• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4.1 Peta Wilayah Administrasi Desa Lembu Sumber : Monografi Desa Lembu, 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Gambar 4.1 Peta Wilayah Administrasi Desa Lembu Sumber : Monografi Desa Lembu, 2020"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Lembu, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, ini meliputi: geografi dan demografi, gambaran perekonomian dan kegiatan pertanian di Desa Lembu. Kemudian juga akan dideskripsikan mengenai kegiatan pertanian meliputi: kegiatan usahatani, sarana dan prasarana ekonomi, dan kelembagaan pertanian.

4.1.1 Geografi dan Demografi Desa Lembu

Secara geografi Desa Lembu terletak pada ketinggian kurang lebih 450 meter di atas permukaan air laut (mdpl), dengan luas wilayah 472,56 ha. Luas wilayah Desa Lembu seluas 472,56 ha, yang terdiri dari lahan persawahan seluas 46,53 ha, tanah kering/tegalan 401,28 ha, permukiman seluas 26,75 ha, dan sisanya adalah tanah hutan rakyat.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Administrasi Desa Lembu Sumber : Monografi Desa Lembu, 2020

U

(2)

Desa Lembu berbatasan langsung dengan desa-desa di Kecamatan Bancak, Kecamatan Suruh, dan Kecamatan Wonosamudro Kabupaten Boyolali. Adapun Desa yang berbatasan langsung dengan Desa Lembu adalah sebagai berikut:

Utara : Desa Plumutan Kecamatan Bancak Barat : Desa Rejosari Kecamatan Bancak

Timur : Desa Jatilawang Kecamatan Wonosamudro Kabupaten Boyolali Selatan : Desa Dadapayam Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

Jarak antara Desa Lembu dengan Kecamatan Bancak ialah sejauh 7 km ke arah Barat. Jarak Desa Lembu dengan Ibukota Kabupaten Semarang yang berada di Ungaran sejauh 35 km. Desa Lembu merupakan salah satu desa yang lokasinya paling jauh, terletak di sebelah timur dari kawasan Kabupaten Semarang. Desa Lembu juga berbatasan langsung dengan Kecamatan Wonosamudro, Kabupaten Boyolali.

Desa Lembu terdiri dari 6 dusun yaitu Dusun Ngebleng, Dusun Kerajan, Dusun Kendel, Dusun Bamban, Dusun Kalimacan, dan Dusun Kerempel. Desa Lembu memiliki 7 Rukun Warga (RW) dan 16 Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk di Desa Lembu pada tahun 2018 mencapai sekitar 2.061 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 982 jiwa dan penduduk perempuan 1.079 jiwa (Monografi Desa Lembu, 2020).

4.1.2 Gambaran Perekonomian dan Kegiatan Pertanian di Desa Lembu Desa Lembu memiliki perkembangan perekonomian yang relatif tidak terlalu tertinggal dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Kecamatan Bancak.

Secara klasifikasi pemerintahan Desa Lembu termasuk katagori Desa Swasembada, yaitu desa yang tergolong cukup maju dan berkembang.

Masyarakatnya sebagian besar telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya alam dan potensi di daerahnya, dengan ciri-ciri : penduduknya tidak terlalu terikat dengan adat istiadat lokal, kondisi akses jalan yang cukup bagus, dan terdapat icon Taman Desa Lembu. Kekayaan Alam yang dimiliki Desa Lembu adalah pemandangan alam dari ketinggian Bukit Gunung Jati, Gunung Bok, dan Gunung Dowo. Selain keindahan pemandangan, di Desa Lembu juga memiliki kekayaan alam pemandangan curuk/air terjun yakni Curuk Grenjengan, dan Curuk Gedat.

(3)

Dalam kegiatan pertanian, lahan pertanian Desa Lembu merupakan lahan setengah irigasi dan lahan tadah hujan. Lahan setengah irigasi adalah lahan pertanian yang terdapat pengairan irigasi namun hanya berfungsi pada musim penghujan. Lahan tadah hujan merupakan lahan pertanian yang hanya bisa ditanami dengan mengandalkan pengairan dari air hujan umumnya di tanami pada musim penghujan saja. Jenis Lahan pertanian di Desa Lembu terdiri dari lahan sawah, lahan kering/tegalan, lahan hutan rakyat. Pada lahan kering/tegalan petani mengusahatanikan komoditas kacang tanah, jagung, dan jenis komoditas palawija lainnya. Harsono dkk. (2015) melaporkan bahwa kacang tanah di Indonesia sebagian besar (sekitar 70%) ditanam di lahan kering dan sisanya (sekitar 30%) ditanam di lahan sawah. Komoditas kacang tanah biasanya ditanam petani di Desa Lembu pada musim tanam pertama Labuh dan kedua Mareng. Lahan tegalan di Desa Lembu adalah perbukitan batu cadas yang kedalaman tanahnya relatif tipis kisaran 20 cm – 40 cm, berikut adalah gambar lahan tegalan di Desa Lembu:

Gambar 4.2 Kondisi Lahan Kering atau Tegalan di Desa Lembu

Lahan kering atau tegalan adalah suatu daerah dengan lahan yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim

(4)

kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditumbuhi tanaman pertanian (Anonim, 2017).

Kegiatan usahatani kacang tanah yang diteliti dilakukan pada musim tanam kedua pada bulan Februari sampai dengan Mei 2020. Menurut Petugas Pendamping Lapangan Desa Lembu, pada kegiatan usahatani kacang tanah masih secara tradisional dimana petani mengusahatanikan kacang tanah berulang-ulang dengan cara yang sama. Petani melakukan usahatani kacang tanah dikarenakan kacang tanah mudah dibudidayakan dan sudah menghasilkan tanpa banyak biaya yang dikeluarkan.

Kegiatan petani dalam organisasi dilakukan dengan membentuk kelompok tani dimana Desa Lembu memiliki tujuh kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Mekarsari. Kelompok tani yang bergabung diantaranya Kelompok Tani Ngundi Makmur, Sido Makmur A, Sido Makmur B, Karya Makmur, Ngundi Makmur, Sri Rejeki, dan Dadi Makmur. Jumlah anggota Gapoktan Mekarsari berjumlah 280 orang. Anggota Kelompok Tani Mekarsari tidak seluruhnya melakukan usahatani kacang tanah. Selain kacng tanah, petani ada juga yang menanam tanaman jagung, padi, jenis kacang-kacangan (selain kacang tanah), dan komoditas holtikultura. Komoditas unggulan petani di Desa Lembu adalah komuditas kacang tanah.

4.2 Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik petani beragam berdasarkan: usia, tingkat pendidikan, luas lahan, dan pengalaman berusahatani kacang tanah. Petani responden yang melakukan usahatani kacang tanah di Desa Lembu merupakan petani pemilik lahan, bukan petani dengan sistem bagi hasil ataupun petani yang menyewa lahan.

4.2.1 Usia Petani

Usia petani kacang tanah di Desa Lembu sangat beragam, berkisar antara 38-77 tahun. Dari Tabel 4.1, didominasi oleh petani dengan usia 46 – 53 tahun dengan jumlah 17 responden. Pada usia 38 – 45 sebanyak 10 orang, usia 54 – 61 tahun sebanyak 14 orang, 62 – 69 tahun sebanyak 11 orang dan 70 – 77 tahun 2 orang. Pada usia 38 – 65 tahun petani di golongkan dalam usia produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, usia 15 tahun sampai dengan 65 tahun adalah usia produktif. Selain itu terdapat petani responden dengan usia non

(5)

produktif yakni usia di atas 65 tahun sebanyak 17 orang. Masih dilakukannya usahatani kacang tanah oleh petani responden dengan usia non produktif dikarenakan pekerjaan usahatani kacang tanah sudah menjadi kebiasaan sejak dulu dan sulit untuk ditinggalkan. Berikut rincian sebaran usia petani dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Usia

Usia Petani (Tahun) Jumlah (Orang)

38 – 45 10

46 – 53 17

54 – 61 14

62 – 69 11

70 – 77 2

Jumlah petani 54

Sumber: Data Primer (diolah), 2020 4.2.2 Tingkat Pendidikan Petani

Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan adalah identitas petani responden berdasarkan pendidikan formal terakhir yang didapatkan oleh petani.

Tingkat pendidikan dapat mencerminkan kualitas sumber daya manusia seseorang. Hal itu mempengaruhi pengambilan keputusan, pada penggunaan teknologi dan informasi, dan juga keterampilan dalam mengelola usahatani kacang tanah. Berikut ini merupakan karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Petani

Jenjang Pendidikan Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

Tidak Tamat SD 2 3,70

SD 39 72,22

SMP 5 9,25

SMA 8 14,81

TOTAL 54 100,00

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

Berdasarkan Tabel 4.2 Pendidikan formal petani responden secara umum masih rendah, tetapi petani dapat membaca dan menulis. Petani responden didominasi tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 72% dengan jumlah 39 petani. Tingkat pendidikan petani yang Tidak tamat SD sebanyak 3%, tingkat pendidikan SMP sebesar 9%, dan tingkat pendidikan SMA sebesar 14,8%.

Masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih banyak bekerja diluar bidang

(6)

pertanian, karena dianggap lebih terjamin, dan tidak berisiko akan kehilangan modal jika mengalami gagal panen.

4.2.3 Luas Lahan

Luas lahan petani responden kacang tanah di Desa Lembu sangat beragam.

Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani sebesar 0,25 ha. Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden kacang tanah paling luas sebesar 0,53 ha, sedangkan lahan paling sempit sebesar 0,1 ha. Berikut ini merupakan sebaran luas lahan petani kacang tanah disajikan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Luas Lahan Petani Responden

Luas Lahan (Ha) Petani Responden (Orang) Persentase (%)

0,11 - 0,21 25 46,30

0,22 - 0,32 15 27,78

0,33 - 0,43 11 20,37

0,44 – 0,54 3 5,56

Total 54 100,00

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

Berdasarkan Tabel 4.3, presentase petani dengan penggunaan luas lahan kurang dari 0,21 hektare sebesar 46,30%, petani dengan luas lahan 0,22-0,32 hektare sebesar 27,78%, sedangkan petani dengan luas lahan 0,33-0,43 hektare sebesar 20,37%, dan luas lahan 0,44-0,54 hektare presentasinya sebesar 5,56%.

Hal ini menunjukan bahwa mayoritas petani responden memiliki memiliki lahan kurang dari 0,21 hektare. Dengan lahan yang lebih luas, petani cenderung lebih efisien dalam menggunakan input usahatani, dibandingkan dengan lahan yang lebih sempit penggunaan input cenderung berlebih. Hal ini dapat berpengaruh pada besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh dalam usahatani kacang tanah.

