• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

11

sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini tentang konsep manajemen, manajer keperawatan, manajemen pelayanan pasien, dan faktor yang memperngaruhi kesiapan manajemen pelayanan pasien.

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian manajemen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Manajemen adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.

Manajemen bukanlah suatu tujuan, tetapi hanya alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena tujuan yang ingin dicapai itu adalah pelayanan atau laba. Walaupun manajemen hanya merupakan “alat dan wadah” saja, tetapi harus diatur dengan sebaik-baiknya karena jika manajemen baik maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat.

Menurut Terry & Rue (1982) dalam bukunya yang berjudul

“Principles of Management” dalam Ticoalu (2011) mendifinisikan manajemen sebagai suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.

Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah

“managing” (pengelolaan), sedangkan pelaksananya disebut manajer atau pengelola. Hasibuan (2009) dalam buku “Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah” mengatakan, “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber- sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan

(2)

tertentu. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2011), mengatakan manajemen sebagai pengaturan dan kerja sama unsur-unsur manusia dan sarana pendukung (alat-alat) untuk mencapai tujuan (organisasi) secara efektif dan efisien.

Hasibuan (2009) mengutip dari buku Sikula (1990) yang berjudul

“Personel and Human Resource Management” mengatakan manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan (planning), pengorgainisasian (organizing), pengendalian (controlling), penempatan (staffing), pengarahan (leading), pemotivasian (motivating), komunikasi (communicating), dan pengambilan keputusan (decision making) yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien.

Menurut Terry dalam Amirullah & Budiyono (2004) dalam buku

”Pengantar Manajemen” menyatakan, “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Artinya, Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan menurut Tunggal (1993) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen” menyatakan manajemen adalah seni menyelesaikan segala sesuatu melalui orang lain. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia melalui tindakan-tindakan perencanaan,

(3)

pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan.

2.1.2 Fungsi-fungsi manajemen

Ilmu manajemen memiliki fungsi-fungsi di dalamnya. Banyak ahli yang mengungkapkan fungsi-fungsi manajemen dengan pendapat yang berbeda. Hasibuan dalam bukunya “Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah” menguraikan beberapa fungsi manajemen dari berbagai ahli. Berikut fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli:

Tabel 2.1 Fungsi manajemen menurut para ahli

Sumber: Hasibuan (2009)

Para ahli yang berbeda telah mengklasifikasikan fungsi manajemen.

Menurut Terry “Ada empat fungsi dasar manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengendalian”.

(4)

Menurut Fayol “Manajemen adalah meramalkan dan merencanakan, mengatur, memerintah dan mengendalikan” sedangkan Gullick dalam hasibuan (2009) telah memberikan kata kunci ‘POSDCORB’ dengan singkatan P untuk perencanaan, O untuk pengorganisasian, S untuk penetapan staf, D untuk mengarahkan, Co untuk Koordinasi, R untuk pelaporan dan B untuk penganggaran. Tetapi yang paling banyak diterima adalah fungsi manajemen yang diberikan oleh Koontz &

O’Donnell dalam Hasibuan 2009) yaitu perencanaan, pengorganisasian, penetapan staf, mengarahkan dan mengontrol atau yang biasa disebut dengan POSAC.

Lima macam fungsi manajemen menurut Koontz & O’Donnell (2015) dalam buku “Principles of Management an Analysis of Managerial Function, terdiri dari:

2.1.2.1. Planning (perencanaan)

Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.

2.1.2.2. Organizing (pengorganisasian)

Proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan diatur dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan dapat bekerja secara efektif.

2.1.2.3. Staffing (penyusunan)

Merupakan suatu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usaha agar setiap tenaga memberi daya guna maksimal kepada organisasi.

(5)

2.1.2.4. Directing (pengarahan)

Proses pelaksanaan program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasinya.

2.1.2.5. Controlling (pengendalian dan pengawasan)

Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan bisa berjalan sesuai target yang diharapkan.

2.1.3 Lingkup manajemen keperawatan

Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat di dalamnya.

Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan yang efektif seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana menurut Swanburg (2000) dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan” meliputi:

2.1.3.1. Menetapkan penggunakan proses keperawatan.

2.1.3.2. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa.

2.1.3.3. Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat.

2.1.3.4. Menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan.

2.1.3.5. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.

Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer keperawatan melalui partisipasi dalam proses manajemen

(6)

keperawatan dengan melibatkan para perawat pelaksana. Berdasarkan gambaran di atas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:

2.1.3.1. Manajemen operasional

Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial menurut Amirullah & Budiyono (2005) dalam buku

“Pengantar Manajemen”, yaitu:

a. Manajemen puncak

Manajemen puncak (top level management) adalah tingkat manajemen yang paling atas dan memiliki otoritas tertinggi pada sebuah organisasi perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada pemilik perusahaan.

Manajemen puncak hanya bekerja pada tatanan konseptual dan pemikiran, bukan pada hal hal teknis.

Manajemen puncak memiliki kewenangan yang paling besar di antara manajemen pada tingkatan lainnya.

Manajemen puncak berhak untuk memilih, mengangkat, memberhentikan manajemen yang berada di bawah otoritasnya.

Contoh tingkat manajemen puncak adalah CEO (Cheif Executive Officer), GM (General Manager) atau yang sering pula disebut presiden direksi (presdir). Direksi merupakan perwakilan dari pemilik perusahaan atau pemegang saham, mereka dipilih oleh pemegang saham perusahaan, dan CEO dipilih oleh dewan direksi perusahaan.

Setidaknya terdapat peran dan tugas manajemen puncak, seperti:

(7)

1) Menyusun dan menetapkan rencana perusahaan 2) Menentukan tujuan perusahaan

3) Mengatur manajemen yang berada dibawah posisi manajemen puncak

4) Memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan

5) Bertanggungjawab atas semua yang dilakukan oleh manajemen dibawahnya

b. Manajemen menengah

Manajemen tingkat menengah (middle level of management) berada pada tengah-tengah dari hirarki manajemen pada sebuah perusahaan. Manajemen ini dipilih oleh manajemen puncak dan manajemen tingkat menengah bertanggungjawab atas pelaksanaan rencana yang sudah ditentukan oleh manajemen puncak. Berbeda dengan manajer puncak, manajer tengah cenderung bekerja mengandalkan kemampuan manajerial dan hal teknis. Kurang membutuhkan ketrampilan yang sifatnya konseptual.

Manajemen tingkat menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan manajer di bawahnya. Manajemen pada tingkat ini bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan oleh tingkatan manajemen yang lebih rendah dan bahkan terkadang terhadap beberapa karyawan operasionalnya.

Contoh tingkatan manajemen tengah adalah:

1) Kepala departemen. Contohya: manajer keuangan, manajer pembelian, manajer produksi.

2) Manajer cabang. Seperti kepala cabang unit.

(8)

3) Junior executive. Contoh: asisten manajer pembelian, asistem manajer keuangan, asisten manajer produksi.

Contoh tugas dan peran manajemen tingkat menengah sebagai berikut:

1) Menjalankan perintah, kebijakan, rencana yang telah disusun oleh manajemen puncak.

2) Memberi saran atau rekomendasi kepada manajemen puncak.

3) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan semua departemen yang ada.

4) Berkomunikasi dengan manajemen puncak dan manajemen tingkat yang lebih rendah posisinya.

5) Mempersiapkan rencana jangka pendek, umumnya disusun hanya untuk 1 hingga 5 tahun.

6) Mempunyai keterbatasan tanggung jawab dan wewenang karena manajemen tingkat menengah ini merupakan perantara manajemen puncak dengan manajemen yang lebih rendah.

