• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Filosofi Bangunan Tahan Gempa

Struktur bangunan tahan gempa adalah struktur yang tahan apabila terjadi gempa. Bangunan yang kuat terhadap gempa bukan berarti mencegah semua kerusakan bangunan bila terjadi gempa yang dahsyat, bangunan seperti ini sulit dilaksanakan karena memerlukan biaya yang sangat mahal. Tujuan utama dalam merencanakan bangunan tahan gempa adalah menyelamatkan nyawa manusia, mengurangi semaksimal mungkin biaya yang harus dikeluarkan bila harus melakukan perbaikan bangunan yang rusak akibat gempa.

Adapun prinsip-prinsip disain filosofi bangunan tahan gempa adalah (Widodo, 2012) :

1. Pada gempa kecil (light, atau minor earthquake) yang sering terjadi, maka struktur utama bangunan harus tidak rusak dan berfungsi dengan baik.

Kerusakan kecil yang masih dapat ditoleransi pada elemen non struktur masih dibolehkan,

2. Pada gempa menengah (moderate earthquake) yang relative jarang terjadi, maka struktur utama bangunan boleh rusak/retak ringan tetapi masih dapat diperbaiki.

Elemen non struktur dapat saja rusak tetapi masih dapat diganti dengan yang baru.

3. Pada gempa kuat (strong earthquake) yang jarang terjadi, maka bangunan boleh rusak tetapi tidak boleh runtuh total (totally collapse).

3.2. Ketentuan Umum Pada Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung Berdasarkan SNI 03-1726-2012

Salah satu panduan atau pedoman dalam membangun struktur bangunan tahan gempa di Indonesia adalah SNI 03-1726-2012, penjelasan mengenai ketentuan umum perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan dijelaskan sebagai berikut ini.

(2)

3.2.1. Penentuan Gempa Rencana dan Kategori Gedung

Pedoman perumusan gempa rencana pada SNI 03-1726-2012 mengacu pada ASCE 7-05 yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa 2475 tahun (Oktoriyanto, Akbar dan Teguh, Mochamad., 2015). Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie. Nilai faktor keutamaan ditentukan berdasarkan kategori risiko bangunan. Berikut kategori risiko gedung dan faktor keutamaan gempa yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

Tabel 3. 1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban

Jenis Pemanfaatan Kategori

Risiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap

jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

1. fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan, 2. fasilitas sementara,

3. gudang penyimpanan,

4. rumah jaga dan struktur kecil lainnya.

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I, III, IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

1. perumahan,

2. rumah toko dan rumah kantor, 3. gedung apartemen/rumah susun, 4. pusat perbelanjaan/mall,

5. bangunan industri, 6. fasilitas manufaktur, 7. pabrik.

II

(3)

Lanjutan Tabel 3.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori

Risiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

1. bioskop,

2. gedung pertemuan, 3. stadion,

4. fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit 5. gawat darurat,

6. fasilitas penitipan anak, 7. penjara,

8. bangunan untuk orang jempo.

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan missal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

1. pusat pembangkit listrik biasa, 2. fasilitas penanganan air, 3. fasilitas penanganan limbah, 4. pusat telekomunikasi.

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh

III

(4)

Lanjutan Tabel 3.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori

Risiko instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi

masyarakat jika terjadi kebocoran.

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

1. bangunan – bangunan monumental, 2. gedung sekolah dan fasilitas pendidikan,

3. rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat,

4. fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisis, serta garasi kendaraan darurat, tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya,

5. fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat,

6. pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat,

7. struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.

8. Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

IV

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

(5)

Tabel 3. 2 Faktor keutamaan gempa

Kategori risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

(Sumber : SNI 03-1726-2012) 3.2.2. Spektrum Respons Desain

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1

(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik dengan kemungkinan 2% terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2% dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi. Nilai Ss dan S1 dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.

Gambar 3. 1 SS, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

(6)

Gambar 3. 2 S1, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

Penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakli getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut.

SMS = Fa . Ss (3.1)

SM1 = Fv . S1 (3.2)

Keterangan :

Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek, dan

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

Koefisien situs Fa dan Fv dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.