4.2.4 Pengalaman Berusahatani Kacang Tanah

Pengalaman usahatani sangat mempengaruhi petani dalam menjalankan kegiatan usahatani. Petani yang sudah lama berusahatani memiliki tingkat pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang tinggi dalam menjalankan usahatani. Pengalaman usahatani dibagi menjadi tiga kategori yaitu kurang berpengalaman (<5 tahun), cukup berpengalaman (5-10 tahun), dan berpengalaman (>10 tahun) (Soeharjo dan Patong, 1999).

(7)

Karakteristik petani yang memiliki pengalaman berusahatani kacang tanah 6 – 12 tahun sebesar 14,81 % atau sebanyak 8 orang, petani responden yang berpengalaman usahatani 13 - 19 tahun sebesar 12,96 % atau sebanyak 7 orang, petani responden dengan pengalaman usahatani 20 - 26 tahun sebesar 38,89 % atau sebanyak 21 orang, petani responden dengan pengalaman usahatani 27 - 33 tahun sebesar 24,07 % atau sebanyak 13 orang, dan petani responden dengan pengalaman usahatani 34 – 40 tahun sebesar 9,26 % atau sebanyak 5 orang. Hal ini berarti petani kacang tanah di Desa Lembu paling banyak berpengalaman 20 – 26 tahun.

Tabel 4.4 Pengalaman Usahatani Petani Responden Pengalaman Usahatani

(Tahun)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

6 – 12 8 14,81

13 – 19 7 12,96

20 – 26 21 38,89

27 – 33 13 24,07

34 – 40 5 9,26

Total 54 100,00

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

4.3 Teknik Usahatani Kacang Tanah di Desa Lembu

Secara garis besar budidaya meliputi pembersihan lahan, pengolahan lahan, penanaman, pendangiran atau pembumbunan, pemupukan, penanganan hama penyakit, dan pemanenan. Seluruh kegiatan usahatani kacang tanah ini secara ekonomi membutuhkan pencurahan tenaga dari tenaga kerja yang digunakan oleh petani kacang tanah. Dalam perhitungan tenaga kerja di Desa Lembu menggunakan konsep hari orang kerja (HOK), dimana satu HOK pada usahatani di Desa Lembu setara dengan 6 jam kerja. Kegiatan budidaya di Desa Lembu pada umumnya dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei setiap tahunnya selama kurang lebih 3-4 bulan.

4.3.1 Pembersihan Lahan

Sebelum dilakukan kegiatan usahatani kacang tanah dilakukan: pembersihan lahan merupakan kegiatan memisahkan lahan dari sisa tanaman produksi sebelumya, dan gulma, agar tidak mengganggu proses pengolahan lahan. Pada tahapan ini petani menyiapkan lahan dengan cara mengumpulkan limbah tanaman

(8)

pada tempat yang tidak akan ditanami, kemudian menyemprotkan air dengan herbisida dan disemprotkan pada tumbuhan yang ada di lahan untuk membasmi gulma agar mempermudah pada proses pengolahan lahan. Pada pembersihan lahan petani responden menggunakan herbisida merek Round Up dimana kegiatan pertanian pada pembersihan lahan juga dilakukan pada penelitian Lida dkk. (2019) bahwasannya herbisida sangat bermanfaat untuk membasmi atau mengendalikan gulma pada lahan. Herbisida yang digunakan oleh petani responden di lokasi penelitian adalah Round Up. pada saat penelitian harga per liternya rata - rata adalah Rp 74.148,82 Kegiatan pembersihan lahan ini membutuhkan waktu sekitar 1 minggu, umumnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.

4.3.2 Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan pada usahatani kacang tanah di Desa Lembu dilakukan dengan mencangkul manual, belum menggunakan mesin traktor. Alasan petani responden lebih memilih menggunakan tenaga kerja manusia dibandingkan mesin traktor karena kondisi lahan kacang tanah di Desa Lembu sebagian besar lereng perbukitan. selain itu, hasil pekerjaan tenaga kerja pencangkul lebih rapi.

Aktivitas pengolahan lahan yang dilakukan adalah membolak balik tanah menggunakan peralatan cangkul, agar tanah menjadi remah, gembur, dan juga menekan pertumbuhan gulma. Menurut Bahrun (2015), pengolahan tanah bertujuan agar tanah padat menjadi longgar atau gembur, sehingga pertukaran udara dalam tanah menjadi lancar. Seluruh petani responden dalam pengolahan tanah dilakukan dengan cara dicangkul. Biasanya tanah dicangkul dengan kedalaman 20 - 30 cm. Setelah dilakukan pengolahan lahan, lahan bisa langsung ditanami kacang tanah. Proses pengolahan lahan pada umumnya dilakukan pada bulan Januari – Februari, selang beberapa waktu setelah pengolahan lahan dilakukan penanaman. Pada umumnya petani responden lebih memilih pengolahan lahan menggunakan tenaga kerja mencangkul dengan sistem upah harian dibandingkan sistem borongan. Hal ini dikarenakan sistem borongan cenderung dikerjakan buru-buru sehingga hasil pekerjaannya kurang maksimal dibandingkan dengan sistem harian upah.

