IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Geografis Kabupaten Semarang 1. Keadaan Alam
a. Keadaan Geografis
Kabupaten Semarang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Kabupaten Semarang terletak pada 110°14’54,75’’ sampai dengan 110°39’3’’ Bujur Timur dan 7°3’57”
sampai dengan 7°30’ Lintang Selatan. Keempat koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,674 Ha. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Semarang bisa dikatakan relatif sejuk.Hal ini memungkinkan karena jika ditilik berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut, Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 318 meter dpl hingga 1.450 dpl. Desa Candirejo di Kecamatan Pringapus merupakan desa dengan ketinggian terendah, sedangkan Desa Batur di Kecamatan Getasan merupakan wilayah desa dengan ketinggian tertinggi.
Secara administratis letak geografis Kabupaten Semarang berbatasan langsung dengan Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
Sebelah Barat : Kabupaten Kendal dan Kabupaten Temanggung Sebelah Selatan : Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak Sebelah Utara : Kota Semarang
Bagian Tengah : Terletak Kota Salatiga b. Topografi
Wilayah Kabupaten Semarang mempunyai topografi yang beranekaragam, meliputi dataran tinggi/perbukitan dan dataran rendah.
Adapun pembagian bentang alamnya adalah sebagai berikut :
1) Gunung Ungaran dengan berkedudukan di wilayah Kecamatan Ungaran Barat, Bandungan, Sumowno, dan Bawen.
32
2) Untuk wilayah Kecamatan Banyubiru dan Getasan terletak Gunung Telomoyo.
3) Dan yang terakhir ada Gunung Merbabu yang terletak di wilayah Kecamatan Getasan dan Tengaran.
Wilayah administratif Kabupaten Semarang selain memiliki Gunung daerah ini juga terdapat 8 perbuktian. Ada Perbukitan Sewakul di Wilayah Ungaran Barat, sedang di Kecamatan Ungaran Timur terletak perbyukitan Kalong dan juga beberapa perbukitan lain yang tersebar di Kecamatan Pabelan, Suruh, Tuntang, Tengaran, Bancak dan Kecamatan Bergas.
Di Kabupaten Semarang terdapat berbagai variasi kelas lereng di mulai dari datar (0 - 2%) sampai sangat curam (>40%). Sebagian besar wilayah Kabupaten Semarang didominasi oleh kelas lereng bergelombang dengan kemiringan 2-15% seluas 57.640 Ha, Curam dengan kemiringan 15-40% seluas 21.706 Ha, sedangkan untuk kelas lereng datar dan sangat curam dengan kemiringan 0-2% dan >40% hanya sebagian kecil dari wilayah Kabupaten Semarang dengan luasan 6.297 Ha dan 9.438 Ha. Sedangkan ketinggian Kabupaten Semarang berada pada ketinggian 2.068 mdpl.
Daerah datar dengan kemiringan 0-2% menempati wilayah sekitar Rawapening, untuk daerah perbukitan dengan kemiringan atau berdasarkan kelas lereng antara 15-40% atau lebih menempati bagian Utara sampai Tenggara wilayah Kabupaten Semarang yaitu sekitar dukuh Kaligawe (sekitar hutan Penggaron), Dadapayam dan sekitar Susukan.
Sedangkan daerah pegunungan seperti Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran umumnya kemiringannya mencapai 15- 40%. Sebelah barat Kabupaten Semarang memiliki kemiringan lahan yang sangat bervariasi terutama di wilayah Kecamatan Ungaran Barat, Bandungan, dan Getasan karena kecamatan-kecamatan tersebut memiliki kemiringan lahan antara 0-2%, 2-15%, 15-40% dan lebih besar dari 40%.
Kecamatan dengan kondisi tertinggi berada di wilayah Kecamatan Bandungan dengan ketinggian 800 mdpl.
c. Kondisi Geologi
Berdasarkan kondisi geologi, wilayah Kabupaten Semarang terdiri dari batuan sedimen klasik berupa batuan andesit, sirtu, batu pasir darat, batu lempung, dan trass. Komposisi litologi batuan yang terdapat di Kabupaten Semarang terdiri atas :
1) Alluvium endapan rawa dan danau, terutama tersusun oleh lempung, umumnya bersifat kedap air.
2) Endapan alluvium gunung api, terdiri dari bahan-bahan tak mengeras, mengandung bongkah-bongkah batuan gunung api, tersusun oleh andesit sampai basalt dengan kelulusan terhadap air rendah sampai tinggi.
3) Lava andesit berongga asal Gunung Slamet dengan kelulusan terhadap air tinggi sampai sedang.
4) Endapan vulkanik tua yang terdiri dari aliran lava yang bersifat andesit sampai basalt dan breksi. Kelulusan terhadap air rendah sampai sedang.
5) Batu pasir tufaan, batu pasir, konglomerat, tufa, breksi dan lempung dengan kelulusan terhadap air rendah.
6) Napal, napal lempungan dan napal globi gerina dengan sisipan tipis tufa pasiran, batu gamping pasiran, batupasir, batu lempung dan lempung tufaan dengan kelulusan terhadap air rendah.
d. Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di Kabupaten Semarang dikategorikan menjadi 9 jenis dengan karakteristik yang berbeda. Jenis tanah yang mendominasi wilayah Kabuupaten Semarang adalah latosol coklat dan regosol cooklat seluas 14.943,75 ha (19,22%) dari seluruh wilayah Kabupaten Semarang dan yang terkecil adalah jenis tanah litosol yang hanya sebesar 568,75 ha (0,73%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Jenis Tanah di Kabupaten Semarang
Luas Wilayah
No Jenis Tanah Ha %
1 Latosol Coklat dan Regosol
Coklat 14.943,750 19,22
2 Aluvial Coklat tua 13.873,500 17,79
3 Gramosol kelabu 13.475,122 17,33
4 Padmolik merah kuning 10.050,000 12,92
5 Latosol coklat dari bahan
induk vulkanik 8.490,625 10,92
6 Latosol coklat tua 6.237,500 8,02
7 Andosol coklat 5.662,500 7,28
8 Latosol merah kuning 4.498,375 5,78
9 Litosol 568,750 0,73
Jumlah 77.764,122 100
Sumber : RPJMD Kabupaten Semarang Tahun 2016-2021 1) Tanah Latosol
Tanah latosol di Kabupaten Semarang dirinci menjadi : tanah latosol coklat yang berasosiasi dengan regosol coklat, tanah latosol dari bahan induk vulkanik, tanah latosol merah kuning, dan tanah latosol coklat tua.
2) Tanah Alluvial
Tanah ini biasanya berwarna kelabu, coklat, dan hitam. Bersifat peka terhadap erosi, karena merupakan endapan tanah liat dan pasir, maka terdapat di sepanjang sungai yang cukup besar, seperti Sungai Gintung bagian tengah dan hilir, Sungai Klawing, Sungai Pekacangan, dan Sungai Serayu bagian tengah dan hilir.
3) Tanah Andosol
Jenis tanah ini terbentuk dari batuan bekuan dan intermedior, mempunyai sifat peka terhadap erosi, berwarna coklat atau hitam kelabu. Jenis tanah ini banyak terdapat di sekitar puncak Gunung Slamet.
4) Tanah Litosol
Tanah ini terbentuk dari batuan endapan dan bekuan, sangat peka terhadap erosi, kurang baik untuk pertanian. Jenis tanah ini banyak terdapat di Kecamatan Rembang bagian timur.
5) Tanah Gromosol
Tanah ini terbentuk dari endapan liat dan bekuan. Berwarna kelabu sampai hitam, bersifat peka terhadap erosi, dapat dijadikan tanah pertanian dan perkebunan. Jenis tanah ini banyak terdapat di Kecamatan Karangreja, Bobotsari, Karanganyar, Karangmoncol, dan Rembang.
2. Kondisi Demografi Kabupaten Semarang
Jumlah penduduk di Kabupaten Semarang menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada tahun 2018 sebesar 996.346 jiwa dengan jumlah laki-laki 499.066 jiwa dan perempuan sebesar 497.280 jiwa.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 9. Jumlah Penduduk Kabupaten Semarang
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4
Getasan 25,632 25,746 51,378
Tengaran 33,825 32,866 66,691
Susukan 24,795 24,354 49,149
Suruh 34,183 33,516 67,699
Pabelan 21,050 21,170 42,220
Tuntang 32,971 33,303 66,274
Banyubiru 22,101 21,876 43,977
Jambu 20,029 19,949 39,978
Sumowono 16,571 16,230 32,801
Ambarawa 30,616 31,104 61,720
Bawen 27,254 27,207 54,461
Bringin 22,983 22,792 45,775
Bergas 32,885 33,000 65,885
Pringapus 25,640 25,548 51,188
Bancak 11,993 12,044 24,037
Kaliwungu 15,407 15,577 30,984
Ungaran Barat 37,925 38,322 76,247
Ungaran Timur 35,000 35,018 70,018
Bandungan 28,206 27,658 55,864
Jumlah 499,066 497,280 996,346
Sumber: Dispendukcapil Kabupaten Semarang, 2018
Mayoritas penduduk Kabupaten Semarang adalah Suku Jawa. Suku minoritas yang cukup besar adalah Tionghoa, terutama di kawasan perkotaan meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Pada umumnya mereka bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa, dan banyak diantara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang kental sehari-harinya. Selain itu di beberapa kecamatan di Kabupaten Semarang ditemukan pula komunitas Arab-Indonesia. Mirip dengan Komunitas Tionghoa, mereka biasanya bergerak di bidang perdagangan dan jasa.
Sebagian besar penduduk Kabupaten Semarang beragama Islam dan sebagian masih mempertahankan tradisi Kejawen yang dikenal dengan istilah abangan. Agama lain yang dianut adalah Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu dan puluhan aliran kepercayaan. Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Tabel 10. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Semarang, Tahun 2010, 2014 dan 2018
Kecamatan Jumlah Penduduk (Orang) Laju Pertumbuhan Penduduk Per-tahun (%) 2010 2014 2018 2010-2018 2014-2018
Getasan 48,254 49,238 49,407 2,39 0,34
Tengaran 64,206 64,908 65,246 1,62 0,52
Susukan 43,182 43,419 43,503 0,74 0,19
Kaliwungu 26,294 26,420 26,477 0,70 0,22
Suruh 59,700 60,317 60,330 1,06 0,02
Pabelan 37,206 38,050 38,178 2,61 0,34
Tuntang 60,663 62,060 62,521 3,06 0,74
Banyubiru 40,247 41,066 41,319 2,66 0,62
Jambu 36,703 37,669 37,887 3,23 0,58
Sumowono 29,793 30,903 31,192 4,70 0,94
Ambarawa 58,384 59,172 59,598 2,08 0,72
Bandungan 52,712 54,618 54,965 4,27 0,64
Bawen 53,993 56,971 57,900 7,24 1,63
Bringin 41,119 41,571 41,770 1,58 0,48
Bancak 19,834 20,088 20,292 2,31 1,02
Pringapus 50,066 51,460 51,772 3,41 0,61
Bergas 68,241 70,862 71,411 4,65 0,77
Ungaran Timur 74,481 76,945 77,758 4,40 1,06
Ungaran Barat 68,686 69,744 69,895 1,76 0,22
Total 933,764 955,481 961,421 2,96 0,62
Sumber: BPS Kabupaten Semarang
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu wadah untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan pendidikan yang memadai maka setiap individu akan memiliki daya saing yang mampu menopang kehidupan ekonomi menjadi lebih baik. Hal yang terpenting dalam peningkatan pendidikan masyarakat adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan dasar, menengah dan lanjutan yang tersebar di semua kecamatan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.Dengan jumlah penduduk yang cukup padat di Kabupaten Semarang maka sarana prasarana pendidikan bagi setiap penduduk haruslah diperhatikan.
