• Tidak ada hasil yang ditemukan

Improvements of aged hippocampus functions by improvement of glutathione levels in rats supplemented with Alanine Glutamine Dipeptide

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Improvements of aged hippocampus functions by improvement of glutathione levels in rats supplemented with Alanine Glutamine Dipeptide"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

1

GLUTATION DENGAN PEMBERIAN DIPEPTIDA

ALANIL-GLUTAMINA

SUNARNO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perbaikan Fungsi pada Penuaan Hipokampus Tikus yang Diperantarai Glutation dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)

Glutathione Levels in Rats Supplemented with Alanine-Glutamine Dipeptide. Under Direction of WASMEN MANALU, NASTITI KUSUMORINI, and DEWI RATIH AGUNGPRIYONO.

Increased age or oxidative stress decreases the functions of the hippocampus. One way to improve the function of the aging hippocampus is to increase the level of glutathione in the hippocampus. Alanine-glutamine dipeptide was reported to increase the levels of glutathione in the hippocampus. This experiment was designed to obtain the optimum concentrations of alanine-glutamine dipeptide supplementation that can increase the levels of glutathione in the hippocampus, to obtain an improvement of histo-morphology, mitochondrial structure, learning-memory and motor activity ability, concentrations of alanine-glutamine dipeptide in the plasma or the hippocampus after administration of 7% alanine-glutamine dipeptide, both in physiological aging or oxidative stress rats. This first experiment was designed to obtain the optimum concentration of alanine-glutamine dipeptide supplementation i.e., 7% that was used in the second experiment. The second experiment was conducted in a completely randomized design with 2x2x2 factorial arrangement. The first factor was the age of rats, consisted of 2 levels i.e., 12 and 24 months. The second factor was oxidative stress consisted of 2 levels, i.e., without or with oxidative stress. The third factor was alanine-glutamine dipeptide, consisted of 2 concentrations, i.e. 0% and 7%. The results showed that administration of 7% alanine-glutamine dipeptide gave the highest increase in the levels of glutathione in the hippocampus either in young (58.76%) or aged (125.81%) rats or in normal (76.47%) or oxidative-stressed (97.26%) rats. Supplementation of 7% alanine-glutamine dipeptide increased concentrations of alanine-glutamine dipeptide in the plasma and in the hippocampus of young (52.66%, 39.10%) or aged (32.90%, 52.91%) rats, in normal (46.46%, 47.71%) or oxidative-stressed (39.69%, 42.31%) rats. Supplementation of 7% alanine-glutamine dipeptide improved viability, mortality, and the length of the axons in young (4.11%, 37.07%, 12.58%) or aged (6.91%, 37.85%, 32.84%) rats or in normal (3.25%, 29.21%, 21.04%) or oxidative-stressed (7.80%, 43.01%, 25.56%) rats, and mediated the presence of normal mitochondrial or mitochondrial with total damage in normal aged (90%, 0%) rats or oxidative-stressed aged (46.67, 16.67%) rats. Supplementation of 7% alanine-glutamine dipeptide improved response time needed to find a feed in young (42.32%) or aged (65.82%) rats, in normal (87.74%) or oxidative-stressed (33.11%) rats, improved travel distance, stereotypic time, ambulatory time, and resting time in young (93.32%, 88.56%, 87.69%, and 48.48%) or aged (92.81%, 56.83%, 71.73%, and 117.04%) rats, in normal (94.18%, 75.75%, 75%, 75.72%) or oxidative-stressed (91.82%, 73.63%, 77.2%, and 71.33%) rats. This research concluded that the administration of 7% alanine-glutamine dipeptide increased the concentration of alanine-glutamine dipeptide and glutathione levels in the hippocampus that mediated the improvements of functions of the aging hippocampus in rats.

(4)

Diperantarai Glutation dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina. Dibimbing oleh WASMEN MANALU, NASTITI KUSUMORINI, dan DEWI RATIH AGUNGPRIYONO

Penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif merupakan dua faktor utama penyebab penurunan fungsi atau penuaan hipokampus otak. Penurunan fungsi hipokampus diperantarai oleh gangguan homeostasis glutation sebagai akibat penurunan konsentrasi glutamina atau dipeptida alanil-glutamina dalam plasma darah dan hipokampus. Penurunan level glutation berdampak pada perubahan histo-morfologi dan struktur mitokondria. Penurunan fungsi hipokampus mempunyai korelasi dengan perubahan kemampuan belajar- mengingat dan aktivitas motorik. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan mengkaji penurunan fungsi hipokampus otak dari aspek fisiologi, histo-morfologi, seluler, dan tingkah laku. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki fungsi pada penuaan hipokampus dengan menggunakan asam amino penyedia prekursor glutation (dipeptida alanil-glutamina), baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif. Dipeptida alanil-glutamina digunakan untuk menyediakan glutamina dalam hipokampus yang dapat membantu meningkatkan sintesis glutation di hipokampus. Peningkatan laju sintesis glutation dapat menyebabkan peningkatan level glutation dan memberi dampak pada perbaikan fungsi pada penuaan hipokampus.

(5)

mitokondria neuron dianalisis dengan menggunakan analisis pemeringkatan (scoring) deskriptif kualitatif. Perbaikan respons fisiologi, histo-morfologi, seluler, dan perilaku mempunyai keterkaitan dengan peningkatan level glutation dan dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui perbaikan fungsi hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

Pemberian dipeptida alanil-glutamina secara intravena dapat memberi peningkatan ketersediaan glutamina di hipokampus. Glutamina akan dikonversi menjadi asam glutamat dan asam amino ini bersama-sama dengan sisteina dan glisina secara bertahap digunakan untuk mendukung sintesis glutation di hipokampus. Hasil pemberian berbagai konsentrasi dipeptida alanil-glutamina menunjukkan bahwa konsentrasi dipeptida alanil-glutamina 7% memberi pengaruh paling optimal pada perbaikan fungsi hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif. Konsentrasi paling optimal dipeptida alanil-glutamina ditentukan berdasarkan status fungsi hipokampus terbaik mengacu pada level glutation tertinggi pada kedua kondisi penuaan. Hasil penelitian memberi bukti bahwa pemberian dipeptida alanil-glutamina 7% memberi peningkatan tertinggi level glutation hipokampus, baik pada tikus dengan umur lebih muda (58.76%) atau tua (125.81%), tikus normal (76.47%) atau stres oksidatif (97.26%), lebih tinggi dibanding kontrol dan konsentrasi 3% atau 5%. Glutation hipokampus dengan level optimal mempunyai korelasi dengan peningkatan pertahanan seluler pada radikal bebas, pemeliharaan integritas seluler, peningkatan efisiensi mitokondria, dan merupakan indikator penting peningkatan harapan masa hidup. Dengan demikian glutation dapat memperantarai perlambatan penuaan, baik penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

Sebagai antioksidan endogen, efektivitas glutation sangat dipengaruhi oleh ketersedian prekursor glutation di hipokampus. Selain sisteina dan glisina, asam glutamat diketahui sebagai prekursor glutation hasil konversi dari glutamina. Keberadaan glutamina dalam hipokampus mempunyai korelasi dengan konsentrasi glutamina atau dipeptida alanil-glutamina, baik dalam plasma darah atau hipokampus. Peningkatan level glutation di hipokampus memberi gambaran peningkatan glutamina di hipokampus yang mempunyai korelasi dengan tingginya konsentrasi dipeptida alanil-glutamina, baik dalam plasma darah atau di hipokampus. Hasil penelitian memberi bukti bahwa pemberian dipeptida glutamina 7% secara efektif memberi peningkatan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma dan hipokampus, baik pada tikus muda (52.66% dan 39.10%) atau tua (32.90% dan 52.91%), tikus normal (46.46% dan 47.71%) atau stres oksidatif (39.69% dan 42.31%). Ketersediaan dipeptida alanil-glutamina dalam plasma darah dan hipokampus dapat memperbaiki keseimbangan nitrogen, sintesis protein, morfologi jaringan, dan menyediakan kebutuhan asam glutamat yang digunakan untuk peningkatan level glutation yang penting dalam proses perbaikan fungsi pada penuaan hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

(6)

penelitian memberi bukti bahwa level glutation hipokampus yang tinggi hasil pemberian dipeptida alanil-glutamina 7% mampu memperantarai peningkatan viabilitas, penurunan mortalitas, dan peningkatan panjang akson, baik pada tikus muda (4.11%, 37.07%, 12.58%) atau tua (6.91%, 37.85%, dan 32.84%), tikus normal (3.25%, 29.21%, dan 21.04%) atau stres oksidatif (7.80%, 43.01%, dan 25.56%). Antioksidan ini juga memperantarai kehadiran profil mitokondria normal dan mitokondria dengan kerusakan total menjadi 90% dan 0% pada tikus umur tua normal atau 41.67% dan 16.67% pada tikus umur tua stres oksidatif. Peningkatan mitokondria normal dan penurunan mitokondria dengan kerusakan total merupakan bukti bahwa dipeptida alanil-glutamina 7% berpengaruh efektif dalam mencegah dan memperbaiki perubahan struktur mitokondria yang dipicu oleh peningkatan umur atau stres oksidatif. Perbaikan mitokondria dapat terjadi melalui mekanisme penurunan produksi radikal bebas yang diperantarai oleh glutation, pemeliharaan dan peningkatan integritas atau sintesis membran fosfolipid mitokondria yang dikatalisis oleh fosfolipase.