(9)

4.3.3 Penanaman Kacang Tanah

Pada tahap penanaman kacang tanah dilakukan setelah pengolahan lahan selesai. Penanaman merupakan kegiatan memindahkan benih ke media lahan.

Petani responden menanam benih kacang tanah dengan cara melubangi lahan menggunakan peralatan manual sederhana berupa: taju/ponjo yang terbuat dari kayu jati, dengan kedalaman lubang kurang lebih 3 cm sampai dengan 5 cm dan jarak tanamnya 25 cm x 30 cm atau terkadang petani juga menanam kacang tanah dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Pada tahap penanaman jumlah benih per lubang tanaman petani berjumlah 2 sampai 3 biji benih kacang tanah. Penanaman kacang tanah di Desa Lembu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahrun (2015), jarak tanam yang dipergunakan petani yaitu 30 x 30 cm dan biji kacang tanah yang dimasukan ke dalam lubang sebanyak 2 - 3 biji perlubang dengan kedalaman lubang 4 - 5 cm.

4.3.4 Pendangiran atau Pembumbunan

Pada tahap pendangiran/pembumbunan petani responden menggunakan cangkul, mencangkul tipis di sela-sela tanaman kacang tanah kemudian diarahkan ke batang tanaman kacang tanah. Tujuannya adalah membersihkan gulma disela- sela tanaman kacang tanah, agar tanaman lebih kuat, dan agar polong pada tanaman kacang tanah lebih banyak. Menurut Suprapto (2004), buah kacang tanah berbentuk polong yang terbentuk setelah proses pembuahan pada bunga. Setelah proses pembuahan selesai tangkai bunga membentuk ginofora. Ginofora (tangkai polong) akan masuk ke dalam tanah dan menjadi polong. Pendangiran atau pembumbunan dilakukan setelah kacang tanah berusia 4-5 minggu setelah tanam.

Waktu pendangiran/pembumbuan dilkukan petani responden selama sekitar 4-6 hari.

4.3.5 Pemupukan

Pada tahap pemupukan petani responden melakukan pemupukan dengan cara menaburkan pupuk pada batang tanaman kacang tanah. Waktu pemupukan tanaman kacang tanah oleh petani responden yakni setelah tanaman 25 hari setelah tanam dan petani hanya melakukan pemupukan sekali. Menurut Rahmianna dkk. (2015), pupuk dapat diberikan dengan disebar merata pada petakan tanah sebelum tanam lalu dicampur/diaduk dengan tanah. Dapat pula

(10)

pupuk diberikan secara larikan yaitu dengan membuat parit sekitar 7-10 cm di samping lubang benih. Pupuk yang digunakan petani responden adalah pupuk Urea, pupuk TSP, dan pupuk KCl. Pada proses pemupukan petani menambahkan abu bekas pembakaran kayu tempat memasak sebagai bahan perekat pupuk dan membantu penyerapan nutrisi pupuk oleh akar tanaman. Pada tahap pemupukan dengan luas lahan per hektare rata-rata petani menghabiskan pupuk Urea sebesar 15 kg, pupuk TSP sebesar 36 kg, dan pupuk KCl sebesar 22 kg. Jumlah penambahan abu pembakaran petani tidak memiliki patokan jumlah pemakaiannya dan abu pembakaran sendiri petani mengambil dari tempat memasak di dapur sendiri.

4.3.6 Penanganan Hama dan Penyakit

Pada usahatani yang dilakukan petani di Desa Lembu minim dilakukan penanganan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah. Pestisida reagen digunakan untuk membasmi hama ulat pemakan daun dan furadan membasmi semut pemakan biji benih kacang tanah pada saat penanaman. Salah satu hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah milik petani di Desa Lembu adalah hama tikus dan penyakit busuk batang pada tanaman kacang tanah. Alasan petani tidak melakukan penanganan hama tikus dikarenakan petani sendiri takut jika hama tikus semakin bertambah karena petani beranggapan bahwa hama tikus adalah hama musiman yang akan pergi sendiri. Pada penanganan penyakit busuk batang petani tidak melakukan penanganan dikarenakan minim pengetahuan pada penanganan penyakit tersebut, sehingga hasil panen kacang tanah belum optimal dikarenakan hilangnya hasil dikarenakan hama dan penyakit.

4.3.7 Pemanenan Kacang Tanah

Panen menandakan kegiatan akhir dari siklus budidaya kacang tanah, dimana keuntungan akan sangat bergantung dari banyaknya hasil panen. Kacang tanah dapat mulai dipanen setelah tanaman memasuki usia 90-120 hari setelah tanam, kira-kira pada bulan Mei. Ciri-ciri tanaman kacang tanah yang siap dipanen adalah daun menguning, batang mengeras, daun mulai gugur, polong kacang tanah keras saat dipegang, dan warna polong coklat kehitam-hitaman.

Penentuan umur panen pada kacang tanah lebih sulit karena polongnya berada di

(11)

dalam tanah. Sebagai patokan untuk mengetahui tanaman telah tua dan dapat dipanen menurut Rahmianna dkk (2015) adalah (1) daun-daun telah mulai kuning kering dan luruh (umur 85–90 hari), (2) varietas-varietas yang telah dilepas umur masak berkisar antara 85–110 hari dan (3) polong telah masak, yang ditandai:

kulit polong telah mengeras dan bagian dalam berwarna coklat, biji telah mengisi penuh, kulit polong tipis dan berwarna mengkilat. Setelah umur dan ciri-ciri kacang tanah sudah muncul, petani melakukan pemanenan dengan cara mencabut tanaman kacang tanah secara manual. Setelah tanaman kacang tanah dicabut kemudian dilakukan penjemuran. Penjemuran tanaman setelah pencabutan dilakukan selama 5-8 jam. Kemudian petan mengumpulkan dan dilakukan pemisahan/perontokan polong kacang tanah dengan cara manual dengan tangan.

