• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA Oleh: Bisariyadi * Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA Oleh: Bisariyadi * Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

RechtsVinding Online

1

MEMBACA FENOMENA REFERENDUM UNTUK MERDEKA

Oleh:

Bisariyadi*

Naskah Diterima: 5 Oktober 2017, Disetujui: 15 Oktober 2017

Katalonia, salah satu provinsi di Spanyol, pada tanggal 1 Oktober 2017 menyelenggarakan referendum. Isi referendum berupa pertanyaan kepada warga Katalan mengenai persetujuannya atas tuntutan merdeka dari Spanyol. Hasilnya, lebih dari 90%

suara menyetujui pemisahan Katalan dari Spanyol dan membentuk negara baru. Namun, hasil ini dipertanyakan sebab setengah dari orang Katalan yang memiliki hak pilih tidak memberikan suaranya dalam referendum. Selain itu, juga ada persoalan administratif lainnya seperti validitas data pemilih dan ketiadaan pihak pengawas dalam pemilihan.

Terlepas dari persoalan tersebut, para tokoh politik yang mendorong kemerdekaan Katalan ternyata dalam posisi bimbang. Langkah politik

berikutnya setelah kemenangan dalam referendum adalah dengan memproklamasikan kemerdekaan.

Hingga kini, tokoh pemimpin Katalan pro kemerdekaan tidak juga mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, salah satunya dan yang terutama adalah permasalahan ekonomi. Keinginan kalangan pro- kemerdekaan setelah menyatakan diri merdeka adalah dapat tergabung dalam Uni Eropa dan tetap menggunakan mata uang Euro.

Harapan ini akan sulit tercapai sebab kecenderungan posisi Spanyol sebagai salah satu negara Uni Eropa akan selalu menolak permohonan keanggotaan Katalan. Padahal, salah satu persyaratan untuk tergabung sebagai anggota Uni Eropa adalah harus memperoleh persetujuan seluruh

(2)

RechtsVinding Online

2 anggota. Oleh karenanya, upaya

Katalan untuk bergabung dalam Uni Eropa akan senantiasa menggantung sebab adanya penolakan Spanyol.

Dalam perhitungan ekonomi, Katalan yang merdeka namun tidak tergabung

dalam Uni Eropa akan

menyebabkannya sulit untuk berkembang sebagai sebuah negara.

Seminggu sebelum referendum Katalonia, pada tanggal 25 September 2017, sebuah provinsi di ujung utara Irak yang bernama Kurdistan juga menyelenggarakan referendum.

Inisiatif untuk menggelar referendum di daerah yang didiami oleh mayoritas suku Kurdi memicu kekhawatiran di negara-negara tetangga yang berdekatan dan memiliki populasi minoritas suku Kurdi, seperti Turki dan Iran. Karena kemenangan referendum akan memicu warga minoritas Kurdi di negara tersebut untuk melakukan hal yang sama. Tidak seperti Katalan, animo warga Kurdistan yang hadir di tempat pemungutan suara sangat

tinggi hingga mencapai 72%. Dari penghitungan suara akhir diperoleh hasil 90% warga menyetujui kemerdekaan Kurdistan. Hasil ini tentu memancing konflik yang lebih tinggi dengan pemerintah pusat ditambah dengan kondisi Irak yang masih belum stabil pasca perang dan dengan adanya infiltrasi dan pemberontakan dari Islamic State (IS atau ISIS). Pasca kemenangan pro kemerdekaan dalam referendum, pemerintah pusat mengambil reaksi tegas dengan melarang penerbangan internasional keluar masuk wilayah Kurdistan, menahan laju perputaran mata uang kepada bank-bank lokal di Kurdistan dan menghentikan kontrak penjualan minyak mentah antara pemerintah daerah Kurdistan dengan Turki dan Rusia. Secara tidak langsung, perekonomian Kurdistan menjadi lumpuh. Hingga kini belum ada hasil dari dialog antara pemerintah Irak dan Kurdistan menindaklanjuti keputusan referendum Kurdistan. Posisi status Kurdistan, saat ini, bisa dikatakan

(3)

RechtsVinding Online

3

“menggantung” tak menentu. Upaya negosiasi dan dialog masih berlangsung.

Perdebatan mengenai referendum juga sedang menghantui perpolitikan Inggris Raya setelah keputusan meninggalkan Uni Eropa atau populer dikenal dengan Brexit.

