• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI SULAWESI SELATAN JASMAL AHMARI SYAMSU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI SULAWESI SELATAN JASMAL AHMARI SYAMSU"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA

DI SULAWESI SELATAN

JASMAL AHMARI SYAMSU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

---

--- Kekal dalam ingatan Abadi dalam kenangan Kupatrikan selalu

Jasmal A.Syamsu

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2006

Jasmal Ahmari Syamsu NIM D016010031

(4)

ABSTRAK

JASMAL AHMARI SYAMSU. Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh LILY AMALIA SOFYAN, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, E. GUMBIRA SA’ID dan ERIKA BUDIARTI LACONI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, menginventarisasi produksi limbah tanaman pangan berdasarkan kuantitas dan kualitasnya, dan daya dukung sebagai sumber pakan di Sulawesi Selatan, mengevaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, dan merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, yang berlangsung dari bulan Nopember 2003 sampai dengan Juni 2005.

Penelitian dilaksanakan dalam empat tahapan penelitian. Tahap pertama adalah analisis karakteristik ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, dengan sumber data penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait dan selanjutnya dilakukan analisis keragaan ternak ruminansia, jumlah dan struktur populasi berdasarkan satuan ternak, tingkat kepadatan ternak, dan keunggulan komparatif ternak ruminansia. Tahap kedua adalah inventarisasi produksi dan daya dukung limbah tanaman pangan. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pola iklim dan pola tanam tanaman pangan. Penelitian dilaksanakan dengan metode survey dan data hasil survey produksi dan kualitas limbah tanaman pangan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Selanjutnya dilakukan estimasi produksi pakan limbah tanaman pangan, indeks daya dukung pakan dan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia. Penelitian ketiga adalah evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia, dilaksanakan dengan melakukan survey dan wawancara kepada peternak responden. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Penelitian keempat adalah perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan yang dilakukan berdasarkan analisis SWOT dan proses hirarki analitik (AHP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1999-2003) untuk sapi potong, kerbau dan domba mengalami penurunan pertahun sebesar 0.24%, 4.22%, dan 9.56.%, sementara jumlah populasi kambing mengalami peningkatan sebesar 4.66% pertahun. Tingkat pemotongan ternak sapi potong dan kambing dalam kurun waktu yang sama mengalami peningkatan untuk sapi potong 4.15% dan kambing sebesar 30.23% pertahun, dilain pihak kerbau menurun 5.66% pertahun.

Jumlah populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan seluruhnya 727 774 ST, dengan penyebaran untuk sapi potong 564 847 ST, kerbau 86 942 ST dan kambing 75 335 ST.

Jumlah produksi limbah tanaman pangan berdasarkan bahan kering, total digestible nutrient dan protein kasar masing-masing 6 874 105 ton, 3 128 339 ton dan 372 261 ton dengan daya dukung sebagai sumber pakan masing-masing 3 014 958 ST, 1 992 573 ST dan 1 551 087 ST. Berdasarkan daya dukung bahan kering, di Sulawesi Selatan dapat dilakukan penambahan populasi ternak ruminansia sebesar 2 287 184 ST. Berdasarkan indeks daya dukung pakan limbah tanaman

(5)

pangan beberapa daerah menunjukkan daya dukung yang tinggi yaitu Soppeng, Wajo, Sidrap dan Luwu.

Sistem pemeliharaan ternak 71.51% dengan cara tradisional, dengan ternak dilepas sepanjang hari (38.63%), dan dilepas siang hari kemudian diikat pada malam hari (32.58%). Jumlah peternak yang mengandangkan ternak jumlahnya lebih rendah yaitu 28.79% (114 peternak), dengan cara dikandangkan pada malam hari saja (semi intensif) sebanyak 66 peternak, dan ternak dikandangkan sepanjang hari (intensif) sebanyak 48 peternak atau 12.12% dari seluruh responden. Sebagian besar peternak (91.92%) melepas ternak untuk memperoleh pakan di sawah, kebun dan pekarangan, sementara peternak melepas ternak di pandang penggembalaan 8.08%.

Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di tingkat peternak masih rendah, dengan jumlah peternak yang tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan yaitu 62.12%. Sebanyak 54.80% peternak mengetahui tentang teknologi pakan, seperti amoniasi, hay, silase dan teknologi fermentasi lainnya. Tingkat penerapan teknologi masih sangat kurang, dengan hanya 21.19% peternak yang menerapkan terknologi pakan.

Strategi pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung mendapat prioritas pertama atau strategi yang paling menarik di antara alternatif strategi yang lain dengan nilai total daya tarik adalah 6.67, diikuti dengan strategi sebagai prioritas kedua adalah optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif dengan nilai 6.19.

(6)

ABSTRACT

JASMAL AHMARI SYAMSU. The Study of Crop Residues Potency as Feed Resources for Ruminant in South Sulawesi. Under the direction of LILY AMALIA SOFYAN, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, E. GUMBIRA SA’ID and ERIKA BUDIARTI LACONI.

The objectives of this study were to analyze characteristics of ruminant in South Sulawesi, to evaluate the potency of crop residues as feed resources and to formulate the strategy of crop residues utilization. The research was conducted from November, 2003 to June 2005 in South Sulawesi.

The data related to ruminant characteristics were collected and analyzed including analysis of ruminant performances, animal unit-based population number, animal population density, and comparative advantages of ruminant.

Moreover, production and quality of crop residues were analyzed using descriptive statistics. Besides, the estimation of annual products and capacities of crop residues, feed capacity index, and ruminant population growth index were also analyzed. Whereas crop residues utilization as animal feed was conducted using survey method and data collected were analyzes using descriptive statistics.

the formulation of strategy of crop residues utilization was conducted by applying SWOT analysis and Analytical Hierarchy Process.

The growth rate of ruminant population in South Sulawesi between 1999- 2003 decreased for beef cattle 0.24%, buffalo 4.22%, and sheep 9.56%. But the population of goat increased 4.66% annually. On the other hand, at the same time the number of slaughtered animals increased for beef cattle (4.15%) and goat (30.23%), but buffalo was decreased 5.66%. Population number of ruminant in South Sulawesi was 727 774 AU, in which 564 847 AU beef cattle, 86 942 AU buffalo and 75 335 AU goat were present.

The result showed that production of crop residues concerning to dry matter, crude protein and total digestible nutrient were 6 874 105 tons, 372 261 tons, 3 128 339 tons, respectively. Dry matter-based products could provide feed resources for ruminant as many as 3 014 958 animal unit (AU). While crude protein and total digestible nutrient-based products, could provide feed resources for ruminant as many as 1 551 087 AU and 1 992 573 AU, respectively. Based on production and feed capacity of crop residues dry matter, it estimates that ruminants population in South Sulawesi may be increased as many as 2 287 184 AU. Moreover, several regions (Sopppeng, Wajo, Sidrap and Luwu) showed high feed capacity index.

Most of the farmer (71.51%) were kept their animals traditionally and 28.79% (114 respondents) were kept their animal intensively in which 48 respondents housed the animal all day and 66 respondents housed the animal during dark. The utilization of crop residues as animal feed by farmer were still low (37.88%), though 54.80% respondents are concedering of feed technology such as amoniation. While only 21.19% respondents applied feed technology.

