• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI AYAM BROILER (Kasus: Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI AYAM BROILER (Kasus: Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

M. SIGIT ARDI YUDATAMA 160304097

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI AYAM BROILER (Kasus:

Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat). Dibimbing oleh Bapak Ir.M. Jufri, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Sri Fajar Ayu, SP., MM sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perhitungan harga pokok produksi ayam broiler yang dilakukan oleh usaha ternak di daerah penelitian dan untuk menganalisis perbandingan harga pokok produksi dengan metode full costing dan variable costing dengan metode harga pokok produksi selama ini digunakan di daerah penelitian. Metode yang digunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak ayam broiler di Kecamatan Bahorok melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menjumlahkan biaya produksinya terdiri dari biaya bahan baku, obat-obatan dan listrik. Peternak tidak menghitung biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan biaya PBB. Harga pokok produksi dengan metode yang dilakukan peternak tidak jauh berbeda dengan metode full costing dan variable costing.

Dalam perhitungan metode yang dilakukan peternak di peroleh harga pokok produksi Rp.15.766, dalam perhitungan metode full costing diperoleh harga pokok produksi sebesat Rp. 16.554, dan dalam perhitungan metode variable costing di peroleh harga pokok produksi sebesar Rp. 16.242.

Kata Kunci: Harga Pokok Produksi, Ayam Broiler, Metode Full Costing dan Variable Cosing.

(5)

Production Cost Price In Broiler Chicken” . Guided by Bapak Ir. M. Jufri, M.Si as Chair of the Supervising Commission and Ibu . Sri Fajar Ayu, SP., MM as a Member of the Supervising Commission.

This study aims to analyze the calculate cost of production to determine cost of broiler chicken carried out by broiler chicken business in the study area and to analyze the comparison of the cost of production with the full costing method and variable costing with the cost of production method has been used in the study area. The method used is quantitative analysis and qualitative analysis.

The results showed that broiler chicken farmer in Kecamatan Bahorok calculate the cost of production by adding up the production costs consisting of the costs of raw materials, chicken medicines and electricity. Farmers do not calculate labor costs, depreciation costs and land and building tax fees. The cost of production by the method carried out by farmers is not much different from the full costing method and variable costing. In the calculation method carried out by farmers obtained the cost of production is Rp. 15,766, in the calculation of the full costing method obtained the cost of production is Rp. 16,554, and in the calculation of the variable costing method known that the cost of production is Rp. 16,242.

Keywords: Cost of Production, Broiler Chicken, Full costing Method and Variable Costing.

(6)

M. Sigit Ardi Yudatama, lahir di Rantau Prapat pada anggal 22 mei 1999. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari Bapak Ardianto dan Ibu Nunung Tita Sukawati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2004 masuk SD Negeri 72 Mandau dan lulus pada tahun 2010.

2. Tahun 2010 masuk SMP Negeri 2 Mandau dan lulus pada tahun 2013.

3. Tahun 2013 masuk SMA Negeri 5 Mandau dan lulus pada tahun 2016

4. Tahun 2016 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

5. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Turangi, Kecamatang Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara dari bulan Juli 2019 – Agustus 2019.

6. Melaksanakan Penelitian di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Lagkat Pada bulan Februari 2020.

(7)

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Ayam Broiler (Kasus: Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)”.

Dibimbing oleh Bapak Ir.M. Jufri, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr.

Sri Fajar Ayu, SP., MM sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Ardianto dan Ibunda Nunung Tita Sukawati. yang selalu memberikan semangat, nasihat, doa yang tiada putus-putusnya serta dukungan baik secara materi maupun non materi yang tiada henti- hentinya, juga kasih sayang dan perhatiannya yang membawa penulis hingga sampai pada proses akhir pendidikan sarjana ini.

2. Bapak Ir.M. Jufri, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memotivasi penulis tanpa mengenal lelah, serta mendukung dan membantu penulis sejak masa perkuliahan hingga dalam penyelesaikan skirpsi ini. Kebijaksanaan,

(8)

3. Ibu Dr. Sri Fajar Ayu, SP., selaku anggota komisi pembimbing yang dengan kesediaan waktu membimbing, memberikan motivasi, memberikan pengarahan dan memberi kemudahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan Ibu menjadi panutan bagi penulis.

4. Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU dan Bapak Ir.M.Jufri,MSi selaku Sekertaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang memberikan banyak kemudahan selama mengikuti masa perkuliahan.

5. Seluruh dosen Fakultas Pertanian USU khususnya Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Untuk rekan tercinta Firlyza Yolanda yang telah memberikan semangat dan selalu mendampingi penulis dalam melakukan penyusunan skripsi.

7. Teman-teman seperjuangan Agribisnis stambuk 2016, yang telah banyak membantu dan menjadi penyemangat penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Sampel yang sudah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi.

(9)

berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Februari 2020

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Agribisnis Peternakan Ayam Broiler ... 10

2.1.2 Biaya Produksi Ayam Broiler ... 11

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Harga Pokok Produksi... 12

2.3 Penelitian Terdahulu... 22

2.4 Kerangka Pemikiran ... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 27

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.3 Metode Penentuan Sampel ... 27

3.4 Metode Analisis Data ... 28

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 29

3.5.1 Definisi ... 29

3.5.2 Batasan Operasional ... 30

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 31

4.1.1 Letak Geografis dan Lingkup Wilayah Penelitian ... 31

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 31

4.1.3 Pemerintahan ... 35

4.1.4 Sarana dan Prasarana... 36

4.2 Karakteristik Sampel ... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Harga Pokok Produksi Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok ... 38

5.2 Komponen Biaya Harga Pokok Produksi... 39

(11)

5.2.1 Biaya Bahan Baku Langsung ... 39 5.2.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung ... 40 5.2.3 Biaya Overhead ... 41 5.3 Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing

dan Variable Costing ... 42 5.3.1 Metode Full Costing... 42 5.3.2 Metode Variable Costing ... 44 5.4 Perbandingan Harga Pokok Produksi Metode Perusahaan

dengan Metode Full Costingi dan Variabble Costing... 45 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 49 6.2 Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

No Judul Halaman 1.1 Komposisi Zat Gizi Daging Ayam, Daging Kambing dan

Daging Sapi Per 100 Gram Bahan Makanan 3

1.2 Rata-Rata Konsumsi Daging Segar Per Kapita Per Tahun Di

Indonesia, Tahun 2013-2016 4

1.3 Jumlah Produksi Ayam Broiler di Kabupaten/Kota Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2018 6

1.4 Jumlah Produksi Daging di Kabupaten Langkat 2017 6 1.5 Harga Ayam Broiler di Tingkat Peternak Tahun 2019 di

Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat 7

4.1 Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kecamatan

Bahorok pada Tahun 2018 32

4.2 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Bahorok

Tahun 2018 33

4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin

di Kecamatan Bahorok Tahun 2018 34

4.4 Jumlah Dusun Menurut Desa di Kecamatan Bahorok Tahun

2018 35

4.5 Sarana dan Prasarana Kecamatan Bahorok Tahun 2018 36 4.6 Banyaknya Sarana Ibadah Kecamatan Bahorok Tahun 2018 36 4.7 Karakteristik Sampel Usaha Ternak Ayam Broiler 37 5.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Ayam Broiler dengan

