• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merek merupakan bentuk perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Baik barang atau jasa apapun yang kita butuhkan, terkadang yang kita ingat adalah nama merek nya dibanding nama jenis barang itu sendiri. Sering kita temui di masyarakat penyebutan suatu merek terkenal terhadap produk aslinya, seperti halnya ketika menyebut deterjen merek apapun kita menyebutnya “Rinso” yang mana “Rinso” adalah suatu merek dari deterjen tersebut. Hal ini membuktikan bahwa secara tidak langsung merek akan membentuk citra dalam usaha nya serta pembangun utama terhadap setiap usaha yang dijalankan. Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian penting dari suatu negara untuk menjamin keunggulan industri dan perdagangan, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi suatu Negara banyak tergantung pada aspek perdagangan.1

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Hak Merek dan Indikasi Geografis, pada pasal 2 ayat (3) menyebutkan

“Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Merek adalah jembatan utama antara pengusaha dengan konsumen untuk memperkenalkan produk mereka serta membangun citra usaha nya kepada para konsumen. Merek dapat menjadi nilai tambah bagi produk itu baik berupa jasa maupun barang. Selain sebagai pembeda, merek tertentu dalam kehidupan sehari-hari sering dianggap sebagai jaminan kualitas atas suatu

1 Djumhana, Muhammad dan Djubakdillah. 1997. Hak intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia. Citra Aditya Bakti. hlm 10

(2)

barang atau jasa. Merek menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) serta reputasi suatu barang dan jasa hasil usaha sewaktu diperdagangkan.2

Sistem pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual memiliki dua macam sistem yaitu first to use system dan first to file system. First to use system adalah pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual hanya diberikan kepada pemegang pertama, sampai dapat dibuktikan oleh pihak yang berhak sebenarnya bahwa pemegang pertama bukan orang yang berhak. First to file system adalah pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual hanya diberikan melalui pendaftaran, yang didaftarkan pertama kali itulah yang diakui dan dilindungi undang-undang.3

Perlindungan merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, di dalam peraturan ini perlindungan hukum diberikan kepada pendaftar pertama (first to file) yang artinya untuk memiliki suatu hak merek dan mendapatkan perlindungan secara hukum diharuskan untuk mendaftarkan mereknya terlebih dahulu.

Pentingnya untuk mendaftarkan merek adalah untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga dapat dianggap sebagai pemilik merek pertama.

Namun, meski Undang-Undang telah mengatur bentuk perlindungan hukum kepada pemilik hak atas merek guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum suatu pelanggaran adalah hal yang tidak dapat dihindari.

Bagi pemilik merek yang dilanggar haknya dapat melakukan gugatan untuk dilakukan pembatalan terhadap merek yang dilanggar sesuai Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis berkaitan dengan perlindungan merek, yaitu:

“Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

a. Gugatan ganti rugi; dan/atau

2 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003. Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia Edisi Revisi, Bandung. Cetakan Ketiga: Citra Aditya Bakti. hlm 170 3 Abdulkadir Muhammad, 2007. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung.

Citra Aditya Bakti. hlm 157

(3)

b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.”

Hak Merek adalah bentuk perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan merek tersebut dalam perdagangan barang dan/atau jasa, sesuai dengan kelas dan jenis barang/jasa untuk mana merek tersebut terdaftar. Tidak banyak yang mengetahui tetapi harus kita pahami adalah pendaftaran merek untuk memperoleh hak merek bukan berarti ijin untuk menggunakan merek itu sendiri. Siapapun berhak memakai merek apapun sepanjang tidak sama dengan merek terdaftar milik orang lain di kelas dan jenis barang/jasa yang sama. Dengan merek yang terdaftar pemilik merek memiliki hak untuk melarang siapapun menggunakan merek yang sama dengan merek terdaftar miliknya tadi, dalam kelas dan jenis barang/jasa yang sama.