Kegiatan pemanenan kacang tanah di Desa Lembu sejalan dengan cara panen pada penelitian yang dilakukan oleh Bahrun (2015), cara panen kacang tanah dengan mencabut tanaman kacang tanah dengan tangan. Setelah semua tanaman kacang tanah dipanen atau dicabut kemudian dilakukan pemetikan yaitu memisahkan polong kacang tanah dari rumpunnya. Kemudian polong kacang tanah diangkut ke rumah. Polong kacang tanah dijemur selama 3 – 6 hari di bawah sinar matahari. Indikator atau tanda kacang tanah sudah kering petani responden masih dengan cara tradisional yakni dengan cara mengupas kacang dan melihat biji kacang tanah jika sudah berwarna merah muda pucat tanda biji kacang sudah kering. Hasil panen kacang tanah kering belum dikupas rata-rata per hektarenya petani mendapatkan 865 kg/Ha. Petani responden mendapatkan hasil 545 kg atau sekitar 68 persen biji kacang tanah dan 320 kg atau 32 persen adalah kulit luar kacang tanah. Hasil panen yang di peroleh petani responden dari jenis varietas kacang tanah lokal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2010), bahwasannya hasil panen kacang tanah varietas lokal 0,5 ton/ha. Dari hasil panen kacang tanah, petani tidak menjual secara keseluruhan melainkan dipilih biji polong kacang tanah yang bagus untuk kebutuhan benih pada musim tanam kacang tanah selanjutnya.

4.4 Penjualan Hasil Panen Kacang Tanah

Dalam proses tataniaga pemasaran kacang tanah, petani sebagian besar menjual produk hasil panennya ke pengepul pasar dan sebagian kecil petani

(12)

menjual ke pengepul desa. Kacang tanah dijual dalam bentuk biji kupas kering.

Berikut ini tabel distribusi penjualan kacang tanah di Desa Lembu, disajikan pada Tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Penjualan Kacang Tanah Distribusi Penjualan Jumlah Petani

(Orang)

Persentase (%) Rata – rata harga/kg (Rp)

Pengepul Pasar 36 67 22.757

Pengepul Desa 18 33 20.588

Total 54 100

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

Penjualan kacang tanah ini memiliki harga jual yang cukup beragam diantara petani kacang tanah. Harga rata-rata yang diperoleh petani Rp 22.074/kg dengan harga yang paling rendah Rp 20.000/kg dan harga tertinggi Rp 25.500/kg.

Perbedaan harga jual yang diterima petani dari hasil penjualan kacang tanah ini, dipengaruhi oleh : sistem penjualan, kualitas kacang tanah, dan waktu penjualan.

Berdasarkan Tabel 4.5, sebagian besar penjualan petani kacang tanah di Desa Lembu menjual hasil panenya kepada pengepul pasar sebanyak 67%

dengan rata-rata harga kacang tanah sebesar Rp 22.757/kg, sedangkan petani yang menjual hasil panenya kepada pengepul desa sebanyak 33% dengan rata-rata harga sebesar Rp 20.588/kg. Harga jual rata-rata yang diterima petani sebesar Rp 22.172/kg biji kacang tanah kupas kering.

4.5 Analisis Biaya Usahatani Kacang Tanah

Biaya usahatni kacang tanah terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Pada penelitian ini biaya tetap meliputi: biaya pajak lahan dan biaya penyusutan peralatan. Sedngkan Biaya variabel meliputi: biaya bibit, biaya pupuk, biaya herbisida, dan biaya tenaga kerja. Biaya total merupakan jumlah keseluruhan biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

4.5.1 Biaya Tetap

Pada penelitian ini biaya tetap yang dihitung adalah biaya pajak lahan dan biaya penyusutan peralatan.

1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak bumi dan bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan atas bumi dan bangunan. Petani wajib membayar pajak dikarenakan memiliki penguasaan atas lahan yang digunakan untuk melaksanakan

(13)

usahatani kacang tanah. Biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar pajak per hektare per tahunnya sebesar Rp 168.148/tahun. Biaya pajak yang dikenakan petani dihitung dari jenis kelas tanah berdasarkan ketentuan ditjen Pajak. Petani di Desa Lembu pada penggunaan lahan untuk usahatani kacang tanah adalah lahan kering atau tegalan. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan Kabupaten Semarang (2020), lahan di Desa Lembu terdiri dari kelas 87 – 85 dengan nilai NJOP per meter persegi sekitar Rp 10.000 sampai dengan Rp 22.000 per meter persegi. Status kepemilikan lahan yang digunakan untuk usahatani kacang tanah adalah milik petani sendiri. Usahatani kacang tanah yang dilakukan petani responden di Desa Lembu selama empat bulan, biaya pajak bumi dan bangunan yang dikenakan petani selama musim tanam per hektare rata-rata Rp 56.049.

