• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Edukasi Cara Penggunaan Inhaler Terhadap Gejala dan Fungsi Paru Pasien PPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pengaruh Edukasi Cara Penggunaan Inhaler Terhadap Gejala dan Fungsi Paru Pasien PPOK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pengaruh Edukasi Cara Penggunaan Inhaler Terhadap Gejala dan Fungsi Paru Pasien PPOK

Havida Ainin Badri1*, Amelia Lorensia2, Soedarsono3, Rivan Virlando Suryadinata4

1,2)Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia

3)Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

4)Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia

*Corresponding email :havidaainin@yahoo.com

ABSTRAK

Inhaler merupakan terapi paling efektif pada pengobatan PPOK. Penelitian menunjukkan sebanyak 50-80% pasien tidak menggunakan inhaler dengan benar. Teknik penggunaan inhaler yang salah dapat mengurangi penghantaran obat dan kontrol penyakit yang buruk. Edukasi cara penggunaan inhaler yang baik dan benar merupakan bagian penting dalam manajemen PPOK. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap penurunan gejala dan penilaian fungsi paru pada pasien PPOK.

Penelitian berupa preeksperimental one group pretest posttest. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pengaruh edukasi cara penggunaan inhaler terhadap penurunan gejala (p=0,000) dan adanya perbedaan yang bermakna terhadap penilaian fungsi paru (p=0,001). Edukasi cara penggunaan inhaler memberikan adanya pengaruh terhadap penurunan gejala dan fungsi paru pada pasien PPOK.

Kata kunci:edukasi, inhaler, PPOK, gejala, fungsi paru ABSTRACT

Inhalers are the most effective therapy in the treatment of COPD. Research showed that 50-80% of patients do not use inhalers properly. Incorrect inhaler use technique can reduce drug delivery and poor disease control. Education the inhaler use technique is an important part of management for patients with COPD. This study aims to determine the educational effect of inhaler use technique on symptom assessment and respiratory function test. This pre-experimental study was using the one group pretest posttest design. This study showed a significant difference the educational effect of inhaler use technique on symptom reduction (p value = 0,000) and significant difference the educational effect of inhaler use technique on respiratory function test (p value = 0,001). The educational effect of inhaler use technique has an influence on symptom reduction and respiratory function test in COPD patients

Keywords:educational of inhaler use technique, COPD, symptom assessment, respiratory function test

1. PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama morbiditas kronik dan mortalitas di dunia.

Prevalensi di dunia pada tahun 2010 sekitar 384 juta. PPOK menjadi penyebab utama kematian keempat di dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab utama kematian ketiga di dunia pada tahun 2020. Lebih dari 3 juta pasien PPOK di dunia meninggal pada

tahun 2012 atau sekitar 6% dari kematian di dunia. Di Indonesia, prevalensi menurut RISKESDAS pada tahun 2013 sebesar 3,7%

atausekitar 9,2 juta penduduk (GOLD, 2018;

GOLD, 2019; RISKESDAS, 2013)

Tujuan dari pengobatan PPOK adalah mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan kualitas hidup pasien (GOLD, 2018; PDPI, 2016)

(3)

Terapi inhalasi merupakan terapi paling efektif pada pengobatan PPOK.

Kelebihan dari inhalasi ini adalah obat langsung disalurkan kedalam saluran pernapasan, konsentrasi lokal yang tinggi dapat dicapai dan meminimalkan risiko efeksamping sistemik. Namun penggunaan inhaler harus memiliki keterampilan yang dipertahankan agar obat yang diberikan menjadi efektif. Berbagai jenis inhaler yang tersedia di pasaran mempunyai teknik penggunaan yang berbeda dan jika penggunaanya tidak tepat dapat berisiko terjadi kesalahan dalam penggunaan.

Penelitian menunjukkan sebanyak 50-80%

pasien tidak menggunakan inhaler dengan benar (Gregoriano dkk., 2018; Maricoto dkk., 2016)

Teknik penggunaan inhaler yang salah dikaitkan dengan berkurangnya penghantaran obat dan kontrol penyakit yang buruk (Pothirat dkk., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Gregoriano dkk., 2018 pada 165 pasien asma dan PPOK di Switzerland menganalisis teknik penggunaan inhaler yang dikaitkan dengan kontrol gejala penyakit dan fungsiparu. Hasilnya adalah pada pasien PPOK dengan teknik penggunaan inhaler yang salah menghasilkan skor CAT (COPD AssesmentTest) yang lebih tinggi (P=0,02), lebih sering menderita batuk (P=0.03) dan mengalami sesak napas saat berjalan menanjak atau menaiki tangga (P=0,02) serta pasien PPOK dengan teknik inhaler yang benar mempunyai nilai fungsi paru (FEV1%) yang lebih baik secara signifikan (P=0,04)

Beberapa penelitian menunjukkan intervensi edukasi dan ulasan mengenai teknik penggunaan inhaler mempunyai dampak positif pada pengendalian penyakit (Maricoto dkk., 2016). Suatu penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi pemberian edukasi mengenai cara penggunaan inhaler dan manajemen PPOK pada 127 pasien di Korea. Hasilnya terdapat perbaikan secara signifikan dalam penggunaan inhaler setelah mendapat edukasi (P<0,05) dan nilai CAT (COPD Assesment Test) secara signifikan

juga lebih baik (19.6±12.5 vs. 15.1±12.3) (P

<0,005) (Ha yoo K dkk., 2017)

Edukasi cara penggunaan inhaler merupakan bagian penting pada manajemen pasien PPOK sehingga dapat meningkatkan hasil klinis yang lebih baik (Jang dkk., 2019).

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh edukasi cara penggunaan inhaler dalam memperbaiki gejala dan fungsi paru pada pasien PPOK.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental berupa rancangan one group pretest posttest untuk menganalisis pengaruh edukasi cara penggunaan inhaler dalam memperbaiki gejala dan fungsi parupasien PPOK.

Edukasi diberikan dengan mendemonstrasikan cara penggunaan inhaler dengan menggunakan alat bantu pengganti dummy inhaler dari buku pintar alat peraga inhaler (buku origami) yang dibuat oleh Lorensia dkk., 2018. Buku pintar alat peraga inhaler pernah diteliti oleh Benny Setiawan untuk diberikan kepada tenaga farmasis komunitas dalam melakukan edukasi teknik penggunaan inhaler (Lorensia dkk., 2018)

Subjek pada penelitian ini adalah pasien PPOK yang mendapat/menggunakan inhaler di polik linik paru Rumah Sakit “x” di Gresik periode bulan Oktober 2019 hingga Januari 2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan criteria eksklusi. Kriteria inklusi meliputi pasien PPOK yang mendapat/menggunakan terapi inhaler dari dokter, bersedia menjadi responden dalam penelitian, mengerti dan bisa berbahasa Indonesia. Sedangkan kriteria eksklusi meliputi pasien dengan keterbatasan kemampuan membaca, menulis, atau mendengar, bertempat tinggal di luar kota Gresik. Adapun kriteria drop out meliputi pasien tidak kembali ke rumah sakit dan tidak dapat dihubungi peneliti saat pengambilan data post test, pasien meninggal dunia, pasien mengalami rawat inap.

Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dan sampai akhir

(4)

penelitian didapatkan 38 pasien. Pengambilan sampel data dilakukan pada sebelum edukasi (pretest) dan sesudah edukasi (posttest).

Penelitian pertama kali dilakukan pada minggu pertama dan dilakukan pretest terhadap dua penilaian, yaitu penilaian gejala pasien dengan menggunakan kuesioner CAT (COPD Assesment Test) dan penilaian fungsi paru yang didapatkan dari hasil spirometri.

Kemudian subjek penelitian diberikan edukasi oleh peneliti (apoteker) ± 5 menit mengenai cara penggunaan inhaler. Edukasi diberikan satu kali dengan cara mendemonstrasikan cara penggunaan inhaler dengan menggunakan alat bantu pengganti dummy inhaler dari buku pintar alat peraga inhaler (buku origami) yang dibuat oleh Lorensia dkk., 2018. Jenis inhaler yang diedukasi disesuaikan dengan inhaler yang digunakan oleh subjek penelitian. Empat minggu kemudian dilakukan posttest terhadap kedua penilaian tersebut.

Pengelompokan data terbagi menjadi dua, yaitu :

Pretest :Kondisi dimana subjek penelitian belum mendapat edukasi dari peneliti.

Posttest:Kondisi dimana pada minggu keempat setelah subjek penelitian mendapat edukasi dari peneliti.

Perhitungan data hasil penelitian dilakukan terhadap dua penilaian, yaitu : a. Kuesioner CAT (COPD Assesment Test)

terdiri dari 8 pertanyaan dengan skor 0-5 tiap pertanyaan (Nilai total berkisar 0-40).

Hasil dari CAT dihasilkan berupa nilai untuk melihat penurunan dari gejala pasien. Disamping itu hasil nilai CAT digolongkan berdasarkan kejadian eksaserbasi akut (Mokoagow dkk., 2016) b. Hasil dari alat spirometri berupa nilai

FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 Second)

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan program SPSS 20.0. Untuk penilaian gejala dengan CAT dilakukan dengan uji chisquare dan uji wilcoxon signed ranks test sedangkan penilaian fungsi paru dari hasil spirometri berupa data FEV1

dianalisis dengan uji wilcoxon signed ranks test.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat 42 subjek penelitian yang tercatat sebagai pasien PPOK yang memenuhi kriteria sampling. Sebanyak 1 pasien termasuk kriteria eksklusi karena keterbatasan pendengaran dan 3 pasien termasuk kriteria drop out dikarenakan pasien tidak kembali ke rumah sakit untuk melanjutkan penelitian.

Sehingga didapatkan 38 pasien yang menyelesaikan penelitian hingga akhir.

Karakteristik Pasien Secara Umum

Karakteristik dari 38 subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar pasien PPOK berjenis kelamin laki-laki yaitu 31 pasien (81,6%), dan perempuan yaitu 7 pasien (18,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Soni dkk., 2019 dilaporkan bahwa pasien PPOK berjenis kelamin laki-laki lebih banyak 72,6%.

Penelitian di Indonesia oleh Mizarti dkk., 2019 juga melaporkan bahwa pasien PPOK berjenis kelamin laki-laki lebih banyak 83,17%. Salah satu penyebab prevalensi laki- laki lebih banyak dari pada perempuan adalah kebiasaan merokok yang umum terjadi pada laki-laki (Soni dkk., 2019)

Karakteristik berdasarkan usia, pada penelitian ini didapatkan rentang usia 40-59 tahun (31,6%), 60-74 tahun (57,9%) dan 75- 90 tahun (10,5%). Rentang usia terbesar adalah pada rentang 60-74 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Nguyen dkk., 2018 yang melaporkan bahwa rerata usia pasien PPOK adalah 66,6 tahun.

Penelitian di Indonesia oleh Mizarti dkk., 2019 juga melaporkan bahwa rerata usia pasien PPOK adalah 65,54 tahun.

Berdasarkan GOLD 2020, dijelaskan bahwa faktor usia belum tentu berpengaruh terhadap risiko terjadainya PPOK. Penuaan usia pada sistem saluran pernapasan menyerupai perubahan struktur pada PPOK.

Faktor sosio ekonomi (tingkat pendidikan dan pekerjaan) berpengaruh pada

(5)

perkembangan PPOK (GOLD, 2020).

Penelitian ini sebagian besar berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas) sebanyak 55,3%. Sebuah studi penelitian di China melaporkan prevalensi PPOK pada tingkat pendidikan sekolah dasar 2,16 kali lebih tinggi dari tingkat pendidikan sekolah menengah atas (Zhong dkk., 2007). Status sosio ekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan faktor risiko pada PPOK yang mungkin dikaitkan dengan paparan polusi debu, asap, biomassa dan faktor risiko lain seperti kondisi hidup yang buruk, kurang gizi dan faktor lainnya (Yin dkk., 2011)

Dari 38 pasien, mempunyai riwayat merokok (bekas perokok) sejumlah 20 pasien (52,6%) dan masih merokok (perokok aktif) sejumlah 2 pasien (5,3%). Sedangkan 16 pasien (42,1%) tidak merokok. Merokok merupakan faktor risiko terpenting pada PPOK. Perokok mempunyai prevalensi gejala pernapasan dan penurunan FEV1 serta mortalitas yang lebih besar dibandingkan dengan non perokok. Risiko PPOK lebih tinggi terjadi pada perokok dan bekas perokok dari pada non perokok (OR 2.092; 95% CI:

1.707e2.565) (Yang, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh wang dkk., 2014 juga melaporkan bahwa risiko PPOK lebih tinggi terjadi pada perokok dari pada tidak merokok (OR 2.90, 95% CI: 2.22-3.80)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hagstad dkk., 2014 perokok pasif atau hidup di lingkungan asap rokok juga dapat berisiko terhadap PPOK.

Peningkatan paparan lingkungan asap rokok dikaitkan dengan prevalensi PPOK. Paparan asap rokok di rumah dapat berisiko 8%, paparan asap rokok di tempat kerja dapat berisiko 8,3%. Paparan asap rokok di rumah dan tempat kerja dapat berisiko 14,7%.

Penelitian oleh zhou dkk., 2013 juga melaporkan adanya risiko PPOK dari paparan perokok pasif adalah 1,3 (95% CI 1,06-1,61).

Selain rokok, polusi udara dapat meningkatkan risiko PPOK. Seseorang yang terkena polusi udara dapat berisiko PPOK tiga kali lipat (Yang dkk., 2017)

Dilihat dari jenis inhaler yang digunakan dalam penelitian ini, penggunaan turbuhaler® dan diskus® hampir sama.

Sebanyak 57,9% pasien sudah pernah mendapat edukasi mengenai cara penggunaan inhaler dari dokter maupun farmasis.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

No Karakteristik Jumlah (n=38)

Persent ase (%) 1 Jenis Kelamin

Perempuan 7 18,4%

Laki-laki 31 81,6%

2 Usia (tahun)*

40-59 12 31,6%

60-74 22 57,9%

75-90 4 10,5%

3 Tingkat Pendidikan

SD 3 7,9%

SMP 5 13,1%

SMA 21 55,3%

Perguruan Tinggi 9 23,7%

4 Jenis Pekerjaan

Karyawan PNS 1 2,6%

Karyawan Swasta 4 10,5%

Wiraswasta 10 26,3%

Lainnya 23 60,5%

5 Kriteria GOLD GOLD 1 (Ringan) FEV1≥80%

predicted

14 36,8%

GOLD 2 (Sedang) 50%≤FEV1<80%

predicted

9 23,7%

GOLD 3 (Parah) 30%≤FEV1<50%

predicted

9 23,7%

GOLD 4

(SangatParah) FEV1≤30%

predicted

6 15,8%

6 Merokok

Ya 2 (5,3) 5,3%

Tidak 16 (42,1) 42,1%

Sudah Berhenti Merokok

20 (52,6) 52,6%

7 Jenis Inhaler yang dipakai

Diskus® 18 47,4%

Turbuhaler® 20 52,6%

(6)

No Karakteristik Jumlah (n=38)