(7)

Tabel 3. 3 Koefisien situs Fa

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, SS

Ss  0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss  1,25

SA (batuan keras) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB (batuan) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak) 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD (tanah sedang) 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE (tanah lunak) 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF (tanah khusus) SSb

(Sumber : SNI 03-1726-2012) Catatan :

1. Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier

2. SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs spesifik

Tabel 3. 4 Koefisien situs Fv

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T = 1 detik, S1

S1  0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1  0,5

SA (batuan keras) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB (batuan) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD (tanah sedang) 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE (tanah lunak) 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF (tanah khusus) SSb

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

(8)

Catatan :

1. Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier

2. SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs spesifik

Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini.

SDS = 2

3 SMS (3.3)

SD1 = 2

3 SM1 (3.4)

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-spesifik tidak digunakan, maka kurva spectrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 3.3 dan mengikuti ketentuan di bawah ini.

1. Perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan berikut.

Sa = SDS ( 0,4 + 0,6 𝑇

𝑇0 ) (3.5)

2. Perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS.

3. Perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil Sa = 𝑆𝐷1

𝑇 (3.6)

Keterangan :

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek, SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik, dan T = perioda getar fundamental struktur.

T0 = 0,2 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 (3.7)

TS = 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆 (3.8)

(9)

Gambar 3. 3 Spektrum respons desain (Sumber : SNI 03-1726-2012) 3.2.3. Kategori Desain Seismik

Struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang mengikuti SNI 03-1726-2012 pasal 6.5. Struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik (S1), lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik (S1), lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F. Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, SDS dan SD1. Kategori desain seismik dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.

(10)

Tabel 3. 5 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda pendek (SDS)

Nilai SDS Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SDS  0,167 A A

0,167  SDS  0,33 B B

0,33  SDS  0,50 C C

0,50  SDS D D

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

Tabel 3. 6 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda 1 detik

Nilai SD1

Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SD1  0,067 A A

0,067  SD1  0,133 B B

0,133  SD1  0,20 C C

0,20  SD1 D D

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

3.3. Analisis Respons Struktur

Analisis respon struktur merupakan fungsi dari massa (m) dan kekakuan (k) dari tiap lantai (Gambar 3.4). Base shear mengakibatkan tiap lantai bergeser dari kedudukan semula. Apabila sifat geometri struktur simetris, maka simpangan yang terjadi hanya pada satu bidang (2-dimensi) dapat dianggap sebagai satu kesatuan Single Degree of Freedom (SDOF), dan parameter displacement diukur pada atap.

Saat gaya gempa bekerja, gedung akan merespon beban gempa tersebut dengan memberikan gaya-gaya dalam. Apabila gaya-gaya dalam tersebut melebihi kapasitas gedung, maka gedung akan berperilaku in-elastis apabila sifat struktur cukup daktail. Begitupun sebaliknya, gedung akan langsung hancur apabila sifat struktur kurang daktail.

(11)

Gambar 3. 4 Respon struktur akibat gempa (Sumber : Widodo, 2012)

3.3.1. Sendi Plastis

Struktur gedung apabila menerima beban gempa pada tingkatan/kondisi tertentu, akan terjadi sendi plastis (hinge) di balok pada gedung tersebut (Gambar 3.4). Sendi plastis merupakan bentuk ketidak mampuan elemen struktur (balok dan kolom) menahan gaya dalam. Perencanaan suatu bangunan harus sesuai dengan konsep desain “kolom kuat dan balok lemah”. Apabila terjadi suatu keruntuhan struktur, maka yang runtuh adalah baloknya dahulu. Apabila kolomnya runtuh dahulu, maka struktur langsung hancur.

1. Hinge Propertis balok

Data hinge properties dimasukkan pada penampang daerah balok yaitu lokasi dimana sendi plastis diharapkan terjadi. Masing-masing penampang balok dimodelkan dengan pilihan model moment M3, yang artinya sendi plastis hanya terjadi karena momen searah sumbu lokal 3. Posisi sumbu lokal 3 dapat dilihat pada Gambar 3.5.

