• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING

PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA

CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

SKRIPSI

HELENTINA SITUMEANG H34096040

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

HELENTINA SITUMEANG. Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting

Pada Kelompoktani Pondok Menteng, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan NARNI FARMAYANTI).

Indikasi adanya risiko produksi pada suatu usaha dapat dilihat dari fluktuasi produktivitas yang dihasilkan. Petani cabai merah keriting yang tergabung dalam kelompoktani Pondok Menteng juga mengalami risiko. Fluktuasi produktivitas cabai merah keriting yang dialami oleh petani Pondok Menteng mengindikasikan adanya risiko produksi pada cabai merah keriting. Oleh karena itu sangat penting untuk dikaji sumber dan tingkat risiko yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng dalam usahatani cabai merah keriting serta strategi dalam menangani risiko tersebut.

Berdasarkan kondisi yang ada, penulisan skripsi ini bertujuan dalam menganalisis risiko produksi pada usahatani cabai merah keriting. Seperti mengidentifikasi sumber-sumber penyebab risiko dan menganalisis risiko produksi tanaman cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng serta merumuskan strategi yang sesuai dalam penanganan risiko tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani Pondok Menteng diketahui bahwa faktor-faktor risiko yang paling potensial dihadapi dalam budidaya tanaman cabai merah keriting meliputi hama dan penyakit, kondisi cuaca dan iklim, tenaga kerja dan kondisi tanah.

Alat analisis yang digunakan dalam melakukan pengukuran risiko yang dihadapi tanaman cabai merah keriting yaitu variance, standard deviation dan coefficient variation. Hasil perhitungan yang akan digunakan adalah hasil perhitungan coefficient variation karena telah memperhitungkan berdasarkan penerimaan. Dari hasil perhitungan coefficient variation besaran risiko yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng dalam usahatani cabai merah keriting yaitu 0,5. Artinya untuk setiap satu kilogram cabai merah keriting yang dihasilkan akan mengalami risiko sebesar 0,5 kg pada saat terjadi risiko produksi. Oleh karena itu dalam manajemen risiko, setelah mengidentifikasi sumber risiko dan melakukan pengukuran risiko maka dilakukan penanganan terhadap risiko.

Strategi pengelolaan risiko tanaman cabai merah keriting yang dilakukan meliputi dua hal yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yaitu dengan melakukan perawatan secara rutin dan terencana mulai dari penyemaian sampai panen. Sedangkan strategi mitigasi yakni diversifikasi tidak begitu menguntungkan karena dari hasil perhitungan portofolio besaran risiko yang dihasilkan sama yaitu sebesar 0,5.

(3)

iii

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING

PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA

CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

HELENTINA SITUMEANG H34096040

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

iv Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada

Kelompoktani Pondok Menteng, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Nama : Helentina Situmeang

NIM : H34096040

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Narni Farmayanti, MSc

NIP.19630228 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS

NIP.19580908 198403 1 002

(5)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompoktani Pondok Menteng, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Helentina Situmeang H34096040

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1988 di Desa Hutaraja, Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara, anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Kennedy Situmeang dan Ibu Serpita Batubara.

Pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1994 dilaksanakan di Sekolah Dasar no. 173141 Hutaraja, dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama no. 2 Siborongborong dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan pada tahun 2006 di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1 Siborongborong. Pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Program Keahlian Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/ Jasa, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2009.

Penulis diterima di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur regular pada tahun 2009.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompoktani Pondok Menteng, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko yang dihadapi para petani pada usahatani cabai merah keriting di kelompoktani Pondok Menteng. Analisis risiko juga dilakukan dengan memberikan strategi penanganan risiko yang sesuai dengan keadaan petani.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan skripsi ini, walaupun demikian penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2011

(8)

viii

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Rahmat Yanuar, SP, Msi yang telah menjadi dosen penguji utama dalam sidang saya.

3. Arif Karyadi, SP selaku perwakilan komisi akademik dalam penyempurnaan skripsi saya serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4. Dian Saputra yang bersedia menjadi pembahas seminar yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta, kasih dan doa yang diberikan. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang terbaik.

6. Pihak gabungan kelompoktani Rukun Tani dan khususnya petani yang tergabung dalam kelompoktani Pondok Menteng atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan VII atas semangat dan motivasi selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Oktober 2011

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Agribisnis Cabai Merah ... 12

2.2 Sumber-sumber Risiko Agribisnis ... 14

2.3 Metode Pengukuran Agribisnis ………... 15

2.4 Strategi Pengelolaan Agribisnis ……….. 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1 Risiko Produksi ... 17

3.1.2 Sumber Risiko dan Akibatnya ... 19

3.1.3 Pengukuran Risiko ... 21

3.1.4 Strategi Pengelolaan Risiko ……….... 22

3.1.5 Risiko Portofolio ………. 24

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 24

IV. METODE PENELITIAN ... 27

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 27

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 27

4.4 Metode Analisis Data ... 28

4.4.1 Analisis Kuantitatif ... 28

4.4.2 Analisis Deskriptif ... 28

4.5 Analisis Manajemen Risiko ... 30

4.5.1 Identifikasi sumber-sumber Risiko ... 31

4.5.2 Pengukuran Risiko ... 31

4.5.3 Strategi Penanganan Risiko Preventif ……… 31

4.5.4 Strategi Penanganan Risiko Mitigasi……… 32

4.6 Defenisi Operasional ... 33

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

5.1 Sejarah dan Perkembangan Kelompoktani Pondok Menteng ... 34

5.2 Lokasi dan Kondisi Kelompoktani ... 35

(10)

x

5.3 Aspek Sumber Daya Kelompoktani ... 37

5.3.1 Sumber Daya Manusia ... 37

5.4 Organisasi dan Manajemen Kelompoktani ... 38

5.5 Pola Tanam ... 39

5.6 Teknis dan Teknologi Produksi ... 39

5.6.1 Pengolahan Lahan ... 40

5.6.2 Penanaman ... 40

5.6.3 Pemeliharaan ... 41

5.6.4 Panen dan Pasca Panen ... 41

5.7 Pengeluaran usahatani ... 42

5.8 Pemasaran ... 43

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

6.1 Risiko Produksi ... 44

6.2 Penilaian Risiko Produksi cabai Merah Keriting ... 49

6.3 Strategi Penanganan Risiko ... 51

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 57

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun

2008-2009………. 2

2. Produksi dan Luas Panen Hortikultura di Indonesia

2007-2008………. 3

3. Luas Lahan Panen, Produktivitas dan Produksi Sayur

di Indonesia Tahun 2005-2008………. 4 4. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia

Periode 2006-2009...………. 5

5. Luas Lahan, Produktivitas dan Produksi Cabai di Jawa

Tahun 2009 ………. 6

6. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai di Kabupaten

Bogor Tahun 2007 sampai 2009…..………. 7 7. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Utama

