4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Relevansi Nilai Laba Sebelum dan Sesudah IFRS
Untuk menguji apakah perbedaan nilai Adjusted R square model regresi pada periode setelah IFRS disebabkan oleh peningkatan atau penurunan tingkat penjelasan variabel independen dan bukan variabel kontrol, dilakukan analisa tambahan pada persamaan model regresi. Setelah analisa dilakukan, diketahui terdapat korelasi yang kuat dan ada indikasi terjadi multikolinearitas antar variabel kontrol, yaitu ukuran perusahaan dan jenis industry seperti yang terdapat pada (Lampiran 4). Nilai korelasi yang tinggi antar variabel kontrol pada persamaan regresi dapat menimbulkan bias pada nilai adjusted R, sehingga menyebabkan nilai adjusted R square dipengaruhi dengan kuat oleh variabel kontrol dan membuat model tidak cocok untuk pengujian hipotesa karena perubahan adjusted R square akan dipengaruhi kuat oleh perubahan tingkat penjelasan variabel kontrol dan bukan variabel independen yang ingin diteliti, yaitu laba. Atas dasar temuan bahwa variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen harga saham dilihat dari uji-t <0,05 dan variabel kontol tidak mempengaruhi signifikansi variabel independen, yaitu nilai uji-t variabel independen tetap signifikan <0,01 meskipun tanpa variabel kontrol (Lampiran 7), maka untuk pengujian hipotesa 1 variabel kontrol ukuran perusahaan dikeluarkan dari model persamaan regresi.
Populasi penelitian adalah sejumlah 99 perusahaan, dan setelah dilakukan purposive sampling maka jumlah perusahaan sampel untuk uji hipotesa 1 adalah sejumlah 67 perusahaan, sedangkan untuk uji hipotesa 2 adalah sejumlah 47 perusahaan.
Berikut merupakan langkah-langkah analitis yang dilakukan : 1) Mencoba menggunakan model regresi 3 variabel :
Tabel 4.01
Uji Hipotesa 1 Menggunakan Variabel Kontrol
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .714a .509 .486 1.24554 2.137
a. Predictors: (Constant), NI non-IFRS, IND, SIZE 2010 b. Dependent Variable: PRICE 2010
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .658a .433 .406 1.32716 1.841
a. Predictors: (Constant), NI IFRS, IND, SIZE 2013 b. Dependent Variable: PRICE 2013
Ditemukan bahwa nilai adjusted R square menurun, namun penurunan ini tidak dapat diketahui apakah disebabkan oleh variabel independen atau variabel kontrol.
2) Dilakukan analisa dengan menghilangkan variabel kontrol untuk mengetahui apakah variabel independen laba mengalami peningkatan atau penurunan tingkat penjelasan terhadap variabel dependen harga saham :
Tabel 4.02
Uji Hipotesa 1 Tanpa Variabel Kontrol
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .448a .201 .188 1.56500 2.110
a. Predictors: (Constant), NI non-IFRS b. Dependent Variable: PRICE 2010
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .481a .231 .219 1.52138 1.749
a. Predictors: (Constant), NI IFRS
b. Dependent Variable: PRICE 2013
3) Karena diketahui ternyata variabel independen sebenarnya mengalami peningkatan nilai adjusted R square, maka variabel kontrol total asset dihapus karena membuat bias pada model regresi dan membuat model tidak tepat untuk pengujian hipotesa.
4.1.1.1.Daftar Perusahaan
Daftar perusahaan yang menjadi sampel sejumlah 67 perusahaan adalah sebagai berikut. (Lampiran 2)
4.1.1.2. Statistik Deskriptif
Untuk menguji hipotesis pertama penelitian, digunakan sampel sebanyak 67 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian. Berikut ini akan disajikan analisis deskriptif variabel penelitian pada 67 perusahaan tersebut:
Tabel 4.1
Deskriptif Variabel P, NI, SIZE dan IND Sebelum IFRS (Tahun 2010) Pada 67 Perusahaan Sampel
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PRICE 2010 67 4.07 12.57 7.6701 1.73726
PRICE 2013 67 3.94 13.90 7.8941 1.72190
NI IFRS 67 .62 55576.00 1157.5751 6766.53893
NI non-IFRS 67 .90 29250.00 806.1158 3576.14466
IND 67 .00 1.00 .1642 .37323
Valid N (listwise) 67
Pada periode sebelum IFRS (Tahun 2010), diketahui rata-rata harga saham dari 67 perusahaan sampel adalah 7,6701 atau Rp 2.143,00. Harga saham tertinggi adalah Rp 286.429,00 dimiliki oleh MLBI, sedangkan harga saham terendah adalah Rp 58,00 dimiliki oleh SIPD.