Persent ase (%) 8 Pernah mendapat

edukasi cara penggunaan inhaler

Ya 22 57,9%

Tidak 16 42,1%

Pengaruh Edukasi Terhadap Penilaian Gejala Pasien PPOK

Penilaian gejala pasien dari kuesioner CAT (COPD Assessment Test) didapatkan hasil bahwa nilai rata-rata total CAT pada pretest sebesar17,26±9,827 dan setelah diberikan edukasi (posttest) sebesar 10,82±5,99. Nilai CAT pre-post mengalami penurunan gejala pada pasien PPOK sebesar 6,44. Dilakukan uji analisis dengan uji non parametrik Wilcoxon Signed Ranks Test didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada penilaian gejala pasien PPOK (nilai p 0,000) (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai rata-rata total CAT sebelum edukasi (pretest) dan sesudah edukasi (posttest) pada pasien PPOK

Variabel Pretest (Mean

±SD)

Posttest (Mean

±SD)

∆(Pre - Post)

Nilai p Nilai

CAT

17,26 ± 9,827

10,82 ± 5,99

6,44 0,000

Analisis pada tiap gejala pasien yang diukur pada kuesioner CAT yang meliputi batuk, dahak, rasa berat di dada, sesak saat naik tangga, keterbatasan aktivitas di rumah, rasa khawatir terhadap penyakit, sulit tidur dan kelemahan fisik secara keseluruhan mengalami penurunan gejala setelah diberikan edukasi (Tabel 3) Gejala yang paling banyak mengalami penurunan adalah pada gejala dahak yaitu sebesar 1,45.

Berdasarkan hasil dari COPD Assessment Test (CAT) yang dikaitkan dengan kejadian eksaserbasi akut, pada penelitian ini didapatkan kategori gejala ringan (Nilai CAT <10) sebelum edukasi sebanyak 28,95% dan meningkat setelah

edukasi menjadi 36,8%. Sedangkan pada ketegori gejala sedang-berat (Nilai CAT ≥10) pada sebelum edukasi sebanyak 71,05% dan menurun setelah edukasi menjadi 63,2%.

Dilakukan uji analisis dengan uji chisquare didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada penilaian gejala pasien PPOK sebelum dan sesudah mendapat edukasi (nilai p 0,000) (Tabel 4)

Tabel 3. Perbandingan Tiap Gejala Pasien sebelum dan sesudah edukasi yang diukur dengan CAT

Gejala Yang Diukur

Pretest (Mean

±SD)

Posttest (Mean±

SD)

(Pre- Post)

Batuk 2,45 ±

2,089

1,45 ± 1,446

1,00

Dahak 2,74 ±

2,226

1,29 ± 1,250

1,45 Berat di dada 2,00 ±

1,917

1,32 ± 1,338

0,68 Sesak saat naik

tangga

2,87 ± 1,877

1,79 ± 1,510

1,08 Keterbatasan

aktivitas di rumah

1,95 ± 1,627

1,18 ± 1,062

0,77

Rasa khawatir terhadap penyakit

1,39 ± 1,534

1,00 ± 0,986

0,39

Sulit Tidur 2,08 ± 1,894

1,21 ± 1,379

0,87 Kelemahan

Fisik

1,79 ± 1,119

1,32 ± 0,775

0,47

Tabel 4. Nilai CAT Berdasarkan Kejadian Eksaserbasi Akut

Kategori Gejala

Pretest Posttest

Juml ah

Persen tase (%)

Juml ah

Persen tase (%) Nilai

CAT

< 10 (Ringan)

11 28,95

%

14 36,8

%

Nilai CAT ≥10 (Sedang – Berat)

27 71,05

%

24 63,2

%

(7)

Edukasi cara penggunaan inhaler memberikan adanya pengaruh yang bermakna terhadap penilaian gejala pasien PPOK (p 0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hayoo Kdkk., 2017 yang dilaporkan bahwa terdapat penurunan nilai CAT (19,6 ± 12,5 vs 15,1 ± 12,3) secara signifikan setelah diberikan edukasi (p <0,05).

Program edukasi yang komprehensif termasuk pelatihan cara penggunaan inhaler dan manajemen PPOK dapat meningkatkan nilai CAT dan pemahaman pasien terhadap manajemen PPOK. Penelitian lain yang dilakukan oleh Jang dkk., 2019 juga dilaporkan bahwa terdapat penurunan hasil nilai CAT (2,61 ±5,88 vs 2,41 ± 7,48, p=

0,01)

Pengaruh Edukasi Terhadap Penilaian Fungsi Paru Pasien PPOK

Penilaian fungsi paru pasien yang didapatkan dari hasil spirometri FEV1(Forced Expiratory Volume in 1 Second), nilai rata- rata FEV1 pada sebelum edukasi sebesar 1,28

± 0,713 dan setelah diberikan edukasi sebesar 1,36±0,722. Nilai FEV1 cenderung meningkat sebesar 0,08 liter. Dilakukan uji analisis dengan uji non parametrik Wilcoxon Signed Ranks didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada penilaian fungsi paru (FEV1) sebelum dan sesudah edukasi (p 0,001) (Tabel 5)

Tabel 5. Nilai rata-rata total FEV1 sebelum edukasi (pretest) dan sesudah edukasi (posttest) pada pasien PPOK

Variab el

Pretest (Mean

±SD)

Posttest (Mean

±SD)

(Post -Pre)

Nilai p Nilai

FEV1

1,28 ± 0,713

1,36±0, 722

0,08 0,001

Edukasi cara penggunaan inhaler memberikan adanya pengaruh yang bermakna terhadap penilaian fungsi paru pada pasien PPOK (p 0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aytac dkk., 2019 dilaporkan bahwa terdapat

peningkatan fungsi paru pada pasien PPOK pada nilai FEV1 (52,67 ± 23,51 vs 58,83 ± 25,48) setelah diberikan edukasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maricoto dkk., 2016 juga dilaporkan bahwa terdapat peningkatan fungsi paru pada nilai FEV1 sebanyak 145,7 ml; 95% CI: 11,7-279,8 : p = 0,035) setelah diberikan edukasi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi cara penggunaan inhaler memberikan adanya pengaruh yang bermakna terhadap penurunan gejala (p 0,000) dan penilaian fungsi paru (p 0,000) pada pasien PPOK sebelum dan sesudah edukasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rumah Sakit yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian hingga selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Aytac SO, Kilic SP, Ovayolu N. (2019).

Effect of inhaler drug education on fatigue, dyspnea severity, and respiratory function test in patients with COPD. Patient Education and Counseling. 1-8

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2018). Global Strategy For The Diagnosis, Management, and Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2019). Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.

Global Initiative for Chronic Lung Disease.

(2020).Global Strategy For The Diagnosis, Management, and

(8)

Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease2020 Report.

Gregoriano C, Dieterle T, Breitenstein AL, Durr S, Baum A, Maier S, et al.

(2018). Use and Inhalation Technique of Inhaled Medication in Patients with Asthma and COPD ;data from a randomized controlled trial. Respiratory Research.237(19):1-15

Hagstad S, Bjerg A, Ekerljung L, Backman H, Lindberg A, Ronmark E, et al.

(2014). Passive Smoking Exposure Is Associated With Increased Risk of COPD in Never Smokers.

CHEST.Juni:145(6):1298-1304.

Ha yoo K, Chung WY, Park JH, Hwang SC, Kim TE, Jung M, et al. (2017).

Short-term Evaluation of a Comprehensive Education Program Including Inhaler Training and Disease Management on ChronicObstructive Pulmonary Disease. Tuberculosis and Respiratory Disease. 80:377-384.

Jang JG, Kim JS, Chung JH, Shin KC, Ahn JH, Lee MS, et al. (2019).

Comprehensive Effects of Organized Education for Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. International Journal of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.14:2603-2609

Lorensia A, Yudiarso A, Benny S. (2018).

BukuPintar Alat Peraga Inhaler.

Maricoto T, Madanelo S, Rodrigues L, Teixeira G, Valente C, Andrade L, et al. (2016). Educational Interventions to Improve Inhaler Techniques and Their Impact on Asthma and COPD Control : a pilot effectiveness-implementation trial.J Bras Pneumol.6(42):440- 443

Mizarti D, Herman D, Sabri YS, Yanis A.