Sayuran di Kecamatan ciawi pada Tahun 2009...………. 8 8. Jenis Usaha Kelompoktani pada Gapoktan Rukun Tani..…... 36 9. Luas Lahan Sawah dan Luas Lahan Darat Kelompoktani

Pondok Menteng ...……….……..……. 38

10. Rata-rata Produktivitas Cabai Merah Keriting dan Peluang Yang Dihadapi Kelompoktani Pondok

Menteng, 2010 ………... 44

11. Hasil Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Penerimaan Cabai Merah Keriting pada Kelompoktani Pondok

Menteng, 2010………...…. 49

12. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Penerimaan pada Cabai Merah Keriting, Sawi dan Portofolio Cabai

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produktivitas Cabai Merah Keriting Kelompoktani Pondok Menteng………. 10 2. Kerangka Pemikiran Operasional……….. 26 3. Sistem Pemasaran Cabai Merah Keriting Kelompoktani

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jenis Usaha/ Komoditi yang Diusahakan Oleh

Gapoktan (2010) ... 60 2. Fasilitas Usahatani yang Dimiliki Oleh Gapotan

Rukun Tani ... 61 3. Struktur Organisasi Rukun Tani ... 62 4. Data Dasar Gapoktan Rukun Tani ... 63 5. Pola Tanam Komoditi Cabai Merah Keriting di

Kelompoktani Pondok Menteng ... 64 6. Gambar Plot Tanam Cabai Merah Keriting yang Diterapkan

Di Kelompoktani Pondok Menteng ... 65 7. Komponen Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting

per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen ... 66 8. Hama dan Penyakit yang Menyerang Cabai Merah Keriting

Di Kelompoktani Pondok Menteng ... 67 9. Perhitungan Nilai Variance, Expected Return dan Coefficient

Variation pada Cabai Merah Keriting ... 68 10. Perhitungan Nilai Variance, Expected Return dan Coefficient

Variation pada Sawi ... 69 11. Tabel Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Sektor pertanian melalui komoditas-komoditas yang dihasilkannya mempunyai potensi besar dalam meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Hal ini didukung oleh peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009.1 PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui peranan subsektor pertanian khususnya komoditi hortikultura terhadap pendapatan nasional. Beberapa produk pertanian Indonesia merupakan produk-produk andalan ekspor, oleh karena itu upaya peningkatan dan pengembangan produk pertanian diharapkan dapat meningkatkan stabilitas ekonomi.

Salah satu sektor pertanian yang menjadi pusat perhatian adalah sektor hortikultura. Peningkatan nilai impor pada sektor hortikultura mengindikasikan adanya kegagalan dalam memenuhi permintaan dalam negeri sehingga melakukan impor. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan nilai impor dari tahun 2008 sampai tahun 2009 untuk setiap sub sektor pertanian cenderung menurun, hal ini juga diikuti oleh penurunan nilai ekspor. Berbeda dengan sub sektor-sub sektor yang lain sub sektor hortikultura mengalami peningkatan nilai impor dari tahun ke tahun sebesar 16,35 persen. Peningkatan impor di sub sektor hortikultura ini perlu dilakukan analisis, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan impor tersebut. Peningkatan impor tersebut selain disebabkan karena permintaan konsumen domestik yang lebih menyukai produk luar negeri juga disebabkan ketidakmampuan dalam memproduksi produk-produk hortikultura, seperti produksi menurun dan terjadinya gagal panen. Perkembangan nilai

1

Kementerian Pertanian. 2010. Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. www.bbpplembang.deptan.go.id. Diakses 17 Maret 2011

(15)

2 ekspor–impor sektor pertanian Indonesia pada tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2008-2009

No Sub

sektor

2008 2009 Perkembangan (%)

Nilai (US$000) Nilai (US$000) 1 Tanaman pangan Ekspor Impor 348.883 3.526.957 321.261 2.737.862 -7,91 -22,37 2 Hortikultura Ekspor Impor 433.921 926.045 379.739 1.077.463 -12,48 16,35 3 Perkebunan Ekspor Impor 27.369.363 4.535.918 21.581.669 3.949.191 -21,14 -12,93 4 Peternakan Ekspor Impor 1.148.170 2.352.219 754.913 2.132.800 -34,25 -9,32

Sumber : Kementerian Pertanian, 2010 (diolah)

Hortikultura terbagi atas sub sektor seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Beberapa produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman biofarmaka sangat berguna bagi kebutuhan tubuh seperti sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu produk-produk hortikultura perlu ditingkatkan maupun dikembangkan selain untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat juga karena berpotensi dalam meningkatkan penghasilan.

Berdasarkan Tabel 2 semua sub sektor hortikultura mengalami peningkatan luas lahan yang diikuti dengan peningkatan produksi, kecuali pada sub sektor tanaman biofarmaka yang mengalami penurunan. Sayuran mengalami

(16)

3 pertumbuhan produksi sebesar 6,13 persen seiring peningkatan luas lahan sebesar 2,53 persen. Dengan kata lain persentase peningkatan luas lahan yang kecil diikuti dengan persentase peningkatan produksi yang lebih tinggi dan ini menandakan bahwa produktivitas sayuran nasional cukup baik.

Tabel 2. Produksi dan Luas Panen Hortikultura di Indonesia 2007-2008

No Uraian Tahun Pertumbuhan

(%)

2007 2008

1 Produksi

Sayuran (Ton) 9.455.463 10.035.093 6,13

Buah-buahan (Ton) 17.116.622 18.027.889 5,32

Tanaman Hias (Tangkai) 179.374.218 205.564.659 14,60 Tanaman Biofarmaka (Kg) 444.201.067 398.808.803 -10,22 2 Luas Panen Sayuran (Ha) 1,001.606 1.026.990 2,53 Buah-buahan (Ha) 756.766 781.333 3,25 Tanaman Hias (m) 9.189.976 10.877.307 18,36 Tanaman Biofarmaka (m) 245.253.798 227.952.040 -7,05

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009

Komoditi hortikultura yang menjadi bahan pangan penting yang dikonsumsi sehari-hari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia adalah sayuran, sehingga diproduksi secara terus menerus. Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki prospek potensial untuk dibudidayakan, karena mengalami pertumbuhan tertinggi kedua setelah tanaman hias dari segi luas dan produksi. hal ini juga karena pada umumnya pembudidayaan sayuran tergolong mudah dan sederhana.2

2

(17)

4 Tanaman hortikultura terutama sayuran mengalami perkembangan yang cukup baik dari tahun ke tahun baik, dari segi luasan panen, produktivitas dan produksi. Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Sayuran di Indonesia tahun

2005-2008

Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton)

2005 944.695 9,63 9.101.986

2006 1.007.839 9,45 9.527.464

2007 1.001.606 9,44 9.455.462

2008 1.026.990 9,77 10.035.093

Sumber: BPS dan Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2009 (diolah)

Berdasarkan Tabel 3 produksi sayuran Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2005-2006, dimana peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan luas panen yang cukup besar. Pada tahun 2007 terjadi penurunan sekitar 0,76 persen yaitu dari 9.527.464 ton pada tahun 2006 menjadi 9.455.462 ton pada tahun 2007, selanjutnya pada tahun 2008 mengalami peningkatan produksi sebesar 6,13 persen. Secara keseluruhan sayuran di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan luas panen sebesar 2,86 persen yang diikuti oleh peningkatan produksi sebesar 3,34 persen dengan peningkatan produktivitas sebesar 0,52 persen. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa produktivitas sayuran Indonesia dari tahun 2005 sampai 2008 mengalami kenaikan (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2009). Hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi sayuran masyarakat Indonesia, dimana pada tahun 2007 sebesar 40,90 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun (Deptan 2009).

