• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Judul : Rekristalisasi

Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik Pendahuluan

Campuran (mixture) adalah materi yang terdiri atas dua macam zat atau lebih dan masih memiliki sifat-sifat zat asalnya. Campuran terbagi atas 2 yakni campuran heterogen dan campuran homogen. Campuran dapat dipisahkan dengan teknik pemisahan tertentu. Teknik pemisahan ini digunakan sesuai sifat dari masing masing bahan atau campuran yang akan dipisahkan. Adapun beberapa metode yang sering digunakan dalam pemisahan campuran antara lain filtrasi, destilasi, sublimasi, dekantasi, kristalisasi dan rekristalisasi (Chang, 2010).

Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau suatu lelehan. Kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau rekristalisasi. Metode dalam rekristalisasi ada 7 antara lain : memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (Willbraham, 1992).

Pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan dengan rekristalisasi dengan pelarut yang didasarkan pada prinsip kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut pada suhu tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu yang tak larut dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring pada tekanan rendah, dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997).

Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang dimurnikan pada suhu tinggi dan sulit melarutkan pada suhu rendah, menghasilkan kristal dengan baik dari senyawa yang dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif rendah) dan tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan (Svehla, 1989).

Pembentukan inti kristal adalah langkah pertama kristalisasi. Inti kristal adalah partikel-partikel kecil kristal yang amat kecil, yang dapat terbentuk secara spontan sebagai akibat dari keadaan larutan yang lewat jenuh (atau pendinginan super (super cooling) dari lelehan). Inti ini dihasilkan dengan cara memperkecil kristal-kristal yang ada dalam alat kristalisasi atau dengan

(2)

menambahkan benih kristal kedalam larutan lewat jenuh. Hal terakhir ini perlu dilakukan jika dalam larutan yang lewat jenuh tidak terbentuk inti kristal atau jika kristalisasi dipengaruhi oleh jumlah serta besar benih kristal yang diberikan (Svehla, 1989).

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan bergantung pada dua faktor yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti tinggi maka akan banyak kristal yang terbentuk, tetapi dalam bentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).

Pembentukan endapan pada proses rekristalisasi juga hampir sama dengan proses kristalisasi yaitu reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya. Kesimpulannya proses kristalisasi dan rekristalisasi saling berhubungan satu dengan yang lain (Arsyad, 2001).

Prinsip Kerja

Prinsip pemisahan atau pemurnian dengan teknik kristalisasi didasarkan adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni atau dalam pelarut campuran dan kelarutannya pada pelarut panas, sedangkan prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya.

Alat

Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet pasteur, corong Buchner, timbangan, alat pennetu titik leleh.

Bahan

Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, norit, kapas.

Prosedur Kerja

A. Pemilihan Pelarut

(3)

Tambahkan 1 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan. Goyang tabung dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati dan dicatat pengamatannya. Panaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu digoyang tabungnya dan dicatat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya. Biarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. Catat masing-masing pelarut dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses rekristalisasi sampel. Lakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel unknown dan ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.

B. Rekristalisasi Sampel Unknown

Masukkan 0,05 g sampel unknown kedalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 mL pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). Panaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga semua padatan larut. Jika padatan tidak larut sempurna, ditambahkan sedikit pelarut (kira-kira 0,5 mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya pengotor. Saring larutan panas tersebut melewati pipet Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah (posisi menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan bantuan karet penghisap. Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Cuci pipet Pasteur penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet dan kapas. Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan dibiarkan filtrat atau larutan menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati pembentukan kristalnya. Saring kristal dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring Buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering. Timbang kristal dan hitung persen recovery-nya. Tentukan titik leleh kristal dan catat.

(4)

No Deskripsi Kegiatan Waktu

1 Persiapan alat 07.00-07.15

2 Percobaan pemilihan pelarut 07.16-09.00

3 Rekristalisasi sampel Unknown 09.01-12.00

Data dan Perhitungan a. Data

- Pemilihan pelarut

Sampel Pelarut Keterangan Pemananasan Pengamatan

L TL L TL

A

Aseton √ Etanol √

n-heksana √ √ Tidak ada kristal

Etil asetat √

Aquades √ √ Tidak ada kristal

toluena √ √ Terbentuk kristal

B

Aseton Etanol √

n-heksana Tidak ada kristal

Etil asetat √

Aquades √ √ Terbentuk kristal

toluena √

C

Aseton √ Etanol √

n-heksana √ √ Pelarut hilang

Etil asetat

Aquades √ √ Terbentuk kristal

toluena Terbentuk kristal

- Rekristalisasi Sampel Unknow

Sampel Pelarut Keterangan Pemananasan Pengamatan Proses pendinginan

L TL L TL

Aseton √ √ Pelarut hilang

(5)