7) Bertanggung jawab secara langsung kepada dewan direksi dan CEO perusahaan.

c. Manajemen bawah

Manajemen lini pertama (low level management) atau biasa disebut first line manager adalah tingkatan manajemen yang paling rendah dalam sebuah perusahaan.

Manajemen ini bertugas untuk memimpin dan mengawasi kinerja tenaga operasional. Karena salah satu tugasnya mengawasi karyawan, manajemen tingkat pertama bekerja menggunakan keterampilan teknikal dan kemampuan komunikasi. Kemampuan konseptual hampir tidak dibutuhkan oleh manajer ini. Manajemen lini

(9)

pertama tidak membawahi manajer yang lain tetapi langsung membawahi tenaga fungsional. Contoh manajemen tingkat pertama adalah mandor atau pengawas atau sering disebut dengan supervisor.

Manajemen bawah dipilih oleh manajemen tingkat menengah. Mereka juga bagian dari manajemen operasional yang terlibat secara langsung dalam proses produksi dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan rencana dan tugas yang diberikan oleh manajemen yang lebih tinggi.

Contoh kegiatan yang dilakukan manajemen pada tingkat pertama ini seperti:

1) Mengarahkan dan mengendalikan karyawan atau pekerja.

2) Mengembangkan moral para karyawan.

3) Menjaga hubungan yang baik antara manajemen tingkat menengah dan para pekerja.

4) Menginformasikan keputusan yang diambil oleh manajemen kepada para karyawan atau pekerja, selain itu manajemen tingkat pertama ini memberi informasi mengenai kinerja, hambatan atau kesulitan, perasaan, tuntutan ataupun hal lainnya dari para karyawan atau pekerja.

5) Menyusun rencana harian, mingguan serta bulanan.

Tidak menyusun rencana jangka panjang

Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu

(10)

dimiliki oleh orang-orang tersebut agar penatalaksanaannya berhasil. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Kemampuan menerapkan pengetahuan b. Ketrampilan kepemimpinan

c. Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin d. Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen 2.1.3.2. Manajemen asuhan keperawatan

Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan konsep-konsep manajemen di dalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.

2.1.4 Perencanaan sumber daya manusia (SDM)

Sikula (1990) masih dalam buku yang berjudul “Personel and Human Resource Management” menyampaikan bahwa perencanaan SDM adalah proses menentukan kebutuhan SDM yang berarti bahwa mempertemukan kebutuhan tersebut dengan kebutuhan organisasi agar pelaksanaannya terintegrasi dengan rencana organisasi.

Model perencanaan SDM menurut Sikula menggambarkan model perencanaan SDM mencakup 5 komponen yang terkait satu sama lain.

Gambar 2.1 Model Perencanaan SDM menurut Andrew E. Sikula Sumber: Hasibuan (2009)

(11)

2.1.4.1. Human Resources Objectives

Tujuan perencanaan SDM adalah sebagai bagian dari unsur- unsur yang mendukung strategi organisasi dari sisi pengelolaan SDM. Oleh karenanya strategi yang dikembangkan dalam bidang SDM mutlak harus selaras dengan strategi organisasi.

2.1.4.2. Organization Planning

Dalam jangka waktu ke depan, organisasi memiliki rencana atau program kerja yang akan dijalankan. Dalam menjalankan program tersebut, perlu dipastikan apakah berdampak pada adanya kebutuhan SDM. Apabila program kerja tersebut, maka pemenuhan kebutuhan SDM menjadi hal yang mutlak direncanakan.

2.1.4.3. Human Resources Auditing

Berdasarkan perencanaan kebutuhan SDM, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengaudit kondisi SDM saat ini. Audit SDM dalam konteks perencanaan SDM berfungsi untuk memastikan apakah secara jumlah SDM yang ada mencukupi sesuai kebutuhan dan secara kompetensi memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

2.1.4.4. Human Resources Forecasting

Untuk mengetahui kebutuhan SDM di masa yang akan datang, perlu dilakukan forecasting/peramalan kebutuhan SDM. Hal ini diperlukan agar pengelola SDM memiliki gambaran berapa SDM yang dibutuhkan dalam kurun waktu tertentu ke depan (biasanya 1 – 5 tahun). Selain itu, dengan dapat diramalkannya kebutuhan SDM, manajemen dapat mengalokasikan anggaran untuk biaya pegawai, meliputi biaya rekrutmen, gaji dan tunjangan-tunjangan, serta perlengkapan dan fasilitas kerja.

(12)

2.1.4.5. Action Plan Human Resources Program

Proses perencanaan SDM diakhiri dengan pembuatan action plan atau rencana tindakan. Action plan ini dapat berisi perencanaan program-program yang bersifat siap dijalankan, meliputi rencana rekrutmen, mutasi pegawai, diklat, dan penganggaran.

Model perencanaan SDM menurut Sikula bersifat sirkuler. Setelah action plan, masukan-masukan yang diperoleh dapat menjadi bahan evaluasi untuk merumuskan kembali human resources objective agar lebih efektif dan efisien dalam mendukung rencana kerja organisasi.

2.2 Manajer Keperawatan

Riyadi (personal communication, Juli 2018), terdapat perbedaan antara manajer keperawatan dan perawat manajer. Apabila perawat manajer maka dapat dipastikan dia adalah seorang perawat yang di atur sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 40 tahun 2017 yaitu perawat yang mengelola pelayanan keperawatan di sarana kesehatan, baik sebagai pengelola tingkat bawah (front line manager), tingkat menengah (middle management), maupun tingkat atas (top manager).

Manajer keperawatan belum tentu dia seorang perawat tapi secara struktur dan kedudukan berada pada divisi keperawatan seperti yang atur dalam Keputusan Direktur RSUD Ulin nomor 188.4/222/Kep-KUM/2015 tentang Pelayanan Keperawatan. Secara struktur organisasi dapat dilihat pada gambar berikut:

(13)

Gambar 2.2 Struktur organisasi Pelayanan Keperawatan RSUD Ulin Sumber: Pedoman Pelayanan Keperawatan RSUD Ulin (2015)

Dalam melaksanakan pelayanan keperawatan di rumah sakit, divisi keperawatan mempunyai tugas melaksanakan bimbingan dan peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan rawat jalan dan rawat inap, perencanaan kebutuhan dan pemanfaatan sarana dan prasarana keperawatan serta pembinaan dan pengawasan pelaksanaan etika keperawatan. Berdasarkan uraian di atas dapat dibagi dalam uraian tugas dan wewenang:

2.2.1 Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan (Kabid Yanwat) 2.2.1.1 Tugas Bidang Keperawatan

a. Menyusun program, mengatur, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan rawat jalan dan rawat inap.

Direktur

Wakil Direktur Medik dan Keperawatan

Bidang Keperawatan

Komite Keperawatan Kepala Instalasi dan

Supervisor Instalasi

Kepala Ruangan

Supervisor

Keperawatan/Kebidanan Ruangan

Ketua Tim

Ketua Tim Ketua Tim

Staf Pelaksana Keperawatan

/Kebidanan Ruangan

Staf Pelaksana Keperawatan

/Kebidanan Ruangan Staf

Pelaksana Keperawatan

/Kebidanan Ruangan

(14)

b. Menyusun program, mengatur, mengendalikan dan mengevaluasi kegiatan penyusunan rencana kebutuhan dan pemanfaatan sarana dan prasarana keperawatan.

c. Menyusun program, mengatur, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan standar pelayanan asuhan keperawatan.

d. Menyusun program, mengatur, mengendalikan dan mengevaluasi pembinaan dan pengawasan etika keperawatan.

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Wakil Direktur Pelayanan dan Keperawatan sesuai bidang tugas dan tanggung jawabnya.

