• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum KO Rekristalisasi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum KO Rekristalisasi Indonesia"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Judul : Rekristalisasi

Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik. Pendahuluan

Materi yang terdapat di bumi ini kebanyakan tidak murni tetapi berupa campuran dari berbagai komponen, contoh yang paling konkret tanah terdiri dari berbagai senyawa dan unsur baik dalam wujud padat, cair atau gas, selain tanah udara juga mengandung berbagai macam unsur dan senyawa, seperti oksigen, nitrogen , uap air dan sebagainya. Zat murni bisa didapat dengan cara memisahkannya dari campurannya. Pemisahan campuran dapat dilakukan melalui peristiwa fisika atau kimia.

Teknik yang paling sederhana dan efektif untuk pemurnian padatan senyawa organik adalah kristalisasi. Memperoleh suatu senyawa kimia dengan kemurnian yang sangat tinggi merupakan hal yang sangat esensi bagi kepentingan kimiawi. Kemudian jika masih merasa diperlukan, terdapat kelanutan dari poses krstalisasi yaitu rekristalisasi. Di mana rekristalisasi merupakan sebuah metode pemurnian senyawa dengan prinsip perbedaan kelarutan antara zat pengotor dengan zat yang akan dimurnikan. Pemurnian demikian ini banyak dilakukan pada industri-industri (kimia) maupun laboratorium untuk meningkatkan kualitas zat yang bersangkutan.

Campuran adalah materi yang terdiri atas dua macam zat atau lebih dan masih memiliki sifat-sifat zat asalnya. Terdapat 2 jenis capuran yakni campuran heterogen dan campuran homogen. Masing-masing campuran dapat dipisahkan dengan teknik pemisahan tertentu. Sifat dari campuran atau materi inilah yang akan menentukan metode manakah yang cocok dilakukan. Metode yang sering digunakan dalam pemisahan campuran antara lain filtrasi, destilasi, sublimasi, dekantasi, kristalisasi dan rekristalisasi (Chang, 2010).

Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Rekristalisasi adalah sebuah proses kelanjutan dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang

(2)

tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983).

Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang banyak digunakan. Reksristalisasi dilakukan dengan cara melarutkan zat padat dengan menggunakan pelarut yang sesuai kemudian larutan tersebut dikristalakn kembali. Rekristalisasi menggunakan prinsip dimana zat dapat larut dalam suatu pelarut tertentu pada saat dipanaskan. Karena konsentrasi total zat dan pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi zat dan pengotor yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001).

Pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan dengan rekristalisasi dengan pelarut yang didasarkan pada prinsip kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut pada suhu tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu yang tak larut dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring pada tekanan rendah, dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997).

Zat padat umumnya mempunyai titik lebur yang tajam (rentangan suhunya kecil), sedangkan pada amorf akan melunak dan kemudian melebur dalam rentangan suhu yang besar. Suatu zat mempunyai bentuk kristal tertentu. Isomorfik adalah keadaan di mana dua zat yang mempunyai struktur kristal yang sama, contohnya NaF dengan MgO, K2SO4 dengan K2SeO4, dan Cr2O3 dengan Fe2O3. Zat isomorfik tidak selalu dapat mengkristal bersama secara homogen. Hal itu berarti tidak mungkin satu partikel menggantikan kedudukan partikel lain. Suatu zat yang mempunyai dua kristal atau lebih disebut polimorfik (banyak bentuk). Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada struktur morfologi endapan, yaitu pada bentuk dan ukuran kristal-kristalnya. Makin besar Kristal-kristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring. Bentuk Kristal juga penting. Struktur yang sederhana, seperti kubus, octahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah dicuci setelah disaring. Ukuran Kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung terutama pada dua factor penting: yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan Kristal (Syukri, 1999).

(3)

(tidak mudah bereaksi dengan Kristal) (Shevla, 1989).

Pembentukan endapan pada proses rekristalisasi juga hampir sama dengan proses kristalisasi yaitu reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya. Kesimpulannya proses kristalisasi dan rekristalisasi saling berhubungan satu dengan yang lain (Arsyad, 2001).