-A n-heksana √ √ Pelarut hilang

-Etil asetat √ √ Terbentuk kristal

Aquades √ √ √ Larut

toluena √ √ Tidak larut

b. Perhitungan

Rekristalisasi sampel unknown

 Berat sampel awal 0,36

 Berat Kertas Saring = 0,7 gram

 Berat Kertas Saring + sampel setelah proses rekristalisasi = 0,85 gram

 Titik Lebur 154 0C

 Rendemen = = 41,6 %

Hasil

a. Pemilihan Pelarut

Sampel A

No Sampel Pelarut Hasil

1. Asam salisilat Aquades Tidak larut saat dicampurkan dan dipanaskan

2. Asam salisilat Etanol Larut secara sempurna saat direaksikan pada suhu kamar

3. Asam salisilat Etil Asetat Larut secara sempurna saat direaksikan pada suhu kamar

4. Asam salisilat Aseton Larut secara sempurna saat direaksikan pada suhu kamar

5.

Asam salisilat Toluena Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar namun setelah dipanaskan larut dan

membentuk kristal

6.

Asam salisilat n-Heksana Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar dan saat dipanaskan

Sampel B

(6)

1.

Asam karboksilat

Aquades Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar namun larut saat dipanaskan dan

membentuk kristal.

2. Asam karboksilat

Etanol Larut saat direaksikan pada suhu kamar

3. Asam karboksilat

Etil Asetat Larut saat direaksikan pada suhu kamar

4. Asam karboksilat

Aseton Larut saat direaksikan pada suhu kamar

5. Asam karboksilat

Toluena Larut saat direaksikan pada suhu kamar

6.

Asam karboksilat

n-Heksana Tidak larutdalam suhu kamar dan saat dipanaskan pelarutnya menguap.

Sampel C

No Sampel Pelarut Hasil

1.

Asetanilida Aquades Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar namun larut saat dipanaskan dan

membentuk kristal.

2. Asetanilida Etanol Larut secara sempurna saat direaksikan pada suhu kamar

3. Asetanilida Etil Asetat Larut secara sempurna saat direaksikan pada suhu kamar

4. Asetanilida Aseton Larut secara sempurna saat direaksikan pada suhu kamar

5.

Asetanilida Toluena Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar namun larut saat dipanaskan dan

membentuk kristal.

6.

(7)

b. Rekristalisasi sampel Unknown  Pemilihan pelarut untuk bodrexin

No Sampel Pelarut Hasil

1.

Aspirin Aquades Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar namun larut saat dipanaskan dan

membentuk kristal.

2.

Aspirin Etanol Tidak larutdalam suhu kamar dan saat dipanaskan pelarutnya menguap.

3.

Aspirin Etil Asetat Tidak larut saat direaksikan pada suhu kamar dan saat pemanasan

4.

Aspirin Aseton Tidak larutdalam suhu kamar dan saat dipanaskan pelarutnya menguap.

5.

Aspirin Toluena Tidak larutdalam suhu kamar dan saat dipanaskan pelarutnya menguap.

6.

Aspirin n-Heksana Tidak larutdalam suhu kamar dan saat dipanaskan pelarutnya menguap.

2. Hasil rekristalisasi

Berat Sampel awal 0,3 gram Berat sampel recovery 0.15 gram

% Rendemen 50 %

Titik leleh 154 °C

Pembahasan

(8)

rekristalisasi sangat penting, sebab dengan pelarut yang tepat akan didapat pemisahan yang sempurna. Umumnya, zat terlarut akan lebih mudah dalam pelarut panas dan akan mengkristal apabila larutan jenuh didinginkan, dengan demikian zat yang terlarut dalam larutan tersebut dapat dipisahkan. Syarat pelarut yang digunakan dalam rekristalisasi adalah pelarutnya tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai.

Percobaan ini dilakukan dengan menguji kelarutan beberapa sampel terhadap pelarut yang ada. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini berupa sampel A, sampel B dan sampel C, dan pelarut yang digunakan antara lain akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena, dan heksana. Pelarut yang cocok dalam proses rekristalisasi adalah pelarut yang tidak dapat melarutkan sampel pada kondisi dingin, namun dapat melarutkan sampel dalam keadaan hangat dan sampel yang dilarutkan tersebut kemudian dapat diendapkan kembali saat pendinginan.