Pada periode sesudah IFRS (Tahun 2013), diketahui rata-rata harga saham dari 67 perusahaan sampel adalah 7,8941 atau Rp 2.681,41.. Harga saham
tertinggi adalah Rp 1.088.143,00 dimiliki oleh MLBI, sedangkan harga saham terendah adalah Rp 51,00 dimiliki oleh SIPD.
Pada periode sebelum IFRS, diketahui rata-rata laba bersih dari 67 perusahaan sampel adalah Rp 806,12/lembar. Laba bersih tertinggi adalah Rp 29.250,00/lembar dimiliki oleh MLBI, sedangkan laba bersih terendah adalah Rp 0,90 rupiah/lembar dimiliki oleh TMPI.
Pada periode setelah IFRS, diketahui rata-rata laba bersih dari 67 perusahaan sampel adalah Rp 1157,58/lembar. Laba bersih tertinggi adalah Rp 55.576,00/lembar dimiliki oleh MLBI, sedangkan laba bersih terendah adalah Rp 0,62/lembar dimiliki oleh TMPI.
Dari 67 perusahaan sampel, sebagian besar tergolong perusahaan non- finansial (skor 0) yaitu 56 perusahaan atau 83,6%, sedangkan yang tergolong perusahaan finansial (skor 1) hanya 11 perusahaan atau 16,4%.
4.1.1.3. Uji Normalitas
Asumsi utama yang harus dipenuhi pada analisis regresi adalah normalitas residual. Pendeteksian normalitas residual dilakukan dengan one sample kolmogorov smirnov test. Jika nilai signifikansi one sample kolmogorov smirnov test > 0,05 (α=5%), maka residual model regresi berdistribusi normal.
Tabel 4.2
Uji Normalitas Hipotesa 1
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 67
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.55291963 Most Extreme Differences Absolute .049
Positive .047
Negative -.049
Kolmogorov-Smirnov Z .399
Asymp. Sig. (2-tailed) .997
Data : Sebelum IFRS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 67
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.50759192 Most Extreme Differences Absolute .061
Positive .042
Negative -.061
Kolmogorov-Smirnov Z .501
Asymp. Sig. (2-tailed) .963
Data : Sesudah IFRS
Data sebelum dan sesudah IFRS lulus uji normalitas karena pada tabel 4.2 nilai signifikansi residual pada periode sebelum dan sesudah IFRS adalah 0,2 dan lebih besar dari 0,05 sehingga residual model regresi dikatakan berdistribusi normal.
4.1.1.4. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas menunjukkan adanya ketidaksamaan varian residual pengamatan satu dengan residual pengamatan yang lain. Model regresi yang baik tidak menunjukkan adanya gejala heteroskedastisitas. Pendeteksian ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan glejser test yaitu meregresikan variabel independen terhadap nilai absolut residual. Jika glejser test menghasilkan nilai signifikansi t > 0,05, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 4.3
Uji Heterokedastisitas Hipotesa 1
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.325 .121 10.995 .000
NI non-IFRS 1.182E-5 .000 .048 .390 .698
IND -.388 .290 -.165 -1.337 .186
a. Dependent Variable: ABSRES
Data : Sebelum IFRS
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.229 .120 10.222 .000
IND -.015 .293 -.006 -.051 .959
NI IFRS -5.983E-6 .000 -.046 -.371 .712
a. Dependent Variable: ABSRES
Data : Sesudah IFRS
Data sebelum dan sesudah IFRS lulus uji heterokedastiditas karena pada tabel 4.3 nilai signifikansi tiap variabel terhadap absolut residual melebihi 0,05, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi heterokedastiditas.
4.1.1.5. Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara variabel independen (bebas) dalam model regresi. Model regresi yang baik tidak menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Pendeteksian ada atau tidaknya multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai VIF. Apabila nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, maka model regresi bebas dari multikolinieritas.
Tabel 4.4
Uji Multikolinearitas Hipotesa 1
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)
NI non-IFRS .996 1.004
IND .996 1.004
a. Dependent Variable: PRICE 2010
Data : Sebelum IFRS
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)
IND .997 1.003
NI IFRS .997 1.003
a. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Sesudah IFRS
Data sebelum dan sesudah IFRS lulus uji multikolinearitas karena pada tabel 4.4 nilai toleransi dan VIF setiap variabel lebih dari 0,1 dan kurang dari 10, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas.
4.1.1.6. Uji Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antar variabel penganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan Durbin Watson test. Jika nilai Durbin Watson yang dihasilkan analisis regresi lebih besar dari dU dan kurang dari 4-dU maka disimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada model regresi.