The application of crop-livestock integration system was the most priority in development of livestock with total attractiveness score (TAS) of 6.67, followed by the second priority, optimalization of technology of crop residues utilization, with total attractiveness score of 6.19.

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya

(8)

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA

DI SULAWESI SELATAN

JASMAL AHMARI SYAMSU

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(9)

Judul Disertasi : Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan

Nama : Jasmal Ahmari Syamsu

NIM : D016010031

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Lily Amalia Sofyan, M.Sc Prof.Dr.Ir.Kooswardhono Mudikdjo,M.Sc Ketua (Alm) Anggota

Prof.Dr.Ir.E.Gumbira Sa’id,M.A.Dev Dr.Ir.Erika Budiarti Laconi,M.S Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian : 2 Pebruari 2006 Tanggal Lulus : 8 Pebruari 2006

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini ditulis setelah melalui suatu rangkaian penelitian yang dilaksanakan di Sulawesi Selatan, dengan judul Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan. Ruang lingkup disertasi ini mencakup a) analisis karakteristik ternak ruminansia, b) inventarisasi produksi dan daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia, c) evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia, dan d) perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Prof.

Dr. Lily Amalia Sofyan, M.Sc sebagai ketua, dan masing-masing sebagai anggota Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc, Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.A.Dev dan Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS, atas segala curahan ilmu, bimbingan, arahan, dan semangat yang diberikan mulai persiapan penelitian hingga selesainya penulisan disertasi ini. Terima kasih pula disampaikan kepada Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr sebagai penguji luar komisi ujian tertutup, Dr.

Ir. Mohammad Jafar Hafsah dan Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H, M.Sc sebagai penguji luar komisi ujian terbuka yang telah memberikan saran dan masukan demi penyempurnaan disertasi ini.

Kepada Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Peternakan IPB dan Ketua Program Studi Ilmu Ternak SPs IPB dan seluruh staf pengajar, penulis ucapkan terima kasih atas ilmu, bantuan dan dukungan yang diberikan selama menempuh program doktor. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin atas izin yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi program doktor. Khusus kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Hasanuddin Prof. Dr .Ir. Ismartoyo, M.Agr dan Ir.

Syahriani Syahrir, M.Si, penulis ucapkan terima kasih atas dorongan, bantuan, semangat, dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi program doktor.

Penulis ucapkan terima kasih pula kepada H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, M.H Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Drs. H. Azikin Solthan, M.Si Bupati Bantaeng, Ir. M. Arfandy Idris, SH Anggota DPRD Sulawesi Selatan, Ir.

Machmud Ahmad, MM, Ir. H. Rizwan Mufli, Dr. Syahruddin Said, Ir. Teddy Candinegara atas bantuan yang diberikan selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi. Kepada Ir. Abd. Muas, M.Si, Hikmah M Ali, SPt, M.Si, Haeruddin, SPt, M.Si, Afriadi SPt, Anwar M Arasy SPt, Fajar Cahyanto SPt, Ibrahim Halim SPt, Alamsyah SPt, Arfan SPt, Afnanto, S.Pt terima kasih atas bantuannya selama melakukan survei pengumpulan data di lapangan.

Penyelesaian disertasi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Ternak. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si, Ir. Ma’ruf Tafzin, M.Si, Ir. Ahmad Jaelani, M.Si, Ir. H. Dedi Rahmat, M.Si, Dr. Ir. Indyah Wahyuni, M.Si, drh.

Herman Tabrany, MP, Ir. Sayuti Masud, M.Si, Meisi Liana Sari, SPt, M.Si,

(11)

Nur Sjafani, S.Pt, Yatno, S.Pt, M.Si dan kepada Dwi Kusuma Purnamasari, S.Pt, M.Si terima kasih atas segala dukungan, semangat, dan diskusi selama penyelesaian disertasi ini. Kepada Ir. Alfa Nelwan, M.Si, Ir. Muh. Hatta, M.Si, Tenriware, S.Pi, M.Si, Bahar, S.Pi dan Drs. Husain Syam, M.Si terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama menempuh pendidikan doktor.

Kepada Ayahanda Sinar Syamsu (Alm), Ibunda Siti Jamiah dan Ayah dan Ibu mertua Aziz Umar (Alm) dan Yuri Buata dan saudaraku Fiana N Sari, Jaslam A Syamsu, Syahrul K Syamsu, Sakinah K Sari, serta seluruh keluarga di Makassar, Sungguminasa, Watampone dan Gorontalo terima kasih atas segala kasih sayang, semangat, dan dukungan kepada penulis untuk meraih dan mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Akhirnya kepada isteriku tersayang Olhan Aziz Umar dan anakku tercinta Muh. Kahfi Giffari dan Nurul Amaliah penulis persembahkan disertasi ini sebagai buah dari pengorbanan yang diberikan atas pengertian, serta semangat dan dukungan kepada penulis untuk meraih cita- cita.

Akhirnya semoga disertasi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan peternakan khususnya di Sulawesi Selatan.

Bogor, Pebruari 2006 Jasmal Ahmari Syamsu

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watampone (Sulawesi Selatan) tanggal 5 Nopember 1968, anak sulung dari lima bersaudara dari ayah Sinar Syamsu (alm) dan ibu Siti Jamiah. Menikah dengan Olhan Aziz Umar pada tahun 1995 dan telah dikaruniai dua orang anak yaitu Muh.Kahfi Giffari (lahir di Bogor 4 Nopember 1996) dan Nurul Amaliah (lahir di Makassar 30 Oktober 1998).

Tahun 1986 diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Ujung Pandang melalui Jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), dan sarjana peternakan diraih pada tanggal 12 Januari 1991. Melalui Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Depdikbud sejak 1 Januari 1993 diangkat sebagai staf pengajar Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNHAS, Makassar. Tahun 1995 penulis melanjutkan studi program magister sains di Program Studi Ilmu Ternak Program Pascasarjana IPB, dan lulus pada 10 Desember 1997. Kesempatan melanjutkan program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2001, dengan beasiswa BPPS Ditjen Dikti Depdiknas RI.

Selama menempuh pendidikan doktor, penulis telah mempublikasikan dan mempresentasikan karya ilmiah yang merupakan bagian dan berhubungan dengan disertasi ini sebagai berikut.

(a) Analisis potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, Vol.VIII (4), 2005. Fakultas Peternakan Universitas Jambi (Akreditasi Dikti No.34/Dikti/Kep/2003)

(b) Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia, Vol.13(1): 30-37.

2003. Puslitbang Peternakan Badan Litbang Departemen Pertanian

(c) Potensi dan daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ruminansia di Sulawesi Selatan. Jurnal Peternakan dan Lingkungan, Vol.8(3) : 61-67.