Sampel A tidak larut sempurna dalam n-heksana, akuades, dan toluena namun larut dalam etil asetat, aseton dan etanol. Hal ini menunjukkan bahwa etil asetat, aseton dan etanol bukan pelarut yang tidak baik untuk proses rekristalisasisampel A. Sampel yang belum larut sempurna kemudian dipanaskan dalam air mendidih dan hasilnya adalah sampel A larut dalam toluena namun tidak larut dalam akuades. Pelarut pada n-heksana menguap sebab titik didih heksana rendah yakni 69 0C. Sampel A dengan pelarut toluena yang didinginkan dengan es batu membentuk kristal jarum dengan ukuran kecil atau halus. Berdasarkan informasi yang diperoleh, sampel A merupakan asam salisilat. Adapun struktur dari asam salisilat adalah sebagai berikut:

OH

O OH

Gambar 1. Asam salisilat

(9)

turunan benzena yang salah satu atom hidrogennya tersubstitusi oleh gugus metil (-CH3). Toluena memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan asam salisilah, hal ini akan memudahkan proses pemisahan asam salisilat dan toluena dalam rekristalisasi dimana toluena akan menguap saat suhu 1100C dan yang tertinggal hanyalah asam salisilat.

Sampel B tidak larut sempurna dalam n-heksana dan akuades namun dapat larut dalam etil asetat, toluena, aseton dan etanol. Hal ini menunjukkan bahwa etil asetat, aseton, toluena dan etanol bukan pelarut yang tidak baik untuk proses rekristalisasi sampel B. Sampel yang belum larut sempurna kemudian dipanaskan dalam air mendidih dan hasilnya adalah sampel B larut dalam akuades. Pelarut pada n-heksana menguap saat proses pemanasan sebab titik didih heksana rendah yakni 69 0C. Sampel B dengan pelarut akuades yang didinginkan dalam ice bath membentuk kristal jarum. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang paling baik untuk metode rekristalisasi sampel B adalah akuades. Berdasarkan informasi yang diperoleh, sampel B merupakan asam benzoat. Adapun struktur dari asam benzoat adalah sebagai berikut:

O

OH

Gambar 2. Asam Benzoat

Asam Benzoat (benzoic acid) adalah suatu senyawa kimia dengan rumus C6H5COOH. Air merupakan pelarut yang baik untuk rekristalisasi asam benzoat. Hal ini disebabkan karena perbedaan titik didih keduanya yang jauh sehingga memudahkan dalam pemisahan asam benzoat. Asam benzoat memiliki titik didih sebesar 249 0C sedangkan air memiliki titik didih sebesar 1000C, sehingga apabila larutan asam benzoat dan air dipanaskan maka air akan menguap terlebih dahulu sesuai titik didihnya yakni 1000C sedangkan asam benzoat tertinggal dicawan.

(10)

sebagai berikut:

NH C

H3

O

Gambar 3. Asetanilida

Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida memiliki titik didih sebesar 184,4 oC. Pelarut yang dapat digunakan dalam rekristalisai asetalinida adalah akuades dan toluena. Akuades merupakan pelarut yang lebih baik dibandingkan toluena, sebab titik didih akuades (100 0C) lebih kecil dibanding toluena yang memiliki titik didih sekitar 110 0C. Perbedaan titik didih akuades dan asetanilida cukup jauh jika dibandingkan dengan toluena, sehingga apabila rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan pelarut akuades yang titik didihnya jauh dibawah asetalinida maka akan memperkecil kemungkinan asetalinida ikut teruapkan.

Percobaan berikutnya adalah rekristalisasi sampel unknown. Sampel yang digunakan adalah bodrexin sebanyak 0,36 gram. Senyawa yang terkandung dalam sampel adalah aspirin dan glisin. Proses rekristalisasi ini diawali dengan pemilihan pelarut yang paling baik untuk rekristalisasi ssampel. Pelarut yang diuji antara lain n-heksana, etanol, aseton akuades, etil asetat dan toluena. Sampel dengan pelarut tersebut kemudian direaksikan. Hasil pengamatan menyebutkan bahwa sebagian zat tidak larut dalam air. Semua sampel kemudian dipanaskan. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi. Sampel bodrexin larut dalam akuades, sedangkan pelarut n-heksanan, etanol, dan aseton menguap sebab titik didih ketiganya rendah. Pelarut etil asetat dan toluena tidak larut saat dipanaskan. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses pendinginan dalam ice bath. Akuades membentuk kristal halus saat pendinginan, sedangkan etil asetat dan toluena tidak dapat membentuk kristal. Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditentukan bahwa pelarut akuades merupakan pelarut yang paling bagus untuk proses rekristalisasi.