Metode Peternak Pada Bulan Februari Tahun 2020 38 5.2 Biaya Bahan Baku Peternakan Ayam Broiler Pada Periode

Bulan Februari 2020 39

5.3 Biaya Tenaga Kerja Langsung Peternakan Ayam Broiler di

Kecamatan Bahorok Pada Periode Bulan Februari 2020 40 5.4 Biaya Overhead Variabel Peternakan Ayam Broiler di

Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020 41 5.5 Biaya Overhead Tetap dan Overhead Variabel Peternakan

Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok 42

5.6 Harga Pokok Produksi Ayam Broiler Pada Peternakan Ayam

Broiler di Kecamatan Bahorok Dengan Metode Full Costing 43 5.7 Harga Pokok Produksi Pada Peternakan Ayam Broiler di

Kecamatan Bahorok Pada Periode Febriari Tahun 2020 dengan Metode Variable Costing

44 5.8 Perbandingan Harga Pokok Produksi Peternakan Ayam Broiler

di Kecamatan Bahorok Pada Periode Februari Tahun 2020 45

(13)

No Judul Halaman

1 Skema Kerangka Pemikiran 26

(14)

No Judul

1. Karakteristik Sampel Peternak Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok

2. Biaya Bahan Baku pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

3. Biaya Tenaga Kerja pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

4. Biaya PBB Per Periode Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

5. Nilai Peralatan pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

6. Biaya Overhead Variable pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

7. Biaya Overhead Tetap pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

8. Harga Pokok Produksi Ayam pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

9. Harga Pokok Produksi Ayam Pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020. Metode Full Costing.

10. Harga Pokok Produksi Ayam Pada Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Bahorok Periode Bulan Februari 2020.

Metode Variable Costing.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran sub sektor peternakan cukup besar dalam menunjang perekonomian nasional, selain sebagai penopang dalam menyejahterakan masyarakat, keuntungan nyata dari sub sektor peternakan ini antara lain sebagai lapangan kerja serta pendapatan dan sumber bahan pangan hewani bernilai tinggi khususnya protein. Hal tersebut senada dengan tujuan pembangunan sub sektor peternakan yakni untuk meningkatkan produksi memenuhi konsumsi dalam negeri, menyediakan bahan baku industri, meningkatkan devisa negara di sektor non migas, serta membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan peternak (Cepriadi, 2010).

Peternakan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk menyediakan pangan hewani berupa daging, susu serta telur yang bernilai gizi tinggi, meningkatkan pendapatan peternak serta menambah devisa dan memperluas kesempatan kerja. Pada masa yang akan datang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian bangsa (Saragih, 2000).

Pemerintah berusaha untuk meningkatkan pendapatan peternak dan memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi ternak daerah. Potensi ternak yang bernilai jual tinggi salah satunya adalah ayam broiler. Sebagaimana diketahui ayam broiler merupakan ternak penghasil daging yang relatif lebih cepat masa produksinya dibandingkan dengan ternak potong lainya. Hal ini yang menjadi

(16)

salah satu alasan peternak untuk mengusahakan peternakan ayam broiler.

Pembangunan peternakan ayam broiler didukung oleh semakin kuatnya industri hulu seperti peternakan pembibitan (breeding farm), peternakan pakan ternak (feed mill) dan peternakan obat hewan dan industri hilir seperti peternakan pengolahan produk peternakan (Saragih, 2000).

Ayam broiler merupakan jenis hewan ternak kelompok unggas yang tersedia sebagai sumber makanan, terutama sebagai penyedia protein hewani. Daging ayam broiler mempunyai peluang strategis untuk memenuhi kebutuhan daging dalam rangka mendukung program pemerintah. Selain itu juga dapat dipakai sebagai komoditas usaha yang prospektif, karena usaha ternak ayam broiler menguntungkan (Priyono, 2004).

Ayam broiler memiliki kelebihan dibanding dengan ayam lain, yaitu pertumbuhan yang sangat cepat dengan bobot tubuh yang tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat, konversi pakan kecil, siap dipotong diusia muda dan menghasilkan daging berserat yang berkualitas. Pesatnya perkembangan ayam broiler merupakan upaya penanganan untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam (Nurjannah, 2007.).

Daging ayam merupakan salah satu komoditas ternak unggulan sebagai sumber bahan pangan hewani yang mengandung gizi cukup tinggi berupa protein dan energi. Meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, juga semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi, serta meningkatnya kebutuhan masyarakat pada waktu tertentu seperti pesta ulang tahun, pesta

(17)

perkawinan dan peringatan hari-hari besar agama menyebabkan permintaan terhadap pangan hewani semakin meningkat (Suwandi, 2015).

Tabel 1.1 Komposisi Zat Gizi Daging Ayam, Daging Kambing dan Daging Sapi Per 100 Gram Bahan Makanan

Zat gizi Daging Ayam Daging kambing Daging Sapi

Energi (kal) 302,00 154,00 207,00

Protein (g ) 18,20 16,60 18,80

Lemak (g ) 25,00 9,20 14,00

Kalsium (mg ) 14,00 11,00 11,00

Fosfor (g ) 200,00 124,00 170,00

Zat besi (mg ) 1,50 1,00 2,80

Vitamin A (IU) 810,00 00,00 30,00

Vitamin B1 (mg) 0,08 0.09 0,08

Sumber : Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2019

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa daging ayam memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan produk sejenis seperti daging kambing dan daging sapi, sehingga komoditas ternak ayam ini menjadi salah satu komoditas peternakan yang memiliki peranan yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia dalam upaya mencapai kedaulatan pangan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 telah mencanangkan untuk mengembangkan sektor unggulan yang berpotensi dalam mencapai sasaran tersebut diantaranya produksi padi, jagung, kedelai, gula, ikan, dan daging.

Harga daging sapi di Indonesia yang mahal menyebabkan konsumsi daging sapi oleh masyarakat Indonesia sangat rendah yaitu 0,417 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2016 (Badan Pusat Statistik, 2017). Adapun upaya

(18)

menanggulangi permasalahan tersebut masyarakat Indonesia memenuhi kebutuhan protein hewani dengan mengkonsumsi daging ayam karena selain kandungan zat gizinya cukup lengkap, harganya juga relatif terjangkau.

