• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN SKEMATA DAN KEBERANIAN MENGAMBIL RISIKO DENGAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN SKEMATA DAN KEBERANIAN MENGAMBIL RISIKO DENGAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN SKEMATA DAN KEBERANIAN MENGAMBIL RISIKO DENGAN KEMAMPUAN BERBICARA

BAHASA INGGRIS

Wardah Hanafiah

Jurusan Teknik Mesin PNJ, Kampus UI Depok 16425

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan skemata dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris, keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris, pengetahuan skemata dan keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dalam bentuk survey. Data dianalisis dengan teknik analisis regresi dan korelasi. Hasil yang diperoleh adalah (1) terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Bentuk hubungan tersebut dibuktikan dengan koefisien korelasi (ry1) = 0,670 dan koefisien determinasi (r2y1) = 0,4489 yang berarti 45% kemampuan berbicara bahasa Inggris dipengaruhi oleh pengetahuan skemata. (2) Terdapat hubungan positif antara keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Hubungan tersebut dibuktikan dengan koefisien korelasi (ry2) = 0,660 dan koefisien determinasi (r2y2) = 0,4356 yang berarti 44% kemampuan berbicara bahasa Inggris dipengaruhi oleh keberanian mengambil risiko (3) Pengetahuan skemata dan keberanian mengambil risiko secara bersama-sama mempunyai hubungan positif dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Bentuk hubungan koefesien korelasi ganda antara kedua variabel bebas dengan variabel terikat Ry12 sebesar 0,756. Dari koefisien korelasi tersebut, dapat dihitung koefesien determinasi (R2y12) sebesar 0,5718 berarti bahwa 57% proporsi varians kemampuan berbicara bahasa Inggris dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh pengetahuan skemata serta keberanian mengambil risiko.

Abstract

The objective of this research was to find out if there is any correlation between knowledge of schemata and English speaking ability, risk taking bravery and English speaking ability, correlation among knowledge of schemata, risk taking bravery and English speaking ability. This research was conducted using descriptive method through survey with the technic of regression and correlation.

The findings show that: (1) there is positive correlation between knowledge of schemata and English speaking ability with ry1=0,670 and r2y1=0,4489 that means 45% of English speaking ability is determained by schemata (2) there is positive correlation between risk taking bravery and English speaking ability with ry2 = 0,660 and r2y2 = 0,4356 which has meaning 44% of English speaking abilty is determained by risk taking bravery. (3) there is positive correlation among knowledge of schemata, risk taking bravery and English speaking ability with Ry12 is 0,756 and R2y12 is 0,5718 that means 57% of varians proportion of English speaking ability can be determained by schemata and risk taking bravery.

Keywords : Speaking ability, schemata, long-term memory, intelligent guesses, risk-taking bravery, anxiety, self-esteem, self-confidence

1. PENDAHULUAN

Dalam mempelajari kemampuan berbicara bahasa Inggris, mahasiswa pada dasarnya sudah mempunyai bekal ilmu pengetahuan dalam sebuah konsep yang tersimpan dalam pikiran mereka. Pengetahuan yang disebut

skemata tersebut merupakan pengalaman mereka yang akan mereka gunakan untuk memahami dan menyatukannya dengan informasi yang baru diterima.

Dalam belajar bahasa Inggris, mahasiswa juga tidak akan terlepas

(2)

Epigram, Vol. 10 No. 2 Oktober 2014:131-142 dari aspek kreatif, karena mereka harus

mencoba dan memproduksi ekspresi baru yang didasarkan pada skemata mereka. Selain itu pembelajaran yang bermakna memerlukan keterlibatan aktif pebelajar. Keaktifan ini akan muncul apabila mahasiswa belajar dalam lingkungan yang aman sehingga rasa untuk berkarya, berimajinasi, dan inisiatif ikut berkembang. Sikap inilah yang disebut sebagai sikap berani mengambil risiko yang harus dimiliki mahasiswa untuk menunjang proses belajar bahasa Inggris.

Akan tetapi, pada kenyataannya tidak banyak mahasiswa yang mampu berbicara bahasa Inggris dengan lancar. Ketidakmampuan mereka dalam berbicara bahasa Inggris seringkali disebabkan karena takut salah, tidak percaya diri, malu, ataupun merasa sulit. Hal ini terjadi karena mahasiswa yang bersangkutan tidak berani mengambil risiko.

Kedua faktor yang telah disebutkan di atas yakni pengetahuan skemata dan berani mengambil risiko merupakan faktor penting yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris oleh mahasiswa.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji:

Hubungan pengetahuan skemata dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Hubungan keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Hubungan ganda pengetahuan skemata dan keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada para pengajar dalam mengatasi kesulitan berbicara bahasa Inggris mahasiswa khususnya dalam memanfaatkan pengetahuan skemata mahasiswa dengan keberanian sikap mereka untuk belajar

berbicara bahasa Inggris. Bagi Lembaga atau Perguruan Tinggi yang menjadi tempat penelitian, temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang kondisi mahasiswa dalam belajar berbicara bahasa Inggris. Adapun bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi jika menginginkan penelitian lanjutan dengan variabel yang sama, sehingga kekurangan dan kelebihan dalam penelitian ini dapat diminimalisir.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris

Berbicara berarti mengungkapkan pikiran secara lisan dan membuat orang lain yang diajak bicara mengerti apa yang ada dalam pikirannya.

(Djiwandono 2008: 118) Lebih lanjut, Djiwandono mengatakan bahwa berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa yang diungkapkan secara lisan.

Sebagai bagian dari kemampuan berbahasa yang aktif-produktif, kemampuan berbicara menuntut penguasaan terhadap beberapa aspek kaidah berbahasa. Pesan yang disampaikan harus jelas isinya, dengan pemilihan kata-kata yang tepat, dirangkai dengan tata bahasa yang benar, dilafalkan dengan ucapan yang benar dan intonasi yang sesuai.

(Djiwandono 2008: 68) Hal tersebut akan lebih penting lagi bila pebelajar bahasa mempelajari bahasa asing khususnya bahasa Inggris seperti apa yang disampaikan oleh Thornbury bahwa berbicara adalah suatu hal yang alamiah dan integral sehingga kita lupa bagaimana pertama kali memperoleh dan mampu berbicara, karena itu ketika kita ingin menguasai bahasa asing kita harus belajar kembali.

(Thonbury 2006: 1)

Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan untuk

(3)

berkomunikasi. Dalam proses komunikasi terjadi proses encoding dan decoding. Encoding ialah proses penyampaian informasi dari sipembicara kepada pendengar yang membutuhkan hubungan isi pesan yang disampaikan dengan simbol- simbol yang berfungsi sebagai alat komunikasi, Decoding adalah proses penerimaan informasi oleh si pendengar dari si pembicara dengan cara menghubungkan konsep-konsep dan kode-kode dan memprosesnya menjadi sebuah pesan. (Mukhalel 2003: 29-34)

Dengan adanya proses penyampaian dan penerimaan serta pemahaman membuat proses berbicara menjadi suatu hal yang kompleks terlebih bila komunikasi terjadi dengan menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris. (Richard 2002:201) Untuk mengatasi kesulitan berbicara tersebut, Kang Shumin dala Richard mengarahkan pebelajar untuk menguasai empat kompetensi yaitu: 1) Kompetensi gramatikal, yakni peningkatan kemampuan tentang gramatikal (morfologi, sintaksis), kosakata dan mekanisme. 2) Kompetensi wacana, yang merupakan kompetensi pelengkap dari kompetensi gramatikal. Wacana apa saja mulai dari percakapan sederhana hingga teks tertulis, artikel, buku dan sebagainya.

3) Kompetensi sosiolinguistik, yakni pemahaman tentang konteks sosial dan budaya di mana bahasa digunakan:

pebelajar harus mengetahui atauran-aturan dan norma-norma ujaran. 4) Kompetensi strategis, yakni strategi komunikasi verbal dan nonverbal untuk mengimbangi ketidaklancaran atau ketidaksempurnaan dalam komunikasi( Richard 2002:207- 208)

Agar kompetensi-kompetensi komunikasi tersebut dapat dikuasai oleh pebelajar suatu bahasa dan mampu berbicara sesuai dengan kaidah kebahasaan, pebelajar membutuhkan keterampilan-keterampilan.

Brown mementingkan ketepatan

(accuracy) dan kefasihan (fluency).

Ketepatan dimaksud adalah bagaimana bahasa digunakan secara benar dalam hal pelafalan ( pronunciation), tata bahasa (grammar), dan fonology (phonology).

(Brown. 2000:247)

Agar tujuan pengajaran berbicara tercapai diperlukan strategi-strategi. Strategi pengajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus dan respon. Selama kedua prinsip ini dikuasai pembicara (murid dengan bantuan guru), maka ia dapat dikategorikan memilki kemampuan berbicara. Pemilihan strategi pengajaran berbicara terutama didasarkan pada tujuan dari materi yang telah ditetapkan pada satuan kegiatan belajar. (Iskandarwassid.

2008: 240-244)

2.2 Pengetahuan Skemata

John Field mengatakan bahwa skema yang jamaknya skemata adalah suatu struktur pengetahuan yang kompleks yang telah diketahui oleh seseorang yang berhubungan dengan konsep tertentu.

(Jhon field 2004: 254) Santrock mengutip teori Piaget dalam menjelaskan skemata.

Menurut Piaget sebuah skema adalah sebuah kerangka kognitif atau kerangka referensi yang digunakan oleh anak-anak untuk memahami dunia mereka.(Santrock 2004: 46)

Salah satu wawasan terpenting dari teori skemata adalah bahwa pembelajaran yang bermakna memerlukan keterlibatan aktif pebelajar, yang memiliki sangat banyak pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk digunakan dalam memahami dan menyatukan informasi yang baru. Apa yang dipelajari dari setiap pengalaman bergantung sebagian besar kepada skemata yang telah diterapkan pada pengalaman tersebut.(Slavin 2006: 250)

Penerapan pengetahuan skemata dalam proses pembelajaran bahasa tentunya didasarkan atas kompetensi komunikatif yang telah dimiliki seseorang. Kompetensi komunikatif adalah aspek kompetensi yang memungkinkan kita menyampaikan dan menafsirkan pesan antar personal

(4)

Epigram, Vol. 10 No. 2 Oktober 2014:131-142 dalam konteks-konteks tertentu. (Brown

2000: 246)

2.3 Keberanian Mengambil Resiko Keberanian mengambil risiko dalam belajar bahasa menurut para ahli adalah suatu keinginan untuk mencoba informasi baru secara cerdas terlepas dari rasa malu dalam berbahasa. Para pebelajar harus sedikit berani menebak, bersedia menguji coba dugaannya tentang bahasa yang dipelajari dan berani mengambil risiko salah. Brown mengatakan karakterisik yang menonjol dari pebelajar bahasa yang baik, (menurut Rubin dan Thompson (1982) adalah kemampuan untuk membuat tebakan yang cerdas), Brown juga mengutip pernyataan Ely (1986) yang menyatakan bahwa pengambilan risiko akan mendatangkan hasil positif dalam pembelajaran bahasa asing.(Brown 2000:

149-150)

Pengambilan risiko erat kaitannya dengan harkat kepercayaan diri atau self-esteem.

Ketika kesalahan yang bodoh dilakukan, seseorang dengan kepercayan diri pada tingkat global tidak berkecil hati bila ditertawakan. Harkat kepercayaan diri atau self-esteem merupakan faktor paling universal dari semua prilaku manusia.

(Brown 2000: 150) Harkat kepercayaan diri merujuk kepada evaluasi yang dilakukan pebelajar yang berkenaan dengan diri mereka sendiri, sejauh mana pebelajar meyakini diri mampu dan layak.

Keberanian mengambil risiko juga terjalin erat dengan sikap kecemasan. Slavin mengatakan kecemasan adalah teman pendidikan terus-menerus. Setiap siswa merasakan kecemasan pada satu saat di sekolah, tetapi bagi siswa tertentu, kecemasan sangat menghambat pembelajaran dan kinerja, khususnya dalam ujian. (Slavin 2006: 128)

Untuk menghilangkan rasa cemas, Dufeu (1994) menawarkan satu cara yaitu membangun kerangka afektif yang memadai agar para pebelajar merasa nyaman ketika mulai melibatkan diri di dunia baru bahasa asing.(Brown 2000:

150) Jadi dapat disimpulkan bahwa

pengambilan risiko yang terjadi dengan tepat dapat membangun kerangka afektif yang memadai, Untuk itu guru harus menciptakan kondisi keberterimaan yang merangsang kepercayaan diri pebelajar dan mendorongnya untuk berani mengambil risiko.

3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dalam bentuk survey dengan teknik korelasional.

Penelitian ini mendeskripsikan hubungan antara variabel penelitian dengan cara mengkorelasikan data dari lapangan. Pola hubungan antar variable digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Model hubungan antar variable

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Politeknik Negeri Jakarta pada Program Studi Alat Berat Jurusan Teknik Mesin.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang terdiri dari tiga jenis data yang akan dikumpulkan. Ketiga jenis data tersebut adalah (1) pengetahuan skemata, (2) keberanian mengambil risiko, dan (3) kemampuan berbicara bahasa Inggris Data pengetahuan skemata dikumpulkan dengan menggunakan tes bahasa Inggris teknik yang dikembangkan oleh peneliti dan untuk keberanian mengambil risiko dengan menggunakan kuesioner.

Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik yang akan diuji dalam penelitian adalah sebagai berikut

1. Ho : Py1 = 0 H1 : Py1 >0 2. Ho : Py2 = 0

Pengetahuan Skemata

(X1)

Kemampuan Berbicara

(Y) Keberanian

Mengambil Risiko (X2)

(5)

H1 : Py2 >0 3. Ho : Py1.2 = 0

H1 : Py1 .2 >0 Keterangan:

Py1 : Koefisien korelasi pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara (Y)

Py2 : Koefisien korelasi keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara (Y)

Py1.2 : Koefisien korelsasi

pengetahuan skemata (X1) dan keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara (Y)

Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian adalah teknik analisis regresi dan korelasi, baik sederhana maupun ganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Sebelum data hasil uji hipotesis penelitian dianalisis, terlebih dahulu dilaksanakan uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menggunakan galat taksiran Y atas X1 dengan uji Liliefors. Sedangkan uji homogenitas menggunakan varians Y atas X2 dengan uji Barlett.

Pengujian Persyaratan Analisis

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan analisis regresi, baik regresi linier sederhana maupun regresi ganda, yaitu (1) normalitas data; (2) homogenitas varians kelompok-kelompok skor Y yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan data variabel X; (3) linieritas regresi. Dari ketiga persyaratan tersebut ada dua persyaratan yang disajikan pengujiannya pada bagian ini, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians kelompok-kelompok skor Y berdasarkan kesamaan data X, sedangkan uji linieritas regresi akan diuji dalam pengujian hipotesis penelitian.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Normalitas

Pengujian persyaratan normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik uji Liliefors. Kriteria pengujian tolak H0 menyatakan bahwa skor berdistribusi normal adalah, jika Lhitung lebih kecil dibandingkan dengan Ltabel maka H0 tidak dapat ditolak, dalam hal lainnya H0 tidak dapat diterima. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai IF(zi) – S(zi)I tertiggi yang disimpulkan dengan Lhitung untuk kedua galat taksiran regresi lebih kecil dari nilai Ltabel, batas penolakan H0

yang tertera pada tabel Liliefors.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa semua hipotesis nol (H0) yang berbunyi sampel berasal dari populasi berdistribusi normal tidak dapat ditolak, dengan kata lain bahwa semua sampel yang terpilih berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan pengujian normalitas tertera pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Galat Taksiran

Nomo r

Gakat Taksira

n Regresi

N Lhitung

Ltabel

Keteranga α = n

5%

α = 1%

1

Y atas

X1 4 0

0,116 8

0,14 0

0,16

0 Normal

2

Y atas

X2 4 0

0,079 3

0,14 0

0,16

0 Normal

Berdasarkan harga-harga Lhitung dan Ltabel di atas dapat disimpulkan pasangan semua data dari variabel baik kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) atas pengetahuan skemata (X1), dan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) atas keberanian mengambil risiko (X2) berasal dari sampel yang berdistribusi normal.

Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk menguji homogenitas varians antara kelompok-kelompok skor variabel terikat

(6)

Epigram, Vol. 10 No. 2 Oktober 2014:131-142 (Y) yang dikelompokkan berdasarkan

kesamaan nilai variabel bebas (X).

Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan uji Bartlett.

Proses pengujian yang ditempuh adalah pertama-tama membuat pengelompokan data Y berdasarkan kesamaan X.

Selanjutnya dihitung nilai-nilai dk, 1/dk, varians si2, log si2, dk si2, (dk) log si2,. Dari nilai-nilai tersebut dihitung nilai 2 dan hasilnya disebut 2hitung. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

H0 diterima jika 2hitung < 2tabel H0 ditolak jika 2hitung > 2tabel

Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel kemampuan berbicara bahasa Inggris atas variabel pengetahuan skemata diperoleh 2hitung sebesar 4,920. Nilai 2tabel dengan dk = 9 pada α = 0,05 sebesar 16,919. Oleh karena

2

hitung < 2tabel, maka H0 diterima. Hal ini berarti varians kelompok-kelompok variabel kemampuan berbicara bahasa Inggris atas variabel pengetahuan skemata adalah homogen.

Hasil perhitungan pengujian homogenitas varians variabel kemampuan berbicara bahasa Inggris atas variabel keberanian mengambil risiko diperoleh

2hitung sebesar 3,443. Nilai 2tabel dengan dk = 26 pada α = 0,05 sebesar 38,885.

Oleh karena 2hitung < 2tabel, maka H0

diterima. Hal ini berarti varians kelompok- kelompok variabel kemampuan berbicara bahasa Inggris atas variabel keberanian mengambil risiko adalah homogen.

Keseluruhan hasil uji homogenitas varians dirangkum pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Homogenitas Varians No

mor Vari

ans D

k

2 hi tung

2 tabel

Ketera ngan α =

5%

α = 1%

1 Y atas X1

9 4,9 20

16, 919

21, 666

Homo gen 2 Y

atas 2 6

3,4 43

38, 885

45, 642

Homo gen

X2

Berdasarkan harga-harga 2hitung dan 2tabel

di atas dapat disimpulkan pasangan semua data dari variabel baik kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) atas pengetahuan skemata (X1), dan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) atas keberanian mengambil risiko (X2) berasal dari sampel yang homogen.

Pengujian Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis dilakukan dengan tujuan untuk menguji korelasi antara variabel-variabel juga untuk mengetahui seberapa besar korelasi antara variabel- variabel bebas dengan variabel terikat.

Ada tiga hipotesis yang telah dirumuskan dan akan diuji secara empirik dalam penelitian ini, yaitu:

1. Terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

2. Terdapat hubungan positif antara keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

3. Terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata dan keberanian mengambil risiko secara bersama-sama dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Hipotesis Pertama

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut: “terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y)”.

Hipotesis tersebut secara statistik dirumuskan sebagai berikut:

Ho : y1 = 0 H1 : y1 > 0

Hasil perhitungan sebagaimana pada lampiran pengujian hipotesis, memperhatikan bahwa persamaan regresi yang terjadi antara Y atas X1 adalah Ŷ = a + bX1. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh pula koefisien regresi b

= 1,74 dan konstanta a = -10,56. Dengan

(7)

demikian bentuk hubungan antara pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) ditunjukkan oleh persamaan analisis regresi linier adalah Ŷ = -10,56 + 1,74X1. Uji linieritas dan signifikansi koefisien arah regresi menggunakan uji F.

Perhitungan lengkap tentang uji F pada lampiran pengujian hipotesis. Gambar perolehan harga F adalah sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Hasil Analisis ANAVA untuk Persamaan Regresi Sederhana Ŷ = -10,56

+ 1,74X1

Sumbe r Varian

s dk

Jumlah Kuadrat

(JK)

Rata-rata Jumlah Kuadrat (RJK)

Fhitu ng

Ftabel

α

= 0, 05

α = 0,01

Total 4

0 41742 Regre

si a 1 40322, 50 Regre

si b/a 1 637,66 637,66 30,9 9**)

4, 10 7,35 Resid

u 3

8 781,84 20,58 Tuna

Coco k

8 167,94 20,99 1,03

ns) 2, 27 3,17 Galat 3

0 613,90 20,46 Keterangan:

dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat

RJK = Rata-rata Jumlah Kuadrat

** = Regresi sangat signifikan (Fhitung = 30,99 > Ftabel = 4,10)

ns = Non Signifikan, berarti Linier (Fhitung = 1,03 > F = 2,27)

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa untuk regresi sederhana Fhitung (30,99) >

Ftabel (4,10). Dengan demikian persamaan Ŷ = -10,5 + 1,74X1 sangat signifikan.

Sedangkan untuk tuna cocok Fhitung (1,03)

< Ftabel (2,27). Dengan demikian persamaan regresi Ŷ = -10,56 + 1,74X1

bersifat linier.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka persamaan regresi sederhana Ŷ = -10,56 +

1,74X1 dapat diinterpretasikan bahwa apabila pengetahuan skemata (X1) dan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) diukur dengan menggunakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, maka setiap kenaikan skor pada kemampuan berbicara bahasa Inggris sebesar satu unit akan diikuti oleh kenaikan skor pengetahuan skemata sebesar 1,74 unit pada arah yang sama dengan konstanta (intercept) sebesar -10,56. Secara Visual dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Persamaan Regresi Ŷ = -10,56 + 1,74X1

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi product moment antara pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) ry1 sebesar 0,670. Hasil pengujian diperoleh thitung (5,56) > ttabel

(1,69). Hasil uji signifikansi koefesien tersebut disajikan pada lampiran pengujian hipotesis.

Tabel 4.7 Hasil Uji Signifikan Koefesien Korelasi antara Pengetahuan Skemata (X1) dengan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris

(Y) Dk

Koefisien Korelasi Sederhana

thitung

ttabel

α

=0,05 α

=0,01 38 ry1 = 0,670 5,56

**)

1,69 2,43

** sangat signifikan (thitung = 5,56 > ttabel = 1,69)

Keterangan : dk = derajat kebebasan

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60

0 5 10 15 20 25 30

Pengetahuan Skemata (X1)

Regresi: a + bX1

(8)

Epigram, Vol. 10 No. 2 Oktober 2014:131-142 Berdasarkan hasil di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa Ho ditolak dan menerima Hi. Dengan kata lain terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pengetahuan skemata dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Dari koefisien korelasi tersebut dapat dihitung pula koefisien determinasinya (r2y1) =0,4489; yang berarti bahwa 45%

proporsi varians kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) dapat dijelaskan oleh pengetahuan skemata (X1).

Untuk menjelaskan hubungan antara pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y), bila variabel keberanian mengambil risiko (X2) dikontrol, dilakukan dengan analisis korelasi parsial. Koefisien korelasi parsial yang diperoleh dan hasil pengujiannya disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikan Koefesien Korelasi Parsial antara Pengetahuan Skemata (X1) dengan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris

(Y), jika Keberanian Mengambil Risiko (X2) Dikontrol Dk

Koefisien Korelasi

Parsial

thitung

ttabel

α = 0,05

α = 0,01 37 ry1.2 = 0,491 3,43

**)

2,03 2,72

** sangat signifikan (thitung = 3,43 > ttabel = 2,03)

Keterangan : dk = derajat kebebasan Berdasarkan hasil tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial antara pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y), bila variabel keberanian mengambil risiko (X2) dikontrol sagat bermakna (sangat signifikan), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa, jika variabel keberanian mengambil risiko dikontrol tetap, maka pengetahuan skemata memberikan kontribusi yang bermakna stabil terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Hipotesis Kedua

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut: “terdapat hubungan positif antara keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y)”.

Hipotesis tersebut secara statistik dirumuskan sebagai berikut:

Ho : y2 = 0 H1 : y2 > 0

Hasil perhitungan sebagaimana pada lampiran pengujian hipotesis, memperhatikan bahwa persamaan regresi yang terjadi antara Y atas X2 adalah Ŷ = a + bX2. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh pula koefisien regresi b

= 0,46 dan konstanta a = -12,29. Dengan demikian bentuk hubungan antara keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) ditunjukkan oleh persamaan analisis regresi linier adalah Ŷ = -12,29 + 0,46X2

Uji linieritas dan signifikansi koefisien arah regresi menggunakan uji F.

perhitungan lengkap tentang uji F pada lampiran pengujian hipotesis. Gambar perolehan harga F adalah sebagaimana terdapat pada tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9 Hasil Analisis ANAVA untuk Persamaan Regresi Sederhana Ŷ = -12,29

+ 0,46X2 Sumbe

r Varian

s dk

Jumlah Kuadrat (JK)

Rata-rata Jumlah Kuadrat (RJK)

Fhitu ng

Ftabel

α

= 0, 05

α = 0,01 Total 4

0

41742 Regre

si a

1 40322, 50 Regre

si b/a

1 617,94 617,94 29,2 9**)

4, 10

7,35 Resid

u 3 8

801,56 21,09

Tuna Coco

k 2 5

541,39 21,66 1,08

ns) 2, 41

3,58

(9)

Galat 1 3

260,17 20,01 Keterangan:

dk = derajat kebebasan JK = Jumlah Kuadrat

RJK = Rata-rata Jumlah Kuadrat

** = Regresi sangat signifikan (Fhitung = 29,29> Ftabel = 4,10)

ns = Non Signifikan, berarti Linier (Fhitung = 1,08 < Ftabel = 2,41)

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa untuk regresi sederhana Fhitung (29,29) >

Ftabel (4,10). Dengan demikian persamaan Ŷ = -12,29 + 0,46X2 sangat signifikan.

Sedangkan untuk tuna cocok Fhitung (1,08)

< Ftabel (2,41). Dengan demikian persamaan regresi Ŷ = -12,29 + 0,46X2 bersifat linier.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka persamaan regresi sederhana Ŷ = -12,29 + 0,46X2 dapat diinterpretasikan bahwa apabila keberanian mengambil risiko (X2) dan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) diukur dengan menggunakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, maka setiap kenaikan satu unit skor pada kemampuan berbicara bahasa Inggris sebesar akan diikuti oleh kenaikan skor keberanian mengambil risiko sebesar 0,46 unit pada arah yang sama dengan konstanta (intercept) sebesar -12,29.

Gambar 4.5 Grafik Persamaan Regresi Ŷ = -12,29 + 0,46X2

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi product moment antara keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y)

ry2 sebesar 0,660. Hasil pengujian diperoleh thitung (5,41) > ttabel (1,69). Hasil uji signifikansi koefesien tersebut disajikan pada lampiran pengujian hipotesis.

Tabel 4.10 Hasil Uji Signifikan Koefesien Korelasi antara Keberanian

Mengambil Risiko (X2) dengan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris

(Y) dk

Koefisien Korelasi Sederhana

thitung

ttabel α

=0,05 α

=0,01 38 ry2 = 0,660 5,41

**)

1,69 2,43

** sangat signifikan (thitung = 5,41 > ttabel = 1,69)

Keterangan : dk = derajat kebebasan Berdasarkan hasil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan menerima Hi. Dengan kata lain terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Dari koefisien korelasi tersebut dapat dihitung pula koefisien determinasinya (r2y2) = 0,4356; yang berarti bahwa 44%

proporsi varians kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) dapat dijelaskan oleh keberanian mengambil risiko (X2).

Untuk menjelaskan hubungan antara keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y), bila variabel pengetahuan skemata (X1) dikontrol, dilakukan dengan analisis korelasi parsial. Koefisien korelasi parsial yang diperoleh dan hasil pengujiannya disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Hasil Uji Signifikan Koefesien Korelasi Parsial antara Keberanian Mengambil Risiko (X2) dengan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris (Y), jika Pengetahuan Skemata

(X1) Dikontrol

dk

Koefisien Korelasi

Parsial

thitung

ttabel

α = 0,05

α = 0,01

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60

0 50 100 150

Keberanian Mengambil Risiko (X2) Regresi: a + bX2

(10)

Epigram, Vol. 10 No. 2 Oktober 2014:131-142 37 ry2.1 = 0,473 3,26

**)

2,03 2,72

** sangat signifikan (thitung = 3,26 > ttabel = 2,03)

Keterangan : dk = derajat kebebasan Berdasarkan hasil tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi parsial antara keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y), jika variabel pengetahuan skemata (X1) dikontrol sangat bermakna (sangat signifikan), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa, jika variabel pengetahuan skemata dikontrol tetap, maka keberanian mengambil risiko memberikan kontribusi yang bermakna stabil terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Hipotesis Ketiga

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut: “terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata (X1) dan keberanian mengambil risiko (X2) secara bersama- sama dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y)”.

Hipotesis tersebut secara statistik dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Ry12 = 0 H1 : Ry12 > 0

Hasil perhitungan sebagaimana pada lampiran pengujian hipotesis, memperhatikan bahwa persamaan regresi yang terjadi antara Y atas X1 dan X2 adalah Ŷ = a + b1X1+ b2X2. Dari hasil analisis statistik diperoleh pula koefisien regresi ganda b1 sebesar 1,15 dan b2 = 0,29 dengan konstanta (intercept) sebesar -24,02. Dengan demikian bentuk hubungan antara kedua variabel bebas dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda melalui persamaan Ŷ = -24,02 + 1,15X1 + 0,29X2 yang mengandung makna bahwa:

1. Bila terjadi kenaikan satu unit pada pengetahuan skemata (X1) dan

dilakukan kontrol terhadap keberanian mengambil risiko (X2), maka kenaikan tersebut akan diikuti oleh kenaikan 1,15 unit pada kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y).

2. Bila terjadi kenaikan satu unit pada keberanian mengambil risiko (X2) dan dilakukan kontrol terhadap pengetahuan skemata (X1), maka kenaikan tersebut akan diikuti oleh kenaikan 0,29 unit pada kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y).

3. Kenaikan pada kemampuan berbicara bahasa Inggris (poin 1 dan 2) diatas terjadi pada arah yang sama dengan konstanta (intercept) sebesar -24,02.

Koefisien korelasi ganda kedua variabel bebas dengan keberanian mengambil risiko (Ry12) = 0,756. Hasil uji signifikannya diperoleh harga Fhitung = 24,69 > Ftabel = 3,26 pada α = 0,05. Berdasarkan hasil tersebut terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata (X1) dan keberanian mengambil risiko (X2) secara bersama-sama dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y).

Koefisien korelasi determinasi (R2y12) sebesar 0,5718 dapat diinterpretasikan bahwa 57% proporsi varians kemampuan berbicara bahasa Inggris dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh pengetahuan skemata dan keberanian mengambil risiko.

Berdasarkan hasil perhitungan lanjutan dapat diketahui sumbangan (konstribusi) setiap variabel terikat terhadap pengetahuan skemata sebesar 45% dan keberanian mengambil risiko sebesar 44%.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis-hipotesis penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua hipotesis-hipotesis penelitian yang dirumuskan pada bab II dapat diterima.

Dengan demikian kemampuan

(11)

berbicara bahasa Inggris sebesar 57%

ditentukan oleh kedua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu (1) pengetahuan skemata dan (2) keberanian mengambil risiko.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Pertama, hasil pengujian hipotesis pertama dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan skemata dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan skemata, akan semakin baik kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Terbukti dari bentuk hubungan antara pengetahuan skemata (X1) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) yang ditunjukkan oleh persamaan garis regresi Ŷ = -10,56 + 1,74X1. Koefisien korelasi (ry1 ) = 0,670. Koefisien determinasi (r2y1) = 0,4489; yang berarti bahwa 45% dari kemampuan berbicara bahasa Inggris dipengaruhi oleh pengetahuan skemata. Persamaan garis regresi menunjukkan kebermaknaannya yang berarti pada taraf signifikansi 5%.

Persamaan garis tersebut dapat diinterpretasikan bahwa perubahan satu unit skor kemampuan berbicara bahasa Inggris akan diikuti oleh perubahan skor pengetahuan skemata sebesar 1,74 unit pada arah yang sama dengan konstanta (intercept) sebesar -10,56.

Kedua, dari hasil pengujian hipotesis kedua dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara keberanian mengambil risiko dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi keberanian mengambil risiko, akan semakin baik pula kemampuan berbicara bahasa Inggris.

Terbukti dari bentuk hubungan antara keberanian mengambil risiko (X2) dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris (Y) ditunjukkan oleh persamaan garis regresi Ý = -12,29 + 0,46X2 . Koefisien korelasi (ry2) = 0,660. Koefisien determinasi (r2y2)

= 0,4356; yang berarti bahwa 44%

kemampuan berbicara bahasa inggris dipengaruhi oleh keberanian mengambil risiko. Persamaan garis regresi menunjukkan kebermaknaan yang berarti pada taraf signifikansi 5%. Persamaan garis regresi tersebut dapat

diinterpretasikan bahwa perubahan satu unit skor kemampuan berbicara bahasa Inggris akan diikuti oleh perubahan skor keberanian mengambil risiko sebesar 0,46 unit pada arah yang sama dengan konstanta (intercept) sebesar -12,29 Ketiga, dari hasil pengujian hipotesis ketiga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan skemata dan keberanian mengambil risiko secara bersama-sama mempunyai hubungan positif dengan kemampuan berbicara bahasa Inggris yang ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda Ý = -24,02 + 1,15X1 + 0,29X2.

Koefesien korelasi ganda antara kedua variabel bebas dengan variabel terikat Ry12

sebesar 0,756. Dari koefisien korelasi tersebut, dapat dihitung koefesien determinasi (R2y12) sebesar 0,5718 berarti bahwa 57% proporsi varians kemampuan berbicara bahasa Inggris dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh pengetahuan skemata serta keberanian mengambil risiko.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta; PT. Rineka Cipta.

[2] Brown, H. Douglas.2000. Principles of Language Learning and Teaching.

4th ed. New York: Pearson Education.

[3] Djiwandono,2008. Tes Bahasa.

Jakarta: PT. Indeks.

[4] Field, Jhon. 2004 Psycholinguistics:

The Key to Concepts. London and New York: Routledge.

[5] Iskandarwasid dan Suhendar Dadang.

2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

[6] Mukalel, Joseph C. 2003 Psychology of Language Learning. New Delhi:

Discovery Publishing House.

[7] Richard, Jack C. and Willy A.

Renandya. 2002. Methodology in Language Teaching. UK: Cambridge University Press.

[8] Robert, Slavin E. 2006. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Edisi Kedelapan. Boston: Peason Education [9] Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Edisi Terjemahan.

McGraw-Hill Company, Inc.

[10] Thornbury, Scott. 2008. How to Teach Speaking. UK: Pearson Education.

Gambar

Gambar 1. Model hubungan antar  variable
Tabel 4.4   Hasil Pengujian Normalitas  Galat Taksiran  Nomo r  Gakat  Taksiran  Regresi  N L hitung L tabel Keterangaα = n 5% α = 1%  1  Y  atas  X 1 4 0  0,1168  0,140  0,160  Normal  2  Y  atas  X 2 4 0  0,0793  0,140  0,160  Normal
Tabel 4.5   Hasil Pengujian  Homogenitas Varians  No mor  Vari ans  D k  2 hi tung 2 tabel Keterangan α =  5%  α = 1%  1  Y  atas  X 1    9  4,9 20  16, 919  21, 666  Homogen  2  Y  atas  2 6  3,4 43  38, 885  45, 642  Homogen  X 2
Gambar 4.4 Grafik Persamaan Regresi  Ŷ = -10,56 + 1,74X 1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Discrete mathematics is an essential part of the foundations of (theoretical) computer science, statistics, probability theory, and algebra.. The ideas come up repeatedly in

In this stage of the design process, the chosen concept design is designed in detailed with all the dimensions and specifications necessary to make the design

Berdasarkan gambar 1 dan 2 perencanaan bencana alam yang mengintai paling utama di Desa Sirnoboyo adalah bahaya gempa dan tsunami dikarenakan letak geografis Teluk

Jika dilihat dari segi psikologinya, musik dapat berfungsi sebagai alat peneduh jiwa dan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hasrat manusia akan seni dan berkreasi, dari

Fondasi dari desain dengan memproduksi ide yang bertujuan untuk memberikan bayangan visual dari sebuah proyek, dan sebagai referensi untuk illustrator dan

Konsentrasi tersebut belum bisa melindungi atau mencegah kulit dari eritema/kemerahan pada kulit, namun jika dilihat dari nilai SPF yang didapatkan yaitu termasuk

1) Token atau simbol praktis dan atraktif untuk memicu tumbuhnya motivasi belajar. Token yang dapat digunakan sebagai simbol penghargaan yaitu seperti stiker, guntingan

Dalam penelitian ini, penulis menemukan beberapa kosakata yang memiliki kekhasan ortografis berupa perubahan kata, seperti penggantian huruf vokal ke