2.2.1.2 Fungsi Bidang Keperawatan

Untuk melaksanakan tugas-tugas di atas Bidang Keperawatan mempunyai fungsi:

a. Penyusunan program, pengaturan, pengendalian dan evaluasi kegiatan bimbingan dan mutu pelayanan asuhan keperatawan rawat jalan dan rawat inap.

b. Penyusunan program, pengaturan, pengendalian dan evaluasi kegiatan penyusunan rencana kebutuhan dan pemanfaatan sarana dan prasarana keperawatan.

c. Penyusunan program, pengaturan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan standar pelayanan asuhan keperawatan.

d. Penyusunan program, pengaturan, pengendalian dan evaluasi pembinaan dan pengawasan etika keperawatan.

2.2.1.3 Wewenang Kabid Yanwat

Berdasarkan Peraturan Gubernur nomor 04 tahun 2008, Kabid Yanwat mempunyai wewenang:

a. Memberi petunjuk dan pengarahan staf.

(15)

b. Memeriksa berkas, mempertimbangkan usulan dari staf tentang sumberdaya keperawatan.

c. Meminta keterangan dan penjelasan kepada pelaku pelayanan keperawatan dalam rangka identifikasi masalah sumber daya keperawatan.

d. Memantau dan mendeteksi kinerja personil pelayanan keperawatan dan pemanfaatan sarana dan prasarana alat.

e. Melaporkan kejadian yang timbul akibat dari tindakan pelayanan keperawatan.

f. Merevisi dan mengusulkan ditetapkannya kebutuhan sumberdaya keperawatan.

g. Mengendalikan disiplin kerja, sistim upah dan pemeliharaan serta keamanan sarana dan prasarana alat keperawatan.

h. Merevisi dan mengusulkan ditetapkannya kebutuhan pelayanan keperawatan.

i. Mengendalikan proses pelayanan keperawatan, kendali mutu dan suasana kerja yang harmonis.

j. Memeriksa, mengevaluasi berkas rekam asuhan keperawatan.

k. Mempertimbangkan usulan dari staf dan kelompok kerja tentang mutu keperawatan.

l. Meminta keterangan dan penjelasan kepada pelaku pelayanan keperawatan dalam rangka identifikasi masalah dan solusinya.

m. Melaporkan kejadian tentang masalah mutu keperawatan kepada pimpinan.

2.2.2 Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan Rawat Inap (Kasi Ranap)

Seksi Pelayanan Keperawatan Rawat Inap mempunyai tugas melakukan perencanaan kebutuhan tenaga keperawatan, sarana dan prasarana keperawatan, pemanfaatan, pembinaan dan peningkatan

(16)

mutu serta pelaksanaan etika profesi keperawatan pelayanan rawat inap.

Uraian tugas Kasi Ranap adalah sebagai berikut:

2.2.2.1 Mengumpulkan dan mengolah data tenaga keperawatan rawat inap dan saran dan prasarana pelayanan keperawatan rawat inap.

2.2.2.2 Menyiapkan bahan dan menyusun rencana kebutuhan dan pemanfaatan tenaga keperawatan rawat inap sebagai bahan formasi kebutuhan kepegawaian.

2.2.2.3 Menyiapkan bahan dan menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan keperawatan rawat inap.

2.2.2.4 Menyiapkan bahan dan melakukan kerjasama dengan unit kerja terkait dalam penyusunan rencana kebutuhan dan pemanfaatan tenaga keperawatan dan rencana kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan keperawatan inap.

2.2.2.5 Menyiapkan bahan, melaksanakan bimbingan teknis peningkatan mutu dan asuhan keperawatan sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan pelayanan keperawatan rawat inap.

2.2.2.6 Menyiapkan bahan dan menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan rawat inap.

2.2.2.7 Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kabid Yanwat sesuai bidang tugas.

2.2.3 Instalasi Rawat Inap

Instalasi Rawat Inap dipimpin oleh Kepala Instalasi Rawat Inap (Kepala Irna). Kepala Irna mempunyai tugas pokok membantu Wakil Direktur Pelayanan dalam melaksanakan kegiatan bidang pelayanan dan perawatan pasien rawat inap pada rumah sakit.

(17)

Untuk melaksanakan tugas pokok, Kepala Irna memiliki tanggung jawab, wewenang, dan uraian tugas sebagai berikut:

2.2.3.1 Tanggung jawab Kepala Irna:

a. Kebenaran dan ketepatan rencana kerja instalasi rawat inap.

b. Kelancaran pelaksanaan tugas tenaga.

c. Keobjektifan dan kebenaran penilaian kerja tenaga.

d. Kebenaran dan ketepatan telaahan staf.

e. Kebenaran dan ketepatan laporan secara rutin dan berkala.

f. Kebenaran ketepatan rencana kebutuhan tenaga.

g. Kebenaran dalam pendayagunaan tenaga.

h. Kebenaran dan ketepatan dalam pelaksanaan program pembinaan dan bimbingan staf.

2.2.3.2 Wewenang Kepala Irna:

a. Meminta informasi dan petunjuk kepada atasan.

b. Memberi petunjuk dan bimbingan dalam pendayagunaan tenaga dan alat.

c. Mengkoordinasi, mengawasi, mengendalikan, dan menilai mutu pelayanan.

d. Menandatangani surat dan dokumen yang ditetapkan oleh pihak rumah sakit.

e. Menghadiri dan mengadakan rapat secara berkala.

2.2.3.3 Uraian tugas Kepala Irna:

a. Menghimpun dan mengolah data pasien rawat inap, tenaga, sarana dan prasarana pada instalasi rawat inap.

b. Merencanakan kebutuhan tenaga, sarana dan prasarana pada instalasi rawat inap.

c. Melaksanakan pelayanan administrasi medik dan non medik rawat inap.

(18)

d. Memberikan pelayanan medik terdiri dari pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan tindakan medis pasien rawat inap.

e. Melaksanakan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan pelayanan medik dan non medik pada instalasi rawat inap.

f. Melaksanakan hubungan kerjasama fungsional dan sekretariat, bidang, instalasi, dan SMF terkait.

g. Menyelenggarakan pencatatan dan pelaporan seluruh kegiatan instalasi rawat inap.

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh direktur sesuai bidang tugas.

i. Menyusun rencana kerja tahunan.

2.2.4 Supervisor Instalasi Rawat Inap (Supervisor Irna)

Supervisor Irna bertujuan menghasilkan pelaksanaan, pengendalian dan penilaian atau evaluasi pelayanan keperawatan di rumah sakit dalam rangka pencapaian efektifitas, efisiensi dan kualitas pelayanan keperawatan yang optimal pada bidang pelayanan Keperawatan.

2.2.4.1 Tanggung jawab Supervisor Irna:

a. Kebenaran dan ketepatan laporan pelaksanaan pelayanan dan keperawatan.

b. Kebenaran dan ketepatan penggunaan SPO dan SAK dalam memberikan pelayanan keperawatan.

c. Kebenaran dan ketepatan dalam memberikan informasi pelayanan dan keperawatan.

2.2.4.2 Wewenang Supervisor Irna:

a. Meminta informasi dan memberikan saran kepada supervisor ruangan di lingkup tanggung jawabnya.

b. Memberikan petunjuk dan bimbingan dalam pelaksanaan pelayanan dan keperawatan dalam wilayah tanggung jawabnya.

(19)

c. Menerima dan menanggulangi laporan, usul, dan saran dalam masalah pelayanan dan keperawatan dalam wilayah tanggung jawabnya.

d. Menandatangani surat dan dokumen yang menjadi tanggung jawabnya.

2.2.4.3 Tugas pokok Supervisor Irna:

a. Membantu mengawasi semua kebijakan direktur, bidang, dan instalasi terkait dalam pelayanan dan keperawatan.

b. Menanggulangi laporan, usul, dan saran dalam masalah pelayanan dan keperawatan.

c. Membantu menyusun perencanaan dan mengevaluasi pelayanan dan perawatan pada lingkup tanggung jawabnya.

d. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas dengan bidang keperawatan, komite keperawatan, dan kepala instalasi serta lintas sektor lainnya.

e. Melakukan supervisi asuhan dan menerima konsultasi pada lingkup kerjanya secara berkala dan berkelanjutan.

f. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SPO dan SAK.

g. Mengendalikan mutu pelayanan, pengawasan, dan pengendalian terhadap tenaga keperawatan di lingkup tanggung jawabnya.

h. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap tenaga keperawatan yang bekerja serta mahasiswa keperawatan yang berpraktik pada ruang rawat inap.

i. Memberikan laporan tertulis secara lengkap, benar, dan akurat mengenai pelaksanaan tugas-tugas tersebut.

(20)

2.3 Manajemen Pelayanan Pasien

2.3.1 Definisi manajemen pelayanan pasien

Manajemen Pelayanan Pasien didefinisikan sebagai suatu proses perencanaan, koordinasi, pengelolaan, dan penelaahan asuhan seorang pasien. Tujuan umum adalah untuk mengembangkan cara-cara yang efisien dengan biaya efektif dalam mengkoordinasikan pelayanan- pelayanan yang meningkatkan kualitas hidup menurut Ross, et al.

(2011) dalam bukunya yang berjudul Case management. Selaras dengan Case Manager Society of America (CMSA) (2010) yang mendefinisikan manajemen pelayanan pasien adalah suatu proses kolaboratif mengenai asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif, melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga memberi hasil asuhan pasien yang bermutu dengan biaya efektif.

Suatu model klinis untuk manajemen strategi kendali mutu dan biaya, dibuat untuk memfasilitasi hasil pasien yang diharapkan dalam lama perawatan yang layak/ patut dan dengan manajemen sumber daya yang sesuai (Cesta, 2009).

2.3.2 Definisi manajer pelayanan pasien (MPP)

MPP adalah profesional di rumah sakit yang melaksanakan manajemen pelayanan pasien. MPP adalah seseorang yang membantu pasien sebagai penghubung antara pasien, keluarga dan para PPA.

Seorang MPP harus mengerti kondisi pasien dan pengobatannya agar dapat membantu pasien memahaminya pula.

2.4 Kualifikasi Manajer Pelayanan Pasien (MPP)

Kualifikasi yang harus ada pada seorang MPP berdasarkan KARS (2012) melalaui materi workshop khusus manajer pelayanan pasien, yaitu:

(21)

2.4.1 Kualifikasi 2.4.1.1 Perawat

f. Pendidikan minimal S1 Ners.

g. Memiliki pengalaman klinis sebagai profesional pemberi asuhan minimal 3 tahun.

h. Memiliki pengalaman sebagai kepala ruang rawat minimal 2 tahun.

2.4.1.2 Dokter (umum)

i. Memiliki pengalaman minimal 3 tahun dalam pelayanan klinis di rumah sakit.

j. Memiliki pengalaman sebagai dokter ruangan minimal 1 tahun.

2.4.2 Pelatihan Tambahan

2.4.2.1 Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan klinis terkait dengan penyusunan dan penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelayanan Kedokteran yang terdiri dari Panduan Praktik Klinis (PPK), Alur Klinis (Clinical Pathway), Algoritme, Protokol, Standing Order.

2.4.2.2 Pelatihan pelayanan fokus pada pasien (PCC).

2.4.2.3 Pelatihan tentang perasuransian, jaminan kesehatan nasional, INACBG’s.

2.4.2.4 Pelatihan tentang perencanaan pemulangan pasien (discharge planning) untuk kontinuitas pelayanan.

2.4.2.5 Pelatihan manajemen risiko.

2.4.2.6 Pelatihan etiko-legal.

2.4.2.7 Pelatihan untuk meningkatkan soft skill (pengetahuan aspek psikologi, sosiologi serta kultural, dan komunikasi interpersonal).

Mengacu pada Permenkes nomor 40 tahun 2017 tentang pengembangan jenjang karir perawat klinis, Continous Profesional Development (CPD) untuk pelatihan MPP diberikan pada perawat klinis IV (PK IV) dengan

(22)

kriteria seorang perawat D3 dengan pengalaman kerja ≥ 19 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja ≥ 13 tahun atau Ners spesialis dengan pengalaman kerja ≥ 2 tahun dan telah memiliki sertifikat PK III.

Salah satu kualifikasi yang harus dimiliki MPP yaitu perencanaan pemulangan pasien, manajemen risiko dan etiko-legal maupun terkait nantinya dengan fungsi koordinasi dan advokasi tidak terdapat dalam rincian kegiatan perawat kategori keterampilan tetapi kualifikasi tersebut ada pada rincian kegiatan perawat kategori keahlian sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2014 Pasal 8 ayat (2).

2.5 Peran MPP

Menurut SNARS (2018), MPP bukan merupakan PPA aktif dan dalam menjalankan manajemen pelayanan pasien mempunyai peran minimal sebagai berikut:

2.5.1 Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien.

2.5.2 Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien.

2.5.3 Mengoptimalkan proses reimbursemen.

2.6 Fungsi MPP

Adapun uraian fungsi MPP berdasarkan SNARS (2018) dijelaskan pada tabel berikut ini:

(23)

Tabel 2.2 Fungsi MPP berdasarkan SNARS 2018

Fungsi MPP Uraian Tugas

1. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien

Mampu mengakses semua informasi dan data untuk mengevaluasi manfaat atau utilisasi, untuk kebutuhan manajemen pelayanan pasien

1. Melakukan asesmen diperluas dan lengkap terhadap pasien dan keluarga yang diperlukan pada saat admisi. Asesmen psikososial lengkap

2. Perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien

Disusun rencana untuk pelaksanaan manajemen pelayanan pasien. Perencanaan tersebut mencerminkan kelayakan atau kepatutan, mutu dan efektivitas biaya dari pengobatan klinis serta kebutuhan pasien untuk mengambil keputusan

1. Perencanaan proses asuhan pasien (yang “personalized”/unik) selama rawat inap sampai kembali ke komunitas/rumah dengan outcome yang terbaik.

2. Rencana pemulangan (Discharge Planning) pasien adalah salah satu fungsi manajemen pelayanan pasien

3. Edukasi dan advokasi

Fungsi ini mencakup interaksi antara MPP dan para anggota PPA, perwakilan pembayar, serta pasien/keluarga untuk menjaga kontinuitas pelayanan. Mewakili kepentingan pasien adalah inti dari peran MPP, namun peran ini juga menjangkau pemangku kepentingan lain. MPP melakukan advokasi untuk opsi pengobatan yang dapat diterima setelah berkonsultasi dengan DPJP, termasuk rencana pemulangan yang aman

1. Memastikan bahwa pemeriksaan-pemeriksaan pasien adalah tepat dan perlu serta dilakukan dalam kerangka waktu yang sudah ditetapkan

2. Berkomunikasi dengan dokter-dokter secara berkala selama hospitalisasi dan mengembangkan suatu hubungan kerja yang efektif. Membantu para dokter untuk menjaga biaya, kasus, dan hasil pasien yang diharapkan

3. Mempromosikan utilisasi sumber-sumber klinis agar efektif dan efisien

4. Menawarkan bentuk-bentuk asuhan alternatif kepada pasien sesuai kebutuhannya, baik karena pasien sudah mau dipulangkan atau membutuhkan asuhan jangka-panjang yang rentan terhadap peraturan keuangan rumah sakit

5. Memberikan advokasi kepada pasien. Meningkatkan hubungan kolaboratif untuk memaksimalkan kemampuan pasien dan keluarga untuk membuat keputusan- keputusan medis

(24)

6. Bekerja dengan para administrator rumah sakit dan para dokter, memberikan advokasi atas nama pasien untuk menentukan pelaksanaan layanan terbaik bagi pasien sambil mengkomunikasikan kepada pasien sarana bermutu yang tersedia

7. Memberikan informasi klinis kepada para pembayar, mencarikan otorisasi asuhan yang perlu

8. Membantu pasien dan keluarga mengembangkan suatu Discharge Planning, termasuk koordinasi dengan pelayanan medis di komunitas dan, bila perlu, admisi ke fasilitas pelayanan kesehatan asuhan pasca rawat inap, antara lain pelayanan rehabilitasi, atau fasilitas perawatan trampil.

4. Komunikasi dan koordinasi 1. Melakukan koordinasi dan integrasi pelayanan sosial atau fungsi manajemen pelayanan pasien ke dalam asuhan pasien, proses Discharge maupun Planning dirumah

2. Mengkoordinasikan memberian pelayanan sosial kepada pasien, keluarga, dan orang- orang lain yang penting untuk memampukan mereka menghadapi dampak penyakit terhadap fungsi terhadap keluarga pasien dan untuk memperolehmanfaat maksimum dari pelayanan kesehatan

5. Kendali mutu dan biaya pelayanan pasien 1. Tindak lanjut, pemantauan, pelayanan dan asuhan pasca Discharge 2. Reimbursement

Sumber: Materi Workshop Khusus Manajer Pelayanan Pasien dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit 2018

(25)

2.7 Jenis Manajemen Pelayanan Pasien

2.7.1 Menurut Kasim (2008) pada bukunya yang berjudul “Case manager dan Aplikasinya di Rumah Sakit” jenis manajemen pelayanan pasien antara lain:

2.7.1.2 Acute Care Case Management (unit based, disease based, continuity of care, primary nursing) seperti yang ada di Indonesia.

2.7.1.3 Large Case Management.

2.7.1.4 Disease Case Management.

2.7.1.5 Insurance Case Management.

2.7.1.6 Hospice Case Management.

2.7.1.7 Home Health Care Case Management.

2.7.1.8 Community Based Case Management.

2.7.2 Perkembangan MPP mengikuti perkembangan “landscape” pada tempat bekerjanya, antara lain:

2.7.2.1 Perawat kepala ruangan difungsikan sebagai MPP.

2.7.2.2 Nurse MPP.

2.7.2.3 MPP dari profesi social worker.

2.7.2.4 MPP dengan kualifikasi dari profesi kesehatan lainnya . 2.7.2.5 Bidang manajemen pelayanan pasien.

2.7.2.6 Direktur manajemen pelayanan pasien.

2.8 Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Pasien

Adapun lingkup dari manajemen pelayanan pasien berdasarkan KARS (2012) yaitu:

2.8.1 Pelayanan Fokus pada Pasien (PFP)/Pateint Centered Care (PCC) Inti konsep PFP terdiri dari 4 elemen: martabat dan respek, berbagi informasi, partisipasi, kolaborasi atau kerjasama.

2.8.2 Tujuan

Tujuan MPP adalah untuk melibatkan pasien dalam asuhan yang dialaminya, menjaga kontinuitas pelayanan.

(26)

2.8.3 Hubungan profesional

Para MPP harus mempunyai hubungan kerja profesional dengan para dokter dan staf klinis.

2.8.4 Hubungan dengan pasien

Penting bagi para MPP untuk memiliki relasi yang kondusif dengan pasien dan keluarga.

2.8.5 Kelompok pasien

MPP melakukan skrining pasien, kelompok: anak-anak, usia lanjut, dan yang dengan penyakit kronis.

2.8.6 Fungsi

MPP befungsi melaksanakan asesmen utilitas, perencanaan, fasilitasi, advokasi.

2.8.7 Tanggung jawab

MPP bertanggung jawab ke Direktur.

2.9 Proses Nurse MPP

Proses Nurse MPP menurut CMSA (2010) adalah sebagai berikut:

2.9.1 Melakukan skrining awal tentang pasien yang mempunyai masalah- masalah beresiko tinggi

2.9.2 Melakukan asesment utilitas dengan mengumpulkan berbagai informasi klinis, psiko-sosial, sosio-ekonomi, maupun sistem pembayaran yang dimiliki pasien

2.9.3 Menyusun rencana manajemen pelayanan pasien tersebut, berkolaborasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) serta anggota tim klinis

2.9.4 Implementasi manajemen pelayanan pasien dan koordinasi dengan DPJP serta anggota tim klinis lainnya

2.9.5 Melakukan evaluasi pada pelaksanaan manajemen pelayanan pasiendan rencana tindak lanjut

2.9.6 Terminasi proses manajemen pelayanan pasien

(27)

2.10 Tatalaksana Manajemen Pelayanan Pasien

Berdasarkan KARS (2012), tatalaksana manajemen pelayanan pasien yaitu:

2.10.1 Penetapan dan Pengangkatan MPP oleh Direktur

2.10.2 Melakukan skrining pasien yang membutuhkan MPP, pada waktu admisi, atau bila dibutuhkan pada waktu di ruang rawat inap, berdasarkan pasien yang meliputi:

2.10.2.1 Risiko tinggi 2.10.2.2 Biaya tinggi

2.10.2.3 Potensi komplain tinggi 2.10.2.4 Kasus dengan penyakit kronis

2.10.2.5 Kemungkinan sistem pembiayaan yang komplek 2.10.2.6 Kasus yang melebihi rata-rata lama dirawat

2.10.2.7 Kasus yang diidentifikasi rencana pemulangannya kritis atau yang membutuhkan kontinuitas pelayanan

2.10.2.8 Kasus komplek atau rumit

2.10.3 Setelah pasien ditentukan sebagai pasien MPP, maka dilakukan asesmen utilitas dengan mengumpulkan berbagai informasi klinis, psiko-sosial, sosio-ekonomi, maupun sistem pembayaran yang dimiliki pasien.

2.10.4 Menyusun rencana manajemen pelayanan pasien tersebut, berkolaborasi dengan DPJP serta para anggota tim klinis lainnya, yang mencerminkan kelayakan atau kepatutan dan efektivitas biaya dari pengobatan medis dan klinis serta kebutuhan pasien untuk mengambil keputusan.

2.10.5 Melakukan fasilitasi yang mencakup interaksi antara MPP dan DPJP serta para anggota tim PPA lainnya, berbagai unit pelayanan, pelayanan administrasi, perwakilan pembayar. Menfasilitasi untuk koordinasi, komunikasi dan kolaborasi antara pasien dan pemangku kepentingan, serta menjaga kontinuitas pelayanan.

2.10.6 Memfasilitasi untuk kemungkinan pembebasan dari hambatan yang tidak mempengaruhi kinerja/hasil.

(28)

2.10.7 Memfasilitasi dan memberikan advokasi agar pasien memperoleh pelayanan yang optimal sesuai dengan sistem pembiayaan dan kemampuan finansial dengan berkonsultasi dengan DPJP, memperoleh edukasi yang adekuat, termasuk rencana pemulangan yang memperhatikan kontinuitas pelayanan yang aman.

2.10.8 Melakukan monitoring dan evaluasi proses-proses pelayanan dan asuhan pasien.

2.10.9 Ada bukti dokumentasi kegiatan MPP antara lain termasuk dalam rekam medis seperti pencatatan antara lain formulir edukasi dan informasi serta dalam formulir tersendiri.

