• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Hasil Pemeriksaan Skin Prick Test

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Profil Hasil Pemeriksaan Skin Prick Test"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Profil Hasil Pemeriksaan Skin Prick Test Positif dengan Manifestasi Klinisnya di Poliklinik Khusus Alergi Imunologi THT-KL

RSUD dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari 2020 – Februari 2021

dr. Agustinus Betha Devito*, dr. Meyrna Heryaning Putri, Sp.T.H.T.K.L**

*PPDS Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher

**Staf SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Abstrak

Latar Belakang: Skin prick test merupakan tes standar yang digunakan dalam menegakkan diagnosis alergi. Skin prick test memberikan informasi keberadaan immunoglobulin E (IgE) spesifik terhadap protein dan peptida antigen atau yang dikenal dengan alergen. Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh immunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berkaitan dengan sel mast. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui profil hasil pemeriksaan skin prick test positif dan manifestasi klinisnya pada pasien yang berobat di poliklinik khusus alergi imunologi THT-KL Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang selama periode Januari 2020 – Februari 2021. Hasil : Dari 72 pasien yang memiliki hasil skin prick test positif didapatkan distribusi terbanyak memiliki rentang umur 26-45 tahun yaitu dengan presentasi sebesar 44,5%, sedangkan distribusi jenis kelamin laki-laki adalah yang terbanyak dengan presentasi 75%. Tenaga kesehatan merupakan pekerjaan terbanyak yang melakukan tes alergi dengan skin prick test positif yaitu sebanyak 22,2%. Pada penelitian ini didapatkan hasil skin prick test positif terbanyak adalah alergen inhalan dengan presentase sebanyak 45,8%.

Distribusi diagnosa alergi terbanyak berdasarkan kriteria ARIA adalah RAIR dengan 36,1%.

Berdasarkan distribusi penyakit penyerta yang berkaitan dengan rinitis alergi terbanyak yaitu rinosinusitis 30,5% Kesimpulan : Pada penelitian skin prick test dengan hasil positif dari beberapa variable yang diteliti didapatkan hasil terbanyak dari distribusi umur yaitu usia 26-45 tahun, distribusi jenis kelamin adalah laki-laki, distribusi pekerjaan adalah tenaga kesehatan, distribusi berdasarkan jenis alergen yaitu alergen inhalan, distribusi rinitis alergi berdasarkan kriteria ARIA adalah RAIR dan distribusi berdasarkan rinitis alergi dengan penyakit penyerta terbanyak adalah rinosinusitis.

Kata Kunci : Skin prick test, immunoglobulin E, alergen, rinitis alergi, penyakit penyerta

ABSTRACT

Background: Skin prick test is standard test used in diagnosing allergy. Skin prick test provides information on the presence of specific IgE to protein and peptide antigens, known as allergens. Allergy is a hypersensitivity reaction that is initiated by an immunological mechanism which is the result of induction of specific immunoglobulin E (IgE) associated with mast cells. Methods: This study is a descriptive study to determine the profile of the positive skin prick test results and their clinical manifestations in patients seeking treatment at a polyclinic immunological allergy otorhinolaryngology head and neck surgery departement of Saiful Anwar General Hospital Malang from January 2020 until February 2021 Result: There were 72 patients with positive skin prick tests, the most distribution was 26-45 years old, with a presentation of 44.5%, while distribution of male sex was the most with a presentation of 75%. Health workers are the largest occupation who perform allergy tests with a positive skin prick test of 22.2%. In this study, the most positive skin prick test results were inhaled allergens with a percentage of 45.8%. The most distribution of allergy diagnoses based on ARIA criteria was RAIR with 36.1%. Based on the distribution of comorbidities associated with allergic rhinitis, the

(2)

most common types of comorbidities were rhinosinusitis 30.5%, Conclusion: In the study skin prick test with a positive result of several variables studied showed that most of the distribution of the age of 26- 45 years of age, gender distribution is male, the distribution of jobs are health care workers, the distribution based on the type of allergen that inhalant allergens, distribution rhinitis allergy based on ARIA criteria is RAIR and distribution based on the most comorbidities is rhinosinusitis.