Perbaikan respons histo-morfologi dan profil mitokondria memberi peran penting pada peningkatan fungsi kognitif hipokampus. Peningkatan fungsi kognitif hipokampus ditandai dengan peningkatan proses mengingat, kemampuan navigasi, dan penyelesaian pada tugas-tugas yang berkaitan dengan fungsi kognitif. Kondisi ini memberi perubahan perilaku pada tikus-tikus percobaan yang dicirikan dengan perilaku menjadi lebih adaptif, tenang, dan lebih menghemat energi. Perbaikan perilaku ini mencerminkan perbaikan kemampuan belajar- mengingat dan aktivitas motorik yang diketahui dari perbaikan respons waktu yang diperlukan untuk menemukan pakan dalam ruang fourth arm maze, penurunan jarak tempuh, waktu stereotif, waktu ambulatori, dan peningkatan waktu istirahat. Hasil penelitian memberi bukti bahwa pemberian dipeptida alanil-glutamina 7% berpengaruh pada peningkatan level glutation yang memperantarai perbaikan respons waktu dalam menemukan pakan, baik pada tikus muda (42.32%) atau tua (65.82%), tikus normal (87.74%) atau stres oksidatif (33.11%), demikian pula memberi perbaikan jarak tempuh, waktu stereotif, waktu ambulatori, dan waktu istirahat, baik pada tikus muda (93.32%, 88.56%, 87.69%, dan 48.48%) atau tua (92.81%, 56.83%, 71.73%, dan 117.04%), tikus normal (94.18%, 75.75%, 75%, dan 75.72%) atau stres oksidatif (91.82%, 73.63%, 77.2%, dan 71.33%). Perbaikan respons kemampuan belajar-mengingat dan aktivitas motorik mempunyai keterkaitan dengan perbaikan kondisi neurofisiologi dan neuroanatomi yang diperantarai oleh peningkatan level glutation di hipokampus. Perbaikan kemampuan belajar-mengingat dan aktivitas motorik ditandai perbaikan fungsi sel-sel neuron di bagian cornu ammonis hipokampus hasil dari pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina.

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar Institut Pertanian Bogor.

(8)

i

GLUTATION DENGAN PEMBERIAN DIPEPTIDA

ALANIL-GLUTAMINA

SUNARNO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Drh. Hera Maheswari, MSc

Drh. Ekowati Handharyani, MS, PhD, APVet Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS

(10)

Judul Disertasi : Perbaikan Fungsi pada Penuaan Hipokampus Tikus yang Diperantarai Glutation dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina

Nama : Sunarno

NRP : B161070031

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Wasmen Manalu, PhD Ketua

Dr. Dra. Nastiti Kusumorini drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD, APVet

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat

(11)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah antipenuaan, dengan judul Perbaikan Fungsi pada Penuaan Hipokampus Tikus yang Diperantarai Glutation dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Ir. Wasmen Manalu, PhD, Ibu Dr. Dra. Nastiti Kusumorini, dan Ibu drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD, APVet selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada segenap Pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ketua Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Ketua Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, serta Ibu Dr. Dra. Nastiti Kusumorini selaku Ketua Program Studi/Mayor Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO).

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Diponegoro, Dekan beserta segenap Pembantu Dekan Fakultas Sains dan Matematika, dan Ketua Jurusan Biologi atas dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan pendidikan di Program Doktor, Sekolah Pascasarjana IPB.

Demikian pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa S-3 Program Studi/Mayor Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) dan teknisi, baik di Laboratorium Fisiologi maupun Laboratorium Patologi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Eddy yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian di Kandang Hewan Percobaan.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak atas dukungannya, kepada ibu, istri, dan anak-anak penulis Anisah Izdihar Nukma, Devi Fitria Nurhaliza, Ayda Fauziyah Salsabila, dan Meutia Letvina Zen serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Semoga Allah SWT memberkahi. Amin.

(12)

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 22 September 1973 sebagai anak bungsu dari pasangan Suyono dan Lugiyem. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2000, penulis diterima di Departemen Biologi pada Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik indonesia.

Penulis bekerja sebagai dosen di Universitas Diponegoro Semarang sejak tahun 1998. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis ialah Fisiologi Hewan.

(13)

i

Perubahan Neuroanatomi dan Neurofisiologi pada Penuaan Hipokampus . 17 Bioenergetik dan Dinamika Mitokondria dalam Sel-Sel Neuron ... 19

Perubahan Struktur Mitokondria Neuron pada Penuaan Hipokampus ... 20

Kebutuhan Mitokondria pada ATP dalam Mekanisme Patologi Seluler ... 21

Potensi Glutamina atau Dipeptida Alanil-Glutamina ... 23

Metabolisme Glutamina ... 26

Alur Aktivitas Penelitian ... 27

Perbaikan Level Glutation Hipokampus Tikus pada Penuaan Fisiologis dan Penuaan Akibat Stres Oksidatif dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina . 29 Abstrak ... 29

(14)

ii

Bahan dan Metode... 48

Hasil dan Pembahasan... 49

Simpulan ... 54

Daftar Pustaka ... 55

Perbaikan Histo-Morfologi dan Mitokondria Neuron Hipokampus Tikus pada Penuaan Fisiologis dan Penuaan Akibat Stres Oksidatif dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina ... 57

Abstrak ... 57

Abstract ... 58

Pendahuluan ... 58

Bahan dan Metode... 61

Hasil dan Pembahasan... 63

Simpulan ... 75

Daftar Pustaka ... 75

Perbaikan Kemampuan Belajar-Mengingat dan Aktivitas Motorik Tikus pada Penuaan Fisiologis dan Penuaan Akibat Stres Oksidatif dengan Pemberian Dipeptida Alanil-Glutamina ... 79

Abstrak ... 79

Abstract ... 80

Pendahuluan ... 80

Bahan dan Metode... 83

Hasil dan Pembahasan... 84

Simpulan ... 95

Daftar Pustaka ... 96

PEMBAHASAN UMUM ... 99

SIMPULAN DAN SARAN ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(15)

iii

1 Rataan level glutation hipokampus pada tikus yang mengalami penuaan

fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif ... 34 2 Rataan level glutation hipokampus pada tikus yang mengalami penuaan

fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian dipeptida

alanil-glutamina... 36 3 Rataan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma dan hipokampus

pada tikus yang mengalami penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina eksogen ... 50 4 Respons histo-morfologi hipokampus pada tikus yang mengalami penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian konsentrasi

optimum dipeptida alanil-glutamina ... 63 5 Profil mitokondria neuron hipokampus hasil interaksi antara dipeptida

alanil-glutamina 0% dan 7% dengan umur tikus 24 bulan normal

(tanpa stres oksidatif) atau stres oksidatif ... 71 6 Respons waktu untuk menemukan pakan dalam ruang fourth arm maze pada tikus yang mengalami penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina ... 85

7 Respons aktivitas motorik pada tikus yang mengalami penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian konsentrasi