2.11 Manajemen Pelayanan Pasien dalam SNARS

Pada SNARS edisi 1, manajemen pelayanan pasien di atur dalam Bab Akses ke Rumah Sakit dan Kontiunitas Pelayanan (ARK) dan terdiri dari beberapa elemen penilaian, yaitu:

2.11.1 ARK eleman penilaian 2.2

Melakukan koordinasi dengan semua staf rumah sakit, mulai dari rawat inap, unit gawat darurat, staf medik, keperawatan, administrasi, lingkungan dan manajemen risiko dalam menyelesaikan arus pasien dengan 7 komponen yaitu:

2.11.1.1 Ketersediaan tempat tidur rawat inap.

2.11.1.2 Perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi medis, dan kebutuhan lain untuk mendukung penempatan sementara pasien.

2.11.1.3 Perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien di beberapa lokasi sementara dan atau pasien yang tertahan di unit darurat.

2.11.1.4 Alur pasien di daerah pasien menerima asuhan, tindakan, dan pelayanan (seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi, dan unit pasca- anestesi).

(29)

2.11.1.5 Efisiensi pelayanan nonklinis penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien (seperti kerumahtanggaan dan transportasi).

2.11.1.6 Pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai dengan kebutuhan pasien.

2.11.1.7 Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja sosial, keagamaan, atau bantuan spiritual, dan sebagainya).

2.11.2 ARK elemen penilaian 3.1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses kesinambungan pelayanan di rumah sakit dan koordinasi diantara profesional pemberi asuhan (PPA) dibantu oleh MPP agar diperoleh outcome antara lain adalah: 1) pasien mendapat asuhan sesuai dengan kebutuhannya; 2) terpelihara kesinambungan pelayanan; 3) pasien memahami/mematuhi asuhan dan peningkatan kemandirian pasien; 4) kemampuan pasien mengambil keputusan; 5) keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga; 6) optimalisasi sistem pendukung pasien; 7) pemulangan yang aman; 8) kualitas hidup dan kepuasan pasien, untuk itu diperlukan:

2.12.2.1 Mengidentifikasi/skrining untuk kebutuhan MPP, asesmen untuk manajemen pelayanan pasien, identifikasi masalah risiko, perencanaan manajemen pelayanan pasien, termasuk perencanaan pemulangan pasien (discharge planning).

2.12.2.2 Melaksanakan rencana manajemen pelayanan pasien, monitoring, fasilitasi, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi, hasil pelayanan, terminasi manajemen pelayanan.

2.12.2.3 Melakukan pencatatan di bagian rekam medik melalui Form A dan Form B.

(30)

2.11.3 ARK elemen penilaian 3.3

Pada proses transfer pasien, apabila pasien dalam pengelolaan MPP, maka kesinambungan proses dipantau, diikuti dan transfernya disupervisi oleh MPP.

2.11.4 ARK elemen penilaian 4

Memfasilitasi pelaksanaan proses pemulangan pasien dari rumah sakit berdasarkan atas kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan kesinambungan asuhan atau tindakan pada pasien yang memerlukan perencanaan pemulangan pasien dengan menjaga kesinambungan asuhan secara terintegrasi melibatkan semua PPA terkait (relevan).

2.11.5 ARK elemen penilaian 4.1

Memfasilitasi bantuan pelayanan yang dibutuhkan dan ketersediaan pada praktisi kesehatan di luar rumah sakit tentang tindak lanjut pemulangan.

2.12 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Manajemen Pelayanan Pasien

2.12.1 Pengetahuan

Dalkir, K. (2005) mengutip dari Nonaka & Takeuchi (1995) dalam buku yang berjudul “The knowledge creating company” menyatakan bahwa pengetahuan merupakan cara efektif berinovasi meruih kesuksesan, pendapat ini mengatakan bahwa faktor kunci keberhasilan masyarakat Jepang dalam berinovasi adalah manajemen pengetahuan. Skema dibawah ini adalah model manajemen pengetahuan yag dikemukakan oleh Nonaka & Takeuci.

(31)

Gambar 2.3 Model manajemen pengetahuan Nonaka & Takeuchi, 1995

Sumber Journal Lireratur Review about Knowledge SECI tahun 2007

Gambar tersebut menjelaskan tentang model manajemen pengetahuan menurut Nonaka & Takeuchi yang biasa disebut dengan teori SECI. Franc & Harvey (2012) pada penelitiannya dengan menggunakan metode studi kasus yang mengadopsi aktivitas transfer pengetahuan mengungkapkan bahwa transfer pengetahuan explicit yaitu transfer pengetahuan mudah ditransfer tanpa kehilangan integritas contohnya (aturan, prosedur, dll). Akan tetapi pendapat Bhardwaj & Monin (2006) dengan mengumpulkan cerita dari delapan profesional sumber daya manusia yang bekerja di delapan organisasi berkembang dengan pengetahuan yang berbeda di Selandia Baru menyatakan bahwa tacit merupakan latar belakang pengetahuan untuk menafsirkan dan mengembangkan pengetahuan explicit.

Pendapat dari Wiig (1993) dalam buku yang berjudul “Knowledge Management Foundation” juga mengemukakan bahwa yang mendorong perusahaan secara efektif adalah pengetahuan, serta pendapat dari Haslinda & Sarinah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “A Review of Knowledge Management Models”

melakukan kajian secara kritis berbagai model manajemen

(32)

pengetahuan model, diperoleh bahwa proses manajemen pengetahuan dapat digunakan untuk mendorong dan meningkatkan pengembangan pengetahuan suatu organisasi. Transfer pengetahuan dapat dilakukan baik secara tacit maupun explicit.

Marlina (2015) dalam penelitiannya yang berjudul ”Journal Factors Affecting Low Incident Reporting”, melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pelaporan insiden pada instalasi farmasi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi menyatakan bahwa pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan, sikap, dan tingkah laku seseorang.

Pengetahuan merupakan sistem pendidikan dan dengan pengetahuan akan memberikan pemahaman. Rendahnya pemahaman akan berpengaruh terhadap kesiapan manajer keperawatan. Selaras dengan Astuty (2015) penelitian kuantitatif dengan Unit analisis adalah bank umum swasta nasional di Sumatera Utara berjumlah 34 dan responden penelitian adalah manajer bidang akuntansi dan keuangan menyatakan bahwa besarnya pengaruh penegtahuan manajer tentang sistem informasi manajamen terhadap gaya penggunaan informasi manajemen.

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya (Notoadmodjo, 2012). Tingkat pengetahuan dalam Kholid dan Notoadmodjo (2012) ada 6 tingkat yaitu:

2.12.1.1 Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat kembali memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2.12.1.2 Memahami (Compreshension)

(33)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang suatu objek yang diketahui dan diinterprestasikan secara benar.

2.12.1.3 Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan materi yang sudah dipelajari pada kondisi sebenarnya atau nyata.

2.12.1.4 Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan suatu objek atau materi tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lainnya.

2.12.1.5 Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

2.12.1.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.12.2 Kebijakan rumah sakit

Menurut Swanburg (2000) dalam buku “Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan” menyatakan bahwa kebijakan sebagai suatu pernyataan yang umum dan luas dari tindakan yang diharapkan yang digunakan sebagai petunjuk untuk membuat keputusan manajerial atau untuk mengawasi tindakan bawahannya.

Aldridge, et al. (2016) hasil literatur review dan pengumpulan data primer pada 405 rumah sakit di Amerika Serikat menyatakan bahwa ada 3 hambatan tentang manajer keperawatanan paliatif di rumah sakit, yaitu pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan; seperti obat mengidentifikasi pasien yang tepat dan budaya untuk berubah

(34)

dan kemudian yang ke tiga adalah faktor kebijakan terkait dana di rumah sakit.

Kneafsey (2015) dalam penelitian yang berjudul “Persepsi kebijakan penanganan manual rumah sakit dan dampaknya pada keterlibatan tim keperawatan dalam mempromosikan mobilitas pasien” menyatakan bahwa persepsi perawat terhadap kebijakan rumah sakit didapatkan ada 4 sub kategori yaitu kebijakan sebagai stimulus untuk meningkatkan praktik kebijakan sebagai pemisah dari kenyataan, kebijakan sebagai suatu ancaman, dan kebijakan sebagai halangan untuk pelaksanaan rehabilitasi.

Menurut Swansburg (2000) dalam buku “Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk Perawatan Klinis”, kebijakan pelayanan keperawatan ada untuk standarisasi dan sumber petunjuk bagi staf keperawatan. Sebagai petunjuk, kebijakan pelayanan keperawatan memberi masukan pada perawat dalam aktifitas keperawatan pada tiap-tiap unit, ruangan dan klinik dimana anggota perawat berpraktik.

Secara umum kebijakan dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu kebijakan yang digunakan oleh pasien, manajer keperawatan dan untuk lingkungan dimana pasien dirawat dan manajer keperawatan bekerja. Pembuatan kebijakan merupakan bagian dari fungsi perencanan manajemen puncak keperawatan. Semua kebijakan manajemen tingkat bawah, melengkapi dan menyokong manajemen tingkat atas. Kebijakan biasanya dikembangkan oleh komite pembuat kebijakan. Tingkat organisasi, komite akan mewakili departemen dan manajemen puncak. Kebijakan merupakan batasan untuk menentukan arah yang akan diikuti oleh tenaga keperawatan.

(35)

2.12.3 Motivasi

Nursalam (2015) dalam buku berjudul “Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan” menyatakan bahwa motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku. Robbins (2014) dalam buku yang berjudul

“Organizational Behavior” menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang menjelaskan mengenai kekuatan, arah, dan ketekunan seseorang dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan. Darmawan (2013) dalam buku berjudul “Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi”

mendefinisikan bahwa motivasi adalah kejiwaan yang mendorong mengaktifkan atau menggerakkan untuk mengarahkan perilaku, sikap, dan tindakan seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

Swansburg (2000) dalam buku “Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan” mendefinisikan bahwa motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrensik yang merangsang perilaku tertentu, dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku seseorang. Toode, et al. (2015) pada penelitian kuantitatif untuk mengkaji motivasi perawat di Estonia di rumah sakit dan mengkaji faktor apa yang mempengaruhi motivasi perawat bekerja di rumah sakit tersebut, didapatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah faktor intrinsik motivasi (p 0,004) daripada faktor ekstrensik (p 0,016).

McClelland dalam buku Darmawan (2013) yang berjudul “Prinsip- prinsip Perilaku Organisasi” menyatakan bahwa motivasi kerja adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Indikator-indikator motivasi menurut McClelland adalah kebutuhan terhadap prestasi, kebutuhan terhadap kekuasaan, kebutuhan

(36)

terhadap afiliasi yaitu kebutuhan anggota organisasi untuk bekerjasama dengan orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah faktor penggerak untuk melakukan sesuatu tujuan yang telah ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian, dengan adanya motivasi yang kuat maka akan menggerakkan seseorang melakukan prestasi kerja yang lebih baik.

2.12.4 Supervisi

Kelly (2012) dalam bukunya yang berjudul “Essentials of Nursing Leadership and Management“ menyatakan bahwa supervisi dapat memberikan arahan dan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan, dan pendapat Nursalam (2015) dalam buku “Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan” menyatakan bahwa supervisi dapat digunakan dalam pembinaan dan meningkatkan kemampuan pihak yang akan disupervisi dan untuk mengetahui apakah orang yang disupervisi telah melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan. Severinsson, et al. (2014) yang melakukan penelitian deskriptif pada mahasiswa perawat yang menjalani pengawasan kelompok berorientasi proses selama pendidikan mereka menyatakan bahwa supervisi merupakan kemampuan penting dan bagian dari peran kepemimpinan perawat.

Supervisi yang dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit untuk mengetahui apakah sudah terselanggara atau belum kesiapan manajemen pelayanan pasien tersebut, dan juga dapat membantu untuk memberikan arahan terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan. Supervisi ini sangat diperlukan dan penting dalam kesiapan manajemen pelayanan pasien.

(37)

2.12.5 Perencanaan dalam pencapaian tujuan

Perencanaan memiliki fungsi utama aktivitas manajerial yang terdiri atas mendifinisikan sasaran organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran itu dan menyusun serangkaian rencana yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pekerjaan organisasi, hal ini dikemukakan oleh teori Robbins & Coulter (2000) dalam buku berjudul

“Management” yang diterjemahkan oleh Hermaya & Slamet (2004) tentang perencanaan. Jadi perencanaan oleh manajer dimaksudkan untuk memberikan arah, mengurangi ketidakpastian, mengurangi pemborosan dan kegiatan rangkap serta menjadi standar yang digunakan dalam pengendalian.

Robbins & Coulter dalam buku berjudul “Management” juga berpendapat dalam melakukan perencanaan, seorang manajer harus memperhatikan elemen perencanaan yang terdiri atas tujuan (sasaran) dan rencana. Pada tujuan (sasaran) meliputi hasil yang diinginkan individu, kelompok atau seluruh anggota organisasi serta memberi arah dan kriteria penilaian kerja, sedangkan pada rencana meliputi dokumen yang menentukan kerangka bagaimana tujuan itu akan terpenuhi serta meliputi alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perencanaan menurut jenisnya terdiri atas perencanaan strategis dan perencanaan operasional yang secara fungsi jika dihubungkan dengan hirarki organisasi terlihat pada gambar berikut:

(38)

Gambar 2.4 Hubungan fungsi jenis perencanaan dengan hirarki organisasi

Sumber: Robbins Stephen dan Coulter Mary, Manajemen Edisi 7.

PT Indeks Edisi Bahasa Indonesia

Dalam perencanaan strategis, diperlukan proses formulasi strategi yang meliputi 3 tahap, yaitu: tahap input (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan tahap keputusan (decision stage). Dalam model ini terdapat 9 teknik matriks yang akan menghasilkan 1 strategi yang akan dieksekusi dalam proses manajemen strategi berikutnya, yaitu implementasi strategi.

Teknik-teknik perumusan strategi tersebut dapat diintegrasikan kedalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap.

Tabel 2.3 Formulasi strategis

TAHAP 1: TAHAP INPUT Matriks Evaluasi

Faktor Eksternal (EFE)

Matriks Profil Kompetitif (CPM) Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)

Berlaku bagi organisasi secara keseluruhan

Menjadi sasaran umum organisasi

Berusaha menetapkan organisasi tersebut kedalam lingkungannya

Mencakup jangka waktu yang lebih panjang

Rencana yang merinci detail cara mencapai perencanaan strategis

Mencakup jangka waktu yang lebih pendek

(39)

TAHAP 2: TAHAP PENCOCOKAN

Matriks SWOT

Matriks Posisi Strategis dan

Evaluasi Tindakan (SPACE)

Matriks Boston Consulting Group

(BCG)

Matriks Internal- Eksternal (IE)

Matriks Strategi Besar

TAHAP 3: TAHAP KEPUTUSAN Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)

Sumber: David, F. R. (2006). Manajemen Strategis: Konsep. Edisi Kesepuluh: PT.

Indeks

Tahap pertama; Matrik EFE, IFE dan CPM disebut tahap input.

Tahap ini meringkas informasi input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Tahap kedua disebut tahap pencocokan, memfokuskan pada menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor eksternal dan internal. Tahap kedua ini meliputi; Matriks SWOT, SPACE, BCG, IE, dan strategi besar (grand strategy). Tahap ketiga, disebut tahap keputusan menggunakan satu macam teknik, Quantitative Strategic Planing Matrix (QSPM).

Kajian kesiapan manajer keperawatan dapat dianalisis dengan mengumpulkan data yang merupakan kekuatan dan kelemahan internal keperawatan serta peluang dan ancaman yang datangnya dari luar manajer keperawatan menggunakan matriks IFE dan EFE, sehingga skor yang didapatkan akan menetukan kesiapan manajer keperawatan ada di tingkat lemah atau sedang dalam mempersiapkan implementasi manajemen pelayanan pasien. Selain itu, untuk melihat sudah sesuai atau tidaknya perencanaan yang dilakukan manajer keperawatan dalam perencanaan strategis diperlukan tahap selanjutnya yaitu pencocokkan (matching stage) yang akan diformulasikan oleh peneliti menggunakan matriks

(40)

TOWS. Tahap keputusan tidak dilakukan dalam formulasi strategis pada penelitian ini. Pengambilan keputusan terhadap pilihan strategi alternatif berdasarkan QSPM sudah terlalu jauh dari tujuan penelitian.

Tahap input menggunakan matriks IFE dan EFE. Masing-masing matriks dibuat dalam 5 tahapan sebagai berikut:

Tabel 2.4 Tahapan pembuatan matriks IFE dan EFE

No Matriks IFE Matriks EFE

1 Tuliskan faktor internal utama seperti diidentifikasi dalam proses audit internal. Gunakan total sepuluh hingga dua puluh faktor internal, mencakup kekuatan dan kelemahan. Tuliskan kekuatan lebih dahulu dan kemudian kelemahan. Buatlah sespesifik mungkin, gunakan persentase, rasio, dan angka komparatif

Masukkan dari total sepuluh hingga dua puluh faktor, termasuk peluang dan ancaman, yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Tuliskan peluang terlebih dahulu dan kemudian ancaman.

2 Berikan bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing- masing faktor. Bobot yang diberikan kepada masing-masing faktor mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa

memandang apakah faktor kunci itu adalah kekuatan atau

kelemahan internal, faktor yang dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam kinerja organisasi harus diberikan bobot yang paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0

Berikan bobot untuk masing- masing faktor dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Bobot

mengindikasikan tingkat paling relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam suatu industri. Peluang sering kali diberi bobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika mereka sangat serius atau sangat mengancam. Bobot yang tepat dapat ditentukan dengan membandingkan keberhasilan atau kegagalan pesaing atau dengan mendiskusikan faktor dan mencapai konsensus kelompok. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan kepada semua faktor harus sama dengan 1,0

3 Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan kelemahan utama (peringkat = 1), atau kelemahan minor

Berikan peringkat 1 hingga 4 untuk masing-masing faktor eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespons faktor tersebut, di mana 4= respons perusahaan

(41)

(peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3), atau kekuatan utama (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus

mendapatkan peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus

mendapatkan peringkat 1 atau 2.

Peringkat adalah berdasarkan perusahaan, di mana bobot di langkah 2 adalah berdasarkan ndustri

superior, 3= respons perusahaan di atas rata-rata, 2= respons perusahaan rata-rata, dan 1=

respons perusahaan jelek.

Peringkat didasari pada efektifitas strategi perusahaan. Dengan demikian,

peringkat didasarkan pada perusahaan (company-based), sedangkan bobot dalam Tahap 2 didasarkan pada industri

(industry-based). Penting untuk diperhatikan bahwa ancaman dan peluang dapat diberi peringkat 1, 2, 3, atau 4.

4 Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel

Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang 5 Jumlahkan rata-rata tertimbang

untuk masing-masing variabel untuk menentukan total rata-rata tertimbang untuk organisasi

Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing variabel untuk menentukan total nilai tertimbang bagi organisasi.

Sumber: David, F. R. (2006). Manajemen Strategis: Konsep. Edisi Kesepuluh: PT. Indeks

Berapapun banyaknya faktor yang dimasukkan dalam Matriks IFE, total rata-rata tertimbang berkisar antara yang terendah 1,0 dan tertinggi 4,0, dengan rata-rata 2,5. Total rata-rata tertimbang di bawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara internal, sementara total nilai di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Tanpa mempedulikan jumlah peluang dan ancaman kunci yang dimasukkan dalam Matriks EFE, total nilai tertimbang tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,0 dan nilai tertimbang terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang rata-rata adalah 2,5.

Total nilai tertimbang sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespons dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Dalam kata lain, strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Total nilai 1,0 mengindikasikan bahwa

(42)

strategi perusahaan tidak memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal.

Tahap selanjutnya adalah pencocokan. Alat yang digunakan adalah matriks SWOT. Matriks SWOT Adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu: 1) Strategi SO (strengths- Opportunities). Memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Posisi ini merupakan posisi yang diharapkan oleh perusahaan, dimana kekuatan internal yang dimiliki perusahaan dapat digunakan untuk memanfaatkan peluang eksternal; 2) Strategi WO (Weaknesses-Opportunities). Bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Apabila perusahaan memiliki peluang eksternal kunci tetapi disatu sisi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghambatnya untu mengeksploitasi peluang tersebut.

Salah satu alternative strategi WO adalah merekrut dan melatih staf dengan kemampuan teknis yang dibutuhkan; 3) Strategi ST (Strengths-Threats). Menggunakan kekuatan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal; dan 4) Strategi WT (Weaknesses-Threats). Merupakan taktik defensive yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi yang menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal benar-benar dalam posisi yang membahayakan. Dalam kenyataan, perusahaan semacam itu mungkin harus berjuang untuk bertahan hidup, melakukan merger, penciutan, menyatakan diri bangkrut, atau memilih likuidasi.

(43)

Tabel 2.5 Matriks SWOT

Strengths – S List Strengths

Weaknesses – W List Weaknesses

Opportunities – O List Opportunities

SO Strategies

Use strengths to take advantage of opportunities

WO Strategies

Overcoming weaknesses by taking advantage of opportunities

Threats – T List Threats

ST Strategies

Use strengths to avoid threats

WT Strategies

Minimize weaknesses and avoid threats

Sumber: Fred, R. D., Strategic Management: Concept and Cases Hasil rencana strategis dengan menggunakan matriks TOWS akan menjadi pembanding terhadap perencanaan manajer keperawatan dalam penelitian ini dalam mempersiapkan manajemen pelayanan pasien yang ideal.

Robbins dalam Max Weber (2010) yang telah mengembangkan teori tipe ideal organisasi yang disebutnya Birokrasi, yang menggambarkan kegiatan organisasi yang didasarkan pada sejumlah hubungan wewenang. Jadi birokrasi adalah bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hirarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci dan sejumlah hubungan impersonal. Dalam praktek disain organisasi ideal mengalami adaptasi, tetapi jiwanya masih tetap melekat pada pembentukan organisasi pemerintahan. Organisasi ideal menurut Max Weber dapat dilukiskan dalam gambar di bawah ini:

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penerapan strategi jigsaw modifikasi pada materi masalah lingkungan hidup dan pelestariannya untuk meningkatkan keaktifan

Pertama-tama saya ucapakan terima kasih buat alm.opungdoli (Kakek), alm.papa, opungboru (Nenek), kedua adikku (sahala dan Sylvia), mama, mamatua dan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, maka ada beberapa saran yang penulis kemukakan yang mungkin bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas siswa

Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja penggilingan padi berdasarkan hasil analisis artikel terdiri dari umur, Lama kerja, masa

Untuk Bisnis B2 Diaz Haryo Kusumo, SE, M.Sc... Supriyanto,

Faktor-faktor yang dimaksud dalam hal ini antara lain meliputi karakter kota, topografi, iklim, infrastruktur, budaya dan lain sebagainya (ITDP, n.d.). Fakta

Proses merubah heater pada washer mesin Bardi yang bekerja secara manual menjadi otomatis ini adalah sebagai berikut:I. Mempelajari sistem kelistrikan dan mekanik pada

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional sebesar 0,016 < 0,05, hal ini