Keyword: Skin prick test, immunoglobulin E, allergens, allergic rhinitis, comorbidities

PENDAHULUAN

Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.

Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh immunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berkaitan dengan sel mast.1 Reaksi alergi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan yang disebut alergen. Obat, makanan, enzim, hormon, bisa ular, semut, udara (kotoran tungau dari debu rumah), sengatan lebah serta produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat merangsang mediator alergi sehingga timbul manifestasi alergi.2

Rinitis alergi merupakan penyakit terkait IgE yang paling sering. Pasien dengan penyakit rinosinusitis, asma, hipertrofi adenoid, disfungsi tuba eustachius dan otitis media dapat timbul oleh karena adanya faktor resiko rinitis alergi.3

Prevalensi penyakit alergi terus meningkat secara dramatis di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, terlebih selama dua dekade terakhir. Diperkirakan lebih dari 20% populasi di seluruh dunia mengalami manifestasi alergi seperti asma, rinitis alergi (RA), rinokonjungtivitis, dermatitis atopi dan anafilaksis. WHO memperkirakan alergi terjadi pada 5-15% populasi anak di seluruh dunia.

Studi yang dilakukan oleh International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) pada tahun 2002-2003 dilaporkan bahwa prevalensi asma bronkial, rinitis alergi (RA) dan dermatitis atopik cenderung meningkat di sebagian besar lembaga dibandingkan data 5 tahun sebelumnya.4

Pemeriksaan in vivo seperti skin prick test (SPT) dan immunoglobulin E (IgE) spesifik adalah pemeriksaan lini pertama untuk menilai sensitisasi IgE. Skin prick test adalah tes diagnostik in vivo terhadap alergen hirup dan makanan, untuk mendeteksi antigen yang terlibat dalam reaksi hipersensitifitas tipe-I yang dimediasi IgE.5 SPT adalah pemeriksaan yang mudah, relatif aman dan nyaman bagi pasien, serta terjangkau biayanya dibandingkan tes alergi untuk mendeteksi IgE lainnya seperti tes tusuk intradermal, tes provokasi-eliminasi dan Radioallergosorbent Test (RAST). SPT mempunyai sensitifitas sekitar 69-82% dan spesifisitas 44-52%. Tujuan pemeriksaan SPT adalah untuk mendeteksi adanya IgE spesifik terhadap alergen tertentu (alergen hirup dan makanan). SPT memberikan informasi keberadaan IgE spesifik terhadap protein dan peptida antigen atau yang dikenal dengan alergen. Hasil SPT yang positif kemudian dikonfirmasi relevansi klinisnya dari riwayat pasien.6

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil SPT adalah prosedur tes, lokasi yang dites, penyakit yang menyertai, kelayakan ekstrak alergen, obat-obatan sepeti antihistamin, kortikosteroid dan faktor usia.6

Identifikasi jenis alergen penyebab alergi sangat penting untuk memberikan edukasi kepada pasien mengenai jenis alergen yang sebaiknya dihindari. Informasi mengenai alergen penyebab sangat menunjang keberhasilan terapi alergi sehingga peneliti ingin mengetahui gambaran skin prick test pada pasien yang berobat di poliklinik khusus alergi imunologi THT-KL RS dr. Saiful Anwar Malang.

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui profil hasil pemeriksaan skin prick test positif dan manifestasi klinisnya pada pasien yang berobat di poliklinik khusus alergi imunologi THT-KL Rumah Sakit Umum dr.

Saiful Anwar Malang selama periode Januari 2020 – Februari 2021. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan semua catatan medis (status) penderita yang berkunjung ke poliklinik khusus alergi imunologi THT-KL RSUD dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2020 – Februari 2021 kemudian dipilih hanya mereka yang menjalani skin prick test dengan hasil positif.

Variabel yang akan diteliti adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, alergen pencetus

sama atau lebih besar dibandingkan dengan kontrol histamin. Histamin biasanya menimbulkan bentol sedikitnya berdiameter 3mm.6

HASIL PENELITIAN

Dari 96 pasien yang dilakukan skin prick test di poliklinik khusus alergi imunologi THT- KL RSUD dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2020 – Februari 2021 terdapat 72 pasien dengan hasil skin prick test positif dan 24 pasien dengan hasil skin prick test negatif. Hasil penelitian dengan skin prick test postif didapatkan usia terendah 8 tahun dan tertinggi 62 tahun.

Table distribusi variable dengan hasil pemeriksaan skin prick test positif

alergi, rinitis alergi berdasarkan kriteria Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma

(ARIA) dengan hasil skin prick test positif, hubungan rinitis alergi dengan penyakit penyerta.

Prosedur skin prick test dilakukan dengan cara pertama dilakukan desinfeksi dengan alkohol pada area volar dan tandai area yang akan ditetesi dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen diteteskan satu tetes larutan alergen (histamin / kontrol positif) dan larutan kontrol (buffer / kontrol negatif) menggunakan blood lancet. Kemudian jarum ditusukkan dengan sudut kemiringan 45o menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai indurasi. Posisi untuk tusukan kulit harus ditandai dengan angka pada kulit untuk mengidentifikasi alergen. Tes tusukan kulit harus setidaknya 2 cm untuk menghindari reaksi yang tumpang tindih dan hasil positif palsu.6

Reaksi histamin dibaca selama 10-15 menit dan reaksi alergen dibaca selama 15-20 menit.

Definisi uji positif adalah reaksi positif yang tampak sebagai indurasi yang menimbulkan eritema di sekelilingnya digambarkan sebagai

indurasi yang berukuran

Variabel (N = 72)

Hasil Skin Prick Test positif

n (%)

(4)

Interval Umur

0-11 tahun 10 (13,8%)

12-25 tahun 24 (33,4%)

26-45 tahun 32 (44,5%)

>46 tahun 6 (8,3%)

Jenis Kelamin

Laki – laki 54 (75%)

Perempuan 18 (25%)

Jenis Pekerjaan

Tenaga Kesehatan 16 (22,2%)

Petani 2 (2,8%)

Buruh 4 (5,5%)

Ibu rumah tangga 14 (19,4%)

Pelajar/mahasiswa 12 (16,7%)

Karyawan swasta 8 (11,2%)

Tidak ada pekerjaan 1 (1,4%) Tidak tercatat di rekam medis 15 (20,8%)

Jenis Alergen

Alergen inhalan 33 (45,8%)

Alergen ingestan 8 (11,1%)

Alergen inhalan dan ingestan 31 (43,1%)

Rinitis alergi berdasarkan kriteria ARIA

RAIR 26 (36,1%)

RAISB 6 (8,4%)

RAPR 17 (23.6%)

RAPSB 22 (30,5%)

Tanpa gejala RA 1 (1,4%)

(5)

Rinitis alergi dengan penyakit penyerta

Rinosinusitis 22 (30,5%)

Hipertrofi adenoid 13 18,1%)

Disfungsi tuba eustachius

dengan atau tanpa otitis media 14 (19,4%)

Asma 4 (5,6%)

Rinitis alergi tanpa penyakit penyerta 18 (25%) Manifestasi THT tanpa rinitis alergi 1 (1,4%)

Berdasarkan table distribusi variable diatas, pasien yang melakukan skin prick test dengan hasil positif sebanyak 10 orang (13,8%) memiliki umur dalam rentang 0-11 tahun.

Sebanyak 24 orang (33,4%) memiliki umur dalam rentang 12-25 tahun, umur 26-45 tahun sebanyak 32 orang (44,5%) dan 6 orang (8,3%) dalam rentang lebih dari 46 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pasien yang melakukan tes skin prick test dengan hasil positif di poliklinik khusus alergi imunologi THT-KL RSUD dr.

Saiful Anwar Malang periode Januari 2020 – Februari 2021 terbanyak memiliki rentang umur 26-45 tahun.

Sementara berdasarkan jenis kelamin terdapat sebanyak 54 (75%) pasien yang berjenis kelamin laki-laki dan 18 (25%) pasien yang berjenis kelamin perempuan dengan hasil skin prick test positif.