(12)

Gambar 3. 5 Posisi sumbu lokal balok struktur pada program SAP 2000 (Sumber : Dewobroto, 2007)

2. Hinge Propertis Kolom

Dalam hinge properties untuk kolom adalah Model P-M2-M3, yang mempunyai arti bahwa sendi plastis terjadi karena interaksi gaya aksial (P) dan momen (M) sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3, hal ini disebabkan karena dimensi kolom berbentuk persegi dan tulangan kolom yang ada tersebar pada keempat sisinya secara merata. Posisi sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3 pada kolom struktur dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3. 6 Posisi sumbu lokal kolom struktur pada program SAP 2000 (Sumber : Dewobroto, 2007)

(13)

3. Penentuan letak sendi plastis

Setelah mendefenisikan data hinge properties balok dan kolom, langkah selanjutnya adalah menentukan letak terjadinya sendi plastis. Dapat dilihat pada Gambar 3.7, posisi 0 menyatakan posisi awal dari panjang bersih balok, sedangkan posisi 1 menyatakan posisi akhir dari panjang bersih balok, kedua ini terletak di muka kolom.Sama halnya dengan kolom, posisi 0 menyatakan posisi awal dari panjang bersih kolom, sedangkan posisi 1 menyatakan posisi akhir dari panjang bersih kolom, kedua posisi ini terletak pada tepi muka balok.

Gambar 3. 7 Sendi plastis yang terjadi pada balok dan kolom (Sumber : Widodo, 2012)

3.4. Analisis Statik Linier

Analisis statik linier menempatkan bangunan masih dalam kondisi linier pada saat dibebani beban gempa. Kekakuan struktur bangunan hampir mendekati kondisi titik leleh. Gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi ekivalen beban statik. Desain gaya gempa pada analisis linier dipresentasikan oleh gaya lateral pada setiap tingkat struktur bangunan.

1. Gaya Geser Dasar (V)

Gaya geser dasar (V) ditentukan sesuai persamaan berikut:

V = CS.W (3.9)

Keterangan :

Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan, dan W = berat seismik efektif atau berat bangunan.

(14)

2. Penentuan Perioda Pendekatan

Ta atau T

= Ct. h

nx (3.10)

Keterangan :

hn = tinggi total struktur.

Ct dan x ditentukan dalam Tabel 3.7.

Tabel 3. 7 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100%

gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9

Rangka baja dengan bresing aksentris 0,0731a 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

(Sumber : SNI 03-1726-2012)

3. Perhitungan koefisien respons seismik

Koefisien respons seismik (Cs), harus ditentukan sesuai persamaan CS

=

𝑆𝐷𝑆

(𝑅/𝐼𝑒) (3.11)

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan 3.11 tidak perlu melebihi berikut ini.

CS max

=

𝑆𝐷1

𝑇(𝑅/𝐼𝑒) (3.12)

CS min=0,004SDSIE≥ 0,01 (3.13)

Keterangan :

SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek,

(15)

R = faktor modifikasi respons, Ie = faktor keutamaan gempa,

SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1 detik,

T = perioda fundamental struktur (detik) yang ditentukan, dan

S1 = parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan.

4. Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Fx

= C

vx.

V

(3.14)

Dan

Cvx

=

𝑊𝑥𝑖

𝑘

𝑛𝑖=1𝑊𝑖𝑖𝑘 (3.15)

Keterangan :

Cvx = faktor distribusi vertikal (%),

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, dinyatakan dalam kN,

Wi dan Wx = bagian berat seismik atau berat total struktur (W) yang ditempatkan pada tingkat i atau x,

hi dan hx = tingi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam meter (m),

k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:

untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k= 1,

untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k= 2, dan

untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2.

(16)

5. Distribusi Horisontal Gaya Gempa

Gaya geser desain gempa di semua tingkat (Vx) harus ditentukan dari persamaan berikut :

Vx = ∑𝑛𝑖=𝑥𝐹𝑖 (3.16)

Keterangan :

Fi adalah bagian dari gaya geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i Vx didistribusikan pada tiap tingkat yang ditinjau.

