• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Buku Pintar, Yogyakarta, 2012, hlm. 4 3 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, ctk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Buku Pintar, Yogyakarta, 2012, hlm. 4 3 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, ctk."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik yang langsung untuk kehidupan manusia seperti bercocok tanam, tempat tinggal maupun melaksanakan usaha untuk tempat pertanian, perdagangan, industri, perkebunan, pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya.1 Sumber daya tanah langsung menyentuh kebutuhan hidup dan kehidupan manusia dalam segala lapisan masyarakat, baik sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bangsa. Tanah sebagai sumber kehidupan, keberadaan tanah dalam kehidupan mempunyai arti dan sekaligus mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai social asset dan capital asset.

Tanah sebagai social asset merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting.2

Tanah sangat penting sehingga manusia yang merupakan makhluk sosial akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun, hal ini sudah dilakukan jauh sebelum kebudayaan terbentuk.3 Negara Indonesia sebagai negara yang agraris keberadaan tanah memiliki fungsi yang sangat penting bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Fungsi tanah di Indonesia kian meningkat dan mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi.4 Kecenderungan untuk memandang tanah lebih pada nilai ekonomisnya semata mengakibatkan distribusi penguasaan tanah karena perbedaan akses, jelas tidak sesuai dengan jiwa UUPA. Persepsi dan konsepsi pembuat kebijakan terhadap tanah akan

1 Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbit IBLAM, Jakarta, 2005, hlm. 1

2 Jayadi Setiabudi, Tata Cara Mengurus Tanah Rumah serta Segala Perizinannya, ctk. Pertama, Buku Pintar, Yogyakarta, 2012, hlm. 4

3 Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, ctk.

Pertama, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2012, hlm. 1

4 Jayadi Setiabudi, op.cit., hlm. 5

(2)

berpengaruh terhadap kebijakan yang ditempuh, apakah berorientasi pada penghargaan hak seseorang terhadap perolehan dan pemanfaatan tanah sebagai hak asasi setiap orang yang dijamin dapat diperoleh secara adil atau cenderung menyerahkan perolehan dan pemanfaatan tanah kepada mekanisme pasar dengan segala dampaknya.5

Perubahan politik semenjak terjadinya reformasi politik di tahun 1998, telah membawa dampak pada pengaturan kembali tentang tata kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk didalamnya tentang pengaturan tentang kebijakan hukum pertanahan. Arah baru reformasi hukum pertanahan khususnya pada kebijakan hukum pertanahan perlu dirancang untuk mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean and good governance, ditandai adanya pemerintahan yang rasional, transparansi, dan memiliki sikap kompetisi antar departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum serta bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public accountibility) secara teratur.6

Kebijakan hukum pertanahan mencakup aspek yang mendasar yaitu prinsip pemenuhan hak-hak konstitusional rakyat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghargai prinsip kesederajadan manusia. Salah satu tujuan pembentukan negara republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Tugas pokok pemerintah adalah menciptakan sistem manajemen pemerintahan yang dapat mengelola dengan baik sumber daya nasional demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah harus mampu mewujudkan reformasi hukum pertanahan khususnya layanan publik dibidang pertanahan pada birokrasi pemerintahan, telah dibentuk komite reformasi birokrasi nasional dalam upaya melanjutkan rencana pemerintah yang belum efektif, yaitu terciptanya birokrasi yang akuntabel, produktif, profesional, dan bebas korupsi. Upaya perbaikan

5 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, ctk.

Keenam, Kompas, Jakarta, 2009, hlm. 42

6Herman Slaats, Masalah Tanah di Indonesia dari Masa ke Masa, Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, Jakarta, 2007, hlm. 29

(3)

yang terpenting pada reformasi hukum pertanahan adalah melakukan rekonstruksi pilihan penggunaan stelsel publisitas negatif (berunsur positif) sebagai bagian dari sistem birokrasi dan pelayanan publik Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disingkat BPN), serta pembenahan sistem manajemen kebijakan publik, atau disebut dengan sistem pendaftaran tanah, yang memungkinkan kratifitas dan inovasi tumbuh serta berkembang membentuk budaya organisasi yang kokoh.7

Tugas pemerintah salah satunya adalah mewujudkan budaya organisasi yang kokoh dan menjamin kepastian hukum dalam sistem pendaftaran tanah, didalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) Bab II perihal Pendaftaran Tanah yang ditujukan kepada pemerintah sebagai instruksi agar di seluruh wilayah Republik Indonesia diadakan pendaftaran yang bersifat recht kadaster, yang artinya bersifat menjamin kepastian hukum.8

Awalnya pelaksanaan pendaftaran tanah diadakan menurut ketentuan- ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya disebut PP No.10/61). Namun dalam perjalanan waktu keberadaan Peraturan Pemerintah No.10/61 ini dianggap belum maksimal karena ada beberapa kendala misalnya keterbatasan dana dan tenaga sehingga penguasaan tanah-tanah sebagian besar tidak didukung oleh alat pembuktian yang memadai. Peraturan Pemerintah No.10/61 ini belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran tanah dengan waktu yang singkat dan hasil yang memuaskan, karena tidak ada batas waktu dalam mendaftarkan tanah yang diperoleh setelah peralihan hak, selain itu yang mendaftar tidak harus pejabat pembuat akta tanah tetapi bisa juga pemilik baru dari hak atas tanah sehingga seringkali tanahnya tidak didaftarkan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk selanjutnya disebut PP 24/97) dikeluarkan oleh pemerintah untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan Peraturan Pemerintah No.10/61 tersebut

7 Widhi Handoko, Kebijakan Hukum Pertanahan (Sebuah Refleksi Keadilan Hukum Progresif), Thafa Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 1-3

8 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm 64

(4)

diatas dan untuk lebih menyempurnakan peraturan pendaftaran tanah sebelumnya.9

Pendaftaran hak dan pendaftaran peralihan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) sub b UUPA, merupakan sebagian dari tugas dan wewenang Pemerintah di bidang pendaftaran tanah. Pendaftaran Hak dan Pendaftaran Peralihan Hak dapat dibedakan 2 tugas, yaitu :

1. Pendaftaran Hak atas Tanah adalah pendaftaran hak untuk pertama kalinya atau pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar buku tanah.

2. Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah.10

Pendaftaran peralihan hak atas tanah, dilaksanakan oleh PPAT, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 2 menyatakan:

1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

a. Jual beli

b. Tukar menukar c. Hibah

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (Inbreng) e. Pembagian hak bersama

f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik g. Pemberian Hak Tanggungan

h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan

9 Erpinka Aprini, Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah Kaitannya dengan Ketentuan Pasal 32 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tesis, 2007, hlm. 2

10 Ali Achmad Chomsah, Hukum Agraria (Pertanahan Nasional) Jilid 2, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2004, hlm. 37

(5)

Akta yang dibuat oleh PPAT sedemikian pentingnya dalam rangka peralihan hak atas tanah, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah (kecuali pendaftaran peralihan hak melalui lelang) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pendaftaran peralihan hak tersebut didasarkan pada akta yang dibuat oleh PPAT. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi sebagai berikut:

Pemberian hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan berlaku.

Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan bangsa kita. Tiap daerah di Nusantara tentunya memiliki karakteristik permasalahan yang berbeda diantara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekuensi dari dasar pemahaman dan pandangan orang Indonesia terhadap tanah.11 Indikasi yang ada antara lain berupa kasus- kasus yang timbul akibat pilihan penggunaan stelsel publisitas negatif (berunsur positif) seperti :

1. Terjadinya kasus sertifikat ganda dan konflik-konflik pertanahan lainnya.

Kondisi sekarang yang juga sering terjadi, yaitu terbitnya dua atau lebih sertifikat atas sebidang tanah yang sama. Dua atau lebih sertifikat atas sebidang tanah yang sama disebut tumpang tindih (overlapping) sertifikat, membawa ketidakpastian hukum bagi pemegang hak-hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia.12

2. Berkurangnya lahan pertanian dan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian.

11 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 1

12 Ali Achmad Chomzah, Hukum agraria : pertanahan di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 20

(6)

Intensitas pembangunan yang menuntut penyediaan tanah yang relatif luas untuk berbagai macam pembangunan, memaksa terjadinya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian dengan segala konsekwensinya.13

3. Maraknya industrialisasi dan pengembangan perumahan.

4. Dalih pembangunan untuk kepentingan umum.

Kasus tersebut telah mengakibatkan ketidakadilan yaitu terjadinya penggusuran dan hilangnya lapangan pekerjaan di sektor tersebut bahwa

“Uncertainty in land use and transportation modeling has received increasing attention in the past few years”. (ketidakpastian dalam penggunaan tanah dan transportasi telah membuat peningkatan perhatian dalam beberapa tahun terakhir).14

Masalah diatas menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara asas-asas pendaftaran tanah sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka, dengan praktek pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (untuk selanjutnya disebut BPN).