(16)
(17)

v

1 Bagian-bagian hipokampus tikus ... 10 2 Fungsi glutation sebagai antioksidan ... 12 3 Metabolisme glutation ... 13 4 Skema interaksi antara sel astrosit dengan neuron dalam metabolisme

glutation ... 14 5 Keseimbangan pembentukan spesies oksigen reaktif dan sistem

antioksidatif ... 15 6 Alur aktivitas penelitian ... 27 7 Level glutation hipokampus hasil interaksi antara level umur tikus

dan level stres oksidatif ... 34 8 Level glutation hipokampus hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina 0%, 3%, 5%, dan 7% dengan level umur tikus ... 37 9 Level glutation hipokampus hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina 0%, 3%, 5%, dan 7% dengan level stres oksidatif ... 39 10 Konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma hasil interaksi antara

dipeptida alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus atau

level stres oksidatif ... 52 11 Konsentrasi dipeptida alanil-glutamina hipokampus hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus atau

level stres oksidatif ... 53 12 Metode penentuan viabilitas, mortalitas neuron pada pewarnaan

hematoksilin-eosin dan pengukuran panjang akson neuron pada pewarnaan perak nitrat Bielschowsky ... 62 13 Respons viabilitas neuron hipokampus hasil interaksi antara dipeptida

alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus atau level stres oksidatif ... 67 14 Respons mortalitas neuron hipokampus hasil interaksi antara dipeptida

alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus atau level stres

(18)

vi

16 Profil mitokondria neuron hipokampus hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina 0% atau 7% dengan umur tikus 24 bulan normal atau

stres oksidatif. ... 72 17 Respons waktu yang diperlukan tikus untuk menemukan pakan dalam

ruang fourth arm maze hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina

0% dan 7% dengan level umur tikus atau level stres oksidatif ... 89 18 Respons jarak tempuh tikus dalam ruang optovarimex hasil interaksi

antara dipeptida alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus

atau level stres oksidatif ... 90 19 Respons waktu stereotif tikus dalam ruang optovarimex hasil interaksi

antara dipeptida alanil-glutamina 0% atau 7% dengan level umur tikus

atau level stres oksidatif ... 90 20 Respons waktu ambulatori tikus dalam ruang optovarimex hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus

atau level stres oksidatif ... 90 21 Respons waktu istirahat tikus dalam ruang optovarimex hasil interaksi

antara dipeptida alanil-glutamina 0% dan 7% dengan level umur tikus

atau level stres oksidatif ... 91

(19)

vii

1 Prosedur penentuan level glutation hipokampus ... 125 2 Prosedur penentuan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma dan

hipokampus ... 126 3 Prosedur pemrosesan sediaan histologi hipokampus dengan pewarnaan

hematoksilin-eosin ... 127 4 Prosedur pemrosesan sediaan histologi hipokampus dengan pewarnaan

perak nitrat Bielschowsky ... 128 5 Prosedur preparasi blok sampel hipokampus transmission electron

microscope (TEM) untuk melihat struktur mitokondria neuron ... 130

6 Profil mitokondria neuron hipokampus hasil interaksi antara dipeptida alanil-glutamina 0% dan 7% dengan umur tikus 24 bulan dalam kondisi

normal (tanpa stres oksidatif) ... 132 7 Profil mitokondria neuron hipokampus hasil interaksi antara dipeptida

alanil-glutamina 0% dan 7% dengan umur tikus 24 bulan yang mendapat perlakuan stres oksidatif ... 133 8 Profil mitokondria neuron hipokampus pada tikus umur 12 bulan tanpa

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penuaan akibat peningkatan umur dan stres oksidatif menjadi masalah kesehatan bagi manusia. Penuaan telah diketahui dapat menurunkan fungsi sel, jaringan, dan kemampuan fisiologis tubuh. Penuaan diawali dengan kerusakan pada tingkat molekul, seperti DNA, protein, dan lipid sampai dengan kerusakan tingkat seluler dan organ yang disebabkan oleh oksidasi yang terjadi secara berkelanjutan. Kerusakan ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan kematian sel dan memperpendek umur biologis (Petit dan Hampe 2006).

Penuaan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif. Dalam kehidupan normal, kedua jenis penuaan ini dapat berdiri sendiri atau saling berinteraksi. Penuaan fisiologis ialah penuaan yang disebabkan oleh faktor peningkatan umur. Peningkatan umur mempunyai korelasi dengan peningkatan gangguan sinyal ekstraseluler atau intraseluler, perubahan kerangka sel, penurunan aktivitas enzim, dan gangguan regulasi ekspresi gen. Berbagai macam gangguan ini secara bertahap berakibat pada penurunan level antioksidan glutation, disfungsi sel, degenerasi, penurunan kemampuan fisiologis, dan kematian sel (Dringen et al. 2000; Schulz et al. 2000).

Penuaan akibat stres oksidatif melibatkan produksi radikal bebas secara berlebihan di dalam tubuh yang dipicu oleh stres fisik, psikis, maupun bentuk stres lainnya. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan komponen organik sel, penurunan aktivitas enzim-enzim intraseluler, dan memperantarai penurunan level glutation. Penurunan level glutation dapat mengganggu fungsi sel, terutama sel yang rentan pada stres oksidatif, seperti sel-sel neuron di hipokampus (Barja 2004; Jiang et al. 2004).

(21)

dimanfaatkan oleh neuron, dan berpotensi meningkatkan level glutation merupakan sebuah alternatif untuk memperbaiki penurunan fungsi pada penuaan hipokampus. Bahan yang memenuhi kriteria tersebut ialah dipeptida alanil-glutamina. Dipeptida alanil-glutamina perlu dicoba untuk memperbaiki fungsi pada penuaan hipokampus, karena bahan ini berfungsi sebagai penyedia prekursor glutation (Daren et al. 2007).

Glutamina merupakan asam amino non-esensial yang dibutuhkan pada setiap proses di dalam tubuh. Glutamina merupakan penyedia neurotransmiter asam glutamat atau prekursor untuk sintesis asam nukleat dan glutation (Mates et al. 2002). Perlakuan glutamina atau dipeptida alanil-glutamina secara tidak langsung dapat memperantarai peningkatan energi seluler, melindungi struktur dan fungsi mitokondria, granula-granula sitoplasma, retikulum endoplasma kasar, dan menurunkan produksi radikal bebas. Dipeptida alanil-glutamina diketahui dapat meningkatkan level glutation dalam sel-sel hati dan mempercepat proses penyembuhan pada hewan yang luka (Roth et al. 2002; Jun et al. 2006).

Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa dipeptida alanil-glutamina dapat memperantarai perbaikan fungsi pada jaringan atau organ tubuh yang mengalami penurunan fungsi, baik yang disebabkan oleh peningkatan umur atau stres oksidatif. Dipeptida alanil-glutamina menarik untuk diteliti sebagai upaya untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara asam amino ini dengan level glutation dan status fungsi hipokampus. Status fungsi hipokampus dapat diketahui dari beberapa indikator, yang meliputi konsentrasi glutamina atau dipeptida alanil-glutamina plasma darah atau hipokampus, level glutation hipokampus, profil histo-morfologi dan struktur mitokondria neuron hipokampus, kemampuan belajar atau mengingat, dan aktivitas motorik.

Perumusan Masalah

(22)

penuaan ini dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi hipokampus sehingga neuron hipokampus mengalami degenerasi atau mengalami penurunan kemampuan fisiologis, bahkan dapat berakibat pada kematian. Perubahan struktur dan fungsi hipokampus akibat penuaan diawali dari perubahan konsentrasi glutamina atau dipeptida alanil-glutamina plasma dan hipokampus, penurunan level glutation, perubahan histo-morfologi, dan struktur mitokondria. Perubahan struktur dan fungsi hipokampus mempunyai korelasi dengan perubahan tingkah laku, yang meliputi kemampuan belajar atau mengingat dan aktivitas motorik.

Berdasarkan hal tersebut, pemberian perlakuan untuk meningkatkan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina dan sintesis glutation di hipokampus merupakan sebuah alternatif untuk memperbaiki fungsi pada penuaan hipokampus. Salah satu bahan yang mempunyai potensi tersebut ialah dipeptida alanil-glutamina. Bahan ini bersifat stabil selama berada di dalam tubuh, dapat melintasi sawar darah otak, dan diduga secara efektif dapat meningkatkan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina dan glutation di hipokampus. Selanjutnya, meningkatnya konsentrasi dipeptida alanil-glutamina dan glutation di hipokampus dapat memperantarai perbaikan profil histo-morfologi dan struktur mitokondria neuron hipokampus, kemampuan belajar atau mengingat, dan aktivitas motorik.

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan profil glutation hipokampus untuk penentuan status fungsi hipokampus dan mendapatkan konsentrasi paling optimum dipeptida alanil-glutamina yang dapat meningkatkan level glutation hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

2. Mendapatkan gambaran konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma darah dan hipokampus hasil pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina eksogen, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

(23)

4. Mendapatkan gambaran perbaikan kemampuan belajar atau mengingat, dan aktivitas motorik hasil pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan level glutation dan status fungsi hipokampus antara penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif. Pemberian konsentrasi dipeptida alanil-glutamina dapat meningkatkan level glutation hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif

2. Pemberian konsentrasi dipeptida alanil-glutamina eksogen dapat meningkatkan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma darah dan hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif. 3. Pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina dapat memberi

perbaikan respons histo-morfologi dan struktur mitokondria neuron hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif. 4. Pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina dapat memberi

perbaikan respons kemampuan belajar atau mengingat, dan aktivitas motorik, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

Kebaruan (Novelty)

Penelitian tentang penuaan hipokampus yang terkait glutation pada penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif merupakan hal baru dan belum dilakukan oleh peneliti lain. Kebaruan dari penelitian ini adalah bahwa konsentrasi dipeptida alanil-glutamina dan level glutation optimum di hipokampus dapat memperantarai perbaikan fungsi pada penuaan hipokampus yang tercermin dari perbaikan respons histo-morfologi, struktur mitokondria neuron hipokampus, kemampuan belajar-mengingat, dan aktivitas motorik.

Manfaat Penelitian

(24)

atau dipeptida alanil-glutamina dan level glutation di hipokampus. Beberapa indikator lainnya juga mengalami peningkatan, yang meliputi perbaikan respons histo-morfologi, struktur mitokondria, kemampuan belajar atau mengingat, dan aktivitas motorik. Dengan demikian, dipeptida alanil-glutamina dapat dijadikan sebagai solusi alternatif untuk meningkatkan level glutation hipokampus atau pada jaringan lain sebagai upaya memberi penanganan permasalahan penuaan, baik penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif yang banyak terjadi di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi informasi tentang hewan model penuaan dengan melakukan modifikasi perlakuan pada hewan muda dengan menggunakan indikator-indikator yang merupakan penanda penuaan sehingga penelitian tentang penuaan dapat dilakukan dalam skala yang lebih luas, mudah, dan cepat.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penentuan level glutation hipokampus pada tikus umur 6, 12, 18, dan 24 bulan, baik normal atau yang diberi perlakuan stres oksidatif digunakan sebagai indikator pada penentuan status fungsi hipokampus. Penentuan konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina berdasarkan peningkatan level glutation terbaik di hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif. Penentuan level glutation dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.

2. Penentuan konsentrasi dipeptida alanil-glutamina plasma darah dan hipokampus, baik pada penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina eksogen dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. 3. Pengamatan respons histo-morfologi hipokampus (viabilitas dan mortalitas

(25)

mengalami penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif hasil pemberian konsentrasi optimum dipeptida alanil-glutamina

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Penuaan

Penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif merupakan dua faktor utama penyebab penurunan fungsi berbagai sistem tubuh. Penuaan sistem tubuh ditandai dengan penurunan konsentrasi makromolekul dalam sel tubuh, seperti DNA, lipid, protein, antioksidan, dan lain-lain. Dalam jangka panjang penuaan dapat menyebabkan kematian sel. Selain itu, penuaan juga dapat menginduksi akumulasi deposit-deposit metabolit pada jaringan sehingga mengganggu fungsi jaringan. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh yang berakibat pada kematian sel (Ricklefs 2008). Miller dan O'Callaghan (2005) melaporkan, penuaan dapat menyebabkan penurunan fungsi berbagai sistem tubuh, yang meliputi endokrin, kognitif, motorik, sistem saraf pusat, dan lain-lain.

Hipokampus merupakan bagian otak yang mempunyai peran penting dalam fungsi kognitif dan berperan dalam mengontrol umpan balik pada respons stres. Kujoth et al. (2007) melaporkan bahwa peningkatan umur dan stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan dan memicu perubahan perilaku pada individu. Kerusakan oksidatif pada jaringan dapat mengganggu proses oksidasi-fosforilasi di mitokondria, penurunan produksi ATP, dan peningkatan kebutuhan energi metabolisme secara keseluruhan (Serra et al. 2003; Speakman et al. 2004; Balaban et al. 2005). Hasil penelitian Sohal dan Weindruch (1996) menunjukkan bahwa kerusakan oksidatif pada jaringan dapat menurunkan kandungan berbagai macam enzim dan antioksidan.

Tanda-Tanda Penuaan Hipokampus

(27)

parsial dalam proses metabolisme. Dringen et al. (2000) melaporkan neuron-neuron otak mampu mengonsumsi oksigen 20% dari kebutuhan oksigen seluruh tubuh meskipun organ ini hanya menempati 2% dari total volume tubuh. Hipokampus sebagai bagian otak membutuhkan banyak oksigen untuk menopang keberadaan neuron-neuron penyusunnya. Radikal-radikal bebas yang terbentuk selama proses oksidasi dan oksidasi parsial dalam proses metabolisme dapat menyerang neuron-neuron hipokampus yang mengandung banyak lipid dengan asam-asam lemak rantai panjang tidak jenuh. Radikal-radikal bebas yang terbentuk selama proses oksidasi dapat menyebabkan peroksidasi lipid, menimbulkan kerusakan protein, maupun asam amino intraseluler yang diikuti dengan terjadinya deaktivasi, modifikasi, dan terganggunya proses metabolisme (Pamplona et al. 2004). Hasil penelitian Liu et al. (2010) menunjukkan bahwa stres oksidatif dapat menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid dan akumulasi deposit-deposit metabolit yang bersifat neurotoksik. Stres oksidatif dapat mengganggu aktivitas enzim Ca2+ATPase yang berperan dalam proses regulasi konsentrasi Ca2+ intraseluler dan gangguan ini dapat menginduksi terjadinya degenerasi neuron di hipokampus.

Protein dan asam amino di hipokampus otak, seperti glutation, asam glutamat, sisteina, dan glisina sangat peka pada serangan oksidan dan radikal bebas. Radikal-radikal bebas dapat menyerang asam-asam amino pada protein, sehingga protein mengalami modifikasi secara struktural. Secara berurutan perubahan protein dapat menyebabkan terjadinya agregasi, degradasi, dan fragmentasi yang menjadi penyebab gangguan pada aktivitas enzim (Jiang et al. 2004). Bukti penelitian menunjukkan bahwa pengaruh radikal bebas pada protein dapat menyebabkan rantai reaksi radikal bebas yang mengganggu homeostasis kalsium, kalium, natrium, dan pengambilan glukosa. Munculnya berbagai macam gangguan ini dapat menimbulkan pengaruh merusak pada protein dan lipid membran sel, modifikasi membran dan fungsi seluler, dan akhirnya menyebabkan kematian neuron hipokampus (Pamplona et al. 2004; Liu et al. 2010).

(28)

ketika terjadi gangguan keseimbangan antara pembentukan spesies oksigen reaktif dengan proses-proses antioksidatif. Gangguan ini dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kekacauan neurologis dan memicu terjadinya penuaan. Perubahan orientasi metabolisme glutation merupakan bukti paling nyata terjadinya kekacauan neurologis, penurunan fungsi mitokondria, patogenesis, dan munculnya tanda-tanda penuaan (Schulz et al. 2000).

Struktur Hipokampus

Secara sitoarsitektur, hipokampus tersusun atas empat bagian utama, yaitu girus dentat (the dentate gyrus/DG), bagian hipokampus sesungguhnya (the hipocampus proper) atau cornu ammonis (CA), kompleks subikulum, dan korteks entortinal (the entorthinal cortex). Girus dentat terdiri atas 3 lapisan: (1) lapisan molekuler, terdiri atas bagian paling luar, tengah, dan lapisan submolekuler paling dalam (outer moleculer layer/OML, middle moleculer layer/MML dan inner moleculer sub-layer/IML); (2) lapisan sel-sel granula, dan (3) hilus atau lapisan polimorfik. Neuron-neuron utama pada DG adalah bergranula dengan ukuran kecil berbentuk elips. Bagian cornu ammonis dibagi lagi menjadi 3 bagian, yaitu CA1, CA2, dan CA3. Kompleks subikulum dibagi menjadi 3 bagian, antara lain subikulum, presubikulum, dan parasubikulum (Xavier dan Costa 2009).

(29)

lapisan II dan III pada korteks entortinal menuju ke lapisan molekuler paling luar dan tengah pada DG, sel-sel granula pada DG terarah menuju stratum lusidum-molekuler pada CA3 melalui serabut-serabut saraf, sel-sel piramid CA3 terarah menuju stratum radiatum pada CA2 dan CA1 melalui input kolateral Schaffer, dan akhirnya sel-sel piramid CA1 terarah menuju korteks entortinal (Knierim et al. 2006, Xavier dan Costa 2009; Ito dan Schuman 2011).

Gambar 1 Bagian-bagian hipokampus tikus. Daerah C pada hipokampus merupakan girus dentat, sedangkan D dan E ialah CA3 dan CA1. Girus dentat terdiri atas 3 lapisan, yaitu outer moleculer layer (OML), middle moleculer layer (MML), dan inner moleculer sub-layer (IML). Bagian CA3 dan CA1 terdiri atas stratum lusidum lankunosum molekuler (SL-M), stratum radiatum (SR), stratum lusidum (SL), dan stratum orien (SO) (Xavier dan Costa 2009).

Sumber Spesies Oksigen Reaktif dan Radikal Bebas di Hipokampus

(30)

alkoksil, radikal peroksil, dan lain-lain. Produksi spesies oksigen reaktif yang berlebihan dapat menyebabkan stres oksidatif dan berdampak pada kerusakan makromolekul, peroksidasi lipid, modifikasi protein, penurunan antioksidan intraseluler, seperti glutation, dan memicu kematian sel (Pamplona et al. 2004).

Neuron-neuron di hipokampus memiliki berbagai macam antioksidan yang mempunyai kemampuan mempertahankan dan memelihara keseimbangan spesies oksigen reaktif dan mencegah kerusakan oksidatif akibat radikal-radikal bebas, baik dalam kondisi fisiologis normal atau stres oksidatif. Pemeliharaan keseimbangan spesies oksigen reaktif dapat terjadi melalui mekanisme pemindahan H2O2, superoksida, dan pencegahan pembentukan radikal hidroksil yang mempunyai reaktivitas tinggi (Zhu et al. 2006; Liu et al. 2010).

Potensi Glutation sebagai Antioksidan di Hipokampus

Glutation merupakan antioksidan seluler utama dan terdapat melimpah dalam sitoplasma, nukleus, dan mitokondria sel neuron otak. Glutation mempunyai fungsi penting dalam memindahkan dan menyimpan bentuk sisteina dalam reaksi detoksifikasi xenobiotik dan isomerisasi. Bukti lain menjelaskan bahwa glutation mempunyai peran penting dalam memelihara potensi reaksi redoks seluler dengan cara menyimpan gugus sulfhidril dalam bentuk reduksi pada protein sitosol (Hand 2007). Selain berfungsi sebagai antioksidan, glutation juga berfungsi sebagai antitoksin, mendukung fungsi imun, dan memelihara integritas sel. Glutation diketahui dapat secara signifikan mengurangi kehilangan neuron motorik. Hasil penelitian Schulz et al. (2000) melaporkan bahwa glutation berperan dalam melindungi neuron dari stres oksidatif.

(31)

(2005) melaporkan ada tiga enzim yang terlibat dalam proses detoksifikasi bersama glutation, yaitu glutation reduktase, glutation-S-transferse, dan glutation peroksidase. Glutation mampu menyediakan berbagai macam cara pertahanan pada sel, tidak hanya pertahanan pada spesies oksigen reaktif atau radikal bebas, namun juga pertahanan pada hasil-hasil metabolit yang bersifat toksik. Glutation dan berbagai macam enzim antioksidan membentuk sistem pertahanan antioksidan pada semua sel. Sistem pertahanan antioksidan yang kuat penting untuk melindungi sel-sel otak dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif atau radikal bebas hasil metabolisme aerob (Zeevalk et al. 2010). Glutation sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi neurofisiologi, metabolisme, kemampuan mengingat, dan neurodegenerasi yang terjadi seiring dengan peningkatan umur (Bjork et al. 2006).

Gambar 2 Fungsi glutation sebagai antioksidan. Reaksi glutation non-enzimatik dengan radikal bebas (R.) dan reaksi donor elektron untuk reduksi peroksida (ROOH) dalam reaksi yang dikatalisis oleh glutation peroksidase. Glutation (GSH) dibentuk kembali dari GSSG oleh glutation reduktase dengan menggunakan NADPH sebagai kofaktor (Dringen et al. 2000).

(32)

dengan menggunakan NADPH sebagai kofaktor. Melalui reaksi enzimatis dengan melibatkan glutation peroksidase dan glutation reduktase, glutation secara terus menerus dihasilkan secara berulang (Dringen 2000).

Metabolisme Glutation

Glutation disintesis melalui proses berurutan dengan melibatkan dua enzim utama, yaitu γ-glutamycysteine synthetase dan glutathione synthetase, masing-masing memerlukan ATP sebagai kosubstrat. Enzim γ-glutamycysteine synthetase menggunakan asam glutamat dan sisteina sebagai substrat untuk menghasilkan dipeptida glutamil-sisteina (γ-GluCys). Melalui reaksi lanjutan, produk dipeptida disintesis dengan glisina menjadi glutation (GSH) oleh glutation

sintetase. Glutation selanjutnya digunakan sebagai substrat untuk ektoenzim

γ-glutamyltransferase (γ-GT). Reaksi antara glutation, akseptor gugus γ-glutamil (X), dan γ-GT menghasilkan dipeptida sisteinil-glisina (CysGly). Melalui jalur reaksi yang berbeda, glutation intraseluler dikonjugasikan oleh glutation-S-transferase dengan xenobiotik atau senyawa-senyawa endogen (Y) menghasilkan konjugat glutation-xenobiotik atau konjugat glutation-senyawa endogen (GS-Y). Metabolisme glutation seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

(33)

Produk konjugat berfungsi sebagai substrat γ-GT pada reaksi enzimatis dan menghasilkan dipeptida Y-CysGly. Dipeptida CysGly hasil dari kedua proses tersebut kemudian dihidrolisis oleh enzim dipeptidase menjadi asam amino glisina dan sisteina. Glisina dan sisteina digunakan kembali untuk sintesis glutation secara berulang (Dringen et al. 2000; Dringen 2000).

Gambar 4 Skema interaksi antara sel astrosit dengan neuron dalam metabolisme glutation. Metabolisme glutation intraseluler membutuhkan substrat glutamina (Gln), asam glutamat (Glu), sisteina (Cys), γ -glutamil-sisteina (γ-GluCys), dan sisteinil-glisin (CysGly). Metabolisme glutation ekstraseluler melibatkan reaksi antara glutation, ektoenzim

γ-glutamyltransferase (γ-GT), dan akseptor gugus γ-glutamil (X) (Dringen et al. 2000).

(34)

dihidrolisis oleh ektopeptidase neuron menghasilkan peptida sisteina dan glisina. Peptida sisteina dan glisina dipindahkan ke dalam neuron dengan menggunakan peptida transporter melalui proses transpor yang bergantung pada sodium. Melalui proses secara berurutan sisteina dan glisina digunakan sebagai substrat untuk sintesis GSH dalam neuron. Pada sisi lain, dipeptida CysGly hasil reaksi antara GSH ekstraseluler, akseptor gugus γ-glutamil, dan γGT digunakan kembali oleh sel-sel astrosit untuk sintesis GSH. Peptida transporter dalam sel-sel astrosit memberi respons untuk membantu proses pemindahan CysGly. Hidrolisis intraseluler CysGly menghasilkan sisteina dan glisina yang berfungsi sebagai substrat untuk sintesis glutation dalam sel-sel astrosit. Selain substrat sisteina dan glisina, sintesis GSH dalam sel-sel astrosit membutuhkan substrat yang diambil dari asam glutamat ekstraseluler yang berasal dari neuron (Dringen et al. 2000).

Mekanisme Pertahanan Antioksidan Glutation di Hipokampus

Glutation dan enzim-enzim yang berkaitan dengan metabolisme glutation membentuk sistem pertahanan antioksidan dan berfungsi melindungi sel dari kerusakan oksidatif akibat spesies oksigen reaktif atau radikal bebas. Hipokampus sebagai bagian utama otak membutuhkan sistem pertahanan antioksidan yang kuat untuk memelihara keseimbangan spesies oksigen reaktif akibat dari metabolisme aerob (Zeevalk et al. 2010). Keseimbangan pembentukan spesies oksigen reaktif dan sistem antioksidatif, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Keseimbangan pembentukan spesies oksigen reaktif dan sistem antioksidatif (Schulz et al. 2000)

Anion superoksida H2O2

OH-

RO-

Malonaldehida ONOO

-Superoksida dismutase GSH peroksidase GSH-S-transferase

Asam askorbat GSH Stres oksidatif Pertahanan antioksidan

(35)

Sel-sel astrosit dan neuron mempunyai sistem glutation sebagai pengganti katalase yang berfungsi mengeliminasi hidrogen peroksida (Dringen et al. 2000). Proses eliminasi hidrogen peroksida diikuti pembentukan GSSG dari GSH. Sel-sel astrosit dan neuron pada hipokampus otak mempunyai persamaan kemampuan detoksifikasi hidrogen peroksida (H2O2), namun sel-sel astrosit mempunyai kapasitas lebih tinggi dibanding neuron. Efisiensi sistem glutation neuron pada detoksifikasi peroksida lebih rendah dibanding sel-sel astrosit. Sel-sel astrosit berfungsi membantu melindungi neuron dari toksisitas yang diinduksi oleh spesies oksigen reaktif atau radikal bebas dengan rasio kemampuan 1 sel astrosit melindungi 20 neuron (Dringen et al. 2000; Dringen 2000).