6. Demand Capacity Ratio (DCR) DCR

=

𝑄𝑈𝐷

𝑄𝐶𝐸 (3.17)

Keterangan :

QUD = kuat perlu akibat beban gravitasi dan beban gempa, dan QCE = kuat yang diharapkan pada setiap komponen,

Kuat yang diharapkan (QCE) adalah sama dengan kapasitas (kuat nominal) dikalikan 1.25.

Kuat perlu akibat beban gravitasi dan beban gempa (QUD) dihitung berdasarkan kombinasi. Sesuai ketentuan SNI 03-2847-2013 kuat perlu yang diperhitungkan pada persamaan (3.18), dan persamaan (3.19).

QUD =1,2D+1,0L+ 1,0E (3.18)

QUD =0,9D+ 1,0E (3.19)

Keterangan :

D = beban mati, L = beban hidup, dan

E = beban gempa menurut SNI-1726-2012.

FEMA 356 menyatakan bahwa prosedur analisis statik linier dapat dgunakan apabila :

1. nilai DCR pada setiap komponen ≤ 2,0 maka analisis tidak perlu dilanjutkan ke analisis statik nonlinier pushover, dan

2. pada satu atau lebih komponen, nilai DCR ≥ 2,0 dan terdapat ketidak-beraturan pada struktur, maka dapat dilanjutkan ke analisis statik nonlinier pushover.

(17)

3.5. Analisis Pushover

Analisis pushover adalah suatu analisis statik non-linier dengan asumsi pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang besar sampai mencapai kondisi plastik (Pranata, 2006).

Hasl analisis pushover adalah kurva kapasitas. Kurva kapasitas (Capasity curve) merupakan hubungan antara gaya geser dasar (Base Shear, V) dan simpangan atap (Roof Displacement, 𝝙roof), dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Hubungan tersebut kemudian dipetakan menjadi suatu kurva kapasitas struktur (capatity spectrum).

Gambar 3. 8 Ilustrasi Pushover dan Capacity Curve (Sumber : ATC-40, 1996)

a. Konversi kurva kapasitas menjadi spektrum kapasitas (ADRS)

Untuk dapat menggunakan metode spektrum kapasitas dengan baik, sangat diperlukan untuk mengonversi kurva kapasitas yang merupakan kurva gaya geser (V) dasar terhadap perpindahan atap/lantai (𝝙roof) menjadi kurva spektrum kapasitas yang merupakan kurva percepatan (Sa) terhadap displacement (Sd).

(18)

Melalui persamaan 3.20 sampai 3.23 kurva kapasitas akan diubah menjadi spektrum kapasitas seperti pada gambar 3.10. (ATC-40, 1996).

PF= 𝛥𝑟𝑜𝑜𝑓

𝑃𝐹1𝜙𝑟𝑜𝑜𝑓,1 (3.20)

α1= [∑ (𝑤𝑖𝜙)/𝑔)]2𝑛1

[∑ 𝑤𝑖/𝑔)]𝑛1 [∑ (𝑤𝑖𝜙2)/𝑔)]𝑛1 (3.21)

Sa = 𝑉/𝑊

𝛼1 (3.22)

Sd = 𝛥𝑟𝑜𝑜𝑓

𝑃𝐹1𝜙𝑟𝑜𝑜𝑓,1 (3.23)

Gambar 3. 9 Contoh faktor modal partisipasi (MPF) dan koefisien massa (α) (Sumber : ATC-40, 1996)

Keterangan :

V = gaya geser dasar,

𝝙roof = roof displacement (simpangan atap/lantai) (V dan 𝝙roof membentuk kurva kapasitas), Sa = kurva spectral acceleration,

Sd = spectral displacement ,

(Sa dan Sd membentuk spektrum kapasitas) PF1 = modal participation untuk modal pertama,

α1

= modal mass coefficient untuk modal pertama,

(19)

𝝓il = amplitude of first untuk level i ,

W = berat mati bangunan ditambah beban hidup, dan Wi/g = massa pada level i.

