• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keputusan Dirjen Pajak, KEP - 28/PJ./1996

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Keputusan Dirjen Pajak, KEP - 28/PJ./1996"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 28/PJ./1996

TENTANG

PENGHITUNGAN DAN TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK MASUKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka mempercepat penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan, dipandang perlu untuk menetapkan kembali penghitungan dan tata cara pengembalian Pajak

Masukan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-01/PJ/1995 tentang Penghitungan dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Masukan;

b. bahwa oleh karena itu, ketentuan tentang penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan tersebut perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;

Mengingat :

1. Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566).

2. Pasal 9 ayat (13) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568).

3. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1996 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3621).

4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 854/KMK.01/1993 tentang Tatalaksana Pabean Mengenai Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat (Bonded Zone) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 92/KMK.01/1996.

5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 855/KMK.01/1993 tentang Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 91/KMK.01/1996.

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGHITUNGAN DAN TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK MASUKAN

Pasal 1

(2)

(1) Batas maksimum kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan pada setiap Masa Pajak yang

disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah 7% (tujuh persen) dari total nilai ekspor

dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak tersebut.

(3)

(2) Nilai penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah harga jual dan/atau penggantian atas

penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang Surat Setoran Pajaknya sudah dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

(4)

(3) Yang dimaksud dengan Surat Setoran Pajak yang sudah dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk Surat Setoran Pajak atas penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang telah

dilaporkan pada Masa Pajak

sebelumnya yang Surat Setoran Pajaknya belum dilampirkan.

(5)

(4) Yang dimaksud dengan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh produsen dari Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada perusahaan berstatus Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dan/atau perusahaan pengolahan di Kawasan Berikat (KB) untuk diolah lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1996 tanggal 25 Januari 1996 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat (KB).

(6)

Pasal 2 (1)

Apabila batas maksimum kelebihan Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sama atau lebih besar daripada

kelebihan pajak yang dimintakan pengembaliannya pada Masa Pajak yang

bersangkutan, maka jumlah kelebihan Pajak Masukan yang dimintakan pengembaliannya tersebut,

dikembalikan seluruhnya.

(7)

(2)

Apabila batas maksimum kelebihan Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 lebih kecil daripada kelebihan pajak yang dimintakan pengembaliannya pada Masa Pajak yang

bersangkutan, maka kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan hanya sebesar batas maksimum tersebut,

sedangkan sisanya

dikompensasikan ke Masa Pajak diterimanya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atau ke Masa Pajak setelah Masa Pajak diterimanya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

(3)Contoh penghitungan pengembalian kelebihan Pajak Masukan adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.

Pasal 3

(8)

(1)

Kelebihan Pajak Masukan yang dapat

dikembalikan pada Masa Pajak terakhir dari tahun buku yang disebabkan oleh ekspor dan/atau penyerahan kepada

pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang Surat Setoran

Pajaknya sudah dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), dihitung sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan pengembaliannya diproses sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

(9)

(2)

Sisa kelebihan Pajak Masukan pada Masa Pajak terakhir dari tahun buku setelah

dikurangi

dengan jumlah kelebihan Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikembalikan seluruhnya dan pengembaliannya diproses sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

(3)

Terhadap

kelebihan Pajak Masukan pada Masa Pajak terakhir dari tahun buku yang dikompensasikan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak ke Masa Pajak berikutnya setelah Masa Pajak akhir tahun buku tersebut, berlaku ketentuan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 jika kelebihan Pajak Masukan

tersebut diminta pengembaliannya pada Masa Pajak setelah akhir tahun buku tersebut.

(10)

(4)

Terhadap

kelebihan Pajak Masukan pada Masa Pajak dalam tahun buku yang dikompensasikan berdasarkan SKPLB karena melebihi batas maksimum pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke Masa Pajak tahun buku berikutnya, berlaku

ketentuan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 jika kelebihan Pajak Masukan

tersebut diminta pengembaliannya pada Masa Pajak terjadinya kompensasi berdasarkan SKPLB tersebut, kecuali

kelebihan Pajak Masukan pada Masa Pajak dalam tahun buku 1995 yang dikompensasikan berdasarkan SKPLB pada 6 (enam) bulan pertama dari tahun buku 1996 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

(11)

(5) Apabila

kelebihan Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh adanya

penyerahan kepada

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka kelebihan Pajak Masukan yang disebabkan oleh adanya

penyerahan kepada

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut seluruhnya dapat dimintakan pengembalian, meskipun Surat Setoran Pajak atas penyerahan kepada

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut belum

dilampirkan seluruhnya.

(12)

(6)

Surat Setoran Pajak yang belum dapat dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap harus

disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah akhir tahun buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(7)

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Surat Setoran Pajak tidak dapat disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak, maka restitusi yang telah diberikan yang Surat Setoran Pajaknya tidak dapat

dilampirkan akan ditagih kembali, kecuali jika Pengusaha Kena Pajak tersebut dapat membuktikan bahwa

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang

(13)

(1)

Permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atau dengan surat tersendiri, dan dilampiri dengan bukti- bukti dan/atau dokumen yang menyatakan adanya kelebihan Pajak Masukan dimaksud yaitu :

(14)

a. Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran yang berkaitan dengan Masa Pajak yang dimintakan pengembalian kelebihan Pajak Masukan.

b. Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan :

1. Pemberitahuan Impor

Untuk Dipakai (PIUD), 2. Surat

Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 3. Laporan

Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk dalam kategori wajib LPS.

c. Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan :

1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2. Bill

of Lading (B/L), 3. Wesel Ekspor atau bukti transfer.

d.

Dalam hal

penyerahan Barang Kena Pajak oleh produsen dari Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada perusahaan berstatus EPTE dan/atau perusahaan pengolahan di

Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, dilampirkan :

1. Asli Laporan Pemeriksaan Surveyor -

Kawasan Berikat (LPS- KB/LPS- EPTE);

2. Copy form KB- 3 dan/atau EPTE- 7 yang telah

ditandatangani oleh

pejabat hanggar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

3. Copy kontrak penjualan ke

KB/EPTE.

(2)

Permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

Pasal 5

(15)

(1) Setelah dilakukan Pemeriksaan Sederhana Kantor oleh Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak

permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 atau Pasal 3 ayat (1) diterima secara lengkap, kecuali untuk kelebihan Pajak Masukan pada Masa Pajak

terakhir dari tahun buku 1995

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).

(16)

(2) Setelah dilakukan Pemeriksaan Sederhana Lapangan oleh Kantor Pelayanan Pajak atau Pemeriksaan Sederhana Kantor oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam hal Kepala Kantor Wilayah yang

bersangkutan mengijinkan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) diterima secara lengkap.

(17)

(3) Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) atau Pasal 6 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menerbitkan surat ketetapan pajak, maka permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan dalam waktu satu bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir, dengan tetap menerapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3,.

kecuali untuk kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

Pasal 6

(18)

(1)

Terhadap

kelebihan Pajak Masukan pada Masa-Pajak Masa-Pajak dalam tahun buku 1995 yang dikompensasikan berdasarkan SKPLB karena melebihi batas maksimum pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke Masa- Pajak Masa- Pajak 6 (enam) bulan pertama dari tahun buku 1996, atas permohonan PKP yang bersangkutan dapat dimintakan pengembalian sebagai bagian dari kelebihan Pajak Masukan dari Masa Pajak akhir tahun buku 1995, dan proses pengembaliannya dilakukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(19)

(2) Setelah dilakukan Pemeriksaan Sederhana Kantor oleh Kantor

Pelayanan Pajak atas kelebihan Pajak Masukan yang dapat dikembalikan pada Masa Pajak terakhir dari tahun buku 1995 yang disebabkan oleh ekspor dan/atau

penyerahan kepada

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, Kepala Kantor

Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak

permohonan pengembalian kelebihan Pajak Masukan

diterima secara lengkap.

(20)

(3)

Pengembalian kelebihan Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menerbitkan SKPLB atau membetulkan SKPLB yang telah terbit untuk Masa Pajak akhir tahun buku 1995 sesegera

mungkin setelah permohonan disampaikan oleh PKP yang bersangkutan.

Pasal 7 (1)

Jumlah permohonan untuk

pengembalian kelebihan Pajak Masukan selain kelebihan Pajak Masukan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Masa Pajak.

(21)

(2) Jumlah permohonan untuk

pengembalian kelebihan Pajak Masukan tahun buku 1995 yang dikompensasikan ke Masa Pajak tahun buku 1996

berdasarkan SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah 1 (satu) permohonan untuk setiap kelebihan Pajak Masukan yang dikompensasikan berdasarkan SKPLB ke Masa Pajak tahun buku 1996 tersebut.

Pasal 8

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ/1995 tanggal 1 Januari 1995 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 1996 DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd

FUAD BAWAZIER

Referensi

Dokumen terkait

Analisis jabatan memiliki banyak manfaat untuk pimpinan suatu perusahaan atau organisasi, salah satunya untuk memecahkan masalah mengenai kepegawaian khususnya yang

Kemampuan berpikir tingkat tinggi aspek mencipta diamati dari ketercapaian indikator (1) siswa mampu merumuskan penyelesaian/solusi yang berbeda belum terpenuhi disebabkan

Peraturan Daerah tentang Pondok Pesantren merupakan salah satu dari sekian ruang lingkup pengaturan sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui desain media simulasi siklus air tiga dimensi dan kontribusinya dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran geografi pada

Sementara itu dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah maka permintaan terhadap barang dan jasa juga akan mengalami kenaikan yang pada akhirnya akan meningkatkan

Hal ini didukung penelitian Nostib (2013) yang menyatakan dalam penilaian performa pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis

Layanan Karir dan Alumni UDINUS dibentuk untuk melakukan beberapa aktivitas antara lain: (1) Menjalin kerjasama dengan para pengguna lulusan sehingga para lulusan

Beberapa peneliti menemukan hasil bahwa likuiditas, profitabilitas, tangibility assets , ukuran perusahaan serta pajak berefek negatif terhadap struktur modal,