2002. Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang (Akreditasi Dikti No 134/Dikti/Kep/2001)

(d) Kajian potensi dan daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di kabupaten Bulukumba. Seminar Nasional Teknologi Pertanian. Makassar, 22-23 September 2004, BPTP Sulawesi Selatan

Berbagai pengalaman kegiatan yang telah diikuti antara lain Tim Aplikasi dan Pengembangan Produksi Bibit Sapi Potong Unggul dengan Bioteknologi dan Reproduksi di Sulawesi Tenggara (Puslit Bioteknologi LIPI 2003-2005), Senior Expert Pendampingan (Community Development & Capacity Building) Proyek Pengembangan Usahatani dan Ternak di Kawasan Timur Indonesia (PUTKATI) Sulawesi Selatan (Ditjen Bina Produksi Peternakan-Bina Swadaya Konsultan 2003), Koordinator Pendampingan Program Pengembangan Kawasan Tertinggal (PPKT) Kabupaten Luwu Sul Sel (PEMDA Sul-Sel 2000), Koordinator Lapangan Program Peningkatan Penyuluhan Pertanian untuk Memberdayakan Masyarakat Tani Kabupaten Bantaeng Sul Sel (IPB-Deptan-Dekop PKM 1999-2000), Tim Tehnis Proyek Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional Melalui Pemberdayaan Masyarakat/Petani Kabupaten Polmas Sul Sel (Deptan 1998/1999), Tim Ahli/Konsultan Proyek Pengembangan Usaha Tani dan Ternak di Kawasan Timur Indonesia (PUTKATI) Kabupaten Luwu Sul-Sel (PT.Sangga Pillar Utama 1999),

(13)

serta Koordinator Lapangan Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional Kabupaten Polmas dan Majene Sul Sel (IPB- Deptan-Dekop PKM 1998/1999).

Beberapa pelatihan dan kegiatan lain yang telah diikuti diantaranya Pelatihan Uji Cepat Mutu Pakan (Fapet IPB 2005), Pelatihan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pembangunan Daerah (LAPAN 2003), Kursus Singkat Analisis Data Penelitian Bagi Dosen Bidang Ilmu-ilmu Pertanian PTN/PTS se Kawasan Timur Indonesia (Ditjen Dikti 2003), RCA Regional Training Workshop on in vitro techniques for feed evaluation (IAEA 2001), Pelatihan Pembuatan Silase dan Probiotik (Puslit Bioteknologi LIPI 2001), Workshop Strategi Pengembangan Industri Peternakan dalam Era Otonomi Daerah (LIPI 2001), Workshop Peningkatan Mutu Data dan Informasi untuk Perencanaan Pembangunan (FMIPA IPB 2001), Pelatihan Untuk Pelatih (TOT) Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional (IPB-Deptan-Dekop PKM 1998), Kursus Formulasi Ransum (Infovet 1997), serta Short Course on Research and Training in Agriculture-Ruminant Nutrition (IAEA-UNHAS 1993).

Terlibat dalam berbagai organisasi antara lain Wakil Sekretaris Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB (2002-2003), Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Assosiasi Pengusaha dan Pemerhati Flora Indonesia Sul-Sel (2000-2004), Ketua Bidang Tani dan Nelayan Dewan Pengurus Daerah Ikatan Usaha Informal Indonesia Sul Sel (1997-2000), Anggota Assosiasi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Indonesia-AINI (1995-sekarang), Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah GEMA KOSGORO Sul-Sel (1993-1997), Anggota Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia-ISPI (1991-sekarang), Sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan UNHAS (1989-1990), Sekreraris Umum Himpunan Mahasiswa Profesi Peternakan UNHAS (1988-1989), serta Anggota Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Peternakan UNHAS (1986-1987).

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xx

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Kebijakan Pembangunan Peternakan... 5

Sumberdaya Pakan... 7

Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia... 12

Analisis Perumusan Strategi... 14

Proses Hirarki Analitik... 19

METODE PENELITIAN... 23

Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Penelitian 1 Analisis Karakteristik Ternak Ruminansia ... 23

Penelitian 2 Inventarisasi Produksi dan Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan ... 26

Penelitian 3 Evaluasi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia... 35

Penelitian 4 Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan... 46

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 46

Tanah dan Topografi ... 46

Penggunaan Lahan ... 48

Sumberdaya Insani ... 49

Produk Domestik Regional Bruto ... 51

Karakteristik Ternak Ruminansia ... 53

Keragaan Ternak Ruminansia ... 53

Jumlah Populasi dan Keunggulan Komparatif Ternak Ruminansia . 55 Kepadatan Ternak Ruminansia ... 59

Produksi dan Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia... 62

Produksi dan Kualitas Limbah Tanaman Pangan ... 62

Daya Dukung Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan ... 80

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia ... 84

(15)

Halaman Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak

Ruminansia ... 87

Keadaan Umum Peternak ... 87

Pemeliharaan Ternak dan Pemberian Pakan ... 90

Penggunaan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan ... 93

Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia ... 99

Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 99

Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ... 104

Formulasi Strategi ... 107

Pengambilan Keputusan ... 110

Implikasi Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia ... 113

KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

Kesimpulan ... 120

Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

LAMPIRAN ... 131

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Persepsi peneliti dan peternak tentang sumberdaya pakan ... 11

2. Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analitik. ... 21

3. Struktur populasi ternak dan standar satuan ternak menurut umur dan jenis ternak ... 24

4. Tipe iklim Sulawesi Selatan menurut Schmidt dan Fergusson. ... 26

5. Kepadatan ternak wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 37

6. Contoh matriks evaluasi faktor eksternal. ... 41

7. Contoh matriks evaluasi faktor internal . ... 41

8. Contoh matriks perencanaan strategis kuantitatif ... 44

9. Luas wilayah dan jumlah kecamatan, desa/kelurahan menurut kabupaten/ kota di Sulawesi Selatan... 47

10. Luas lahan dan penggunaannya di Sulawesi Selatan. ... 49

11. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, usia kerja dan lapangan usaha di Sulawesi Selatan... 50

12. Keragaan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan (1999-2003) ... 54

13. Populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. ... 56

14. Kepadatan ekonomi ternak, kepadatan usahatani dan kepadatan wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan... 60

15. Rata-rata produksi segar, produksi kering dan produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan... 62

16. Produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. .... 65

17. Produksi total digestible nutrient limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. ... 66

18. Produksi protein kasar limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan ... 67

19. Laju pertumbuhan produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. ... 79

20. Daya dukung limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan di Sulawesi Selatan. ... 81

(17)

Halaman

21. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.. 85 22. Keadaan umum peternak responden. ... 87 23. Cara pemeliharaan ternak dan pemberian pakan. ... 91 24. Matriks evaluasi faktor internal (IFE) pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan... 105 25. Matriks evaluasi faktor ekternal (EFE) pemanfaatan limbah tanaman

pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan... 107 26. Matriks SWOT analisis pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 109 27. Prioritas alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 111 28. Matriks implikasi strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 117

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sumberdaya pakan berdasarkan produk utama tanaman ... 8

2. Kerangka analisis perumusan strategi... 17

3. Formulasi matriks pendapat individu... 21

4. Peta propinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten lokasi penelitian... 28

5. Alur pelaksanaan perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 39

6. Illustrasi skema matriks SWOT... 42

7. PDRB Sulawesi Selatan atas dasar harga berlaku tahun 2003. ... 52

8. PDRB sektor pertanian Sulawesi Selatan atas harga berlaku tahun 2003 ... 53

9. Peta keunggulan komparatif ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. ... 58

10. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami padi di Sulawesi Selatan ... 69

11. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami jagung di Sulawesi Selatan ... 70

12. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kedelai di Sulawesi Selatan ... 72

13. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang hijau di Sulawesi Selatan ... 73

14. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami kacang tanah di Sulawesi Selatan ... 74

15. Peta indeks konsentrasi produksi pakan jerami ubi jalar di Sulawesi Selatan ... 75

16. Peta indeks konsentrasi produksi pakan pucuk ubi kayu di Sulawesi Selatan ... 77

17. Produksi limbah tanaman pangan berdasarkan bulan produksi dalam setahun... 78

(19)

Halaman

18. Peta indeks daya dukung limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan. 83 19. Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan

sebagai pakan... 93

20. Jumlah peternak yang menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan berdasarkan jenis limbah ... 95

21. Jumlah peternak yang mengetahui teknologi pakan ... 96

22. Jenis teknologi pakan yang diketahui peternak ... 97

23. Jumlah peternak yang menerapkan teknologi pakan ... 98

24. Elemen kunci pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan... 114

25. Keterkaitan strategi dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 115

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner survei evaluasi potensi limbah tanaman pangan ... 131

2. Kuisioner survei evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan . ... 132

3. Kuisioner identifikasi faktor ekternal dan internal . ... 135

4. Kuisioner penentuan bobot dan peringkat faktor eksternal dan internal ... 137

5. Kuisioner penentuan nilai daya tarik alternatif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia ... 140

6. Populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 142

7. Nilai location quotient (LQ) ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 143

8. Analisis statistik deskriptif produksi limbah tanaman pangan ... 144

9. Analisis statistik deskriptif kualitas limbah tanaman pangan ... 147

10. Luas areal panen tanaman pangan ... 150

11. Produksi segar limbah tanaman pangan ... 151

12. Produksi kering limbah tanaman pangan ... 152

13. Indeks konsentrasi produksi pakan (IKPP) limbah tanaman pangan ... 153

14. Daya dukung bahan kering limbah tanaman pangan ... 154

15. Daya dukung total digestible nutrient limbah tanaman pangan ... 155

16. Daya dukung protein kasar limbah tanaman pangan ... 156

17. Indeks daya dukung pakan limbah tanaman pangan ... 157

18. Karakteristik peternak responden menurut lokasi penelitian ... 158

19. Karakteristik pemeliharaan ternak menurut lokasi penelitian ... 159

20. Karakteristik pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan menurut lokasi penelitian ... 161

21. Matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM) strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan ... 163

(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian, sehingga kondisi dan tantangan bidang peternakan tidak terlepas dari sub sektor lain yang erat kaitannya dengan sub sektor peternakan. Karena peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian dan sektor lainnya, maka pertumbuhan dan perkembangan sub sektor peternakan juga sangat tergantung dari pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor yang terkait dengan sub sektor peternakan tersebut.

Sub sektor peternakan memiliki peran yang penting dalam penyediaan protein hewani, lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan pengembangan potensi wilayah. Permintaan akan produk peternakan meningkat dari tahun ke tahun sejalan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat dan semakin membaiknya kesadaran gizi masyarakat. Pangan yang berupa produk peternakan terutama adalah daging, susu dan telur, yang merupakan komoditas pangan hewani yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas konsumsi pangan.

Tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia tahun 2003 (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2004) adalah 4.93 g/kapita/hari dengan rincian sumbangan daging 2.87 g/kapita/hari (58.22%), telur 1.42 g/kapita/hari (28.80%) dan susu 0.64 g/kapita/hari (12.98%). Dibandingkan dengan tingkat konsumsi negara- negara lain di Asia Tenggara menunjukkan Indonesia masih lebih rendah, misalnya Kamboja 9.4 g/kapita/hari, Laos 9.8 g/kapita/hari, Vietnam 17.5 g/kapita/hari dan Malaysia 52.7 g/kapita/hari (FAO 2004). Konsumsi pangan hewani di Indonesia tidak sepenuhnya disediakan dari produk dalam negeri, karena pada tahun yang sama dari jumlah konsumsi daging 1 947 200 ton, disediakan dari impor besarnya 44 700 ton. Begitu pula untuk konsumsi susu sebesar 1 350 500 ton, sebanyak 1 328 600 ton juga disediakan oleh impor (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2004). Hal ini menunjukkan bahwa industri peternakan belum berorientasi ekspor, serta upaya-upaya yang dilakukan selama ini masih dalam kerangka pemenuhan permintaan akan produk peternakan di dalam negeri.

(22)

Masih rendahnya produk ternak di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan produksi peternakan. Jumlah populasi sapi potong, kambing dan domba dalam kurun waktu 1999-2003 mengalami peningkatan pertahun hanya sebesar 0.005%, 0.009%, dan 0.49%, dan tingkat pemotongan ternak dalam kurun waktu yang sama mengalami pula peningkatan untuk sapi potong 0.02%, kambing 0.09% dan domba 0.11% per tahun. Dilain pihak, populasi kerbau mengalami penurunan 0.004% pertahun (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2004). Dalam kurun waktu yang sama, produksi daging ternak ruminansia mengalami peningkatan sebesar 0.05% per tahun dengan struktur produksi daging yang mengalami peningkatan adalah daging kambing sebesar 0.09%, daging domba 0.24%, dan sapi 0.02% per tahun. Di lain pihak, daging asal kerbau mengalami penurunan 0.02% pertahun.

Ketidakmampuan produksi peternakan dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan sebagai berikut.

(a) Penguasaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca panen, (b) Kemampuan permodalan peternakan, (c) Kualitas sumberdaya manusia, dan (d) Ketersediaan pakan (Suryana 2000). Di lain pihak, Sutardi (1997) mengemukakan bahwa faktor penentu keberhasilan usaha peternakan dapat digolongkan ke dalam lima kelompok sebagai berikut. (a) Pemuliaan dan reproduksi, (b) Pengolahan usaha dan pemeliharaan ternak, (c) Pencegahan penyakit dan pengobatan, (d) Peralatan dan bangunan, dan (d) Penyediaan dan pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam berhasilnya usaha pengembangan peternakan. Tanpa memperhatikan faktor tersebut, setiap usaha pengembangan peternakan tidak akan memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam usaha peternakan pakan merupakan faktor yang sangat menentukan karena biaya pakan ternak pada umumnya mencapai 60 sampai 70%

dari seluruh beban biaya dalam proses produksi peternakan. Penyediaan pakan, baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan.

Ternak ruminansia sebagai penghasil daging dan susu dengan pakan utamanya hijauan memiliki kendala dalam penyediaannya disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan/padang penggembalaan dan ketersediaan pakan

(23)

hijauan sangat dipengaruhi oleh musim. Musim kemarau jumlahnya kurang dan sebaliknya pada musim hujan melimpah sehingga ketersediaan tidak kontinyu sepanjang tahun. Kecukupan pakan bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius dalam pengembangan peternakan di Indonesia.

Indikasi kekurangan pasokan pakan dan nutrisi ialah masih rendahnya tingkat produksi ternak yang dihasilkan.

Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan suatu wilayah. Sulawesi Selatan sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan. Sulawesi Selatan pernah dikenal sebagai lumbung ternak, dengan kemampuan memasok ternak ke daerah lain dalam rangka pengadaan ternak nasional. Sebagai illustrasi, pada tahun 1990 jumlah pengeluaran ternak sapi dan kerbau adalah 65 804 ekor dan 17 443 ekor (Katoe 1991) dan angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibanding jumlah pengeluaraan ternak pada tahun 2003 yaitu sapi 6 449 ekor dan kerbau 143 ekor (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan, 2004). Saat ini permintaan ternak tidak mampu terpenuhi yang kemungkinan disebabkan oleh a). rendahnya kemampuan produksi ternak bibit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas akibat terjadinya perkawinan kedalam yang berlangsung cukup lama, b). semakin menurunnya produktivitas ternak yang ditunjukkan dengan menurunnya berat karkas, dan c).

terbatasnya kuantitas dan kualitas pakan (Ella 2002).

Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan adalah ketersediaan sumberdaya pakan untuk ternak. Namun demikian, padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan cenderung berkurang setiap tahun. Luas padang penggembalaan di Sulawesi Selatan tahun 2003 adalah 235 542 ha dan mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 1999 seluas 290 184 ha (BPS 2004). Di lain pihak, telah terjadi perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai penyedia sumber pakan menjadi lahan sawah/pertanian untuk memenuhi tuntutan penyediaan pangan akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk. Disamping itu penyediaan pakan juga memiliki keterbatasan akibat adanya persaingan kebutuhan penyediaan pangan untuk konsumsi manusia.

Peningkatan luas lahan pertanian memberikan implikasi terhadap peningkatan luas areal panen tanaman pangan. Di Sulawesi Selatan pada tahun

(24)

2003, luas areal panen padi seluas 847 305 ha atau 6.85% dari luas areal panen di Indonesia, dan luas areal panen jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar masing-masing 6.91%, 3.97%, 6.13%, 3.53% dan 4.40% dari luas areal panen nasional (BPS 2004). Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan.

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, untuk memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia maka perlu dilakukan penelitian. Penelitian mencakup inventarisasi potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia dan evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia, serta merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan di Sulawesi Selatan.

Tujuan Penelitian

(a) Mengkaji karakteristik ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

(b) Menginventarisasi produksi limbah tanaman pangan berdasarkan kuantitas dan kualitasnya, dan daya dukung sebagai sumber pakan di Sulawesi Selatan.

(c) Mengevaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

(d) Merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.

Manfaat Penelitian

(a) Bahan pertimbangan dan menjadi acuan bagi pengambil keputusan atau kebijakan, khususnya untuk pengembangan peternakan berdasarkan sumberdaya pakan.

(b) Informasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan ilmuwan, dan sebagai kajian, sumbangan data, informasi dan pemikiran untuk pengembangan sumberdaya pakan.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Pembangunan Peternakan

Paradigma pembangunan peternakan adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal. Untuk mencapai paradigma tersebut dilakukan berbagai misi yaitu 1) menyediakan pangan asal ternak, 2) memberdayakan sumberdaya manusia peternakan, 3) meningkatkan pendapatan peternakan, 4) menciptakan lapangan kerja peternakan, serta 5) melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam, yang secara keseluruhannya selaras dengan program pembangunan pertanian yaitu membangun ketahanan pangan dan mengembangkan sektor agribisnis pertanian (Sudardjat 2000). Selanjutnya pengembangan dibidang peternakan dilakukan melalui strategi pengembangan pilar peternakan utama yaitu 1) pengembangan potensi ternak dan bibit ternak, 2) pengembangan pakan ternak, 3) pengembangan teknologi budidaya. Ketiga pilar utama peternakan terkait oleh sanitasi dan kesehatan ternak serta peningkatan industri dan pemasaran hasil peternakan, pengembangan kelembagaan usaha dan keterampilan peternak serta kawasan pengembangan peternakan.

Menurut Diwyanto et al. (2000) peternakan di Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori sebagai berikut.

1. Usaha peternakan bersifat pre industri dimana usaha bersifat subsisten, semua aktivitas dilakukan oleh peternak, hampir tidak ada peran organisasi pemerintah maupun swasta.

2. Usaha peternakan yang mulai timbul pertimbangan industri atau bisnis. Disini peran pemerintah dalam banyak hal cukup dominan dan hampir tidak ada industri swasta yang terlibat. Contoh usaha ini adalah peternakan kerbau, dan ayam buras.

3. Usaha peternakan dalam tahap ekspansi, dimana peran pemerintah dan swasta cukup besar. Pada tahap ini peran pemerintah dalam hal penelitian dan pengembangan cukup dominan walaupun swasta sudah tertarik untuk berusaha seperti contoh pada usaha sapi perah, domba, dan itik.

(26)

4. Usaha peternakan tahap industri yang matang, dimana peran swasta sangat dominan serta telah mampu mengembangkan penelitian dan pengembangan untuk mendukung usahanya.

Kebijaksanaan pengembangan pakan ternak diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku pakan lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku pakan. Kebijaksanaan pengembangan pakan ternak meliputi : a) kebijakan pakan konsentrat, yaitu mengusahakan tersedianya bahan baku pakan konsentrat dengan jumlah dan mutu yang terjamin, mudah diperoleh disetiap waktu dan tempat serta harganya dapat dijangkau oleh peternak, mengusahakan adanya berbagai pilihan produsen pengolah pakan mulai dari pabrik besar sampai pada unit-unit pengolahan pakan skala kecil yang ada di pedesaan, mengusahakan agar dapat dibangunnya silo-silo seperti silo jagung pada sentra produksi jagung, serta mengkaji ulang standar mutu bahan baku pakan dan pakan. b) pengembangan pakan hijauan, yaitu mengoptimalkan lahan-lahan potensial untuk penyediaan bahan pakan hijauan dengan meningkatkan partisipasi peternak, mengembangkan teknologi limbah pertanian dan industri pertanian untuk pakan, mengembangkan jenis-jenis hijauan pakan sesuai dengan kondisi agroklimat setempat, serta mengembangkan tanaman leguminosa lokal sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pakan hijauan yang diberikan peternak (Sudardjat 2000).

Secara umum untuk pengembangan pakan memiliki permasalahan- permasalahan, antara lain : a) kebutuhan bahan baku pakan tidak seluruhnya dipenuhi dari lokal sehingga masih mengandalkan impor, b) bahan baku pakan lokal belum dimanfaatkan secara optimal, c) ketersediaan pakan lokal tidak kontinyu dan kurang berkualitas, d) penggunaan tanaman legum sebagai sumber pakan belum optimal, e) pemanfaatan lahan tidur dan lahan integrasi masih rendah, f) penerapan teknologi hijauan pakan masih rendah, g) produksi pakan nasional tidak pasti akibat akurasi data yang kurang tepat, serta h) penelitian dan aplikasinya tidak sejalan (Budiman 2001).

Pengembangan peternakan di Sulawesi Selatan memiliki misi a) menyediakan pangan asal ternak yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas, b) memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar menghasilkan produk yang

(27)

berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun global, c) menciptakan peluang- peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, d) menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis dan agroindustri peternakan, dan e) memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya pendukung peternakan (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan 2001a).

