• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PELECEHAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN DI BANDA ACEH LEVEL OF SEXUAL HARASSMENT AGAINST WOMEN IN BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINGKAT PELECEHAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN DI BANDA ACEH LEVEL OF SEXUAL HARASSMENT AGAINST WOMEN IN BANDA ACEH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

4

TINGKAT PELECEHAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN DI BANDA ACEH LEVEL OF SEXUAL HARASSMENT AGAINST WOMEN IN BANDA ACEH

Melly Ellysa, Marty Mawarpury Arum Sulistyanidan Haiyun Nisa

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Jl. T. Nyak Arief, Kec. Darussalam, Banda Aceh – Indonesia Email: Melly.ellysa@gmail.com, Marty@unsyiah.ac.id. HP 082285535257

Diterima : 5 Maret 2021 Direvisi : 5 April 2021 Disetujui : 20 April 2021

Abstract

Sexual harassment can be understood as an unpleasant act in form of humiliating, insulting or attacking personal body parts, sexual orientation or reproductive function, both verbally and non-verbally. These unpleasant acts can be experienced by men or women and bring negative impact on the psychological and physical development of the victim. Based on data, women are more prone to become the victim of sexual harassment. This quantitative descriptive study aims to determine the level of sexual harassment against women in Banda Aceh. The researcher used survey method. Involved respondents are women aged 13-25 years old who live in Banda Aceh and had experienced sexual harassment at least by whistling. The quota sampling technique used to collect respondents as many as 204 women. Collecting data done by using a questionnaire technique referring to the Stranger Harassment Index scale (α = 0.85), the data were analyzed by using the crosstab and chi-square tests. The result shows that the level of sexual harassment against women in Banda Aceh is at low level or whistling action. The results of the crosstab and chi-square test analysis shows that the age demographic variable (asymp.sig 2 side 0.008) contribute to sexual harassment behavior. The result shows that the level of sexual harassment against women in Banda Aceh was at a low level, or at the act of whistling or other meaningful stares. Recommendation is addressed to the Office of Women’s Empowerment and Child Protection as an agency that protect women and children rights and to other social institutions that care about women’s protection.

Keywords: Sexual Harassment, Women, Level

Abstrak

Pelecehan seksual dapat dipahami sebagai perbuatan tidak menyenangkan berupa sikap merendahkan, menghina atau menyerang bagian tubuh, orientasi seksual atau fungsi reproduksi seseorang baik secara verbal maupun non verbal. Perbuatan tidak menyenangkan ini dapat dialami laki-laki ataupun perempuan dan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan psikis dan fisik korban. Berdasarkan data, perempuan lebih rawan menjadi korban pelecehan seksual. Penelitian deskriptif kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pelecehan seksual pada perempuan di Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah survey.

Responden melibatkan perempuan usia 13-25 tahun berdomisili di Banda Aceh dan pernah mengalami pelecehan seksual minimal disiuli (cat calling). Teknik quota sampling untuk menjaring responden, ditetapkan sebanyak 204 orang perempuan. Pengumpulan data menggunakan teknik kuisioner mengacu skala stranger harassment index (α=0,85), data diolah dan dianalisis menggunakan uji crosstab dan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan pelecehan seksual pada perempuan di Banda Aceh berada tingkat rendah, dan frekuensi perilaku memiliki perbedaan. Hasil analisis uji crosstab dan chi-square, diketahui variabel demografi usia (asymp.sig 2 side 0.008) memiliki kontribusi pada perilaku pelecehan seksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pelecehan seksual terhadap perempuan di Banda Aceh berada pada tingkat rendah yakni pada perbuatan memberi siulan atau tatapan bermakna lain.

Rekomendasi ditujukan kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai instansi yang memiliki peranan melindungi hak perempuan dan anak seperti serta lembaga sosial lain yang peduli pada perlindungan perempuan..

Kata Kunci: Pelecehan Seksual, Perempuan, Tingkat

(2)

PENDAHULUAN

Kasus kekerasan terhadap perempuan diberbagai negara menjadi permasalahan yang sangat memprihatinkan. United Nations Entity for Gender Equality and Empowerment of Women memperkirakan 35% perempuan diberbagai negara pernah mengalami kekerasan secara fisik atau seksual, penelitian oleh UNWomen pada skala nasional menunjukkan 70% perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual.

Bentuk dari kekerasan fisik atau seksual tersebut dialami sangat beragam sehingga berdampak pada keadaan psikologis (Sen, Borges, Guallar, &

Cochran, 2018).

Di Indonesia khususnya, pada tahun 2017 terdapat kasus kekerasan seksual yang ditangani dan dilaporkan sebanyak 384.446 kasus, kebanyakan korban merupakan perempuan (Siaran Pers Komisi Nasional Perempuan, 2017).

Data yang dirangkum oleh Komisi Nasional Perempuan mengkategorikan kekerasan terhadap perempuan dalam 3 ranah, yaitu; ranah negara (pelaku merupakan aparatur negara dalam kapasitas tugas), ranah public atau komunitas dan ranah personal atau privasi. Studi ini berfokus pada ranah publik atau komunitas. Ranah publik atau komunitas dilakukan oleh pelaku yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah maupun perkawinan dengan korban (Catatan tahunan, 2018). Secara spesifik, kasus dalam ranah publik atau komunitas dibagi menjadi empat jenis dengan berbagai bentuk perilaku. Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut,

Tabel 1.

Pembagian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan pada Ranah Publik/Komunitas Jenis Kekerasan Bentuk Kekerasan

Seksual Pencabulan

Perkosaan

Percobaan perkosaan Persetubuhan Pelecehan seksual Pornografi

Kekerasan seksual lain Kekerasan tempat kerja

Psikis Pengancaman

Kekerasan fisik

Fisik

Penganiayaan Pemukulan Pembunuhan Kekerasan fisik lain Ekonomi Eksploitasi ekonomi lainnya Trafiking

Buruh Migran

Sumber: CATAHU Komnas Perempuan, 2018 Berdasarkan tabel 1 diatas, menggambarkan jenis kekerasan seksual bentuknya lebih kompleks daripada jenis kekerasan fisik, psikis ekonomi dan kategori lainnya. Sementara itu, Komisi Nasional Perempuan mengumpulkan data terkait dengan pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi.

Data pelecehan seksual dalam skala nasional yang terjadi selama tahun 2014 – Mei 2019 dapat dilihat pada tabel berikut,

Tabel 2.

Kasus Pelecehan Seksual Tahun 2014-2019 di Indonesia

Tahun Jumlah Kasus

2014 249

2015 184

2016 231

2017 Tidak tersedia data terkait

2018 708

2019 394

Sumber : CATAHU Komnas Perempuan, 2019 Berdasarkan data pada tabel 2 diatas, terdapat data berkaitan dengan pelecehan seksual yang terjadi diwilayah Aceh, khususnya kota Banda Aceh. Data tersebut menyebutkan, bahwa tahun 2018 terjadi kasus pelecehan seksual terbanyak selama periode tahun 2014-2019 yaitu sebanyak 708 kasus sedangkan selain tahun tersebut kasus tidak sebanyak di tahun 2018 namun demikian di tahun 2017 tidak terdapat data terkait.

Banda Aceh merupakan salah satu kabupaten yang menjadi ibu kota Provinsi Nanggro Aceh Darusalam dan menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Sejak bencana tsunami tahun 2004, Banda Aceh mulai padat dikunjungi oleh pendatang baru (Arif, Fauza, Hasan, dkk, 2006).

(3)

Seiring dengan bertambahnya kepadatan tersebut, berbagai macam pemasalahan sosial juga sudah sering terjadi, salah satu permasalahan sosial terkait dengan meningkatnya angka pelecehan seksual yang dialami perempuan.

Kajian dari studi-studi terdahulu, menyebutkan bahwa perilaku pelecehan seksual sangat luas, tidak hanya berkaitan dengan sentuhan fisik namun juga meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seksual, humor yang bersifat pornografi, colekan, tepukan atau sentuhan dibagian tubuh tertentu, gerakan dan isyarat yang bernuansa seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga permerkosaan (Sulandjari, 2017).

Menariknya, berbagai bentuk dari pelecehan seksual yang sangat sering terjadi di tempat umum ditanggapi sebagai perilaku yang normal dalam kehidupan sosial (Oshynko, 2002), namun pada kenyataannya perilaku tersebut secara keseluruhan memiliki tujuan untuk membentuk intimidasi dan menyebabkan ketidaknyamanan sehingga dianggap sebagai perilaku yang melanggar hukum yang lebih dikenal dengan quid pro qou yang menyebabkan lingkungan bermusuhan (Myrtle, Mary, & Jennifer, 2002).

Intimidasi yang menimbulkan ketidak- nyamanan tidak semata-mata terjadi begitu saja.

Quick dan Mcfadyen (2017) menegaskan bahwa berbagai bentuk dari intimidasi dipengaruhi oleh stigma sosial, bias gender dan bias stereotipe.

Sementara itu, studi terdahulu juga menemukan bahwa intimidasi berupa bentuk dari pelecehan seksual dipengaruhi oleh budaya patriarki yang terlihat dari ketidakseimbangan kekuasaan serta status antara laki-laki dan perempuan (Mellgren

& Ivert, 2018) sehingga kerentanan perempuan terhadap problematika sosial semakin bertambah khususnya pada perempuan yang berusia muda (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018).

Dampak yang ditimbulkan dari perilaku pelecehan seksual sangat beragam. Fitzgerald dan Bailey (1988) menemukan bahwa pelecehan seksual memberikan dampak pada fisik berupa sakit kepala, sakit punggung, mual, penurunan berat badan ataupun penambahan berat badan serta reaksi psikologis seperti insomnia, depresi

dan kegugupan. Houle, Staff, Mortimer, Uggen, dan Blackstone (2011) menambahkan terdapat berbagai reaksi yang menjadi pemicu terjadinya stres dan depresi. Dampak negatif pada suasana hati, gangguan alkohol, harga diri yang rendah (Keplinger, dkk, 2019), kecemasan, gejala somatik (Hosang & Bhui, 2018), gangguan makan, penyalahgunaan narkoba, kelelahan dan mengarah pada post traumatic stress (PTS) (Quick

& Mcfadyen, 2017). Quick dan Mcfadyen, (2017) menjelaskan bahwa perempuan yang mengalami pelecehan seksual berulang dan memiliki riwayat post traumatic stress maka kemungkinan semakin tinggi tingkat depresi yang dirasakan. Sehingga hal tersebut secara berkala akan membuat rasa emosional menjadi tumpul serta lebih mudah mengekspresikan kemarahan juga merasa jijik pada diri sendiri serta mengakibatkan tingkat kebahagiaan yang lebih rendah.

Melihat penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengalaman pelecehan seksual memberikan dampak yang cukup serius baik secara fisik maupun dampak terhadap keadaan psikologis individu. Oleh karena itu tentunya, permasalahan pelecehan seksual menjadi sangat penting untuk diteliti karena memiliki permasalahan yang sangat kompleks dalam kehidupan sosial.

Hal tersebut mendorong peneliti untuk menelaah dan mengidentifikasi tingkat pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan di usia muda.

Rumusan permasalahan bagaimana identifikasi tingkat pelecehan seksual pada perempuan.

Tujuan untuk mengidentifikasi tingkat pelecehan seksual pada perempuan. Manfaat hasil penelitian dapat dijadikan rujukan untuk mengkaji kembali bentuk pelecehan seksual secara lebih spesifik sehingga dapat membantu berbagai pihak untuk melakukan pengembangan dan meningkatkan keamanan serta kenyamanan pada perempuan dalam kehidupan sosial

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang menggunakan metode rancang survei. Rancangan survei merupakan pendeskripsian secara kuantitatif berupa angka- angka kecenderungan, perilaku, atau opini dari suatu populasi dengan meneliti dan melakukan

(4)

generalisasi atau klaim terkait sampel populasi tersebut (Creswell, 2013). Lokasi penelitian berada di wilayah Banda Aceh dengan alasan keterbatasan yang dimiliki untuk menjangkau wilayah yang lebih luas dapat dikatakan sebagai representatif Aceh.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perempuan yang berdomisili di Banda Aceh, sementara penentuan sampel menggunakan teknik kuota sampling, karena tidak diketahui jumlah pasti perempuan yang memiliki pengalaman pelecehan seksual. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah, perempuan yang mengalami pengalaman pelecehan seksual (minimal disiuli berdasarkan bentuk pelecehan seksual terendah pada skala SHI), berdomisili di Banda Aceh (permanen maupun temporer), dan bersedia menjadi reponden. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik kuota sampling, karena tidak diketahui jumlah pasti perempuan yang memiliki pengalaman pelecehan seksual yang berada di Aceh khususnya di Banda Aceh . Quota sampling yaitu pengambilan sampel yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2013). Berdasarkan karakteristik penelitian, peneliti berhasil mengumpulkan sebanyak 204 subjek penelitian.

Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner dengan mengacu pada skala Stranger Harassment Index (SHI) yang disusun oleh Fairchild dan Rudman (2008). Skala Stranger Harassment Index (SHI) terdiri atas 18 pertanyaan yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu stranger harassment index- experiences dan stranger harassment index- frequenc.

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis Crosstab dan teknik Chi-Square Test for Indepedence. Data yang telah dikumpulkan ditabulasi dan kemudian diolah dengan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS) ver. 21.0 for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini melibatkan 204 responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Data demografi subjek dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.

Data Demografi Subjek Penelitian Deskripsi N Persentase (%) Total Usia

13-17 tahun 18-25 tahun

32 172

15,7 83,4

100%

Pendidikan terakhir SD-SMA D1-S3

159 45

77,9 22,1

100%

Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Pelajar dan Mahasiswa

14 14 176

6,9 6,9 86,3

100%

Status Pernikahan Menikah dan janda Belum Menikah

6

198

2,9

97,1

100%

Pengalaman seksual Terdapat 1 pengalaman pelecehan seksual

>1 Pengalaman pelecehan seksual

172

32

84,3

15,7

100%

Sumber: Hasil analisis data Statistical Product and Service Solution (SPSS) ver. 21.0

for Windows

Berdasarkan hasil pengkategorian tingkat pelecehan seksual, secara lebih rinci menunjukkan bahwa pelecehan seksual yang dialami responden dari tabel 3 di atas menunjukkan kategori usia 13- 17 tahun berada pada pelecehan seksual yang tergolong pada kategori rendah yang dialami sebanyak 32 orang (15.9%), responden yang berada pada usia 18-25 tahun pelecehan seksual yang tergolong pada kategori rendah sebanyak 172 orang (83,4%). Ditinjau pada tingkat pendidikan SD- SMA ditemukan sebanyak 159 orang (77,9%) yang berada pada kategori rendah, D1-S3 ditemukan sebanyak 45 orang (22,1%) yang berada pada pelecehan seksual dengan kategori rendah. Pada status pekerjaan, terdapat sebanyak 14 orang (6,9%) responden yang berstatus sebagai pekerja berada pada kategori pelecehan rendah,sebanyak 14 orang (6,9%) tidak bekerja berada pada kategori pelecehan seksual yang tergolong rendah, subjek

(5)

yang berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa berada pada ketegori pelecehan seksual yang tergolong rendah sebanyak 176 orang (86,3%).

Berikutnya, pada status pernikahan ditemukan sebanyak 6 orang (2,9%) yang berstatus janda dan menikah berada pada pelecehan seksual yang tergolong pada kategori rendah, adapun sebanyak 198 orang (97,1%) yang belum menikah berada pada kategori pelecehan seksual yang rendah. Responden yang tergolong dalam kategori tinggi yaitu berusia 22 tahun (0,5%), pendidikan terakhir SMA (0,5%), tidak bekerja (0,5%) dan belum menikah (0,5%) sebanyak satu orang

Peneliti, selanjutnya melakukan analisis secara dekriptif guna melihat data hipotetik dan data empirik dari variabel tingkat pelecehan seksual.

Hasil analisis data deskriptif menunjukkan data hipotetik bahwa variabel pelecehan seksual memiliki skor jawaban minimal adalah 0, skor maksimal adalah 45, rata-rata 22,5 dan standar deviasi 7,5 sedangkan pada data empirik menunjukkan skor minimal 0, skor maksimal 35, rata-rata 7,10 dan standar deviasi 5,83.

Hasil deskriptif data tersebut dijadikan sebagai batasan dalam pengkategorian tingkat pelecehan seksual pada perempuan karena Skala Stranger Harassment Index (SHI) secara keseluruhan hanya menetapkan perolehan skor total mulai dari 0-45 sehingga peneliti menggunakan rumus penentu rentang tingkat berdasarkan Azwar (2010). Adapun rumus yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4.

Rumus Statistik Tingkat Pelecehan Seksual

Kategori Rumus Total

Subjek Persentase Tinggi M + 1 SD < X

30 < X 1 0.5%

Sedang M – 1 SD < X M + 1SD 15 < X < 22,5 + 7,5 15 < X < 30

13 6.4%

Rendah X < M – 1 SD X < 22,5 – 1 (7,5) X < 15

190 93.1%

Sumber: Penyusunan Skala Psikologi.

Persentase dari tiga kategori tingkat pelecehan seksual berdasarkan rumus statistik

Azwar (2010) dibagi menjadi kategori tinggi, sedang dan rendah. Peneliti dalam kaitan ini sebatas menggunakan kategori tinggi dan rendah.

Kondisi tersebut berdasar pertimbangan untuk menyesuaikan dengan keperluan dalam penelitian serta acuan dari skala yang digunakan.

Peneliti melakukan analisis deskriptif frekuensi dengan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS) ver. 21.0 for Windows yang menunjukkan hasil persentase tertinggi dalam setahun sekali pada perilaku tekanan atau paksaan halus untuk bekerja sama secara seksual sebanyak 67,6%, diikuti dengan frekuensi 2-4 kali sebulan ditunjukkan melalui perilaku digoda, dikomentari atau dipanggil dengan makna seksual yaitu sebanyak 12,3%. Perilaku disiuli ataupun mendapat tatapan bermakna lain ditunjukkan sebanyak 8,3 %.

Berdasar data tersebut, selanjutnya dilakukan Analisis Chi-square bertujuan untuk mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya. Proses pengujian pada penelitian ini dilakukan guna melihat hubungan variabel-variabel demografi terhadap tingkat pelecehan seksual yang mana sebelumnya peneliti terlebih dahulu melakukan kategorisasi terhadap 204 responden. Tahap berikutnya peneliti melakukan analisis Chi-Square dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.

Analisis Chi-square Pelecehan seksual berdasarkan data demografi subje

*P<0,05 = signifikan NO Deskripsi

Pelecehan seksual Value

Continuity correction

Asymp.Sig (2-Sided) 1

2 3 4

Usia

Pendidikan terakhir Status

Jenis Pelecehan seksual

7,061 3,349 0,000 2,432

,008 ,110 1,000

,296

Sumber: Hasil analisis data Statistical Product and Service Solution (SPSS) ver. 21.0 for Windows.

Secara keseluruhan, penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan. Berdasarkan data yang dikumpulkan dan dilakukan analisis menunjukkan bahwa tingkat pelecehan seksual pada perempuan

(6)

berada pada tingkat rendah yang artinya bahwa pengalaman pelecehan seksual yang dirasakan tidak sering. Khususnya pada dimensi tekanan seksual, hasil persentase yang diperoleh pada frekuensi 2-4 kali perbulan responden sama sekali tidak pernah mengalami pengalaman pelecehan seksual. Hal ini memperlihatkan bahwa perempuan yang berdomisili di Banda Aceh sangat jarang menerima perilaku pelecehan seksual dalam bentuk tekanan seksual namun perilaku yang sangat sering dirasakan yaitu terkait dengan frekuensi yang rendah terhadap perilaku verbal.

Goldstein, Malanchuck, Davis-Kean &

Eccles (2007) menghubungkan dengan hal di atas mengemukakan, bahwa perempuan Eropa-Amerika yang mengaku pernah mengalami pelecehan seksual dengan berbagai jenis perilaku yang dialami berada pada tingkat rendah dibandingkan dengan perempuan Afrika. Hal tersebut mengisyaratkan meskipun fenomena pelecehan seksual telah diamati pada periode sejarah yang berbeda dan di wilayah geografis yang berbeda, akan terdapat tingkat pelecehan seksual yang sangat bervariasi (Gadfldi, Maass & Cadinu, 2013). Luthar & Luthar (2007) menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi akibat adanya norma dan nilai yang diterapkan dalam masyarakat sehingga ada perbedaan respon yang ditampilkan setiap individu dalam menanggapi berbagai bentuk pelecehan seksual. Luthar &

Luthar (2007) kembali menjelaskan bahwa konsep tersebut menjadi komponen kunci dari tingkat pelecehan seksual yang sangat bervariasi pada suatu kelompok dengan latar belakang budaya yang berbeda.

Hasil analisis frekuensi pada penelitian inipun menunjukkan bahwa terdapat tiga frekuensi yang di analisis dengan persentase dan perilaku yang berbeda, yaitu terkait dengan frekuensi yang dirasakan selama setahun sekali. Perilaku pelecehan seksual yang muncul pada frekuensi tersebut didominasi oleh perilaku pelecehan seksual berupa mengalami tekanan atau paksaan halus untuk bekerja sama secara seksual, pada frekuensi 2-4 kali perbulan ditemukan bentuk perilaku pelecehan seksual dalam bentuk digoda, dikomentari, atau dipanggil dengan makna seksual dan pada frekuensi terakhir yaitu frekuensi yang dirasakan sehari-hari bentuk perilaku yang muncul

terkait dengan perilaku disiuli ataupun mendapat tatapan bermakna lain.

Sejalan dengan hasil analisis tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Montemurro (2003) menemukan hal serupa bahwa insiden dari pelecehan seksual yang sangat sering dirasakan berkaitan dengan perilaku verbal mulai dari godaan seksual tanpa diundang hingga penampilan atau gerakan tubuh yang sugestif hingga persentase terendah yang dirasakan yaitu berkaitan dengan sentuhan seksual yang tidak pantas, tekanan untuk kencan serta permintaan khusus untuk bantuan seksual.

Philips, Webber, Imbeau, Quaife, Hagan, Maar dan Abourbih (2019) hasil penelitian yang dilakukan juga lebih menguatkan dengan menemukan sebagian dari korban pelecehan seksual merupakan perempuan dengan mengalami bentuk pelecehan verbal seperti ucapan yang tidak pantas dan perilaku yang bersifat sugestif. Senada dengan permasalahan tersebut Proctor, Patchin

& Hinduja (2008) menemukan bahwa pelecehan seksual banyak dialami oleh perempuan saat usia remaja dengan bentuk pelecehan seksual secara verbal dilakukan oleh teman sebaya dan orang yang tidak dikenal.

Hasil analisis Chi-square pula penelitian ini menemukan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terjadinya perilaku pelecehan seksual. Meza-de-Luna & Garcia- Falconi (2015) menandaskan, bahwa pelecehan seksual sangat sering dirasakan oleh perempuan dengan usia muda yang merupakan kelompok usia remaja.

Sementara itu, Heino, Savioja, Frojd dan Marttunen (2018) menemukan bahwa pengalaman pelecehan seksual sangat sering dirasakan pada usia muda dengan berbagai bentuk yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam melakukan kegiatan sosial. Hakikatnya pada masa remaja mempunyai kecenderungan berperilaku menerima semua respon dari lingkungan semakin cepat karena keinginantahuannya sangat besar (Schnoll, Connolly, Josephson, Pepler & Simkinstrong, 2015). Kondisi ini menyiratkan, bahwa pada usia muda atau remaja lebih cepat untuk menerima respon bahkan yang bersifat negatif. Berkait

(7)

dengan hal tersebut Philips, Webber, Imbeau, dkk (2019) menyatakan bahwa pelecehan seksual berkaitan erat dengan usia. Usia dianggap sebagai faktor penentu cara individu menanggapi berbagai persoalan, terutama menanggapi stimulus dari lingkungan. Banyak kasus pelecehan seksual ditemukan dialami sebelum perempuan memasuki usia dewasa. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya perilaku aktif dan pasif saat individu merespon suatu stimulus dari lingkungan.

Peneliti menyadari proses penelitian ini tidak lepas dari banyaknya keterbatasan yang peneliti alami, mulai dari subjek yang tidak mengisi data demografi secara lengkap sehingga banyak kuisioner yang tidak dapat digunakan (tidak memenuhi kriteria penelitian) dan berdampak pada analisis data serta hasil penelitian.

Peneliti menyadari karena penelitian ini merupakan isu sensitif yang dianggap sangat tabu untuk diteliti di wilayah Aceh. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini terdapat ketimpangan, khususnya pada skala yang mengukur frekuensi dimana frekuensi yang diukur memiliki rentang atau jarak yang sangat jauh dari frekuensi satu dengan lainnya. Alat ukur pada penelitian ini tidak memiliki kategorisasi yang jelas, khususnya pada perolehan skor batasan terendah sehingga sangat membingungkan pada saat proses skoring. Tema tentang pelecehan seksual yang diangkat pada penelitian ini merupakan isu sensitif dan sangat sering terjadi, sehingga perlu kehati-hatian.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut. Pengalaman pelecehan seksual pada perempuan yang berdomisili di Banda Aceh pada tingkat rendah, artinya pengalaman seksual dirasakan tidak sering.

Jenis perilaku pelecehan seksual yang dialami perempuan berkaitan dengan perilaku pelecehan seksual verbal baik berupa perilaku disiuli maupun mendapat tatapan bermakna lain (berkonotasi seksual). Hasil analisis Chi Square menunjukkan variabel demografi yang berkontribusi terhadap tingkat pelecehan seksual yaitu usia. Hal ini dapat diartikan bahwa jenis pelecehan seksual sangat dipengaruhi oleh usia korban.

Berdasarkan kesimpulan maka rekomendasi yang diajukan yaitu pertama, kepada instansi yang bergerak pada ranah sosial khususnya yang memberikan perlindungan pada perempuan seperti dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan lembaga sosial yang peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak agar berperan aktif dalam mencegah atau melindungi perempuan agar terhindar dari pelecehan seksual. Kedua, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk mengkaji kembali bentuk pelecehan seksual secara lebih spesifik sehingga dapat membantu berbagai pihak untuk melakukan pengembangan dan meningkatkan keamanan serta kenyamanan pada perempuan dalam kehidupan sosial

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing skripsi, dosen penguji Dewan Penguji Etika Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran yang telah memberikan banyak masukan positif sehingga penelitian ini selesai dilaksanakan dan terimakasih pula kepada Civitas Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala yang sudah membantu proses administrasi yang sangat baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arif, A. A., Fauzan, A., Hasan, A., Azhari., Syahrizal, Farza, K. J., Fasya, K. T., Sw1, W., Wiratmamadinata, Satria, I., Mulyana, E., Mustari, D., Ronnie, D., Djamil, N., Idris, N.,

& Idria, R. (2006). Aceh Serambi Martabat.

Jakarta: Kotakitaperss

Creswell, J. W. (2013). Research Design:

Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fairchild, K. & Rudman, A. L.(2008). Everyday Stranger Harassment and Women’s Objectification. 21:338-357, doi : 10.1007/

s11211-008-0073-0

Fitzgerald, L. F., Gelfand, M. J., & Drasgow, F.

(1998). Measuring Sexual Harassment:

Theoretical and Psychometric Advances.

17(4), 425–445.

(8)

Galdi, S. Maass, A., & Cadinu, M. (2013). Objectifying Medai: Their Effect on Gender Role Norms and Sexual Harassment Of Women.

Psychology of women Quarterly, 38 (3). 398- 413, doi : 10.1177/0361684313515185 Goldstein, E. S, Malanchuck, O, Davis-Kean, E. P, &

Eccles, S. J. (2007). Risk factors of Sexual Harassment by Peers : A longitudinal Investigation of African American and European American Adolescents. Wiley Online Library. 77(2). 285-300. Doi: doi.

org/10.1111/j.1532-7795.2007.00523.x Heino-Kaltiala, R. Savioja, H. Frojd, S. & Marttunen,

M. (2018). Experiences of sexual harassment are associated with the sexual behavior of 14- to 18-year-old adolescents.

Elsevier. 77, 46-57. doi : 10.1016/j.

chiabu.2017.12.014

Hosang, G. M., & Bhui, K. (2018). Gender discrimination, victimisation and women’s mental health. British Journal of Psychiatry, 213(6), 682–684. https://doi.org/10.1192/

bjp.2018.244Houle, J. N., Staff, J., Mortimer, J. T., Uggen, C., & Blackstone, A.

(2011). The Impact of Sexual Harassment on Depressive Symptoms during the Early Occupational Career. Society and Mental Health, 1(2), 89–105. https://doi.

org/10.1177/2156869311416827

Houle, N. J. Jeremy, S. Mortimer, T. J. Uggen, C. & Blackstone, A. (2011). The Impact of Sexual Harassment on Depressive symptoms during the early occupational career. Society and Mental Health, (1) 89- 105

Keplinger, K., Johnson, S. K., Kirk, J. F., & Barnes, L. Y. (2019). Women at work: Changes in sexual harassment between September 2016 and September 2018. Plos One, 14(7), e0218313. https://doi.org/10.1371/

journal.pone.0218313

Komnas perempuan. (2018). Catatan tahunan 2018.

Diakeses pada tanggal 30 November 2018 melalui https://www.komnasperempuan.

go.id/

Luthar, H., & Luthar, V. (2007). A theoretical framework explaining cross-cultural sexual harassment: integrating Hofstede and Schwatz. Journal of Labor Research, 288, 169-188

Laporan tahunan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Perlindungan. (2018).

Laporan tahunan p2tp2a rumoh putroe aceh. (2).

Mellgren, C., & Ivert, A. (2018). Is Women ’ s Fear of Crime Fear of Sexual Assault ? A Test of the Shadow of Sexual Assault Hypothesis in a Sample of Swedish University Students. 1–17. https://doi.

org/10.1177/1077801218793226

Myrtle, P. B., Mary, E. M., & Jennifer, M. S. (2002).

Discrimination, harassment, and the glass ceiling: Women executives as change agents. Journal of Business Ethics, 37(1), 65. Retrieved from http://proquest.umi.

com/pqdweb?did=117638305&Fmt=7&cli entId=15403&RQT=309&VName=PQD Oshynko, N. A. (2002). No safe place: The

Legal Regulation of Street Harassment.

Vancouver, Canada: The University of British Columbia

Phillips, P, S. Webber, J. Imbeau, S. Quaife, T.

Hagan, D. Maar, M. & Abourbih. J. (2019).

Sexual Harassment Of Canadian Medical Students: A National Survey. ScienceDirect.

7, 15-20. doi: 10.1016/j.eclim.2019.01.008 Quick, J. C., & Mcfadyen, M. A. (2017). Sexual

Harassment : Have We Made Any Progress ? 22(3), 286–298.

Siaran Pers Komisi Nasional Perempuan (CATAHU). (2017). Labirin kekerasan terhadap perempuan: Dari Gang Rape hingga femicide, Alam bagi negara untuk bertindak tepat. KOMNAS PEREMPUAN Sen, P. Borges, E. Guallar, E., & Cochran, J. (2018).

Towords an end to sexual harassment: The urgency and nature of change in the era of

#MeToo. UnWomen

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kualitatif, kuantitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Sulandjari, R. (2017). Literasi media sebagai pengantisipasi pelecehan seksual pada Anak dan Remaja (studi kasus di Kelurahan Pundakpayung Kecamatan Banyumanik Kotamadia Semarang). Majalah Ilmiah Inspiratif, 2 (3)

Referensi

Dokumen terkait

Benturan tersebut antara pengaturan mengenai syarat tidak pernah dinyatakan pailit yang terdapat pada pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Kecamatan Luas Mina Padi (Ha.) Karper Produksi (Kw.) Nilai (Ribu Rp) 257 Temanggung Dalam Angka Tahun

Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian tersebut adalah Standar akuntansi pemerintah tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja secara langsung, sedang kualitas

Väritys jatkuu samana. Kuvan tun- nelma on muuttunut yllättyneeksi, hämmentyneeksi, pelokkaaksi ja vi- haiseksi. Halise näyttää yllättyneeltä, Heinähattu vihaiselta, Helga hieman

Operating Assets Turnover area Lintasarta yang tertinggi adalah pada tahun 2010 sebesar 1.90 kali, artinya menunjukkan tingkat efektifitas operasional Lintasarta

Pada lokasi kajian dapat dilihat bahwa faktor angin lebih dominan menentkan arah arus dibandingkan dengan pasang surut, hal ini sangat wajar terjadi karena

Kewajiban keuangan Perusahaan dan anak perusahaan diklasifikasi sebagai kewajiban keuangan yang pada awalnya dinilai berdasarkan nilai wajar, setelah dikurangi biaya transaksi,

Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap kinerja UNNES yang mencakup aspek teknis, adminstrasi, dan pengelola kegiatan atau program pendidikan UNNES. Pemantauan dan evaluasi pada