Kurva kapasitas merupakan hubungan antara gaya dorong total yang diberikan ke suatu struktur berderajat kebebasan banyak (multi degree of freedom system, MDOF) terhadap perpindahan yang umumnya di puncak bangunan, sedangkan spektrum demand dibuat untuk struktur (single degree of freedom, SDOF), maka kurva kapasitas harus diubah menjadi spektrum kapasitas dengan satuan yang sama dengan spektrum demand seperti dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3. 10 Proses konversi kurva kapasitas ke bentuk capacity curve spectrum (Sumber : ATC-40, 1996)

b. Konversi kurva Response Spectrum (Demand Spectrum) ke dalam format ADRS Respons spectrum elastic adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara koefisien gempa (C) dengan waktu getar struktur (T) yang nilainya ditentukan oleh koefisien Ca (percepatan tanah puncak, peak ground acceleration) dan Cv (nilai koefisien gempa pada waktu periode struktur tanah adalah 1 detik). Nilai Ca dan Cv berbeda-beda untuk masing-masing jenis tanah. Agar dapat dibandingkan dengan kurva kapasitas, maka respons spectrum perlu diubah formatnya menjadi Acceleration Displacement Response Spectrum (ADRS) melalui persamaan.

Sd=[𝑇𝑖

2 4𝜋2

]

2

.Sai.g (3.24)

(20)

atau T=2π.𝑆𝑑𝑖

𝑆𝑎𝑖 (3.25)

Keterangan :

Sdi = spectral displacement pada periode ke-i, T = waktu getar alami (dt),

Sai = spectral acceleration pada periode ke-i, dan g = percepatan gravitasi (dt).

Dimana T adalah waktu getar alami dari struktur bangunan. Perubahan format ini dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3. 11 Perubahan format respons spectra menjadi ADRS (Sumber : ATC-40, 1996)

Metode ini secara khusus telah built-in dalam program SAP2000, proses konversi kurva pushover ke format ADRS dan kurva respon spektrum yang direduksi dikerjakan dalam program.

3.6. Kurva Kerapuhan Bangunan

Metodologi HAZUS telah banyak digunakan dalam memperkirakan kerusakan bangunan yang disebabkan oleh guncangan gempa dengan merekomendasikan kurva kapasitas dan kurva kerapuhan untuk wilayah Amerika Serikat. Sedangkan untuk wilayah lain diperlukan analisis struktural pada bangunan untuk

(21)

mendapatkan kurva kapasitas yang nantinya digunakan dalam membentuk kurva kerapuhan seismik. Analisis statis pushover nonlinier akan digunakan dalam penelitian ini, karena dianggap cocok untuk diaplikasikan pada sebagian besar tipe bangunan. Estimasi kerugian akibat gempa dengan metodologi HAZUS secara skematis diilustrasikan pada Gambar 3.12 dan akan dibahas secara singkat sebagai berikut ini.

Gambar 3. 12 Metodologi estimasi kerugian gempa HAZUS untuk bangunan (Sumber : Duan & Pappin, 2008)

3.6.1. Bahaya Gempa dan Efek Respons Situs

Bahaya gempa dan efek respons situs merupakan potensi bahaya geo-seismik yang digambarkan pada Gambar 3.12. Bahaya gempa pada suatu daerah sering diukur dengan uniform hazard response spectra yang memiliki probabilitas 50%, 10%, dan 2%, dan melebihi 50 tahun untuk situs singkapan batuan dengan prosedur penilaian bahaya seismik probabilistik. Efek respon tanah situs lokal dapat dibentuk dengan meninjau data situs lubang bor geoteknik yang ada, dan diklasifikasi menggunakan prosedur yang diuraikan dalam Internasional Building Code 2006.

(22)

Kekakuan tanah atau batuan diatas tiga puluh meter dipertimbangkan dan diklasifikasikan kedalam salah satu dari lima kelas situs yang ada. Kelas situs tersebut yaitu A untuk kelas situs batuan keras, B untuk situs batu, C untuk situs tanah yang sangat padat dan batuan lunak, D untuk situs tanah kaku, dan E untuk situs tanah lunak.

3.6.2. Kondisi Kerusakan Bangunan

Tingkat kerusakan bangunan yang terjadi terus menerus di alam merupakan jumlah kondisi kerusakan yang tidak terbatas. Untuk mempermudah dalam menganalisis, metodologi HAZUS mengklasifikasikan tingkat kerusakan bangunan menjadi empat kondisi kerusakan, yaitu slight, moderate, extensive, dan complete, seperti yang digambarkan secara skematis pada Gambar 3.12. Setiap kondisi kerusakan mewakili berbagai kerusakan bangunan, dengan range mulai diambang batas. Sebagai contoh, kondisi kerusakan slight memanjang dari batas kerusakan slight hingga batas kerusakan moderate.