Tabel 4.5
Uji Autokorelasi Hipotesa 1
Model Durbin-Watson
1 2.102
a. Predictors: (Constant), IND, NI non-IFRS b. Dependent Variable: PRICE 2010
Data : Sebelum IFRS
Model Durbin-Watson
1 1.778
a. Predictors: (Constant), NI IFRS, IND b. Dependent Variable: PRICE 2010
Data : Sesudah IFRS
Data sebelum dan sesudah IFRS lulus uji autokorelasi karena pada tabel 4.5 nilai dU pada batas kritis 0,05 untuk k=3 dan n=67 adalah 1,66596 dan nilai Durbin-Watson sebelum dan sesudah IFRS lebih besar dari dU dan kurang dari 4- dU.
4.1.1.7. Uji Kelayakan Model Regresi
Uji-t digunakan untuk menguji pengaruh secara parsial variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat), terdapat pengaruh
signifikan jika uji t menghasilkan t hitung > t tabel atau nilai signifikansi t < 0,05 (α=5%).
Tabel 4.6
Uji Kelayakan Model Regresi Hipotesa 1
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.483787 .216 34.583 .000
IND .064031 .521 .014 .123 .903
NI non-
IFRS .000218 .000 .449 4.010 .000
a. Dependent Variable: PRICE 2010
Data : Sebelum IFRS
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.789274 .208 37.477 .000
IND -.219414 .506 -.048 -.434 .666
NI IFRS .000122 .000 .478 4.364 .000
a. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Sesudah IFRS
Nilai koefisien regresi variabel laba bersih pada periode sebelum IFRS adalah 0,000218, artinya jika laba bersih non-IFRS naik 1 satuan, maka harga saham akan naik sebesar 0,000218 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 4,010 dan lebih besar dari t-tabel 1,998 (df2=64, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari 0,05, sehingga disimpulkan laba bersih non-IFRS berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 67 perusahaan sampel periode sebelum IFRS (Tahun 2010). Hal ini berarti peningkatan laba bersih non-IFRS akan meningkatkan secara signifikan harga saham.
Nilai koefisien regresi variabel laba bersih pada periode sesudah IFRS adalah 0,000122, artinya jika laba bersih IFRS naik 1 satuan, maka harga saham
akan naik sebesar 0,000122 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 4,364 dan lebih besar dari t-tabel 1,998 (df2=64, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari 0,05, sehingga disimpulkan laba bersih IFRS berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 67 perusahaan sampel periode setelah IFRS (Tahun 2013). Hal ini berarti peningkatan laba bersih IFRS akan meningkatkan secara signifikan harga saham.
Nilai koefisien regresi variabel jenis industri (IND) pada periode sebelum IFRS adalah .064031, artinya jika jenis industri (IND) adalah finansial (skor 1), maka harga saham akan naik sebesar 0,064031 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 0,123 dan lebih kecil dari t tabel 1,998 (df2=64, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,903 dan lebih besar dari 0,05, sehingga disimpulkan jenis industri (IND) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 67 perusahaan sampel periode sebelum IFRS (Tahun 2010).
Nilai koefisien regresi variabel jenis industri (IND) pada periode setelah IFRS adalah -.219414, artinya jika jenis industri (IND) adalah finansial (skor 1), maka harga saham akan turun sebesar 0,219414 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar -0,434 dan lebih kecil dari t tabel 1,998 (df2=64, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,666 dan lebih besar 0,05, sehingga disimpulkan jenis industri (IND) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 67 perusahaan sampel periode setelah IFRS (Tahun 2013).
4.1.1.8. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi menunjukkan persentase besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.7
Uji Koefisien Determinasi Hipotesa 1
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .448a .201 .176 1.57700
a. Predictors: (Constant), IND, NI non-IFRS b. Dependent Variable: PRICE 2010
Data : Sebelum IFRS
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .483a .233 .209 1.53097
a. Predictors: (Constant), NI IFRS, IND b. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Sesudah IFRS
Dari Tabel 4.7 diketahui adjusted R square yang diperoleh dari data sebelum IFRS sebesar 0,176 menunjukkan bahwa kemampuan laba bersih sebelum IFRS dan jenis industri dalam menjelaskan variasi perubahan harga saham pada 67 perusahaan sampel periode sebelum IFRS (Tahun 2010) adalah sebesar 17,6% dan sisanya 82,4% dijelaskan oleh faktor lain.