(11)

Proses pemanasan ini dilakukan agar semua aspirin dalam sampel dapat larut sempurna, sedangkan senyawa senyawa lain tetap tidak larut. Tahap selanjutnya adalah pendinginan hingga diperoleh kristal, kemudian kristal disaring menggunakan corong buchner. Proses ini bertujuan untuk memisahkan zat pengotor dengan larutan kristal yang murni. Penyaringan kristal dilakukan dengan menambahkan aquades dingin. Tujuannya adalah agar kristal yang terbentuk tetap terjaga bentuk kristalnya, dan kristal terbentuk pada suhu yang rendah karena pengaruh dari derajat lewat jenuh pada pembentukan kristal tersebut.

Tahapan selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Tujuannya adalah menguapkan sisa dan menghilangkan pelarut dari kristal agar diperoleh kristal yang murni. Sampel yang sudah dikeringkan ditimbang, dan didapatkan massa recovery yang tersisa sebesar 0,15 gram. Berat sampel ini berkurang sebesar 0,21 gram dari sampel awal 0,36 gram. Hal ini disebabkan pada proses kristalisasi tidak semua sampel menjadi kristal, masih ada sampel yang terlarut dalam air. Adanya pengotor dapat menghambat sampel menjadi bentuk padat atau kristalnya.

Hasil dari proses rekristalisasi dapat menentukan rendemen suatu sampel. Rendemen bertujuan untuk membandingkan kadar atau prosentase sampel yang didapatkan dengan massa totalnya, sehingga kita dapat mengetahui kadar maksimum yang dapat diperoleh dalam proses rekristalisasi. Rendemen yang diperoleh pada percobaan adalah 41,6%. Sampel yang telah dikeringkan merupakan aspirin dalam bentuk murni, sehingga kita dapat menentukan titik didih spirin dengan menggunakan alat small lab kid. Penentuan titik didih aspirin dilakukan dengan memasukkan aspirin yang tersisa dalam kapiler, kemudian dipanaskan dan diamati suhunya dengan termometer hingga dia leleh. Aspirin meleleh pada suhu 154oC, hal ini tidak sesuai dengan titik leleh aspirin yang diperoleh dari referensi yakni sekitar 136oC. Ketidaksesuaian ini dapat diakibatkan oleh kesalahan praktikan saat pengamatan termometer atau kemungkinan dikarenakan masih adanya pengotor yang ada dalam sampel.

Kesimpulan

Teknik pemurnian senyawa organik dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya. Penentuan pelarut yang tepat merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini. Syarat pelarut yang digunakan dalam rekristalisasi adalah pelarutnya tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Rendemen yang diperoleh saat rekristalisasi aspirin adalah 41,6%.

(12)

Arsyad, M., Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia. Chang, R. 2010. Kimia Dasar Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Erlangga.

Koordinator praktikum kimia organik.2014. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Jember:Universitas Jember.

McKee, J. R., Zanger, M.1997.Essential of Organic Chemistry.Small Scale Laboratory Experiments, Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, USA.

Svehla G. 1989. Vogel I Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro Bagian I. Jakarta:PT Kalman Media Pusaka.

Wilbraham dan Matta.1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Edwardsville :Southern lllinois university.

Saran

Adapun saran untuk praktikum ini adalah saat pengukuran titik leleh small lab kid praktikan hendaknya lebih teliti lagi, sehingga dapat meminimalisir kesalahan saat pengukuran.

Nama Praktikan

Gambar

Gambar 3. Asetanilida

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada sampel maltosa, sebelum ditetesi dengan larutan yodium, sukrosa berwarna bening keruh, namun setelah ditetesi dengan larutan yodium sampel menjadi berwarna cokelat

Disamping itu kedua pelarut tersebut merupakn senyawa yang tidak saling melarutkan, artinya ketika dicampurkan maka akan terbentuk dua fasa yang berbeda pada larutan,

Minyak Atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawa padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, kelarutan dalam pelarut organik dan keluratan

Dari data ini kita dapat menghitung nilai Rf yaitu, hasil dari jarak yang ditempuh sampel atau standar (spot) dibagi dengan jarak yang ditempuh fase gerak sampel secara

Sampel A yang dicampurkan 10 tetes ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL air tidak berubah warna dan dapat larut karena cuka apel memiliki kepolaran yang sama

Sifat Kimia Asam Asetat Banyak senyawa kimia berguna lain yang terbuat dari asam asetat sebagai salah satu bahan utamanya diantaranya etil asetat yang banyak dipakai sebagai pelarut

Proses ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan menggunakan pelarut pelarut organik organik yang bersifat bersifat mudah menguap menguap dan umumnya umumnya dapat

Dari 5 sampel yang diujikan, 4 sampel hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur disebabkan karena massa zat, kemurnian zat, kondisi alat percobaan, faktor kesalahan yang