Prinsip Kerja

Prinsip kerja yang dilakukan adalah

a. Pemilihan pelarut menggunakan pelarut yang sesuai dan efisien. Pelarut yang baik adalah yang tidak melarutkan dalam suhu kamar, namun akan melarutkan setelah dipanaskan.

b. Reksristalisasi terhadap suatu sampel yang belum diketahui. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya. Rekristalisasi dilakukan menggunakan pelarut yang sesuai didapat dari prosedur A.

Alat

Tabung reaksi, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet Pasteur, corong Buchner, timbangan, alat penentu titik leleh.

Bahan

Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, norit, kapas, es batu. Prosedur Kerja

a. Pemilihan Pelarut

(4)

Dibiarkan larutan menjadi dingin dan diamati pembentukan kristalnya. Dicatat masing-masing pelarut dan ditunjukkan pelarut yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi. Dilakukan prosedur yang sama dengan di atas untuk sampel B(Bodrex) dan C serta ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.

b. Rekristalisasi Sampel Unknown

(5)

Waktu yang butuhkan

Proses Jam Waktu yang dibutuhkan

Preparasi alat dan bahan 13.00-13.20 ± 20 menit

Pemilihan pelarut 13.20-14.50 ± 40 menit

Rekristalisasi 14.50-15.40 ± 50 menit

Data dan Perhitungan a. Data Percobaan 1. Pemilihan pelarut a. Sampel A

Pelarut + Sampel Dipanaskan Didinginkan

TL L TL L K TK

Pelarut + Sampel Dipanaskan Didinginkan

TL L TL L K TK

Pelarut + Sampel Dipanaskan Didinginkan

(6)

2. Rekristalisasi Sampel Bodrex

Sampel + Akuades Pemanasan Pendinginan Pengeringan

Bodrex Bodrex larut  Massa sampel awal = 0,1 gram  Massa Kertas Saring = 0,5 gram

 Massa Kertas Saring + sampel setelah proses rekristalisasi = 0,58 gram  Massa sampel akhir = 0,08 gram

 Titik Leleh 170 0C

 Rendemen = 0,080,1 x100 %0,10,3gramgram ×100 %=33,3 % = 80 %

Hasil

1. Pemilihan Pelarut

Sampel Pelarut yang sesuai Keterangan

A Akuades dan Toluena Tidak larut dalam suhu kamar, larut saat dipanaskan dan membentuk kristal pada saat didinginkan

B (Bodrex) Akuades Larut dalam suhu kamar dan

membentuk kristal pada saat didinginkan

(7)

saat didinginkan Berikut gambar hasil percobaan, secara berturut-turut sampel Bodrex, A dan C.

Sampel Pelarut Gambar

Bodrex Akuades

Aseton

Etanol

Etil Asetat

(8)

Toluena

Sampel Pelarut Gambar

Sampel A Akuades

Aseton

Etanol

(9)

n-heksana

Toluena

Sampel Pelarut Gambar

Sampel C Akuades

Aseton

(10)

Etil Asetat

n-heksana

Toluena

Rendemen Bodrex yang diperoleh setelah dikeringkan adalah sebagai berikut.

2. Rekristalisasi sampel Bodrex

Sampel + Akuades Pemanasan Pendinginan Pengeringan Titik Leleh

(11)

larut

Praktikum kali ini adalah rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan teknik pemisahan suatu campuran dengan mengggunakan metode pembentukan kristal. Prinsip yang mendasari metode ini kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu, hal ini yang menjadikan rekristalisasi sering digunakan dalam pemurnian padatan organic. Sebelum melakukan rekristalisasi, dilakukan pemilihan pelarut untuk berbagai sampel. Pemilihan pelarut ini merupakan hal yang sangat penting, karena dengan menggunakan pelarut yang sesuai akan didapat rekristalisasi atau pemurnian yang sempurna. Sampel yang ada terdiri dari 3 jenis, yaitu sampel A, B yang merupakan Bodrex dan sampel C. Ketiga sampel diuji dengan menggunakan berbagai macam pelarut yang ada, diantaranya adalah akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana. Pertama, dimasukkan 0,05 gram sampel ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian tiap-tiap tabung reaksi tadi ditambah dengan pelarut masing-masing sebanyak 2 mL. Tabung kemudian dikocok dan diamati larut atau tidak. Jika pelarut dalam suhu kamar dapat melarutkan sampel maka selanjutnya tabung tersebut didinginkan didalam icebath sampai terbentuk kristal. Sedangkan pelarut yang tidak dapat melarutkan zat dalam suhu kamar, dipanaskan terlebih dahulu sampai sampel benar-benar larut, baru kemudian dapat didinginkan juga didalam icebath untuk pembentukan kristal.