Dalam referendum yang digelar pada 23 Juni 2016, warga Inggris diminta pendapatnya untuk tetap bergabung atau meninggalkan Uni Eropa. Dengan angka kemenangan tipis, 51,9%, masyarakat Inggris meminta pemerintah untuk tidak lagi tergabung dalam Uni Eropa. Setelah melalui prosedur administrasi dan negosiasi legalitas untuk memastikan transisi yang mulus, Inggris secara resmi akan meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret 2019. Namun hal ini tidak berarti selesai di dalam negeri. Pada saat referendum untuk mengambil keputusan Brexit, masyarakat Skotlandia mayoritas mendukung agar Inggris tetap berada dalam Uni Eropa.

Perjuangan untuk tetap berada dalam Uni Eropa merupakan jualan politik dari partai yang berkuasa di Skotlandia saat ini, Scottish National Party (SNP).

Ketua Umum partai SNP yang menduduki jabatan sebagai perdana menteri Skotlandia mulai menyuarakan untuk gelaran referendum agar Skotlandia tetap berada di Uni Eropa. Hal ini, secara tidak langsung, sekaligus menyuarakan agar Skotlandia melepaskan diri dari Inggris Raya. SNP menyebut perjuangan politiknya saat ini sebagai referendum kedua (second referendum). Pada tahun 2014, Skotlandia pernah menggelar referendum yang berisi meminta pendapat warga Skotlandia untuk berpisah dari Inggris Raya. Namun, mayoritas warga Skotlandia sebanyak 55% menyatakan bahwa Skotlandia harus tetap berada bersama Inggris Raya. Dengan adanya brexit, partai SNP melihat kemungkinan kedua untuk upaya memisahkan diri dari Inggris.

Perkembangan politik yang menarik

(4)

RechtsVinding Online

4 untuk dipantau secara ketatanegaraan

dari Inggris Raya.

Dalam tiga dekade terakhir, peristiwa gelaran referendum banyak mewarnai politik internasional. Di belahan bumi Eropa, ada negara- negara pecahan Yugoslavia yang kemudian membentuk negara sendiri- sendiri. Serbia dan Montenegro, awalnya merupakan satu negara pecahan Yugoslavia, namun pada 2006 Montenegro menyelenggarakan referendum dan memisahkan diri.

Kosovo, sebagai salah satu wilayah yang berada dalam negara Serbia, pada tahun 2008 menggelar referendum dan menyatakan diri sebagai negara merdeka. Agak jauh ke belakang, Republik Czekoslovakia terbagi dua menjadi Republik Czeko dan Slovakia setelah sebuah gelaran referendum pada September 1992. Di Afrika, contohnya terjadi pada negara Sudan.

Pada tahun 2011, setelah menyelenggarakan referendum yang mendapatkan dukungan dari hampir

99% warga, Sudan Selatan menyatakan diri sebagai negara merdeka terlepas dari Sudan. Begitu pula Eritrea yang memisahkan diri pada tahun 1993 dari Etiopia setelah melalui proses referendum. Di belahan Amerika Utara, provinsi Quebec menggelar referendum dalam upaya memisahkan diri dari Kanada. Upaya ini mengalami kegagalan setelah Mahkamah Agung menyatakan bahwa referendum yang dilakukan oleh Quebec adalah inkonstitusional. Sedangkan di Asia, terjadi di halaman rumah sendiri yaitu Timor Timur. Pada tahun 1999, Timor Timur menggelar referendum di mana mayoritas masyarakat menolak kebijakan otonomi khusus dari pemerintah Indonesia. Kemudian, pada tahun 2002 menyatakan diri sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste.

Dari beberapa contoh di atas, ada negara-negara yang berhasil menjadi negara merdeka setelah melalui referendum namun tidak

(5)

RechtsVinding Online

5 sedikit juga nasibnya menjadi

terkatung-katung. Ada negara yang secara de facto merupakan negara independen namun pemerintahannya tetap bergantung pada negara lain atau pada bantuan organisasi internasional.

Posisi hukum, terlebih hukum internasional, dalam kasus-kasus referendum semacam ini juga tidak memberi batasan yang jelas. Hal ini tidak lebih dikarenakan nuansa politik dalam negeri yang sangat dominan dan kental. Hukum Internasional bekerja dalam dasar prinsip penghormatan atas kedaulatan negara. Hukum internasional tidak bisa secara serta merta campur tangan dalam urusan dalam negeri yang dapat berarti melanggar prinsip kedaulatan negara.

Selain itu, pengadilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ) memiliki yurisdiksi yang terbatas, yaitu hanya “negara” yang bisa menjadi pihak di pengadilan. Pihak yang menggelar referendum dan ingin

menyatakan diri sebagai negara merdeka belumlah memenuhi kapasitas untuk dapat dianggap sebagai “negara”. Oleh karenanya, tidak ada aturan hukum yang memberi penjelasan secara pasti dalam hal upaya pemisahan diri (secession) melalui referendum.

Namun, bukan berarti tidak ada.

Beberapa pengadilan, baik dalam tingkat domestik maupun internasional, terlibat dalam narasi pembentukan hukum mengenai upaya pemisahan diri dari sebuah negara.

Meski tidak secara gamblang namun perkembangan hukum mengenai pengaturan upaya pemisahan diri berkembang dalam ratio decidendi yang diberikan oleh majelis hakim untuk memberi gambaran yang lebih konkret. Pada tingkat domestik ada putusan Mahkamah Agung Kanada dalam kasus Reference re Secession of Quebec (1998) yang menjadi milestone dalam mencari batasan mengenai hak untuk menentukan nasib sendiri (right

(6)

RechtsVinding Online

6 to self-determination). Sedangkan

dalam level internasional putusan- putusan advisory opinion yang diberikan ICJ kerap menjadi rujukan, terutama dalam kasus Kosovo unilateral declaration of independence (2010).

Hukum internasional tidak mencantumkan provisi mengenai hak untuk memisahkan diri (right to secede). Tidak ada satu klausula pun dalam kovenan yang mengatur mengenai hal ini. Akan tetapi, Piagam PBB menyebutkan bahwa setiap orang maupun kelompok memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri (right to self-determination). Dalam konteks ini, putusan MA Kanada dalam kasus Quebec menjadi sangat penting. Dalam putusan tersebut, majelis hakim mempertimbangkan lingkup dari hak untuk menentukan nasib sendiri yang bisa dibagi menjadi lingkup internal dan eksternal. Lingkup internal adalah bilamana kelompok masyarakat terwakili hak-hak politik, ekonomi,

sosial dan budayanya melalui jalur- jalur yang telah disiapkan dalam satu negara. Misalnya, melalui jalur keterwakilan suara kelompok masyarakat tersebut dalam parlemen maupun melalui pemberian otonomi untuk melindungi nilai-nilai kultural yang berlaku khusus di daerah tertentu. Sedangkan, hak untuk menentukan nasib dalam lingkup eksternal berarti bahwa kelompok masyarakat ini memiliki hak untuk merdeka. Pertimbangan hakim dalam kasus Quebec menegaskan bahwa hak menentukan nasib sendiri secara eksternal dimungkinkan bilamana hak untuk menentukan nasibnya sendiri secara internal tidak terjamin. Suatu daerah yang memiliki kekhususan tersendiri dalam hal budaya atau bahasa, seperti Quebec di Kanada, bisa memicu hak untuk menentukan nasib sendiri (melalui referendum) bilamana Kanada tidak memberikan status otonomi atau tidak ada keterwakilan masyarakat Quebec dalam keanggotaan parlemen pusat. Oleh

(7)

RechtsVinding Online

7 karena itu, menurut MA Kanada hanya

ada tiga kriteria yang memungkinkan bagi kelompok masyarakat memiliki hak menentukan nasib sendiri secara eksternal, yaitu (1) pada daerah jajahan atau berada dalam kolonialisme, dimana hingga saat ini hanya ada dua wilayah yang masuk dalam kategori ini yaitu Sahara Barat (Western Sahara) dan Palestina; (2) bilamana kelompok masyarakat di bawah pendudukan militer asing; atau (3) kelompok masyarakat tidak memiliki akses pada pemerintah dalam menyampaikan aspirasi politik dan kulturalnya.

Advisory opinion yang dikeluarkan ICJ juga dalam banyak hal membentuk hukum mengenai persoalan pemisahan diri kelompok masyarakat dari sebuah negara berdaulat. Misalnya dalam kasus Legal Consequences for States of the Continued Presence of South Africa in Namibia (South West Africa) Notwithstanding Security Council

Resolution 276 (1970) dan kasus Western Sahara (1975). Putusan yang mutakhir adalah mengenai Kosovo (2010). Kasus ini bermula dari pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Umum PBB mengenai legalitas proklamasi kemerdekaan Kosovo.

