Model ekonometrika yang telah dibangun kemudian digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan, untuk maksud itu maka model tersebut perlu divalidasi terlebih dahulu dengan melakukan simulasi dasar pada seluruh data periode 1980-2005. Hasil validasi tersebut akan menjelaskan apakah model yang terbangun dapat cukup memadai untuk digunakan dalam simulasi kebijakan.
6.1. Validasi Model Ekonometrika
Dalam penelitian ini, validasi model dilakukan dengan menggunakan Theil’s inequality coefficient dan nilai koefisien determinasi (R2). Menurut H.
Theil (1966), sebagaimana dinyatakan oleh Koutsoyiannis (1977), daya ramal model ekonometrik dapat dilihat dari besaran inequality coefficient-nya. Dengan kata lain, Theil’s inequality coefficient dapat dipakai untuk menunjukkan kemampuan model dalam menjelaskan perilaku data aktual. Nilai koefisien ini dapat menjelaskan galat sistematis (Um dan Ur) dan galat non sistematis (Ud), dimana Um + Ur + Ud = 1. Nilai galat sistematis diharapkan mendekati nol, sementara nilai Ud diharapkan mendekati 1 dan diharapkan nilai Theil’s Inequality nilai mendekati nol. Adapun nilai R2
Keragaan validasi model, dimana dari tabel, terlihat bahwa nilai Um dan Ur mendekati nol dan nilai Ud mendekati 1 (Tabel 24). Dari semua pendugaan persamaan struktural, hanya 3 persamaan (LUASR, QKBR, dan XKG) yang
menjelaskan seberapa kuat model yang telah terbangun dapat menjelaskan perilaku peubah dalam suatu model
mempunyai nilai Theil’s Inequality yang lebih besar 0.2. Demikian juga halnya dengan nilai koefisien determinasi, dimana kisaran nilai koefisien determinasinya (R Square) berada di antara 60% – 98%. Oleh karena itu, model ekonometrika yang telah terbangun ini dapat dinyatakan memadai untuk digunakan dalam simulasi untuk melalukan peramalan dan analisis kebijakan.
Tabel 24. Keragaan Validasi pada Model Ekonometrika Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat
Variabel
Theil Decomposition
Theil’s
inequality R-Square
UD UR UU
LUASA 0.00200 0.00000 0.99800 0.03610 0.97670
LUASR 0.00400 0.00100 0.99400 0.26320 0.78190
LUAST 0.00200 0.00000 0.99800 0.11260 0.67550
QKBA 0.02300 0.01800 0.95900 0.05840 0.92250
QKBR 0.00400 0.00800 0.98800 0.27970 0.95240
QKBT 0.00200 0.00200 0.99600 0.07090 0.95180
QKG 0.00200 0.03000 0.96800 0.07250 0.65410
QKL 0.00500 0.03400 0.96100 0.04560 0.92840
QPP 0.00000 0.00100 0.99900 0.07700 0.95470
DIKG 0.00600 0.00000 0.99400 0.10430 0.64060
DIKL 0.03700 0.00600 0.95700 0.09380 0.62870
DIPP 0.00700 0.00000 0.99300 0.14460 0.71460
QXKB 0.00100 0.00300 0.99600 0.11450 0.93040
QMKB 0.00200 0.00100 0.99700 0.18930 0.72860
XKG 0.02300 0.01000 0.96600 0.21920 0.60170
XKL 0.00100 0.00300 0.99600 0.04890 0.93810
XPP 0.00100 0.00100 0.99900 0.10990 0.91890
RPKBA 0.11700 0.00200 0.88000 0.07590 0.92230
RPKBR 0.00000 0.00000 1.00000 0.07090 0.92910
RPKBT 0.00000 0.00000 1.00000 0.05460 0.95770
RPKG 0.00000 0.00000 1.00000 0.09190 0.90610
RPKL 0.00000 0.00000 1.00000 0.05810 0.89800
RPPP 0.00000 0.00000 1.00000 0.14020 0.83620
6.2. Proyeksi Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat Tahun 2006-2010
Proyeksi berikut merupakan pendugaan atas besarnya penawaran dan permintaan kayu bulat pada periode 2006-2010 apabila tidak ada perubahan pada besaran peubah-peubah eksogen (business as usual)
6.2.1. Proyeksi Penawaran Kayu Bulat
Apabila situasi penawaran dan permintaan yang terjadi pada periode 1980 sampai dengan 2005 dibiarkan seperti apa adanya hingga tahun 2010 dan tidak ada perubahan atas peubah-peubah eksogen, maka volume produksi sah kayu bulat total, termasuk ramalan produksi dari Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK), diproyeksikan akan mengalami penurunan dari 17.133 ribu m3 pada tahun 2006 menjadi 15.233.04 ribu m3
Tabel 25. Proyeksi Penawaran Kayu Bulat Produksi Sah Hutan Indonesia Tahun 2006-2010
pada tahun 2010 atau menurun sebesar 2.85%.
(ribu m3
Peubah
)
TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010
LUASA
(Luas tebangan hutan alam) 198.43 242.39 278.08 308.32 335.13 LUASR
(Luas tebangan hutan rakyat) 49.84 48.33 46.79 33.31 39.88 LUAST
(Luas tebangan hutan tanaman) 182.08 198.03 211.34 215.93 213.08 LUASTOT
(Total luas tebangan) 430.36 488.75 536.21 557.56 588.09 QKBA
(Produksi kayu bulat hutan alam) 3881.98 4299.20 4755.88 5212.01 5607.95 QKBR
(Produksi kayu bulat hutan rakyat) 609.01 580.49 555.78 385.54 468.22 QKBT
(Produksi kayu bulat hutan
tanaman) 8110.30 6249.35 5099.54 4381.06 3936.35
QSL*
(Total produksi kayu sah) 17133.00 15929.62 15401.99 15103.94 15233.04 Catatan: * termasuk ramalan jumlah produksi dari Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) per tahun berturut-turut sepanjang tahun 2006-2010 sebesar: 4151.63, 4531.71, 4800.59, 4990.79, dan 5125.34
Proyeksi penawaran kayu bulat dari produksi sah hutan alam, hutan tanaman dan hutan rakyat Indonesia. Kecenderungan penurunan total produks i kayu bulat merupakan akibat dari penurunan produksi kayu bulat hutan rakyat sebesar 4.53% yang secara langsung disebabkan oleh penurunan luas tebangan hutan tanaman dan hutan rakyat, meskipun di sisi lain terjadi peningkatan luas tebangan hutan alam dan produksi kayu bulat hutan alam (Tabel 25).
Perkiraan perubahan penawaran kayu bulat dari hutan alam, hutan tanaman, dan hutan rakyat dari tahun 2006 hingga 2010, dimana penawaran kayu yang berasal dari hutan tanaman dan hutan rakyat cenderung menurun, sedangkan penawaran dari hutan alam cenderung meningkat. Kecenderungan penurunan produksi ini ternyata tidak searah dengan perilaku luas tebangan hutan secara total, total luas tebangan menunjukkan kecenderungan yang meningkat 8.18 % (Gambar 9).
Gambar 9. Penawaran Kayu Bulat dari Produksi Sah Hutan Indonesia Tahun 2006-2010
0,00 1000,00 2000,00 3000,00 4000,00 5000,00 6000,00 7000,00 8000,00 9000,00
2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah (X 1000 M3)
Hutan Alam Hutan Rakyat Hutan Tanaman
6.2.2. Proyeksi Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pengolahan Kayu Primer
Total volume permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh terjadinya peningkatan permintan kayu bulat oleh industri kayu gergajian dan kayu lapis. Sementara permintaan kayu bulat oleh industri pulp dan paper cenderung menurun, sebagaimana terlihat pada Tabel 26 dan Gambar 10.
Tabel 26. Proyeksi Permintaan Kayu Bulat di Indonesia Tahun 2006-2010
Peubah TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010
DIKG (Permintaan kayu bulat oleh industri gergajian)
2285.47 3256.21 3812.56 4101.2 4228.23 DIKL (Permintaan kayu bulat oleh
industri kayu lapis)
6923.75 7268.31 7605.62 7912.53 8207.08 DIPP (Permintaan kayu bulat oleh
industri pulp & paper)
12932.29 10895.46 9581.95 8757.52 8267.74
Gambar 10. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pengolahan Primer di Indonesia Tahun 2006-2010
0,00 2000,00 4000,00 6000,00 8000,00 10000,00 12000,00 14000,00
2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah (X 1000 M3)
Kayu Gergajian Kayu Lapis Pulp & Paper
6.2.3. Gap antara Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat
Dari proyeksi kebutuhan kayu bulat untuk industri pengolahan dan pasokan kayu bulat, terlihat adanya gap antara keduanya yang berfluktuasi antara tahun 2006 – 2010 yang besarnya kurang lebih sekitar 6 juta m3
Tabel 27. Proyeksi Selisih (Gap) antara Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat di Indonesia Tahun 2006-2010
(Tabel 27).
Peubah TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010
QDKB (Total permintaan kayu
bulat) 22141.51 21419.98 21000.13 20771.25 20703.05
QSL (Total produksi kayu sah) 17133.00 15929.62 15401.99 15103.94 15233.04 QXKB (Ekspor kayu bulat) 1037.47 1104.62 1109.14 1077.31 1024.98 QMKB (Impor kayu bulat) 150.25 137.04 126.58 118.36 111.81 PENAWARAN (Penawaran
kayu bulat domestik) 16245.79 14962.04 14419.43 14144.99 14319.87 GAP (Selisih antara penawaran
dan total permintaan) -5895.72 -6457.94 -6580.70 -6626.26 -6383.18
6.3. Simulasi Skenario Kebijakan Sebagai Upaya Penurunan Gap
Simulasi skenario kebijakan difokuskan pada dampak dari berbagai alternatif kebijakan di luar sub sektor kehutanan yang mungkin terjadi pada beberapa tahun mendatang, serta kebijakan di bidang kehutanan yang diperkirakan akan mampu memperbaiki situasi industri pengolahan kayu primer, terutama dari sisi penyeimbangan jumlah penawaran dan permintaan kayu bulat sebagai pasokan bahan baku untuk industri tersebut.
6.3.1. Kenaikan Upah sebesar 5%
Secara umum kenaikan upah sebesar 5% akan berpengaruh negatif terhadap kinerja pasar kayu bulat Indonesia. Kenaikan upah ini berakibat pada penurunan luas tebangan, terutama pada hutan alam yang menurun 1.60%, sedangkan pada hutan rakyat luas penurunannya sebesar 0.55%, dan pada hutan tanaman penurunannya sebesar 0.50%. Penurunan luas tebangan ini berakibat
pada penurunan produksi kayu bulat, dimana total penurunan produksi mencapai 8.59%, yang terdiri atas penurunan pada produksi hutan alam sekitar 28.27%, hutan rakyat sekitar 1.51%, dan pada hutan tanaman sekitar 0.04% sebagaimana terlihat pada Tabel 28.
Penurunan penawaran kayu bulat ini mengakibatkan kenaikan harga kayu bulat di pasar domestik sampai dengan 2.51%. Kondisi ini menjadikan permintaan terhadap kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer mengalami penurunan sampai 0.74%. Lebih lanjut, penurunan penawaran dan kenaikan harga kayu bulat tersebut berakibat pada penurunan produksi industri kayu gergajian dan kayu lapis, sedangkan industri pulp and paper cenderung tidak terpengaruh. Pada industri kayu gergajian, penurunan produksi mencapai 0.06%, sedangkan pada industri kayu lapis penurunan produksi mencapai 0.25%.
Skenario kenaikan upah sebesar 5 % ini pada akhirnya mengakibatkan selisih antara penawaran dan permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan (timber supply and demand gap) mengalami peningkatan sampai dengan 21.96 %.
6.3.2. Penurunan Kapasitas Terpasang Industri Pengolahan
Penurunan kapasitas terpasang industri pengolahan sebesar 20% akan menurunkan permintaan kayu bulat oleh industri sebesar 3.73%. Industri pengolahan pulp and paper akan menurunkan permintaan kayu bulat untuk bahan bakunya sebesar 6.63%, sedangkan industri kayu gergajian menurunkan permintaannya sebesar 3.28%, dan industri kayu lapis mengalami penurunan sebesar 0.08%. Penurunan permintaan terhadap kayu bulat ini ternyata tidak berakibat pada penurunan harga kayu bulat, hal ini diduga sebagai akibat dari
permintaan yang masih lebih besar dari pada penawaran (excess demand);
sehingga masih terjadi kenaikan harga kayu bulat sebesar 0.03%.
Penurunan permintaan terhadap kayu bulat juga berakibat pada penurunan luas tebangan, yang secara keseluruhan menurun sekitar 1.74%. Penurunan luas tebangan di hutan rakyat adalah yang terbesar, yaitu sebesar 2.40%, kemudian diikuti oleh hutan alam sekitar 1.94%, dan hutan tanaman sekitar 1.34%. Dari situasi ini terlihat bahwa perilaku harga kayu bulat lebih didominasi oleh perubahan yang terjadi pada sisi pasokan kayu bulat, dimana penurunan pasokan kayu bulat mendorong terjadinya kenaikan harga kayu tersebut. Skenario penurunan kapasitas industri pengolahan kayu hingga 20% akhirnya berakibat pada menurunnya gap antara penawaran dan permintaan kayu bulat sekitar 14.28%.
6.3.3. Kenaikan Suku Bunga 5%
Dari hasil simulasi diperoleh kenyataan bahwa kenaikan suku bunga sebesar 5% berdampak pada penurunan permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer dan penawaran kayu bulat ke industri tersebut.
Permintaan terhadap kayu bulat akan mengalami penurunan sebesar 1.21%
dengan perincian, permintaan oleh industri kayu gergajian menurun sebesar 0.51%, industri pulp and paper sebesar 2.47%, kondisi sebaliknya untuk industri kayu lapis permintaan kayu bulat meningkat sebesar 0.13%. Dilihat dari sisi pasokan kayu bulat, secara total pasokan kayu bulat akan menurun sebesar 0.03
%. Skenario ini akan menurunkan gap antara pasokan dan permintaan kayu sebesar 4.64 %.
Tabel 28. Hasil Simulasi Kebijakan Upah, Nilai Tukar, Kapasitas Industri, dan Suku Bunga
Peubah Endogen
Persentase perubahan
Kenaikan upah 5%
Depresiasi nilai tukar10%
Penurunan kapasitas 20%
Kenaikan suku bunga 5%
Kombinasi
(1) (2) (3) (4) (1)+(3) (2)+(3) (3)+(4) (1)+(2) + (3)+(4)
LUASA -1.60 0.01 -1.94 -0.84 -3.54 -1.94 -2.78 -4.37
LUASR -0.55 0.01 -2.40 -0.78 -2.94 -2.39 -3.18 -3.71
LUAST -0.50 0.10 -1.34 -3.34 -1.83 -1.23 -4.68 -5.07
QKBA -28.27 0.00 0.02 0.02 -28.27 0.02 0.02 -28.27
QKBR -1.51 0.01 -2.51 -0.82 -4.03 -2.50 -3.33 -4.83
QKBT -0.04 0.13 0.00 0.00 -0.04 0.13 0.00 0.09
QKG -0.06 0.00 -3.58 -0.55 -3.64 -3.58 -4.13 -4.20
QKL -0.25 0.00 -0.21 0.37 -0.46 -0.21 0.16 -0.09
QPP 0.00 0.05 -13.77 -5.12 -13.77 -13.73 -18.89 -18.84
DIKG -0.51 0.00 -3.28 -0.51 -3.79 -3.28 -3.76 -4.30
DIKL -1.24 0.01 -0.08 0.13 -1.33 -0.07 0.04 -1.20
DIPP -0.45 0.02 -6.63 -2.47 -7.07 -6.60 -9.09 -9.52
QXKB 0.33 12.95 0.00 0.00 0.33 12.95 0.00 13.28
QMKB 0.31 -7.16 -0.12 -0.04 0.18 -7.28 -0.16 -7.01
XKG -2.91 2.41 -0.03 -0.01 -2.94 2.38 -0.04 -0.54
XKL 0.04 0.45 0.00 0.00 0.04 0.45 0.00 0.49
XPP 0.16 3.50 0.00 0.00 0.16 3.50 0.00 3.66
RPKBA 2.51 -0.01 0.03 0.01 2.53 0.02 0.03 2.52
RPKBR 0.04 0.00 0.05 0.02 0.08 0.05 0.07 0.10
RPKBT -0.01 2.05 0.00 0.00 -0.01 2.05 0.00 2.04
RPKG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
RPKL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
RPPP 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
LUAS
TOT -1.08 0.04 -1.74 -1.82 -2.82 -1.70 -3.56 -4.59
QSL -8.59 0.04 -0.08 -0.03 -8.67 -0.04 -0.11 -8.65
QDKB -0.74 0.01 -3.73 -1.21 -4.47 -3.71 -4.94 -5.67
GAP 21.96 -0.07 -14.28 -4.64 7.67 -14.36 -18.93 2.97
Dari simulasi gabungan tersebut di atas nampak bahwa pilihan terbaik untuk mendekatkan jumlah penawaran dengan permintaan kayu bulat untuk industri pengolahan kayu primer adalah dengan mengurangi kapasitas industri sebesar 20%, dan meningkatkan suku bunga sebesar 5%. Dari kebijakan ini diharapkan gap antara penawaran dan permintaan kayu bulat akan berkurang sekitar 18.93%.
6.3.4. Kenaikan Dana Reboisasi dan Iuran Hasil Hutan
Berbagai wacana berkembang untuk meningkatkan pungutan atas produksi kayu bulat, dalam rangka meningkatkan pendapatan negara. Salah satu ide untuk itu adalah melalui penaikkan tingkat/tarif Dana Reboisasi (DR) dan Iuran Hasil Hutan (IHH).
Dengan simulasi berikut, apabila pungutan Dana Reboisasi dan Iuran Hasil Hutan dinaikkan 20%, maka luas tebangan pada hutan alam akan menurun sekitar 3.49%, sedangkan pada hutan tanaman, kenaikan pungutan IHH tersebut akan menurunkan luas tebangan sekitar 0.59%. Penurunan luas tebangan ini berkonsekuensi pada penurunan produksi kayu bulat sekitar 5.35, sehingga gap antara permintaan kayu bulat oleh industri dengan jumlah kayu bulat yang ditawarkan dari produksi yang legal membesar sekitar 13.68%, sebagaimana terlihat pada Tabel 29 berikut.
Tabel 29. Simulasi Peningkatan Dana Reboisasi dan Iuran Hasil Hutan Tahun 2006-2010
DR &
IHH Naik
(a) + Produksi naik 30%
(a) + Prodva naik
30%
(a) + Kap turun
30%
(a) + Kenaikan upah dan suku bunga
(a) + (b) + (c) + (d) + (e)
(a) (b) (b) (d) (e)
LUASA -3.49 -3.51 -3.63 -5.43 -5.34 -7.44
LUASR -0.30 -0.17 0.40 -2.70 -1.08 -2.64
LUAST -0.59 -0.48 -0.20 -1.92 -2.09 -2.93
QKBA -10.73 -10.92 31.13 -10.73 -39.02 2.67
QKBR -0.31 -0.18 0.42 -2.83 -2.07 -3.71
QKBT -5.96 0.74 -5.96 -5.96 -6.01 0.70
QKG -0.04 -0.02 0.05 -3.62 -0.27 -3.74
QKL -0.15 -0.09 0.21 -0.37 -0.29 -0.07
QPP -0.01 0.00 -0.01 -13.79 -1.55 -15.31
DIKG -0.34 -0.20 0.42 -3.59 -0.99 -3.36
DIKL -0.78 -0.44 1.07 -0.86 -1.98 0.11
DIPP -0.28 -0.16 0.37 -6.91 -1.46 -7.32
QXKB 0.21 0.12 -0.28 0.21 0.54 -0.04
QMKB 0.19 0.11 -0.26 0.07 0.49 -0.17
XKG -1.81 -1.03 2.47 -1.84 -4.73 0.31
XKL 0.03 0.01 -0.04 0.03 0.07 0.00
XPP 0.10 0.06 -0.14 0.10 0.26 -0.02
RPKBA 1.57 0.89 -2.12 1.58 4.07 -0.27
RPKBR 0.01 0.01 -0.01 0.06 0.04 0.08
RPKBT -0.57 0.07 -0.57 -0.57 -0.57 0.06
RPKG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
RPKL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
RPPP 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
LUASTOT -2.08 -2.04 -1.94 -3.83 -3.71 -5.27
QSL -5.35 -3.04 7.29 -5.43 -13.95 0.93
QDKB -0.47 -0.26 0.63 -4.19 -1.57 -4.00
GAP 13.68 7.78 -18.65 -0.61 34.24 -18.27
6.3.5. Peningkatan Produktivitas Hutan Tanaman
Kebijakan yang diarahkan untuk meningkatan produktivitas hutan tanaman sebesar 30% akan meningkatkan produksi kayu hutan tanaman sebesar 6.70% sehingga secara total penawaran kayu bulat akan meningkat sebesar 2.32%. Peningkatan penawaran ini akan mendorong harga kayu bulat turun sebesar 0.67% sebagaimana terlihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Simulasi Peningkatan Produktivitas Hutan Tanaman di Indoneisa Tahun 2006-2010
Peubah endogen
Persentase perubahan Produktivitas
hutan tanaman naik 30 % (a)
(a)+ Upah naik;
Suku bunga naik
(a) + Upah dan suku bunga naik;
Kapasitas terpasang turun 30%
(a)+ Upah dan suku bunga naik Kapasitas terpasang industry turun
20%
LUASA -0.02 -2.46 -4.40 -3.75
LUASR 0.13 -1.19 -3.59 -2.79
LUAST 0.10 -3.74 -5.08 -4.63
QKBA -0.17 -28.46 -28.44 -28.44
QKBR 0.14 -2.19 -4.71 -3.87
QKBT 6.70 6.66 6.66 6.66
QKG 0.02 -0.60 -4.18 -2.99
QKL 0.07 0.19 -0.02 0.05
QPP 0.01 -5.10 -18.88 -14.28
DIKG 0.14 -0.88 -4.16 -3.05
DIKL 0.34 -0.78 -0.87 -0.84
DIPP 0.13 -2.78 -9.41 -7.20
QXKB -0.09 0.24 0.25 0.24
QMKB -0.08 0.18 0.06 0.10
XKG 0.78 -2.14 -2.16 -2.15
XKL -0.01 0.03 0.03 0.03
XPP -0.04 0.12 0.12 0.12
RPKBA -0.67 1.84 1.87 1.86
RPKBR 0.00 0.04 0.10 0.08
RPKBT 0.64 0.63 0.63 0.63
RPKG 0.00 0.00 0.00 0.00
RPKL 0.00 0.00 0.00 0.00
RPPP 0.00 0.00 0.00 0.00
LUASTOT 0.04 -2.85 -4.60 -4.02
QSL 2.32 -6.30 -6.38 -6.36
QDKB 0.20 -1.75 -5.48 -4.23
GAP -5.89 11.42 -2.86 1.91
Penurunan harga kayu bulat ini akan meningkatkan permintaan terhadap kayu bulat oleh industri pengolahan sebesar 0.20%. Seiring dengan itu, permintaan kayu bulat tersebut akan meningkatkan produksi kayu olahan, dimana produksi kayu gergajian bertambah sekitar 0.02%, peningkatan produksi kayu lapis sekitar 0.07%, sedangkan produksi pulp and paper akan meningkat sebesar 0.01%. Dengan kebijakan ini, maka gap antara penawaran dan permintaan kayu bulat bisa dikurangi sekitar 5.89%.
6.3.6. Peningkatan Produktivitas Hutan Alam
Peningkatan produktivitas hutan alam melalui penyempurnaan teknik silvikultur diharapkan akan mendorong peningkatkan produksi kayu dari hutan alam sebagaimana terlihat pada Tabel 31. Peningkatan yang terjadi diduga sebagai akibat dari adanya penurunan kelas diameter kayu yang diperbolehkan ditebang.
Sistem TPTI batas minimum diameter yang boleh ditebang sebesar 50 cm sedangkan pada sistem TPTII (silvikultur intensif) batas minimum diameter adalah 40 cm.
Skenario ini meningkatkan produktivitas hutan alam sebesar 41.86%;
adapun produksi kayu bulat hutan rakyat naik sebesar 0.74%, dan produksi kayu dari hutan tanaman relatif tidak terpengaruh. Peningkatan produktivitas hutan alam ini, disertai dengan penurunan luas tebangan dari hutan alam sebesar 0.14%.
Sebaliknya, luas tebangan dari hutan rakyat dan hutan tanaman meningkat masing-masing sebesar 0.70% dan 0.39% (Tabel 31).
Peningkatan pasokan kayu bulat ini akan menekan harga kayu bulat dari hutan alam sebesar 3.68% dan kayu dari hutan rakyat sebesar 0.01%. Sementara harga kayu hutan tanaman tidak berubah. Selanjutnya, penurunan harga kayu
bulat tersebut akan meningkatkan permintaan terhadap kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer, yaitu sekitar 0.74% pada industri kayu gergajian, dan sekitar 1.85% pada kayu lapis, sedangkan pada industri pulp and paper hanya sekitar 0.64%.
Tabel 31. Simulasi Peningkatan Produktivitas Hutan Alam di Indonesia Tahun 2006-2010
Peubah
Persentase Perubahan
Produktivitas hutan alam naik 20% (a)
(a)+ Upah naik, Suku bunga naik
(a) + Upah dan suku bunga naik,
Kapasitas terpasang turun
20%
(a)+ Upah dan suku bunga naik
Kapasitas terpasang indstri
turun 20%
LUASA -0.14 -2.57 -4.51 -3.87
LUASR 0.70 -0.62 -3.02 -2.22
LUAST 0.39 -3.45 -4.79 -4.34
QKBA 41.86 13.60 13.60 13.60
QKBR 0.74 -1.59 -4.11 -3.27
QKBT 0.00 -0.04 -0.04 -0.04
QKG 0.09 -0.52 -4.10 -2.91
QKL 0.37 0.49 0.27 0.35
QPP 0.00 -5.12 -18.89 -14.30
DIKG 0.74 -0.28 -3.53 -2.43
DIKL 1.85 0.73 0.63 0.66
DIPP 0.64 -2.26 -8.89 -6.68
QXKB -0.49 -0.16 -0.15 -0.15
QMKB -0.45 -0.19 -0.31 -0.27
XKG 4.28 1.36 1.33 1.34
XKL -0.06 -0.02 -0.02 -0.02
XPP -0.24 -0.08 -0.07 -0.07
RPKBA -3.68 -1.17 -1.15 -1.15
RPKBR -0.01 0.04 0.08 0.07
RPKBT 0.00 -0.01 -0.01 -0.01
RPKG 0.00 0.00 0.00 0.00
RPKL 0.00 0.00 0.00 0.00
RPPP 0.00 0.00 0.00 0.00
LUASTOT 0.14 -2.75 -4.49 -3.91
QSL 12.65 4.03 3.95 3.97
QDKB 1.09 -0.86 -4.59 -3.35
GAP -32.33 -15.00 -29.28 -24.53
Skenario peningkatan produksi kayu dan pemanfaatan kayu dalam sistem silvikultur intensif pada hutan alam ini menjadikan gap antara penawaran dan permintaan kayu oleh industri pengolahan akan menurun sebesar 32.33%.