Hubungan Level Glutation dengan Penuaan Hipokampus

Penurunan level glutation akibat kerusakan oksidatif dapat memicu perubahan struktur hipokampus. Penurunan level glutation dapat menyebabkan produksi peroksida dan peningkatan Ca2+ intraseluler yang memicu kematian neuron. Stres oksidatif menyebabkan peningkatan spesies oksigen reaktif yang berpengaruh langsung pada penurunan level glutation hipokampus. Peningkatan spesies oksigen reaktif juga menyebabkan gangguan potensial transmembran mitokondria dan penurunan fungsi mitokondria (Schulz et al. 2000).

Peningkatan umur dapat menyebabkan penurunan level glutation dalam otak, termasuk di hipokampus. Penurunan level glutation di hipokampus dapat menyebabkan degenerasi neuron dan memicu munculnya tanda-tanda penuaan (Bjork et al. 2006). Penurunan level glutation pada kondisi penuaan akibat stres oksidatif dapat mencapai 30-40% dibanding kondisi normal. Sebanyak 40% level glutation mengalami penurunan dalam neuron-neuron hipokampus sebagai dampak penuaan akibat stres oksidatif (Hjelle et al. 1994).

Beberapa kasus penuaan menunjukkan bahwa sintesis glutation di

hipokampus mengalami gangguan yang terindikasi dari meningkatnya aktivitas

(36)

oleh neuron untuk sintesis glutation. Neuron tidak dapat mengambil glutation secara langsung, peningkatan aktivitas γGT diduga merupakan kompensasi dari peningkatan regulasi dalam rangka menyediakan prekursor dipeptida bagi neuron untuk mendukung proses sintesis glutation lebih banyak lagi. Pelepasan glutation dan terjadinya peningkatan aktivitas γGT menginisiasi tahapan patogenesis di hipokampus yang memicu munculnya tanda-tanda penuaan (Dringen et al. 2000).

Penelitian lain menemukan bukti bahwa penuaan mempunyai hubungan erat dengan kerusakan sistem oksidasi-fosforilasi pada mitokondria. Penurunan level glutation merupakan awal gangguan proses oksidasi-fosforilasi, sebaliknya peningkatan level glutation memberi peningkatan proses oksidasi-fosforilasi. Penurunan level glutation pada mitokondria dapat menyebabkan pembentukan spesies oksigen reaktif yang berpotensi menghambat sistem oksidasi-fosforilasi. Demikian pula, penurunan level glutation menjadi penyebab terjadinya peningkatan ukuran dan degenerasi mitokondria pada tikus neonatal. Patogenesis penuaan hipokampus disebabkan oleh dua gangguan utama, yaitu gangguan primer dan sekunder. Gangguan primer berupa gangguan homeostasis glutation, sedangkan gangguan sekunder berupa penghambatan sistem oksidasi-fosforilasi (Serra et al. 2003; Speakman et al. 2004; Balaban et al. 2005).

Perubahan Neuroanatomi dan Neurofisiologi pada Penuaan Hipokampus

(37)

mempunyai dua peran penting dalam mendukung fungsi otak, yaitu proses dan transmisi informasi. Sinaps tersusun atas dua komponen utama, yaitu presinaptik dan postsinaptik. Komponen presinaptik terdiri atas akson dengan terminal presinaptik yang mengandung vesikel-vesikel neurotransmiter, sedangkan komponen postsinaptik terdiri atas spina dendrit dan dendrit atau sel somatik yang mengandung reseptor-reseptor neurotransmiter dan protein-protein sinyal. Dalam hipokampus, sebagian besar sinaps terletak pada spina dendrit yang menjulur dari bagian dendrit (Nicholson 2004; Serrano dan Klann 2004).

Penuaan diidentikkan dengan gangguan kompleks pada sistem sensorik dan motorik, yang meliputi penurunan kemampuan pendengaran, penglihatan, kekuatan otot, dan kemampuan merespons. Penurunan kemampuan sensorik-motorik ditandai dengan perubahan dalam sistem transduksi dan output. Perubahan kognisi yang berkaitan dengan penuaan tidak selalu berkaitan dengan lesi hipokampus otak atau hilangnya neuron. Penuaan fisiologis ditandai oleh hilangnya beberapa elemen-elemen neuron, yang meliputi perubahan jumlah dan percabangan akson, ukuran kontak-kontak sinaptik, pergeseran waktu, dan tingkat transmisi pada struktur-struktur neuron. Kedudukan transmisi dan fungsi konektif antara neuron-neuron menentukan ketepatan pemrosesan sensoris, kemampuan komputasional, dan reliabilitas output motorik. Secara bergantian, perubahan kedudukan transmisi dan fungsi konektif dapat menyediakan kontrol pada perilaku saat darurat yang merepresentasikan mekanisme merekam, mencatat, dan mengintegrasikan pengalaman (Miller dan O’Callaghan 2005; Reas et al. 2011).

(38)

Penurunan fungsi kognitif mempunyai hubungan erat dengan peningkatan umur. Penurunan fungsi kognitif berdampak pada penurunan kualitas hidup dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan. Bukti penelitian menunjukkan bahwa peningkatan umur berpengaruh nyata pada penurunan kemampuan menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan kemampuan kognitif. Kajian secara neurofisiologi menunjukkan bahwa individu dengan umur lebih dari 60 tahun sering mengalami gangguan memori dan kesulitan mengulang kejadian-kejadian yang baru saja terjadi (memori episodic). Fungsi kognitif terkait dengan beberapa aspek, seperti kemampuan belajar dan mengingat, memperhatikan, suasana hati, motivasi, dan perencanaan. Perubahan-perubahan kognitif mempunyai hubungan erat dengan hipokampus otak. Perubahan secara anatomi, fisiologi, dan biokimia dalam hipokampus memberi kontribusi pada kemampuan kognitif (Miller dan O’Callaghan 2005; Knierim et al. 2006). Hobin et al. (2006) melaporkan bahwa hipokampus memiliki peran penting dalam proses belajar, mengingat, dan perilaku yang berhubungan dengan kemahiran. Lebih lanjut dilaporkan bahwa bagian ventral hipokampus mempunyai hubungan timbal balik dengan amigdala dan berfungsi memediasi proses belajar atau mengingat. Sebagai bagian penting otak, hipokampus mempunyai peran dominan dalam menentukan kemahiran (acquisition), upaya mendapatkan kembali informasi ruang, konsolidasi, dan penyimpanan memori. Fungsi-fungsi tersebut dapat diketahui melalui uji radial arm maze (Villarreal et al. 2004; Kiray 2005).

Bioenergetik dan Dinamika Mitokondria dalam Sel - Sel Neuron

(39)

penting dalam menentukan bioenergetik jaringan seluler dan cascade sinyal tertentu untuk menjaga kelangsungan hidup. Selain itu, mitokondria adalah organel sel yang bersifat dinamis (Bolanos et al. 2009).

Mitokondria merupakan sumber energi ATP terbesar pada sel. Rantai trasnpor elektron pada mitokondria mempunyai peran penting dalam mempertahankan keberadaan energi redoks nutrisi dalam bentuk gradien elektrokimia di membran dalam mitokondria. Gradien tersebut digunakan untuk memfosforilasi ADP menjadi ATP. Selain berperan dalam produksi energi, mitokondria adalah organel sel yang terus mengalami siklus fisi dan fusi. Mitokondria secara terus-menerus melakukan proses komunikasi dengan mitokondria lainnya sebagai usaha memenuhi kebutuhan energi sel, mencegah kerusakan sel akibat spesies oksigen atau nitrogen reaktif, mencegah peningkatan ion Ca2+ intraseluler atau mutasi DNA mitokondria (Bolanos et al. 2009).

Mitokondria mempunyai peran penting bagi keberlanjutan fungsi neuron. Neuron mempunyai aktivitas spesifik, yaitu membersihkan Ca2+ dan Na+ sitosol secara terus-menerus dengan cara memompa ion-ion keluar sel dengan pengeluaran ATP tinggi. Proses ini terjadi secara bersamaan dengan proses biosintesis, pelepasan atau pengembalian kembali neurotransmiter yang berguna dalam pembangkitan potensial aksi. Berbeda dari sel lainnya, neuron tidak melakukan proses glikolisis untuk memberi peningkatan ATP ketika bioenergetik mitokondria mengalami disfungsi dan sangat bergantung pada energi dari mitokondria lainnya (Chen et al. 2007; Hoppins et al. 2007; Twig et al. 2008).

Perubahan Struktur Mitokondria Neuron pada Penuaan Hipokampus

Mitokondria adalah organel sel berbentuk kapsul tempat penghasil energi dari metabolisme aerobik yang melibatkan rantai respirasi dan enzim-enzim ATP sintase. Mitokondria paling banyak ditemukan dalam sel yang aktif melakukan metabolisme, seperti pada neuron hipokampus otak. Mitokondria mengisi sekitar 40% volume sel dan sekitar 10% bobot tubuh manusia dewasa (Serra et al. 2003).

(40)

diperkirakan mendekati 90% dari mitokondria dalam sel-sel yang sehat pada laju respirasi yang tinggi. Munculnya tanda-tanda penuaan di hipokampus mempunyai keterkaitan dengan penurunan efisiensi protein coupling dalam proses oksidasi-fosforilasi dan peningkatan produksi superoksida. Radikal bebas dapat merusak membran dalam mitokondria. Kerusakan struktur mitokondria menjadi penyebab mitokondria tidak dapat berfungsi secara normal dan akhirnya dicerna oleh lisosom. Efisiensi lisosom untuk mencerna mitokondria abnormal mengalami penurunan seiring dengan peningkatan umur. Hewan berumur tua mempunyai sel yang memiliki sedikit mitokondria, memiliki mitokondria berukuran lebih besar dari normal dan bersifat inefisien. Inefisiensi mitokondria dapat memicu penurunan produksi energi dan peningkatan produksi radikal bebas (Speakman et al. 2004; Balaban et al. 2005). Radikal-radikal bebas dari mitokondria dapat merusak protein seluler, lipid, DNA, dan semua komponen organik dalam neuron hipokampus otak. Kerusakan mitokondria meliputi kerusakan protein kompleks rantai respirasi, membran mitokondria, dan DNA mitokondria (mtDNA) yang memicu munculnya tanda-tanda penuaan (Serra et al. 2003).

Mitokondria merupakan organel sel paling peka terhadap stres oksidatif karena organel ini mempunyai kebutuhan oksigen sangat tinggi. Selain itu, mitokondria diketahui sebagai sumber penyedia radikal bebas secara terus menerus, terutama di membran dalam. Terganggunya sistem enzimatis, aktivitas protein, dan disfungsi mitokondria oleh stres oksidatif secara otomatis mengganggu sistem glutation yang berperan dalam pertahanan seluler dari radikal bebas. Kondisi ini akhirnya memicu munculnya tanda-tanda penuaan di hipokampus (Speakman et al. 2004; Balaban et al. 2005; Kujoth et al. 2007).

Kebutuhan Mitokondria pada ATP dalam Mekanisme Patologi Seluler

(41)

atau pelepasan ion-ion Ca2+ adalah fungsi fisiologis penting bagi mitokondria neuron otak. Hasil penelitian melaporkan bahwa gangguan fungsi mitokondria dapat menginduksi kerusakan seluler dan berdampak pada kejadian-kejadian patologis, seperti penyakit neurodegeneratif dan penuaan. Gangguan fungsi mitokondria ditandai dengan penurunan energi seluler, gangguan homeostasis ion-ion Ca2+, dan terbentuknya spesies oksigen reaktif dalam jumlah berlebihan di dalam sel yang bersifat sitotoksik (Chinopoulos dan Vizi 2009).

Dalam kondisi mitokondria masih utuh, aliran elektron melalui rantai respirasi dapat membentuk gradien elektrokimia proton. Gradien elektrokimia ini merupakan komponen utama membran dengan potensial 150-180 mV. Gradien elektrokimia proton mengendalikan proses hidrolisis ATP oleh ATPase yang berfungsi sebagai ATP sintase dan mendukung fosforilasi ADP menjadi ATP. Namun, mitokondria yang memiliki gangguan respirasi atau kebocoran membran dalam, ATPase tidak berperan dalam hidrolisis ATP dan hanya berperan dalam pemeliharaan level sub-optimal potensial membran dengan memompa proton keluar dari matriks. Aktivitas ATPase secara terbalik dan berkelanjutan dapat menyebabkan peningkatan konsumsi cadangan ATP seluler sehingga memicu gangguan pada tingkat sel, krisis energi, dan kematian sel. Bukti penelitian menunjukkan bahwa disfungsi mitokondria dikaitkan dengan kematian sel. Disfungsi mitokondria secara bertahap dapat memicu pelepasan molekul-molekul penanda sinyal kematian dan penghentian hidrolisis ATP yang akhirnya menyebabkan kematian sel lebih cepat. Integritas membran pada mitokondria normal dan utuh mempunyai fungsi sangat penting dalam mencegah kebocoran membran dalam dan pembalikan proses hidrolisis ATP oleh ATPase sehingga ATP dapat digunakan secara efektif untuk mendukung potensial membran (Chinopoulos dan Vizi 2009).

(42)

rantai transpor elektron dan mempunyai peran penting pada pemeliharaan jangka panjang terhadap fungsi-fungsi yang bergantung ATP, terutama Na+/K+ATPase di membran plasma dan hidrolisis ATP oleh ATPase. Neuron pada hipokampus mempunyai kebergantungan pada kapasitas glikolitik untuk bertahan hidup selama gangguan pada rantai respirasi (Chinopoulos dan Vizi 2009).

Stres oksidatif dan faktor lain dapat menyebabkan terjadinya pembalikan proses ATPase dalam kondisi patologis yang berhubungan dengan penurunan fungsi neuron akibat penuaan. Bukti penelitian menunjukkan bahwa stres oksidatif mempunyai peran dalam patologi penyakit neurodegenerasi. Stres oksidatif merupakan kejadian awal dalam patologi penuaan dan penyakit kepikunan. Ketidakcukupan energi akibat konsumsi ATP mitokondria berakibat pada peningkatan transpor ion-ion Ca2+ melalui membran plasma masuk ke dalam sel. Peningkatan ion-ion Ca2+ intraseluler dapat mengganggu regulasi ion-ion Ca2+ dan homeostasis Na+. Gangguan regulasi pada ion-ion Ca2+ dan homeostasis Na+ menyebabkan kerusakan sel-sel saraf. Peningkatan permintaan ATP yang terjadi secara bersamaan dengan konsumsi ATP di mitokondria dapat berakibat pada kematian sel. Stres oksidatif yang terjadi bersamaan dengan beban Na+ sitoplasma dapat menyebabkan penurunan ATP, potensial membran, dan gangguan regulasi Ca2+ dan Na+ di terminal saraf (Chinopoulos dan Vizi 2009).

Potensi Glutamina atau Dipeptida Alanil-Glutamina

(43)

mencegah kerusakan jaringan (Jun et al. 2006; Cruzat et al. 2007; Schade et al. 2009; Fernandes et al. 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa glutamina merupakan prekursor untuk GABA yang mempunyai aksi sebagai neurotransmiter inhibitori yang menimbulkan efek tenang, prekursor asam glutamat, glutation, dan vitamin B6 yang mempunyai peran penting dalam proses transaminasi asam-asam amino dan semua proses metabolisme asam-asam amino (Wang et al. 2007). Sebagai asam amino non-esensial, glutamina dapat disintesis dalam sitosol pada beberapa jaringan tubuh melalui reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim glutamina sintetase (Schade et al. 2009). Glutamina sintetase adalah enzim yang berperan dalam metabolisme asam glutamat dan memelihara homeostasis asam glutamat dalam otak untuk mencegah kondisi eksitotoksik. Sintesis glutamina dari asam glutamat dan amonia dalam sel-sel astrosit hipokampus otak penting untuk melindungi neuron selama peningkatan level amonia darah yang bersifat toksik. Sejumlah organ dilibatkan dalam sintesis glutamina, seperti otot rangka, paru-paru, hati, dan jaringan adiposa yang membutuhkan peran glutamina sintetase (Cruzat et al. 2007).

(44)

pemberian glutamina pascapembedahan abdominal dapat meningkatkan level glutation dan mempercepat pemulihan stres metabolik. Meningkatnya konsentrasi glutamina dalam tubuh akan menghasilkan pengaruh anabolik untuk membangun tubuh. Tersedianya glutamina dapat mencegah terjadinya pengaruh katabolik yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada berbagai jaringan tubuh. Glutamina atau dipeptida alanil-glutamina diketahui dapat meningkatkan fungsi sistem saraf, menstimulasi dan meningkatkan fungsi sistem imun, mendukung proliferasi sel, melindungi integritas mikrovaskuler, dan memelihara fungsi glikogenik. Fungsi glikogenik mempunyai peran penting dalam menyeimbangkan level gula dalam darah, menyeimbangkan asam basa antarjaringan, dan meningkatkan fungsi saluran pencernaan (Andreasen et al. 2009; Schade et al. 2009; Fernandes et al. 2010). Glutamina atau dipeptida alanin-glutamina juga berpengaruh pada pusat nafsu makan dan mampu mendetoksifikasi amonia yang merupakan penyebab kerusakan otak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian glutamina dalam bentuk dipeptida alanin-glutamina 3% dapat mempertahankan simpanan glutation dan menurunkan mortalitas sel-sel hati. Pemberian glutamina atau dipeptida alanin-glutamina dapat meningkatkan transpor asam amino dan ion-ion sodium ke dalam sel yang memicu perubahan komposisi protein intraseluler dan volume sel, mendukung sintesis protein, dan meningkatkan ketersediaan substrat untuk beberapa sistem yang dilibatkan dalam proses perbaikan jaringan (Cruzat et al. 2007). Glutamina dapat memelihara aktivitas NA+-K+ dan Ca+-ATPase, meningkatkan energi metabolisme seluler, melindungi struktur dan fungsi mitokondria, retikulum endoplasma kasar, menurunkan produksi radikal bebas oksigen, mencegah kerusakan sel, dan memperbaiki sel-sel hati (Jun et al. 2006).