Program strategis pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan meliputi tiga hal yaitu 1) peningkatan ketahanan pangan, diarahkan pada upaya-upaya peningkatan dan pengembangan usaha-usaha peternakan skala kecil dalam penyediaan sumber protein hewani dan menunjang ketahanan pangan, 2) pengembangan agribisnis, diarahkan untuk pengembangan komoditas ungggulan yang bersifat komersial, memiliki daya saing yang tinggi serta mendukung ekonomi wilayah di pedesaan, dan 3) pengamanan penyakit hewan, upaya untuk mencegah, membantu dan menanggulangi penyakit hewan yang ada baik penyakit bersifat ekonomis maupun penyakit yang bersifat strategis (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan 2001b).

Berbagai permasalahan dalam pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan, adalah : 1) kecenderungan penurunan populasi khususnya sapi dan kerbau karena makin tingginya pemotongan betina produktif serta faktor keamanan juga sangat berpengaruh dimana minat sebagian peternak untuk memelihara ternak menurun, 2) skala usaha kecil, umumnya skala usaha masih terbatas pada skala usaha sambilan dan hanya sebagian kecil yang menjadikan usaha pokok dan cabang usaha sehingga untuk bersaing dengan daerah lain yang menjadikan komoditasnya sebagai usaha pokok kurang kompetitif, 3) kualitas produk peternakan masih rendah, 4) terbatasnya permodalan, 5) lemahnya kelembagaan terutama di tingkat kelompok tani dan peternak (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan 2001b).

Sumberdaya Pakan

Pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak tersebut dapat dicerna oleh ternak. Bahan makanan ternak mengandung zat makanan dan merupakan istilah umum, sedangkan komponen dalam bahan

(28)

makanan ternak tersebut yang dapat digunakan oleh ternak disebut zat makanan (Tillman et al. 1989).

Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman dan juga yang berasal dari ternak atau hewan (Tillman et al. 1989). Karena ternak umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya, maka Parra dan Escobar (1985) mengelompokkan pakan berdasarkan produk utamanya yaitu pakan yang berasal dari produk tanaman untuk manusia dan tanaman untuk makanan ternak, dengan klasifikasi seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sumberdaya pakan berdasarkan produk utama tanaman (Parra dan Escobar 1985).

Menurut Jayasuriya (2002), sumberdaya pakan dapat dikategorikan dalam empat kelompok sebagai berikut.

1. Pakan dengan serat tinggi dan protein rendah. Jenis pakan yang tergolong dalam kelompok ini adalah limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung dengan karakteristik kandungan serat yang tinggi (>700 g dinding sel/kg bahan kering) dan kandungan protein yang rendah (20-60 g protein kasar/kg bahan kering).

Produk Utama (Primary Production)

Tanaman untuk Makanan Manusia

Tanaman untuk Makanan Ternak

Limbah Industri Pertanian

Limbah Pertanian

Limbah Industri Pertanian

Berserat Rendah

Limbah Industri Pertanian

Berserat Tinggi

Limbah Pertanian

Berserat

Hijauan

Alami Hijauan

Budidaya

Hijauan Lainnya

Produksi Ternak

(29)

2. Pakan dengan serat tinggi dan protein tinggi. Pakan yang termasuk kategori ini adalah beberapa limbah industri pertanian (agroindustrial byproducts) seperti dedak padi dan dedak jagung, termasuk pula limbah pertanian seperti limbah kacang tanah dan pucuk ubi kayu. Karakteristiknya adalah kandungan seratnya antara <400 - >700 g dinding sel/kg bahan kering dengan kandungan protein >60 g protein kasar/kg bahan kering.

3. Pakan dengan serat rendah dan protein rendah. Pakan yang termasuk dalam kategori ini adalah pakan dengan serat dan protein yang rendah, akan tetapi memiliki kandungan energi yang cukup tinggi seperti molases serta limbah industri pengolahan buah-buahan sehingga banyak digunakan sebagai sumber energi.

4. Pakan dengan serat rendah dan protein tinggi. Pakan kategori ini biasa disebut sebagai pakan konsentrat. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau tanaman serealia (jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai), atau yang berasal dari hewan seperti tepung daging dan tepung ikan.

Dilain pihak, Simbaya (2002) membagi sumberdaya pakan ternak ke dalam empat golongan, yaitu hijauan (forages), limbah pertanian (crop residues), limbah industri pertanian (agroindustrial byproduct) dan pakan non konvensional (non convensional feed). Forages adalah semua jenis hijauan pakan, baik yang sengaja ditanam maupun yang tidak. Termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa, baik leguminosa menjalar, perdu maupun pohon. Hartadi et al.

(1993) mengemukakan bahwa forages atau hijauan pakan adalah bagian tanaman terutama rumput dan leguminosa yang dipergunakan sebagai pakan ternak.

Biasanya hijauan mengandung serat kasar sekitar 18% dari bahan keringnya.

Hijauan makanan ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan melakukan penanaman hijauan makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di suatu wilayah (Simbaya 2002).

Ketersediaan hijauan pakan ternak di Indonesia tidak tersedia sepanjang tahun, dan hal ini merupakan suatu kendala yang perlu dipecahkan. Musim penghujan produksi hijauan berlimpah, dan sebaliknya pada musim kemarau mengalami kekurangan. Hijauan pakan yang tersedia di pedesaan adalah rumput unggul, rumput lapangan dan leguminosa (Diwyanto et al. 1996).

(30)

Pengembangan ternak khususnya ternak ruminansia masih tergantung pada kecukupan tersedianya pakan hijauan baik jumlah, kualitas dan kesinambungannya sepanjang tahun. Hijauan pakan yang digunakan untuk ternak ruminansia sering mengalami kekurangan terutama di musim kering dengan mutu yang rendah. Selain itu penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan karena tanaman pakan belum menjadi prioritas (Sajimin et al. 2000).

Limbah pertanian adalah pakan yang bersumber dari limbah tanaman pangan dan produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan di suatu wilayah (Makkar 2002). Produksi limbah pertanian dapat diestimasi berdasarkan asumsi dari perbandingan antara produk utama dengan limbahnya. Estimasi produksi limbah pertanian dapat menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan angka konversi (rasio) yang digunakan. Untuk mengetahui produksi limbah pertanian di suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas areal panen dari tanaman pangan tersebut (Jayasuriya 2002). Jenis limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah dan pucuk ubi kayu (Djajanegara 1999).

Menurut Djajanegara (1999), beberapa kendala pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah pada umumnya memiliki kualitas rendah dengan kandungan serat yang tinggi dan protein dan kecernaan yang rendah, akibatnya bila digunakan sebagai pakan basal dibutuhkan penambahan bahan pakan yang memiliki kualitas yang baik (konsentrat) untuk memenuhi dan meningkatkan produktivitas ternak. Kendala lainnya adalah produksi limbah pertanian bersifat musiman yaitu melimpah saat panen dan jumlah limbah pertanian yang dapat dikumpulkan oleh perternak terbatas karena tidak memiliki fasilitas untuk penyimpanan.

Menurut Soetanto (2000), untuk mengatasi masalah pakan secara umum dapat dilakukan tiga pendekatan. Pertama, memperluas keragaman sumber pakan dengan melakukan upaya pemanfaatan lahan tidur untuk penanaman hijauan makanan ternak, pemanfaatan limbah pertanian dan industri, dan menghidupkan kembali tanah-tanah pangonan. Selain itu dengan melakukan sistem pertanian

(31)

lorong dan intensifikasi lahan pekarangan dengan memanfaatkan leguminosa perdu. Kedua, meningkatkan kualitas pakan melalui peningkatan kualitas pakan basal, peningkatan nilai nutrisi protein serealia dan upaya menghilangkan senyawa antinutrisi dalam pakan. Ketiga, memperbaiki sistem pemberian pakan dengan upaya yang dilakukan adalah perbaikan formulasi ransum ternak yang sesuai dengan daerah tropis dan manajemen pemberian pakan untuk ternak.

Untuk memanfaatan limbah pertanian dan industri pertanian sebagai pakan perlu diperhatikan beberapa hal yaitu : a) jumlah yang tersedia (kuantitas) untuk dapat digunakan sebagai pakan, b) distribusi yaitu jarak antara lokasi produksi limbah tersebut dengan tempat pemeliharaan ternak (pedesaan), c) infrastruktur yang berhubungan dengan transportasi dan fasilitas penanganan dan penyimpanan, d) kesinambungan produksi, dan e) teknologi yang tersedia dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan efisiensinya (Preston 1986).

Tingkat adopsi suatu inovasi teknologi pakan dalam pengembangan pakan sangat kompleks. Namun satu hal yang sering diabaikan adalah kurangnya pemahaman terhadap persepsi peternak dibanding dengan para peneliti. Soetanto (2001) mengidentifikasi beberapa penyebab kegagalan program-program di bidang pengembangan pakan seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Persepsi peneliti dan peternak tentang sumberdaya pakan

Kriteria Peneliti Peternak

Padang rumput Mengurangi pakan konsentrat

Tidak memiliki lahan khusus untuk penanaman rumput

Lahan prioritas untuk tanaman pangan Pakan jerami Dapat diberikan jika

kekurangan hijauan

Jerami untuk ternak kerja

Tidak punya jerami dan sulit dikumpulkan

Jerami amoniasi Teknologi sederhana

Tidak ada waktu

Memerlukan input dan peralatan dalam pembuatannya

Silase Pakan untuk musim kemarau

Tidak punya cukup rumput

Tidak ada waktu untuk membuat

Menambah biaya Sumber : Soetanto (2001)

(32)

Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat digunakan sebagai makanan ternak. Karakteristik limbah tanaman pangan secara umum dengan kualitas nutrisi yang rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya sebagai pakan ternak (Shanahan et al. 2004). Jerami padi merupakan salah satu limbah tanaman pangan yang terdapat dalam jumlah melimpah dan mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak.

Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya kandungan serat kasar dan rendah kandungan nitrogen, kalsium serta fosfor. Hal ini mengakibatkan daya cerna jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan tetapi masih potensial digunakan sebagai sumber energi (Leng 1980).

Upaya meningkatkan nilai manfaat jerami padi sebagai pakan telah dilaporkan beberapa peneliti. Ternak sapi yang mendapat pakan dengan perlakuan jerami padi ditambahkan urea 4% menunjukkan pertambahan berat badan dan konversi ransum nyata lebih baik dibandingkan dengan pakan jerami dengan penambahan kombinasi 2% urea dan 3% kapur (Xuan Trach et al. 2001).

Xuan Trach (2004) melaporkan bahwa teknologi peningkatan nilai nutrisi jerami padi dengan perlakuan penambahan urea sebagai pakan ternak sapi pada kondisi peternakan rakyat dapat meningkatkan produktivitas ternak dengan tingkat konsumsi dan pertambahan berat badan yang lebih baik dibandingkan dengan jerami padi tanpa penambahan urea. Tingkat adopsi peternak dan penerapan teknologi tersebut dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi seperti pola pikir dan perilaku peternak, serta pemahaman terhadap manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan teknologi tersebut.

Penelitian penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia dilaporkan Bestari et al. (1999), bahwa pemberian pakan hijauan silase jerami padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai gizi dan nilai manfaat ransum yang lebih baik daripada jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan hijauan rumput gajah. Pemberian pakan silase jerami padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh

(33)

memberikan pengaruh yang terbaik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan NDF bila dibandingkan dengan pakan hijauan rumput gajah maupun jerami padi.

Pengolahan jerami padi yang difermentasi dengan starbio menunjukkan komposisi nutrien jerami padi mengalami peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. Dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi, jerami padi yang difermentasi dengan probiotik starbio mengalami peningkatan kandungan protein kasar. Komposisi serat jerami padi tanpa fermentasi nyata lebih tinggi dibanding dengan jerami padi yang difermentasi dengan starbio (Syamsu 2001a). Dalam aplikasi di lapangan pada peternakan rakyat menunjukkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan terdapat perbedaan nyata antara jerami padi fermentasi (4.41 kg/ekor/hari) dengan jerami padi tanpa fermentasi (3.35 kg/ekor/hari) pada ternak sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probiotik mempunyai palatabilitas yang lebih tinggi dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi. Pertambahan berat badan sapi dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, serta kemampuan ternak untuk memanfaatkan pakan tersebut. Rataan pertambahan berat badan harian menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi jerami padi fermentasi memberikan respon pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi (0.37 kg) dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi (0.25 kg). Pertambahan berat badan yang lebih tinggi pada jerami fermentasi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang juga tinggi (Syamsu et al. 2003).

Teknologi fermentasi jerami padi dengan litter ayam dapat meningkatkan kualitas protein kasar jerami padi, konsumsi bahan kering dan pertambahan berat badan ternak sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang difermentasi dengan urea (Quoc Viet dan Duc Kien 2001). Dilain pihak, Syamsu (2001b) menyatakan bahwa penambahan manure ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kasar jerami padi. Kadar protein kasar antara tanpa penambahan manure ayam dan 10% manure ayam tidak menunjukkan perbedaan, tetapi kedua perlakuan tersebut lebih rendah dibanding dengan penambahan manure ayam 20 dan 30 %. Protein kasar jerami padi dapat meningkat dengan penambahan manure ayam sebagai starter (Suryani 1994).

(34)

Perlakuan biologis dapat menyebabkan ikatan lignoselulose dan lignohemiselulose pada jerami padi merenggang dan akhirnya putus (Komar 1984) dan putusnya ikatan tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada manure ayam (Laconi 1992).

Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan nilai nutrisi jerami padi dapat dilakukan melalui bioproses fermentasi menggunakan probiotik sebagai pemacu pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi tersebut. Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion sebagai pakan domba dapat meningkatkan produktivitas domba dibandingkan dengan pemberian pakan secara tradisional. Dilain pihak, Martawidjaja dan Budiarsana (2004) melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probion dapat menggantikan rumput raja sebagai pakan dasar untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan.

Pemberian jerami padi fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan respon pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.

Peningkatan nilai nutrisi daun ubi kayu dengan teknologi silase dilaporkan oleh Chhay Ty dan Rodríguez (2001), menunjukkan bahwa dengan penggunaan aditif cairan limbah industri sirup dapat menurunkan pH silase dari awal fermentasi (pH 6.10) dan setelah difermentasi selama 14 hari menjadi 3.73.

Dengan demikian silase daun ubi kayu dapat disimpan dalam beberapa waktu untuk selanjutnya digunakan sebagai pakan ternak. Dilain pihak, penggunaan hay daun ubi kayu dengan ransum basal jerami padi dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan pakan pada ternak sapi (Vongsamphanh dan Wanapat 2004).