Penurunan gap ini merupakan penurunan yang terbesar dibandingkan dengan apaapabila peningkatan produksi kayu hutan alam ini dikombinasikan dengan skenario yang lain.
6.3.7. Peningkatan Luas Tebangan Hutan Rakyat
Secara umum peningkatan luas tebangan hutan rakyat sebesar 10% akan meningkatkan produksi kayu bulat hutan rakyat sebesar 9.27%, dan secara total (Tabel 32). Namun, peningkatan pasokan ini akan menurunkan harga kayu bulat, meskipun penurunan ini hanya sekitar 0.09% untuk harga kayu dari hutan alam, dan sekitar 0.18% untuk kayu dari hutan rakyat. Sementara harga kayu bulat dari hutan tanaman tidak terpengaruh.
Tabel 32. Simulasi Peningkatan Luas Tebangan Hutan Rakyat di Indonesia Tahun 2006-2010
Variabel Persentase Perubahan Variabel Persentase Perubahan
LUASA 0.00 XKG 0.10
LUASR 20.0 XKL 0.00
LUAST 0.01 XPP -0.01
QKBA -0.02 RPKBA -0.09
QKBR 9.27 RPKBR -0.18
QKBT 0.00 RPKBT 0.00
QKG 0.00 RPKG 0.00
QKL 0.01 RPKL 0.00
QPP 0.00 RPPP 0.00
DIKG 0.00 LUASTOT 0.74
DIKL 0.05 QSL 0.30
DIPP 0.02 QDKB 0.03
QXKB -0.01
GAP -0.77
QMKB -0.01
Penurunan harga kayu bulat ini akan meningkatkan permintaan terhadap kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer sebesar 0.03%, dengan perincian permintaan oleh industri kayu lapis meningkat 0.05%, dan kenaikan permintaan oleh industri pulp and paper sebesar 0.02%. Sementara untuk industri kayu gergajian tidak mengalami perubahan. Skenario ini dapat menurunkan gap antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 0.77%. Efektifitas yang rendah dari peran hutan rakyat tersebut belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya sebagai akibat dari data produksi kayu dan luasan hutan rakyat yang tidak tercatat dengan baik.
6.3.8. Skenario Kombinasi Peningkatan Produktivitas dengan Variasi Kebijakan lain.
Dampak skenario kebijakan yang diuraikan di atas terlihat bahwa penurunan gap tersebut akan lebih efektif apabila ada upaya yang lebih dalam peningkatan produksi kayu bulat dari berbagai sumber. Di samping itu juga pendekatan penurunan gap melalui perbaikan industri pengolahan kayu primer sebagai konsumen utama kayu bulat. Untuk mempercepat penurunan gap tersebut maka dikembangkan skenario yang menggabungkan dari sisi penawaran dan permintaan kayu bulat, dampak skenario tersebut disajikan pada Tabel 33.
Dari sisi permintaan, penurunan kapasitas industri pengolahan mampu menurunkan kesenjangan penawaran dan permintaan kayu bulat, tapi efektifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan skenario dari sisi penawaran.
Efektifitas skenario ini akan menurun apabila dikombinasikan dengan skenario yang lain, yaitu penurunan suku bunga dan IHH/DR tetap. Hal ini tidak sesuai dengan harapan, yang diakibatkan antara lain oleh pengaruh yang tidak nyata dari
suku bunga. Di samping itu adanya pengaruh besaran magnitud dari peubah endogen yang disimulasikan dalam sistem persamaan simultan.
Tabel 33. Ringkasan Kombinasi Skenario Peningkatan Produktivitas Hutan Alam 20%, Hutan Tanaman 30%, Penurunan Kapasitas Terpasang, Suku Bunga dan IHH/DR.
Variable
Kapasitas Terpasang Turun 30%
Suku bunga turun 5%
Suku bunga turun
5% Suku bunga tetap Suku bunga tetap IHH/DR tetap IHH/DR naik 10% IHH/DR naik 10% IHH/DR tetap
LUASA -1.04 -2.71 -3.46 -1.80
LUASR -0.70 -0.85 -1.59 -1.44
LUAST 2.70 2.39 -1.19 -0.83
QKBA 36.11 31.04 31.04 36.11
QKBR -0.72 -0.86 -1.62 -1.48
QKBT 7.55 4.27 4.27 7.55
QKG -2.95 -2.97 -3.51 -3.49
QKL -0.15 -0.23 0.12 0.20
QPP -8.66 -8.67 -14.17 -14.16
DIKG -2.00 -2.17 -2.68 -2.51
DIKL 1.83 1.44 1.56 1.95
DIPP -3.23 -3.38 -5.92 -5.77
QXKB -0.62 -0.50 -0.50 -0.62
QMKB -0.64 -0.53 -0.58 -0.68
XKG 6.43 5.19 5.18 6.42
XKL -0.07 -0.05 -0.05 -0.07
XPP -0.30 -0.24 -0.24 -0.30
RPKBA -4.51 -3.64 -3.63 -4.50
RPKBR 0.01 0.02 0.04 0.03
RPKBT 0.68 0.39 0.39 0.68
LUASTOT 0.29 -0.77 -2.51 -1.45
QSL 14.24 11.50 11.48 14.21
QDKB -1.13 -1.37 -2.58 -2.34
GAP -49.56 -41.94 -46.88 -54.50
Kombinasi skenario sisi penawaran dan permintaan mampu meningkatkan efektifitas penurunan kesenjangan antara penawaran dan permintaan, seperti disajikan pada Tabel 33. Terlihat bahwa kesenjangan antara penawaran dan permintaan akan menurun dengan tajam apabila skenario sisi penawaran dan permintaan digabung. Lebih jauh, efektifitas penurunan gap akan menurun apabila Iuran Hasil Hutan (IHH)/ Dana reboisasi (DR) dinaikan. Seperti diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa kenaikan IHH/DR justru malah meningkatkan kesenjangan antara penawaran dan permintaan kayu bulat, sebagai akibat dari penurunan produksi kayu bulat dari hutan alam dan hutan tanaman.
6.4. Ringkasan Hasil Simulasi
Berdasarkan hasil simulasi tersebut di atas, upaya penurunan kesenjangan antara penawaran dan permintaan kayu, dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran upaya penurunan kesenjangan dapat dilakukan melalui peningkatan produktifitas hutan alam dan hutan tanaman serta perluasan luas tebangan hutan rakyat.
Sementara dari sisi permintaan, kesenjangan penawaran dan permintaan dapat dikurangi dengan penurunan kapasitas pabrik dari industri primer hasil hutan.
Dari sisi penawaran, peningkatan produktivitas hutan alam sebesar 20%
mampu menurunkan gap sebesar 32.33%. Efektifitas kebijakan ini akan berkurang apabila dikombinasikan dengan skenario lain seperti kenaikan upah dan tingkat suku bunga. Dimana pengaruh dari upah dan tingkat suku bunga justru menurunkan kemampuan produksi dari hutan alam, hutan tanaman dan hutan rakyat. Meskipun dari sisi industri, kenaikan upah dan suku bunga juga
menurunkan produksi industri, tetapi penurunannya tersebut relatif lebih kecil dibandingkan dengan penurunan produksi kayu bulat.
Sejalan dengan dampak peningkatan produktifitas hutan alam, peningkatan produktifitas hutan tanaman juga menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu berdampak pada semakin kecilnya kesenjangan antara penawaran dan permintaan kayu bulat, meskipun penurunannya lebih kecil dibandingkan dengan hutan alam.
Kombinasi dengan skenario lain, kenaikan upah dan tingkat suku bunga menurunkan efektifitas penurunan kesenjangan penawaran dan permintaan.
Peningkatan luas tebangan hutan rakyat juga mampu menurunkan kesenjangan penawaran permintaan kayu bulat, tetapi dampaknya masih sangat kecil. Hal ini dimungkinkan oleh masih sedikitnya volume kayu yang berasal dari hutan rakyat yang tercatat dan digunakan oleh industri pengolahan kayu primer.
Disamping itu sistem pencatatan atau penatausahaan kayu rakyat belum tertata dengan baik, sehingga memungkinkan lebih banyaknya produksi kayu rakyat yang tidak tercatat. Efektifitas penurunan gap akan semakin meningkat apabila kebijakan peningkatan produksi kayu bulat dilakukan secara simultan atau dengan mengkombinasikan peningkatan produksi kayu dari hutan alam, hutan tanaman dan hutan rakyat dengan: 1) penurunan kapasitas industri primer pengolahan kayu, 2) suku bunga tetap, dan 3) IHH/ DR tetap.