Dibawah guncangan gempa, kondisi kerusakan bangunan merupakan fungsi primer dari distorsi atau simpangan antar tingkat (storay-drift). Dalam berbagai intensitas respon bangunan, kerusakan yang lebih parah akan dihasilkan dari peningkatan storay-drift, meskipun gaya lateral tetap konstan atau bahkan menurun.

Oleh karena itu, kesuksesan prediksi kerusakan bangunan akan gempa ditentukan oleh estimasi yang cukup akurat untuk membangun respon drift dalam kisaran inelastis. Kurva kapasitas merupakan cara sederhana dan cukup akurat untuk memprediksi respon perpindahan bangunan inelastis untuk keperluan kerusakan.

3.6.3. Respon Bangunan

Respon bangunan puncak adalah keadaan kerusakan bangunan yang datanya ditentukan oleh lokasi yang disebut “performence point” pada kurva kapasitas.

Performance point adalah titik perpotongan antara kurva seismik demand dan kurva kapasitas, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.12.

Untuk bangunan jenis umum menurut sistem strukturnya, HAZUS telah merekomendasikan nilai default dari titik kontrol untuk membentuk kurva

(23)

kapasitas. Standar kurva kapasitas HAZUS tergantung pada tingkat desain seismik, yaitu pre-code, low-code, moderate-code atau high-code. Kurva kapasitas dapat dibagi menjadi beberapa segmen yang sesuai dengan kondisi kerusakan. Pembagian segmen kurva kapasitas seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.12.

3.6.4. Kurva Kerapuhan Seismik Bangunan

Karena metodologi HAZUS hanya merekomendasikan kurva kapasitas dan kurva kerapuhan untuk wilayah Amerika Serikat, maka diperlukan analisis struktural pada bangunan untuk wilayah lain. Analisis statis pushover non-linier dipilih untuk mendapatkan kurva kapasitas yang digunakan dalam membuat kurva kerapuhan seismik.

ATC-40 yang digunakan untuk analisis kurva kapasitas merupakan dokumen pedoman desain rehabilitasi yang merekomendasikan parameter pemodelan nonlinier dan kapasitas deformasi inelastis, bukan nilai-nilai median. Kesulitan yang muncul pada tahap ini adalah untuk menentukan spektra rata-rata kondisi kerusakan extensive dan complete yang tidak dapat ditentukan berdasarkan letak performance point.

Duan&Pappin (2008) dalam penelitian yang dilakukan mengusulkan prosedur untuk menetapkan median spectra displacement point pada berbagai kondisi kerusakan berdasarkan hasil dari analisis pushover statik nonlinier.

Langkah-langkah prosedur tersebut dijelaskan sebagai berikut ini.

a. Melakukan analisis pushover statik nonlinier untuk mendapatkan kurva kapasitas (spektrum)

b. Mengidentifikasi nilai spectral displacement pada kurva kapasitas (spektrum) yang mengalami yielding. Ini merupakan median point dari kapasitas yielding.

c. Mengidentifikasi nilai spectral displacement saat komponen pertama mencapai kondisi kerusakan complete. Menurut rekomendasi HAZUS, titik ini merupakan median spectral displacement untuk kondisi kerusakan slight.

d. Nilai median spectral displacement untuk kondisi kerusakan moderate dapat diperoleh dengan mengalikan median spectral displacement dari kondisi kerusakan slight dengan factor 1,5.

(24)

e. Mengidentifikasi spectral displacement dengan titik collapse pada kurva kapasitas sebagai median spectral displacement point kondisi kerusakan complete.

f. Nilai median spectral displacement untuk kondisi kerusakan extensive dapat ditentukan dengan menempatkanya pada tengah-tengah antara median points untuk kondisi kerusakan moderate dan complete pada skala log.