Dalam putusan, ICJ berpendapat bahwa tidak ada aturan hukum internasional yang melarang proklamasi kemerdekaan. Putusan ini juga menunjukkan sikap kehati-hatian ICJ dalam menghadapi persoalan pemisahan diri dari negara berdaulat.

ICJ sangat menghormati prinsip kesatuan wilayah suatu negara (principle of territorial integrity). Oleh sebab itu, ICJ hanya membatasi diri pada masalah yang ditanyakan mengenai aturan hukum internasional mengenai proklamasi kemerdekaan dan tidak ingin campur tangan dalam menentukan status apakah Kosovo dapat diakui sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat pasca proklamasi kemerdekaan. Pengakuan (recognition) menjadi wilayah politik di

(8)

RechtsVinding Online

8 tiap-tiap negara sebagai syarat de facto

pendirian suatu negara.

Maraknya referendum untuk merdeka setidaknya menunjukkan ada ketimpangan perlakuan politik dari pemerintah pusat terhadap wilayah di daerahnya. Ketimpangan ini berakibat pada pertumbuhan kesejahteraan dan ekonomi daerah tersebut. Akan tetapi, referendum juga bisa dipicu oleh agenda politik kepentingan elit lokal untuk menunjukkan eksistensinya.

Dorongan ini bisa sangat membahayakan. Contoh-contoh daerah yang memisahkan diri kerap menunjukkan hasil yang tidak menggembirakan. Ketika memutuskan untuk memisahkan diri, daerah tersebut malah menjadi tertinggal.

Sudan Selatan, Eritrea, dan Kosovo adalah menjadi beberapa contoh diantaranya. “Merdeka” menjadi sebuah mimpi di tengah hari. Karena terlepas dari okupasi masih harus terjerat dalam bentuk penjajahan lainnya. Ironisnya, bila pengekang

kemerdekaan itu sendiri merupakan elit politik yang memanfaatkan peluang untuk mendapatkn kekuasaan.

Dalam sebuah novel satir, Animal

Farms, George Orwell

menggambarkan mengenai arti kemerdekaan sejati dalam pertarungan politik. Para hewan di peternakan merasa merdeka setelah terbebas dari kekangan petani pemilik peternakan. Sekelompok elit, yang dilukiskan dalam wujud hewan babi, dengan kepandaian yang dimilikinya memanfaatkan momentum tersebut demi keuntungan dan kepentingan kelompoknya semata. Paling tidak, sekelumit kisah ini membantu untuk refleksi di tengah kerumitan politik dalam fenomena referendum untuk merdeka yang menjadi pusat perbincangan saat ini. Dalam negara modern saat ini, alasan untuk merdeka dari penjajahan/kolonialisme tidak lagi sesuai. Keinginan untuk menggunakan hak untuk menentukan nasib sendiri

(9)

RechtsVinding Online

9 (right to self-determination) tidak

melulu harus datang dari dorongan

emosional tetapi juga menuntut kalkulasi rasional yang matang.

* Peneliti pada Pusat Penellitian, Pengkajian Perkara dan Pengelolaan TIK (Pusat P4TIK), Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Ketika seseo Ketika seseorang me rang mengubah sem ngubah semua itu dari offline ua itu dari offline menjadi online dan hampir semua transaksi dan promosi dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa; (1) Arus lalulintas pada simpang jalan Perintis Kemerdekaan – Jalan Tol Seksi IV – Jalan Akses Bandara

faktualdalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman

segala puji hanya milik allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh

Selain itu dapat pula dilakukan biopsi pada otot sekitar daerah auricular bagian posterior yang dipersarafi oleh saraf fasialis (Edward, 2012). Menurut Yanagihara dkk., yang

Hubungan antara nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit dengan pendapatan perhektar pada perbandingan seluruh varietas dapat terlihat pada gambar 13.. Sedangkan

Sebagaimana dikemukakan pada latar belakang bahwa pada BDN dan BI terdapat persamaan dan perbedaan pada sistem fonologi dan adanya proses perubahan bunyi yang terjadi

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS PRIMA USD dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali