• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERPANJANGAN ATAU PEMBAHARUAN HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS TANAH NEGARA PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN WONOGIRI BUDI RAHAYU NPM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAAN PERPANJANGAN ATAU PEMBAHARUAN HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS TANAH NEGARA PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN WONOGIRI BUDI RAHAYU NPM :"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERPANJANGAN ATAU PEMBAHARUAN HAK GUNA BANGUNAN DI ATAS TANAH NEGARA PADA KANTOR PERTANAHAN

KABUPATEN WONOGIRI

BUDI RAHAYU NPM : 12110027

ABSTRACT

In the setting of the Renewal and Reform Implementation of Right to Build (HGB) as stipulated in Government Regulation No. 40 of 1996 and PMNA / KBPN No. 9 of 1999 in fact there is a difference in the meaning of both. In this regard an important and interesting to study about how the implementation of extension and renewal of Broking in Land State In Wonogiri District Land Office. The aim is to assess the implementation of the extension and renewal HGB on land by the State Land Office Wonogiri and legal certainty.

The approach used in this study is empirical juridical. The data used is primary data sourced from the relevant authorities in the implementation of the provision of extension and renewal HGB in Wonogiri District Land Office, as well as secondary data obtained from the materials related laws and relevant.

In general, based on interviews with the competent authorities in the process of granting the extension and renewal of HGB Land Office Wonogiri and is reinforced by the evidence of the application for the extension and renewal of the HGB shows that the expiration date of the HGB, date of registration and the publication of the decree are in a grace 2 years.

Related to the research results it can be concluded that the implementation of the extension and renewal of HGB at Wonogiri District Land Office to comply PMNA / Ka.BPN No. 9 of 1999. The guarantee legal certainty in the conduct of the extension and renewal can not be separated from the argument HGB officials also consider the decision maker public service.

Keywords: Building rights, the State Land

PENDAHULUAN

Dalam UUPA, mengatur berbagai jenis hak atas tanah, salah satunya adalah Hak Guna Bangunan (HGB). Pasal 35 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu paling lama 30 tahun. Selanjutnya ayat (2)

(2)

menegaskan bahwa atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut di atas dapat diperpanjang dalam waktu paling lama 20 tahun. Agar peraturan yang mengatur tentang HGB di dalam UUPA tersebut dapat dioperasionalkan maka sebagai derivatif dari UUPA tersebut diatur lebih lanjut dalam bentuk peraturan perundangan yang lebih rendah, yaitu:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Peraturan 1999 tentang Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

Namun setelah kedua peraturan tersebut terbit, ternyata di dalam kedua peraturan perundang-undangan yang berhierarki tersebut tersirat adanya perbedaan bahasa dan makna, yakni Pasal 27 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996 menyebutkan, bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan diajukan selambat- lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut, sedangkan menurut Pasal 41 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dinyatakan bahwa permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun, sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut. Keterangan di atas memperlihatkan, bahwa PP Nomor 40 Tahun 1996 menggunakan kalimat lugas “selambat-lambatnya”.

Sedangkan PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 memakai istilah “tenggang waktu”, yang menyiratkan makna lebih longgar. Adanya 2 (dua) istilah berbeda yang dipergunakan

(3)

menyangkut jangka waktu pengajuan permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan, maka dapat menimbulkan penafsiran serta implementasi yang berbeda. Hal ini akan sedikit banyak berpengaruh terhadap terselenggaranya kepastian hukum.

Berdasarkan alasan dan pemaparan di dalam lingkup perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Negara yang terkait dengan perbedaan jangka waktu permohonan perpanjangan haknya di dalam dua peraturan yang berhierarki tersebut maka penulis ingin mengkaji tentang implementasi perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan di Atas Tanah Negara pada Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pelaksanaan perpanjangan atau pembaharuan HGB di atas tanah negara oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri?

2. Apakah pelaksanaan perpanjangan atau pembaharuan HGB di atas tanah negara oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri telah menjamin adanya kepastian hukum ?

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengkaji pelaksanaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan di Atas Tan ah Negara oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri dengan penerapan aturan yang digunakan;

2. Mengkaji kepastian hukum dalam pelaksanaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri.

METODE PENELITIAN

(4)

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis empiris. Sifat penelitian deskriptif analitis dimaksudkan untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya. Data yang dipergunakan adalah data primer dengan responden antara lain Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah; Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Tanah serta petugas loket pelayanan front office Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berfungsi untuk melengkapi data primer. Adapun data sekunder tersebut antara lain bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan dan terkait dengan topik penelitian. Teknik Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dan studi dokumen. Dalam wawancara ini teknik penjaringan informan yang digunakan adalah teknik purposive. Teknik Analisis Data dilakukan secara diskriptif kualitatif .

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Negara

Berpegang pada PP No.8 Tahun 1953 tentang Penguasaan tanah-tanah Negara, pada Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa tanah Negara ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara. Sehingga di dalam PP ini ada terminologi tanah Negara yang dikuasai penuh dan tanah yang tidak dikuasai penuh. Penjelasan PP ini menyatakan bahwa tanah dikuasai penuh jika tanah-tanah tersebut memang bebas sama sekali dari hak-hak yang melekat atas tanah, seperti: Hak-hak Barat seperti eigendom, erfpacht, dan opstal; Hak Adat , dan Hak Atas Tanah menurut ketentuan umum UUPA.

(5)

Menurut Boedi Harsono, tanah Negara adalah bidang-bidang tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Menurut Maria S.W. Sumardjono tanah Negara adalah tanah yang tidak diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak lain, atau tidak dilekati dengan suatu hak, yakni hak milik, hak guna usaha, hak guha bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, tanah ulayat, dan tanah wakaf. Sedangkan menurut Arie Sukanti Hutagalung, tanah Negara yaitu tanah-tanah yang belum ada hak-hak perorangan di atasnya.

Berdasarkan pengertian menurut beberapa pakar di atas, terdapat esensi yang sama dengan PP No.8 Tahun 1953 yaitu tanah yang dikuasai langsung/penuh oleh Negara, dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah.

B. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan suatu hak atas tanah yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah yang bersangkutan untuk mendirikan dan memiliki bangunan-bangunan yang ada di atasnya yang bukan miliknya sendiri. Jadi, mungkin tanah milik orang lain ataupun tanah yang dikuasai oleh Negara. Hak Guna Bangunan berbeda dengan Hak Guna Usaha, karena Hak Guna Bangunan tidak mengenai tanah pertanian dan tidak diberikan wewenang untuk mengambil kekayaan dan yang terkandung di dalamnya. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pengaturan secara umum HGB tercantum di dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yaitu Pasal 16, Pasal 35 sampai dengan Pasal 40,Pasal 50, Pasal 51, 52, 55 serta ketentuan konversi Pasal I,II,V,dan VIII. Secara khusus terdapat dalam PP. No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,

(6)

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, serta sejumlah peraturanperaturan terkait lainnya.

Hak Guna Bangunan yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) ialah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan masih dapat diperpanjang hingga 20 tahun (Roestandi, Ardiwilaga , 1995 :1). Hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 35 ayat (3), yaitu atas permintaan pemegang hak dan mengingat keperluan serta keadaan bangunan. Jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dalam waktu paling lama 20 tahun. Hal mengenai perpanjangan tersebut dikarenakan kebanyakan bangunan yang termasuk permanen masih dalam keadaan kuat setelah 30 tahun didirikan.

C. Subyek dan Obyek Hak Guna Bangunan

Yang dapat menjadi pemegang hak guna bangunan adalah:

1). Warga Negara Indonesia

2). Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 36 ayat (1) UUPA jo Pasal 19 PP No. 40 tahun 1996 jo Pasal 32 PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, Pasal 21 berisi tentang tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan atau sebagai obyek HGB adalah:

(7)

1) Tanah Negara, terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak Menteri atau Pejabat yang ditunjuk;

2) Tanah Hak Pengelolaan. terjadinya dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usulan pemegang hak pengelolaan.

3) Tanah Hak Milik, terjadinya dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dengan didaftarkan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan dan hal tersebut mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan.

Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah (Pasal 1 ayat (3), PP. No. 24 Tahun 1997). Hak Pengelolaan adalah hak mengusai dari Negara yang kewenangan plaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. (Pasal 1 ayat (2) PP No.

40 Tahun 1996 jo Pasal 1 ayat (1) (3) PMNA/ KBPN No. 9 Tahun 1999 jo Pasal 1 ayat (4) PP. No. 24 Tahun 1997). Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpewnuh dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial (Pasal 20 ayat (1) UUPA).

D. Perpanjangan Hak Guna Bangunan

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 PMNA/KBPN No.3 Tahun 1999 jo.

Pasal 1 angka 9 PMNA/KBPN No.9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa maksud dari perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah

(8)

tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah berakhir.

Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah termasuk dalam kategori pendaftaran karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak yang dicantumkan ke dalam sertipikat tanah yang bersangkutan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 PP No.24 Tahun 1997 ditentukan bahwa pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah diakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.

Hal ini menerangkan bahwa perpanjangan jangka waktu hak itu tidak mengakibatkan HGB itu hapus atau terputus, oleh karena itu untuk pendaftaran tidak dibuatkan buku tanah dan sertipikat.

Prosedur perpanjangan jangka waktu HGB dimulai dengan pengajuan permohonan dari perorangan atau badan usaha yang bersangkutan. Apabila tidak ada perubahan data fisik mengenai obyek, maka tidak dilakukan perngukuran bidang tanah, namun petugas pemeriksaan tanah/ petugas konstantsi tetap dilaksanakan yang hasilnya tertuang dalam konstatering rapport, berdasarkan Pasal 22 PMNA/KBPN No.9 Tahun 1999 dan Keputusan KBPN No.7 Tahun 2007.

Khusus untuk kepentingan penanaman modal oleh badan hukum, Pasal 11, 28, dan 48 PP No.40 Tahun 1996 diatur bahwa permintaan perpanjangan HGU, HGB, dan HP dapat dilakukan seksligus saat pertama kali mengajukan permohonan hak dengan membayar uang pemasukan atau biaya administrasi. Hal ini juga dijelaskan

(9)

pada Pasal 22 ayat (1) UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khusus untuk HGB bisa diberikan selama jangka waktu 80 tahun.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Perpanjangan Dan Pembaharuan Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara Di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Penerapan pelaksanaan perpanjangan atau pembaharuan HGB atas Tanah Negara pada Kantor Pertanahan yang mengikuti ketentuan PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999.

Berdasarkan penelitian dari dokumen yang ada, HGB yang dimohonkan perpanjangan hak yang diajukan oleh pemohon lebih cenderung atau kebanyakan dalam tenggang waktu dua tahun sebelum berakhirnya hak. Sebagai salah satu sampel pemohon perorangan atas nama Maria Lestyastuti, melakukan perpanjangan HGB pada tanggal 20 Oktober 2014 yang akan berakhir jangka waktu haknya pada 10 Oktober 2016. Pemohon mengajukan permohonan satu tahun sebelas bulan sepuluh hari sebelum berakhirnya hak. Penyelesaian dengan SK tertanggal 07 November 2014. Tenggang waktu dua tahun sebelum berakhirnya hak sesuai SP3 sudah mencukupi waktu penyelesaian yang dibutuhkan hingga dapat diterbitkan surat keputusan perpanjangan dan atau pembaharuan HGB, yaitu 30 hari.

2. Tindakan Administratif Kantor Pertanahan Terhadap HGB yang Akan Berakhir dan Yang Sudah Berakhir

Menurut Kasi HT & PT, Kasi P & PM, Kasubsi Penetapan Hak, Kasubsi Pendaftaran Hak dan Kasubsi Pengendalian bahwa belum adanya

(10)

tindakan administratif yang dikeluarkan oleh pihak Kantor Pertanahan terkait dengan keterlambatan permohonan pengajuan perpanjangan atau pembaharuan HGB”. Namun, menurut Kasubsi Pengendalian Pertanahan peraturan kebijakan (beleidsregel) yang sifatnya memberikan ruang kepada pelayan publik dapat dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai tindakan administratif.

3. Kajian Mengenai Jangka Waktu Perpanjangan Atau Pembaharuan HGB Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka 6 dan 7 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang dimaksud dengan perpanjangan hak dapat diajukan permohonannya sebelum berakhirnya jangka waktu pemberian atau perpanjangan hak tersebut. Untuk pembaharuan hak dapat diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pemberian atau perpanjangan haknya. Bunyi Pasal 27 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996 yang memerintahkan perpanjangan HGB dilakukan selambat- lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu jika dikaitkan dengan pengertian pembaharuan hak pada Pasal 1 Ketentuan Umum yaitu mengenai pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang dimiliki sesudah jangka waktu hak tersebut atau perpanjangan habis adalah bertentangan.

4. Kepastian Hukum Dalam Perpanjangan Dan Pembaharuan Hak Guna Bangunan Di Atas Tanah Negara

Kepastian hukum adalah “sicherkeit des Rechts selbst” (kepastian tentang hukum itu sendiri), oleh sebab itu ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum. Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang- undangan (Gesetzliches Recht). Kedua, bahwa

(11)

hukum itu didasarkan pada fakta (Tatsachen), sehingga di dalam penelusuran atau kajian mengenai kejelasan hukum-hukum yang tertulis dan berlaku diterapkan sebagai aturan yang ada, yakni antara kedua aturan PP Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan MNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 dengan pelaksanaannya. Untuk mewujudkan aturan-aturan hukum yang konsisten maka diperlukan syarat dan asas bagi terbentuknya perundang-undangan yang baik yang akan berlaku di dalam masyarakat. Peraturan perundang-undangan merupakan norma yang baku dan tertulis oleh lembaga negara yang berwenang dengan isi atau materi secara eksplisit berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004, yakni di dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf i yang menyatakan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas, yang salah satunya adalah ketertiban dan kepastian hukum yang berarti bahwa materi muatannya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Wujud dari kepastian hukum adalah norma yang tidak menimbulkan lebih dari satu penafsiran, Dalam ketentuan Pasal 5 huruf f UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, memerintahkan agar dalam pembentukan peraturan perundang- undangan harus dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan yang baik, yang salah satunya adalah “kejelasan rumusan”. Adapun pengertian “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam

(12)

pelaksanaannya. Selain itu dengan adanya kekaburan norma tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

5. Kajian Mengenai Jangka Waktu Perpanjangan Atau Pembaharuan HGB Berdasarkan Peraturan MNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasubsi Penetapan Hak bahwa

“pengaturan mengenai perpanjangan atau pembaharuan HGB berdasarkan PMNA/ka.BPN Nomor 9 Tahun 1999 terkesan lebih longgar.

6. Komparasi Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan MNA/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 mengenai Perpanjangan atau Pembaharuan HGB.

Secara teoritis diperlukan tinjauan terhadap asas-asas umum perundang-undangan yang menjadi dasar berlakunya suatu peraturan antara lain sebagai berikut:

a. Lex Superior Derograt Legi Inferiori b. Lex Specialis Derograt Legi Generalis c. Lex Posterior Derograt Legi Priori

Kesimpulan dari pengkajian antara PP Nomor 40 Tahun 1996 dengan PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 adalah di dalam PP Nomor 40 Tahun 1996, khususnya Pasal 27 ayat (1) pengaturan perpanjangan atau pembaharuan HGB selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak. Oleh karena itu, perlu diadakan peninjauan ulang dan koreksi terkait asas kejelasan tujuan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 dan perlu penjelasan atau ditujukan peraturan teknisnya. Hal ini disebabkan pelaksanaan

(13)

perpanjangan dan pembaharuan sekaligus dengan pemberian haknya belum dapat dijalankan dan untuk perpanjangan yang dilakukan sebelum pemanfaatan tanah secara optimal seperti persyaratan dalam permohonan perpanjangan hak, terlebih lagi perintah untuk melakukan pembaharuan HGB yang dilakukan sebelum berakhirnya hak.

KESIMPULAN

1. Pelaksanaan perpanjangan atau pembaharuan HGB atas Tanah Negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri mengikuti ketentuan PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 dan dapat diselesaikan menurut SPOPP/SP3 yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan layanan pertanahan di lingkungan BPN. Pihak BPN tidak mengikuti ketentuan PP Nomor 40 Tahun 1996 yang berlawanan dengan asas pemerintahan yang baik sehingga terjadi keputusan penolakan karena belum terdapat aturan dan menyebabkan Hak Menguasai Negara menjadi limitatif.

2. Jaminan Kepastian terhadap pelaksanaan perpanjangan atau pembaharuan HGB atas Tanah Negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonogiri mengikuti ketentuan PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 hal tersebut tidak terlepas dari peran Kantor Pertanahan sebagai pelayanan public yang tentunya tidak boleh dilepaskan pula dari peraturan yang mengatur yaitu UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

DAFTAR PUSTAKA

Boedi Harsono, 1999. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaanya. Jakarta: djambatan.

____________, 2000. Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung : Alumni.

(14)

Maria S. W. Sumardjono. 1989, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian. Yogyakarta:

Gramedia.

Ronny Hanitijo Soemitro. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Rustandi Ardiwilaga.1995. Hukum Agraria Indonesia Jakarta : Masa Baru.

UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan PP. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

PP No.8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.

PP. No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara,

Referensi

Dokumen terkait

1 Statistik Daerah Kecamatan Paleteang 2015 Kecamatan Paleteang dengan luas wilayah 37,29 km 2 memiliki enam kelurahan, dimana hanya dua kelurahan diantaranya tidak

Bila ditanya tentang Sultan Mehmed II, umat Islam akan menggelengkan kepala, tapi ketika ditanya tentang Dracula mereka bisa memberikan penjelasan yang panjang

Penelaahan ini nantinya akan dilakukan melalui suatu penelitian dengan judul “ Pengaruh Surat Penetapan Pengadilan Atas Pengangkatan Anak Bagi Pegawai Negeri Sipil Muslim Dalam

pengembangan jaringan irigasi baik di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang mengacu pada Pedoman Pelaksanaan SPI Pengembangan Jaringan Irigasi. Check

1. Kecemasan keluarga pedagang pasar terhadap belajar daring di era covid- 19 di Desa arungkeke pallantikang Kab Jeneponto yakni, 1) Kurangnya pemahaman dan minat belajar

Data yang dikum- pulkan meliputi umur, jenis kelamin, diagnosis, tindakan, keluhan datang, mata yang dikenai, tindakan setelah terapi, keadaaan sosioekonomi serta

Konsepsi dari terminologi “pemimpin” bisa dipahami sebagai proses untuk mempengaruhi seseorang baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang di cita

angka keluaran hongkong tahun 2004 sampai dengan thn 2005, arsip data paito result pasaran togel dan pengeluran togel hkg pools.. 2.1 Aset 2.2 Liabiliti 2.3 Ekuiti Pemilik 2.4 Hasil