Pekerjaan pasien terbanyak yang melakukan skin prick test adalah tenaga kesehatan sebanyak 16 orang (22,2%), kemudian selanjutnya ibu rumah tangga 14 orang (19,4%), pelajar/mahasiswa 12 orang (16,7%), karyawan swasta 8 orang (11,2%), buruh 4 orang (5,5%) dan petani 2 orang (2,8%). Sementara terdapat 15 penderita (20,8%) tidak jelas pekerjaannya dikarenakan tidak ada keterangan yang jelas mengenai pekerjaan pasien pada status atau rekam medis pasien.

Pada penelitian berdasarkan jenis alergen, didapatkan tiga kelompok yaitu campuran alergen inhalan dan ingestan sebanyak 31 orang (43,1%), alergen inhalan sebanyak 33 orang (45,8%) dan alergen ingestan sebanyak 8 orang (11,1%). Sehingga pasien yang melakukan tes alergi pada poliklinik khusus alergi imunologi THT-KL RSUD dr. Saiful Anwar Malang

periode Januari 2020 – Februari 2021 terbanyak terpapar dengan alergen inhalan.

Distribusi diagnosa alergi terbanyak berdasarkan kriteria Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma (ARIA) adalah Rinitis Alergi Intermiten Ringan (RAIR) 26 pasien (36,1%), kemudian diikuti Rinitis Alergi Persisten Sedang Berat (RAPSB) 22 pasien (30,5%), Rinitis Alergi Persisten Ringan (RAPR) 17 pasien (23,6%) dan Rinitis Alergi Intermiten Sedang Berat (RAISB) 6 pasien (8,4%).

Sementara sebanyak 1 pasien (1,4%) dilakukan skin prick test dengan hasil positif tanpa ada gejala rinitis alergi

Berdasarkan distribusi penyakit penyerta yang berkaitan dengan rinitis alergi jenis penyakit penyerta terbanyak yaitu rinosinusitis 22 penderita (30,5%), disfungsi tuba eustachius dengan atau tanpa otitis media 14 penderita (19,4%), hipertrofi adenoid 13 penderita (18,1%) dan asma 4 penderita (5,6%).

Sementara terdapat penderita rinitis alergi tanpa penyakit penyerta 18 penderita (25%) dan terdapat 1 penderita (1,4%) dengan manifestasi THT pada pasien dengan skin prick test positif namun tanpa rinitis alergi.

DISKUSI

Pada pasien yang melakukan skin prick test dengan hasil positif terlihat bahwa jumlah pasien terbanyak diperoleh pada rentang umur 26-45 tahun (44,5%) diikuti dengan terbanyak kedua yaitu umur 12-25 tahun (33,4%), selanjutnya terbanyak ketiga umur 0-11 tahun (13,8%) dan usia dengan presentasi terkecil dari hasil skin prick test positif adalah >46 tahun (8,3%). Secara umum, gejala alergi dan reaktifitas tes kulit paling jelas terlihat pada kelompok usia remaja hingga dewasa muda.

Hal ini dikaitkan karena pada kelompok usia ini mengalami paparan alergi yang lebih tinggi.

Alergi juga lebih jarang ditemui pada usia di bawah 5 tahun terkait dengan paparan alergen pada kelompok usia ini lebih minimal.4 Penurunan reaktifitas juga dapat ditemukan seiring meningkatnya usia. Komponen penting dari sistem imun salah satunya adalah timus yang mengalami involusi dimulai saat usia

(6)

remaja dengan rerata 1% per tahunnya.

Penurunan masa timus ini menyebabkan berkurangnya sel T naif yang menyebabkan terganggunya imunitas yang diperantarai oleh sel T naif yang salah satunya adalah aktivasi sel B sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah IgE total dan degranulasi eosinophil sebagai respon terhadap sitokin menurun serta dikatakan adanya paparan alergen terus menerus dapat memicu toleransi.1

Berdasarkan literatur, alergi mulai timbul pada anak dengan puncak prevalensi pada usia dekade ke 2 dan 3.7 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan, yaitu dengan prevalensi terbanyak terutama pada kelompok umur remaja hingga dewasa muda.

