• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Hendro Prasetyo, Ali Munhanif dkk Islam dan Civil Society Pandangan Muslim Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama, Hal.157.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I. Hendro Prasetyo, Ali Munhanif dkk Islam dan Civil Society Pandangan Muslim Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama, Hal.157."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Civil society merupakan suatu konsep yang memiliki banyak arti dan kerapkali dimaknai secara berbeda. Civil society bukan hanya manifestasi dari sebuah entitas sosial dan sekumpulan manusia, serta juga bukan hanya manifestasi dari sebuah sistem komunal. Melainkan civil society saat ini dimaknai sebagai suatu ruang publik yang berisikan manusia sebagai individu-individu dengan segala atributnya. Selain itu, civil society pun juga dimaknai sebagai asosiasi atau organisasi yang muncul secara sukarela, mandiri, rasional dan partisipatif, baik dalam wacana maupun praksisnya mengenai segala hal yang berkaitan dengan masyarakat.

Dalam perkembangannya di Indonesia, civil society lebih akrab di sapa dengan

“masyarakat madani” yang mana dipolulerkan oleh salah satu cendekiawan Indonesia yaitu Nurcholish Madjid. Menurutnya istilah masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Muhammad di Madinah dan lebih spesifik lagi adalah masyarakat bermoral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas masyarakat, dimana masyarakat memiliki daya dorong usaha dan inisiatif individual1.

Kehadiran dari civil society tidak bisa dilepaskan dari keberadaan NGO, Ormas, dan LSM yang merupakan elemen pembentuknya. Kajian tentang civil society selama ini banyak mengangkat persoalan politik, lingkungan, dan juga persoalan gender.

Misalnya polemik politik yang mana keberadaannya dalam pendidikan politik Indonesia belum berjalan dengan semestinya, civil society sebagai perwakilan masyarakat yang kritis terhadap kebijakan dan membantu mengaspirasiakan gagasan belum dapat mencapai tujuan menjadikan masyarakat cerdas dalam kehidupan bernegara (Aditya, 2009).

1 Hendro Prasetyo, Ali Munhanif dkk. 2002. Islam dan Civil Society “Pandangan Muslim Indonesia”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama, Hal.157.

(2)

2

Kemudian dalam isu lingkungan, Walhi yang berhasil melakukan program penanaman mangrove di Kota Semarang dengan melibatkan warga setempat, telah melakukan peran masyarakat sipil dalam hal advokasi untuk keadilan lingkungan bagi masyarakat (Akbari, Turtiantoro, and Astuti 2016). Ada juga gerakan sosial perempuan yang dilakukan oleh Women’s Crisis Center Sukma Bangsa Malang yang mempunyai tujuan untuk melindungi hak kaum perempuan seperti dalam pembelaan terhadap permasalahan Kekerasan Dalam Rumah tangga yakni suatu bentuk kinerja lembaga sipil dalam menangani permasalahan sosial ditingkatan masyarakat (Retno, 2008).

Banyak nya penelitian tentang civil society namun tidak banyak yang melihat gerakan masyarakat sipil dalam mewujudkan kedaulatan pangan, misalnya beberapa penelitian yang ada hanya concern pada gerakan reforma agraria sebagai upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Contohnya “Pembaharuan Agraria sebagai Landasan Kedaulatan Pangan Indonesia” (Alfons and Dhanarto 2019) , yang hanya menghadirkan proses land reform dan sampai saat ini hal itu belum menemukan hasil.

Di dalam UUD 1945 menegaskan bahwa perwujudan Hak Asasi Manusia melalui penjaminan kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan juga mengeluarkan pendapat serta mengembangkan dan memajukan dirinya secara individu ataupun kolektif. Civil Society atau disebut juga organisasi masyarakat hadir sebagai wadah dalam menjalankan wujud HAM tersebut. Oleh karena itu pemerintah membentuk dasar hukum untuk mengaturnya, yaitu Undang Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dalam UU ini pasal 5 menjelaskan bahwa tujuan civil society atau ormas itu ada beberapa diantaranya adalah meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat, melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan juga mewujudkan tujuan negara. Pasal 6 memaparkan fungsi civil society atau ormas itu diantaranya yaitu penyalur aspirasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.

