• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN PROFESSORSHIP UNIVERSITAS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN PROFESSORSHIP UNIVERSITAS LAMPUNG"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROPOSAL

PENELITIAN PROFESSORSHIP UNIVERSITAS LAMPUNG

MANIPULASI MAKROMONERAL DALAM MEDIA KULTUR AIR TAWAR UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

Tim pengusul

Dr. SUPONO, S.Pi. M.Si (NIDN 0002107003, SINTA ID: 258084)

Dr. AGUS SETYAWAN, S.Pi., M.P. (NIDN: 0005088402, SINTA ID:5974067) Dr. MUNTI SARIDA, S.Pi., M.Sc. (NIDN: 0023098301 SINTA ID:38287)

PUTRI RAHMA SARI (NPM 1814111023) MEILIN CHAIRANI ABMAR (NPM 1814111011)

LIETHA NURDIANTI (NPM 1854111002)

BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2022

(2)

2 RINGKASAN

Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) banyak dilakukan di daerah pesisir dengan salinitas antara 10ppt sampai 20ppt. Permasalahan yang muncul pada budidaya udang air payau adalah kegagalan budidaya yang disebabkan oleh merebaknya penyakit terutama yang disebabkan oleh virus dan isu lingkungan yang berkaitan dengan alih lahan hutan mangrove.

Permasalahan yang lainnya adalah semakin berkurangnya lahan budidaya yang ada di wilayah pesisir baik karena ekspansi lahan budidaya maupun penggunaan lahan untuk sektor yang lainnya (wisata dan lainnya). Oleh karena itu perlu terobosan teknologi budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan seperti budidaya udang vaname di air tawar. Udang vaname merupakan spesies eurihalin yang mampu hidup baik pada rentang salinitas yang luas (0,5- 45ppt). Virus penyebab penyakit pada udang vaname jarang ditemukan di air tawar sehingga resiko kegagalan budidaya dapat diminimalisir. Permasalahan dalam budidaya air tawar adalah kurangnya kandungan makromineral sehingga perlu ada manipulasi agar udang vaname dapat hidup dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis pengaruh penambahan konsentrasi makromineral yang berbeda pada media air tawar terhadap pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, dan kandungan mineral udang vaname, (2) menentukan rasio yang tepat kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) pada media air tawar untuk meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname, dan (3) menentukan rasio yang tepat Natrium (Na) dan kalium (K) pada media air tawar untuk meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname. Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahap yaitu: (1) manipulasi konsentrasi makromineral yang berbeda dan pengujian rasio makromineral yang berbeda terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname air tawar, (2) manipulasi rasio Mg dan Ca untuk meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname air tawar, dan (3) manipulasi rasio Na dan K untuk meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname air tawar. Konsentrasi makromineral yang diujikan setara dengan salinitas 1ppt, 3 ppt, dan 5 ppt, masing-masing perlakuan dilakukan 4 kali ulangan. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium budidaya perairan Unila dan laboratorium terpadu (LTSIT) Universitas Lampung. Pemeliharaan udang dilakukan dalam waktu 40 hari.

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah luaran wajib berupa artikel yang diterbitkan di jurnal bereputasi terindeks Scopus (Q2/Q3) dan satu artikel yag dipresentasikan dalam pertemuan ilmiah yang diselenggarakan LPPM Unila, sementara luaran tambahan berupa artikel yang diterbitkan dalam pertemuan ilmiah internasional dan buku ajar. Target penelitian ini memiliki TKT 5.

Kata Kunci : Vaname, air tawar, makromineral, pesisir, magnesium, kalium, eurihalin

(3)
(4)

4 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL viii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakangi 1

1.2. Tujuan 2

1.3. Urgensi Penelitian 2

1.4. Temuan yang diharapkan 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. State of The art 3

2.2. Biologi udang vaname 4

2.3. Molting dan Pertumbuhan 6

2.4. Spesies Eurihalin 7

2.5. Makromineral 7

BAB 3. METODE PENELITIAN 9

3.1. Roadmap Penelitian 9

3.2. Waktu dan Tempat 10

3.3. Bahan dan Alat 10

3.4. Penelitian I 11

3.5. Penelitian II 11

3.6. Penelitian III 12

3.7. Prosedur Penelitian 12

3.8. Parameter Pengamatan 13

3.9. Analisis Data 14

3.10. Rincian tugas Pelaksana penelitian 15

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 15

4.1. Anggaran Biaya 15

4.2. Jadwal Penelitian 16

REFERENSI 16

Rincian Biaya 18

(5)

1 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) berasal dari Pantai Barat Pasifik Amerika Latin, mulai dari Peru di Selatan hingga Utara Meksiko. Udang vaname mulai masuk ke Indonesia dan dirilis secara resmi pada awal tahun 2000 (Supono., 2021). Udang vaname merupakan salah satu udang yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan jenis udang alternatif yang dapat dibudidayakan di Indonesia, disamping udang windu (Panaeus monodon) dan udang putih (Panaeus merguensis). Udang vaname tergolong mudah untuk dibudidayakan. Hal itu pula yang membuat

para petambak udang di tanah air beberapa tahun terakhir banyak yang membudidayakannya.

Udang merupakan komoditas ekspor dengan volume tertinggi dengan total volume ekspor 207.704 ton dengan pemasukan tertinggi dibanding produk perikanan ekspor lainnya, mencapai 34,83% dari total nilai ekspor Indonesia (DJPB 2017). Produksi budidaya udang vanname di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebesar 674.555 ton, pada tahun 2018 sebesar 931.338 ton, tahun 2019 sebesar 1.053.205 ton (KKP, 2020). Udang vaname memiliki keunggulan yang tepat sebagai spesies budidaya udang dalam tambak antara lain: Responsif terhadap pakan/nafsu makan yang tinggi, lebih tahan terhadap serangan penyakit dan kualitas lingkungan yang buruk pertumbuhan lebih cepat, tingkat kelangsungan hidup tinggi, kepadatan, penebaran cukup tinggi, dan waktu pemeliharaan yang relatif singkat yakni sekitar 90 - 100 hari per siklus. Namun demikian, akhir-akhir ini kegagalan budidaya udang sering terjadi karena serangan penyakit baik karena virus maupun bakteri (vibrio).

Udang vaname termasuk spesies eurihalin, yaitu spesies yang mampu hidup dengan baik pada rentang salinitas yang luas yaitu sekitar 0,5-45ppt (Wyban, 2007). Kelebihan udang vaname ini memungkinkan dapat dipelihara di air tawar yang tidak tergantung air laut. Teknologi budidaya udang vaname di media air tawar merupakan solusi alternatif yang dapat diterapkan di banyak tempat keterbatasan lahan. Teknologi budidaya udang air tawar lebih ramah lingkungan karena dilakukan jauh dari pantai sehingga tidak merusak ekosistem pesisir khususnya mangrove.

Disamping itu, pathogen penyebab penyakit pada budidaya udang vaname tidak dapat berkembang sehingga penyebaran penyakit dapat ditekan.

Kendala yang masih dihadapi dalam budidaya udang vaname air tawar adalah tingkat kematian yang tinggi sehingga produksi budidaya belum mencapai efisiensi yang maksimal. Hal ini

(6)

2 berkaitan erat dengan minimnya kandungan makromineral yang ada di air tawar sementara maromineral dalam media kultur berpengaruh terhadap osmoregulasi (pertukaran ion) pada udang (Boyd, 2018). Kandungan mineral yang rendah pada air tawar akan menganggu proses osmoregulasi pada udang. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui membran semipermiable (Putri et al., 2010). Pengaturan tekanan osmotik medium dapat dilakukan dengan mengatur kandungan mineral. Jika kandungan mineral air tidak mencukupi maka mekanisme regulasi osmotik terganggu yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan udang vanname. Empat makromineral yang penting bagi udang vaname dan mendominasi perairan payau adalah Natrium (Na), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), dan Kalium (K) (Boyd, 2015).

Komposisi Na, Mg, Ca, dan K memegang peranan penting dalam budidaya udang, baik jumlah maupun proporsi masing-masing mineral/ion. Dengan dasar pemikiran tersebut maka pengaturan kadar makromineral pada media budidaya udang vanname air tawar diharapkan dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai manipulasi makromineral pada media air tawar untuk meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vanname.

1.2. Tujuan

1. menganalisis pengaruh penambahan konsesntrasi makromineral yang berbeda pada media air tawar terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname

2. menentukan rasio kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang optimal pada media air tawar untuk pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname

3. Meentukan rasio rasio Natrium (Na) dan kalium (K) yang optimal pada media air tawar untuk pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname

1.3. Urgensi Penelitian

Saat ini budidaya udang vaname banyak dilakukan di daerah pesisir dengan salinitas antara 10ppt sampai 20ppt. Permasalahan yang muncul pada budidaya udang air payau adalah kegagalan budidaya yang disebabkan oleh merebaknya penyakit terutama yang disebabkan oleh

(7)

3 virus dan isu lingkungan yang berkaitan dengan alih lahan hutan mangrove. Permasalahan yang lainnya adalah semakin berkurangnya lahan budidaya yang ada di wilayah pesisir baik karena ekspansi lahan budidaya maupun penggunaan lahan untuk sektor yang lainnya (wisata dan lainnya). Oleh karena itu perlu terobosan teknologi budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan seperti budidaya udang vaname di air tawar. Virus penyebab penyakit pada udang vaname jarang ditemukan di air tawar sehingga resiko kegagalan budidaya dapat diminimalisir (Dayna et al., 2015).

Udang vaname yang merupakan spesies eurihalin mampu hidup pada rentang salinitas yang sangat luas yaitu 0,5-45ppt (Wyban, 2007) sehingga memungkinkan udang tersebut dipelihara pada salinitas rendah bahkan mendekati air tawar. Budidaya udang vaname air tawar dapat menjadi terobosan dan alternatif baru dalam meningkatkan produksi udang vaname.

Manipulasi lingkungan perlu dilakukan agar udang vaname dapat hidup dengan baik di air tawar seperti pemenuhan kebutuhan makromineral yang berkaitan erat dengan sistem osmoregulasi udang. Makromineral penting yang ada di air payau antara lain magnesium (Mg), natrium (Na), kalsium (Ca), dan kalium (K).

1.4. Temuan yang diharapkan

Temuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah teknologi baru dalam budidaya udang vaname pada media air tawar dengan manipulasi makromineral sehingga diperoleh pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang vaname terbaik. Temuan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan produksi perikanan terutama dari budidaya udang.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. State of the art

Budidaya udang vaname saat ini mendominasi spesies yang dibudidayakan di tambak baik di dunia maupun di Indonesia. Budidaya udang vaname mayoritas mengunakan sistem semi intensif dan intensif, bahkan beberapa petambak dengan modal besar mengunakan sistem supra intensif. Penerapan teknologi telah banyak berkembang dan dilakukan oleh petambak seperti teknologi biofloc (Avnimelech, 2015), recirculating aquaculture system (RAS) (Suantika et al., 2018), sinbiotik (Huynh et al., 2018), heterotroph system (Supono et al., 2014), maupun nano

(8)

4 bubble (Rahmawati et al., 2020). Pengunaan media kultur pun juga mengalami perkembangan seperti kolam bundar (round pond), kolam beton, dan lining pond (Ranjan dan Boyd, 2018).

Manipulasi lingkungan budidaya untuk budidaya udang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti sebelumnya seperti teknologi biofloc (Avnimelech, 2015) dan teknologi aquamimicry (Romano, 2017). Pengaruh mineral terhadap performa udang vaname juga telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Boyd (2015) melaporkan bahwa kekurangan mineral kalium dapat menurunkan tingkat kelangsungan hidup udang vaname. Penelitian Roy et al. (2010) mengungkap bahwa proporsi masing-masing ion sangat berpengaruh terhadap penyerapan ion oleh udang, seperti Na dan K serta Mg dan Ca. Penelitian pendahuluan telah dilakukan oleh Pengusul yang menunjukkan bahwa air tawar dapat digunakan untuk budidaya udang vaname dengan menambahkan mineral.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Budidaya udang vaname dengan menggunakan air tawar dengan manipulasi makromineral pada media budidaya belum pernah dilakukan. Komposisi makromineral yang sesuai dalam media budidaya diduga dapat meningkatkan performa udang karena energi untuk pertumbuhan tidak digunakan untuk adaptasi lingkungan. Kandungan makromineral dalam media kultur yang sesuai dengan kebutuhan udang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, maupun konversi pakan.

2.2. Biologi udang vaname

Pemberian nama ilmiah udang putih atau udang vaname pertama kali dilakukan oleh Boone pada tahun 1931 dengan nama Penaeus vannamei (Holthuis, 1980). Nama lain udang vaname menurut FAO adalah : whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blanches (Prancis), white shrimp (Mexico, Nicaragua, Costa Rica, Panama), langostino (Peru), camaron cafe (Colombia), dan camaron patiblanco (Spanyol). Taksonomi udang vaname menurut Holthuis (1980) adalah sebagai berikut:

Filum :Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Subordo : Natantia Infraordo : Penaeidea

(9)

5 Superfamili : Penaeoidea

Famili : Penaeidae Genus : Penaeus Subgenus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei Boone, 1931

Distribusi udang vaname antara lain di perairan Pasifik Selatan meliputi Mexico, Peru Selatan dan Utara, serta Sonora. Habitatnya berada di kedalaman 0-72m, dasar berlumpur, udang dewasa berada di laut lepas, sementara fase juvenil hidup di estuarin. Panjang maksimal udang vaname mencapai 230 mm dengan panjang carapace 90 mm.

Udang vaname termasuk dalam Ordo Decapoda Crustacean yang termasuk di dalamnya:

jenis udang, lobster, dan kepiting. Sebagai famili Penaeidae, udang vaname betina menyimpan telur untuk dibuahi dan menetas pada stadia naupli. Udang vaname memiliki ciri khusus pada rostrumnya dimana gigi rostrum atas (dorsal) berjumlah 8-9 dan bagian bawah (ventral) berjumlah 2 buah, termasuk dalam subgenus Litopenaeus karena udang vaname betina memiliki thelycum yang terbuka (Wyban dan Sweeney, 1991). Tubuh udang vaname terdiri dari 2 bagian utama yaitu kepala dada (cephalothorax) dan perut (abdomen). Cephalotorax tertutup oleh kelopak kepala yang disebut carapace. Udang vaname mempunyai 5 pasang kaki renang (pleopod) dan 5 pasang kaki jalan (pereopod). Bagian tubuhnya terdiri dari carapace (kepala) dan abdomen (perut). Cephalotorax terdiri dari 13 ruas (kepala: 5 ruas, dada : 8 ruas) dan abdomen 6 ruas, terdapat ekor dibagian belakang. Pada cephalotorax terdapat anggota tubuh, berturut-turut yaitu antenulla (sungut kecil), scophocerit (sirip kepala), antenna (sungut besar), mandibula (rahang), 2 pasang maxilla (alat-alat pembantu rahang), 3 pasang maxilliped, 3 pasang pereiopoda (kaki jalan) yang ujung-ujungnya bercapit disebut chela. Insang terdapat di bagian sisi kiri dan kanan kepala, tertutup oleh carapace. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang pleopoda (kaki renang) yaitu pada ruas ke-1 sampai 5. Sedangkan pada ruas ke-6 kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas atau uropoda. Ujung ruas keenam ke arah belakang terdapat telson.

Pada awalnya, udang vaname termasuk omnivora atau pemakan detritus. Studi terbaru berdasarkan isi usus menunjukkan bahwa udang vaname termasuk karnivora. Udang vaname di alam memangsa udang kecil, moluska, dan cacing, sementara pada tambak intensif, makanan

(10)

6 tesebut tidak tersedia. Pertumbuhan udang vaname akan optimum pada tambak budidaya yang memiliki komunitas bakateri.

Udang vaname termasuk hewan nocturnal, yaitu aktif makan pada malam hari. Udang vanamei membutuhkan pakan dengan kandungan protein 35%, lebih rendah dari kebutuhan udang yang lainnya seperti P. monodon dan P. japonicus. Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan protein 45% tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan 35% (Wyban dan Sweeney, 1991). Udang vaname juga termasuk continuous feeder, yaitu makan terus menerus.

2.3. Molting dan Pertumbuhan.

Pertumbuhan dan pertambahan ukuran udang merupakan fungsi dari frekuensi molting (Solis, 1988). Semakin sering udang molting, semakin cepat pula pertumbuhan udang.

Frekuensi molting dipengaruhi oleh umur udang. Semakin besar udang semakin kecil frekuensi moltingnya. Seperti halnya Filum Artropoda lainnya, pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: frekuensi molting dan pertambahan berat setelah molting. Karena udang dilindungi oleh carapace yang keras, untuk tumbuh harus mengalami pergantian carapace baru yang lebih besar. Setelah molting, carapace yang baru lunak dan perlahan-lahan akan mengeras tergantung ukuran udang. Udang kecil akan mengeras dalam beberapa jam, sedangkan udang besar membutuhkan waktu 1-2 hari (Wyban dan Sweeney, 1991). Pada saat molting, nafsu makan menurun tetapi akan meningkat drastis setelah carapace mengeras.

Frekuensi molting udang dipengaruhi oleh ukuran udang. Semakin besar ukuran udang, semakin besar waktu antar molting (intermolt) atau semakin kecil frekuensi moltingnya. Pada fase larva, molting terjadi setiap 30-40 jam (pada suhu 28oC). Udang ukuran 1-5 gram, juvenil udang akan mengalami molting setiap 4-6 hari, sedangkan udang ukuran 15 gram juvenil udang akan melakukan molting setiap 15 hari. Proses molting dikontrol oleh dua hormon yaitu molt- inhibiting hormone (MIH) dan gonad inhibiting hormone. MIH dihasilkan oleh kelenjar sinus organ X sementara GIH dihasilkan oleh sel neurosecretory organ X.

Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga berpengaruh terhadap frekuensi molting.

Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan molting pada udang. Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi molting udang antara lain : cahaya, salinitas, dan photoperiod (Bishop dan Herrnkind, 1976). Penyerapan oksigen pada waktu molting kurang efisien sehingga kadang ditemukan kematian karena kekurangan oksigen (hypoxia). Molting dianggap sebagai proses fisiologis yang menyebabkan stres pada udang, sehingga petambak harus hati-hati untuk

(11)

7 memaksa udang melakukan molting. Setelah molting berlangsung, (carapace masih lunak), udang lainnya akan menyerang bahkan memakannya (kanibal). Udang yang baru molting biasanya akan membenamkan diri dalam lumpur di tengah tambak untuk menghindari gangguan dari udang lainnya.

2.4. Spesies Eurihalin

Kemampuan organisme air beradaptasi terhadap perubahan salinitas berbeda-beda.

Berdasarkan kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan, organisme akuatik terbagi menjadi dua golongan, yaitu stenohalin dan eurihalin. Organisme akuatik yang tergabung dalam kelompok stenohalin mempunyai kemampuan terbatas terhadap perubahan salinitas sehingga hanya mampu hidup pada media dengan rentang salinitas yang terbatas, misalnya udang windu (Penaeus monodon). Sementara organisme akuatik yang termasuk golongan eurihalin mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap rentang salinitas yang luas, misalnya udang vaname atau vaname (Penaeus vannamei). Meskipun mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap salinitas yang luas, udang vaname akan tumbuh optimal paada media isoosmotik dimana salinitas media sama dengan tingkat kerja osmotik (TKO) udang. Tingkat kerja osmotik udang vaname pada fase intermolt adalah 861,00 mOSM/l H2O atau setara dengan 29,5 ppt (Supono et al., 2014).

Udang vaname secara luas telah dibudidayakan menggantikan udang windu yang banyak mengalami permasalahan penyakit dan survival rate yang rendah. Udang vaname dapat dibudidayakan dengan densitas yang tinggi meskipun tanpa ganti air. L. vannamei merupakan spesies eurhalin dan dapat dibudidayakan pada salinitas 0-50 ppt, meskipun pertumbuhan terbaik diperoleh pada salinitas 10-25 ppt.

2.5. Makromineral

Makromineral merupakan jenis mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Mineral merupakan komponen dari eksoskeleton, enzim dan kofaktor beberapa protein, serta berperan dalam osmoregulasi dan aktifitas saraf. Tidak seperti hewan darat, krustasea air dapat memanfaatkan larutan mineral dalam air. Kebutuhan kuantitas mineral berbeda diantara individu

(12)

8 spesies dan kondisi lingkungan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh perbedaan karakteristik kandungan konsentras mineral yang terdapat pada air tawar. Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energi untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang isoosmotik, dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al., 2003).

Makromineral penting dalam budidaya udang antara lain: natrium (Na), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan kalium (K) (Boyd, 2015).

Kalium adalah suatu elemen intraseluler yang penting. Ion ini sangat berpengaruh dalam metabolisme ketika pengeluaran energi dibutuhkan dalam rangka menjaga konsentrasi konstan gradien melewati dinding sel. Berbagai jenis bahan yang dibutuhkan sel dibawa melalui transpor aktif natrium (Na+) yang terhubungkan dengan transpor K+ di bagian dalam sel melalui sepasang pompa ion. Sistem ini menggunakan energi dari ATP yang digambarkan sebagai Na+K+ATPase.

Ion kalium (K+) merupakan unsur pokok yang ditemukan sedikit dalam perairan payau dan tawar. Pada krustase aktifitas enzim tergantung konsentrasi K+ yang berperan mempertahankan keadaan konstan dalam hemolim ketika terjadi fluktuasi salinitas lingkungan perairan (Roy et al., 2007).

Kalsium karbonat (CaCO3 ) adalah senyawa yang terdapat dalam batuan kapur dalam jumlah besar. Senyawa ini merupakan mineral paling sederhana yang tidak mengandung silikon dan merupakan sumber pembuatan senyawa kalsium terbesar secara komersial. Endapan halus Kalsium karbonat (CaCO3) yang dibutuhkan industri ini dapat diperoleh secara kimia, sedang secara fisika hanya didapatkan batuan gamping saja. Secara umum, pembuatan Kalsium karbonat (CaCO3) secara kimiadilakukan dengan mengalirkan gas Karbon dioksida (CO2) ke dalam slurri Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan memperhatikan suhu, waktu, kepekatansuspensi, dan kecepatan pengadukan (Risnojatiningsih, 2009)

Magnesium Klorida adalah nama senyawa kimia dengan rumus MgCl2 dan berbagai hidratnya MgCL2 (II20) x. Garam ini adalah halida ionik khas, sangat larut dalam air, larut dalam akohol dan etanol, namun tidak dapat larut dalam aseton dan piramidin, senyawa ini termasuk senyawa ionik. Magnesium klorida terhidrasi dapat diambil dari air asin atau air laut.

(13)

9 Sifat-sifat fisik dari senyawa MgCl2 yaitu memiliki densitas 1,56g/cm3, titik didih 714oC, titik lebur 1412oC, masa molekul 95,211g/mol, Kelarutan dalam air 54,3 g/100ml (20oC).

Natrium adalah nama senyawa kimia dengan rumus Na dan nomor atom 11. Natrium merupakan logam lunak, putih keperakan, dan sangat reaktif. Natrium merupakan logam alkali , berada pada golongan 1 tabel periodik , karena memiliki satu elektron di kulit terluarnya yang mudah.

(14)

10 BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Road Map

Budidaya udang yang berkelanjutan dan menguntungkan Budidaya Udang Vaname

Salinitas rendah di Lampung Timur

Budidaya Udang vaname dengan sistem biofloc pada fase pendederan

Aplikasi Teknologi Biofloc berbasis Mikroorganisme Lokal untuk meningkatkan produksi Udang Vaname (L. vannamei) tahun 2020 International Journal of waste

Resources 2014

AACL BIOFLUX (Q3)

Jurnal Sinta 3

Rekayasa Media Kultur Berbasis

Tingkat Kerja Osmosis untuk Meningkatkan Produksi Udang

Vaname (Litopenaeus vannamei).

Budidaya Udang vaname salinitas rendah pada kolam

beton

Kegiatan penelitian yang diusulkan tahun 2022 International Conference of

Aquaculture Indonesia (ICAI 2017)

Budidaya udang vaname pada salinitas air tawar

Manipulasi Media Kultur untuk Meningkatkan Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) yang Dipelihara pada Media Air Tawar dengan Penambahan Makromineral (2022)

Luaran :

-Artikel Jurnal Scopus Q2/Q3

- Artikel Seminar internasional - artikel Seminar LPPM

Unila AACL BIOFLUX (Q3)

(15)

11 3.2. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-September 2022 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengujuan kandungan mineral dilakukan di Laoratorium terpadu (LTSIT) Unila, analisis kualitas air dilakukan di laboratorium Budidaya perikanan Universitas Lampung.

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan penelitian

No Bahan Kegunaan

1 Udang PL 9 Hewan Uji

2 Air Tawar Media budidaya

3 KCl Sumber mineral kalium

4 MgCl2 Sumber mineral magnesium

5 CaCO3 Sumber mineral kalsium

6 NaCl Sumber mineral natrium

7 Pakan komersil Pakan Hewan uji

Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peralatan penelitian.

No Alat Kegunaan

1 Kontainer Volume 60L (15 unit)

Wadah Pemeliharaan

2 Water quality checker Suhu

3 pH meter Mengukur pH air

4 Blower 100 watt Suplai Oksigen terlarut

5 Selang dan batu aerasi Suplai oksigen terlarut

6 Refraktometer Alat ukur salinitas

(16)

12 3.4. Penelitian I

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Masing–masing media di aplikasikan makromineral pilihan dengan perlakuan sebagai berikut :

Tabel 3. Kandungan mineral berbeda pada 3 perlakuan ; Mineral A(setara 1 ppt)

(mg/L)

B(setara 3 ppt) (mg/L)

C(setara 5 ppt) (mg/L)

Na 304 912 1520

Mg 39 117 195

Ca 11,6 34,8 58

K 11 33 55

3.5.Penelitian II

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang akan digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) perla-kuan dan 4 (empat) kali ulangan.

Perlakuan yang akan diberikan berupa penam-bahan Mg dan Ca dengan rasio berbeda ke dalam media pemeliharaan bervolume 60 L. Pada tiap perlakuan juga ditambahkan Na (sodium) dan K (potasium) de-ngan perbandingan rasio 27:1 atau sesuai dengan standar ketentuan salinitas 5 ppt yaitu Na sebanyak 1.522 mg/L dan K sebanyak 55 mg/L, yang mengacu pada pendapat Boyd (2018). Konsentrasi pemberian Mg dan Ca ke dalam media pemeliharaan mengacu pada pendapat Roy et al. (2010) dan Boyd (2018), dengan sedikit modifikasi pada rasio konsentrasi yang akan diberikan. Rincian perlakuan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

Perlakuan A : Pemberian Mg dan Ca dengan perbandingan 1:1 (65 mg/L : 65 mg/L)

Perlakuan B : Pemberian Mg dan Ca dengan perbandingan 3:1 (195 mg/L : 65 mg/L)

Perlakuan C : Pemberian Mg dan Ca dengan perbandingan 5:1 (325 mg/L : 65 mg/L)

(17)

13 3.6. Penelitian III

Rancangan penelitian yang akan digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 kali pengulangan. Perlakuan yang akan diberikan ialah penambahan mineral Na (sodium) dan K (potasium) dengan rasio yang berbeda ke dalam media pemeliharaan, dengan perbandingan 17:1, 27:1, dan 37:1. Kemudian pada media pemeliharaan juga diberi penambahan mineral Mg (magnesium) dan mineral Ca (kalsium) disetiap perlakuan dengan perbandingan 3:1 atau sesuai dengan standar ketentuan pada salinitas 5 ppt yaitu 196 mg/L : 60 mg/L yang mengacu pada penelitian Boyd (2018). Perlakuan tersebut ialah sebagai berikut:

(1) Perlakuan A: Pemberian mineral Na dan K dengan perbandingan 17:1 (935 mg/L : 55 mg/L).

(2) Perlakuan B: Pemberian mineral Na dan K dengan perbandingan 27:1 (935 mg/L : 34,6 mg/L).

(3) Perlakuan C: Pemberian mineral Na dan K dengan perbandingan 37:1 (935 mg/L : 25,3 mg/L).

3.7. Prosedur Penelitian Persiapan Wadah

Penelitian penambahan mineral pada media air tawar pemeliharaan udang vanname menggunakan wadah kontainer bervolume 60 L sebanyak 12 unit. Masing-masing kontainer diisi air sebanyak 60 L. Air media diatur sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan. Setting aerasi dilakukan pada masing-masing wadah pemeliharaan sebanyak 3-4 batu aerasi per wadah sebagai suplai oksigen pada wadah pemeliharaan.

Pemeliharaan Udang Vaname

Pemeliharaan udang dilakukan dalam wadah kontainer volume 60 liter dengan 60 ekor per wadah pemeliharaan. Pascalarva yang digunakan adalah PL9 . Pemberian pakan menggunakan blind feeding program selama 30 hari pemeliharaan. Aklimatisasi dilakukan pada saat penebaran udang ke dalam kontainer. Frekuensi pemberian pakan diberikan 3 kali sehari (06.00, 12.00, dan 20.00 WIB) menggunakan metode blind feeding dengan parameter Average body weight (ABW) dan Feeding rate (FR) berdasarkan hasil penelitian Supono (2017)

(18)

14 Pengelolaan Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu: suhu, pH, DO. dan amoniak Pengukuran suhu, pH dan DO dilakukan pada setiap unit percobaan dengan frekuensi setiap hari selama penelitian. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah termometer, pH meter dan DO meter. Suhu, salinitas, pH dan DO diukur secara in situ setiap pagi hari. Kandungan amoniak diukur setiap 15 hari selama masa penelitian

3.8. Parameter Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup atau Survival rate (SR) adalah perbandingan jumlah udang yang hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah udang pada awal pemeliharaan, yang dihitung menggunakan rumus Effendi (2003) :

SR = N t x 1 00%

No

Keterangan:

SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah udang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah udang pada awal pemeliharaan (ekor).

Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan selisih berat rata-rata pada akhir pemeliharaan dengan awal pemeliharaan. Perhitungan pertumbuhan berat mutlak dapat dihitung dengan rumus (Effendi, 2003) :

Wm=Wt-Wo Keterangan :

Wm : Perumbuhan berat mutlak (g) Wt : Berat rata-rata akhir (g) Wo : Berat rata-rata awal (g) .

Specific Growth Rate

(19)

15 Specific growth rate (SGR) adalah presentase pertambahan udang setiap hari selama penelitian. Laju pertumbuhan harian udang dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman, 1987) sebagai berikut :

SGR =(LnWt-LnWo) x 100%

t Keterangan:

SGR = Laju Pertumbuhan Harian %

Wt = Berat tubuh rata-rata pada akhir pemeliharaan (g) Wo = Berat tubuh rata-rata pada awal pemeliharaan (g) n = Lama waktu pemeliharaan

Feed Conversion Ratio

Feed Conversion Ratio (FCR) merupakan jumlah pakan yang diberikan untuk menghasilkan

1 kg daging. Menurut Effendi (2003) FCR dapat dihitung menggunakan rumus:

FCR = F Wt-Wo Keterangan:

FCR :Feed Conversion Ratio

F : Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan (Kg) Wt :Biomassa akhir (Kg)

Wo :Biomassa awal (Kg)

Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati adalah oksigen terlarut, Suhu, pH dan amoniak.

Pengecekan suhu, pH, dan oksigen terlarut dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 WIB.

Pengecekan amoniak dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, hari ke-28, hari ke-35, dan hari ke-40

3.9. Analisis Data

Data kualitas air (DO, suhu, pH) dianalisis secara deskriptif, pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, dan konversi pakan dianalisis secara statistik mengunakan analisis sidik

(20)

16 ragam (Anova) dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan menggunakan aplikasi SPSS.

3.10. Rincian tugas Pelaksana penelitian

No Tim Peneliti Tugas

1 Supono (Ketua) Mengkoordinir kegiatan penelitian Budiaya udang vaname

Analsis data

Membuat laporan kegiatan

2 Munti Sarida (anggota 1) Analisis mineral

Pembahas komposisi mineral Membuat laporan

3 Agus Setyawan (anggota 2) Persiapan peralatan dan bahan penelitian Analisis performa udang

Membantu dalam proses budidaya udang Analisis kualitas air (fisika, kimia, dan biologi) 4 Putri Rahma Sari Persiapan peralatan dan bahan penelitian

bertanggung jawab pada penelitian I

5 Meilin Chairani Abmar Persiapan peralatan dan bahan penelitian bertanggung jawab pada penelitian II 6 Lietha Nurdianti Persiapan peralatan dan bahan penelitian

bertanggung jawab pada penelitian III

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 4.1. Anggaran Biaya

Secara terperinci, anggaran biaya terlampir dalam Lampiran 1. Adapun ringkasan anggaran yang diajukan tercantum dalam Tabel 4.1. berikut

Tabel 4.1. Ringkasan anggaran penelitian

(21)

17

No Komponen Biaya Biaya (Rupiah) Persentase

(%)

1 Alat dan bahan 17.600.000 35,2

2 Travel expenditure 7.800.000 15,6

3 Sewa Peralatan 4.600.000 9,2

4 ATK/BHP 1.200.000 2,4

5 Laporan/diseminasi/publikasi 18.800.000 37,6

Jumlah 50.000.000 100

4.2. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6

1 Persiapan alat dan bahan

2 Pengujian kandungan mineral sumber air 3 Pemeliharaan udang

4 Uji kualitas ai

5 Pengambilan data: GR, SR,FCR, mineral udang 6 Analisis data, laporan, dan Publikasi (draft)

REFERENSI

Avnimelech, Y. 2015. Biofloc Technology – A Practical Guide Book. Second edition. The World Aquaculture Society, Baton Rounge, Louisiana, United State, 182 hal.

Boyd C.E. 2015. Calcium and magnesium use in aquaculture. . Global Aquaculture Advocate.

September.

Boyd C.E. 2018. Revisiting ionic imbalance in low-salinity shrimp aquaculture. Global Aquaculture Advocate. Maret

Dayna, P., Raval,I.H., Joshi,N., Patel,N.P.,Haldar, S.,andMody,K.H.(2015). Influenceof low salinity stress on virulence and biofilm formation potential in Vibrio

(22)

18 alginolyticus, isolated from the Gulf of Khambhat, Gujarat India. Aquatic Living Resources, 28: 99–109

Holthuis, L.B. 1980. FAO Species Catalogue Vol. 1. Shrimp and Prawn of the world. An annotated catalogue of spesies of interest to fisheries. FAO Fish. Synop. 125 Vol. 1 : 271 hal.

Huynh TG, Cheng AC, Chi CC, Chiu KH, Liu CH. A synbiotic improves the immunity of white shrimp, Litopenaeus vannamei: Metabolomic analysis reveal compelling evidence. Fish Shellfish Immunol. 2018 Aug;79:284-293. doi: 10.1016/j.fsi.2018.05.031. Epub 2018 May 18. PMID: 29778843.

Imsland, A.K., S. Gunnarsson, A. Foss, S.O. Stefansson. 2003. Gill Na+, K+- ATPase activity, plasma chloride and osmolality in juvenile turbot (Scophthalmus maximus) reared at different temperatures and salinities. Jurnal Aquaculture 218:671-683.

KKP. 2020. Laporan Tahunan 2020

Putri A.K., S. Anggoro, Djuwito. 2015. Tingkat Kerja Osmotik Dan Perkembangan Biomassa Benih Bawal Bintang (Trachinotus Blochii) Yang Dikultivasi Pada Media Dengan Salinitas Berbeda." Jurnal Management of Aquatic Resources, vol. 4, no. 1, 2015, pp.

159-168.

Rahmawati S.I, Saputra R.N, Hidayatullah A., Dwiarto A., Junaedi H., Cahyadi D., i Saputra H.K.H., Prabowo W.T., Kartamiharja U.K.A., Shafira H., Noviyanto A., Rochman N.T.2020. Enhancement of Penaeus vannamei shrimp growth using nanobubble in

indoor raceway pond. Aquaculture and Fisheries.

https://doi.org/10.1016/j.aaf.2020.03.005

Ranjan A., Boyd C.E. 2018.. Appraising pond liners for shrimp culture. Global Aquaculture Advocate. May.

Romano N. 2017. Aquamimicry: A revolutionary concept for shrimp farming Global Aquaculture Advocate. Maret

Roy L. A., Davis D. A., Saoud I. P., Henry R. P., 2007 Supplementation of potassium, magnesium and sodium chloride in practical diets for the Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei, reared in low salinity waters. Aquaculture Nutrition 13(2):104- 113.

Roy L. A., Davis D. A., Saoud I. P., Boyd C. A., Pine H. J., Boyd C. E., 2010 Shrimp culture in inland low salinity waters. Reviews in Aquaculture 2(4):191-208.

Suantika G, Situmorang ML, Nurfathurahmi A, Taufik I, Aditiawati P. 2018. Application of Indoor Recirculation Aquaculture System for White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Growout Super-Intensive Culture at Low Salinity Condition.J Aquac Res Development 9:

530. doi: 10.4172/2155-9546.1000530

Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, dan Y.S. Darmanto. 2014. White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Culture Using Heterotrophic aquaculture System on Nursery Phase.