Data dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Semarang pada tahun 2018 penduduk yang masih bersekolah di sekolah swasta dan negeri untuk tingkatan SD/MI adalah sebanyak 77.592 jiwa yang bersekolah di 511 sekolah dan diampu oleh 5.381 guru. Pada tingkat SMP/MTs penduduk yang bersekolah berjumlah 34.136 jiwa yang bersekolah di 96 sekolah dan diampu oleh 2.073 guru. Penduduk yang melanjutkan ke tingkat SMA/MA berjumlah 10.063 jiwa ditampung di 25 sekolah dan diampu oleh 730 guru. Pada Sekolah Menengah Kejuruan jumlah SMK lebih banyak dibandingkan Sekolah SMA/MA yaitu sebanyak 44 sekolah dengan jumlah siswa: 16.845 dan diampu oleh 1.204 guru.
Tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Semarang masih cukup rendah yang tercermin dari sebagian besar penduduknya hanya tamat SD yaitu sebanyak 52.218 orang, lulusan SLTP 367.052 dan lulusan SLTA sebesar 177.350 orang. Lulusan Diploma 178.465 orang, Sarjana (S1) 13.175 orang, lulusan S2 30.402 orang dan lulusan S3 2.015 orang.
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Semarang
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tidak Tamat SD 99.683
Tamat SD 52.218
Tamat SMP 367.052
Tamat SMA 177.350
Diploma 178.465
Sarjana S1 13.175
Sarjana S2 30.402
Sarjana S3 2.015
Sumber : Dispendukcapil Kabupaten Semarang, 2018 4. Visi dan Misi Kabupaten Semarang
a. Visi Kabupaten Semarang
Visi Kabupaten Semarang tahun 2016-2021 merupakan gambaran kondisi masa depan Kabupaten Semarang yang dicita-citakan dan diharapkan dapat terwujud diakhir masa berlakunya periode RPJMD yaitu tahun 2021. Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, serta isu-isu strategis yang terjadi di Kabupaten Semarang serta memperhatikan visi dalam RPJM Nasional Tahun 2016-2021 dan visi RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018, BappedaKabupaten Semarang, Data Strategis Kabupaten Semarang 2016 maka dapat dirumuskan visi pembangunan RPJMD Kabupaten Semarang Tahun 2016-2021 yaitu : Peneguhan Kabupaten Semarang Yang Maju, Mandiri, Tertib dan Sejahtera ( MATRA II ).
Visi yang dikembangkan merupakan kesinambungan dari visi Kabupaten Semarang Tahun 2010-2018 yaitu MATRA. Pengembangan visi meliputi keselarasan visi dengan RPJPD Kabupaten Semarang Tahun 2005-2025, keselarasan visi dengan RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 serta RPJM Nasional Tahun 2018-2019. Sedangkan kondisi yang dimaksud MATRA II adalah :
1) Maju
Maju bermakna memiliki warga yang kreatif, dinamis, dan berpikir positif. Maju juga dimaknai dengan mempunyai kekuatan
ekonomi yang tidak tertinggal dari daerah lain serta mampu berprestasi, berkompetisi dan unggul diberbagai bidang.
2) Mandiri
Mandiri memliki makna yaitu mampu mewujudkan hidu yang sejajar, sederajat serta saling berinteraksi dengan daerah lain dimana mengandalkan pada kemampuan yang dimiliki. Kemandirian ini mengandung sebuah konseb saling ketergantungan dengan jalan kerja sama yang saling menguntungkan juga saling mendukung dalam kehidupan bermasyarakat baik secara vertikal maupun horizontal.
Kemandirian juga dimaknai dengan kemampuan untuk mengambil prakarsa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi, disertai dengan kemampuan memanfaatkan potensi yang dimiliki secara optimal. Kemandirian tercermin pula pada kemampuan menyerap aspirasi masyarakat dalam mewujudkan cita-cita bersamanya. Dengan kebersamaan tercapai kesamaan harapan, yang berat menjadi ringan, yang sulit menjadi mudah, yang ruwet menjadi sederhana dan yang gelap akan menjadi terang.
3) Tertib
Tertib berarti dapat mewujudkan aparat pemerintah dan masyarakat yang selalu tertib berpegang pada aturan dan norma- norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Perilaku tertib dapat ditunjukkan dengan menurunnya angka pelanggaran hukum oleh aparat pemerintah maupun masyarakat.