Pada distribusi jenis kelamin memperlihatkan pasien yang melakukan skin prick test dengan hasil positif berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasien yang berjenis kelamin perempuan. Terdapat perbedaan prevalensi jenis kelamin yang masih belum dapat dijelaskan, sebagai contoh alergi lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki dimulai dari anak-anak hingga remaja dan menurun seiring dengan pertambahan usia serta menjadi lebih banyak mengenai perempuan.4 Perbandingan antara anak laki-laki dengan anak perempuan yang memiliki penyakit alergi sebanyak kurang lebih 1,8:1.7

Berdasarkan distribusi hasil skin prick test positif menurut pekerjaan pasien. Didapatkan hasil skin prick test positif banyak didapatkan pada tenaga kesehatan, diikuti ibu rumah tangga, pelajar/mahasiswa dan karyawan swasta. Sementara untuk petani dan buruh memiliki presentasi yang kecil. Kecilnya angka presentasi pada petani dan buruh dapat disebabkan oleh karena sedikitnya sample penelitian pada kedua subjek penelitian ini.

Faktor pekerjaan dapat pula dihubungkan dengan tingkat pendidikan pasien, dimana makin tinggi tingkat pendidikan pasien, maka umumnya makin luas pengetahuan yang dimiliki sehingga kesadaran dalam memelihara dan melakukan upaya-upaya kesehatan juga semakin baik. Hal ini menandakan bahawa

kesadaran untuk melakukan tes alergi mungkin ada hubungannya dengan tingkat pendidikan penderita.

Adanya hubungan yang erat antara kejadian alergi dengan status ekonomi yang cukup. Keadaan lingkungan tempat tinggal, kualitas kebersihan rumah yang buruk juga dapat mempengaruhi munculnya masalah alergi. Sebagai contoh mereka yang menetap didalam ruangan dalam waktu tertentu dengan kualitas kebersihan dan ventilasi udara yang kurang dapat mengakibatkan paparan terhadap debu, kecoa dan kutu meningkat sehingga dapat memberi efek peningkatan insiden penyakit alergi.8

Distribusi hubungan jenis alergen pencetus alergi dengan hasil skin prick test positif didapatkan alergen inhalan merupakan pencetus alergi terbanyak diikuti berikutnya adalah gabungan alergen inhalan dan ingestan.

Sementara, dengan presentasi terkecil yaitu alergen ingestan. Menurut literatur, alergen inhalan merupakan alergen yang paling sering menyebabkan rinitis alergi. Alergen makanan atau ingestan jarang menjadi penyebab utama rinitis alergi. Pasien dengan rinitis alergi yang memiliki sensitifitas terhadap alergen ingestan dikaitkan dengan adanya reaksi silang antara alergen inhalan dengan alergen ingestan seperti misalnya reaksi silang antara debu rumah dan udang.9

Alergen inhalan terbanyak yang memberikan hasil tes positif berturut-turut yaitu tungau debu rumah, debu rumah dan kecoa.

Alergen inhalan dapat memicu reaksi hipersensitifitas dalam berbagai tingkatan pada tubuh penderita alergi sehingga merupakan jenis alergen yang paling banyak dapat memicu timbul dan kambuhnya penyakit alergi pada penderita.9

Distribusi hubungan skin prick test dengan rinitis alergi berdasarkan kriteria ARIA. Hasil presentase terbanyak dengan skin prick test positif yaitu rinitis alergi intermiten ringan dan presentase paling kecil yaitu rinitis alergi intermiten sedang berat. Hasil penelitian ini cukup berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh DS Utama di bagian Alergi

(7)

Imunologi THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang yang menunjukan manifestasi rinitis alergi terbanyak adalah rinitis alergi persisten sedang berat. Banyaknya jumlah alergen yang sensitif dimiliki oleh penderita alergi dapat mempengaruhi angka kekambuhan dan berat gejala yang dialami pasien, disebabkan semakin banyak mediator-mediator yang dilepaskan ketika terpapat oleh alergennya.10 Presentase yang tinggi pada kasus rinitis alergi intermitten ringan menunjukkan bahwa meskipun rinitis alergi persisten berat sangat mengganggu pasien secara klinis, namun ternyata rinitis alergi intermiten ringan tetap menimbulkan keluhan karena pasien yang berobat ke rumah sakit ingin mengetahui penyebab keluhannya dan memperoleh solusinya.

Distribusi hubungan rinitis alergi dengan penyakit penyerta pada pasien dengan skin prick test positif didapatkan paling banyak hubungan rinitis alergi dengan rinosinusitis dengan presentase sebesar (30,5%). Hal ini dapat terjadi karena terjadinya inflamasi mukosa hidung yang disebabkan oleh mekanisme yang dimediasi IgE pada rinitis alergi dapat menyumbat osteum sinus sehingga menyebabkan gangguan ventilasi bahkan sumbatan ostium tersebut dapat menimbulkan retensi mukus dan infeksi sekunder oleh bakteri sehingga menyebabkan berkembangnya infeksi sinus akut maupun kronik.11

Penelitian mengenai rinosinusitis membuktikan bahwa atopi sebagai faktor predisposisi terhadap terjadinya rinosinusitis.

Benninger melaporkan bahwa 54% pasien dengan rinosinusitis memiliki hasil skin prick test yang positif. Prevalensi pasien dengan rinosinusitis yang akan menjalani operasi sinus dan memiliki hasil skin prick test yang positif dilaporkan mencapai 50% hingga 84% dengan mayoritas (60%) memiliki sensitifitas terhadap multipel antigen.1

Sementara, presentase hubungan rinitis alergi dengan hipertrofi adenoid pada pasien dengan hasil skin prick test positif yaitu sebesar 18,1%. Penelitian terhadap 600 anak-anak menunjukkan adanya hipertrofi adenoid pada pasien dengan rhinitis alergi diduga akibat

inflamasi kronik akibat alergi di saluran nafas atas yang dapat menyebabkan hipertrofi organ limfoid sehingga dapat terjadi penonjolan jaringan adenoid dan tonsil.7

Presentasi hubungan disfungsi tuba eustachius dengan atau tanpa otitis media dengan skin prick test positif yaitu sebesar 19,4%. Tuba esutachius dilapisi oleh epitel respiratorik sehingga terlibat dalam proses inflamasi akibat respon terhadap alergen.

Obstruksi mekanik tuba eustachius dapat disebabkan oleh faktor intrinsik seperti inflamasi dan alergi atau faktor ekstrinsik seperti tumor di nasofaring atau adenoid. Rinitis alergi merupakan faktor resiko yang signifikan terjadi dalam otitis media kronik atau otitis media rekuren. Penyebab terjadinya otitis media adalah karena tersumbatnya tuba eustachius.1

Presentasi hubungan asma dengan rinitis alergi pada pasien dengan skin prick test positif yaitu sebesar 5,6%. Prevalensi terjadinya asma meningkat pada pasien yang menderita rinitis alergi. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 20-40% pasien rinitis alergi menderita asma bronkial. Sebaliknya 30-90% pasien asma bronkial memiliki gejala rinitis alergi sebelumnya.8 Aspek dasar yang dibutuhkan untuk menghasilkan respon inflamasi yang dimediasi IgE di paru sama pada pasien alergi dengan atau tanpa asma. Akan tetapi faktor yang bertanggung jawab untuk menentukan mengapa lebih banyak menderita rinitis saja dibanding rinitis dengan asma masih belum diketahui secara pasti. Bahkan bagi anak yang didiagnosa menderita rinitis alergi dalam tahun pertama kehidupannya, kemungkinan menderita asma dua kali lebih besar daripada anak yang didiagnosa menderita rinitis alergi dalam tahun- tahun belakangan.12

KESIMPULAN

Dari penelitian ini disimpulkan, hasil pemeriksaan skin prick test positif terbanyak dari distribusi umur yaitu usia 26-45 tahun, distribusi jenis kelamin adalah laki-laki, distribusi pekerjaan adalah tenaga kesehatan, distribusi berdasarkan jenis alergen yaitu

(8)

alergen inhalan, distribusi rinitis alergi berdasarkan kriteria ARIA adalah RAIR dan distribusi berdasarkan rhinitis alergi dengan penyakit penyerta terbanyak adalah rinosinusitis.

SARAN

Meningkatkan sosialisasi terhadap pasien untuk melakukan pemeriksaan skin prick test dengan tujuan untuk mengidentifikasi jenis alergen penyebab alergi yang sebaiknya dihindari dan menentukan prognosis pasien

Melengkapi status rekam medis pasien untuk melihat karakteristik pemeriksaan skin prick test lebih detail agar lebih memahami hubungan dari berbagai variabel seperti pekerjaan dan pendidikan

Dapat dijadikan literatur untuk penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar

DAFTAR PUSTAKA

1. Wise SK, Lin SY, Toskala E, Orlandi RR, et al. International consensus statement on allergy and rhinology: allergic rhinitis.

InInternational forum of allergy &

rhinology 2018 Feb (Vol. 8, No. 2, pp. 108- 352).

2. Chabaan R, Naclerio RM. Immunology and Allergy. In: Bayle BJ Johnson JT. editors.

Head and Neck Surgery

Otolaryngology.5th ed. Philadelphia:

Lippincott Company, 2014. p.379-406 3. Bousquet J, Schünemann HJ, Togias A,

Bachert C, Erhola M, et al. Next-generation Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA) guidelines for allergic rhinitis based on Grading of Recommendations Assessment, Development and Evaluation (GRADE) and real-world evidence. Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2020 Jan 1;145(1):70-80..

4. Mahmoudi M. Prevalence of Allergic Diseases in Children, Adults, and Elderly.

InAllergy and Asthma 2016 (pp. 29-34).

Springer, Cham

5. Skin Prick Test Guide for Diagnosis of Allergic Disease. ASCIA. 2020 [cited 10

maret 2021]. Available from:

https://www.allergy.org.au/hp/papers/skin- prick-testing

6. Rengganis, I. Skin prick test dalam diagnosis penyakit alergi. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2018

7. Roberts G, Xatzipsalti M, Borrego L, Custovic A, Halken S, Hellings P, et al.

Paediatric rhinitis: position paper of the European academy of allergy and clinical immunology. Allergy. 2013;68(9):1102- 16.

8. Zeyrek CD, Zeyrek F, Sevinc E, Demir E.

Prevalence of asthma and allergic diseases in Sanliurfa, Turkey, and the relation to environmental and socioeconomic factors:

is the hygiene hypothesis enough?. Journal of Investigational Allergology and Clinical Immunology. 2006 Jan 1;16(5):290.

9. Popescu FD. Cross-reactivity between aeroallergens and food allergens. World journal of methodology. 2015 Jun 26;5(2):31.

10. Utama DS. The Correlation Between Sensitivity of Aeroallergen with Clinical Allergic Rhinitis Manifestation (Doctoral dissertation,Universitas Diponegoro). 2020 11. Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Reitsma S, Toppila-Salmi S, Bernal-Sprekelsen M, Mullol J, Alobid I, Anselmo-Lima WT. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2020.

12. Craig T, Ledford DK. Allergy and Asthma:

The Basics to Best Practices. Mahmoudi M, editor. Springer; 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Galuh Ngreni Luberingtyas Menghasilkan video profil Madrasah Aliyah Negeri1 Sragen yang dapat dijadikan media

Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang konsep memanfaatkan strategi digital business kepada peserta didik Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Obat-obat antipsikotik atipikal seperti klozapin, olanzapin, quetiapin, risperidon menunjukkan penurunan potensi efek samping ekstrapiramidal, mengatasi gejala negatif

bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas desentralisasi sebagaimana dimaksud

1. Pekanbaru Convention Center merupakan suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan kegiatan yang bersifat konvensi untuk berbagai kalangan pengguna. Gedung Convention

Penelitian ini bertujuan unttuk mengetahui saham-saham yang termasuk dalam portofolio optimal, besarnya komposisi dana dari masing- masing saham, dan besarnya return

Ada dikatakan bahwa “tulisan” adalah bentuk representasi yang nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan “ujaran” karena apa yang dikatakan lewat “ujaran” merupakan