(2019). Hubungan Kejadian Ansietas dan Depresi dengan Kualitas Hidup pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Jurnal Respirologi Indonesia.

April;39(2):121-129

Mokoagow M, Uyainah A, Subardi S, Rumende C. Amin Z. (2016).

Peran Skor COPD Assesment Test (CAT) Sebagai Prediktor Kejadian Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif Kronik Pada Jemaah Haji Provinsi DKI Tahun 2012.Indonesian Journal of Chest.2(1): 56-65

Nguyen TS, Nguyen TLH, Pam TTV, Hua S, Chau.Q. ChuenLi S. (2018).

Pharmacists’ training to improve inhaler technique of patients with COPD in Vietnam. International of COPD.13:1863-1872

Perkumpulan DokterParu Indonesia. Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK).

(2016). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta:PerhimpunanDokterParu Indonesia.1-111.

Pothirat C, Chaiwong W, Phetsuk N, Pisalthanapuna S, Chetsadaphan N, Choomuang W. (2015).

Evaluating Inhaler Use Technique in COPD Patients. International.

Journal of COPD. 10:1291-1298

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).

(2013). Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Soni NA, Jain AP. (2019). Risk Factors For Chronic Obstructive Airway Disease: A Hospital Based

(9)

Prospective Study in Rural Central India. Annals of Medical and Health Sciences Research.Maret- April. 9(1):484-489.

Wang B, Xiao D, Wang C. (2014). Smoking and Chronic Osbtructive Pulmonary Disease in Chinese Pupulation: a meta-analysis. The Clinical Respiratory Journal.165- 175

Yang Y, Mao J, Ye Z, Li J, Zhao H, Liu Y.

(2017). Risk factors of chronic obstructive pulmonary disease among adults in chinese mainland:

A systematic review and meta- analysis. Respiratory Medicine.131:158-165

Yin P, Zhang M, Li Y, Jiang Y, Zhao W.

(2011). Prevalence of COPD and its association with socioeconomic status in China: Findings from China Chronic Disease Risk Factor Surveillance 2007. BMC Public Health. 11(586):1-8

Zhong N, Wang C, Yao W, Chen P, Kang J, Huang S, et al. (2007). Prevalence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in China. American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine. 176:753- 760

Zhou Y, Chen R. (2013). Risk Factors and Intervention For Chronic Obstructive Pulmonary Disease in China. Asian Pacific Society of Respirology.18:4-9

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 2. Nilai rata-rata total CAT sebelum  edukasi  (pretest)  dan  sesudah  edukasi  (posttest) pada pasien PPOK
Tabel 5. Nilai rata-rata total FEV 1  sebelum  edukasi  (pretest)  dan  sesudah  edukasi  (posttest) pada pasien PPOK

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok yang diberi perlakuan Penisilin dan/atau Propolis memiliki jumlah total leukosit yang lebih tinggi daripada kontrol plasebo, namun uji statistik menunjukkan bahwa

Underground signal propagation experiences attenuation, multi- path spreading as each area passing though by the signal has dif- ferent ground parameters, fading and signal

ITK Sulawesi Selatan kali ini dapat diartikan bahwa kondisi ekonomi konsumen meningkat dari triwulan sebelumnya dengan tingkat optimisme konsumen di Sulawesi Selatan dalam

Akumulasi parkir adalah jumlah keseluruhan yang parkir di suatu tempat pada waktu tertentu dan dibagi sesuai dengan kategori jenis maksud perjalanan, dimana

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan suatu organisasi untuk melihat atau

Meisarah Putri Amarillah, L 100 080 119, Sosialisasi dan Pembentukan Citra Melalui Penerapan Program Bina Lingkungan (BL) “Sektor Pendidikan: Beasiswa Kebidanan Masyarakat

Peningkatan tersebut menandakan bahwa adanya pengaruh dari intervensi yang diberikan yaitu latihan menggambar teknik mozaik, karena didalam permainan ini menuntut ketelitian,