Tabel 1.2 Rata-Rata Konsumsi Daging Segar Per Kapita Per Tahun Di Indonesia, Tahun 2013-2016

Jenis daging segar (Kg)

Tahun

2013 2014 2015 2016

Daging sapi 0,261 0,261 0,417 0,417

Daging babi 0,209 0,156 0,209 0,261

Daging ayam broiler 3,650 3,963 4,797 5,110

Daging ayam kampung 0,469 0,521 0,626 0,626 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2017

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa sejak tahun 2013 sampai 2016 rata-rata konsumsi daging segar di Indonesia paling tinggi adalah daging ayam, sedangkan rata-rata konsumsi paling rendah yaitu pada daging babi. Adapun rata-rata konsumsi daging sapi masih rendah juga namun lebih tinggi dari pada konsumsi daging babi. Sementara rata-rata konsumsi daging ayam kampung lebih tinggi dari pada daging babi dan daging sapi namun lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging ayam. Selain untuk konsumsi masyarakat, kini semakin banyak restoran olahan daging ayam yang berinovasi menarik konsumen. Hal ini membuktikan bahwa usaha ternak ayam broiler memiliki prospek yang bagus untuk perekonomian masyarakat ke depan.

Usaha ternak ayam broiler dimulai dengan pembibitan ternak yaitu dari DOC (Day Old Chicken) hingga menghasilkan daging ayam atau yang disebut karkas.

Dalam usaha ini memerlukan biaya yang cukup besar terdiri dari biaya investasi,

(19)

dan biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan oleh peternak berupa sewa lahan dan pembuatan kandang serta peralatan kandang. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan peternak tidak peduli berapa jumlah ternak yang dipelihara misalnya penyusutan kandang dan penyusutan peralatan ternak serta biaya pajak bumi dan bangunan, serta biaya listrik. Sementara biaya variabel merupakan biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dipelihara meliputi bibit DOC, pakan ternak, obat-obatan dan vitamin dan biaya tenaga kerja, sehingga apabila aspek pasar dan penyediaan sarana produksi tidak seimbang dengan harga jual ayam maka akan menjadi permasalahan yang sulit dipecahkan oleh peternak serta membuat peternak takut mengambil resiko untuk mengembangkan usaha peternakan ayam broiler dengan skala produksi lebih besar (Rasyaf, 2001).

Dalam skala peternakan, biaya total, biaya variabel total merupakan patokan dalam menjalankan usaha peternakan. Bila hasil yang diperoleh masih mampu menutupi biaya variabel peternakan maka usaha dapat diteruskan, terlebih mampu menutupi biaya tetap walaupun tidak untung. Apabila sudah tidak mampu menutupi biaya variabel maka sebaiknya kegiatan produksi dihentikan sementara.

Untuk menjamin kelangsungan peternakan sebaiknya penerimaan tiga kali biaya pakan untuk tiap kali produksi ayam broiler. Patokan ini digunakan karena sebagian besar biaya produksi adalah biaya pakan , kemudian diikuti dengan biaya bibit ayam , biaya lain-lain seperti penyusutan kandang dan alat, listrik, dan obat- obatan dan biaya tenaga kerja (Rasyaf, 2001).

(20)

Kabupaten Langkat merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang memiliki rata-rata produktivitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data yang di peroleh dari Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara yang ada pada Tabel 1.3 sebagai berikut :

Tabel 1.3 Jumlah Produksi Ayam Broiler di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018

No Kabupaten Jumlah Produksi (ton)

1. Serdang Bedagai 22.387,75

2. Deli Serdang 13.531,05

3. Asahan 10.784,63

4. Langkat 3.958,11

5. Simalungun 841,22

6. Batu Bara 394.23

7. Tapanuli Selatan 389,82

8. Labuhan Batu 367,94

9. Kota Binjai 338,67

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatra Utara, 2019

Berdasarkan pada Tabel 1.3 diketahui bahwa Kabupaten Langkat merupakan kabupaten penghasil ayam broiler ke empat terbanyak di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah produksi sebanyak 3. 958,11 ton pada tahun 2018.

Tabel 1.4 Jumlah Produksi Daging di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

No Jenis Ternak Jumlah (Kg)

1. Sapi Potong 150.146

2. Kambing 1.972

3. Babi 14.294

4. Ayam Broiler 22.109

5. Ayam Kampung 24.517

Sumber :Dinas Peternakan Kabupaten Langkat, 2018

(21)

Berdasarkan pada Tabel 1.4 diketahui bahwa produksi daging ayam broiler di Kecamatan Bahorok ketiga paling banyak diantara jenis ternak dan unggas lainnya. Jumlah produksi daging ayam broiler sebanyak 22.109 kg pada tahun 2017.

Tabel 1.5 Harga Ayam Broiler Ditingkat Peternak Tahun 2019 di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

No Bulan Harga (Rp)

1. Januari 20.000

2. Februari 22.000

3. Maret 19.000

4. April 18.500

5. Mei 23.000

6. Juni 23.000

7. Juli 19.700

8. Agustus 21.000

9. September 18.000

10. Oktober 16.000

11 November 15.000

12. Desember 17.000

Sumber :Data Primer diolah

Berdasarkan Tabel 1.5 diketahui bahwa harga ayam broiler di tingkat peternak mengalami fluktuasi, harga yang tertinggi yaitu pada bulan Mei dan Juni sebesar Rp. 23.000, hal ini dikarenakan padan bulan Mei dan Juni adalah bulan puasa dan hari raya sehingga permintaan mengalami kenaikan. Sedangkan harga ayam broiler terendah adalah bulan November hal ini disebabkan jumlah ayam broiler yang meningkat di pasaran disebabkan panen raya.

(22)

Untuk sebuah peternakan, harga jual adalah salah satu unsur terpenting dalam keberlangsungan sebuah peternakan. Laba sangat penting bagi suatu peternakan, karena berhasil atau tidak suatu peternakan pada umumnya diukur dengan laba yang diperoleh. Maka dari itu penetapan harga jual yang tepat bagi peternakan sangat mutlak diperlukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat pula.

Penetapan harga pokok produksi yang tepat akan menghasilkan harga jual yang tepat. Kesalahan dalam menentukan harga pokok pada suatu produk akan menghasilkan ketidakwajaran pada harga jual. Harga jual akan sangat tinggi yang mengakibatkan harga tidak bersaing di pasaran dan harga jual rendah yang akan merugikan peternakan itu sendiri.

Penentuan biaya produksi, harus diterapkan sistem yang mampu mempertahankan keuntungan dan dapat mengendalikan perubahan biaya produksi yang terlalu tinggi. Menurut hasil survey di daerah penelitian, selama ini dalam menghitung harga pokok produksi dan penentuan harga jual para peternak masih menggunakan rumusan tersendiri dan tidak sepenuhnya didasarkan pada perhitungan yang sesuai kaidah akuntansi tentang harga pokok produksi.

