.

(15)

tidak memenuhi persyaratan representasi secara grafis. Selain itu, sampel dari aroma tidak cukup stabil dan tahan lama. Sampel dari aroma ini dapat memudahkan pihak lain yang berkepentingan untuk dirasakan melalui hidung mereka sendiri.28

4. Gambar

Sebuah gambar strawberry yang merepresentasikan aroma strawberry juga ditolak pendaftarannya untuk sebuah aroma yang dideskripsikan sebagai “the smell of ripe strawberry”. Alasan dari penolakan pendaftaran tersebut adalah bahwa gambar itu melukiskan sebuah strawberry daripada aroma dari strawberry, dan kemungkinan gambar dari strawberry ini akan membuat kebingungan bagi publik.29 Karena itu persyaratan representasi grafis tidak dapat dipenuhi dengan sebuah gambar yang merepresentasikan suatu aroma.

Perlindungan Aroma Sebagai Merek Dalam Hukum Merek Di Indonesia Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.30

Pada umumnya, sebuah merek didefinisikan sebagai sebuah tanda yang terdiri dari: gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.31 Menurut pasal 1 ayat (1) Undang- Undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek mendefinisikan merek sebagai berikut:

28 Opinion of Advocate General Colomer, point 7, http://eur-

lex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=CELEX:62005C0303:EN:PDF, 15 November 2012.

29 CTM Application No. 001122118/filing date Mar. 26, 1999,

http://www.inta.org/TMR/Documents/Volume%20100/vol100_no6_a3.pdf, 17 November 2012.

30 Indonesia, Undang-Undang tentang Merek, UU No. 15 Tahun 2001, LN No. 110 Tahun 2001, TLN No. 4131, Pasal 3.

31 Tim Lindsey, et al., (ed.), op.cit., hal. 133.

(16)

“Tanda yang berupa gambar , nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”

Definisi merek diatas tidak berubah dari definisi merek dalam Undang-undang merek sebelumnya Nomor 19 Tahun 1992 yang kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997, yaitu :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.

Indonesia sendiri belum mengatur mengenai aroma sebagai merek dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek juga tidak menyatakan bahwa Merek harus “be visually perceptible” atau harus dapat dilihat secara visual, sebagaimana diatur dalam article 15 TRIPs. Dalam pasal 15 ayat (1) The Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) memberikan pengertian merek sebagai berikut:32

“Any sign, or any combination of signs, capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertakings, shall be capable of constituting a trademark. Such signs, in particular words including personal names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours as well as any combination of such signs, shall be eligible for registration as trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant goods or services, Members may make registrability depend on distinctiveness acquired through use. Members may require, as a condition of registration, that signs be visually perceptible”.

32 “The Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights, Article 15 section (1)” http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips_04_e.htm, 15 November 2012.

(17)

Berbagai peraturan internasional juga tidak memberikan definisi secara lebih spesifik mengenai apa saja yang dapat didaftarkan sebagai sebuah merek.33 Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek juga tidak melarang pendaftaran aroma sebagai merek, seperti yang secara eksplisit diatur dalam Trademark Law Treaty 1994 article 2(1)(b) yang menyatakan bahwa:

“This Treaty shall not apply to hologram marks and to marks not consisting of visible signs, in particular, sound marks and olfactory marks”.34

Dalam praktik yang ada di Eropa dan Amerika beberapa aroma berhasil didaftarkan sebagai Merek. Dalam hal ini secara prinsip tidak ada keberatan untuk pendaftaran aroma itu untuk dijadikan Merek. Apabila ketentuan TRIPs mengenai “be visually perceptible” diterapkan oleh suatu negara anggota, maka satu-satunya masalah yang harus ditanggulangi oleh pemohon pendaftar Merek adalah bagaimana mempresentasikan tanda tersebut secara grafis (graphical representation) sebagai padanan visually perceptible secara objektif dan layak, sehingga dapat diidentifikasikan oleh pihak ketiga.

Menurut Bapak Ahmad Rifadi, SH, Msi bagian pelayanan hukum merek pada kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Merek) menyatakan bahwa ketentuan perluasan definisi merek yaitu mencakup “Non Traditional Marks” yang meliputi merek 3 dimensi, merek suara, aroma dan hologram telah dimuat di dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek (rencana Indonesia meratifikasi Singapore Treaty). Dalam laporan akhir naskah akademik peraturan perundang-undangan rancangan undang-undang tentang Hak Kekayaan Industri (Paket Perubahan UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten dan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek) yang disusun oleh Dr. Cita Citrawinda, SH.,MIP dan Tim juga

33 Linda Annika Erlandsson, The Future of Scents as Trademarks in the European Community, 2004,

http://lup.lub.lu.se/luur/download?func=downloadFile&recordOId=1557334&fileOId=1564287, 15 November 2012.

34 Trademark Law Treaty 1994,

http://www.wipo.int/treaties/en/ip/tlt/trtdocs_wo027.html#a2, 15 November 2012.

(18)

menyebutkan mengenai perluasan definisi merek tersebut. Dalam Rancangan Undang Undang perubahan UU merek pasal 1 mengenai definisi merek dirubah menjadi :

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, bentuk, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang dapat ditampilkan secara grafis dan memiliki daya pembeda serta digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. 35

Dari yang disebutkan dalam pasal 1 tersebut hanya ditambahkan bahwa unsur- unsur seperti gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, bentuk, atau kombinasi dari unsur yang disebutkan harus dapat ditampilkan secara grafis, perluasan definisi merek dalam Rancangan Undang-Undang tersebut sepertinya juga belum mengakomodir merek-merek “Non Traditional”

yang meliputi merek 3 dimensi, merek suara, hologram dan khususnya aroma seperti yang dibahas dalam laporan akhir naskah akademik peraturan perundang- undangan rancangan undang-undang tentang Hak Kekayaan Industri.

Menurut Bapak Ahmad Rifadi, SH, Msi bila suatu aroma pada suatu produk tersebut mempunyai daya pembeda maka aroma tersebut dapat dilindungi sebagai merek. Tetapi yang menjadi kendala adalah merepresentasikan tanda yang bersifat non visual tersebut dalam bentuk grafis (graphical representation) sebagai padanan visually perceptible secara objektif dan layak, sehingga dapat diidentifikasikan oleh pihak ketiga. Hingga saat ini, di Indonesia belum pernah memiliki kasus yang berhubungan dengan pendaftaran aroma sebagai merek.36 Menurut pendapat dari Bapak Brian Ami Prasetyo yang merupakan akademisi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia di bidang Hak Kekayaan Intelektual, bahwa aroma sebaiknya tidak diakomodir sebagai merek di Indonesia karena

35 CitaCitrawinda dan Tim, Laporan Akhir Naskah Akademik Peraturan Perundang- undangan Rancangan Undang-Undang Tentang Hak Kekayaan Industri (Paket Perubahan UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten dan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek), Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan

Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI Tahun 2011

36 Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Rifadi, SH, Msi Biro pelayanan hukum merek di kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Merek), 24 Oktober 2012.

(19)

aroma sangat sulit dalam menentukan daya pembedanya dan dalam prakteknya pendaftarannya juga sangat sulit karena belum ada suatu acuan dalam pendaftarannya . Menurut pendapat penulis aroma dapat didaftarkan sebagai merek, mungkin visually perceptible dapat ditunjukkan melalui deskripsi dalam suatu kata/ kalimat seperti yang diterima di Amerika Serikat, dimana deskripsi secara tertulis dan sampel dari aroma dapat diterima sebagai persyaratan dari representasi secara grafis.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan kajian dan analisis terhadap permasalahan-permasalahan sebagaimana yang disebutkan dalam Bab 1, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Perlindungan aroma sebagai merek di beberapa negara

Dalam suatu strategi bisnis, aroma telah menjadi sebuah strategi pemasaran yang menarik bagi para pengusaha untuk memasarkan produk atau jasanya untuk menarik perhatian konsumen. Pendaftaran aroma sebagai merek banyak menjadi perdebatan dalam hukum merek.

Beberapa yurisdiksi mengizinkan pendaftaran aroma sebagai merek, sementara beberapa negara yang lain secara eksplisit melarang pendaftaran aroma sebagai merek dalam peraturan undang-undang negara tersebut. Dalam penelitian ini akan dibagi menjadi 3(tiga) kategori, yaitu:

(1) Negara yang secara eksplisit melarang pendaftaran aroma sebagai merek.

Antara lain : Brazil, China, Mexico

(2) Negara yang secara eksplisit mengizinkan dan/atau telah memungkinkan pendaftaran aroma sebagai merek.

Antara lain : Australia, Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, Amerika Serikat.

(20)

(3) Negara dimana pendaftaran aroma sebagai merek tidak secara jelas diatur.

Antara lain : Canada, Jepang, Indonesia.

2. Kendala Suatu Aroma Yang Didaftarkan Sebagai Merek

Kesulitan dalam merepresentasikan secara grafis tanda aroma dalam pendaftaran merek menjadi suatu permasalahan yang mengakibatkan pendaftarannya ditolak, walaupun aroma tersebut memiliki daya pembeda yang kuat seperti aroma kopi di Starbucks. Keputusan dalam kasus Sieckmann telah menjadi suatu pertentangan di Eropa dalam pendaftaran merek dibawah sistem European Community Mark (ECM). Pendaftar merek dibawah sistem European Community Mark (ECM) tidak dilarang untuk mendaftarkan aroma sebagai merek, tetapi tidak diberikan suatu metode yang dapat diterima untuk mendeskripsikan aroma dalam aplikasi pendaftaran merek.

Persyaratan visually perceptible dapat ditunjukkan melalui deskripsi dalam suatu kata/ kalimat seperti yang diterima di Amerika Serikat, dimana deskripsi secara tertulis dan sampel dari aroma dapat diterima sebagai persyaratan dari representasi secara grafis. Metode ini dinilai yang paling dapat diterima sampai dengan saat ini, sampai dengan ditemukannya suatu teknologi yang dapat merepresentasikan aroma secara grafis yang dapat diterima oleh kantor pendaftaran merek.

3. Pengaturan aroma sebagai merek Dalam Hukum Merek Di Indonesia Indonesia sendiri tidak secara jelas mengatur mengenai aroma sebagai merek dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek. Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek juga tidak secara tegas menyatakan bahwa Merek harus “be visually perceptible” atau harus dapat dilihat secara visual, sebagaimana diatur dalam article 15 TRIPs. Dalam Rancangan Undang Undang yang terdapat dalam laporan akhir naskah akademik peraturan perundang- undangan rancangan undang-undang tentang Hak Kekayaan Industri (Paket Perubahan UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, UU No.14 Tahun

(21)

2001 Tentang Paten dan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek) yang disusun oleh Dr. Cita Citrawinda, SH.,MIP dan Tim juga tidak mengakomodir perluasan definisi merek non tradisional khususnya aroma. Hal ini tidak sesuai dengan pembahasan dalam naskah akademik yang ingin mengakomodir merek non tradisional.

Saran

Saran yang dapat penulis berikan terhadap pentingnya pengaturan mengenai aroma sebagai merek dalam hukum merek di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Merevisi pengertian dari merek yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pengertian dari merek dalam pasal tersebut belum mengakomodir pengertian dari aroma sebagai merek yang berkembang dalam hukum merek saat ini. Selain itu penulis juga menyarankan agar revisi tersebut juga mengakomodir perkembangan hukum merek di negara-negara lain yang telah mengakomodir warna, suara, bentuk 3 dimensi dan hal-hal lainnya yang dapat dijadikan sebagai merek.

2. Membentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut mengenai pendaftaran aroma sebagai merek, sehingga terdapat batasan-batasan yang jelas mengenai bagaimana mendaftarkan aroma dalam hukum merek di Indonesia.

Demikian saran yang penulis dapat berikan agar hukum merek di Indonesia bisa mengakomodir perkembangan dari hukum merek yang ada pada saat ini.

(22)

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku

Abdulkadir, Muhammad. (2001). Kajian Hukum Ekonomi Hak Intelektual.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Gautama, Sudargo. (1977). Hukum Merek Indonesia. Bandung: Alumni.

Harahap, M. Yahya. (1996). Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992. Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti.

Jened, Rahmi. (2007). Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif.

Surabaya: Airlangga University Press.

Kotler, Philip. (2002). Manajemen Pemasaran (terjemahan) Edisi Millenium.

Jakarta: PT Prenhallindo.

Lindsey, Tim (Ed.). (2003). Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (2nd ed.). Bandung: Alumni.

Mamudji, Sri, et. All., (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok:

Balai Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Prakoso, Djoko. (1987). Perselisihan Hak Atas Merek di Indonesia. Yogyakarta:

Liberty.

Soekardono, R. (1962). Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8.

Jakarta:Dian Rakyat.

Saidin, H. OK. (2004). Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Suryodiningrat, R.M. (1984). Pengantar Ilmu Hukum Merek. Jakarta: Pradnya Paramita.

Suryo Utomo, Tomi, (2009). Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global- Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

(23)

Sutjipto, H.M N Purwo. (1983). Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia. Djambatan.

T. Mulya Lubis dan Insan Budi Maulana. (1993). Problematik Bisnis Hak Cipta, Paten , Merek dan Franchise. Jakarta: PT. Infomega Diliman.

2. Peraturan

Indonesia. Undang-Undang tentang Merek. UU No. 21 Tahun 1961. LN. No. 290 Tahun 1961. TLN No.2341.

__________________________________. UU No. 19 Tahun 1992. LN. No. 81 Tahun 1992. TLN No. 3490.

__________________________________. UU No. 14 Tahun 1997. LN. No. 31 Tahun 1997. TLN No.3681

__________________________________. UU No. 15 Tahun 2001. LN. No. 110 Tahun 2001. TLN No. 4131

3. Kamus

Black, Henry Campbell. (1991). Black’s Law Dictionary With Pronounciations Sixth Edition. St. Paul: West Publishing Co.

4. Artikel, Jurnal dan Sumber Lainnya

Akbar, Afif. (2012). Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Color Trademark Dalam Hukum Merek Di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum.

Bernadeta Kanya Tyassita. (2010). Penerapan Persamaan Pada Pokoknya Dalam Hukum Merek Indonesia. Jakarta: Program Sarjana Reguler Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

(24)

Firmansyah, Hery. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Panduan Memahami Dasar Hukum Penggunaan dan Perlindungan Merek. Yogyakarta:

Penerbit Pustaka Yustisia, 2011.

Hasibuan, H.D. Effendy. (2003). Perlindungan Merek: Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan Amerika Serikat. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Amelia, Meinisa Risky, Pengaruh Aroma Terhadap Kemampuan Mengingat Jangka Pendek Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2012 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31401, 11 November 2012.

Cita, Citrawinda dan Tim, Laporan Akhir Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan Rancangan Undang-Undang Tentang Hak Kekayaan Industri (Paket Perubahan UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, UU No.14 Tahun 2001 Tentang Paten dan UU No.15 Tahun 2001 Tentang Merek), Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI Tahun 2011.