Prinsip first to file yang dianut dalam sistem perlindungan merek di Indonesia membuat siapapun baik perorangan maupun badan hukum yang pertama kali mendaftarkan suatu merek untuk kelas dan jenis barang/jasa tertentu, dianggap sebagai pemilik hak atas merek yang bersangkutan untuk kelas dan jenis barang/jasa tersebut. Ini didukung pula dengan adanya pernyataan tertulis yang harus dibuat oleh si pemohon pendaftaran merek dan diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan, di mana isinya menyatakan bahwa benar dirinya adalah pemilik hak atas merek tersebut, dan untuk itu berhak mengajukan pendaftaran atas merek yang dimaksud.4 Klaim ini tidak berlaku mutlak karena bisa ditentang melalui gugatan pembatalan merek jika dapat dibuktikan bahwa merek tersebut seharusnya tidak didaftar termasuk karena itikad tidak baik, atau pendaftarannya semestinya ditolak.

Gugatan penghapusan merek juga bisa diajukan manakala pemilik hak merek tidak mempergunakan merek tersebut pada perdagangan barang/jasa sebagaimana terdaftar selama tiga tahun berturut-turut, sehingga merek tersebut bisa kembali bebas dipakai oleh siapa saja.

Pihak yang merasa dirugikan oleh pendaftaran suatu merek dapat melakukan upaya hukum berupa mengajukan gugatan pembatalan.

4 Hki.co.id, Merek, diakses dari https://www.hki.co.id/merek.html, pada tanggal 22 Mei 2019

(4)

Permohonan ditolak jika merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; atau merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu.5

Namun, dalam pengajuan gugatan pembatalan terdapat jangka waktu yaitu hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran Merek sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Perlindungan hukum sangat penting bagi pemilik merek, guna memberikan kepastian hukum terhadap mereknya. Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual memberikan konsekuensi perlindungan, namun perlindungan yang diberikan bersifat teritorial, artinya perlindungan hukum hanya diberikan di dalam wilayah negara dimana pendaftaran itu dilakukan.

Di negara lain yang belum dilakukan pendaftaran hak kekayaan intelektual tersebut tentulah tidak akan memperoleh perlindungan hukum.6

Seiring dengan berkembangnya perdagangan dunia, maka dibutuhkan perlindungan hukum dan regulasi yang memadai untuk mengatur terhadap merek asing yang memiliki peran dalam meningkatkan perekonomian. Sama halnya merek lokal Indonesia merek asing di Indonesia mendapatkan perlindungan hukum karena Indonesia termasuk sebagai anggota Paris Convention dan organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization) yang telah ikut meratifikasi Konvensi International tentang Agreement Establishing The World Trade Organization dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Perlindungan hukum perlu diberikan mengingat perlunya menekan jumlah pelanggaran terhadap merek yang diakibatkan dari persaingan tidak sehat, bentuk pelanggaran yang sering diadukan di Indonesia antara lain;

plagiasi terhadap nama merek terkenal, menjiplak produk merek terkenal

5 Pasal 21 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

6 Sufiarina. Hak Prioritas Dan Hak Ekslusif Dalam Perlindungan HKI. ADIL: Jurnal Hukum Vol.

3 No. 2. hlm 2

(5)

(barang KW), serta logo yang menyerupai merek terkenal. Timbulnya pelanggaran terhadap hak merek karena adanya perbuatan melawan hukum dan persaingan yang tidak sehat berupa (peniruan atau pemalsuan terhadap merek terkenal) yang dapat mengecoh konsumen terhadap keaslian merek terkenal, yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan tanpa mengeluarkan biaya iklan sehingga para pelaku pelanggaran memanfaatkan ketenaran suatu merek terkenal.

Perlindungan hukum tidak diberikan kepada ide yang bersifat global, karena tidak menjadikan suatu ide yang dapat memperkaya intellectual capital. Menurut International Federation of Accountants (IFAC), intellectual capital yang bisa disebut intellectual property (kekayaan intelektual) atau intellectual asset (aset intelektual) dapat berupa asset yang menyajikan properti dari hasil pemikiran intellectual property seperti hak paten, hak merek, hak dagang, hak cipta. Oleh karena itu, perlindungan hukum memiliki indikator terhadap suatu ide yang dapat dilindungi oleh HKI.

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memberikan hak eksklusif kepada pemegang hak untuk menggunakan hasil ciptaannya atau penemuannya selama periode waktu tertentu.

Sengketa merek kerap terjadi di dunia bisnis yang disebabkan dari persaingan tidak sehat sehingga berdampak kepada merek yang di plagiasi oleh pihak yang tidak memiliki itikad baik dalam berbisnis. Di Indonesia sudah cukup lama telah terjadi berbagai sengketa merek diantaranya; plagiasi merek terkenal, perebutan terhadap pemakai pertama merek di Indonesia, serta persamaan pada pokoknya terhadap merek sejenis maupun tidak sejenis.