Rumusan tersendiri yang dimaksud yaitu pada saat pemasaran daging ayam harga ditentukan dengan memperhitungkan jumlah biaya yang telah dikeluarkan, ditambah biaya pemasaran serta presentase keuntungan, kemudian dibagi dengan jumlah daging ayam yang dihasilkan. Oleh karena itu penulis ingin menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan dan membandingkannya dengan metode yang sebaiknya digunakan yaitu metode Full Costing dan metode Variable Costing.

(23)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi ayam broiler yang dilakukan oleh usaha ternak di daerah penelitian?

2. Bagaimana perbandingan harga pokok produksi dengan metode Full Costing dan Variable Costing dengan metode harga pokok produksi yang selama ini digunakan oleh usaha ternak di daerah penelitian ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis perhitungan harga pokok produksi ayam broiler yang dilakukan oleh usaha ternak di daerah penelitian

2. Untuk menganalisis perbandingan harga pokok produksi dengan metode Full Costing dan Variable Costing dengan metode harga pokok produksi yang selama ini digunakan oleh usaha ternak di daerah penelitian

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Memberikan informasi yang dapat menambah pengetahuan mengenai pengusahaan ayam broiler bagi petani dan masyarakat, pelaku bisnis, serta pihak-pihak lain

2. Bagi penulis sebagai bahan tambahan wawasan dan pengetahuan, serta melatih kemampuan berfikir dan mendapatkan pengalaman tentang permasalahan yang dibahas di lapangan dengan teori yang telah didapat dari perkuliahan.

3. Bagi pembaca, sebagai bahan referensi dan tambahan informasi tentang analisis perhitungan harga pokok peternakan ayam broiler.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Agribisnis Peternakan Ayam Broiler

Ayam broiler adalah merupakan jenis unggul hasil dari persilangan, perkawinan, antara ayam jantan White Cornish dari inggris dengan ayam betina dari Plymouth rock 12 dari Amerika. Hasil dari persilangan tersebut menghasilkan anak-anak ayam yang memiliki pertumbuhan badan cepat dan memiliki daya alih (konversi) pakan menjadi produk daging yang tinggi, artinya dengan jumlah pakan yang dikonsumsi sedikit mampu bertumbuh dengan sangat cepat. Namun, daya alih pakan menjadi telur sangat rendah. Oleh karena itu, ayam broiler lebih cocok atau menguntungkan bila diternakkan sebagai penghasil daging. Hal ini dikarenakan dengan pakan yang hemat mampu mengubahnya menjadi produk daging dengan sangat cepat (Samadi, 2010).

Ayam broiler merupakan jenis unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru popular di Indonesia sejak tahun 1980-an, dimana pemegang kekuasaan merencanakan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaanya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihanya.

Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia (Rasyaf, 2001).

(25)

Ayam Broiler adalah ayam muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih dengan bobot hidup berkisar antara 1,5-2,0 kg/ekor.

Ayam Broiler di Indonesia adalah ayam broiler jantan atau betina yang dipotong pada umur 3-5 minggu, dimana ayam tersebut masih muda dan mempunyai daging yang masih lunak (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Ayam Broiler sangat efektif untuk menghasilkan daging, karakteristik ayam broiler bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit dan produksi telur rendah. Pemeliharaan ayam broiler dikelompokkan dalam dua periode, yaitu periode starter dan finisher. Pemeliharaan ayam broiler dilakukan secara all in all out, artinya bahwa ayam dimasukkan dalam kandang yang sama secara bersamaan pula (Susilorini, 2008).

Dalam beternak ayam, dikenal dua masa pemeliharaan yaitu:

a. Masa pemeliharaan awal atau starter

Ini merupakan masa sampai saat anak ayam broiler itu sudah kuat untuk hidup layak, yaitu sejak anak ayam berusia satu hari sampai empat minggu.

b. Masa pemeliharaan akhir atau finisher

Ini merupakan saat terakhir kehidupan ayam broiler karena pada periode ini ayam broiler siap dijual atau siap dipotong. Masa akhir ini setelah anak ayam broiler berumur lebih dari empat minggu ( Rasyaf, 2001).

2.1.2 Biaya Produksi Ayam Broiler

Biaya operasional untuk budidaya ayam broiler meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap meliputi biaya penyusutan, biaya tenaga kerja tetap dan biaya listrik dan air. Biaya tidak tetap meliputi : biaya pembelian bibit ayam, biaya pakan, biaya obat dan vaksin, biaya pemeliharaan,

(26)

biaya tenaga kerja tidak tetap serta biaya penunjang produksi (Rasyaf, 2001).

Tujuan dari menghitung harga pokok dan membandingkannya dengan harga pasar adalah untuk evaluasi, bukan untuk perhitungan untung rugi. Evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan, dengan demikian kita dapat melihat ada tidaknya penyimpangan yang berhubungan dengan biaya dan bagaimana kelayakan harga pasar. Jika harga pokok berada di atas harga pasar maka ada pemborosan pada biaya pakan, sebaliknya bila harga harapan dibawah harga pasar maka hal itu pertanda bahwa efisiensi dalam peternakan ayam ras petelur sangat baik (Rasyaf, 2001).

Hasil utama dari suatu peternakan ayam broiler adalah daging ayam. Selain itu, hasil pelengkap berupa tinja atau hasil sampingan lainnya. Hasil yang menjadi penghasilan utama ditetapkan berdasarkan kemampuannya memberikan keuntungan terbesar. Apabila hasil peternakan itu dijual sesuai harganya maka akan diperoleh sejumlah uang sebagai imbalan dari hasil peternakan dan disebut penerimaan (Banong, 2012)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Harga Pokok Produksi

1. Pengertian Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi adalah aktiva atau jasa yang dikorbankan atau diserahkan dalam proses produksi. Suatu peternakan perlu mengetahui besarnya harga pokok produksi yang dihasilkan karena harga pokok produksi dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam menentukan harga jual, memantau biaya produksi, memperkirakan berapa keuntungan yang akan diperoleh dari hasil penjualan, dan

(27)

menentukan harga pokok persediaan barang jadi dan produk. Harga pokok produksi meliputi semua biaya dan pengorbanan yang perlu dikeluarkan dalam menghasilkan produk.

Dalam peternakan yang berproduksi massal, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk :

a. Menentukan harga pokok produksi b. Memantau realisasi biaya produksi

c. Menghitung laba atau rugi periode tertentu

d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca

e. Untuk memenuhi keperluan pelaporan eksternal dalam hal penilaian persediaan dan penentuan laba.

f. Untuk pedoman pengambilan keputusan mengenai harga dan strategi produk.

g. Untuk menilai prestasi bawahannya dan bagian organisasi tersebut sebagai investasi ekonomi. (Mulyadi, 2007)

2. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

a. Penentuan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Costing)

Merupakan sistem penentuan biaya produksi yang mengakumulasikan dan membebankan biaya ke pesanan tertentu. Pengolahan produk akan dimulai setelah datangnya pesanan dari langganan/pembeli melalui dokumen pesanan penjualan (sales order), yang membuat jenis dan jumlah produk yang dipesan, spesifikasi pesanan, tanggal pesanan diterima dan harus diserahkan. Harga pokok pesanan dikumpulkan untuk setiap pesanan sesuai dengan biaya yang digunakan oleh setiap pesanan, jumlah biaya produksi setiap pesanan akan dihitung pada saat

(28)

pesanan selesai. Untuk menghitung biaya satuan, jumlah biaya produksi pesanan

tertentu dibagi jumlah produksi pesanan yang bersangkutan (Horngren and Foster, 2005).