Brazil Industrial Property Law,

http://www.wipo.int/wipolex/en/text.jsp?file_id=125397, 15 November 2012

Chinese Trademark Statute,

http://www.wipo.int/wipolex/en/text.jsp?file_id=131395, 15 November 2012

Classen, C., Howes, D.,Synnot, A. (1994). Aroma: The cultural history of smell.

New York: Routledge.

http://books.google.co.id/books?id=q5kNHOpXXkMC&printsec=frontcove r&dq=aroma:the+cultural+history+of+smell&hl=id&ei=JxwiTNSkEMWzr AeLoNXXDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCUQ 6AEwAA#v=onepage&q=aroma%3Athe%20cultural%20history%20of%20 smell&f=false , 10 November 2012.

http://science.howstuffworks.com/environmental/life/human-biology/smell.htm, 12 November 2012

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

http://www.austlii.edu.au/au/legis/cth/consol_act/tma1995121/s17.html, 10 0ktober 2012

(25)

http://www.marketing.co.id/blog/2012/08/09/aroma-membuat-merek-anda-wangi- terus, 12 November 2012.

http://www.smellandtaste.org/, 12 November 2012.

http://www.lippincott.com/files/documents/news/SensoryBranding.pdf, 12 November 2012.

http://www.inta.org/INTABulletin/Pages/Hmm%E2%80%A6What%E2%80%99s ThatSmellScentTrademarks%E2%80%94AUnitedStatesPerspective.aspx, 16 November 2012.

Industrial Property Law Mexico,

http://www.wipo.int/wipolex/en/text.jsp?file_id=128783, 15 November 2012 Linda Annika Erlandsson, The Future of Scents as Trademarks in the European

Community, 2004,

http://lup.lub.lu.se/luur/download?func=downloadFile&recordOId=1557334

&fileOId=1564287, 15 November 2012.

Lorraine M. Fleck, What Makes Sense in One Country May Not in Another: A Survey of Select Jurisdictions re Scent Mark Registration, and a Critique of Scents as Trademarks, http://www.copat.de/markenformen/eugh- kom/fleck.pdf, 15 November 2012.

Trade Mark Act 1994, http://www.ipo.gov.uk/tmact94.pdf, 16 November 2012.

Australia, Trade Marks Act 1995 No.119 of 1995, as amended by Act No. 4 of 2010.

The Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights.

Trademark Law Treaty 1994.

United States of America, U.S. Trademark Law (Lanham Act), as amended in the Trademark Law Revision Act of 1988 (“TLRA”).

4. Wawancara

Ahmad Rifadi, SH, Msi (2012, 24 Oktober). Wawancara Pribadi. Biro Pelayanan hukum merek di kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (Direktorat Merek), 24 Oktober 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Pakan alternatif yang diberikan pada percobaan adalah gula pasir, gula jawa, remahan roti, nasi putih, dan kue lapis, diduga kelima sumber makanan ini

4) Klik Static Text dan tulis ‘CONVERTER CALENDAR’ di string, dengan mengganti Fontname: Goudy Stout, Fontsize: 16, dan Fontgroundcolour: Hitam, dan

Penelitian rating kriteria Green building pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan pada Gedung Dekanat Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya sebagai objek studi

Penelitian berjudul Koreografi iANFU Karya Dwi Surni Cahyaningsingsih, membahas tentang bentuk sajian, proses penciptaan, dan estetika feminisme.. Analisis koreografi

Pendaftaran kursus secara online mengikut tempoh yang telah ditetapkan (rujuk Timeline / pengajian bagi setiap semester). Pendaftaran kursus adalah mengikut pakej yang

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia serta rahmat dan hidayah-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang

Bidang Perindustrian mempunyai tugas pokok melakukan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pelaksanaan, dan pengendalian di bidang perindustrian, yang meliputi

Persyaratan pelayanan Surat Pernyataan Miskin, yang selanjutnya disingkat SPM, adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Walikota, yang didelegasikan kepada Kepala Dinas