Adapun beberapa jenis sayuran meliputi bayam, kangkung, kol, buncis, kacang, tomat, cabai, bawang, nangka, labu siam, sayur asam dan pepaya. Perkembangan beberapa jenis sayuran dari segi produksi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

(18)

5 Tabel 4. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2006-2009

Komoditas Sayuran

Produksi (Ton)

Perkembang-an* (%) 2006 2007 2008 2009 Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 13,07 Cabai 1.185.057 1.128.793 1.153.060 1.378.727 19,57 Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 0,30 Kembang Kol 135.518 124.252 109.497 96.038 -12,29 Kacang Merah 125.250 112.271 115.817 110.051 -4,98 Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 17,51 Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 9,17 Labu siam 212.697 254.056 394.386 321.023 -18,60 Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 11,50 Bayam 149.435 155.863 163.817 17.375 -89,39 Keterangan *

Pertumbuhan tahun 2008 sampai tahun 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Berdasarkan Tabel 4 beberapa jenis sayuran mengalami peningkatan produksi dan sebagian jenis sayuran juga mengalami penurunan produksi. Mulai dari kurun waktu 2008 ke 2009 beberapa sayuran seperti kembang kol, kacang merah, labu siam dan bayam mengalami penurunan, sedangkan jenis sayuran seperti bawang merah, cabai, daun bawang, tomat, buncis dan kangkung justru mengalami kenaikan, dan jenis sayuran yang mengalami pertumbuhan yang cukup baik adalah cabai yaitu meningkat sebesar 19,57 persen.

Cabai merupakan produk hortikultura yang digolongkan kedalam empat kelompok yaitu cabai merah, cabai hijau, cabai kecil dan cabai hias. Cabai merah

(19)

6 terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting dan cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan. Menurut Statistik Pertanian (2009) areal pertanaman cabai di Indonesia pada tahun 2008 adalah seluas 211.566 ha atau sekitar 20,6 persen dari luas areal panen sayuran. Pada tahun 2009 luas panen komoditas cabai di Indonesia sebesar 233.904 Ha dengan jumlah produksi sebesar 1.378.727 dimana produktivitas mencapai 5,89 ton/Ha (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal ini menunjukkan tanaman cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan.

Khusus untuk daerah Jawa produktivitas cabai merah pada tahun 2009 terbesar berada di daerah Jawa Barat yaitu 13,6 persen dengan luas lahan cabai sekitar 23.212 ha dan produksi 315.569 ton (BPS, 2010). Dari Tabel 5 dapat dilihat luas lahan, produksi dan produktivitas cabai di Pulau Jawa.

Tabel 5. Luas Lahan, Produktivitas dan Produksi Cabai Merah di Jawa, 2009 No Propinsi Luas Lahan

(ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) 1 Jawa Barat 23.212 13,6 315.569 2 Jawa Tengah 40.729 5,42 220.929 3 DI Yogyakarta 2.858 5,95 17.010 4 Jawa Timur 59.308 4,11 243.562 5 Banten 1.747 3,68 6.427

Badan Pusat Statistik (BPS), 2010

Jawa Barat adalah salah satu propinsi sentra produksi cabai merah di Indonesia, yang menyebar dibeberapa kabupaten seperti Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan seperti pisang, manggis raya, pepaya dan durian, sayuran seperti cabai, buncis, sawi dan tanaman hias seperti anggrek, dan agrasena. Budidaya cabai merah sudah dikenal cukup lama oleh para petani di Bogor. Usahatani cabai merah sampai saat ini masih

(20)

7 berorientasi pada produksi dan bukan pada permintaan pasar dan hal ini menyebabkan fluktuasi harga di pasar.

Berdasarkan Tabel 6 peningkatan luas lahan cabai merah rata-rata sebesar 25,2 persen dan peningkatan produksi rata-rata sebesar 8,05 persen dengan produktivitas cabai merah mengalami penurunan sebesar 14,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan luas panen dan produksi cabai merah dari tahun 2007 sampai 2009 diiringi dengan penurunan produktivitas cabai merah. Hal ini menunjukkan adanya indikasi risiko produksi cabai merah yang terjadi di Kabupaten Bogor. Berikut perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas cabai merah di Kabupaten Bogor.

Tabel 6. Luas panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor Tahun 2007 Sampai 2009

Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2007 531 4.683 8,81

2008 721 6.215 8,61

2009 828 5.181 6,25

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010 (diolah)

Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, dimana Kecamatan Ciawi merupakan salah satu penghasil cabai merah keriting. Kecamatan Ciawi memiliki kemiringan yang relatif tinggi dari 5 persen sampai dengan 40 persen dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan, hal ini di karenakan letaknya diapit oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung Salak. Karakteristik tanah dan iklim yang dimiliki oleh Kecamatan Ciawi tersebut sangat potensial dalam membudidayakan produk-produk hortikultura (Monografi UPT PTPHPK Wilayah Ciawi 2009). Beberapa komoditi utama di Kecamatan Ciawi yaitu bawang daun, kubis, wortel, cabai merah keriting dan tomat. Berikut pada Tabel 7 luas panen, produksi dan produktivitas komoditas utama sayuran di Kecamatan Ciawi.

(21)

8 Tabel 7. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Utama Sayuran di

Kecamatan Ciawi Pada Tahun 2009

No Komoditas Luas panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1 Bawang Daun 350 3.461,50 98,9 2 Kubis 23 462,76 201,2 3 Wortel 229 2.748 120 4 Cabai Merah Keriting 95 465,5 49 5 Tomat 113 3.503 310

Sumber: Statistik Pertanian, UPT PTPPHPK Wilayah Ciawi, 2009

Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa cabai merah keriting adalah komoditas unggulan di kecamatan Ciawi dengan luas panen 95 Ha, produksi 465,5 ton dan produktivitas 49 ton/Ha. Kecamatan Ciawi terdiri dari 13 desa yang mayoritas penduduknya adalah petani, dimana salah satu desa yang sedang berusaha mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri adalah Desa Citapen. Desa Citapen memiliki kondisi geografis yakni ketinggian tempat 450 sampai 700 diatas permukaan laut (DPL), pH Tanah 5,0 sampai 7,0 dan beriklim basah (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) bahwa ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan cabai merah keriting adalah 0 sampai 1000 meter dpl, dengan kondisi tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik dan PH tanah antara 6 sampai 7. Oleh karena itu kondisi geografis yang dimiliki Desa Citapen sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting

Komoditi cabai potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kenaikan harga cabai terutama disebabkan produksi cabai yang menurun, pasokan yang terbatas dan kegagalan panen. Kebutuhan akan cabai merah, diduga masih akan terus meningkat dengan pesat sejalan dengan kenaikan pendapatan dan jumlah penduduk sebagaimana terlihat pada tahun 2002,

(22)

9 2005 dan 2008 pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai mengalami peningkatan, yaitu masing-masing sebesar 1,42 kg/tahun/kapita, 1,51 kg/tahun/kapita, dan 1,54 kg/tahun/kapita (Ditjen Hortikultura, 2009). Oleh karena itu produktivitas cabai merah harus ditingkatkan sehingga mampu mengimbangi peningkatan permintaan akan cabai merah.