Ada tujuh langkah dalam pembebanan biaya dalam sistem job costing pada peternakan manufaktur :

1. Identifikasi pekerjaan (job) yang dipilih sebagai objek biaya.

2. Identifikasi biaya pekerjaan itu.

3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya ke pekerjaan.

4. Identifikasi biaya yang terkait dengan setiap dasar alokasi biaya.

5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya ke pekerjaan.

6. Hitung biaya yang dialokasikan ke pekerjaan.

7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya dan yang dibebankan ke pekerjaan itu (Horngren and Foster , 2005).

Beberapa karakteristik sistem penentuan harga pokok pesanan yaitu :

1. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar pesanan, sehingga bentuk barang atau produk tergantung pada spesifikasi pesanan.

2. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan sehingga perhitungan total biaya produksi dihitung pada saat pesanan selesai.

3. Pengumpulan biaya produksi dilakukan dengan membuat kartu harga pokok pesanan yang berfungsi sebagai buku pembantu biaya yang memuat informasi umum seperti nama pemesan, jumlah yang dipesan, tanggal pemesanan dan

(29)

tanggal diselesaikan, informasi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja , dan biaya overhead yang ditentukan dimuka.

b. Process Costing

Pada sistem biaya proses, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa yang identik atau mirip dalam jumlah besar, sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead dibebankan ke pusat. Pusat biaya biasanya adalah departemen tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam departemen.

Persyaratan utama dalam sistem biaya proses adalah semua produk yang diproduksi dalam satu pusat biaya selama satu periode harus sama dalam hal sumber daya yang dikonsumsi. Jika semua unit dari produk yang dihasilkan dalam suatu pusat biaya adalah sama (homogen) pencatatan biaya dari setiap batch produk secara terpisah tidak lagi diperlukan (Usry, 2002).

Karakteristik penentuan biaya proses antara lain adalah:

1. Proses produksi bersifat homogeny.

2. Produk bersifat massa, tujuannya mengisi persediaan yang siap jual.

3. Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya bersifat homogeny dan berdasarkan standar.

4. Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang dibebabankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi.

5. Akumulasi biaya yang dilakukan berdasarkan periode tertentu (Bustami , 2006).

(30)

Adapun perbedaan antara metode harga pokok proses dengan metode harga pokok pesanan terletak pada :

1. Pengumpulan biaya produksi

Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen produksi per periode akuntansi.

2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan

Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanaan telah selesai diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga produksi per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode akuntansi (biasanya akhir bulan).

3. Penggolongan biaya produksi

Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya produksi harus dipisahkan menjadi biaya produksi dan biaya produksi. Biaya produksi dibebankan kepada produk berdasarkan pada tarif yang ditentukan di muka. Dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya produksi dan biaya produksi seringkali tidak diperlukan, terutama jika peternakan hanya menghasilkan satu macam produk (seperti peternakan semen, pupuk, dan bumbu masak).

Karena harga pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka

(31)

umumnya biaya overhead dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi.

4. Unsur biaya yang dikelompokkan ke dalam biaya overhead

Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja, dan biaya produksi lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Dalam metode ini biaya overhead dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan dimuka. Di dalam metode harga pokok proses, biaya overhead terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku dan bahan penolong dan biaya tenaga kerja. Dalam metode ini biaya overhead dibebankan kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode akuntansi tertentu.

3. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu dengan menggunakan full costing, variable costing Activity Based Costing.

1. Full costing

Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead, baik yang bersifat tetap maupun variabel. Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja , dan biaya overhead variable dan biaya overhead tetap) ditambah dengan biaya non-produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum) (Mulyadi, 2001).

(32)

2. Variable Costing

Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja , dan biaya overhead variabel. Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel ditambah dengan biaya non-produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap.

3. Activity Based Costing

Activity Based Costing pada dasarnya merupakan metode penentuan harga pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan informasi cost produk secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.

4. Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi

Terdapat tiga unsur-unsur harga-harga pokok produksi, yaitu bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya produksi atau biaya overhead .

1. Biaya Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai dan pemakaiannya dapat diindentifikasi atau diikuti jejaknya atau merupakan bagian integral pada produk tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan dari bahan baku yang dipakai didalam pengolahan produk. Bahan baku adalah bahan yang menjadi bagian intergral dari produk jadi peternakan dan dapat ditelusuri dengan mudah. Bahan baku ini menjadi bagian fisik produk, terdapat hubungan

(33)

Objek biaya dari bahan baku adalah produk. Dari beberapa pengertian di atas tentang biaya bahan baku, maka dapat disimpulkan bahwa biaya bahan baku adalah biaya yang secara berhubungan dengan penggunaan bahan baku (Supriono, 2007).

Bahan baku meliputi bahan-bahan yang dipergunakan untuk memperlancar proses produksi atau disebut bahan baku penolong dan bahan baku pembantu. Bahan baku dibedakan menjadi bahan baku dan bahan baku tidak . Bahan disebut dengan biaya bahan baku, sedangkan bahan baku tidak disebut biaya overhead.

2. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja adalah jumlah upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang secara menangani pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Gaji dan upah operasional mesin umpamanya merupakan contoh biaya tenaga kerja. Seperti halnya biaya bahan baku, kenyataannya adalah gaji dan upah tenaga kerja yang ikut membantu terlaksananya kegiatan produksi mungkin saja tidak digolongkan sebagai biaya tenaga kerja. Karena itu, terhadap gaji dan upah tenaga kerja dibebankan menjadi biaya tenaga kerja dan biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja meliputi semua biaya tenaga kerja selain yang dikelompokkan sebagai biaya tenaga kerja.

3. Biaya Overhead

Biaya overhead adalah semua biaya produksi selain dari bahan baku dan tenaga kerja dikelompokkan ke dalam satu kategori yang disebut ongkos overhead, Overhead memiliki dua karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam pembebanannya sebagai hasil produksi. Karakteristik pertama adalah dalam

(34)

hubungan overhead dengan produk itu sendiri. Berbeda dengan bahan baku dan tenaga kerja, biaya overhead merupakan bagian yang tidak berwujud dari barang jadi. Karakteristik kedua menyangkut perubahan sebagian unsur biaya overhead karena adanya perubahan volume produksi yaitu overhead bisa bersifat tetap, atau variabel. Biaya overhead tetap secara relatif tetap kosntan, biar pun ada perubahan dalam volume produksi. Overhead variable berubah sebanding dengan output produksi (Hansen dan Mowen, 2006).

5. Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Full Costing dan Variable Costing

Adapun manfaat informasi yang dihasilkan oleh metode full costing dan variabel costing menurut Indayani (2015):

a. Dalam Perencanaan Laba Jangka Pendek. Untuk kepentingan laba jangka pendek, manajemen memerlukan informasi biaya yang dipisahkan menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya volume kegiatan, sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam pengambilan keputusannya. Oleh karena itu, metode variable costing yang menghasilkan laporan laba-rugi yang menyajikan informasi biaya variabel yang terpisah dari informasi biaya tetap dapat memenuhi kebutuhan manajemen untuk perencanaan laba jangka pendek.

b. Dalam Pengendalian Biaya, variabel costing menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengendalikan periode costs dibandingkan informasi yang dihasilkan oleh full costing. full costing biaya overhead pabrik tetap diperhitungkan dalam

(35)

manajemen kehilangan perhatian terhadap period costs (biaya overhead pabrik tetap) tertentu yang dapat dikendalikan. Di dalam variabal costing, periode costs yang terdiri biaya yang berperilaku tetap dikumpulkan dan disajikan secara terpisah dalam laporan laba-rugi sebagai pengurang terhadap laba kontribusi.

Biaya tetap ini dapat dikelompokkan kedalam dua golongan: discretionary fixed costs dan committed fixed costs. Discretionary fixed costs merupakan biaya yang berperilaku tetap karena kebijakan manajemen sehingga dapat dikendalikan oleh manajemen. Contohnya biaya iklan. Committed fixed costs merupakan biaya yang timbul dari kepemilikan pabrik, equipment dan organisasi pokok. Biaya ini merupakan semua biaya yang tetap dikeluarkan, yang tidak dapat dikurangi guna mempertahankan kemampuan perusahaan dalam memenuhi tujuan jangka panjang perusahaan. Dalam jangka pendek committed fixed costs tidak dapat dikendalikan oleh manajemen. Contohnya biaya depresiasi, sewa, asuransi, dan gaji karyawan inti.

c. Dalam Pengambilan Keputusan, variabel costing menyajikan data yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan jangka pendek. Dalam pembuatan keputusan jangka pendek, yang menyangkut volume kegiatan, period costs tidak relevan karena tidaak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan.

Variable costing khususnya bermanfaat untuk penentuan harga jual jangka pendek. Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara full costing dan variable costing adalah terletak pada konsep penutupan biaya. Menurut metode full costing, harga jual harus dapat menutup total biaya, termasuk biaya tetap didalamnya. Didalam metode variable costing, apabila harga jual tersebut

(36)

telah menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada haarga jual yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali.

Menurut Sari dan syam (2016), dibandingkan dengan laporan yang menggunakan metode full costing, metode variable costing lebih banyak memberikan manfaat bagi keperluan internal manajemen, diantaranya adalah:

a. Laba periodik tidak dipengaruhi oleh tingkat persediaan.

b. Dengan menggunakan variable costing, biaya produksi per unit tidak mengandung biaya tetap.

c. Biaya pabrik dan laporan laba rugi dalam bentuk variable costing lebih dekat dalam mengikuti pemikiran manajemen.

d. Pendekatan ini memungkinkan manajemen mengidentifikasi biaya-biaya yang dapat dan tidak dapat dikendalikan dalam jangka pendek.

e. Data variable costing relatif memudahkan penilaian kinerja menurut produk, wilayah, kelas pelanggan dan segmen lain dalam bisnis.

2.3 Penelitian Terdahulu

No Nama

(Tahun) Judul Metode

Analisis Hasil Penelitian 1. Karina

(2015).

Penentuan Harga Pokok Produksi Usaha

Penggemukan Sapi (Studi Kasus Usaha Penggemukan Sapi Milik Kastamar, Kecamatan

Terbanggi Besar, Kabupaten

Lampung Tengah)

Metode Analisis Deskriptif

(1) harga pokok produksi usaha penggemukan sapi milik Kastamar menggunakan metode full costing pada periode I, II, dan III lebih besar daripada harga pokok produksi menggunakan metode variable costing, (2)

pendapatan usaha

penggemukan sapi pada periode I, II, III adalah Rp 43.795.082, Rp 52.404.082, dan Rp 41.866.082, (3) harga

(37)

sapi pada jagal pada periode I, II, dan III adalah sebesar

Rp 112.182/kg, Rp

111.632/kg, dan Rp 112.724/kg

2. Maulana (2008).

Analisis Pendapatan

Peternak Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti- Plasma (Studi Kasus Peternak Plasma Dari Tunas Mekar Farm Di Kecamatan

Nanggung

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Metode Analisis Deskriptif, analisis pendapata

n dan

analisis R/C ratio

pendapatan yang diperoleh peternak skala I adalah sebesar Rp 435,85/kg bobot hidup, peternak skala II memperoleh pendapatan sebesar Rp 388,59/kg bobot hidup, dan peternak skala III memperoleh pendapatan sebesar Rp 580,96/kg bobot hidup. Perolehan nilai pendapatan yang positif menunjukkan bahwa peternak mendapatkan keuntungan dari usahaternaknya. Hasil analisis R/C ratio menunjukkan bahwa R/C ratio yang didapat peternak skala I adalah sebesar 1,05, peternak skala II sebesar 1,04, dan peternak skala III sebesar 1,07. Nilai R/C ratio terbesar dimilki peternak skala III dengan nilai R/C ratio sebesar 1,07 yang menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan peternak akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,07 rupiah

3. Hadi,

Ismono, dan Yanfika, (2015)

Analisis Harga Pokok Produksi, Laba Usaha, Dan Permintaan Ayam Broiler Probiotik Di Kota Metro

metode full costing dan variable costing, serta analisis regresi linier berganda

harga pokok produksi (HPP) ayam broiler probiotik dan non probiotik dengan metode full costing yaitu Rp16.329,06 per kg dan Rp15.824,37 per kg, sedangkan HPP ayam broiler probiotik dan non probiotik dengan metode variable costing yaitu Rp15.409,74 per kg dan Rp14.932,55 per kg.

Laba usaha usaha ternak ayam broiler probiotik yaitu Rp922.542,19, sedangkan laba usaha ternak ayam

(38)

broiler non probiotik yaitu Rp1.238.754,05. Faktor yang mempengaruhi permintaan ayam broiler probiotik yaitu harga ayam broiler probiotik, harga ayam broiler non probiotik, harga ayam buras, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan tentang kesehatan

4. Ishak, Ismono dan Sayekti, (2014).

Analisis Manajemen

Produksi Dan Penentuan Harga Pokok Produksi

(Hpp) Pada

Berbagai Tipe Peternak

AyamBroiler

Metode analisis deskriptif kuantitatif.

manajemen produksi ayam broiler dengan tipe pengelolaan kemitraan adalah yang terbaik dengan nilai 132, diikuti oleh peternak tipe pengelolaan mandiri dan semi mandiri. HPP per kilogram ayam broiler tertinggi yaitu peternak dengan tipe pengelolaan kemitraan sebesar Rp13.531,00/kg, kemudian peternak tipe mandiri Rp13.496,36/kg dan

tipe semi mandiri

Rp13.109,67/kg. Perbedaan biaya transaksi antara ketiga tipe pengelolaan terletak pada rincian biaya komunikasi dan transportasi. Biaya transaksi peternak kemitraan lebih efisien, karena semua yang berkaitan dengan biaya informasi mencari input, informasi pemasaran serta biaya transportasi pembelian sapronak sudah diatur oleh peternakan inti yang menaunginya

5. (Wijayanto, Fanani, dan Nugroho, 2014).

Analisis Kinerja Finansial

Peternakan Broiler

Antara Pola

Kemitraan Dan Pola Mandiri (Studi

Kasus Di

Kabupaten Jombang

Metode analisis secara deskriptif dan analisis kuantitatif

Peternak kemitraan

berhadapan dengan

peternakan inti melalui TS (technical service) dan peternak bersifat pasif (hanya melaksanakan kontrak yang telah dibuat peternakan inti).

Perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh peternakan inti

(39)

terperinci khususnya mengenai harga dan kualitas input yang dikreditkan kepada peternak

2.4 Kerangka Pemikiran

Harga pokok merupakan suatu pertimbangan dalam menentukan harga jual dari produk yang dihasilkan. Selain sebagai dasar penentuan harga jual, perhitungan harga pokok juga penting sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya.

Dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menghitung harga pokok produksi ayam broiler di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. Dalam menghitung harga pokok produksi, peternakan belum menggambarkan biaya yang sebenarnya dikeluarkan karena peternakan belum merinci biaya overhead secara akurat. Dalam penelitian ini akan dihitung biaya produksi dengan menggunakan metode full costing dan variable costing.

Hasil dari perhitungan dengan ketiga metode tersebut akan dianalisis untuk melihat perbedaannya terhadap perhitungan harga pokok produksi ayam broiler.

Sehingga dapat ditentukan metode mana yang efektif digunakan dalam menghitung biaya produksi sehingga peternakan dapat memilih metode yang tepat, efektif, dan efisien dalam menghitung harga pokok produksi dalam upaya menciptakan harga jual yang kompetitif dan dapat bersaing di pasar. Alur penelitian ini telah disusun secara sistematis pada gambar 2.1.

(40)

Skema Kerangka Pemikiran

Usaha Ternak Ayam Broiler

Identifikasi Biaya Produksi

Perhitungan Harga Pokok Produksi

Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode

Peternakan

Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode

Full Costing dan Variabel Costing

Perbandingan Metode Peternakan dengan Metode Full Costing dan Variabel

Costing

Penetapan Harga Produksi yang Tepat

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Menyatakan Hubungan

(41)

BABIII

METODEPENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau secara sengaja yaitu di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian dipilih karena terdapat usaha ternak yang menggunakan pola mandiri.

Usaha ternak dengan pola mandiri menjual hasil produksi langsung ke agen, berbeda dengan pola kemitraan yang menjual hasil produksi kepada pihak mitra.

Sehingga pada usaha ternak pola mandiri harga jual di tentukan oleh pihak peternak.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian dan melalui observasi, dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder berupa data yang diperoleh melalui Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, hasil studi pusaka, baik berupa buku, jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan.

3.3 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan untuk menentukan sampel adalah metode sampel jenuh yaitu dengan mengambil seluruh populasi peternak di Kecamatan Bahorok Kabupaten langkat sebagai sampel. Jumlah peternak yang dijadikan sebagai sampel sebanyak 5 orang.

(42)

3.4 Metode Analisis Data

Untuk indentifikasi masalah (1) Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung harga pokok produksi dengan metode yang digunakan peternakan dalam menghitung harga pokok produksi.

Untuk indentifikasi masalah (2) Analisis kualitatif (deskriptif Komparatif) dengan menggunakan metode yang dipakai peternakan, full costing dan variable costing.

Metode ini digunkan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi usaha ternak di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

Untuk harga pokok produksi metode full costing : Biaya bahan baku langsung (Rp) a Biaya tenaga kerja langsung (Rp) b

Biaya overhead tetap (Rp) c

Biaya overhead variable (Rp) d Harga Pokok Produksi e

Harga Pokok Produksi per Kg = Harga pokok produksi(Rp) Total produksi (Kg)

Sedangkan untuk harga pokok produksi metode variable costing : Biaya bahan baku langsung (Rp) a

Biaya tenaga kerja langsung (Rp) b

Biaya overhead variable (Rp) c

Harga Pokok Produksi d

Harga pokok produksi per Kg = Harga Pokok Produksi (Rp) Total Produksi(Kg)

+

+

(43)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini maka perlu dibuat beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Usaha ternak atau peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut

2. Ayam broiler adalah ternak yang sengaja diternakkan untuk dimanfaatkan produksi dagingnya dalam hitungan kilogram.

3. Proses produksi adalah aktivitas pengolahan bahan baku dan bahan pembantu dengan memanfaatkan peralatan sehingga menghasilkan produk yang lebih bernilai guna.

4. Biaya Produksi adalah semua biaya yang berkaitan dengan produk (barang) yang diperoleh, dimana didalamnya terdapat unsur biaya produk beruapa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead .

5. Harga pokok produksi metode peternakan adalah metode perhitungan harga pokok produksi yang digunakan peternak dalam menentukan harga pokok produksi.

6. Metode Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead, baik yang berperilaku tetap maupun variable.

7. Metode Variable Costing adalah Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku

(44)

variabel kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja , dan biaya overhead variable.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat.

2. Sampel penelitian adalah peternak ayam broiler dengan pola mandiri di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

3. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2020.

(45)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis dan Lingkup Wilayah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Letak geografis Kecamatan Bahorok berada pada kisaran 03o.27’- 03o.36’51” LU – 98o.36’15”- 98o.59’06” BT. Kecamatan Bahorok berada pada ketinggian 105 m di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 110.183 Ha (Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok, 2019).

Kecamatan Bahorok berbatasan langsung dengan Kecamatan Batang Serangan di sebelah utara, Kabupaten Karo di sebelah selatan, Provinsi Aceh di sebelah barat, dan Kecamatan Serapit, Kecamatan Salapian dan Kecamatan Kutambaru di Sebelah timur (Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok, 2019).

4.1.2 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Bahorok Tahun 2018 sebanyak 42 616 jiwa.

Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 21 359 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 21 257 jiwa. Dengan luas wilayah mencapai 1 101,83 km², kepadatan penduduk mencapai 39 jiwa/km². Secara rinci kepadatan penduduk Kecamatan Bahorok pada tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 4.1.

(46)

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Bahorok pada Tahun 2018

No. Kecamatan

Luas Wilayah

(Km2)

Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

1. Batu Jong Jong 300,16 1.654 6

2. Lau Damak 110,19 1.913 17

3. Timbang Lawan 100,85 4.403 44

4. Sampe Raya 168,62 2.727 16

5. Bukit Lawang 21,69 2.845 131

6. Perkebunan Bungara 23,55 1.099 47

7. Pekan Bahorok 3,86 4.063 1.053

8. Empus 4,18 2.246 537

9. Perkebunan Turangi 26,14 1.642 63

10. Simpang P.Rambung 13,46 2.585 192

11. Sematar 4,40 1.523 346

12. Perk P. Rambung 12,50 805 64

13. Suka Rakyat 8,15 1.300 225

14. Tanjung Lenggang 13.54 3.043 225

15. Perk Sei Musam 14,21 794 56

16. Sei Musam Kendit 11,45 1.668 146

17. Timbang Jaya 70,98 3.568 50

18. Musam Pembangunan 25,21 2.374 94

19. Ujung Bandar 168,69 2.364 14

Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok, 2019

Dari tabel di atas dapat dilihat tingkat kepadatan penduduk yang tinggi adalah Desa Pekan Bahorok yaitu 1.053 jiwa/Km2 dengan luas wilayah 3,86 Km2. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Desa Batu Jong Jong dengan jumlah 6 jiwa/Km2 yang luas wilayahnya 300,16 Km2.

Kepadatan penduduk adalah suatu keadaan yang dikatakan semakin padat bila

(47)

jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992). Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang dihuni (Mantra, 2007). Kepadatan penduduk merupakan indikator dari pada tekanan penduduk di suatu daerah. Kepadatan di suatu daerah dibandingkan dengan luas tanah yang ditempati dinyatakan dengan banyaknya penduduk per kilometer persegi.

Tabel 4.2. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Bahorok Tahun 2018

No Uraian Jumlah (Jiwa)

1 Buruh 4.638

2 Angkutan 842

3 PNS dan ABRI/Polisi 1.211

4 Pertanian 9.994

5 Industri/Kerajinan 683

6 Pedagang 1.463

7 Lainnya 1.288

Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok, 2019

Dari tabel di atas dapat dilihat mata pencaharian penduduk Kecamatan Bahorok mayoritas adalah Pertanian sebesar 9.994 jiwa, sedangkan mata pencaharian penduduk Kecamatan Bahorok yang paling rendah adalah Industri/kerajinan sebesar 683 jiwa.

Melalui komposisi penduduk akan dapat dilihat susunan penduduk berdasarkan karakteriatik yang relatif seragam. Contoh yang paling sering ditemukan adalah komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin. Komposisi penduduk ini merupakan faktor penting dalam demografi.

(48)

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di . Kecamatan Bahorok Tahun 2018

No Golongan Umur (Tahun)

Laki-Laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

1 0-4 2.208 2.153 4.361

2 5-9 2.149 2.117 4.266

3 10-14 2.038 1.966 4.004

4 15-19 1.966 1.785 3.751

5 20-24 1.795 1.804 3.599

6 25-29 1.682 1.646 3.328

7 30-34 1.557 1.533 3.090

8 35-39 1.497 1.590 3.087

9 40-44 1.428 1.407 2.835

10 45-49 1.331 1.393 2.724

11 50-54 1.199 1.139 2.338

12 55-59 921 963 1.884

13 60-64 634 648 1.282

14 65-69 432 461 893

15 70-74 235 314 549

Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok, 2019

Dari tabel di atas dapat dilihat komposisi penduduk Kecamatan Bahorok didominasi oleh penduduk balita. Hal ini ditandai dengan penduduk usia 0-4 tahun yang jumlahnya tertinggi yaitu sebanyak 4.361 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang paling rendah adalah pada golongan kelompok umur 70-74 tahun yaitu sebanyak 549 jiwa.

(49)

4.1.3. Pemerintahan

Administrasi pemerintahan Kecamatan Bahorok yang dipimpin oleh seorang Camat pada tahun 2019 atas 19 desa. Aspek pemerintahan dapat kita perhatikan pada tabel berikut yang meliputi jumlah Dusun yang ada di Desa yang ada di Kecamatan Bahorok.

Tabel 4.4. Jumlah Dusun Menurut Desa di Kecamatan Bahorok Tahun 2018

No Desa Jumlah (Dusun)

1 Batu Jong Jong 6

2 Lau Damak 7

3 Timbang Lawan 9

4 Sampe Raya 6

5 Bukit Lawang 7

6 Perkebunan Bungara 4

7 Empus 9

8 Perkebunan Turangi 7

9 Simpang P.Rambung 6

10 Sematar 5

11 Perk P. Rambung 4

12 Suka Rakyat 5

13 Tanjung Lenggang 7

14 Perk Sei Musam 5

15 Sei Musam Kendit 4

16 Timbang Jaya 5

17 Musam Pembangunan 6

18 Ujung Bandar 9

Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok, 2019

Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah dusun terbanyak pada tahun 2018 terdapat di Desa Timbang lawan, Desa Empus dan Desa Ujung Bandar yaitu sebanyak 9 dusun.

Gambar

Gambar  2.1 Skema Kerangka  Pemikiran Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Masalah pokok yang dibahas adalah kondisi Cekdam Singapraya dimanfaatkan untuk pengairan lahan sawah di Desa Kadupandak Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis dan

Penyelenggaraan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ditujukan untuk tiga hal, yaitu: 1) menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, 2) menciptakan aspek

Keadaan ketenagakerjaan di Papua pada Agustus tahun 2017 digambarkan dengan adanya improvisasi pasar tenaga kerja yang tercermin dari peningkatan jumlah angkatan kerja, dan

Penelitian dilakukan dengan menganalisis peran dari APIP dan Aparatur Desa terkait dalam pengelolaan keuangan desa.Selanjutnya,tujuannya untuk menuju tata kelola

Namun karena pandemi, pemerintah Saudi masih menutup tanah suci, sehingga kemungkinan (ibadah haji) ditunda tahun 2021,” terang Kepala Kemenag Kabupaten malang, Dr musta’in

Menyetujui untuk memberikan wewenang kepada Direksi Perseroan dengan persetujuan Dewan Komisaris Perseroan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan sehubungan dengan

Yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan

Az eladási adatok mutatják, hogy a top 3 vállalat (mindegyik Japán bázisú) 5-10 milliárd dolláros bevételt termel évente.. ábrán látható eladási adatok