Hasil dari analisis kurva kapasitas berdasarkan analisis statik nonlinier pushover dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3. 13 Capacity spectrum dan letak dari titik kunci (Sumber : Duan & Pappin, 2008)

3.6.5. Analisis Kurva Kerapuhan Sesmik

Dalam analisis kurva kerapuhan seismik tidak ada metode atau strategi yang pasti. Terdapat derajat ketidakpastian yang besar pada setiap langkah dalam prosedur. Ketidakpastian disebabkan oleh variabilitas karakteristik gerakan tanah, pemodelan analitis, bahan yang digunakan dan definisi kondisi kerusakan. Metode untuk penilaian kerentanan yang diusulkan dari masa lalu diklasifikasikan menjadi empat kelompok generik yang dijelaskan sebagai berikut ini.

(25)

a. Metode Empiris

Kurva kerapuhan empiris dibangun berdasarkan statistik dari kerusakan yang diamati dari gempa bumi yang terjadi di masa lalu. Penggunaan data pengamatan adalah yang paling realistis untuk model kerapuhan, akan tetapi ketidaklengkapan dan kekurangan dalam bentuk survey dan kesalahan yang dihasilkan dalam perhitungan data dapat mengakibatkan adanya pengurangan ukuran database selama post-processing. Jenis utama dari metode empiris adalah demage probability matrices (DPM), Vulnerability Index Method (Benedetti & Petrini, 1984), dan Continuous Vulnerability Functions.

b. Metode berbasis pendapat ahli

Kurva kerapuhan berbasis pendapat ahli tergantung pada penilaian dan informasi dari para ahli. Ahli ini diminta untuk memberikan perkiraan kemungkinan kerusakan untuk berbagai jenis struktur dan beberapa tingkat getaran tanah. Metode ini tidak dipengaruhi oleh keterbatasan mengenai kuantitas dan kualitas data kerusakan struktural dan statistik. Namun hasil dari analisis berkolerasi erat dengan pengalaman individu dari para ahli.

c. Metode analisis

Metode analisis cenderung memiliki algoritma penilaian kerentanan yang lebih rinci dan transparan dengan mengartikan fisik langsung, yang tidak hanya memungkinkan dilakukanya studi sensitivitas rinci, tetapi juga dengan mudah dapat melakukan kalibrasi untuk berbagai karakteristik stock dan bahaya bangunan.

Kurva kerapuhan analitis digambarkan mulai dari penjabaran statistik distribusi kerusakan, dan disimulasikan dari analisis model struktural dengan peningkatan intensitas gempa. Penerapan metode analisis dibatasi oleh usaha komputasi dari analisis. Untuk mengurangi usaha komputasi, sering digunakan model analisis yang sederhana untuk memungkinan dilakukanya berbagai analisis, sehinga ketidakpastian dapat dimodelkan secara memadai. Kesamaan antara model dan struktur yang nyata yang sangat mempengaruhi keadaan hasil tergantung pada kemampuan modeling.

(26)

d. Metode hybrid

Kurva kerapuhan hybrid didasarkan pada kombinasi metode yang berbeda untuk memprediksi kerusakan. Seringkali tujuanya adalah untuk mengkompensasi kurangnya data pengamatan, kekurangan dari model struktural, dan subjektivitas dalam data pendapat ahli.

Metode yang dipilih untuk membangun kurva kerapuhan seismik pada penelitian ini adalah metode analisis, maka nilai probabilitas pada setiap kondisi kerusakan dapat diperoleh berdasarkan persamaan yang terdapat pada metode HAZUS. Probabilitas untuk kondisi kerusakan tertentu atau yang melebihi kondisi tersebut dimodelkan sebagai distribusi lognormal kumulatif. Hal ini sesuai dengan parameter Potential Earth Sciense Hazards misalnya, spectral displacement (Sd) untuk kerusakan structural. Probabilitas pada suatu demage state atau yang melebihi kondisi tersebut dimodelkan sebagai berikut ini.

P (ds|Sd) = Ф ( 1

𝛽𝑑𝑠 ) ln ( 𝑆𝑑

𝑆𝑑,𝑑𝑠 ) (3.26)

Keterangan :

Sd,ds : nilai median spectral displacement dimana bangunan mencapai ambang damage state , ds.