Sebagai tanaman pertanian kondisi alam sangat mempengaruhi keberlangsungan proses produksi cabai merah. Kondisi alam yang tidak dapat diprediksi, mudah berubah, sulit untuk diramalkan, dan tidak dapat dikendalikan menjadi suatu risiko bagi pelaku usaha dibidang pertanian. Faktor alam seperti perubahan suhu dan fluktuasi iklim atau cuaca merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi variabel penyebab terjadinya risiko dalam usaha pertanian, dan risiko tersebut dapat terjadi pada kegiatan usahatani cabai merah. Faktor-faktor risiko inilah yang akan menjadi penghalang dalam pemenuhan permintaan akan cabai merah keriting. Oleh karena itu sangat penting untuk dianalisis risiko produksi cabai merah keriting karena berdampak pada kerugian yang harus ditanggung oleh petani, dalam kasus ini petani yang tergabung dalam kelompoktani Pondok Menteng Desa Citapen.

1.2. Perumusan Masalah

Kelompoktani Pondok Menteng adalah salah satu anggota dari gabungan kelompoktani (Gapoktan) Rukun Tani yang berlokasi di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Gapoktan Rukun Tani terdiri dari 7 kelompoktani yaitu kelompoktani Pondok Menteng, Sukamaju, Bina Mandiri, Silih Asih, sawah Lega, Tani Jaya dan KWT Citapen Berkarya. Pada dasarnya gapoktan terbentuk karena kepentingan usaha petani agar lebih luas dan meningkat sehingga petani mempunyai posisi tawar yang kuat. Produk unggulan kelompoktani Pondok Menteng antara lain caisin, cabai merah keriting, tomat, dan kubis. Anggota kelompoktani Pondok Menteng yang aktif setiap tahun memproduksi cabai merah keriting ada 5 orang dengan kisaran masing-masing lahan cukup luas mulai 1 Ha sampai 5 Ha. Penanaman cabai merah keriting di kelompoktani Pondok Menteng hanya sekali setahun, karena waktu yang dibutuhkan mulai dari penyemaian, penanaman sampai panen adalah 6 bulan.

(23)

10 Menurut pengalaman petani Pondok Menteng lahan bekas tanaman cabai tidak bisa langsung ditanami cabai lagi karena akan menghadapi risiko yang besar seperti produksi gagal total. Setelah panen lahan diistirahatkan sekitar satu bulan kemudian ditanami komoditas lain seperti kacang-kacangan dan sawi. Hal ini dilakukan guna mengembalikan kondisi lahan lebih baik, karena tanaman kacang mampu mengembalikan unsur hara dalam tanah sehingga untuk periode berikutnya lahan sudah layak ditanami cabai.

Produktivitas cabai merah keriting yang ideal adalah 8000 kg/ha, sedangkan berdasarkan data yang didapat terkait produksi cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng sangat berfluktuasi meskipun trendnya cenderung meningkat. Dimana dari tahun 2005 sampai 2010 produktivitas cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng berkisar antara 4000 kg/ha sampai 11000 kg/ha.

Tidak selamanya fluktuasi mengindikasikan risiko yang merugikan, apabila fluktuasi berada diatas kondisi ideal itu bukan mengindikasikan risiko. Berdasarkan grafik pada Gambar 1 produktivitas cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng menghadapi risiko kerugian karena sebanyak empat kali periode produktivitas cabai merah keriting berada di bawah kondisi ideal yaitu produktivitas dibawah 8000 kg/ha.

Gambar 1. Produktivitas Cabai Merah Keriting Kelompoktani Pondok Menteng

Sumber: Kelompoktani Pondok Menteng 2011

Fluktuasi berdasarkan Gambar 1 mengindikasikan risiko produksi yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng, dimana dalam proses produksi cabai merah keriting terdapat risiko. Sebelum memecahkan permasalahan ada baiknya

(24)

11 mengetahui akar dari penyebab masalah, sehingga rumusan masalah dapat diselesaikan dan target tercapai. Begitu halnya dengan usahatani cabai merah keriting perlu diketahui penyebab terjadinya risiko pada produksi sebelum memecahkan solusi untuk risiko tersebut, oleh karena itu penting dikaji hal-hal berikut ini:

1. Sumber-sumber risiko pada usahatani cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng.

2. Tingkat dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber risiko tersebut pada usahatani cabai merah keriting.

3. Strategi maupun solusi yang akan digunakan dalam menyelesaikan atau mengurangi risiko yang dihadapi petani cabai merah keriting.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mengidentifikasi sumber risiko pada tanaman cabai merah keriting.

2. Menganalisis risiko produksi pada usahatani tanaman cabai merah keriting pada kelompoktani Pondok Menteng.

3. Merumuskan strategi dalam menangani risiko tanaman cabai merah keriting.

1.4. Manfaat Penelitian

Berikut merupakan manfaat dalam melakukan penelitian:

1. Melatih kemampuan penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang disesuaikan dengan bidang keahlian penulis.

2. Sebagai masukan bagi yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya.

(25)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agribisnis Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayur-sayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat badan. Cabai adalah komoditas sayuran penting yang dibudidayakan dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat Indonesia, baik sebagai komoditas yang dikonsumsi di dalam negeri dan ekspor. Jawa Barat adalah salah satu dari beberapa propinsi di Indonesia yang menjadi produsen cabai yang menyebar dibeberapa Kabupaten yakni Ciamis, Tasikmalaya, Bandung, Garut, Sukabumi, Cianjur dan Bogor. Menurut Kustiari, dkk (2009) konsumsi cabai merah cenderung meningkat dari 0,65 juta ton pada tahun 2002 menjadi 1,18 juta ton pada tahun 2006. Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai merah untuk kebutuhan sehari-hari masih berfluktuasi, yang disebabkan oleh fluktuasi harga di pasar eceran. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga di pasar eceran, yaitu faktor yang mempengaruhi sisi permintaan dan faktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadang-kadang keseimbangan harga terjadi pada kondisi jumlah yang ditawarkan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal inilah yang mengakibatkan harga akan sangat tinggi. Demikian pula terjadi sebaliknya sehingga harga sangat rendah.

