12
BAB II
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD,
PEMAHAMAN KONSEP FISIKA
A. Pembelajaran Kooperatif
1. Model Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep siswa, akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya, siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling memecahkan masalah-masalah yang rumit. Dengan demikian hakekat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007 : 56).
Dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa yang sederajat tapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat bekerja secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar, selama bekerja dalam kelompok. Tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
mempengaruhi perolehan pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif yang digambarkan di bawah ini. Slavin, 1989 (yusron, 2011:92-93).
Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran koopertif siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti penjelasan kepada teman kelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur dan siswa yang pandai membantu teman yang lebih lemah. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat aktif dan kreatif dalam proses berfikir dan kegiatan pembelajaran. Selama bekerja dalam kelompok, tugas setiap anggota kelompok adalah wajib saling membantu agar semua anggota kelompok mampu memahami materi yang guru berikan.
Agar pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, strategi yang dilakukan dapat dilengkapi dengan lembar kerja siswa (LKS), yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan
Tujuan kelompok yang didasarkan pada pembelajar-an pembelajar-anggota kelompok Motivasi
mendorong teman satu kelompok untuk belajar
membantu teman satu kelompok untuk belajar
memberikan respon terhadap pendapat temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing kelompok menyajikan hasil pekerjaannya di depan kelas untuk didiskusikan dengan seluruh siswa.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Menurut Johnson & Johnson (Trianto, 2009 : 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman, baik secara individu maupun secara kelompok.
Zamroni dalam Trianto (2009:57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input dalam level individual. Disamping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa.
mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia, yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakanya dengan model pembelajaran lainya. Adapun ciri-ciri tersebut dikemukakan oleh
Carrin (Maryati, 2005:18) yaitu setiap anggota kelompok memiliki peran, terjadi interksi langsung diantara para siswa, setiap anggota kelompok
bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya.
Tabel 2.1. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional
Kelompok belajar koperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan positif,saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pembelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberi bantuan
Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing Keterampilan sosial yang diperlukan dalam
kerja potong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomuni-kasi, mempercayai orang lain dan mengelolah konflik secara langsung diajarkan
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpesonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
3. Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi dari model tersebut, yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi kelompok (Teams games tournament atau TGT), Pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head together (NHT). (Trianto, 2009 : 67)
Tabel berikut ini mengikhtisarkan dan membandingkan empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif.
Tabel 2.2. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
STAD Jigsaw Investigasi
kelompok Pendekatan struktural Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik sederhana Informasi akademik tingkat tinggi & keterampilan inkuiri Informasi akademik sederhana Tujuan Sosial Kerja kelompok dan kerja sama
Kerja kelompok dan kerja sama
Kerja sama dalam kelompok komplek Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial Strukur Tim Kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota Kelompok belajar heterogen dengan 4-6 orang anggota menggunakan pola kelompok “asal” dan kelompok “ahli” Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 orang homogen Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota Pemilihan Topik
Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru
Tugas utama Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan & saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya Siswa mempelajari materi dalam kelompok “ahli” kemudian membantu anggota kelompok asal
mempelajari materi itu
Siswa menyelesaikan inkuiri kompleks
Siswa mengerja-kan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif
Penilaian Tes mingguan Bervariasi dapat berupa tes mingguan
Menyelasaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes essay Bervariasi Pengakuan Lembar pengetahuan & publikasi lain
publikasi lain Lembar pengakuan
dan publikasi lain
Bervariasi
B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Metode ini di kembangkan oleh Slavin. STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan agar saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. STAD diharapkan dapat membantu siswa menguasai materi pelajaran yang disampaikan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat tercapai karena “gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru” (Yusron, 2011:12).
Pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah karena “STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif’’(Yusron, 2011:143).
STAD terdiri atas lima komponen utama (Robert E. Slavin, 2005 dalam Yusron 2011), yaitu:
1. Presentasi Kelas
hal-hal sebagai berikut (diadaptasi dari Good, Grouws dan Ebmeir, 1983 dalam Yusron, 2011:143-154).
a. Pembukaan
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran pada siswa. Memotivasi rasa ingin tahu siswa dengan cara mengaitan materi dalam kehidupan sehari-hari.
2) Melatih siswa agar dapat bekerja dalam tim mereka untuk “menemukan” konsep-konsep atau untuk membangkitkan minat mereka pada saat pembelajaran.
3) Mengulangi tiap persyaratan atau informasi secara singkat. b. Pengembangan
1) Menetapkan materi yang akan dipelajari oleh siswa.
2) Menanamkan konsep pada siswa sehingga siswa tidak hanya menghafal. 3) Demonstrasi secara aktif untuk memotivasi siswa
4) Melakukan evaluasi kepada siswa sesering mungkin dengan tanya jawab. 5) Memberikan penguatan terhadap jawaban siswa, sehingga siswa memahami
konsep dengan jelas.
6) Menjelaskan materi selanjutnya jika siswa telah memahami konsep yang sebelumnya.