Begitupun dengan masalah pangan terkhusus perwujudan konsep kedaulatan pangan yang notabene belum berhasil dilakukan oleh negara, maka kehadiran civil society disini berusaha untuk membantu dan mengisi ruang kosong yang ditinggalkan

(3)

3

oleh negara. Dalam penelitian yang akan dilakukan ini berusaha menghadirkan salah satu civil society yang memang berfokus dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan yaitu Serikat Petani Indonesia (SPI). SPI merupakan organisasi yang konsisten mengangkat tentang permasalahan pangan dan juga menuntut pemerintah untuk sebenar benarnya menjalankan prinsip Kedaulatan Pangan yang selama ini tidak menunjukkan wujud praksisnya. Sehingga SPI bersama dengan organisasi lainnya bergerak untuk mengisi kekosongan tersebut melalui program kegiatan.

Berdirinya Serikat Petani Indonesia pada masa orde baru merupakan salah satu bagian dari perjalanan panjang para kaum tani untuk memperoleh dan memperjuangkan hak atas tanah yang selama ini menjadi konflik dalam proses praktek pembangunan Orde Baru. Kemudian seiring berjalannya waktu isu yang diangkat semakin banyak namun tidak lepas dari isu yang dianggap representative oleh para petani seperti Anti Neoliberalisme, Hak Asasi Petani, Koperasi, Reforma Agraria, Pertanian Agroekologi, serta Kedaulatan Pangan.

Sejak masa orde baru memang Indonesia menggunakan prinsip Ketahanan Pangan (Food Security) sesuai dengan Undang Undang No. 7 Tahun 1996. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap individu warga negara, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau2. Namun Indonesia akhirnya beralih kepada prinsip Kedaulatan Pangan (Food Sovereignty) yang ditandai dengan perubahan kebijakan pangan menjadi Undang Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Yang mana salah satu poin dari Kedaulatan Pangan (Food Sovereignty) mengharuskan pasokan pangan dari dalam negeri saja. Selain itu juga konsep ini menyorot hak hak petani selaku produsen atau kesejahteraanya melalui biaya produksi pertanian dan harga jual hasil pertanian. Serta juga memperhatikan kondisi lingkungan.

Kesejahteraan petani di Provinsi Jawa timur dalam tiga tahun terakhir dalam hitungan nilai tukar petani (NTP) mengalami penurunan. Akumulasi NTP dapat

2 Undang Undang No 18 Tahun 2012 Pasal 1 Ayat 4.

(4)

4

dianggap baik jika lebih besar dari angka 100. Data BPS mencatat Pada bulan Mei tahun 2018 NTP sebesar 98,90, Bulan Mei tahun 2019 99,20 dan bulan Mei tahun 2020 sebesar 99,0. Merujuk kepada besaran nilai yang terus mengulang pada bulan Mei dengan angka dibawah 100 maka dapat dinyatakan bahwa biaya pokok produksi petani lebih besar dari pada hasil penjualan panen petani dipasaran. Siklus ini merugikan petani karena pemerintah belum bisa menghadirkan kestabilan harga jual petani.

Padahal produksi kebutuhan pangan Jawa Timur selalu surplus seperti komoditas beras dan jagung. Data dari Satgas pangan menyebutkan bahwa komoditas beras pada tahun 2019 terjadi surplus sebesar 5,50 juta ton dan tahun 2020 surplus sekitar 5,76 juta ton, Untuk komoditas jagung tahun 2019 mengalami surplus sebesar 4.384.009 ton dan tahun 2020 surplus 1,6 juta ton.

Kondisi ini semakin diperburuk oleh maraknya alih fungsi lahan pertanian, Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu 2018-2019 telah kehilangan lahan sebesar 9817,69 ha. Wilayah Kabupaten/Kota yang menduduki peringkat pertama dalam alih fungsi lahan pertanian yakni wilayah Lamongan dengan konversi lahan sebesar 1894,19 ha, Bojonegoro 1133,43 ha, dan Madiun 1024,99 ha. Begitupun juga yang terjadi diwilayah Tuban permasalahan degrdasi lahan menjadi momok yang selalu dikhawatirkan oleh petani. Menurut data yang disampaikan oleh kepala dinas pertanian di provinsi Jawa Timur dari penelitian Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) tercatat jumlah konversi lahan sawah di Kabupaten Tuban seluas 374,92 ha.

Berkurangnya lahan pertanian dibeberapa wilayah ini dapat mempengaruhi pemenuhan pangan wilayah Jatim.

Kompleksitas masalah ini harus nya menjadi sebuah momentum dalam menjalankan program kegiatan yang tepat oleh pemerintah. Namun beberapa kegiatan yang dilakukan seringnya mendapat kritikan dari banyak masyarakat sipil tidak terkecuali SPI. Serikat Petani Indonesia dalam mencapai konsep kedaulatan pangan yang dipercaya dapat mencapai menyelsaikan masalah petani sera pangan membuat beberapa program prioritas dan dimasukkan dalam cabang cabang SPI dan menjadikan nya sebagai sebuah wilayah binaan. Termasuk didalamnya wilayah SPI Cabang Tuban

(5)

5

sebagai refrenstasi SPI pusat dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Wilayah SPI Cabang Tuban ini termasuk wilayah yang progresif dalam menggalakkan kegiatan yang terkait dengan perwujudan kedaulatan pangan melalui pemanfaatan sumber daya kawasan secara agroekologis, serta mendeklarasikan kawasan daulat pangan yang dianggap mampu mengintegrasikan penyediaan pangan yang cukup, sehat, aman, bergizi bahkan berkelanjutan.

Penelitian ini akan berbeda dengan penelitian sebelumnya, tidak hanya berusaha untuk melihat kegiatan perjuangan kedaulatan pangan melalui gerakan land reform. Tetapi beberapa kegiatan lain yang oleh SPI Tuban sudah dilakukan sebagai upaya pemberdayaan melalui langkah langkah alternatif untuk mengkampanyekan kedaulatan pangan seperti membangun kehidupan ekonomi petani melalui koperasi, pengembangan agroekologi, membangun kawasan daulat pangan, pengembangan benih, kegiatan pusdiklat dan beberapa kegiatan lainnya. Oleh karena itu mengetahui dan memahami pandangan serta pemikiran maupun aksi dari masyarakat sipil dalam melakukan pemberdayaan untuk mewujudkan kedaulatan pangan pada Serikat Petani Indonesia DCP Tuban relavan untuk diteliti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diangkat maka penulis dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pemberdayaan melalui masyarakat sipil dalam mewujudkan kedaulatan pangan pada Serikat Petani Indonesia DPC Tuban ?

2. Apa saja tantangan pemberdayaan Serikat Petani Indonesia DPC Tuban dalam mewujudkan kedaulatan pangan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Maka dari rumusan masalah yang sudah diangkat oleh penulis maka terdapat beberapa tujuan sebagai berikut :

(6)

6

1. Untuk mengetahui dan memahami pemberdayaan melalui masyarakat sipil dalam mewujudkan kedaualatan pangan pada Serikat Petani Indonesia DPC Tuban

2. Untuk mengetahui dan memahami tantangan pemberdayaan melalui Serikat Petani Indonesia DPC Tuban dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pengetahuan tentang pemberdayaan melalui masyarakat sipil di dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan. Selain itu penelitian ini dapat diharapkan mejadi refrensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya yang berminat tentang pemberdayaan melalui masyarakat sipil di Indonesia. Adapun dari penelitian ini juga sebagai hasil dari diskusi akademik dalam mata kuliah Negara dan Masyarakat Sipil yang peneliti tempuh selama perkuliahan.

2. Manfaat Praktis

Bagi peneliti penelitian ini sebagai prasyarat untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) di bidang Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.

Bagi pegiat gerakan sosial penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rekomedasi perbaikan dalam melaksanakan program program kegiatan untuk mengatasi masalah pangan melalui konsep kedaulatan pangan.

Bagi Akademisi penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan wawasan bagi semua pihak yang melakukan penelitian dan atau kajian tentang pemberdayaan masyarakat sipil terkhusus Serikat Petani Indonesia DPC Tuban dan upayanya dalam mewujudkan kedaulatan pangan .

Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan stimulan dan wawasan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

(7)

7

dalam upaya memperbaiki kehidupan kearah yang lebih baik, khususnya dalam bidang pertanian dan ekonomi.

1.5 Definisi Konseptual

Definisi konseptual dalam sebuah penelitian ini merujuk pada konsep yang berada pada permasalahan di judul kajian ini. Tujuan pemberian pengertian terhadap rumusan permasalahan agar penulis dan pembaca memiliki pemahaman sesuai ruang lingkupnya. Berikut konsep konsep terkait penelitian ini diantaranya

1. Pemberdayaan

Pada dasarnya pemberdayaan adalah paradigma pembangunan manusia, pembangunan yang berpusat pada rakyat dan merupakan proses pembangunan yang mendorong prakarsa masyarakat berakar yang berasal dari bawah (Hamid 2016). Menurut Oxford English Dictionary dalam Prijono (1996 : 3) istilah pemberdayaan (empowerment) mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua adalah to give ability to or anable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaaan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Di sisi lain Paul (1987) dalam Prijono dan Pranarka (1996) mengatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan pada kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil pembangunan.”Sedangkan konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui pengamatan langsung. Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua

(8)

8

kecenderungan, antara lain: pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

2. Masyarakat Sipil (Civil Society)

Konsep civil society di populerkan oleh Markus Tullius Cicero yang diistilahkan dengan civilis societas dan pengertiannya mengacu pada gejala budaya peroarangan dan masyarakat.

Civil Society menurut Cicero adalah civillis Societas yaitu sebuah masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hodup. Adanya hukum yang mengatur pergaulan antar individu menandai keberadaan suatu jenis masyarakat tersendiri (Dawam Rahardjo, 1999)

Kemudian sejarah konsep civil society ditelusuri kembali dalam perdebatan klasik antara Thomas Hobbes, John Lock, Montesqieu dan dalam diskursus modern dilakukan oleh Hegel, Marx, dan Engels. Definisi dari Civil Society memang sangat beragam, dan para ahli pun mendefinisikannya dengan kalimat yang beragam pula. Sebagian ahli mengatakan bahwa Civil Society adalah masyarakat madani. Anwar Ibrahim seorang tokoh politik dan pemikir dari Malaysia menyebutkan bahwa fungsi dari Civil Society berbeda dengan lembaga negara serta yang memperkenalkan civil society sebagai masyarakat madani.

Civil Society menurut Hikam adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya perilaku, tindakan, dan refleksi

(9)

9

mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi material, dan tidak terserap dalam jaringan kelembagaan politik resmi (Efendi et al., 2019).

Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur, berprinsip moral serta menyeimbangkan kebebasan individu dan kestabilan masyarakat. Dan masyarakat madani memiliki ciri yang khas seperti kemajemukan budaya, hubungan timbal balik, serta sikap yang saling menghargai (Kurniawan dan Puspitosari, 2012: 19-20)

Dari beragamnya konsep yang ada, maka karakteristik civil society terdiri dari: Free publik sphere, demokratisasi, toleransi, pluralisme, social justice, partusipasi sosial, supremasi hukum, sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan, advokasi, dan sebagai kelompok kepentingan atau kelompok penekan3.

3. Kedaulatan Pangan

Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjadmin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal (Undang Undang No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan)

Sehingga yang perlu digaris bawahi adalah konsep kedaulatan pangan yang mendorong pemenuhan pangan melalui produksi lokal, dan juga pemenuhan hak bagi setiap bangsa dalam mendapat akses pangan yang berkualitas dan diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan. Sehingga paradigm kedaulatan pangan juga mengedapankan persfektif ekologis, kesetaraan gender, dan revitalisasi budaya.

1.6 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur dengan observasi lapangan. Adapun definisi operasional pada penelitian ini adalah

3 Kurniawan, op.cit., hlm 30-31

(10)

10

untuk menjawab apa yang ada dalam rumusan masalah. Definisi operasional dalam penelitian ini diantaranya adalah :

1. Pemberdayaan melalui masyarakat sipil dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan pada SPI DPC Tuban dapat dilihat dengan menilik lebih lanjut beberapa program kerja yang terkait dengan kedaulatan pangan, yaitu

;

a. Program Pengkajian strategis b. Program Koperasi Tani

c. Program Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT)

2. Tantangan yang mempengaruhi Serikat Petani Indonesia DPC Tuban dalam mewujudkan kedaulatan pangan, yaitu ;

a. Kualitas Sumber daya Manusia b. Sumber Daya Lahan

1.7 Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif dalam penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk mendapat gambaran serta penjelasan yang terkait dengan permasalahan yang akan diangkat. Jenis penelitian ini dipilih dengan alasan karena peneliti ingin mendeskripsikan keadaan yang akan diamati di lapangan dengan lebih spesifik, transparan, dan mendalam.

Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi/kejadian sehingga data yang akan terkumpul bersifat deskriptif untuk mengidentifikasi pemberdayaan melalui masyarakat sipil dalam mewjudkan kedaulatan pangan pda Serikat Petani Indonesia DPC Tuban. Dalam penelitian deskriptif ini data akan diambil dengan sebenar benarnya, dimana peneliti akan mendeskripkan dan menghubungkan antar variabel dari adanya keterlibatan masyarakat sipil

(11)

11

dalam hal ini SPI DPC Tuban untuk mewujudkan kedaulatan pangan, serta mengembangkan konsep/teori yang memiliki validitas universal.4

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat berlangsungnya penelitian dimana peneliti akan memperoleh data dari permasalahan yang diteliti sehingga data yang didapatkan bisa lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun penelitian ini di lakukan pada :

a. DPC Tuban, Desa Karanglo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.

b. DPW Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Timur, Jl. Jombang RT 02, RW.12, Dusun Kandangan Krajan, Desa Kandangan, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu narasumber atau orang yang diminta keterangan dan informasi terkait dengan penelitian. Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan pendekatan purpsive sampling, yaitu pendekatan dengan teknik pengambilan data melalui pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling mengetahui permasalahan yang akan diteliti sehingga mempermudah peneliti dalam menjalajahi objek atau situasi sosial yang sedang diteliti.5

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini yaitu setiap orang yang tergabung dalam SPI terkhusus yang mengisi struktur formatur SPI DPC Tuban, SPI DPW Jawa Timur, dan petani ataupun masyarakat yang tergabung dalam program SPI DPC Tuban. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini diantaranya adalah Ketua DPW SPI Jawa Timur, Ketua SPI DPC Tuban, anggota Serikat Petani Indonesia Tuban.

4 Sukardi, Metodelogi Penelitian Pendidikan ( Jakarta: Bumi Aksara/ 2011), Hal. 157

5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2012), Hal. 96

(12)

12

Selain penentuan subjek diatas dengan menggunakan purpusive sampling kemungkinan besar akan digunakan snowball sampling karena kemungkinan besar selama penelitian peneliti akan diarahkan oleh informan informan diatas untuk mendapatkan tambahan informasi diluar informan informan yang sudah ditentukan.

4. Sumber Data

Untuk mengetahui pemberdayaan melalui masyarakat sipil dan upaya yang dilakukan dalam mewujudkan kedaulatan pangan ini, maka sumber data yang diperlukan dari pihak pihak terkait dan terlibat dalam prosesnya secara langsung. Adapun sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer dan data sekunder.

Data Primer yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung atau dari narasumber yang dapat dipercaya dalam memberikan informasi yang terkait dengan judul yang diteliti. Data primer akan mencakup data hasil wawancara secara terstruktur dan tidak terstruktur dan observasi yang dilakukan peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung dengan narasumber yang telah ditentukan sebelumnya melalui teknik purpusive sampling.

Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh unsur yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini seperti ketua DPW SPI Jawa Timur, Ketua DPC SPI Tuban serta anggota DPC SPI Tuban yang mana terlibat langsung dan yang dapat dipertanggungjawabkan kapabilitasnya sebagai narasumber.

Data Sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder tersebut diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber sumber yang telah ada seperti dokumen dokumen resmi Serikat Petani Indonesia, buku, jurnal, melalui internet, ataupun penelitian- penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini.

(13)

13 5. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini akan dilakukan beberapa cara oleh peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan, seperti observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Pertama, Wawancara merupakan pertemuan peneliti dengan responden ataupun narasumber untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga didapatkan konstruksi makna dalam topik yang akan dibahas.6

Pada kegiatan ini peneliti melakukan wawancara secara langsung dan tidak menutup kemungkinan menggunakan wawancara tidak langsung dengan subjek yang sudah ditentukan. Adapun pelaksanaan wawancara pada penelitian ini adalah semi-terstruktur, dimana peneliti akan mewawancara narasumber dengan pertanyaan terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan dan pada wawancara jenis ini peneliti memiliki pedoman wawancara berdasarkan definisi operasional penelitian, sehingga data yang diperoleh bisa menjadi lebih lengkap dan konprehensif.7

Kedua, yaitu Obervasi merupakan metode pengumpulan data atau keterangan yang dilakukan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ketempat yang akan diteliti.8 Peneliti akan melakukan observasi lapangan, yang mana peneliti turun lapang ketempat penelitian untuk melihat secara langsung bagaimana keadaan lapangan serta memahami hal-hal yang didapat dari subjek penelitian terkait dengan pemberdayaan melalui masyarakat sispil pada serikat petani indonesia dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

Ketiga, Setelah dilakukan observasi dan wawancara maka peneliti akan melakukan dokumentasi, dimana teknik dokumentasi ini berupa

6 Sugiyono, Op.Cit, Hal.231

7 Ibid., Hal 318

8 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitin: Sutau Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Hal.124

(14)

14

informasi yang berasal dari catatan penting baik dari organisasi maupun subyek lain nantinya. Dari teknik pengumpulan data ini peneliti akan mencari data pendukung seperti dokumen laporan kegiatan organisasi, foto, dan hal yang lain yang berhubugan dengan permasalahan yang saat ini diangkat.

6. Analisis Data

Teknik analisis data merupakan proses menemukan, mengumpulkan, menyusun dengan terstrktur, dan menganalisis data yang diperolehnya dar hasil wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Dalam penelitian in penulis menggunakan pendekatan kualititatif deskriptif yang nantinya akan disajikan analisis dengan model statistika dan model narasi fakta-fakta.

Untuk mempermudah menganalisis data, penulis menggunakan pengertian beserta tahapan yang dikemukakan oleh Creswell (2015) berikut;

1) Mempersiapkan data untuk dianalisis dengan langkah-langkah metranskripsikan hasil wawancara, menentukan materi pendukung, serta menyusun data-data yang telah didapatkan semua dari lapangan.

2) Memahami data-data secara keseluruhan dengan memberikan tanda pada gagasan umum yang diperoleh.

3) Menganalisis dengan rinci meliputi perbaikan kepenuliasan naskah untuk menggambarkan focus penelitian.

4) Menyajikan bagaimana narasi deskriptif ini Akan dituangkan dalam bentuk tuliasn laporan kualititif.

Referensi

Dokumen terkait

Penafsiran atau hermeneutik Alquran adalah dasar pemahaman, ia berkaitan dengan teks dan konteks sosio-historis seorang penafsir pada satu sisi, dan pada sisi lain

Sedangkan perbedaan penelitian tersebut adalah mengarah pada potensi fisik yang dimiliki oleh Keraton Surakarta dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar

Berdasarkan data dan pembahasan pada penelitian pengembangan modul mitigasi bencana berbasis potensi lokal yang terintegrasi dalam pelajaran IPA di SMP maka dapat

Energi aktivasi (Ea) harus ditentukan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan membandingkan dua harga konstanta penguraian zat pada temperatur

Kesimpulan penelitian adalah terpaan iklan hijau di televisi dan pengetahuan tentang manfaat air putih berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat konsumsi

Menurul Rus i (1939) lahe m€rah ebih banyak d qunakan untuk bahan obar jamu dan minyak atsrl sedangkan dari hasi uti organoeptik dperoeh skor berkisar antara 3

Ester adalah senyawa yang dapat dianggap turunan dari asam karboksilat dengan mengganti ion hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon. Beberapa contoh

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan deviden berpengaruh positif terhadap nilai