Merek terkenal harus diberikan perlindungan baik dalam skala nasional maupun internasional, karena Hak Kekayaan Intelektual ada agar dapat melindungi ciptaan serta invensi seseorang dari penggunaan atau peniruan yang dilakukan oleh pihak lain serta unsur tidak baik lainnya. Merek sebagai salah satu produk dari karya intelektual yang dapat dianggap suatu asset komersial suatu perusahaan, untuk itu diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi karya-karya intelektualitas seseorang.

(6)

Upaya perlindungan hukum terhadap merek yaitu dengan menggunakan prinsip first to file (pendaftar pertama kali) melalui mekanisme pendaftaran per-negara atau secara internasional. Namun ketentuan pendaftaran merek per-negara ini dirasakan kurang efisien, karena pemilik merek harus mendaftarkan mereknya di masing-masing negara dimana merek tersebut hendak diperdagangkan. Oleh karena itu, pendaftaran merek secara internasional menjadi penting, karena memfasilitasi pemilik merek dari suatu negara untuk mendapatkan perlindungan atas mereknya di negara lain melalui pendaftaran merek tersebut pada sekretariat yang ditunjuk, yang secara otomatis akan menjadikan merek tersebut terdaftar di semua negara yang tergabung dalam sistem tersebut.7

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Pasal 2 ayat (1) huruf b WIPO Joint Recommendation Concerning Provisions on the Protection of Well-Known Marks menguraikan unsur-unsur atau faktor-faktor yang harus dijadikan sebagai pertimbangan oleh pihak yang berwenang dalam menentukan apakah suatu merek adalah terkenal atau bukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan atau pengakuan merek di sektor publik yang relevan;

2. Durasi, luas dan wilayah geografis dari setiap penggunaan Merek;

3. Durasi, jangkauan, dan wilayah geografis dari setiap promosi merek, termasuk iklan atau publisitas dan presentasi, pada pameran atau pameran, barang dan / atau jasa di mana merek tersebut berlaku;

7 Irna Nurhayati dan Agustina Merdekawati. 2008. Relevansi Keikutsertaan Indonesia Dalam International Registration of Marks Madrid System Melalui Ratifikasi Madrid Protocol Terhadap Potensi Peningkatan Daya Saing Bangsa Indonesia di Bidang Perdagangan International. Mimbar Hukum. Vol. 20, No.3. hlm. 411-588

(7)

4. Durasi dan wilayah geografis dari setiap pendaftaran, dan / atau permohonan pendaftaran apa pun, dari merek, sejauh hal itu mencerminkan penggunaan atau pengakuan merek;

5. Catatan keberhasilan penegakan hak atas merek, khususnya, sejauh mana merek tersebut diakui dan dikenal oleh otoritas yang kompeten;

6. Nilai terkait dari merek tersebut.

Untuk mengetahui suatu merek terkenal sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf b reputasi terkenalnya suatu merek dapat dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, selain itu dapat diperoleh dengan promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek dimaksud di beberapa negara.

Apabila hal-hal diatas belum dianggap cukup, maka Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan.

Merek terkenal sampai saat ini kerap dimaanfatkan oleh pihak dengan itikad tidak baik dengan meniru, menjiplak, atau mendompleng keterkenalan suatu merek terkenal baik dalam jenis barang sejenis maupun tidak sejenis.

Demi kepentingan usahanya sehingga menimbulkan konsumen kebingungan, kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Hal ini berakibat terhadap konsumen merasa dirugikan dimana konsumen merasa ditipu sebab tidak mendapatkan produk dengan kualitas yang seharusnya, selain itu juga berakibat kepada pemilik hak atas merek terkenal tersebut karena dapat menghambat proses perdagangan serta menurunnya reputasi akibat kekecewaan konsumen. Oleh sebab itu, perlindungan hukum bagi merek terkenal sangat dibutuhkan guna tercapainya kepastian hukum.