βds : standar deviasi dari logaritma natural pada spectral displacement dari suatu damage state, ds.

Ф : fungsi distribusi standar kumulatif normal.

Nilai median spectral displacement diperoleh dari hasil analisis kurva kapasitas spektrum bangunan. Sedangkan nilai standar deviasi diperoleh dari tabel HAZUS yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah lantai, bahan konstruksi dan sistem struktural yang dimiliki. Penentuan klasifikasi bangunan struktur dalam HAZUS akan diuraikan pada Tabel 3.8 dan Tabel 3.9.

(27)

Tabel 3. 8 Tipe struktur bangunan

No. Label Description

Height

Range Typical

Name Stories Stories Feet 1

2

W1 W2

Wood, Light Frame (≤5,000 sq.ft.) Wood, Comercial and Industrial

(>5,000 sq. ft.)

1-2 All

1 2

14 24 3

4 5

S1L S1M S1H

Steel Moment Frame

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 6

7 8

S2L S2M S2H

Steel Braced Frame

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156

9 S3 Steel Light Frame All 1 15

10 11 12

S4L S4M S4H

Steel Frame with Cast-in-Place Concrete Shear Walls

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 13

14 15

S5L S5M S5H

Steel Frame with Unreinforced Masonry Infill Walls

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 16

17 18

C1L C1M C1H

Concrete Moment Frame

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 19

20 21

C2L C2M C2H

Concrete Shear Walls

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 22

23 24

C3L C3M C3H

Concrete Frame with Unreinforced Masonry Infill Walls

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156

25 PC1 Precast Concrete Tilt-Up Walls All 1 15

26 27 28

PC2L PC2M PC2H

Precast Concrete Frames with Concrete Shear Walls

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 29

30

RM1L RM1M

Reinforced Masonry Bearing Walls with Wood or Metal Deck

Diaphragms

Low-Rise Mid-Rise

1-3 4+

2 5

20 50 31

32 33

RM1L RM1M RM1H

Reinforced Masonry Bearing Walls with Precast Concrete Diaphragms

Low-Rise Mid-Rise High-Rise

1-3 4-7 8+

2 5 13

24 60 156 34

35

URML URMM

Unreinforced Masonry Bearing Walls

Low-Rise Mid-Rise

1-2 3+

1 3

15 35

36 MH Mobile Homes All 1 10

(Sumber : HAZUS-MH 2.1)

(28)

39 (Sumber : HAZUS-MH 2.1)

(29)

Gambar 3. 14 Kurva kerapuhan bangunan (Sumber : Duan&Pappin, 2008)

Gambar

Tabel 3. 1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban
Gambar 3. 1 SS, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget  (MCER)
Gambar 3. 2 S1, gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget  (MCER)
Tabel 3. 3 Koefisien situs Fa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa nilai padat penebaran yang berbeda antara perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot, pertumbuhan spesifik (SGR) dan

dinilai baik karena terpenuhinya 3 dan 4 kriteria yaitu : mengenal maksud dan pentingnya topik dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, menyadari kekuatan dan kelemahan siswa

Tgl SHUBUH SYURUQ DLUCHA DHUHUR ASHAR MAGHRIB ISYA’ Nisf... Tgl SHUBUH SYURUQ DLUCHA DHUHUR ASHAR MAGHRIB

dengan resolusi tinggi. Memungkinkan untuk mendapatkan berbagai signal dari satu lokasi yang sama. Hanya meneliti area yang sangat kecil dari sampel. Perlakuan awal dari sampel

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai data dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan pembelajaran matematika melalui model PBM dapat meningkatkan

Dari perhitungan, t, diperoleh harga t0 = 5,45 dan db = 64, selanjutnya dikonsultasikan dengan melihat nilai tabel taraf 5%. Harga t0 signifikan. Dengan demikian analisis

Pemberian sonde pepaya 9,0 gram seharusnya dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah tetapi karena tingginya asupan pakan tinggi lemak dan kolesterol maka efek pepaya

Data pengamatan pada hari ke-7 menunjukkan bahwa kelompok yang memperoleh perlakuan ektrak herba krokot ( Portulaca oleracea ) baik itu konsentrasi 10 maupun