Analisis Perumusan Strategi

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan, dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang (Rangkuti 2002). Karena strategi adalah alat untuk mencapai tujuan, maka strategi harus memiliki sifat antara lain menyatu (unified) yaitu menyatukan seluruh bagian, menyeluruh (comprehensive) yaitu mencakup seluruh aspek, dan integral (integrated) yaitu seluruh strategi akan cocok atau sesuai seluruh tingkatan (Wahyudi 1996).

(35)

Menurut Nickols (2000), strategi dapat diartikan dalam beberapa hal seperti rencana, pola, posisi, serta pandangan. Sebagai rencana, strategi berhubungan dengan bagaimana memfokuskan perhatian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai pola, strategi berarti suatu ketetapan yang berdasarkan alasan-alasan tertentu dalam menentukan keputusan akhir untuk memadukan kenyataan yang dihadapi dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai posisi, strategi berarti sikap yang diambil untuk mencapai tujuan, dan sebagai pandangan strategi berarti cara memandang bentuk dan acuan dalam mengambil keputusan atau tindakan.

Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Glueck dan Jauch 1994). Esensi strategi merupakan keterpaduan dinamis faktor eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi itu sendiri. Strategi merupakan respon yang secara terus-menerus atau adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti 2002).

Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga mampu mencapai tujuan obyektifnya. Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Perumusan strategi adalah mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategi dengan mengubah strategi yang telah dirumuskan menjadi suatu tindakan.

Evaluasi strategi adalah tahap akhir dari manajemen strategi dengan melakukan tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu meninjau faktor- faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, mengukur prestasi dan mengambil tindakan korektif (David 2001).

Menurut Wahyudi (1996) tahap perumusan atau pembuatan strategi merupakan tahap yang paling menantang dan menarik dalam proses manajemen strategi. Inti pokok dari tahapan ini adalah menghubungkan suatu organisasi dengan lingkungannya dan menciptakan strategi-strategi yang cocok untuk

(36)

dilaksanakan. Proses pembuatan strategi terdiri dari empat elemen seperti dipaparkan sebagai berikut.

a. Identifikasi masalah-masalah strategik yang dihadapi meliputi lingkungan eksternal dan internal.

b. Pengembangan alternatif-alternatif strategi yang ada dengan mempertimbangkan strategi yang lain.

c. Evaluasi tiap alternatif strategi.

d. Penentuan atau pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.

Dalam melakukan perumusan strategi dapat digunakan alat formulasi yaitu analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax dan Majluf 1991). Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki adanya suatu survei internal tentang strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan), serta survei eksternal atas opportunities (peluang/kesempatan) dan threats (ancaman) (Subroto 2003).

Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal, serta kesempatan/peluang dan ancaman lingkungan eksternal. SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johnson et al. 1989). Dilain pihak, Marimin (2004) menyatakan bahwa analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan suatu strategi yang didasarkan pada logika.

Teknik perumusan strategi yang dikembangkan oleh David (2001), dilakukan dengan tiga tahap pelaksanaan dan menggunakan matriks sebagai model analisisnya. Tiga tahapan kerangka kerja dimaksud adalah tahap input (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the decision stage). Uraian setiap tahapan tersebut menurut David (2001) diperlihatkan pada Gambar 2.

(37)

Tahap 1. Tahap Input

Tahap 2. Tahap Pencocokan

Tahap 3. Tahap Keputusan

Gambar 2 Kerangka analisis perumusan strategi (David 2001).

1. Tahap Input

Tahap input merupakan langkah pertama yang meringkas informasi input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks evaluasi faktor eksternal dan matriks evaluasi faktor internal. Matriks evaluasi faktor eksternal digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal berkaitan dengan peluang dan ancaman. Tujuan evaluasi eksternal adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari. Seperti yang tersirat dalam istilah terbatas, audit eksternal tidak bertujuan mengembangkan daftar panjang dan lengkap dari setiap faktor kemungkinan yang dapat mempengaruhi akan tetapi mengenali variabel kunci yang menawarkan respon yang dapat dilakukan. Dilain pihak, matriks evaluasi faktor internal digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.

Matriks Evaluasi Faktor Eksternal

(EFE)

Matriks Evaluasi Faktor Internal

(EFI)

Matriks Threats-Opportunities Weaknesses-Strengths (TOWS)

Matriks

Quantitative Strategic Planning (QSPM)

(38)

2. Tahap Pencocokan

Tujuan tahap pencocokan adalah menghasilkan strategi alternatif yang layak, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik.

Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi digunakan matriks TOWS atau lebih dikenal dengan matriks SWOT. Dalam penggunaan matriks SWOT sangat ditentukan oleh informasi yang diperoleh dari tahap input untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal.

Mencocokkan faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal merupakan kunci untuk secara efektif menghasilkan strategi alternatif yang layak dan merupakan bagian sulit terbesar untuk mengembangkan matriks SWOT karena memerlukan penilaian yang baik, dan tidak ada satu pun kecocokan terbaik. Oleh karena itu tidak semua strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih.

Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang dapat membantu dalam mengembangkan empat tipe strategi yaitu strategi SO (Strengths- Opportunities), strategi WO (Weaknesses-Opportunities), strategi ST (Strengths-Threats) dan strategi WT (Weaknesses-Threats). Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang adalah menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal, dan strategi WO atau strategi kelemahan- peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal adalah strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman, dan strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan strategi yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

3. Tahap Keputusan

Teknik untuk mencocokkan yang dijelaskan di atas menghasilkan strategi alternatif yang layak. Selanjutnya dilakukan tahapan keputusan dengan menggunakan Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) atau Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif. Penggunaan matriks ini secara

Gambar

Gambar 2  Kerangka analisis perumusan strategi (David 2001).
Tabel 2  Skala banding secara berpasangan pada proses hirarki analitik  Intensitas
Tabel 3  Struktur populasi ternak dan standar satuan ternak menurut umur            dan jenis ternak
Tabel 5  Kepadatan ternak wilayah ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Lumbung Ternak”, melalui pembangunan peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kemakmuran dan ketahanan masyarakat Lampung.. satu upaya untuk mewujudkan visi

Pengujian parameter mencakup produksi segar, bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) limbah pertanian, daya dukung limbah pertanian yang

Kesimpulannya bahwa berdasarkan daya dukung limbah tanaman pangan di Kabupaten Polewali Mandar menghasilkan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan ternak sapi

Untuk mengetahui rasio antara daya dukung limbah tanaman pangan dengan jumlah populasi ternak kerbau dan ruminansia secara umum di masing-masing Kecamatan di Kabupaten MTB

Pengujian parameter mencakup produksi segar, bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrient (TDN) limbah pertanian, daya dukung limbah pertanian yang

Parameter yang diukur meliputi produksi bahan segar dan bahan kering (BK) limbah yang dihasilkan tanaman sorgum, kandungan nutrisi limbah meliputi protein kasar (PK), lemak

Produksi Industri Pakan Ternak Rencana pendirian usaha pembuatan pabrik pakan ruminansia berbasis jerami tanaman pangan skala industri diawali dengan persiapan yang meliputi