Bentuk dari persaingan usaha yang tidak sehat sering dijumpai manakala ada suatu merek yang lebih terkenal, hal ini membuat pelaku usaha lainnya berlomba-lomba untuk bersaing dengan merek tersebut. Akan tetapi sangat di

(8)

sayangkan strategi yang dilakukan sangat jauh dari persaingan yang sehat untuk meraih keuntungan dengan sangat cepat dan besar. Misalnya, dengan cara peniruan atau pemalsuan merek terkenal. Oleh karena itu, fungsi merek di sini adalah sebagai sarana pencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat karena melalui merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya, serta keterjaminan bahwa produk itu original.

Munculnya kasus pelanggaran pemboncengan reputasi atas merek terkenal untuk barang yang sejenis tersebut penulis mengambil sebuah kasus sengketa merek terkenal yakni sengketa merek terkenal “SAMGONG” antara SAMGONG GEAR IND.,CO.,LTD (Penggugat) sebagai pemilik merek terkenal “SAMGONG dan logo gir(G)” dan “logo gir (G)” berasal dari Korea Selatan mengajukan pembatalan pendaftaran merek dan mencoret pendaftaran merek milik Kusno Kim (Tergugat) yaitu “SAMGONG” dan

“SAMGONG GEAR” berasal dari Indonesia sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Merek.

SAMGONG GEAR IND.,CO.,LTD (Penggugat) berasal dari Korea Selatan memulai bisnisnya pada tahun 1967 sebagai pemilik merek dari

“SAMGONG dan logo gir (G)” dan “logo gir (G)” bergerak di bidang industri yang memproduksi berbagai jenis barang yang tebuat dari logam berupa gear yang dipergunakan untuk berbagai jenis kendaraan (mobil penumpang, truk, bis, serta traktor) untuk jenis-jenis barang yang termasuk dalam kelas barang 7 dan kelas 12.

Penggugat telah mendaftarkan merek “SAMGONG dan logo gir(G)” dan

“logo gir (G)” dinegara asal (country of origin), Korea Selatan sejak tahun 2008. Selain terdaftar dinegara asal, Penggugat juga telah mendaftarkan merek “SAMGONG dan logo gir(G)” dan “logo gir (G)” diberbagai negara didunia, antara lain di negara: Amerika Serika, Meksiko, Peru, Kolombia, Brasil, Pakistan, India dan Philipina.

Hal ini dapat menjadi bukti bahwa Penggugat sebagai pemilik merek terkenal dari merek “SAMGONG dan logo gir(G)” dan “logo gir (G)”. bahwa pada saat penggugat ingin mendaftarkan merek miliknya di Indonesia ditemukan 2 (dua) merek dagang terdaftar atas nama Tergugat untuk jenis

(9)

kelas barang yang sama dalam Berita Resmi Merek yang disinyalir memiliki persamaan pada pokoknya yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara merek Penggugat dengan merek Tergugat yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi unsur serta persamaan bunyi ucapan.

Disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:

“(1) Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis”

Berdasarkan uraian diatas SAMGONG GEAR IND.,CO.,LTD (Penggugat) sebagai pemilik atas merek “SAMGONG dan logo gir(G)” dan

“logo gir (G)” yang merupakan merek terkenal sangat keberatan dengan terdaftarnya merek “SAMGONG” dan “SAMGONG GEAR” milik Kusno Kim (Tergugat), karena merek milik Tergugat berpotensi besar menghambat Penggugat untuk mendapat perlindungan hukum selaku pemilik merek

“SAMGONG” sebenarnya serta mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek milik Penggugat yang notabene adalah merek terkenal.

Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai anggota yang telah meratifikasi Paris Convention adalah wajib memberi perlindungan terhadap merek-merek terkenal milik negara anggota Paris Convention, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6bis Paris Convention. Oleh karena itu wajiblah kiranya Negara Republik Indonesia melindungi Penggugat selaku pemilik merek terkenal “SAMGONG”, “SAMGONG dan logo gir(G)” dan “logo gir (G)” satu dan lain hal.

Berpedoman pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengamati dan membahasnya dalam kegiatan penelitian terhadap pembuktian unsur merek terkenal dalam sengketa merek dalam bentuk penelitian yang berjudul Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Merek Terkenal (Studi Kasus Terhadap Kasus Merek Samgong dalam Putusan Pengadilan Niaga No.

53/Pdt.Sus.Merek/2019/Pn.Niaga.Jkt.Pst Jo Putusan Mahkamah Agung No 640 K/Pdt.Sus-Hki/2020).