Penulisan ini mengkhususkan adanya keharusan validasi dalam peralihan hak atas tanah di wilayah Kabupaten Boyolali dan tambahan persyaratan- persyaratan yang seharusnya tidak membebankan yang melakukan peralihan hak atas tanah, sehingga menjadi tidak sederhana. Di samping itu sehubungan dengan asas aman dalam penulisan ini dalam penerapannya selama para pihak melakukan peralihan hak atas tanah dengan menggunakan itikad baik maka perolehan hak atas tanah menjadi suatu kepastian hukum bagi para pihak.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji lebih mendalam mengenai penerapan asas-asas pendaftaran hak atas

13 Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implikasi, Kompas, Jakarta, 2001, hlm. 29

14 Hana Sevcikova, " Assessing and Integrating Uncertainty Into Land-Use Forecasting ", The journal of transport and land use, vol. 8 No. 3, 2015, Department of Civil Engineering, University of Minnesota, Minneapolis, 2015, hlm. 57

(7)

tanah sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah khususnya pada asas sederhana dan aman dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah, untuk mewujudkan bukti kepemilikan tanah yang berkepastian hukum.

Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “IMPLEMENTASI ASAS SEDERHANA DAN AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH UNTUK MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM (STUDI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Bagaimana implementasi asas sederhana dan aman dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali ?

2. Apakah implementasi asas sederhana dan aman mampu mewujudkan kepastian hukum dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah ?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Tujuan Objektif :

Tujuan Objektif penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah peraturan-peraturan yang ada terkait dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah, apakah sudah benar-benar dilaksanakan oleh petugas Kantor Pertanahan.

b. Untuk mengetahui implementasi asas sederhana dan aman dalam menjamin kepastian hukum, apakah sudah diimplementasikan oleh petugas terkait.

(8)

2. Tujuan Subjektif :

Tujuan Subjektif Penelitian ini adalah:

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penyusunan Tesis guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan Program Pascasarjana pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap penerapan teori-teori yang penulis terima selama menempuh kuliah dalam mengatasi masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah memberikan konstribusi terkait pengetahuan bidang kenotariatan bagi pengembangan ilmu dalam bidang hukum agraria khususnya dalam penerapan asas sederhana dan aman serta perwujudannya dalam memberikan kepastian hukum dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kabupaten Boyolali.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini juga diperuntukkan bagi semua pihak, khususnya bagi pihak-pihak terkait dalam proses peralihan hak atas tanah khususnya PPAT, Kantor Pertanahan, dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) untuk menganalisis implementasi asas sederhana dan aman serta perwujudannya dalam memberikan kepastian hukum dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kabupaten Boyolali.

Referensi

Dokumen terkait

Učni načrt iz leta 2011 kot cilj poučevanja slovenščine pri književnem pouku opredeljuje razvijanje sporazumevalne zmožnosti, ki vključuje bralno, literarno, kulturno in

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v

Potensi Pengembangan Wilayah • Properti strategis dengan desain-desain tropis yang menarik, seperti Resor, Dermaga atau Marina, • Alternatif berupa pengembangan industri hilir

Hal ini sebagaimana termuat dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37tahun 1998 sebagaimana yang telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24

dari beberapa pendapat, kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan baik dengan standar yang telah ditentukan. Di samping itu kinerja seseorang

Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang

Secara umum aktivitas jasmani yang teratur dilakukan akan (WHO, 2003: 3): (1) mengurangi resiko kematian sebelum waktunya; (2) mengurangi resiko kematian yang disebabkan

pihak yang dinilai berpartisipasi dan berperan baik secara langsung maupun tidak, dalam usaha penyadaran literasi bangsa melalui Gerakan Literasi Sekolah ini.. Sasaran