Saat ini produksi cabai belum mampu memenuhi jumlah permintaan hal ini mengindikasikan adanya risiko yang dihadapi dalam proses budidaya cabai. Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa proses penyediaan (produksi dan distribusinya) cabai merah belum sepenuhnya dikuasai para petani. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai merah adalah petani kecil-kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik.3

3

(26)

13 Kebutuhan terhadap komoditas cabai ini semakin meningkat sejalan dengan semakin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini. Selain itu, cabai merah sebagai rempah-rempah merupakan salah satu komoditas yang dapat mendatangkan keuntungan bagi petani dan pengusaha. Karena selain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga mempunyai peluang pemasaran ekspor yang sangat baik.

Dalam era perdagangan bebas persaingan akan produk-produk pertanian menjadi semakin kompetitif, khususnya untuk produk cabai. Produk cabai lokal akan bersaing ketat dengan produk negara lain, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Petani harus mampu meningkatkan daya saingnya agar mampu bersaing melalui upaya peningkatan efisiensi usahatani, peningkatan kualitas produk dan menghasilkan produk ramah lingkungan dengan mengurangi kandungan residu pestisida pada cabai yang dihasilkan.

Menurut E Sujitno dan Mulyani (2005) untuk meningkatkan produktivitas cabai yang ramah lingkungan (kandungan residu rendah) diperlukan berbagai teknologi diantaranya teknologi pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT), yang meliputi:

1. Penggunaan benih yang bersertifikat 2. Pemilihan dan pengolahan lahan yang tepat 3. Penggunaan dosis dan aplikasi pupuk yang tepat 4. Teknik pemeliharaan tanaman cabai yang intensif

5. Pengendalian hama dan penyakit yang efektif dan terpadu 6. Penanganan panen dan pasca panen

Pada umumnya tanaman cabai merah dapat di tanam di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah, yaitu lebih dari 500 - 1200 m di atas permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa. Meskipun luasan lahan yang cocok untuk cabai masih sangat luas, tetapi penanaman cabai di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan ketinggian sedikit di bawah 800 m di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun (Deptan, 2011).

(27)

14

2.2. Sumber-sumber Risiko Agribisnis

Usaha pertanian adalah usaha yang rawan akan risiko dan ketidakpastian baik itu risiko harga, risiko pasar dan risiko produksi. Produsen dibidang pertanian perlu mempelajari sumber-sumber yang menyebabkan risiko terjadi pada usahanya, kemudian melakukan pengukuran risiko untuk mengetahui dampak dan akibat dan terakhir menentukan strategi atau solusi yang sesuai untuk mengatasi risiko. Risiko harga biasanya terkait dengan fluktuasi harga yang diterima oleh produsen pertanian sedangkan risiko pasar adalah terkait dengan penawaran dan permintaan akan produk-produk pertanian. Risiko produksi adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi produksi yang mempengaruhi penerimaan produsen pertanian, disebabkan faktor-faktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat dihindari maupun dikurangi dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas seperti benih, pupuk dan obat-obatan.

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko pada komoditi hortikultura seperti Safitri (2009), Wisdya (2009), Sembiring (2010), dan Utami (2009) masing-masing menemukan bahwa sumber risiko pada usaha daun potong, anggrek Phalaeonopsis, sayuran organik, dan bawang merah adalah risiko produksi. Risiko produksi tersebut umumnya meliputi teknik budidaya, human error, penyakit, serangan hama dan cuaca atau iklim yang tidak pasti.

Berbeda pada usaha peternakan Lestari (2009), dan Anggraini (2003), menemukan sumber risiko pada usaha udang vannamei dan peternakan sapi perah adalah risiko operasional dan risiko pasar. Risiko pasar pada udang vannamei adalah fluktuasi harga input yang digunakan, seperti fluktuasi harga induk, pakan, benih, sedangkan pada peternakan sapi perah antaralain fluktuasi keuntungan dimusim hujan dan kemarau, fluktuasi harga pakan, susu, skala usaha dan saluran pemasaran. Risiko operasional masing-masing pada usaha udang vannamei dan peternakan sapi perah meliputi proses pengadaan induk dan pengadaan pakan.

Dari penelitian terdahulu diperoleh variabel yang menjadi sumber risiko pada produk-produk hortikultura meliputi faktor cuaca, hama dan penyakit, harga

(28)

15 input, harga jual dan human error. Variabel sumber risiko tersebut diduga menjadi sumber risiko pada usahatani cabai merah keriting dalam penelitian ini.

2.3. Metode Pengukuran Risiko Agribisnis

Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-sumber risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko adalah koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance) dan simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil.

Ketiga alat analisis ini digunakan oleh Safitri (2009), Wisdya (2009) dan Ginting (2009) dalam penelitiannya masing-masing yang berjudul Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri Bogor, Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat dan Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Pada penelitian Utami (2009) juga menggunakan alat analisis koefisien variasi, ragam dan simpangan baku yang ditambah dengan analisis regresi berganda.

Berbeda dengan Sari (2009) dan Herviyani (2009) masing-masing menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar, dan risiko harga kubis dan bawang merah di Indonesia. Menggunakan alat analisis yaitu model ARCH-GARCH dan perhitungan VAR (Value at Risk). Berdasarkan hasil analisis ARCH-GARCH yang dilakukan oleh Herviyani dan Sari menunjukkan bahwa tingkat risiko harga kubis dan bawang merah, dan harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dipengaruhi oleh volatilitas dan varian harga satu hari sebelumnya dan selanjutnya dilakukan perhitungan Var.

2.4. Strategi Pengelolaan Risiko Agribisnis

Strategi pengelolaan risiko perlu dilakukan untuk menekan dampak yang ditimbulkan risiko. Menurut Darmawi (2004) sesudah manajer risiko mengidentifikasikan dan mengukur risiko yang dihadapi perusahaannya, maka ia harus memutuskan bagaimana menangani risiko tersebut. Ada dua pendekatan dasar untuk itu:

(29)

16 1. Pengendalian risiko, (menghindari risiko, mengendalikan kerugian,

pemisahan, kombinasi atau poling dan pemindahan risiko).

2. Pembiayaan risiko, (pemindahan risiko melalui pembelian asuransi, dan menanggung risiko.

Menurut Wisdya (2009) strategi penanganan risiko produksi anggrek Phalaeonopsis pada PT EGF dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Alternatif untuk menangani risiko produksi dapat dilakukan dengan diversifikasi (portofolio) pada lahan yang berbeda dan secara tumpang sari tetapi dalam waktu yang sama. Alternatif lain untuk meminimalkan risiko produksi adalah kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen dan usaha pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot (untuk menampung hasil produk yang reject).

Tarigan (2009), menganalisis resiko produksi pada sayuran organik. Strategi pengelolaan risiko adalah spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting sedangkan kegiatan portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Berbeda halnya dengan Lestari (2009) mengemukakan strategi preventif risiko pada usaha pembenihan udang vannamei yang dilakukan PT. Suri Tani Pemuka untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko. Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan persiapan bak pemeliharaan, pemeliharaan induk, pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air, pengelolaan pakan, pemanenan dan pengepakan benur serta pelatihan sumber daya manusia serta dengan melakukan kontrak pembelian dengan pemasok pakan. Strategi mitigasi risiko yang dilakukan perusahaan melalui kegiatan pengendalian penyakit dan pengadaan dan perlakuan induk yang tepat.

Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan sama dengan penelitian terdahulu Safitri (2009) menggunakan koefisien variasi, ragam dan simpangan baku dan diversifikasi. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah komoditas yakni menganalisis risiko produksi pada usaha cabai merah keriting kelompoktani Pondok Menteng.

(30)

17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan hasil penelusuran teori-teori terdahulu terkait dengan pengertian risiko, pengukuran risiko dan strategi pengelolaan risiko yang relevan dengan permasalahan penelitian. Oleh karena itu akan dijabarkan secara spesifik pada sub bab-sub bab berikut.

3.1.1.Risiko Produksi

Pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan bisnis akan menghadapi adanya risiko (Risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Secara ilmiah risiko dan ketidakpastian mempunyai perbedaan. Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya menimbulkan kerugian pada yang mengalami kejadian. Sedangkan ketidakpastian menunjukkan suatu peluang kejadian yang tidak dapat atau sulit diukur oleh pengambil keputusan (Roumasset Boussard dan Singh 1979). Hampir sama seperti yang diutarakan Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan.

Indikasi adanya risiko yang dihadapi oleh pelaku bisnis ditunjukkan oleh adanya variasi atau fluktuasi dalam menjalankan bisnis dengan asumsi kondisi input yang relatif tetap. Beberapa pembagian risiko yaitu risiko produksi, risiko pasar, risiko kelembagaan dan risiko keuangan. Pembahasan ini adalah mengenai risiko produksi pada tanaman cabai merah keriting.

Risiko dan ketidakpastian merupakan dua istilah yang merupakan dasar dalam kerangka kerja pengambilan keputusan. Menurut Kountur (2006) terdapat dua pendekatan dalam mengidentifikasi risiko yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up. Pendekatan top-down adalah pendekatan dimana risiko

(31)

18 diidentifikasi dari atas dengan kata lain dilihat dari kacamata top manajemen. Sedangkan pendekatan bottom-up adalah pendekatan dimana risiko ditemukan atau diidentifikasi dari bawah, dimana risiko mulai ditemukan dari unit yang paling kecil dalam organisasi atau perusahaan. Pengidentifikasian adalah hal pertama yang dilakukan sebelum melakukan pengukuran risiko, sehingga dapat diketahui risiko yang akan diukur.

Menurut Hardaker (1997) risiko bisa didefinisikan sebagai pengetahuan yang tidak sempurna (imperfect knowledge) dimana peluang dari hasil (outcome) diketahui sedangkan ketidakpastian merupakan kondisi dimana peluang tidak diketahui. Menurut Basyaib (2007) risiko adalah sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi. Menurut Djohanputro (2008) perbedaan antara risiko dan ketidakpastian adalah bahwa risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat probabilitasnya terukur secara kuantitatif. Ketidakpastian merupakan keadaan di mana ada beberapa kemungkinan kejadian dimana tingkat probabilitas kejadian tidak diketahui secara pasti.

Menurut Elton and Gruber (2003) risiko adalah: “The existence of risk means that the investor can no longer associate a single number of pay-off with investment in any assets”. Risiko yang dimaksud merupakan kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan, probabilitas tidak tercapainya tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return), kemungkinan return yang diterima (realized return) menyimpang dari return yang diharapkan (expected return) atau dengan kata lain kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan.

Menurut Kountur (2008) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat kurang atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan. Sedangkan menurut Kountur (2004) risiko adalah sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang

(32)

19 dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan.

3.1.2.Sumber Risiko dan Akibatnya

Dalam dunia bisnis, risiko sering dikaitkan dengan perolehan (return). Dalam menganalisis risiko didasarkan pada teori pengambilan keputusan dengan berdasarkan pada konsep expected utility (Robison dan Barry, 1997). Dalam kaitannya dengan expected utility sangat erat hubungannya dengan probability. Probability dapat dipandang sebagai frekuensi relatif (relative frequencies) dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Utility (kepuasan) sangat sulit diukur sehingga umumnya didekati dengan pengukuran return. Return tersebut dapat berupa pendapatan yang diperoleh usaha selama periode tertentu.

Tingkat risiko suatu kegiatan menjadi acuan dalam menentukan besaran nilai yang dihasilkan (keuntungan). Umumnya kegiatan bisnis dengan risiko tinggi diyakini dapat memberikan keuntungan yang besar. Artinya, nilai keuntungan searah dengan tingkat risikonya. Hal tersebut dapat terwujud apabila ternyata dalam melakukan kegiatan usaha, risiko yang diperkirakan tidak terjadi sehingga pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan biaya kerugian akibat adanya risiko. Tetapi apabila ternyata risiko yang diperkirakan terjadi pada kegiatan usaha yang dipilih, maka yang diperoleh pelaku usaha adalah kegagalan dan kerugian.

Oleh karena itu, agar bisnis dengan risiko yang besar dapat memberi pendapatan tinggi, meskipun risiko yang diperkirakan terjadi maka pelaku usaha dapat melakukan pengelolaan terhadap risiko tersebut. Dengan mengetahui besarnya risiko yang dihadapi maka keputusan penerapan alternatif pengelolaan yang digunakan dapat lebih efisien.

Menurut Harwood, et al (1999), risiko yang sering terjadi pada pertanian dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu : (1) Risiko produksi; (2) Risiko harga atau pasar (penjualan); (3) Risiko institusi (kelembagaan); (4) Risiko keuangan; (5) Risiko manusia. Dari beberapa sumber tersebut ternyata risiko yang paling utama dihadapi oleh petani yang tergabung dalam kelompoktani Pondok Menteng dalam memproduksi cabai merah keriting adalah risiko produksi.

(33)

20 Menurut Kountur (2008) risiko dapat diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan dan sudut pandang kejadian yang terjadi menjadi 4 jenis yaitu:

a. Risiko dari sudut Pandang Penyebab

Berdasarkan sudut pandang penyebab kejadian, risiko dapat dibedakan kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan disebabkan oleh faktor-faktor keuangan sepertu perubahan harga, tingkat bunga dan mata uang asing. Risiko operasional disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan seperti manusia, teknologi dan alam.

b. Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Dilihat dari sudut pandang akibat yang ditimbulkan terdapat dua kategori risiko yakni risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko yang mengakibatkan sesuatu yang merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Risiko spekulatif adalah risiko yang memungkinkan untuk menimbulkan suatu kerugian atau menimbulkan keuntungan.

c. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas

Menurut Kountur (2008) banyaknya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak jumlah aktivitas yang ada. Segala aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang dikenal dengan risiko kredit.

d. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian

Risiko yang dinyatakan berdasarkan kejadian merupakan pernyataan risiko yang paling baik, misalnya terjadi kebakaran, maka risiko yang terjadi adalah risiko kebakaran.

Dampak risiko dan variabilitas dalam agribisnis yang tidak diantisipasi dan ditanggulangi dengan baik dapat mengakibatkan kerugian dalam skala luas. Dampak risiko dapat dikaji dari tiga sudut pandang yang saling berhubungan yaitu:

a. Sudut pandang masyarakat

Menyangkut pada dampak dan biaya sosial dari risiko yang terjadi dan bagaimanan pengelolaannya.

(34)

21 b. Sudut pandang produsen

Menitikberatkan pada kelangsungan hidup usahanya. c. Sudut pandang pembuat kebijakan

Pembuat kebijakan harus mampu memprediksi respon sektoral yang akan dilakukan untuk mengubah kondisi tersebut dan dampak berikutnya atas kemungkinan kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuannya.

3.1.3.Pengukuran Risiko

Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Menurut Elton dan Gruber (1995) terdapat beberapa ukuran risiko diantaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation).

Penilaian risiko dengan menggunakan nilai variance dan standard deviation merupakan ukuran yang absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan (expected return). Hasil keputusan yang tepat dalam menganalisis risiko suatu kegiatan usaha harus menggunakan perbandingan dengan satuan yang sama. Coefficient variation merupakan ukuran risiko yang dapat membandingkan dengan satuan yang sama dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi untuk setiap return yang diperoleh baik berupa pendapatan, produksi atau harga. Nilai variance dan standard deviation kurang tepat digunakan untuk mengambil keputusan dalam penilaian risiko yang dihadapi pada kegiatan usaha.

1. Nilai Harapan (Expected Value)

Nilai harapan adalah jumlah dari nilai-nilai kemungkinan yang diharapkan terjadi probabilitas (peluang) masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti. Nilai harapan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan kegiatan usaha penyelesaian pengambilan keputusan risiko dapat dilakukan dengan menggunakan expected return.

2. Peluang

Peluang merupakan kemungkinan terjadinya peristiwa. Peluang hanya suatu kemungkinan, jadi nilai dari suatu peluang bukan merupakan harga mutlak dalam suatu kondisi. Menurut Darmawi (1997) dari sudut pandang empiris maka

(35)

22 probabilitas dapat dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang yang dinyatakan dalam persentase.

3. Variance

Pengukuran varian dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.

4. Standard Deviation

Standard deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai variance. Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga semakin kecil standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha.

5. Coefficient Variation

Koefisien variasi diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan atau ekspektasi return. Semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin rendah risiko yang dihadapi.

3.1.4.Strategi Pengelolaan Risiko

Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah-langkah yang dapat ditempuh perusahaan untuk menangani terjadinya risiko. Fungsi-fungsi manajemen sangat berperan dalam perumusan strategi pengelolaan risiko sehingga penentuan strategi dapat dikonsep dalam manajemen risiko. Fungsi manajemen tidak hanya perencanaan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengawasi, tetapi juga menangani risiko.

Menurut Lam (2003), ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko sangat penting dalam pengelolaan suatu perusahaan, yakni karena mengelola manajemen risiko dapat memaksimalkan nilai asset pemegang saham dan dapat memperbesar peluang kerja dan jaminan finansial. Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Ada lima manfaat yang

(36)

23 diperoleh perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko, manfaat tersebut adalah:

a. Mencegah perusahaan dari kegagalan b. Mengurangi pengeluaran perusahaan c. Menunjang peningkatan perolehan laba

d. Memberi ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko

e. Secara tidak langsung menolong public image, karena manajemen risiko melindungi perusahan dari hal-hal buruk yang dapat merugikan perusahaan. Menurut Kountur (2008), manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan cara atau langkah yang dapat dilakukan pengambil keputusan untuk menghadapi risiko dengan cara meminimalkan kerugian yang terjadi. Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan.

Strategi pengelolaan risiko merupakan suatu proses yang berulang pada setiap periode produksi. Pengidentifikasian risiko merupakan proses penganalisisan untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang pelaku usaha. Sesudah manajer risiko mengidentifikasi berbagai jenis risiko yang dihadapi usaha, maka selanjutnya risiko itu harus diukur. Perlunya diukur adalah untuk menentukan relatif pentingnya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Strategi pengelolaan risiko yang dapat dijadikan usaha sebagai alternatif penanganan, yaitu strategi Preventif. Strategi preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Preventif dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

a. Membuat (memperbaiki) sistem dan prosedur. b. Mengembangkan sumberdaya manusia. c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik

(37)

24

3.1.5.Risiko Portofolio

Portofolio merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa investasi. Teori portofolio merupakan teori yang menjelaskan penyaluran modal ke dalam berbagai macam investasi dengan tujuan menekan risiko dan menjamin pendapatan seaman dan seuntung mungkin. Teori portofolio membahas portofolio yang optimum yaitu portofolio yang memberikan hasil pengembalian tertinggi pada suatu tingkatan risiko tertentu atau tingkat risiko paling rendah dengan suatu hasil tertentu. Teori portofolio membantu manajemen dalam pengambilan keputusan mengenai kombinasi investasi yang paling aman dikaitkan dengan tingkat risiko yang dihadapi.

Diversifikasi dilakukan untuk mengurangi risiko portofolio, yaitu dengan cara mengkombinasi atau dengan menambah investasi (asset/aktiva/sekuritas) yang memiliki korelasi negatif atau positif rendah sehingga variabilitas dari pengembalian atau risiko dapat dikurangi.

Korelasi merupakan alat ukur statistik mengenai hubungan dari serial data yang menunjukkan pergerakan bersamaan relatif (relative comovements) antara serial data tersebut. Nilai koefisien korelasi investasi aset i dan j (ρij) mempunyai nilai maksimum positif (+1) dan minimum negatif satu (-1). Berapa kemungkinan korelasi diantara dua aset diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset i dan j selalu bergerak sama-sama.

2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset i dan j selalu bergerak berlawanan arah.

3. Nilai koefisien korelasi sama dengan nol (0) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset i dan j tidak ada hubungan satu dengan yang lain.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kelompoktani Pondok Menteng mempunyai produk unggulan yaitu komoditas cabai merah keriting yang diproduksi dari tahun ke tahun. Tidak berbeda dari produk pertanian lainnya cabai merah keriting juga dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Terdapatnya fluktuasi pada produksi mengindikasikan adanya risiko, dan hal ini juga menyebabkan fluktuasi pendapatan petani.

(38)

25 Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari data produksi pada masa lalu (data historis) untuk diidentifikasi penyebab fluktuasi tersebut, kemudian mengidentifikasi sumber-sumber risiko tersebut. Risiko-risiko yang telah diidentifikasi kemudian diukur. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah ragam (Variance), simpangan baku (Standard deviation), dan koefisien korelasi (coefficient Variation). Melakukan perhitungan risiko portofolio untuk mengetahui apakah diversifikasi antara cabai merah keriting dan sawi dapat menekan atau mengurangi risiko. Analisis manajemen risiko meliputi, proses dalam mengolah strategi yang sesuai dalam penanganan risiko-risiko usahatani cabai merah keriting yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng.

(39)

26 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Permasalahan

1) Adanya fluktuasi hasil produksi dari tahun ke tahun. 2) Penerimaan petani berfluktuasi

Target Kelompoktani Pondok Menteng:

1) Meningkatkan produktivitas cabai merah keriting 2) Meminimumkan risiko cabai merah keriting.

Analisis kualitatif:

• Mengidentifikasi sumber-sumber risiko

Analisis kuantitatif: Metode pengukuran risiko

• Nilai harapan (expected value) • Peluang • Variance • Standart deviation • Coefficient variation • Risiko Portofolio

(40)

27

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada kelompoktani Pondok Menteng yang terletak di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Tujuh kelompoktani yang tergabung dalam gapoktan Rukun Tani memiliki jenis kegiatan usaha yang berbeda-beda. Kelompoktani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompoktani yang tergabung dalam gapoktan Rukun Tani yang melakukan usahatani cabai merah keriting. Waktu penelitian pada kelompoktani Pondok Menteng dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif, sedangkan berdasarkan sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara langsung pada kelompoktani Pondok Menteng meliputi keadaan umum kelompoktani, seperti luas lahan, biaya produksi, jumlah produksi, proses produksi yang dijalankan oleh kelompoktani.

Data yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan data produksi yang diperoleh dari data sekunder tahun 2005 sampai Oktober 2010. Data sekunder lainnya diperoleh dari literatur-literatur dan instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, perpustakaan IPB (LSI), perpustakaan pertanian Kota Bogor, BP3K Kecamatan Ciawi dan bahan pustaka lain yang relevan.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan, merupakan cara untuk melihat dan mengamati objek secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Melakukan wawancara untuk memperoleh keterangan terkait sumber-sumber risiko produksi cabai merah keriting. Pengamatan dilakukan pada kegiatan usahatani cabai merah keriting mulai dari penyemaian, penanaman dan strategi penanganan risiko. Pengambilan

(41)

28 responden untuk penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Jumlah anggota kelompoktani Pondok Menteng secara keseluruhan adalah 25 orang. Responden merupakan pihak yang berhubungan dan mengetahui dengan jelas produksi dan risiko yang dihadapi cabai merah keriting yaitu 5 orang petani yang konsisten menanam cabai merah keriting dari tahun ke tahun dikelompoktani Pondok Menteng. Data yang diperoleh dari petani yaitu meliputi data luas lahan, proses produksi cabai merah keriting, dan kendala-kendala dalam usahatani cabai merah keriting. Adapun kelima petani tersebut adalah masing-masing bapak Haji Misbah yang juga merupakan ketua Gapoktan Rukun Tani sekaligus ketua kelompoktani Pondok Menteng, Bapak Jamil sebagai sekretaris, Bapak Anwar, Bapak Jaja dan Bapak Umar.

4.4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah menggunakan program Microsof Office Excel.

4.4.1.Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dalam penilaian risiko yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan dengan pengukuran penyimpangan. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan diantaranya adalah ragam, simpangan baku, koefisien variasi. Dan ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Penerimaan

Penerimaan usahatani, merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual ditingkat petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah.

2) Peluang

Peluang merupakan kemungkinan terjadinya peristiwa. Peluang hanya suatu kemungkinan, jadi nilai dari suatu peluang bukan merupakan harga mutlak dalam suatu kondisi. Menurut Darmawi (1997) dari sudut pandang empiris maka

(42)

29 probabilitas dapat dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang yang dinyatakan dalam persentase.

Dimana:

n = Banyak kejadian

W = Frekuensi terjadinya peristiwa yang dihitung peluangnya. 3) Nilai Harapan (Expected Value)

Nilai harapan adalah jumlah dari nilai-nilai kemungkinan yang diharapkan terjadi probabilitas (peluang) masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti. Nilai harapan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan kegiatan usaha penyelesaian pengambilan keputusan risiko dapat dilakukan dengan menggunakan expected return.

Dimana:

E(Ri) = Expected Return

Pi = Peluang dari suatu kejadian Ri = Return

4) Variance

Pengukuran varian dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Dari nilai varian dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai varian maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.

Dimana:

= varian dari return

Pij = Peluang dari suatu kejadian Rij = Return

(43)

30 5) Standart Deviation

Standart deviation dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai varian. Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga semakin kecil standar deviasi maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha.

Dimana :

= Variance atau penyimpangan dari masing-masing risiko = Standard deviation dari masing-masing risiko

6) Coefficient Variation

Koefisien variasi diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan atau ekspektasi return. Semakin kecil nilai koefisien variasi maka semakin rendah risiko yang dihadapi .

Dimana:

CV = Coefficient variation = Standard deviation Ři = Expected return

4.4.2.Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan untuk mendeskripsikan secara kualitatif kondisi manajemen produksi petani cabai merah keriting kelompoktani Pondok menteng di Desa Citapen. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh petani cabai merah keriting. Metode ini dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan diskusi dengan petani dll.

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sektor Pertanian Tahun 2008-2009
Tabel 2.  Produksi dan Luas Panen Hortikultura di Indonesia 2007-2008
Tabel  3.    Luas  Panen,  Produktivitas  dan  Produksi    Sayuran  di  Indonesia  tahun  2005-2008
Gambar 1.  Produktivitas Cabai Merah Keriting Kelompoktani Pondok Menteng
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada komponen kegiatan pembelajaran, guru SMP Swasta Surakarta dikategorikan Baik (75 %), hal ini dikarenakan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran dengan

HUTANG USAHA JANGKA PANJANG PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA. AGIO SAHAM (TAMBAHAN

Salah satu cara yang ia lakukan adalah memotivasi seluruh karyawan untuk jauh lebih baik dalam bekerja sehingga prestasi yang pernah dicapai akan terus meningkat, dengan kata

Setelah diterapkannya pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) tersebut terjadi peningkatan motivasi dan prestasi belajar matematika siswa

Pemilihan cerita rayat Deleng Pertektekken ini berasal dari Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dan merupakan sastra lisan masyarakat Karo.Dalam

Meletakkan peeling pada bagian-bagian wajah yang paling penting dan dapat melakukan arah gerakan pengangkatan sel kulit matid. Meletakkan krim pengurutan pada bagian-bagian wajah

Ramalan ini telah sesuai dengan kesimpulan yang didapat dari hasil karakteristik netflow uang kartal yakni ketika idul fitri jatuh pada minggu ke-2 umumnya

3.3 Model Matematika Persamaan yang menggambarkan dinamik makrofag selama terinfeksi mikobakterium tuberkulosis, adalah : Perubahan jumlah populasi makrofag resting,MR;