(10)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hakim atas sengketa merek “SAMGONG”

sebagai merek terkenal baik pada tingkat Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung?

2. Apakah putusan Mahkamah Agung sudah memberikan kepastian hukum terhadap merek “SAMGONG” yang sudah terdaftar di DirJen KI?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis dan mengetahui pertimbangan hakim atas sengketa merek “SAMGONG” sebagai merek terkenal

2. Untuk menganalisis dan mengetahui apakah putusan Mahkamah Agung sudah memberikan kepastian hukum terhadap merek “SAMGONG” yang sudah terdaftar di DirJen KI

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat melahirkan manfaat-manfaat, sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang komprehensif kepada masyarakat maupun pelaku usaha mengenai sengketa merek dalam menjalankan bisnisnya.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan wawasan kepada masyarakat maupun pelaku usaha yang berkaitan dengan bidang hak kekayaaan intelektual yaitu merek.

(11)

E. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metode Pendekatan

Suatu metode penelitian pada hakikatnya adalah suatu cara yang ditempuh untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.8 Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan data kepustakaan sebagai data utama. Kepustakaan yang dominan adalah kepustakaan dalam Hak Kekayaan Intelektual dan Hukum Acara Perdata, berupa buku-buku dan tulisan-tulisan yang membahas masalah terkait. Disamping itu, peneliti juga menggunakan studi dokumen terhadap peraturan perundang-undangan, surat-surat keputusan, surat-surat edaran maupun yurisprudensi. Melalui metode ini, peneliti mendapatkan pengertian teoritis, batasan-batasan atau definisi serta materi yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2. Jenis Bahan Hukum a. Bahan Hukum Primer

Data primer adalah jenis data, dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, endapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang utama dan pertama. Dalam hal data primer ini penulis mendapat informasi yang diperoleh dari Putusan Pengadilaaan Niaga Jakarta Pusat No. 53/Pdt.Sus.Merek/2019/Pn.Niaga.Jkt.Pst jo Putusan Mahkamah Agung No 640 K/Pdt.Sus-Hki/2020.

b. Bahan Hukum Sekunder

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dimana penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat normatif, maka penulisan ini lebih menekankan pada penggunaan data sekunder berupa rancangan undang-undang, artikel ilmiah, buku, makalah, dan skripsi, antara lain:

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif”, (Jakarta, Gunung Agung, 1985), hl. 1

(12)

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

3. World Intellectual Property Organization (WIPO)

4. Paris Convention for the Protection of Industrial Property

5. The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS Agreement)

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Kemudian penulis menganalisanya dengan menggunakan teknik analisis data secara normatif kualitatif.

4. Metode Analisa

Dari data yang diperoleh menggunakan data sekunder, peneliti kemudian menganalisanya secara bersamaan menggunakan analisis data normatif kualitatif. Pada penelitian hukum normatif kualitatif, pengolahan data dilakukan dengan cara mensistematika terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Bahan hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai F tabel yang diperoleh dibanding dengan nilai F hitung apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan

Lyginant Egmonto projekto veikloje dalyvavusių ir ne­ dalyvavusitĮ įstaigtĮ darbą, analizuota ikimokyk­ linių įstaigtĮ pedagogų kompetencijų kaita (Sa­ bienė, 2003),

Kriteria/Persyaratan Persentase keterlibatan mahasiswa program pendidikan sarjana yang melakukan tugas akhir per angkatan dalam penelitian dosen minimal 25% Persentase

Pada material yang lebih lebar, ditemukan Echinothambema yang merupakan pemakan deposit (deposit feeder). Beberapa fungsi padang lamun, yaitu: 1) sebagai

Integrasi rencana pembangunan permukiman berisikan arahan kebijakan pengembangan permukiman di kabupaten/kota tersebut, untuk selanjutnya diterjemahkan pada rencana

Seperti pihak Wakil Kepala sekolah bidang Hubungan Masyarakat yang mana dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh BALITBANG (Badan penelitian dan Pengembangan),

Dalam satu hari, satu orang teknisi biasanya hanya mampu menangani 1 hingga 2 permasalahan pada pelanggan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan satu kali penanganan yaitu 1

Bagi pihak yang mendukung Amerika Serikat untuk bergabung dalam TPPA, perjanjian ini memberikan banyak keuntungan bagi Amerika Serikat karena sesuai dengan kepentingan