7) Menghindari banyak bertanya dan menjelaskan materi terlalu cepat c. Pedoman Pelaksanaan
2) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan, sehingga siswa selalu mempersiapkan diri mereka untuk menjawab.
3) Memberikan tugas-tugas kelas seefisien mungkin kemudian memberikan umpan balik.
2. Tim
Tim terdiri dari empat sampai lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3. Kuis
Setelah satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga para siswa bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya. 4. Skor Kemajuan Individual
5. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu, skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan 20% dari peringkat mereka. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase, fase-fase dalam pembelajaran ini seperti dalam Tabel 2.3 (Trianto, 2009:71).
Tabel 2.3. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Fase Kegiatan guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siwa belajar
Fase 2
Menyajikan dan menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya atau hasil belajar individual dan kelompok (Sumber: Ibrahim, dkk. 2000:10 dalam Trianto, 2009:71)
C. Pemahaman Konsep Fisika 1. Definisi Konsep
Banyak para ahli telah mendefinisikan tentang konsep diantaranya Soedjadi (Halimi, 2010:11) mengemukakan Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek. Rosser (Halimi, 2010:11) mengemukakan ”Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.” Gagne (Halimi 2010:11) mengemukakan A consept is a rule that classifies object or event (Konsep adalah suatu aturan dalam mengklasifikasi/mengelompokan objek atau peristiwa).
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan, karena itu seorang guru dalam mengajar konsep harus mengacu pada tujuan yang harus dicapai. Euwe Van De Berg (Hidayat, 2002:14) merumuskan bahwa tujuan dari mengajar konsep adalah agar siswa dapat:
a) Mendefinisikan konsep yang bersangkutan.
b) Menjelaskan perbedaan antar konsep yang bersangkutan dengan konsep lain. c) Menjelaskan hubungan dengan konsep lain.
d) Menjelaskan arti konsep dari kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam memecahkan masalah.
digunakan. Dari pernyataan tersebut untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diperoleh, pertanyaan-pertanyaan yang baru diajukan dapat diarahkan pada ciri-ciri penting konsep, contoh konsep,
kedudukan konsep dan keterkaitannya dengan konsep lain. 2. Pemahaman Konsep
Menurut Bloom (Rustaman, 2001:46) pemahaman adalah kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik, menterjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematika atau sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (mengekstrapolasi), mengungkapkan suatu konsep dengan kata-kata sendiri.
Usman dan Setiawati (Halimi 2010:13) menyatakan bahwa salah satu indikator keberhasilan belajar dapat diukur melalui peningkatan pemahaman konsep siswa.
Dalam taksonomi Bloom, ”pemahaman” di tempatkan pada jenjang kognitif kedua setelah kemampuan ”mengingat”. Pemahaman menurut Bloom (Halimi, 2010) meliputi tiga aspek, yaitu translasi, interpretasi dan ekstrapolasi.
a. Aspek Translasi, meliputi:
1) Kemampuan menerjemahkan sesuatu dari bentuk abstrak ke bentuk lain yang lebih konkrit.
2) Kemampuan untuk menerjemahkan suatu simbol ke dalam bentuk lain seperti menerjemahkan tabel, grafik dan sebagainya.
3) Kemampuan menerjemahkan bahasa ke dalam bahasa lain. b. Aspek Interpretasi, meliputi:
1) Kemampuan membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan atau bertentangan dengan kelompok data. 2) Kemampuan untuk memahami rangkaian suatu pekerjaan secara keseluruhan. 3) Kemampuan untuk memahami, menafsirkan dan kejelasan ke dalam berbagai
macam bacaan.
c. Aspek Ekstrapolasi, meliputi:
1) Kemampuan untuk menyimpulkan dan menyatakan lebih eksplisit.
2) Kemampuan untuk memprediksikan konsekuensi dari tindakan dan digambarkan dari sebuah komunikasi.
3) Kemampuan untuk bisa sensitif terhadap faktor yang mungkin membuat prediksi menjadi titik akurat.
(1989:27) memberikan alternatif cara mengukur tipe hasil belajar pemahaman yakni dengan mengajukan permasalahan yang operasional dan objek operasionalnya seperti disajikan dalam Tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4. Pengklasifikasian Objek Oprasional
Sudjana (1989:27)
Tipe Hasil Belajar Kata Kerja Operasional Objek Oprasional
Translasi
Menterjemahkan, memberikan kata sendiri, menggambarkan,
menguraikan, mengemukakan kembali, menyiapkan dengan cara lain, membaca, mengubah.
Arti, gambaran, contoh, definisi, kata fase, intisari
Interpretasi
Menafsirkan, menyusun kembali, membedakan, membuat, menggambar grafik, menjelaskan, memperagakan.
Kesimpulan, metode, teori, intisari, aspek gambaran baru, hubungan dasar, sangkut paut.
Ekstrapolasi
Menyimpulkan, memperkirakan, memperluas, memperhitungkan, menggambarkan, menaksir, menduga, menentukan, mengisi, membedakan.