4) Sejahtera
Sejahtera dimaknai sebagai kemampuan untuk menciptakan kondisi masyarakat yang tercapai hak-hak dasarnya baik dari aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang didukung dengan terwujudnya kebebasan kehidupan beragama, dapat beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-masing, hidup secara harmonis dan saling toleransi. Tingkat kesejahteraan yang terus
meningkat dapat ditunjukkan dengan menurunnya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra sejahtera, pemenuhan kebutuhan pokok, masyarakat, pangan, sandang dan papan serta terwujudnya kondisi lingkungan yang tetap asri dan lestari sebagai dampak positif dari meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat yang semakin sejahtera.
b. Misi Kabupaten Semarang
Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang akan ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Semarang untuk memberikan arah dan batasan proses pencapaian tujuan dalam kurun waktu 2016-2021 adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kualitas SDM yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berbudaya serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Meningkatkan kualitas SDM yang ada ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, cerdas, kreatif, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudaya dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga nantinya dapat teripta lapangan kerja dan memiliki kemampuan untuk bersaing dalam memperoleh pekerjaan. Guna keperluan tersebut perlu didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana dasar pendidikan, kesehatan, lingkungan perumahan dan permukiman yang memadai.
2) Mengembangkan produk unggulan berbasis potensi lokal seperti industri, pertanian, dan pariwisata (INTANPARI) yang sinergi dan berdaya saing serta berwawasan lingkungan untuk menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Mengembangkan produk unggulan daerah seperti produk industri, pertanian dan pariwisata dengan tujuan untuk mendorong masyarakat meningkatkan kegiatan usaha ekonomi dengan pemanfaat sumber daya lokal yang ada, sehingga nantinya akan tersedia lapangan kerja bagi dirinya sendiri maupun orang lain dalam rangka
meningkatkan pendapatan. Pengembangan produk dilakukan secara sinergis dan berkesinambungan dengan sektor lain seperti perdagangan dan keuangan sehingga nanti didapatkan produk daerah yang memiliki daya saing. Pemanfaatan sumber daya dari daerah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan seperti air, bahan tambang dan lain -lain dilakukan secara terpadu sehingga dapat dijaga kelestariannya.
3) Mencipatakan pemerintahan yang katalistik dan dinamis dengan mengedepankan prinsip good governance didukung kelembagaan yang efektif dan kinerja aparatur yang kompeten, serta pemanfaatan teknologi informasi.
Pemerintahan yang katalis dan dinamis merupakan pemerintahan yang dapat menjadi fasilitator pembangunan bagi masyarakat, agar masyarakat mampu berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai sasaran pembangunan, sehingga proses pencapaian tujuan pembangunan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Untuk mewujudkan pemerintahan yang demikian dibutuhkan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemrintah daerah yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel yang didukung dengan sistem pengawasan yang efektif.
4) Menyediakan infrastruktur daerah yang merata guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan dasar dan percepatan pembangunan.
Infrastruktur yang memadai, layak dan merata diseluruh wilayah dibutuhkan dalam rangka mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik dan memperkuat pembangunan daerah. Terpenuhinya kebutuhan infrastruktur dapat meningkatkan kemandirian, perekonomian daerah dan investasi. Tersedianya infrastruktur sumber daya air akan mendorong upaya peningkatan produktivitas pertanian sedangkan sarana dan prasarana transportasi yang memadahi, akan menjamin kelancaran distribusi orang dan barang, serta mendorong investasi di daerah.
5) Mendorong terciptanya partisipasi dan kemandirian masyarakat, kesetaraan dan keadilan gender serta perlindungan anak disemua bidang pembangunan.
Pada dasarnya keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan akan sangat bergantung pada adanya kerjasama yang sinergi antar semua palaku pembangunan, yaitu pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu didorong dengan terciptanya peran serta dan kemandirian masyarakat disemua lapisan tanpa membedakan gender dengan memperhatikan hak-hak tumbuh kembangnya anak.
6) Mendorong terciptanya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga kelestariannya.
Potensi sumber daya alam yang besar dan beraneka ragam harus dapat dikelola secara benar dengan tetap mengedepankan asas keseimbangan lingkungan, efisiensi dan terjaga kelestariannya dengan cara menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Identitas Key Informan
Responden dalam penelitian ini menggunakan key informan (informan kunci). Informan kunci adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki informasi pokok pada suatu hal tertentu. Informan kunci pada penelitian ini yaitu orang-orang yang terlibat dalam kegiatan peternakan di Kabupaten Semarang. Berikut daftar responden (key informan) pada subsektor peternakanyang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 12. Identitas Key Informan Pada Pengembangan Subsektor Peternakan di Kabupaten Semarang
No. Nama Jabatan Umur Pendidikan
1. Agus S. Kepala Bidang Peternakan Dinas
Peternakan Kabupaten Semarang 48 S1 2. Teguh
Riyanto Penyuluh Peternakan 33 S1
3. Wahyono Penyuluh Peternakan 40 S1
4. Misdi Peternak 33 SMP
5. Tarno Peternak 30 SD
6. Khozin Peternak 42 SMA
7. Gunawan Pemasok sapi potong 18 SMP
8. Munawir Peternak 38 SMP
9. Ruswanti Kunsumen 40 S1
10. Slamet Peternak 49 SMP
Sumber : Data Primer, 2019
Berdasarkan Tabel 12 responden (key informan) pada subsektor peternakan terdiri dari beberapa peternak di wilayah Kabupaten Semarang.
Kemudian dari pemerintah yaitu Karyawan Dinas Penyuluhan peternakan pedagang hasil sapi potong, dan konsumen.