Selain itu, dari Tabel 4.7 diketahui adjusted R square yang diperoleh dari data setelah IFRS sebesar 0,209 menunjukkan bahwa kemampuan laba bersih setelah IFRS dan jenis industri dalam menjelaskan variasi perubahan harga saham pada 67 perusahaan sampel periode setelah IFRS (Tahun 2013) adalah sebesar 20,9% dan sisanya 79,1% dijelaskan oleh faktor lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan variasi laba menjelaskan variasi harga saham pada periode setelah IFRS adalah lebih baik dibandingkan periode sebelum IFRS, dengan kata lain informasi laba menjadi lebih penting dibandingkan informasi lain.
4.1.1.9. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen terdapat pengaruh signifikan jika uji F menghasilkan F hitung > F tabel atau nilai signifikansi F < 0,05 (α=5%).
Tabel 4.8 Uji F Hipotesa 1
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 40.029 2 20.015 8.048 .001b
Residual 159.163 64 2.487
Total 199.192 66
a. Dependent Variable: PRICE 2010 b. Predictors: (Constant), IND, NI non-IFRS
Data : Sebelum IFRS
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 45.679 2 22.839 9.744 .000b
Residual 150.007 64 2.344
Total 195.686 66
a. Dependent Variable: PRICE 2013 b. Predictors: (Constant), NI IFRS, IND
Data : Sesudah IFRS
Data sebelum dan sesudah IFRS lulus uji F karena dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0,000 dan lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat dikatakan secara bersama-sama variabel-variabel dalam model persamaan regresi, yaitu laba bersih non-IFRS, laba bersih IFRS, dan jenis industri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen pada periode sebelum dan sesudah IFRS (Tahun 2010 dan 2013).
4.1.1.10. Uji Hipotesis
Hipotesis pertama penelitian (H1), menduga bahwa relevansi nilai laba bersih yang menerapkan IFRS lebih baik dibandingkan relevansi nilai laba bersih sebelum diterapkannya IFRS. H1 terbukti jika nilai adjusted R square model regresi pada periode sesudah IFRS lebih besar dari nilai adjusted R square model regresi pada periode sebelum IFRS.
Berikut adalah perbandingan nilai adjusted R square pada periode sebelum dan sesudah IFRS.
Tabel 4.9 Uji Hipotesa 1
Periode R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Sebelum IFRS .448a .201 .176 1.57700
Setelah IFRS .483a .233 .209 1.53097
Dari Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai adjusted R square pada periode setelah IFRS adalah 0,209 dan lebih besar dari periode sebelum IFRS, yaitu 0,176.
Berdasarkan hasil ini maka hipotesis pertama penelitian (H1) yang menduga relevansi nilai laba bersih yang menerapkan IFRS lebih baik dibandingkan relevansi nilai laba bersih sebelum diterapkannya IFRS diterima.
4.1.2. Relevansi Nilai Laba Bersih dan Pendapatan komprehensif 4.1.2.1. Daftar Perusahaan
Daftar perusahaan yang menjadi sampel sejumlah 47 perusahaan adalah sebagai berikut. (Lampiran 3)
4.1.2.2. Statistik Deskriptif
Untuk menguji hipotesis kedua penelitian, digunakan sampel sebanyak 47 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian. Berikut ini akan disajikan analisis deskriptif variabel penelitian pada 47 perusahaan tersebut:
Tabel 4.10
Deskriptif Variabel Price 2013, NI IFRS, COMP, SIZE dan IND pada 47 Perusahaan Sampel
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PRICE 2013 47 5.56 13.90 8.2848 1.56562
COMP 47 -.81 56581.74 1593.4257 8210.63345
NI IFRS 47 1.66 55576.00 1557.5513 8064.71190
SIZE 2013 47 6.25 8.89 7.4960 .59526
IND 47 .00 1.00 .2340 .42798
Valid N (listwise) 47
Diketahui rata-rata harga saham dari 47 perusahaan sampel adalah 8,2848 atau Rp 3.963,72. Harga saham tertinggi adalah Rp 1.088.143,00 dimiliki oleh MLBI, sedangkan harga saham terendah adalah Rp 259,00 dimiliki oleh KIJA.
Diketahui rata-rata laba bersih dari 47 perusahaan sampel adalah Rp 1.557,55/lembar. Laba bersih tertinggi adalah Rp 55.576,00/lembar dimiliki oleh
MLBI, sedangkan laba bersih terendah adalah Rp 1,66/lembar dimiliki oleh MYRX.
Diketahui rata-rata pendapatan komprehensif dari 47 perusahaan sampel adalah Rp 1.593,42/lembar. Pendapatan komprehensif tertinggi adalah Rp 56.581,74 rupiah/lembar dimiliki oleh MLBI, sedangkan pendapatan komprehensif terendah adalah Rp -0,81/lembar dimiliki oleh MYRX.
Diketahui rata-rata ukuran perusahaan dari 48 perusahaan sampel adalah 7,496 atau Rp 31,332,857,400.000,00. Ukuran perusahaan terbesar adalah 8,89 atau Rp 776.247.116.600.000,00 dimiliki oleh BMRI, sedangkan ukuran perusahaan terkecil adalah 6,25 atau Rp 1.778.279.410.000,00 dimiliki oleh MLBI.
Dari 47 perusahaan sampel, sebagian besar tergolong perusahaan non- finansial (skor 0) yaitu 36 perusahaan atau 76,6%, sedangkan yang tergolong perusahaan finansial (skor 1) hanya 11 perusahaan atau 23,4%.
4.1.1.3. Uji Normalitas
Asumsi utama yang harus dipenuhi pada analisis regresi adalah normalitas residual. Pendeteksian normalitas residual dilakukan dengan one sample kolmogorov smirnov test. Jika nilai signifikansi one sample kolmogorov smirnov test > 0,05 (α=5%), maka residual model regresi berdistribusi normal.
Tabel 4.11 Uji Normalitas Hipotesa 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 47
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.10992632 Most Extreme Differences Absolute .070
Positive .070
Negative -.051
Kolmogorov-Smirnov Z .483
Asymp. Sig. (2-tailed) .974
Data : Laba Bersih
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 47
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.10922350 Most Extreme Differences Absolute .078
Positive .078
Negative -.052
Kolmogorov-Smirnov Z .534
Asymp. Sig. (2-tailed) .938
Data : Pendapatan komprehensif
Data lulus uji normalitas karena nilai signifikansi residual pada tabel 4.11 nilai signifikansi adalah lebih besar dari 0,05 sehingga residual model regresi dikatakan berdistribusi normal.
4.1.1.4. Uji Heterokedastiditas
Heteroskedastisitas menunjukkan adanya ketidaksamaan varian residual pengamatan satu dengan residual pengamatan yang lain. Model regresi yang baik tidak menunjukkan adanya gejala heteroskedastisitas. Pendeteksian ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan glejser test yaitu meregresikan variabel independen terhadap nilai absolut residual. Jika glejser test menghasilkan nilai signifikansi t > 0,05, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 4.12
Uji Heterokedastisitas Hipotesa 2
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.065 1.937 -.034 .973
NI IFRS -5.389E-6 .000 -.063 -.392 .697
IND -.217 .352 -.136 -.617 .541
SIZE 2013 .132 .265 .115 .498 .621
a. Dependent Variable: ABSRES
Data : Laba Bersih
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.053 1.936 -.028 .978
IND -.211 .352 -.132 -.598 .553
SIZE 2013 .130 .265 .113 .491 .626
COMP -5.302E-6 .000 -.064 -.393 .696
a. Dependent Variable: ABSRES
Data : Pendapatan komprehensif
Data laba bersih dan pendapatan komprehensif lulus uji heterokedastiditas karena pada tabel 4.12 nilai signifikansi tiap variabel terhadap nilai absolut residual melebihi 0,05.
4.1.1.5. Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara variabel independen (bebas) dalam model regresi. Model regresi yang baik tidak menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Pendeteksian ada atau tidaknya multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai VIF. Apabila nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, maka model regresi bebas dari multikolinieritas.
Tabel 4.13
Uji Multikolinearitas Hipotesa 2
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)
NI IFRS .873 1.145
IND .471 2.122
SIZE 2013 .431 2.319
a. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Laba Bersih
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)
IND .472 2.120
SIZE 2013 .431 2.318
COMP .873 1.146
a. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Pendapatan komprehensif
Data laba bersih dan pendapatan komprehensif lulus uji multikolinearitas karena pada tabel 4.13 nilai toleransi dan VIF setiap variabel lebih dari 0,1 dan kurang dari 10.
4.1.1.6. Uji Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antar variabel penganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan Durbin Watson test. Jika nilai Durbin Watson yang dihasilkan analisis regresi lebih besar dari dU dan kurang dari 4-dU maka disimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada model regresi.
Model Durbin-Watson
1 1.625
a. Predictors: (Constant), COMP, IND, SIZE 2013 b. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Pendapatan komprehensif
Data laba bersih dan pendapatan komprehensif lulus uji autokorelasi karena pada tabel 4.14 nilai dU Durbin Watson pada batas kritis 0,025 untuk k=4
Tabel 4.14 Uji Autokorelasi Hipotesa 2
Model Durbin-Watson
1 1.623
a. Predictors: (Constant), SIZE 2013, NI IFRS, IND
b. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Laba Bersih
dan n=47 adalah 1,58134 dan nilai Durbin-Watson lebih besar dari dU dan lebih kecil dari 4-dU.
4.1.1.7. Uji Kelayakan Model Regresi
Uji-t digunakan untuk menguji pengaruh secara parsial variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat), terdapat pengaruh signifikan jika uji t menghasilkan t hitung > t tabel atau nilai signifikansi t < 0,05 (α=5%).
Tabel 4.15
Uji Kelayakan Model Regresi Hipotesa 2
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -2.309729 3.166312 -.729 .470
NI IFRS .000134 2.246282E-5 .692 5.984 .000
IND -2.106663 .576136 -.576 -3.657 .001
SIZE 2013 1.451207 .433013 .552 3.351 .002
a. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Laba Bersih
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -2.307761 3.164 -.729 .470
IND -2.097634 .575 -.573 -3.645 .001
SIZE 2013 1.450503 .433 .551 3.353 .002
COMP .000132 .000 .693 5.993 .000
a. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Pendapatan komprehensif
Nilai koefisien regresi variabel laba bersih adalah 0,000134, artinya jika laba bersih (NI) naik 1 satuan, maka harga saham akan naik sebesar 0,000134 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 5,984 dan lebih besar dari nilai t tabel 2,015 (df2=43, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari 0,05, sehingga disimpulkan laba bersih berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 47 perusahaan sampel periode sesudah IFRS (Tahun 2013). Hal
ini berarti peningkatan laba bersih akan meningkatkan secara signifikan harga saham.
Nilai koefisien regresi variabel pendapatan komprehensif adalah 0,000132, artinya jika pendapatan komprehensif naik 1 satuan, maka harga saham akan naik sebesar 0,000132 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 5,993 dan lebih besar dari t tabel 2,015 (df2=43, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil dari 0,05, sehingga disimpulkan pendapatan komprehensif berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 47 perusahaan sampel periode sesudah IFRS (tahun 2013). Hal ini berarti peningkatan pendapatan komprehensif akan meningkatkan secara signifikan harga saham.
Nilai koefisien regresi variabel ukuran perusahaan adalah 1,450, artinya jika ukuran perusahaan naik 1 satuan, maka harga saham akan naik sebesar 1,450 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 3,351 dan lebih besar dari t tabel 2,015 (df2=43, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 dan lebih kecil dari 0,05, sehingga disimpulkan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 47 perusahaan sampel periode sesudah IFRS (Tahun 2013). Hal ini berarti peningkatan ukuran perusahaan akan meningkatkan secara signifikan harga saham.
Nilai koefisien regresi variabel jenis industri (IND) adalah -2,1, artinya jika jenis industri (IND) adalah finansial (skor 1), maka harga saham akan turun sebesar 2,1 satuan. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 3,645 dan lebih besar dari t tabel 2,015 (df2=43, α/2=0,025), dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 dan lebih kecil 0,05, sehingga disimpulkan jenis industri berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada 47 perusahaan sampel periode sesudah IFRS (tahun 2013). Hal ini berarti perusahaan dengan jenis industri finansial memiliki harga saham yang lebih rendah daripada perusahaan dengan jenis industri non-finansial.
4.1.1.8. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi menunjukkan persentase besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.16
Uji Koefisien Determinasi Hipotesa 2
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .705a .497 .462 1.14799
a. Predictors: (Constant), SIZE 2013, NI IFRS, IND b. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Laba Bersih
Data : Pendapatan komprehensif
Dari Tabel 4.16 diketahui adjusted R square yang diperoleh dari data laba bersih sebesar 0,462 menunjukkan bahwa kemampuan laba bersih, ukuran perusahaan dan jenis industry secara bersama-sama dalam menjelaskan variasi harga saham pada 47 perusahaan sampel periode setelah IFRS (Tahun 2013) adalah sebesar 46,2% dan sisanya 53,8% dijelaskan oleh faktor lain.
Dari Tabel 4.16 diketahui adjusted R square yang diperoleh dari data pendapatan komprehensif sebesar 0,463 menunjukkan bahwa kemampuan pendapatan komprehensif, ukuran perusahaan dan jenis industry secara bersama- sama dalam menjelaskan variasi harga saham pada 47 perusahaan sampel periode setelah IFRS (Tahun 2013) adalah sebesar 46,3% dan sisanya 53,7% dijelaskan oleh faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan komprehensif dapat menjelaskan variasi harga saham dengan lebih baik dibandingkan dengan laba bersih.
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .706a .498 .463 1.14727
a. Predictors: (Constant), COMP, IND, SIZE 2013 b. Dependent Variable: PRICE 2013
Data : Laba Bersih
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 56.157 3 18.719 14.222 .000b
Residual 56.597 43 1.316
Total 112.754 46
a. Dependent Variable: PRICE 2013
b. Predictors: (Constant), COMP, IND, SIZE 2013
Data : Pendapatan komprehensif
Model regresi laba bersih dan pendapatan komprehensif lulus uji F karena dari tabel 4.17 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0,000 dan lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat dikatakan secara bersama-sama variabel-variabel dalam model persamaan regresi, yaitu laba bersih, pendapatan komprehensif, ukuran perusahaan dan jenis industri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen harga saham.
4.1.1.10. Uji Hipotesis
Hipotesis kedua penelitian (H2) menduga bahwa dalam kondisi diterapkan IFRS, relevansi nilai pendapatan komprehensif lebih baik dibandingkan relevansi nilai laba bersih. H2 terbukti jika nilai adjusted R square 4.1.1.9. Uji F
Tabel 4.17 Uji F Hipotesa 2
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 56.085 3 18.695 14.186 .000b
Residual 56.669 43 1.318
Total 112.754 46
a. Dependent Variable: PRICE 2013
b. Predictors: (Constant), SIZE 2013, NI IFRS, IND
model regresi pendapatan komprehensif lebih tinggi dibandingkan nilai adjusted R square model regresi laba bersih.
Berikut adalah perbandingan nilai adjusted R square model laba bersih dan pendapatan komprehensif
Tabel 4.18 Uji Hipotesa 2
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate NI IFRS
.705a .497 .462 1.14799
COMP
.706a .498 .463 1.14727
Dari Tabel 4.18 diketahui bahwa nilai adjusted R square model pendapatan komprehensif adalah 0,463 dan lebih besar dari model laba bersih, yaitu 0,462.
Berdasarkan hasil ini maka hipotesis kedua penelitian (H2) yang menduga relevansi nilai pendapatan komprehensif lebih baik dibandingkan relevansi nilai laba bersih diterima.
4.2. Analisis
4.2.1. Temuan dan Interpretasi
Berbeda dengan penelitian relevansi nilai di Indonesia sebelumnya oleh Cahyonowati dan Rachmono (2012) dan sesuai dengan Melinda (2014) dari hasil penelitian terbukti bahwa penerapan IFRS meningkatkan relevansi nilai laba laporan keuangan. Serta pendapatan komprehensif terbukti memiliki relevansi nilai yang lebih tinggi dibandingkan laba bersih. Berikut merupakan interpretasi dari temuan diatas :
1) Terdapat peningkatan Adjusted R square atas nilai laba setelah penerapan IFRS. Hal ini mengimplikasikan bahwa penerapan IFRS terbukti meningkatkan relevansi nilai laba, meskipun peningkatan yang terjadi tidak begitu signifikan, hanya sekitar 3%. Hal ini berarti bahwa faktor laba menjadi faktor yang semakin penting bagi investor dibandingkan faktor- faktor lain dan laba menjadi informasi yang semakin diandalkan investor untuk membuat keputusan investasi, karena setelah penerapan IFRS variasi laba dapat dengan lebih baik mencerminkan variasi harga saham.
2) Terdapat peningkatan Adjusted R square atas pendapatan komprehensif dibandingkan dengan laba bersih, yaitu 0,1%. Hal ini mengimplikasikan bahwa pendapatan komprehensif terbukti memiliki relevansi nilai yang lebih baik dibandingkan dengan laba bersih, dimana variasi pendapatan komprehensif dapat dengan lebih baik menjelaskan variasi harga saham dibandingkan dengan laba bersih. Nilai peningkatan yang hanya 0,1% ini didukung oleh data dari statistik deskriptif, yaitu dimana terlihat bahwa selisih dari nilai rata-rata laba bersih dan pendapatan komprehensif sangatlah kecil. Hanya Rp 35,87 atau 2,3% dari nilai laba bersih, sehingga wajar jika peningkatan adjusted R square hanya sekitar 0,1%.
3) Nilai signifikansi atas seluruh variabel independen, yaitu laba bersih sebelum maupun sesudah menerapkan IFRS, serta pendapatan komprehensif menunjukkan nilai di bawah 0,05, menunjukkan bahwa laba memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.
4) Nilai signifikansi variabel kontrol, yaitu jenis industri ditemukan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham baik di periode sebelum maupun sesudah penerapan IFRS. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang diatas 0,05. Hal ini memiliki implikasi tidak terdapat perbedaan atas tanggapan investor terhadap laba dari jenis industri finansial maupun non-finansial, meskipun laba pada industri finansial terdapat lebih banyak komponen fair value. Namun, diketahui bahwa setelah faktor total asset dimasukkan, variabel jenis industri menjadi signifikan dengan koefisien negatif. Hal ini memiliki implikasi bahwa ketika investor menilai total asset, investor mempertimbangkan faktor industri finansial/non-finansial. Hal ini dapat dijelaskan oleh karena saham adalah klaim atas residual dan industri finansial memiliki leverage yang jauh lebih tinggi dibandingkan industri non-finansial sehingga klaim atas total asset bagi investor industri finansial jauh lebih sedikit dibandingkan non-finansial.
4.2.2. Kaitan Temuan dengan Pengetahuan atau Teori
Temuan dan interpretasi diatas akan dikaitkan dengan teori sebagai berikut.
1) Peningkatan relevansi nilai laba setelah IFRS ini sesuai dengan penelitian penelitian sebelumnya oleh Barth, Landsman dan Lang (2012); Capkun, Cazavan-Jeny, Jeanjean, dan Weiss (2008); Choi, Peasnell, dan Toniato (2013); Kadri dan Mohamed (2009); Chang dan Liou (2013); Melinda (2014); Fiechter dan Farkas (2014) bahwa penerapan IFRS meningkatkan kualitas laporan keuangan. Kenaikan sekitar 3% ini konsisten dengan temuan di Finlandia (3,1%), Yunani (3%) dan berbeda dengan yang ditemukan di Polandia (1,68%), Norwegia (1,6%), United Kingdom (5%), Australia (14%), Belanda (15%), (Abramova, 2012; Gjevle, Knirta, Sattern, 2008; Kousenidis, Ladas, Negakis, 2010; Manganaris, Floropoulos, Smaragdi, 2011; Clarkson, Hanna, Richardson, Thompson.
2011; Chalmers, Clinch, Godfrey, 2011). Perbedaan ini dapat terjadi karena reaksi investor terhadap adopsi IFRS merupakan pengaruh dari country-spesific factor, dimana setiap negara memiliki standard sebelum IFRS dan tingkat adopsi yang berbeda. Selain itu, setiap negara memiliki lingkungan institusi dan karakteristik investor yang berbeda. Hal ini menyebabkan perbedaan reaksi dan penilaian investor atas relevansi nilai dari penerapan IFRS pada negara-negara di dunia (Cahyonowati dan Rachmono, 2012). Temuan ini juga memiliki implikasi bahwa investor semakin mementingkan informasi laba dibandingkan informasi lainnya, sesuai dengan teori-teori dimana fair value, principle-based standard, standard konvergensi Internasional, dan lebih banyaknya disclosure meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga investor dapat menggunakan informasi laba sebagai acuan yang lebih baik untuk pengambilan keputusan investasi (Wynder, Baxter dan Lang, 2012;
Scroeder, Clark, and Cathey, 2009; Ohlson dan Lev, 1982; Wallison, 2009). Selain itu, temuan ini juga mendukung teori dari Schroeder, Clark, and Cathey (2009) dimana hal-hal mempengaruhi pengukuran, penyajian
dan pengungkapan nilai laba akan memiliki dampak terhadap kualitas laporan keuangan, dimana salah satunya adalah relevansi nilai.
2) Relevansi nilai pendapatan komprehensif yang lebih tinggi dibandingkan laba bersih ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya oleh Biddle dan Choi (2006), Chambers, Linsmeier, Shakespeare, dan Sougiannis, (2007), Kanagaretnam, Mathie, dan Shehata (2009). Temuan ini sesuai dengan teori bahwa all-inclusive income merupakan indikator performa yang lebih baik karena mencerminkan perubahan net asset dalam suatu periode (Schroeder, Clark, and Cathey, 2009). Serta, temuan ini juga mendukung pendapat Ohlson (1999) bahwa transitory income dinilai oleh pasar.
3) Signifikansi nilai laba terhadap saham mendukung teori yang terdapat pada Scott (2009), dimana dalam efficient market hypothesis pasar akan menilai seluruh informasi yang tersedia pada publik dan salah satunya adalah nilai laba. Temuan ini mendukung pendapat Scott (2009), dimana ketika nilai laba memiliki relevansi nilai, maka laba akan memiliki dampak terhadap harga saham.
4) Rendahnya signifikansi jenis industry ketika dipasangkan dengan informasi laba memiliki implikasi bahwa investor tidak membedakan informasi laba dari perusahaan dari industri finansial maupun non finansial. Temuan ini berbeda dengan penelitian Dhaliwal, Subramanyan, dan Trezevant (1999), Kanagaretnam, Mathie, dan Shehata (2009), Barth, Landsman dan Lang (2012), Kim,Lee, dan Park (2013).