(12)

membentuk kristal, begitu pula n-heksana yang tidak dapat melarutkan zat A pada suhu kamar ataupun setelah pemanasan. Pembentukan kristal terjadi pada akuades dan toluena. Oleh sebab itu, pelarut yang baik untuk sampel A adalah akuades dan toluena.

Sampel B yang meupakan bodrex pada suhu kamar larut dalam akuades. Sedangkan dengan etanol dan aseton hanya dapat larut sebagian dan dengan etil asetat, toluena dan heksana tidak dapat larut. Akuades yang dapat melarutkan sampel langsung diletakkan dalam icebath untuk menunggu pembentukan kristal sedangkan sampel yang lain semuanya dipanaskan agar sampel dapat larut. Setelah pemanasan, hanya etanol dan aseton yang dapat melarutkan sampel, sedangkan yang lainnya tetap tidak dapat larut, otomatis pada saat pendinginan pelarut ini tidak menghasilkan kristal. Kemudian etanol dan aseton didinginkan seperti halnya akuades. Setelah pendinginan, akuades menghasilkan endapan kristal. Aseton dan etanol juga membentuk kristal, namun hanya sedikit. Oleh karena itu pelarut yang baik untuk sampel B atau bodrex ini adalah akuades.

Sampel C tidak larut dalam akuades dan heksana pada suhu kamar, namun larut pada etanol, etil asetat, aseton dan toluena. Seperti sebelumnya, sampel yang larut langsung didinginkan, sedangkan yang tidak larut dipanaskan terlebih dahulu. Akuades dan heksana setelah dipanaskan dapat melarutkan sampel C, setelahnya akuades dan heksana didinginkan juga bersama pelarut lain di dalam icebath. Pelarut yang dapat melarutkan dalam suhu kamar ternyata semuanya tidak dapat membentuk kristal. Pembentukan kristal terjadi pada akuades dan n-heksana. Pelarut yang baik pada sampel C ini adalah akuades dan n-heksana.

Prosedur kedua adalah melakukan rekristalisasi. Sampel yang digunakan dalam rekristalisasi ini adalah sampel B atau bodrex. Pertama, diambil sebanyak 0,1 gram sampel, kemudian dilarutkan dalam pelarut yang sesuai pada prosedur pertama di atas. Pelarut yang sesuai untuk sampel ini adalah akuades, jadi sampel dilarutkan dalam 2 mL akuades. Pada suhu kamar, sampel tidak larut sepenuhnya dalam akuades, namun hanya sebagian saja yang larut. Untuk melarutkan secara sempurna dilakukan pemanasan terhadap sampel tersebut, setalah beberapa saat dipanaskan sampel tersebut menjadi larut sempurna. Sampel tersebut diangkat dari pemanas dan didinginkan dalam icebath untuk menunggu terbentuknya kembali kristal. Pembentukan kristal disini relatif agak lama, kemungkinan karena suhu icebath kurang dingin. Setelah kristal terbentuk larutan tersebut disaring dengan menggunakan corong buchner dan kristal ditampung dalam kertas saring. Kristal dalam kertas saring yang masih basah tersebut kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu awal 450C. Setelah

(13)

massa yang sama dengan massa awal. Setelah diteliti, kertas saring tersebut masih belum sepenuhnya kering karena itu dimasukkan kembali ke dalam oven untuk dipanaskan pada suhu 650C. Beberapa saat kemudian kertas saring sudah cukup kering dan setelah ditimbang

menghasilkan massa sebanyak 0,58 gram. Massa dari kertas saring adalah 0,5 gram. Dengan begitu, dapat diketahui massa akhir sampel adalah 0,08 gram. Sampel awal yang memiliki massa 0,1 gram hanya hilang sebanyak 0,02 gram. Rendemen yang dihasilkan dalam rekristalisasi ini adalah 80%.

Prosedur terakhir yang dilakukan adalah menentukan titik leleh sampel yang telah direkristalisasi. Sampel yang telah dikeringkan tadi kemudian dimasukkan ke dalam pipa kapiler untuk diukur titik lelehnya menggunakan alat pengukur khusus. Alat tersebut dilengkapi dengan termometer untuk dapat diukur suhunya pada saat meleleh. Sampel yang merupakan bodrex kemungkinan didalamnya berisi senyawa asetanilida atau parasetamol.

NH C

H3 O

Gambar di atas merupakan struktur asetanilida. Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida memiliki titik didih sebesar 184,4 oC. Perbedaan titik didih akuades dan asetanilida cukup jauh jika dibandingkan

dengan toluena, sehingga apabila rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan pelarut akuades yang titik didihnya jauh dibawah asetalinida maka akan memperkecil kemungkinan asetalinida ikut teruapkan. Selain asetanilida, bodrex juga kemungkinan memiliki kandungan parasetamol didalamnya. Akuades juga baik untuk melarutkan parasetamol, karena perbedaan titik didih akuades dengan parasetamol juga relative jauh.

O H

NH CH3

O

Gambar di atas adalah gambar dari struktur parasetamol. Tidak berbeda jauh dengan asetanilida, hanya saja pada parasetamol ini terdapat gugus OH. Parasetamol atau asetaminofen ini memiliki rumus empiris C8H9NO2 dan berat molekulnya 151,16 g/mol serta

(14)

(Bodrex) adalah 170oC. hal ini menunjukkan bahwa kandungan terbesar yang ada dalam

sampel bodrex tersebut adalah parasetamol Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah mengetahui bahwa untuk mlakukan rekristalisasi dibutuhkan pelarut yang sesuai agar hasil yang didapat sesuai degan yang diinginkan. Pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah pelarut yang dapat melarutkan dalam suhu tinggi atau pemanasan dan juga memiliki perbedaan titik didih yang relatif jauh dengan sampel yang akan direkristalisasi. Titik leleh sampel dari hasil rekristalisasi yang didapat adalah 170oC, mendekati titik leleh parasetamol. Hal ini berarti kandungan yang

terbanyak dalam sampel adalah parasetamol.

Referensi

Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia. Chang, R. 2010. Kimia Dasar Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Erlangga.

Fessenden, RJ & J. Fessenden. 1983. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta : Bina Aksara. McKee, J.R & Zanger M. 1997. Essential of Organic Chemistry. USA : Brown Publisher. Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Saran

Percobaan ini telah berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan. Hanya saja terdapat beberapa kendala seperti kurangnya efisien waktu karena harus mengantri untuk menggunakan neraca yang hanya ada satu. Untuk pengeringan sampel setelah direkristalisasi sebaiknya digunakan suhu antara 40-60oC agar sampel dapat benar-benar kering sehingga

mudah untuk dimasukkan ke dalam pipa kapiler pada saat penentuan titik leleh. Nama Praktikan

Referensi

Dokumen terkait

Berat jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya pada suhu 25ºC), sedangkan rapat jenis

A. Latar Belakang Kelarutan suatu senyawa dalam zat pelarut tergantung sifat fisik dan kimia dari zat terlarut tersebut.

Pada percobaan satu diletakakkan 100 ml pelarut murni kedalam gelas kimia lalu diletakkan pada busen lalu dipanaskan dengan suhu 250 °C titik didih pelarut murni sebesar 91 °C

Apabila titik didih zat yang ingin dipisahkan lebih rendah daripada zat pencampur, maka pada saat campuran dipanaskan antara suhu didih zat tersebut dan di bawah suhu didih

Asam basa merupakan salah satu sifat suatu zat baik yang berbentuk larutan maupun non pelarut, sifat dari asam yaitu terasa masam dan basa terasa pahit dan

dibawah titik beku pelarut murni yang semula yaitu dibawah 0°C, zat terlarut akan berpengaruh pada penurunan titik beku larutan karena pada suatu pelarut murni, zat

Suatu viskositas akan menjadi lebih tinggi jika suhu mengalami penurunan karena pada saat suhu dinaikkan maka partikel-partikel penyusun zat tersebut bergerak

Metode separasi fitosterol dengan teknik rekristalisasi pelarut suhu rendah, dengan tahapan sebagai berikut: melarutkan fraksi tidak tersabunkan menggunakan heksana dengan nisbah