2. Penggunaan Alat dan Penyusutan Alat

Penggunaan alat dimaksudkan untuk memudahkan pada kegiatan usahatani.

Pada usahatani kacang tanah yang dilakkan petani di Desa Lembu, penggunaan alat terdiri dari cangkul, sabit, dan sprayer.

Tabel 4.6 Rata-Rata Penyusutan Perlalatan Usahatani Kacang Tanah Jenis Jumlah

Fisik (unit)

Harga (Rp/unit)

Umur Habis Pemakaian

(tahun)

Penyusutan Rata-Rata (Rp/musim

tanam)

Cangkul 1 258.722 5 17.248

Sabit 1 109.444 3 12.160

Sprayer 1 444.259 6 21.155

Total Biaya Penyusutan Peralatan 39.986

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

Jumlah alat yang digunakan oleh petani per setiap unitnya, dengan harga rata-rata per unit cangkul Rp 258.722 sabit Rp 109.444 per unit, dan sprayer Rp 444.259 per unit. Waktu habis pemakaian alat rata-rata per setiap unitnya cangkul lima tahun, sabit dua tahun, dan sprayer enam tahun. Dari biaya yang dikeluarkan petani per unit alat, jumlah biaya penyusutan alat rata-rata per setiap musim tanam (empat bulan) adalah unit cangkul Rp 17.248 per musim tanam, sabit Rp 12.160 per musim tanam, dan seprayer Rp 21.155 per musim tanam. Maka jumlah total nilai penyusutan alat pertanian yang terdiri dari unit cangkul, sabit, dan sprayer adalah Rp 39.986 per musim tanam.

(14)

4.5.2 Biaya variabel

Pada penelitian ini, biaya variabel meliputi: biaya benih, biaya pupuk, biaya herbisida, biaya tenaga kerja.

1. Benih

Pada usahatani kacang tanah di Desa Lembu petani menggunakan benih dari hasil pilihan hasil panen milik sendiri/benih varietas lokal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Molyono dkk (2016) bahwasanya benih yang digunakan petani merupakan benih lokal dan tidak berlabel. Benih diperoleh dari hasil panen musim sebelumnya, dari tetangga, atau membeli dari pasar. Benih kacang tanah disimpan ditempat penyimpanan tradisional yakni gerobog. Gerobog adalah tempat penyimpanan hasil panen petani yang terbuat dari kayu. Benih kacang tanah yang disimpan dalam bentuk belum dikupas. Pada tahap persiapan benih, benih kacang tanah dikupas/dipisahkan dengan kulitnya, dan siap di tanam. Pada penggunaan benih rata-rata per hektare permusim tanam adalah 81,81 Kg, dengan harga satuan rata-rata benih kacang tanah Rp 22.799 Biaya benih rata-rata adalah Rp 1.865.266 per hektare per musim tanam. Pada jumlah benih yang digunakan petani di Desa Lembu pada lahan kering/tegalan lebih besar selisih hampir 2 kg dimana menurut Adisarwanto, dkk (2000), kebutuhan benih pada lahan kering/tegalan adalah 80kg/hektare. Hal ini disebabkan karena perbedaan jarak tanam kacang tanah dan kondisi lahan di Desa Lembu sehingga penggunaan benih lebih banyak.

2. Pupuk

Pupuk yang digunakan petani dalam usahatani kacang tanah adalah pupuk Urea, TSP, dan KCl. Jumlah pupuk urea yang digunakan rata-rata 15 kg/hektare dengan harga satuan Rp 3.136/kg, pupuk TSP sebesar 36 kg/hektare, harga satuan Rp 6.347/kg dan pupuk KCl 22 kg/hektare harga satuan Rp 9.000. Penggunaan pupuk pada usahatani kacang tanah di Desa Lembu masih dibawah dari jumlah yang di rekomendasikan oleh (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten) untuk tanaman kacang tanah pada lahan kering/tegalan bahwasanya kebutuhan pupuk Urea, SP-36, dan KCl untuk luasan satu hektare sebanyak 75 kg/ha Urea, 75 kg/ha SP-36, 50kg/ha KCl. Petani responden berusahatani kacang tanah sebagai sampingan atau tidak sepenuhnya melakukan pemeliharaan dan mengeluarkan biaya input lebih dari modal yang dimiliki petani pada waktu

(15)

musim tanam, sehingga seberapa banyak hasil yang diperoleh dari usahatani kacang tanah sudah merasa untung.

3. Herbisida

Herbisida yang digunakan petani responden adalah herbisida merek Round Up. Biaya rata-rata penggunaan herbisida adalah 8,60 liter/hektare atau sebesar Rp 637.340 per hektare per musim tanam. Pada penggunaan herbisid dan cara penggunaan herbisida pada lahan ushatani kacang tanah di Desa Lembu melebihi batas jumlah penggunaan per hektare untuk gulma umum pada persiapan lahan, Anonim, (2022) yakni: 3-6 liter per hektare.

4. Tenaga Kerja

Pada usahatani kacang tanah mulai dari tahap pengolahan lahan, penanaman, pendangiran atau pembumbuan, pemupukan, dan pemanenan. Petani responden memperkerjakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dengan jumlah rata – rata adalah 11 sampai dengan 12 orang, yang terdiri dari tenaga kerja laki- laki dan perempuan. Pada usahatani kacang tanah terdapat tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Jumlah (TKDK) rata-rata pada usahatani kacang per hektare adalah 55 HOK, dimana tenaga kerja dalam keluarga masuk dalam hitungan biaya non tunai. Waktu kerja tenaga kerja pada usahatani kacang tanah di Desa Lembu adalah selama 5 jam dan upah yang diterima tenaga kerja antara Rp 25.000 sampai dengan Rp 35.000. Total biaya tunai yang dikeluarkan petani responden untuk upah tenaga kerja luar keluarga rata – rata Rp 1.749.089 per hektare per musim tanam.

Total biaya usahatani kacang tanah di Desa Lembu sebesar Rp 4.827.116 per hektare per musim tanam. Total biaya usahatani pada penelitian ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan penelitian lainnya. Pada penelitian usahatani kacang tanah oleh Herawati dkk (2014), yang dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat di Desa Labuan Haji Kabupaten Lombok Timur, biaya total sebesar Rp 6.780.083 per hektare per musim tanam. Perbedaan biaya ini disebabkan oleh harga input produksi di suatu tempat, perbedaan jumlah upah tenaga kerja di wilayah yang ditetapkan, dan penggunaan peralatan. Adapun uraian Biaya Usahatani Kacang Tanah per Hektare per Musim Tanam di Desa Lembu adalah sebagai berikut:

(16)

Tabel 4.7 Struktur Biaya Usahatani Kacang Tanah per Hektare per Musim Tanam di Desa Lembu

Komponen Biaya Uraian Biaya

Jumlah Fisik

Harga Satuan (Rp)

Biaya (Rp) Biaya Tetap

Pajak Lahan 56.049

Biaya Penyusutan 39.986

Jumlah Biaya Tetap (TFC) 96.035

Biaya Variabel Faktor Produksi

Benih (kg/ha) 81,8 22.799 1.865.266

Pupuk Urea (kg/ha) 15 3.136 48.234

Pupuk SP36 (kg/ha) 36 6.347 228.786

Pupuk KCl (kg/ha) 22 9.000 202.366

Herbisida dan Pestisida (liter/ha) 8,60 74.148,82 637.340

Tenaga Kerja (HOK) 55,44 31.551,48 1.749.089

Jumlah Biaya Variabel (TVC) 4.731.081

Total Biaya UT Kacang Tanah (TC) 4.827.116

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

4.6 Analisis Penerimaan, Pendapatan, dan Kelayakan Usahatani

Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi di Desa Lembu, usahatani kacang tanah dilakukan pada lahan kering/tegalan. Hasil usahatani petani kacang tanah lahan kering yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan usahatni kacang tanah pada lahan sawah. Menurut Harsono, (2015), di Indonesia kacang tanah ditanam pada lahan sawah dan lahan kering dengan rata-rata produksi 1,0 - 2,0 ton/ha lahan sawah, dan produksi kacang tanah pada lahan kering hanya 0,5 - 1,5 ton/ha.

Hasil panen petani responden rata-rata 545 kg biji kupas kering, atau 865 kg kering belum kupas per hektare per musim tanam. Pada usahatani yang dilakukan petani di Desa Lembu masih secara tradisional belum menggunakan teknologi seperti penggunaan benih unggul, minim penanganan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah. Adapun uraian nilai total biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani kacang tanah adalah sebagai berikut:

(17)

Tabel 4.8 Total Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Lembu (per hektare per musim tanam).

Keterangan Nilai

1. Total Biaya Usahatani Kacang Tanah (TC) (Rp) 4.827.116 2. Peneriman Usahatani Kacang Tanah (TR) (Rp) 12.083.633 - Produksi Per Hektare (Kg/Ha) biji kupas kering 545

- Harga Jual (Rp/Kg) Kupas 22.172

3. Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (TR-TC) (Rp) 7.256.517 4. Kelayakan Ekonomi Usahatani Kacang Tanah

- R/C Ratio 2,5

- BEP Volume Produksi (Kg) 217,71

- BEP Harga (Rp/Kg) 8.857

Sumber: Data Primer (diolah), 2020

4.6.1 Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kacang Tanah

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang dihasilkan. Besar penerimaan yang diterima dipengaruhi oleh besarnya produksi serta harga jualnya. Penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

TR = P x Q Keterangan :

TR = Penerimaan (Rp) P = Harga (Rp)

Q = Jumlah Produksi (Kg) Q = 545 kg

P = Rp 22.172

TR = Rp 22.172 X 545 Kg = Rp 12.083.633

Total produksi rata-rata kacang tanah petani responden di Desa Lembu mencapai 545 kg per hektare per musim tanam. Penerimaan usahatani kacang tanah di Desa Lembu rata-rata Rp 12.083.633/ha/musim tanam, dari harga jual kacang tanah di pasaran rata-rata Rp 22.172/kg Hasil penerimaan atas usahatani kacang tanah di Desa Lembu lebih kecil dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Herawati dkk (2014), yang dilakukan di Balai pengkajian teknologi pertanian Nusa Tenggara Barat di Desa Labuan Haji Kabupaten Lombok Timur, diperoleh Rp 12.904.500/hektare per musim tanam.

Pendapatan petani diperoleh dari selisih penerimaan total dengan total biaya yang dikeluarkan petani responden. Pada usahatani kacang tanah penerimaan rata- rata petani responden adalah Rp 12.083.633 per hektare per musim tanam dan total biaya usahatani Rp 4.827.116 per hektare per musim tanam. Diketahui bahwa

(18)

jumlah pendapatan petani pada usahatani kacang tanah adalah Rp 7.256.517 per hektare per musim tanam. Jumlah pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Lembu lebih besar dibandingkan Herawati dkk (2014), yang dilakukan di Balai pengkajian teknologi pertanian Nusa Tenggara Barat di Desa Labuan Haji Kabupaten Lombok Timur, yakni sebesar Rp, 6.124.417 per hektare per musim tanam, perbedaan jumlah pedapatan disebabkan perbedaan harga jual kacang tanah. Pada usahatani di Desa Lembu dibandingkan dengan produktivitas kacang tanag di Kecamatan Bancak pada tahun 2019 mencapai 1,50 ton per hektare, prouktivitas kacang tanah di Desa Lembu hanya sebesar 0,86 ton/hektare.

Rendahnya produktivitas kacang tanah di desa Lembu disebabkan karena cara usahatani petani di Desa Lembu yang masih secara tradisional belum menggunakan teknologi seperti benih unggul, minimnya penanganan hama dan penyakit, serta rendahnya penggunaan faktor produksi. Secara umum kendala utama dalam produksi kacang tanah di Desa Lembu adalah : (1) drainase jelek, (2) cekaman kekeringan, (3) serangan penyakit, khususnya bercak daun Cercospora, (4) serangan tikus, (5) kekurangan unsur hara, (6) persaingan dengan gulma.

4.6.2 Perhitungan Revenue Cost Ratio (R/C)

Untuk melihat penerimaan usahatani persatuan biaya yang dikeluarkan digunakan indikator Revenue Cost Ratio (R/C), dimana R/C merupakan perbandingan antara penerimaan total usaha tani dengan biaya total yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Nilai biaya dan penerimaan dapat diperoleh dari rumus:

R/C = 𝑇𝑅

𝑇𝐶

Keterangan :

R/C = Return Cost Ratio

TR = Total Revenue (Penerimaaan Total) TC = Total Cost (Biaya Total)

Diketahui :

TR = Rp 12.083.633 TC = Rp 4.827.116

R/C = Rp 12.083.633/Rp 4.827.116 = 2,5

diperoleh nilai 2,5 dimana nilai tersebut memberikan arti bahwa usahatani yang dilakukan petani responden layak di jalankan, karena R/C > 1 penerimaan lebih besar dari biaya total. Dari hasil analisis kelayakan usahatani kacang tanah di

(19)

Desa Lembu lebih kecil di bandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lida dkk (2019) sebesar 3,28, dimana perbedaan tersebut disebabkan karena nilai perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total dilokasi penelitian.

4.6.3 Perhitungan Break Even Point Harga dan Break Even Point Produksi Usahatani Kacang Tanah

Diketahui :

Total Biaya = Rp 4.827.116 Total produksi = 545 kg Harga jual produksi = Rp22.172/kg

a. Break Event Point Harga BEP =𝑅𝑝.4.827.116

545 𝑘𝑔 = (8.857 Rp/kg) b. Break Event Point Produksi

BEP =𝑅𝑝.4.827.116

𝑅𝑝.22.172 = (217,71 kg) Pengambilan keputusan :

a. Break Even Point Harga Usahatani Kacang Tanah

Nilai BEP harga jual adalah Rp 8.857/kg dan rata-rata harga jual kacang tanah di Desa Lembu adalah sebesar Rp 22.172/kg, hal ini menunjukkan bahwa harga jual nyata kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai BEP harga jual kacang tanah. Artinya petani akan mendapatkan keuntungan jika harga jual kacang tanah lebih dari Rp 8.857/kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani kacang tanah di Desa Lembu saat ini layak dijalankan bagi petani.

b. Break Even Point Produksi Usahatani Kacang Tanah

Nilai BEP Produksi adalah 217,71 kg/ha dan rata-rata total produksi kacang tanah di Desa Lembu adalah sebesar 545 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa produksi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai BEP Produksi.

Artinya petani akan mendapatkan keuntungan jika produksi kacang tanah lebih dari 217,71 kg/ha, sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani kacang tanah di Desa Lembu saat ini layak dijalankan bagi petani.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut al-Qardhawi dalam memahami sebuah hadis harus melihat sasaran hakikat teks hadis tersebut karena sarana yang terlihat secara lahiriah dapat berubah-ubah.. Oleh karena

TB resisten obat anti TB OAT pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien

Berdasarkan hasil tinjauan dari delapan aspek yang dianggap berperan besar dalam perkembangan sistem olahraga prestasi di Indonesia dan China, diperoleh kesimpulan bahwa

Kinin bekerja dengan cepat dan merupakan skizontosida yang sangat efektif terhadap empat spesies parasit malaria pada manusia.. Obat tersebut merupakan gametosida terhadap

yang melakukan penyebaran informasi mengenai olahraga line dance di Kota Bandung untuk dapat mencapai tujuan organisasinya, dengan batasan pada birokrasi organisasi

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran umum Sanggar Seni Lukis Kenari di Bangkalan, tema, unsur-unsur visual serta kesesuaian lukisan peserta didik dengan

Dalam meningkatkan keahlian dan ketrampilan karyawan lewat keikutsertaan mereka dalam program pelatihan dan pendidikan, maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja