• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR. TAHUN 2019 TENTANG STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GUBERNUR BALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR. TAHUN 2019 TENTANG STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR BALI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI

NOMOR…. TAHUN 2019

TENTANG

STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI,

Menimbang : a. bahwa Pembangunan Semesta Berencana dilaksanakan secara terpola, holisitk, terencana, terarah dan terintegrasi untuk meningkatkan derajat kesehatan mewujudkan kehidupan Krama Bali Sejahtera;

b. bahwa berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif;

c. bahwa untuk menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan Krama Bali terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas diperlukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Standarisasi Pelayanan Kesehatan

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indinesia tahun 1945 ;

2. Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah- daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur Provinsi Bali (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92);

3 . Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

4 . Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan);

(2)

5 . Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik);

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 Nomor 144,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5072);

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2016 Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178);

(3)

17. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional);

18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1186/Menkes/Per/XI/1996 tentang Pemanfaatan Akupuntur di Sarana Pelayanan Kesehatan);

19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional);

20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik);

21. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedomam Standar Pelayanan );

22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat);

23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Wisata Medis;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);

25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No.889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Tenaga Kerja Kefarmasian);

26. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit);

27. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas);

28. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2017 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi;

29. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

(4)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI dan

GUBERNUR BALI MEMUTUSKAN :

Menetapkan : RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG STANDARISASI PELAYANAN KESEHATAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Bali.

2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Bali 3. Gubernur adalah Gubernur Bali.

4. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Bali

5. Dinas Kesehatan Provinsi adalah Perangkat Daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pada urusan pemerintahan di bidang kesehatan pada pemerintah daerah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Bali.

6. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan kerja pemerintahan daerah kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota.

7. Krama Bali Sejahtera adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial Krama Bali agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, dapat melaksanakan fungsi sosial.

8. Standar pelayanan kesehatan adalah pedoman yang harus diikuti dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan dan acuan penilaian kualitas pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan kesehatan yang bermutu, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

9. Standarisasi adalah suatu ketentuan tentang tolok ukur serta acuan penilaian kualitas dalam pedoman, jenis dan mutu pelayanan dasar yang yang bersifat wajib di terapkan.

10. Standarisasi pelayanan kesehatan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan, dan dituangkan dalam suatu sistem dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

11. Mutu atau kualitas Pelayanan Kesehatan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan yang di terapkan di fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas layanan sesuai dengan standar.

(5)

12. Rumah Sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan dan gawat darurat yang berada di wilayah Provinsi Bali.

13. Pusat Kesehatan Masyarakat dan jaringannya yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dengan dukungan puskesmas keliling, bidan di desa dan puskesmas pembantu dengan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

14. Puskesmas rawat inap mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar yang selanjutnya disingkat Puskesmas PONED adalah Puskesmas dengan tempat perawatan yang mampu menangani pelayanan kegawatdaruratan medis dasar pada kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir.

15. Griya Sehat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional komplementer oleh tenaga kesehatan tradisional.

16. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. 


17. Fasilitas pelayanan kesehatan yang selanjutnya disebut Faskes adalah Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas dan Griya Sehat adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

18. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.

19. Upaya Kesehatan Perorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. .

20. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

21. Pelayanan Kesehatan Tradisional Integrasi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang mengkombinasikan pelayanan kesehatan konvensional dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer, baik bersifat sebagai pelengkap maupun pengganti dalam keadaan tertentu.

22. Pelayanan Kesehatan Komplementer adalah Penerapan Kesehatan Tradisional yang memanfaatkan ilmu biomedis dan biokultural dalam penjelasannya serta manfaat dan keamanannya terbukti secara ilmiah.

23. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

24. Sumber Daya Manusia yang selanjutnya disingkat SDM yaitu tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta pendayagunaan tenaga

(6)

kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.

25. Bantuan Hidup Dasar yang selanjutnya disingkat BHD adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung

26. BTLS/Basic Trauma Life Support dan BCLS/Basic Cardiac Life Support kemampuan dasar penanganan kegawatdaruratan

27. ATLS/Advance Trauma Life Support dan ACLS/ Advance Cardiac Life Support kemampuan tingkat lanjut dalam penanganan kegawat daruraan medis

28. Pelayanan kesehatan swasta adalah setiap komponen penyelenggara upaya kesehatan non-pemerintah di Provinsi Bali

29. Layanan penanganan keluhan adalah pelayanan yang disediakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam rangka pengumpulan informasi, klarifikasi, dan penyelesaian keluhan pasien atas ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh TenagaKesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan/atau prosedur pelayanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

30. Pengembangan pelayanan kesehatan adalah merupakan pelayanan kesehatan yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan potensi sumber daya yang tersedia di fasilitas pelayanan. 


31. Sistem Informasi Rumah Sakit selanjutnya disingkat SIRS adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit.

32. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas selanjutnya disingkat SIMPUS adalah program sistem informasi kesehatan daerah yang memberikan informasi tentang segala keadaan kesehatan masyarakat di tingkat Puskesmas mulai dari data diri orang sakit, ketersediaan obat sampai data penyuluhan kesehatan masyarakat.

33. Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan yang selanjutnya disingkat ASPAK adalah suatu aplikasi berbasis web yang menghimpun data dan menyajikan informasi mengenai Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 


34. Pelayanan Kesehatan Pariwisata adalah pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan di sekitar destinasi wisata sebagai pendukung kesehatan para wisatawan.

35. Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

36. Wisatawan adalah seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata. Jika lama tinggal sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjungi.

BAB II

ASAS, PRINSIP DAN TUJUAN

Pasal 2

Asas penyelenggaraan Standarisasi Pelayanan Kesehatan : a. perlindungan;

b. penghormatan terhadap hak dan kewajiban;

c. keadilan; dan d. non diskriminatif

Comment [Office1]: Pelatihan kegawat daruratan pertolongan pertama oleh karena trauma dan serangan jantung

Comment [Office3]: (1)Perlindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. 


b. penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. 


c. keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.

d.kesamaan perlakuan dalam pemenbriuan pelayanan kesehatan Comment [Office2]: Kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, aknutabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

(7)

Pasal 3

Standarisasi Pelayanan Kesehatan didasarkan pada prinsip:

a. prinsip satu pola standar;

b. satu pola tata kelola penyelenggaraan layanan di fasilitas pelayanan kesehatan ; agar Krama Bali memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mencegah terjadinya kesalahan prosedur pelayanan.

Pasal 4 Standarisasi Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk ;

a. peningkatan kompetensi dan profesionalisme fasilitas pelayanan kesehatan ; b. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab,

kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan;

c. adanya standar bagi penyelenggara maupun penerima pelayanan;

d. alat ukur dalam upaya meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat;

e. perlindungan hukum bagi pemberi dan pengguna layanan kesehatan;

f. upaya perbaikan tatakelola pelayanan untuk peningkatan mutu; dan g. menjamin keselamatan pasien secara berkelanjutan.

Pasal 5 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi ;

a. jenis fasilitas pelayanan kesehatan;

b. standar pelayanan kesehatan;

c. pengembangan pelayanan kesehatan ; d. pembinaan dan pengawasan ; e. penghargaan; dan

f. pendanaan

BAB III

JENIS FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Pasal 6 (1) Jenis Faskes meliputi:


a. Puskesmas ; b. klinik;

c. Rumah Sakit; dan d. griya Sehat

(2) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan kemampuan pelayanan meliputi :

a. Puskesmas rawat inap ; dan b. Puskesmas non rawat inap

(3) klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari :

a. klinik pratama; dan 
 b. klinik utama. 


(4) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berdasarkan jenis pelayanan terdiri dari

Comment [Office4]: a. satu pola stnadar pada semua fasilitas pelayana kesehatan

b. satu pola tata kelola : penerapan tata kelola mengacu pada tata kelola manajemen sesuai dengan standar mutu masing masing fasilitas pelayanan kesehatan

Comment [Office5]: dalam penjelasan diuraikan membahas 3 fasilitas sj

(8)

a. Rumah Sakit Umum ; dan b. Rumah Sakit Khusus

BAB IV

STANDAR PELAYANAN KESEHATAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 7

(1) Setiap Faskes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar.

(2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. upaya pelayanan kesehatan;

b. SDM;

c. sarana, prasarana, alat kesehatan dan farmasi; dan d. tata kelola pelayanan.

(3) upaya pelayanan kesehatan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi UKM dan UKP.

(4) SDM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi SDM kesehatan dan non kesehatan.

(5) sarana prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi …………..

(7) alat kesehatan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi ………

(8) farmasi sebagaiman dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi………

(9) Tata kelola pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d meliputi : a. Manajemen ;

a. Sistem informasi;

b. Sistem rujukan; dan c. Layanan penanganan keluhan

Bagian Kedua Puskesmas

Paragraf 1

Upaya Pelayanan Kesehatan Pasal 8

(1) Puskesmas menyelenggarakan UKM dan UKP tingkat pertama secara komprehensif.

(2) UKM tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.

(3) UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan.

Comment [Office6]: a.promotif;

b.preventif;

c.kuratif ; dan d.rehabilitatif

(9)

(4) UKM esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.

Paragraf 2 Sumber Daya Manusia

Pasal 9

(1) Setiap Puskesmas paling sedikit terdiri dari 9 (sembilan) katagori tenaga kesehatan meliputi :

a. dokter atau dokter layanan primer;

b. dokter gigi;


c. perawat;

d. bidan;

e. tenaga kesehatan masyarakat;


f. tenaga kesehatan lingkungan;


g. ahli teknologi laboratorium medik;

h. tenaga gizi; dan i. tenaga kefarmasian

(2) Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari : a. administrasi dan keuangan;

b. tenaga logistik dan pemeliharaan sarana prasarana;

c. tenaga kebersihan;

d. tenaga Teknologi Informasi;

e. sopir;

f. tenaga lainnya sesuai kebutuhan

(3) Berdasarkan beban kerja di Puskesmas maka jumlah tenaga kesehatan setiap puskesmas non rawat inap di daerah perkotaan dan pedesaan paling sedikit memiliki :

a. 2 (dua) dokter atau dokter layanan primer;

b. 2 (dua) dokter gigi;

c. 8 (delapan) perawat;

d. 7 (tujuh) bidan;

e. 2 (dua) tenaga ahli kesehatan lingkungan;

f. 2 (dua) ahli teknologi laboratorium;

g. 2 (dua) tenaga gizi; dan h. 3 (tiga ) tenaga kefarmasian

(4) Setiap puskesmas rawat inap di dearah perkotaan dan pedesaan paling sedikit memiliki : i. 3 (tiga) dokter atau dokter layanan primer;

j. 2 (dua) dokter gigi;

k. 10 (sepuluh) perawat;

l. 10 (sepuluh) bidan;

m. 2 (dua) tenaga ahli kesehatan lingkungan;

n. 2 (dua) ahli teknologi laboratorium;

o. 2 (dua) tenaga gizi; dan p. 3 (tiga) tenaga kefarmasian

Pasal 10

Comment [Office7]: yang terdiri dari 1 (satu) orang Apoteker dibantu oleh 2 (dua) orang Tenaga Teknis Kefarmasian

Comment [Office8]: yang terdiri dari 1 (satu) orang Apoteker dibantu oleh 2 (dua) orang Tenaga Teknis Kefarmasian

(10)

(5) Untuk pelayanan yang berkualitas, Puskesmas wajib memiliki SDM terlatih meliputi:

d. paramedis memiliki sertifikasi BTLS dan BCLS ; e. petugas medis memiliki sertifikasi ATLS dan ACLS;

f. petugas non kesehatan memiliki kemampuan memberikan pertolongan BHD; dan g. Kesehatan dan keselamatan kerja

(6) Sertifikasi diperoleh melalui pelatihan oleh lembaga penyelenggara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

(1) Tenaga kesehatan di Puskesmas dalam memberikan pelayanan harus bekerja sesuai standar operasional prosedur .

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya manusia Puskesmas sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Paragraf 3

Sarana Prasarana Alat Kesehatan dan Farmasi Pasal 12

(1) Sarana prasarana alat kesehatan dan Farmasi disediakan berdasarkan analisis kebutuhan.

(2) Sarana Prasarana Puskesmas paling sedikit terdiri atas:

a. instalasi air;


a. instalasi tata udara atau ventilasi;

b. instalasi listrik;

c. instalasi gas medik;

d. instalasi pengelolaan limbah;

e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

f. kendaraan ambulan;

g. sistem komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan; dan h. instalasi pemeliharaan sarana dan prasarana.

(3) Peralatan kesehatan di Puskesmas harus memenuhi persyaratan:

a. standar mutu, keamanan, keselamatan; 


b. memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji serta pengkalibrasi oleh yang berwenang

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai srana prasarana Puskesmas dan Jejaring sesuai peraturan perundang- undangan

Pasal 13

(5) Untuk inventarisasi dan pemetaan Sarana, Prasarana alat Kesehatan, Puskesmas wajib menyelenggarakan ASPAK.

Pasal 13

(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:

a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai;

b. pelayanan farmasi klinik;

(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi yang dipimpin oleh seorang apoteker.

Comment [Office9]: petugas medis adalah sebutan lain untuk dokter yang memiliki kemampuan menangani pasien secara medis dan telah menyelesaikan pendidikan di fakultas Kedokteran baik kedokteran umum maupun kedokteran gigi atau tenaga yang terdiri dari para ahli kedokteran yang mempunyai spesialisasi di bidangnya petugas paramedis adalah seorang profesional dalam bidang kesehatan yang bermitra dengan dokter dalam menangani pasien(bidan/perawat)

(11)

(3) Bagi Puskesmas yang belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang ditugaskan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

(4) Puskesmas yang belum memiliki Apoteker harus menyesuaikan paling lambat Bulan Desember 2019 sudah memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab ruang farmasi.

(5) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

b. Pelayanan resep berupa peracikan obat, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat.

(6) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai serta pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

Paragraf 4 Tata Kelola Pelayanan

Pasal 14

Untuk tertib administrasi dan tertib pelayanan, Puskesmas harus menerapkan satu sistem tata kelola yang baik.

Pasal 15

(1) Tata kelola sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (2) huruf a dilaksanakan pada tingkatan manajemen dengan:

a. menyusun rencana 5 (lima) tahunan yang kemudian dirinci kedalam rencana tahunan; 


b. menggerakan pelaksanaan upaya kesehatan secara efisien dan efektif; 


c. melaksanakan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas; 


d. mengelola sumber daya secara efisien dan efektif; dan 


e. menerapkan pola kepemimpinan yang tepat dalam menggerakkan, memotivasi, dan membangun budaya kerja yang baik serta bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu dan kinerja

(2) Setiap Puskesmas wajib melaksanakan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas/SIMPUS.

(3) SIMPUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data puskemas.

Pasal 16

(1) Untuk peningkatan mutu layanan, Puskesmas dapat menyelenggarakan pelayanan

(12)

kesehatan rujukan secara berjenjang dan terintegrasi.

(2) Kegiatan rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara rujukan terintegrasi diatur dalam Peraturan Gubernur

Pasal 17

(1) Setiap Puskesmas untuk peningkatan kinerja layanan berkewajiban menyelenggarakan unit layanan keluhan.

(2) Keluhan masyarakat harus ditindak lanjuti cepat, adil dan obyektif.

(3) Unit layanan penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengumpulan informasi, klarifikasi dan penyelesaian keluhan Pasien atas ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau prosedur pelayanan

Bagian Ketiga Klinik Paragraf 1 Umum Pasal 18

(1) Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

(2) Pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau home care. 


(3) Klinik rawat inap sebagaiumanan dimaksud pada ayat (2) hanya dapat memberikan pelayanan rawat inap paling lama 5 (lima) hari.

(4) Apabila memerlukan rawat inap lebih dari 5 (lima) hari, maka pasien harus secara terencana dirujuk ke rumah sakit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Klinik dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan cabang/disiplin ilmu atau sistem organ.

Paragraf 2 Upaya Pelayanan Kesehatan

Pasal 19

(1) Klinik pratama merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus. 


(2) Klinik pratama hanya dapat melakukan bedah kecil (minor) tanpa anestesi umum dan/atau spinal. 


Pasal 20

(1) Klinik utama merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.

(13)

(2) Klinik utama dapat melakukan tindakan bedah, kecuali tindakan bedah yang:

a. menggunakan anaestesi umum dengan inhalasi dan/atau spinal;

b. operasi sedang yang berisiko tinggi; dan c. operasi besar.

Pasal 21

Klasifikasi bedah kecil, sedang, dan besar sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (2) dan pasal 20 ayat (2) ditetapkan oleh Organisasi Profesi yang bersangkutan.

Pasal 22

(1) Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan laboratorium klinik.

(2) Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan laboratorium klinik.

(3) Laboratorium Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada klinik pratama merupakan pelayanan laboratorium klinik umum pratama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Paragraf 2 Sumber Daya Manusia

Pasal 23

(1) Penanggung jawab Klinik Utama dan Pratama harus seorang tenaga medis.

(2) Ketenagaan Klinik rawat jalan terdiri atas tenaga medis, tenaga keperawatan, Tenaga Kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan. 


(3) Ketenagaan Klinik rawat inap terdiri atas tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, Tenaga Kesehatan lain dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan. 


(4) Jenis, kualifikasi, dan jumlah Tenaga Kesehatan lain serta tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh Klinik. 


Pasal 24

(1) Tenaga medis pada Klinik pratama yang memberikan pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi sebagai pemberi pelayanan.

(2) Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dan 1 (satu) orang dokter sebagai pemberi pelayanan.

(3) Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran gigi paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter gigi spesialis dan 1 (satu) orang dokter gigi sebagai pemberi pelayanan. 


Pargaraf 3

Sarana Prasarana Alat kesehatan Pasal 25

(14)

(1) Prasarana Klinik meliputi:

a. instalasi sanitasi; 


b. instalasi listrik; 


c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; 


d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat 
inap; dan 
 e. sistem gas medis; 


f. sistem tata udara; 


g. sistem pencahayaan; 


h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan. 


(2) Sarana dan Prasarana Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik. 


Pasal 26

(1) Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.

(2) Penggunaan peralatan medis di Klinik harus dilakukan berdasarkan indikasi medis.

(3) Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. 


(4) Peralatan medis yang menggunakan sinar pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Paragraf 4 Farmasi Pasal 27

(1) Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi. 


(2) Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau pendamping. 


Pasal 28 


(1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan apoteker. 


(2) Instalasi farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain. 


Pasal 29

Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker.

Paragaraf 5 Tata kelola Pelayanan

Pasal 30

(15)

(1) Setiap klinik dalam penyelenggaraan layanan harus memiliki sistem tata kelola pelayanan.

(2) Sistem tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di tuangkan dalam surat keputusan kepala klinik

(3) Tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Kepemimpinan dan manajemen klinik;

b. Layanan klinik berorientasi pasien;

c. Manajemen penunjang layanan klinis; dan d. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien

Pasal 31

(1) Setiap Klinik untuk peningkatan kinerja layanan berkewajiban menyelenggarakan unit layanan keluhan.

(2) Unit layanan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan berupa sistem informasi klinik.

(3) Sistem informasi klinik dapat memuat : a. jenis layanan;

b. kapasitas sarana prasarana ;

c. informasi tenaga medis dan waktu praktek;

d. penanganan dan umpan balik keluhan e. informasi lain sesuai kebutuhan klinik

Pasal 32

(1) Dalam penyelenggaraan rujukan, setiap klinik memiliki kerja sama dengan fasilitas rujukan yang dituangkan dalam nota kesepahaman.

(2) Bila nota kesepahaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi jangka waktu satu tahun, wajib di perbaharui dengan perjanjian kerja sama.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rujukan diatur sesuai peraturan perundang- undnagan

Bagian Keempat Rumah Sakit

Paragraf 1 Upaya Kesehatan

Pasal 33

(1) Rumah Sakit menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan pada ayat (1) adalah pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

(3) Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

(4) Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

(16)

Pasal 34

(1) Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi Bali paling sedikit memiliki 1 (satu) Rumah Sakit klasifikasi B di setiap wilayah Kabupaten/Kota.

(2) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu dua (2) tahun menyesuaikan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota.

(3) Setiap Rumah Sakit Kelas B wajib memiliki 1 (satu) pelayanan unggulan.

(4) Rumah Sakit D Pratama dalam waktu dua (2) tahun wajib meningkatkan kelas menjadi Rumah Sakit kelas D.

Pasal 35

(1) Peningkatan kelas Rumah Sakit dapat dilakukan sesuai dengan kriteria klasifikasi Rumah Sakit.

(2) Peningkatan kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap dan hanya diperbolehkan naik satu tingkat di atasnya.

(3) Peningkatan kelas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Rumah Sakit telah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2 Standar Sumber Daya Manusia

Pasal

(1) Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:

a. tenaga medis;

b. tenaga kefarmasian;

c. tenaga keperawatan;

d. tenaga kesehatan lain; dan e. tenaga non kesehatan.

(2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas:

a. 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

e. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

f. 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

(3) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

(17)

c. 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian;

e. 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian;

f. 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan

g. 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

(4) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.

(5) Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

(6) Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada huruf ayat (1) d dan huruf e disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

Pasal

(1) Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas:

a. tenaga medis;

b. tenaga kefarmasian;

c. tenaga keperawatan;

d. tenaga kesehatan lain;

e. tenaga nonkesehatan.

(2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas:

a. 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

e. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

f. 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

(3) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

(18)

e. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian; dan

f. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan

g. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit

(4) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap.

(5) Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

(6) Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d dan e disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

Pasal

(1) Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas C terdiri atas:

a. tenaga medis;

b. tenaga kefarmasian;

c. tenaga keperawatan;

d. tenaga kesehatan lain; dan e. tenaga nonkesehatan.

(2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas:

a. 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

d. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang; dan e. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

(3) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada Pasal …. ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian; dan

d. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

(4) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal… ayat (1) huruf c dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.

(19)

(5) Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

(6) Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (1) huruf d dan huruf e disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

Pasal

(1) Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D terdiri atas:

a. tenaga medis;

b. tenaga kefarmasian;

c. tenaga keperawatan;

d. tenaga kesehatan lain; dan e. tenaga nonkesehatan.

(2) Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas:

a. 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.

(3) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada Pasal … ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:

e. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

f. 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

g. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit;

(4) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal… ayat (1) huruf c dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.

(5) Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit.

(6) Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal … ayat (1) huruf d dan huruf e disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

Pasal SDM Rumah sakit Khusus terdiri dari ………..

Paragraf 3

Standar Sarana Prasarana Alat Kesehatan dan Farmasi Pasal

(1) Persyaratan teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar

(20)

pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit.

(2) Sarana Rumah Sakit terdiri atas:

f. Ruang rawat jalan;

g. Ruang rawat inap;

h. Ruang gawat darurat;

i. Ruang operasi;

j. Ruang perawatan intensif;

k. Ruang kebidanan dan penyakit kandungan;

l. Ruang rehabilitasi medik;

m. Ruang radiologi;

n. Ruang laboratorium;

o. bank darah Rumah Sakit;

p. Ruang sterilisasi;

q. Ruang farmasi;

r. Ruang rekam medis;

s. Ruang tenaga kesehatan;

t. Ruang pendidikan dan latihan;

u. Ruang kantor dan administrasi;

v. Ruang ibadah;

w. Ruang tunggu;

x. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit;

y. Ruang menyusui;

z. Ruang mekanik;

aa. Ruang dapur dan gizi;

bb. laundry;

cc. kamar jenazah;

dd. taman;

ee. pengelolaan sampah; dan pelataran parkir yang mencukupi.

(3) Prasarana Rumah Sakit meliputi : a. Instalasi air;

b. Instalasi mekanikal dan elektrikal;

c. Instalasi gas medik dan vakum medik;

d. Instalasi uap;

e. Instalasi pengelolaan limbah;

f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

g. petunjuk, persyaratan teknis dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;

h. Instalasi tata udara;

i. sistem informasi dan komunikasi; dan j. ambulans.

(4) ASPAK harus diselenggarakan oleh Rumah Sakit serta dilakukan update data secara berkala.

(5) Update data sebagaimana dimaksud pada ayat ( ) dilakukan secara berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember di tahunberjalan.

(6) Update data sebagaimana dimaksud pada ayat (5 ) harus divalidasi oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi, atau Kementerian Kesehatan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing dalam perizinan.

Pasal

(21)

(1) Dalam penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit wajib terdapat ruang farmasi.

(2) Ruang Farmasi terdiri dari ruang kantor/administrasi,ruang penyimpanan, ruang produksi, laboratorium farmasi,dan ruang distribusi.

(3) Ruang Farmasi harus menyediakan utilitas bangunan yang sesuai untuk penyimpanan obat yang menjamin terjaganya keamanan, mutu, dan khasiat obat.

(4) Ruang produksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan ruang proses kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan, pembuangan udaranya harus melalui penyaringan untuk menetralisir bahan yang terkandung di dalam udara buangan tersebut sesuai ketentuan berlaku.

Paragraf 4 Tata Kelola Pelayanan

Pasal

Bagian Keempat Griya Sehat

Paragraf 1 Upaya Kesehatan

Pasal

(1) Griya Sehat melaksanakan upaya kesehatan perorangan yang bersifat : a. promotif,

b. preventif;

c. kuratif ; d. rehabilitatif ; dan e. paliatif

(2) Dalam pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud ayat (1), Griya sehat menyelenggarakan pelayanan kesehatan Tradisional Komplementer .

(3) Pelayanan dilakukan dengan pendekatan holistik melalui penanganan sisi sehat klien, bukan pada penyakitnya

Paragraf 2 Sumber Daya Manusia

Pasal

(22)

(1) Tenaga kesehatan pada Griya Sehat memberikan pelayanan sesuai kompetensi dalam pelayanan kesehatan tradisional komplementer.

(2) Tenaga kesehatan pada Griya Sehat paling sedikit terdiri diri :

b. 2 (dua) Tenaga Kesehatan Tradisional Profesi (ramuan dan atau keterampilan);

c. 1 (satu) Tenaga Kesehatan Tradisional Profesi;

d. 1 (satu) orang Tenaga Kesehatan Tradisional vokasi e. 1 (satu) Tenaga Kefarmasian;

f. 1 (satu) Tenaga laboratorium; dan g. Tenaga administrasi sesuai kebutuhan

Paragraf 3

Sarana Prasarana Alat Kesehatan dan Farmasi Pasal

(1) Sediaan farmasi pada Griya Sehat adalah sediaan farmasi bersumber obat-obatan tradisional berupa :

a. sediaan segar racikan sendiri;

b. simplisia; dan

c.produk lain yang terrgistrasi badan registrasi resmi (2)

Paragraf 4 Tata Kelola Pelayanan

Pasal

Bagian Kelima Pelayanan Kesehatan Wisata

Paragraf 1 Upaya Kesehatan

Pasal

(1) Faskes pada destinasi dan jalur pariwisata wajib memberikan pelayanan kesehatan wisata

Comment [Office10]: a.profesi ramuan dan atau keterampilan

Comment [Office11]: a. racikan seperti jamu, loloh b. bahan produk/olahan obat tradisional dalam benguyk kering

(23)

terstandar untuk menjamin kesehatan wisatawan.

(2) Pelayanan kesehatan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. pelayanan kesehatan pra wisata;

b. pelayanan kesehatan saat berwisata; dan c. pelayanan kesehatan pasca wisata

(3) Pelayanan kesehatan pra wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. meliputi:

a. pelayanan konseling terkait risiko kesehatan dan keselamatan di destinasi yang akan dikunjungi;

b. penilaian dan penggalian riwayat medis yang relevan meliputi riwayat vaksinasi sebelumnya, alergi, dan penyakit kronis;

c. penilaian kelaikan dan kontraindikasi melakukan perjalanan dan aktivitas wisata;

d. pelayanan vaksinasi sesuai destinasi;

e. pelayanan kemoprofilaksis sesuai destinasi; dan

f. pelayanan kesehatan pra wisata untuk populasi khusus dan rencana perjalanan spesifik.

(4) Pelayanan konseling terkait risiko kesehatan dan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a. meliputi konseling terkait:

a. upaya proteksi diri dari vektor penyakit dan sumber bahaya di lingkungan;

b. kit kesehatan wisata ; c. asuransi perjalanan wisata;

d. kewaspadaan terhadap konsumsi makanan dan minuman;

e. kewaspadaan terhadap potensi bahaya terkait aktivitas air tawar dan air laut;

f. kewaspadaan terhadap kontak dengan hewan berbahaya dan potensi bahaya di alam liar;

g. kewaspadaan terhadap penyakit menular seksual; dan h. isu keselamatan dan keamanan

(5) Pelayanan kesehatan pra wisata untuk populasi khusus dan rencana perjalanan spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f. meliputi:

a. wisatawan dengan penyakit kronis;

b. wisatawan dengan disabilitas;

c. wisatawan dengan gangguan sistem imunitas;

d. wisatawan usia lanjut;

e. wisatawan bayi dan anak-anak;

f. wisatawan ibu hamil;

g. imigran dan ekspatriat;

h. wisatawan perusahaan;

i. atlet;

j. wisatawan ziarah keagamaan seperti tirta yatra, haji, umrah, dan sejenisnya;

k. wisatawan dan pekerja kapal pesiar; dan

l. wisatawan aktivitas ekstrim, alam liar, dan daerah terpencil

(6) Pelayanan kesehatan saat berwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

meliputi:

Comment [AW12]: Apakah semuanya wajib? Atau ditentukan faskes mana saja yang wajib?

(24)

a. pelayanan kedaruratan, triase, dan rujukan ke spesialis untuk kasus penyakit dan kecelakaan yang terkait dengan aktivitas wisata;

b. pelayanan rawat jalan untuk kasus penyakit dan kecelakaan yang terkait dengan aktivitas wisata; dan

c. pelayanan rawat inap untuk kasus penyakit dan kecelakaan yang terkait dengan aktivitas wisata, untuk faskes rumah sakit dan klinik utama.

(7) Kasus penyakit dan kecelakaan yang terkait aktivitas wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi:

a. penyakit yang ditularkan melalui vector;

b. penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung orang ke orang;

c. penyakit yang terkait dengan konsumsi makanan dan minuman;

d. penyakit yang terkait dengan gigitan dan sengatan hewan baik di darat maupun di air;

e. penyakit yang terkait dengan kontak dengan air atau hazard di lingkungan; dan f. kondisi lain yang berkaitan dengan perjalanan dan aktivitas wisata.

(8) Pelayanan kesehatan pasca wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c. meliputi a. skrining penyakit pada wisatawan yang baru kembali;

b. pelayanan kesehatan pada wisatawan yang baru kembali termasuk pelayanan kedaruratan, triase, dan rujukan ke spesialis; dan

c. pelayanan diagnostik dan manajemen dari gejala spesifik pasca wisata seperti diare, eosinofilia, demam, mual dan/atau muntah, kelainan kulit, dan gejala khas lainnya; dan

(9) Faskes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlibat dalam upaya-upaya pencegahan, promosi kesehatan, dan surveilans penyakit di daerah wisata yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan setempat

Paragraf 2 Sumber Daya Manusia

Pasal

(1) Tenaga kesehatan di faskes pada destinasi dan jalur pariwisata memberikan pelayanan sesuai kompetensi dalam pelayanan kesehatan wisata;

(2) Tenaga kesehatan di faskes pada destinasi dan jalur pariwisata paling sedikit terdiri diri:

a. dokter;

b. dokter gigi;

c. perawat;

d. bidan; dan

e. tenaga kesehatan masyarakat

(3) Kompetensi dalam pelayanan kesehatan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidikan dan/atau pelatihan kesehatan wisata yang dapat berupa:

a. pendidikan tambahan dibidang kedokteran wisata;

b. pelatihan khusus kesehatan wisata wisata; dan

c. sertifikasi dibidang kesehatan wisata dari asosiasi profesi kesehatan/kedokteran wisata ditingkat nasional maupun internasional

(25)

(4) Tenaga kesehatan di faskes pada destinasi dan jalur pariwisata yang melakukan pelayanan kesehatan wisata wajib memiliki kompetensi tambahan berupa penguasaan terhadap salah satu bahasa asing

BAB V

PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEHATAN Bagian Kesatu

Puskesmas

Pasal

(1) Puskesmas dapat didirikan di setiap kecamatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan, aksesibilitas dan jumlah penduduk.

(2) Untuk peningkatan akses pelayanan, Puskesmas rawat inap dapat didirikan pada setiap kecamatan.

(3) Pendirian puskesmas baru dengan memperhitungkan rasio jumlah penduduk setempat yaitu :

a. 1 : 20.000 penduduk untuk puskesmas katagori perkotaan b. 1 ; 30.000 pendudukk untuk puskesmas katagori pedesaan

(4) Puskesmas rawat inap dapat menyelenggarakan kerjasama dengan Rumah Sakit Umum Daerah pengampu di masing-masing daerah untuk melaksanakan PONED dalam bentuk pendampingan dokter spesialis kebidanan kandungan dan dokter spesialis anak.

(5) Puskesmas rawat inap melaksanakan layanan ambulance 24 (duapuluh empat) jam untuk layanan kegawatdarurtan ke desa-desa.

(6) Puskesmas non rawat inap melaksanakan layanan ambulans kegawatdarurtan ke desa- desa sesuai jam kerja.

(7) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat bekerja sama dengan ambulans Public Safety Center dalam penanganan kegawat daruratan

Pasal

Pemerintah Provinsi memfasilitasi kegiatan sebagaimana dimaksud pada pasal … ayat (2), ayat (4) dan ayat (5)

Bagian Kedua Rumah Sakit

Pasal

Comment [AW13]: apakah akan diatur minimal skor nya? Spt TOEFL, IELTS, dan bahasa asing lainnya?

(26)

Bagian Ketiga Pelayanan Kesehatan Tradisional

Pasal

(1) Pelayanan Kesehatan Tradisional dapat diselenggarakan pada Faskes dengan memanfaatkan potensi pengobatan lokal berbasis Budaya Bali.

(2) Pelayanan di laksanakan secara terintegrasi dilakukan oleh tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain untuk pengobatan/ perawatan pasien.

(3) Faskes sebagaimana ayat (1) dapat mengembangkan layanan Kesehatan Alternatif Tradisional Bali sesuai dengan kemampuan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengobatan alternatif Tradisonal Bali diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal

(1) Jenis Pelayanan Kesehatan Tradisional komplementer yang dapat diintegrasikan sebagaimana dimaksud Pasal ....ayat (1) ditetapkan oleh tim sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri memiliki tugas : a. melakukan penapisan terhadap jenis pelayanan kesehatan tradisional komplmenter, b. memiliki modalitas yang digunakan dalam pelayanan kesehatan komplementer; dan c. tenaga kesehatan tradisional yang dapat diintegrasikan di Fasilitas Kesehatan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional

Bali diatur dalam Peraturan Gubernur

BAB VI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 33

(1) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Standar Pelayanan Kesehatan di Faskes sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan masyarakat, organisasi profesi, asosiasi, badan pengawas Rumah Sakit, dan/atau dewan pengawas Rumah Sakit.

(3) Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan dalam bentuk : a. sosialisasi, fasilitasi, koordinasi dan konsultasi
 b. pendidikan dan pelatihan; dan/atau

c. monitoring dan evaluasi.

BAB VII PENGHARGAAN

(27)

Pasal

(1) Pemerintah Provinsi memberikan penghargaan kepada Faskes yang memenuhi standar pelayanan, berprestasi dan berkinerja baik.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Faskes yang mendapatkan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam Peraturan Gubernur

BAB VIII PENDANAAN

Pasal

Pendanaan setelah ditetapkannya Peraturan Gubernur ini dibebankan pada::

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi;

b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat ; dan c. faskes sesuai ketentuan perundang-undangan

BAB IX
 SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal

(1) Faskes yang tidak melaksanakan ketentuan …….dikenakan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. teguran lisan; 


b. teguran tertulis; 


c. penundaan pendampingan dan penilaian re-akreditasi ; d. penghentian sementara; atau 


e. pencabutan izin penyelenggaraan. 


f. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur. 


BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal

Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

Pasal

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali.

Ditetapkan di Denpasar Pada tanggal……….

GUBERNUR BALI,

WAYAN KOSTER

(28)

Diundangkan di Denpasar pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,

DEWA MADE INDRA

BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN….. NOMOR…..

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis secara umum di SMP Negeri 4 Biak Timur sudah dapat berjalan dengan cukup baik, meskipun demikian masih ditemui beberapa kendala

Visi Program Studi Ahwal Syaksiyah adalah “Unggul dalam Hukum Keluarga Islam di Jawa Timur pada tahun 2018”. Adapun misinya adalah: 1) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran

Tapi, yang saya ingin sampaikan di dalam buku ini adalah, bahwa anda, minimal bisa memahami kebutuhan penerima pesan, akan pesan yang ingin anda sampaikan..

Oleh karena itu, diperlukan intensifikasi sosisalisasi dan edukasi dari pemerintah atau dinas terkait termasuk perbankan dalam memberikan pemahaman kepada UMKM untuk

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah yang obyektif mengenai peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS melalui penggunaan

Peraturan Daerah tentang Desa Adat di Bali secara umum mengatur materi pokok mengenai: Ketentuan Umum, Kedudukan dan Status Desa Adat, Unsur Pokok Desa Adat,

Pemerintah Kabupaten Tabanan melalui Program Gerbang Emas Serasi berkomitmen untuk meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan melalui pembinaan kelompok-kelompok

Aktivitas Manual Material Handling di gudang bahan baku yaitu pekerja mengangkat bahan baku gula seberat 50kg yang dilakukan dua orang, serta menata bahan baku ke gudang