2. Pembahasan
Kondisi peternakan sapi potong di Kabupaten Semarang sudah cukup baik karena pengalaman peternak sapi potong di Kabupaten Semarang sudah didapatkan turun temurun dari kakek nenek peternak, akan tetapi pendidikan peternak masih rendah sehingga peternak tidak mengetahui perkembangan teknologi budidaya peternakan sapi potong.
Peternak sapi potong di Kabupaten semarang sudah menyediakan lahan yang digunakan untuk menanam rumput sebagai pakan sapi potong. Adanya pinjaman modal dari koperasi sangat membantu peternak untuk membeli bakalan sapi potong dan membeli peralatan guna pengembangan usaha peternakan sapi potong. Kondisi pemasaran sapi potong di Kabupaten Semarang sudah cukup baik karena adanya pasar hewan dan akses transportasi yang mendukung sehingga memudahkan peternak untuk memasarkan hasil ternak sapi potong, akan tetapi peternak tidak dapat menentukan harga sapi potong yang tinggi dikarenakan adanya blantik sapi
yang menentukan harga ternak sapi potong. Kuatnya kelembagaan antar peternak sapi di kabupaten semarang sangat membantu peternak guna bertukar pikiran tentang usaha ternak sapi potong untuk mendapatkan hasil yang maksimal, akan tetapi peternak sapi potong di Kabupaten Semarang masih menggunakan pola pemeliharaan sapi potong yang masih tradisional.
a. Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Analisis SWOT secara kualitatif dilakukan dengan identifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan usaha ternak, dan dalam upaya pengembangan usaha ternak sapi maka berbagai macam faktor yang berpengaruh terhadap usaha ternak tersebut perlu diidentifikasi sehingga dapat dibuat suatu strategi pengembangan ternak sapi potong sesuai dengan kondisi pada wilayah yang dijadikan objek penelitian.
Strategi pengembangan komoditas ternak sapi potong dapat diperoleh dengan mengacu pada identifikasi pada kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), serta ancaman (threats) dari analisis SWOT. Perumusan strategi pengembangan dimulai dengan menganalisa faktor internal dan eksternal usaha ternak untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Semarang.
Analisis faktor internal digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang terdapat pada usaha ternak sapi potong sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi yang akan dilaksanakan, dan terdiri dari sumber daya manusia, produksi, kondisi permodalan, pemasaran dan manajemen. Analisis faktor eksternal digunakan untuk mengidentifikasi kunci faktor sukses yang menjadi peluang (opportunity), dan ancaman (threats) yang ada pada usaha ternak sapi potong sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi yang akan dilakukan, dan terdiri dari ekonomi, sosial budaya, kebijakan pemerintah, teknologi, dan pemasok input . Unit usaha/bisnis harus merumuskan
strategi untuk memanfaatkan peluang eksternal untuk menghindari atau meminimalisir ancaman eksternal (Rangkuti, 2006).
Tabel 13. Hasil Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Faktor internal
(internal factors)
Kekuatan (strength)
Kelemahan (weakness) Sumber daya manusia
(human resources)
Pengalaman beternak cukup baik
Ketersediaan akan tenaga kerja
Interaksi antar masyarakat yang lebih bersifat kekeluargaan
Pendidikan peternak masih rendah
Operasi/produksi (operation/production)
Kondisi permodalan (capital condition)
Ketersediaan lahan sebagai basis penyedia pakan
Adanya pinjaman dari koperasi
Mengusahakan ternak sapi potong sebagai usaha sambilan
Sulitnya mendapat bantuan modal dari pemerintah
Pemasaran (marketing) Adanya pasar hewan memudahkan dalam memasarkan ternak sapi potong
Akses transportasi dan sarana infrastruktur yang mendukung
Peran blantik yang dominan dalam penentuan harga ternak sapi potong
Manajemen (management)
Kuatnya kelembagaan antar peternak sapi potong
Pola pemeliharaan
yang masih
tradisional
Faktor Eksternal (external factors)
Peluang (opportunity)
Ancaman (threat) Ekonomi
(economics)
Luasnya pasar di luar Kabupaten Semarang
Kenaikan permintaan akan daging sapi potong
Peran blantik dalam penentuan harga sapi potong
Banyaknya impor bakalan sapi potong Sosial dan budaya
(social and culture)
Usaha konsumen yang memerlukan sapi potong untuk kurban di hari raya keagamaan
Semakin tinggi kesadaran
masyarakat tentang kolesterol
Kebijakan pemerintah Kebijakan swasembada Kebijakan impor
pusat
(central government policy) Pemasok input (input supplier)
daging
Masih banyak toko yang menyediakan kebutuhan peternakan
sapi potong
Harga pakan dan obat yang tinggi
Teknologi (technology) Telah meluasnya teknologi IB di masyarakat
Belum menggunakan teknologi budidaya secara modern Sumber : Analisis Data Primer, 2019
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang dimiliki dan dapat dikendalikan sendiri serta dapat mempengaruhi pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Semarang. Faktor internal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pada subsektor peternakan di Kabupaten Semarang meliputi : sumber daya manusia, produksi, kondisi permodalan, pemasaran dan manajemen dalam pengembangan subsektor peternakan. Adapun faktor-faktor internal pada subsektor peternakan sapi potong di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Faktor strategi internal untuk pengembangan usaha ternak sapi potong (internal strategy factors of beef cattle business development)
Faktor strategi internal (internal strategy factors)
No. Faktor Penentu Rating Bobot Skor
1.
Kekuatan (strength)
Pengalaman beternak cukup
baik 3 0,11696 0,35088
2. Ketersediaan akan tenaga
kerja 4 0,12411 0,49644
3. Interaksi antar masyarakat
yang bersifat kekeluargaan 3 0,10268 0,30804 4. Ketersediaan lahan sebagai
basis penyedia pakan 4 0,13839 0,55356
5. Adanya pinjaman dari koperasi 4 0,13839 0,55356 6. Adanya pasar hewan
memudahkan dalam
memasarkan ternak sapi
potong 4 0,14554 0,58216
7. Akses transportasi dan sarana
infrastruktur yang mendukung 4 0,13125 0,525 8. Kuatnya kelembagaan antar
peternak sapi potong 3 0,10268 0,30804
Jumlah (total) 1 3,6776
Kelemahan (weakness) 1. Pendidikan peternak masih
rendah 2 0,1875 0,375
2. Mengusahakan ternak sapi potong sebagai usaha
sambilan 2 0,175 0,35
3 Sulitnya mendapat bantuan
modal dari pemerintah 1 0,225 0,225
4. Peran blantik yang dominan dalam penentuan harga
ternak sapi potong 1 0,225 0,225
5. Pola pemeliharaan yang
masih tradisional 2 0,1875 0,375
Total (total)
Kekuatan - Kelemahan
1 1,55
2,1277 Sumber : Analisis Data Primer, 2019
Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa pada matriks IFE pengembangan subsektor peternakan komoditas sapi potong Kabupaten Semarang mempunyai faktor kekuatan dan kelemahan.
Faktor kekuatan terdapat delapan poin dengan total skor 3,6776 dimana dengan skor tertinggi yaitu adanya pasar hewan memudahkan dalam memasarkan ternak sapi potong.
Faktor kelemahan pada subsektor peternakan komoditas sapi potong di Kabupaten Semarang memiliki total skor sebesar 1,55.
Faktor kelemahan dengan skor tertinggi adalah pendidikan peternak masih rendah dan pola pemeliharaan yang masih tradisional.
Dapat diketahui bahwa pada analisis faktor internal pengembangan subsektor peternakan sapi potong di Kabupaten Semarang terdapat beberapa poin kekuatan dan kelemahannya.
Adapun faktor yang termasuk kekuatan untuk subsektor peternakan komoditas sapi potong di Kabupaten Semarang yaitu ketersediaan akan tenaga kerja. Kekuatan lain yang dimiliki subsektor peternakan di Kabupaten Semarang adalah kuatnya kelembagaan antar peternak sehingga peternak dapat dengan mudah mendapat bantuan dan ilmu dari peternak lain.
Pengalaman beternak para responden menunjukkan bahwa peternak paling banyak adalah selama lebih dari 16 tahun.
Pengalaman beternak yang dimiliki akan menjadikan peternak lebih mandiri dan terampil dalam pengelolaan usaha ternaknya sehingga dapat meningkatkan usaha dan pendapatannya. Lamanya pengalaman dapat membantu peternak dalam menjalankan usaha ternaknya baik dalam skala besar maupun kecil, karena hal ini memudahkan peternak dalam mengambil suatu keputusan mengenai manajemen usahanya, lebih terampil, dan mampu mengetahui dengan cepat adanya permasalahan dalam usaha ternaknya.
Pemasaran hasil peternakan sapi potong relatif mudah dikarenakan banyaknya pasar hewan yang berada di Kabupaten Semarang serta akses transportasi yang mendukung. Peternak sapi potong di Kabupaten Semarang juga dapat mendapatkan bantuan pinjaman modal dari koperasi di Kabupaten Semarang dengan syarat
dan tata cara mengangsur yang mudah. Pemerintah Kabupaten Semarang juga menyediakan Puskeswan di beberapa kecamatan di Kabupaten Semarang untuk menjaga kualitas dan kesehatan hewan ternak.
Faktor kelemahan dari subsektor peternakan di Kabupaten Semarang antara lain Pendidikan peternak masih rendah karena kebanyakan usaha beternak adalah warisan dari orang tua dan harus dilanjutkan tanpa perlu menuntut pendidikan yang lebih tinggi.
Kemudian mengusahakan ternak sapi potong sebagai usaha sambilan hal itu membuat peternak kurang fokus terhadap peternakannya sendiri. Selain itu, sulitnya mendapatkan bantuan modal dari pemerintah yang membuat peternak sapi potong lebih memilih meminjam modal kepada koperasi yang syaratnya mudah walaupun adanya bunga pinjaman.
Faktor kelemahan peternakan sapi potong di Kabupaten Semarang yang lainnya adalah peran blantik yang dominan dalam penentuan harga ternak sapi potong dikarenakan blantik ialah perantara antara peternak dengan konsumen sapi potong. Faktor kelemahan yang terakhir adalah pola pemeliharaan yang masih tradisional dikarenakan masih sangat bergantung kepada tenaga manusia.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar subsektor peternakan Kabupaten Semarang dan pada umumnya belum bisa dikendalikan. Faktor eksternal ini meliputi : kebijakan ekonomi, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan, pesaing, teknologi, dan penyedia input.
Matriks EFE (External Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang berada di luar objek penelitian dalam hal ini adalah subsektor pertanian Kabupaten Semarang. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal menyangkut
persoalan ekonomi, kebijakan pemerintah, keadaan lingkungan, pesaing, teknologi, dan pemasok input. Hal ini penting karena faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap berjalannya subsektor peternakan di Kabupaten Semarang.
Berikut matriks EFE dari subsektor peternakan Kabupaten Semarang yang dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Faktor strategi eksternal untuk pengembangan usaha ternak sapi potong (external strategy factors of beef cattle business development)
Faktor strategi eksternal (external strategy factors)
No. Faktor Penentu Rating Bobot Skor
1.
Peluang (opportunities)
Luasnya pasar di luar
Kabupaten Semarang 4 0,178333 0,713332
2. Kenaikan permintaan akan
daging sapi potong 3 0,158333 0,474999
3. Usaha konsumen yang memerlukan sapi potong untuk
kurban di hari raya keagamaan 2 0,148333 0,296666 4. Kebijakan swasembada daging 4 0,178333 0,713332 5. Masih banyak toko yang
menyediakan kebutuhan
peternakan 3 0,168333 0,504999
6. Telah meluasnya teknologi IB
di masyarakat 4 0,168333 0,673332
Jumlah (total) 1 3,3766
Ancaman (threats)
1. Peran blantik dalam penentuan
harga sapi potong 4 0,171667 0,686668
2. Banyaknya impor bakalan sapi
potong 3 0,171667 0,515001
3. Semakin tinggi kesadaran
masyarakat tentang kolesterol 1 0,151667 0,151667 4. Kebijakan impor sapi potong 3 0,181667 0,545001 5. Harga pakan dan obat yang
tinggi 2 0,161667 0,323334
6. Belum menggunakan teknologi
budidaya secara modern 2 0,161667 0,323334 Jumlah (total)
Peluang - Ancaman
1 2,5450
0,8317 Sumber : Analisis Data Primer, 2019
Tabel 15 menunjukkan bahwa pada matriks EFE pengembangan subsektor peternakan Kabupaten Semarang
mempunyai faktor peluang dan ancaman. Faktor peluang terdapat enam poin dengan total skor 3,3766 dimana dengan skor tertinggi yaitu luasnya pasar di luar Kabupaten Semarang dan kebijakan swasembada daging.
Faktor ancaman pada subsektor peternakan Kabupaten Semarang memiliki total skor sebesar 1,1988. Faktor ancaman dengan skor tertinggi adalah adanya peran blantik dalam penentuan harga sapi potong di pasaran, hal ini dikarenakan penentuan harga sapi potong berasal dari blantik bukan dari peternak itu sendiri.
Faktor peluang eksternal yang ada antara lain permintaan akan hasil peternakan yang tinggi, hal ini dikarenakan hasil peternakan merupakan salah satu sumber protein yang dibutuhkan manusia sehingga biasanya konsumen akan tetap membeli walaupun harga naik. Faktor peluang yang lainnya adalah usaha konsumen yang memerlukan sapi potong untuk kurban di hari raya keagamaan.
Selain itu, pangsa pasar hasil peternakan Kabupaten Semarang sampai ke luar daerah seperti ke Jakarta, Banyumas, dan Pemalang.
Berkembangnya Inseminasi Buatan (IB) juga menjadi peluang dalam peningkatan produksi ternak khususnya sapi dan kambing karena dapat meningkatkan produksi sapi/kambing dengan lebih cepat.
Peluang terakhir yaitu masih banyak toko yang menyediakan kebutuhan peternakan.
Ancaman lainnya yaitu adanya sapi impor dari Australia di pasar yang mengancam peternak lokal dalam memasarkan hasil ternak karena daging dari Australia yang lebih murah dari daging lokal.
Harga standar dari daging sapi lokal di Kabupaten Semarang adalah Rp110.000,00 – Rp120.000,00/kg, sedangkan harga daging impor hanya berkisar pada Rp80.000,00/kg.
Faktor ancaman yang lain yaitu peran blantik dalam menentukan harga sapi potong dikarenakan peternak tidak dapat menentukan harga ternak sapi potong. Selain itu, harga pakan dan obat
yang tinggi juga menjadi ancaman bagi peternak sapi potong serta belum menggunakan teknologi yang modern.
3. Strategi pengembangan subsektor peternakan sapi potong di Kabupaten Semarang
Analisis SWOT dapat menunjukkan kinerja dari objek penelitian yang diteliti dengan ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal.
Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal Kekuatan (strenghts) dan Kelemahan (weakness) dengan faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats). Berdasarkan analisis SWOT dibagi 4 kuadran yaitu kuadran I yang mendukung strategi agresi, kuadran II mendukung strategi diversifikasi, kuadran III mendukung strategi turn-arround, dan kuadran IV mendukung strategi defensif.
Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal dapat dihadapi disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi yaitu SO (Strenghts-Opportunities), strategi WO (Weakness-Opportunities), strategi ST (Strenghts-Threats), strategi WT (Weakness-Threats). Matriks SWOT mengenai pengembangan subsektor peternakan Kabupaten Semarang dapat dilihat pada tabel.
Berdasarkan hasil perhitungan skor matriks faktor internal dan eksternal pada Tabel 14 dan Tabel 15, maka dapat ditentukan titik koordinat posisi matriks SWOT pengembangan sapi potong adalah sebagai berikut :
Gambar 5. Analisa SWOT pengembangan usaha ternak sapi potong Kabupaten Semarang.
Hasil dari Matriks IFE dan Matriks EFE pada subsektor peternakan Kabupaten Semarang menghasilkan skor yaitu 2,1277 pada matriks IFE dan 0,8317 pada matriks EFE. Jika dimasukkan ke dalam diagram analisis SWOT, maka akan masuk ke dalam kuadran I yang mendukung strategi agresif. Matriks SWOT merupakan alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis pengembangan dari suatu objek penelitian dimana objek yang diteliti pada penelitian ini adalah subsektor peternakan di Kabupaten Semarang.
Berdasakan Gambar 5 didapatkan posisi dari subsektor peternakan Kabupaten Semarang adalah pada Kuadran I dimana mendukung strategi pengembangan yang agresif. Menurut Marimin (2004) di Kuadran I adalah posisi yang sangat menguntungkan, subsektor peternakan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi agresif merupakan strategi yang menyerang, situasi ini menyarankan pada subsektor peternakan mengambil strategi yang berorientasi pada pertumbuhan untuk mengeksploitasi keuntungan tersebut.
Berbagai Peluang
Kelemahan internal
Berbagai ancaman
Kekuatan internal Kuadran 1 (quadrant 1)
(0,8317 ; 2,1277)
Kuadran 2 (quadrant 2) Kuadran 3 (quadrant 3)
Kuadran 4 (quadrant 4)
Tabel 16. Matriks SWOT pengembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Semarang
STRENGHTS (S)
1. Pengalaman beternak cukup baik 2. Ketersediaan akan tenaga kerja
3. Interaksi antar masyarakat yang bersifat kekeluargaan
4. Ketersediaan lahan sebagai basis penyedia pakan
5. Adanya pinjaman dari koperasi
6. Adanya pasar hewan memudahkan dalam memasarkan ternak sapi potong 7. Akses transportasi dan sarana
infrastruktur yang mendukung
8. Kuatnya kelembagaan antar peternak sapi potong
OPPORTUNITIES (O)
1. Luasnya pasar di Kabupaten Semarang
2. Kenaikan permintaan akan daging sapi potong
3. Usaha konsumen yang memerlukan sapi potong untuk kurban di hari raya keagamaan
4. Kebijakan swasembada daging 5. Telah meluasnya IB di
masyarakat
STRATEGI SO
1. Meningkatkan dan mempercepat produksi ternak dengan memanfaatkan teknologi Inseminasi Buatan (S1,S2,S7,S8,O2,O3,O4,O5) 2. Pengembangan pemasaran hasil
peternakan dengan meningkatkan
kegiatan promosi
(S3,S5,S6,S7,S8,O1,O2,O3)
Sumber : Data primer terolah, 2019.
Alternatif strategi pengembangan usaha yang dapat dirumuskan dengan menggunakan matriks SWOT, dimana masih merupakan satu rangkaian dari tahapan sebelumnya. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas faktor internal yang ada pada pengembangan usaha ternak sapi potong yang dikombinasikan dengan faktor eksternal sehingga dapat dihasilkan suatu rumusan alternatif strategi pengembangan usaha. Matriks SWOT mempunyai empat sel kemungkinan alternatif strategi yang merupakan kombinasi dan perpaduan dari faktor internal dan eksternal, yaitu strategi SO, WO, WT, dan ST.
Melalui proses identifikasi analisis faktor internal dan eksternal maka akan diperoleh kekuatan, kelemahan, serta peluang dan ancaman
Internal
Eksternal
dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Semarang Kabupaten Kabupaten Semarang. Perumusan alternatif strategi pengembangan dipertimbangkan berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal, serta berpengaruh dan homogen yang berada pada lokasi penelitian. Kombinasi dan perpaduan antara faktor internal dan eksternal tersebut akan dapat diperoleh beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Semarang.
Subsektor peternakan komoditas sapi potong di Kabupaten Semarang berdasarkan diagram analisis SWOT termasuk ke dalam kuadran I yang mendukung strategi agresif atau menyerang. Strategi ini mengandalkan kekuatan internal utnuk memaksimalkan peluang yang ada.
Berikut adalah strategi SO (Strength-Opportunities) yang dapat dijadikan pertimbangan alternatif strategi pengembangan subsektor peternakan berdasarkan Tabel 16 :
a. Meningkatkan dan mempercepat produksi ternak sapi potong dengan memanfaatkan teknologi inseminasi buatan
Peternakan di Semarang memiliki potensi yang cukup besar seperti peternakan sapi potong. Permintaan pasar akan hasil peternakan khususnya berupa daging sapi membuat pemerintah dan peternak mengupayakan untuk menggenjot produksi daging di Semarang. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi adalah dengan peningkatan Inseminasi Buatan (IB). Hal tersebut merupakan peluang yang sangat besar bagi peternak untuk memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri.
Selain peningkatan inseminasi buatan, setiap harinya petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Semarang melakukan pengawasan di RPH (Rumah Potong Hewan) untuk menyeleksi sapi yang akan dipotong jika menemui ternak betina produktif pasti langsung dilarang untuk dipotong.
b. Pengembangan pemasaran hasil peternakan sapi potong dengan meningkatkan kegiatan promosi
Selama ini hasil ternak sapi potong di Kabupaten Semarang mampu menembus pasar lokal maupun daerah-daerah sekitar hingga Jakarta. Selain hasil ternak dijual di pasar-pasar biasa di Kabupaten Semarang, Pemerintah Kabupaten Semarang sudah menyediakan pasar hewan dimana pasar tersebut menjual segala jenis hewan ternak dan rencanya akan dilengkapi area khusus untuk para pedagang hewan besar khususnya sapi potong. Peternak Semarang merasa pemasaran hewan ternak sapi potong di Semarang sangat dimudahkan.
Produksi peternakan sapi potong yang cukup tinggi di Kabupaten Semarang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pemasaran. Pengembangan pemasaran diperlukan suatu kegiatan promosi. Promosi yang sudah dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang adalah dengan membuka kontes sapi potong yang diadakan satu tahun sekali. Selain sebagai ajang promosi, kegiatan kontes sapi potong juga mampu mendongkrak harga jual sapi potong di Kabupaten Semarang.