International Journal of waste Resources 4 (2) :1000142

Supono. 2021. Current status of technical and economic analysis of inland shrimp culture in Lampung Province, Indonesia. AACL Bioflux, 14 (1): 218-226

Wyban, J.A, and J.N. Sweeney. 1991. Intensive shrimp production technology. The Ocean Institute Honolulu, Hawai. 158 hal.

Wyban, J.A. 2007. Domestication of Pacific White Shrimp Revolutionizes Aquaculture. Global Aquaculture AdvocateJuly/August : 42-44.

(23)

19 Rincian_Biaya

1. Pengadaan alat dan bahan Material Jastifikasi

Pemakaian

Kuantitas Harga satuan (Rp)

Harga (Rp)

Kontainer Plastik 70 l

Budidaya udang 45 unit 150.000 6.750.000

Blower 100 watt Aerasi budidaya udang

3 Unit 1.500.000 4.500.000

Perlengkapan aerasi (slang, batu aerasi, dll)

Aerasi budidaya udang

1 paket 1.000.000 1.000.000

Benih udang PL 10

Uji

biologi/budidaya

10.000 ekor 50 500.000

Air laut Uji

biologi/budidaya

10.000 l 200 2.000.000

Pakan udang Uji

biologi/budidaya

50 kg 15.000 750.000

Uji ammonia Uji kualitas air 10 sampel 40.000 400.000

Uji TVC Uji kualitas air 10 sample 40.000 400.000

Uji Alkalinitas Uji kualitas air 10 sample 75.000 750.000

Kaporit Sterilisasi air 50 kg 20.000 1.000.000

Media TSA Kultur bakteri 1 botol 1.500.000 1.500.000

Media TSB Kultur bakteri 1 botol 1.500.000 1.500.000

Makromineral Manipulasi media kultur

1 paket 500.000 500.000

Uji kandungan mineral

Uji mineral air 12 uji 100.000 1.200.000

Uji mineral udang

Pengujian kandungan mineral udang

16 uji 100.000 1.600.000

(24)

20

Subtotal 17.600.000

2. Travel Expenditure

Material Jastifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga satuan (Rp)

Harga (Rp)

Sewa mobil (paket lengkap)

Pengambilan benih udang

1 hari 800.000 800.000

Sewa mobil Pengambilan air 2 hari 800.000 1.600.000

Sewa mobil Pengambilan sampel udang tambak

1 hari 800.000 800.000

Akomodasi Makan siang, snack

4x3 = 12 orang 50.000 600.000

Transportasi seminar Publikasi

2 0rang PP 2.000.000 4.000.000

Subtotal 7.800.000

3. Sewa Peralatan

Sewa jenset Cadangan listrik untuk aerator

4 bulan 500.000 2.000.000

Sewa DO meter Mengukur oksigen terlarut

4 bulan 100.000 400.000

Sewa pH meter Mengukur pH air 4 bulan 50.000 200.000 Sewa peralatan

Lab budidaya perairan Unila

Uji lab dan tempat

4 bulan 500.000 2.000.000

Subtotal 4.600.000

4. ATK dan BHP

Material Jastifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga satuan (Rp)

Harga (Rp)

kertas A4 Proposal dan laporan

4 rim 50,000 200.000

(25)

21

tinta Proposal dan

laporan

1 paket 270.000 270.000

materai 3000 administrasi keuangan

10 buah 3.000 30.000

materai 10.000 administrasi keuangan

20 buah 10.000 200.000

Cartridge Pembuatan laporan

2 buah 250.000 500.000

Subtotal 1.200.000

5. Laporan/Diseminasi/Publikasi Material Jastifikasi

Pemakaian

Kuantitas Harga satuan (Rp)

Harga (Rp)

Penjilidan laporan

laporan 10 eks 50.000 500.000

Proofreading Publiukasi 2 paket 850.000 1.700.000

jurnal

internasional

publikasi 1 buah 10.000.000 10.000.000

Seminar internasional

publikasi seminar

1 kali 2.000.000 2.000.000

Poster Publikasi 2 eks 300.000 600.000

Video kegiatan

Publikasi 1 paket 500.000 500.000

Penerbitan buku Publikasi 1 paket 4.000.000 4.000.000

Subtotal 18.800.000

TOTAL ANGGARAN YANG DIPERLUKAN (Rp) 50.000.000

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk obesitas dengan kejadian preeklampsia, berbeda dengan teori yang diungkapkan bahwa kegemukan (obesitas) disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian gabungan (mix metode), yang dibagi dalam beberapa tahapan kegiatan, pertama, identifikasi

Berdasarkan analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan maka didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan yang diberi diet prodislipidemia

Hasil analisis koefisien jalur menunjukkan pengaruh Service Marketing Mix terhadap Keputusan Pembelian dengan koefisien beta sebesar 0,595 yang menjelaskan bahwa

Salah satu asas penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut

Untuk mengetahui selera pelanggan yang bersangkutan dapat dilihat dari transaksi transaksi sehari-hari yang dilakukan pelanggan, selain itu jika website

Kota Bambu Utara III RW 03 Pool Gerobak Sudin.. Utara

1) Humas berperan dalam Pencitraan Universitas Sam Ratulangi Manado dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Humas dengan informasinya mampu memberi pengetahuan