(45)

glutation. Glutamina masuk ke dalam otak melalui sistem transpor N yang bergantung Na+ (Roth et al. 2002; Wang et al. 2007).

Metabolisme Glutamina

Glutamina adalah asam amino non-esensial yang penting untuk sintesis protein dan sebagai metabolit utama yang digunakan dalam proses transaminasi asam-asam amino melalui α-ketoglutarat dan asam glutamat. Glutamina dapat disintesis dari asam amino lain, terutama asam amino yang memiliki rantai bercabang dan asam glutamat dalam sitoplasma sel. Glutamina merupakan metabolit penting dalam metabolisme amonia dan mempunyai peran krusial dalam detoksifikasi amonia (Roth 2008).

(46)

Alur Aktivitas penelitian

Alur aktivitas penelitian disertasi ini dikelompokkan menjadi 4 tahapan besar, seperti disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Alur aktivitas penelitian

Aklimasi Hewan Uji

Hewan model penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif (tikus umur

6, 12, 18, dan 24 bulan) pada penuaan fisiologis atau penuaan

(47)

PERBAIKAN LEVEL GLUTATION HIPOKAMPUS TIKUS

PADA PENUAAN FISIOLOGIS DAN PENUAAN AKIBAT STRES

OKSIDATIF DENGAN PEMBERIAN DIPEPTIDA

ALANIL-GLUTAMINA

Sunarno1, Wasmen Manalu2, Nastiti Kusumorini2, Dewi Ratih Agungpriyono3

1

Program Doktor Mayor Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana, IPB 2

Mayor Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana, IPB 3

Mayor Ilmu Biomedis Hewan, Sekolah Pascasarjana, IPB ABSTRAK

Penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif menyebabkan penurunan fungsi hipokampus yang ditandai penurunan level glutation hipokampus di bawah ambang batas normal. Salah satu cara untuk meningkatkan level glutation hipokampus adalah meningkatkan konsentrasi prekursor glutation. Salah satu senyawa penyedia prekursor glutation adalah dipeptida alanil-glutamina. Penelitian ini dirancang untuk mendapatkan profil glutation hipokampus yang dapat digunakan sebagai indikator penentuan status fungsi hipokampus dan mendapatkan konsentrasi paling optimum dari pemberian dipeptida alanil-glutamina yang dapat meningkatkan level glutation hipokampus, baik pada tikus yang mengalami penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif. Tikus-tikus percobaan dirancang menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan ukuran 4x2 (penelitian pendahuluan) dan 2x2x4 (penelitian lanjutan). Faktor pertama adalah umur tikus yang terdiri atas 4 level, yaitu 6, 12, 18, dan 24 bulan untuk penelitian pendahuluan dan 2 level, yaitu 12 dan 24 bulan untuk penelitian lanjutan. Faktor kedua adalah stres oksidatif yang terdiri atas 2 level, yaitu tanpa atau dengan stres oksidatif (penelitian pendahuluan dan lanjutan). Faktor ketiga adalah pemberian dipeptida alanil-glutamina yang terdiri atas 4 konsentrasi, yaitu 0%, 3%, 5%, dan 7% (hanya untuk penelitian lanjutan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus umur 12 bulan mempunyai level glutation hipokampus dengan peningkatan tertinggi dibanding tikus umur 6 bulan, baik dalam kondisi normal (34.58%) atau stres oksidatif (34.25%), sedangkan tikus umur 24 bulan menghasilkan level glutation hipokampus dengan penurunan tertinggi, baik dalam kondisi normal (31.62%) atau stres oksidatif (13.70%). Pemberian dipeptida alanil-glutamina 7% memberi peningkatan tertinggi level glutation hipokampus, baik pada tikus dengan umur lebih muda (58.76%) atau tua (125.81%), tikus normal (76.47%) atau stres oksidatif (97.26%). Kesimpulan penelitian ini adalah penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif menghasilkan penurunan level glutation hipokampus. Status fungsi hipokampus tertinggi dan terendah hasil penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif terdapat pada tikus umur 12 bulan dan 24 bulan (mengacu pada level glutation tertinggi di hipokampus). Pemberian dipeptida alanil-glutamina 7% dapat meningkatkan level glutation hipokampus dan memperantarai perbaikan fungsi pada penuaan hipokampus, baik penuaan fisiologis atau penuaan akibat stres oksidatif.

(48)

ABSTRACT

Physiological aging or aging due to oxidative stress causes a decrease in hippocampal function that was characterized by a decrease in hippocampal glutathione levels below the normal threshold. One way to increase glutathione levels in the hippocampus is to increase the concentrations of glutathione precursor. One of glutathione precursors is alanine-glutamine dipeptide. This research was designed to obtain the profile of glutathione in the hippocampus to determine the status of hippocampal function and to obtain the most optimum concentration of alanine-glutamine dipeptide supplementation to improve glutathione levels in the hippocampus of aged and oxidative-stressed rats. The experimental rats were assigned into a completely randomized design with 4x2 (preliminary research) and 2x2x4 (advanced research) factorial arrangement. The first factor was the age of the experimental rats, consisted of four levels i.e., 6, 12, 18, and 24 months for the preliminary research and two levels i.e., 12 and 24 months for the advanced research. The second factor was oxidative stress consisted of two levels, i.e., without or with oxidative stress (preliminary and advanced research). The third factor was the level of alanine-glutamine dipeptide administration consisted of four concentrations, i.e. 0%, 3%, 5%, and 7% (only for the advanced research). The results showed that rats with the age of 12 months had the highest increase in glutathione levels in the hippocampus compared to those with the age of 6 months, both in normal conditions (34.58%) or oxidative stress (34.25%), whereas rats with the age of 24 months had the highest decrease in glutathione levels in the hippocampus, both in normal conditions (31.62%) or oxidative stress (13.70%). Administration of 7% alanine-glutamine dipeptide gave the highest increase in the levels of glutathione in the hippocampus either in younger (58.76%) or aged (125.81%) rats or in normal (76.47%) and in oxidative-stressed rats (97.26%). It was concluded that the physiological aging and aging due to oxidative stress resulted in decreased levels of glutathione in the hippocampus. The highest and the lowest statuses of hippocampal functions as results of physiological aging and aging due to oxidative stress were found in rats with the age of 12 months and 24 months (refers to the highest levels of glutathione in the hippocampus). Administration of 7% alanine-glutamine dipeptide increased glutathione levels in the hippocampus and they mediated the improved function of the aging hippocampus, both physiological aging and aging due to oxidative stress.

Key words: alanine-glutamine dipeptide, glutathione, physiological aging, oxidative-stress aging, hippocampal functions

PENDAHULUAN

Gambar

Gambar 1 Bagian-bagian hipokampus tikus. Daerah C pada hipokampus
Gambar 5  Keseimbangan pembentukan spesies oksigen reaktif dan sistem
Gambar 6 Alur aktivitas penelitian
Tabel 1  Rataan level glutation hipokampus pada tikus yang mengalami penuaan fisiologis dan penuaan akibat stres oksidatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Komponen yang diobservasi bisa berupa aktivitas/kinerja dosen, aktivitas mahasiswa, sistem sosial dalam kelas, prinsip reaksi mahasiswa terhadap proses pembelajaran,

Tanggapan yang diharapkan dari kalimat berita hanyalah berupa perhatian sesuai dengan maksud penutur melalui intonasi (kata yang dipentingkan). Tahukah Anda? Bentuk kalimat berita

Alrmot: lhm0u lld|m0molrno lbltrhnd

Pokja I Bagian Layanan Pengadaan Kota Pasuruan berpendapat bahwa Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang terakhir diubah dengan Peraturan

[r]

Pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah pelarut yang dalam suhu kamar tidak bisa melarutkan suatu zat, namun jika dipanaskan pelarut tersebut akan

[r]

[r]