• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PERKEMBANGAN KOGNITIF DALAM MENGENAL ANGKA MELALUI MEDIA PUZZLE PADA ANAK KELOMPOK A TK NEGERI PEMBINA MATANGNGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENINGKATAN PERKEMBANGAN KOGNITIF DALAM MENGENAL ANGKA MELALUI MEDIA PUZZLE PADA ANAK KELOMPOK A TK NEGERI PEMBINA MATANGNGA"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN PERKEMBANGAN KOGNITIF DALAM MENGENAL ANGKA MELALUI MEDIA PUZZLE PADA ANAK KELOMPOK A

TK NEGERI PEMBINA MATANGNGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh NURRAHMA 105451104316

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI 2021

(2)

ii

(3)

iii iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO:

Rasulullah SAW bersabda:

ْ نَم َْدا َرَأ اَي نُّدلا ْ ه يَلَعَف ْ م ل ع لا ب, ْ نَم َو َْداَرَأ َْة َر خَلأا ْ ه يَلَعَف ْ م ل ع لا ب, ْ نَم َو اَمُهَداَرَأ ْ ه يَلَعَف ْ م ل ع لا ب

“Barang siapa menginginkan kebahagian dunia, maka tuntutlah ilmu dan barang siapa yang ingin kebahagian akhirat, tuntulah ilmu dan barangsiapa yang menginginkan keduanya, tuntutlah ilmu pengetahuan”.

PERSEMBAHAN:

Segala perjuangan saya hingga titik ini saya persembahkan pada dua orang paling berharga dalam hidup saya. Hidup menjadi begitu mudah dan lancar ketika kita memiliki orang tua yang lebih memahami kita dari pada diri kita sendiri. Terima kasih telah menjadi orang tua yang sempurna.

vi

(7)

ABSTRAK

Nurrahma. 2021. Peningkatan Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Angka Melalui Media Puzzle pada Anak Kelompok A Tk Negeri Pembina Matangnga.

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Baharullah dan Pembimbing II Intisari.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek dalam penelitian ini adalah anak didik kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga yang berjumlah 15 anak didik dan 2 orang guru. Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilakukan dalam 2 (dua) siklus, yaitu setiap siklusnya diadakan 2 (dua) kali pertemuan. Serta tiap siklus mempunyai 4 tahapan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data penelitian menggunakan observasi, tes dan dokumentasi. Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Melalui penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan media puzzle angka di TK Negeri Pembina Matangnga efektif dapat meningkatkan kemampuan mengenal angka bagi anak, kualitas proses pembelajaran yang semakin meningkat yang disajikan oleh pendidik, konsentrasi peserta didik terhadap pelajaran semakin mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Kata Kunci: Media puzzle, Perkembangan kognitif

vii

(8)

KATA PENGANTAR

ِِمْيِحَّرلاِ ِنَمْحَّرلاِِهّللاِ ِمْسِب

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul Peningkatan Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Angka Melalui Media Puzzle pada Anak Kelompok A Tk Negeri Pembina Matangnga. Ini untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Pendidikan Guru Anak Usia Dini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Irsan dan Ibunda yang kusayangi Yunisra yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, kesehatan, karunia dan keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Dr. Baharullah, M,Pd selaku Pembimbing I dan Ibu Intisari, S.Pd, M.Pd selaku

Pembimbing II yang telah membantu penulisan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., bapak Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, serta bapak Tasrif Akib, S.Pd, M.Pd selaku ketua Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini serta seluruh dosen dan para staf pegawai lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah

viii

(9)

membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Amiin.

Makassar, 18 Januari 2021

Nurrahma

ix

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PRJANJIAN ... v

MOTO DAN PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Teoritis ... 7

B. Kerangka Pikir. ... 23

C. Hipotesis Tindakan ... 25

x

(11)

BAB III METODE PENELITIAN... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Fokus Penelitian ... 26

C. Setting Penelitian ... 27

D. Desain Penelitian ... 27

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Hasil penelitian ... 34

B. Pembahasan... 48

BAB V PENUTUP ... 52

A.Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

RIWAYAT HIDUP ... 105

xi

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 3.1 Kriteria Indikator Keberhasilan... 33

xii

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir... 25 Gambar 3.1 Alur Penelitian... 28

xiii

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 ... 56

Lampiran 2 ... 57

Lampiran 3 ... 65

Lampiran 4 ... 67

Lampiran 5 ... 68

Lampiran 6 ... 72

Lampiran 7 ... 80

Lampiran 8 ... 82

Lampiran 9 ... 90

Lampiran 10 ... 91

Lampiran 11 ... 92

Lampiran 12 ... 93

Lampiran 13 ... 95

Lampiran 14... ... 105

xiv

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SIKDIKNAS bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Anak usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun. Beberapa orang menyebut fase atau masa ini sebagai golden age, karena masa ini sangat menentukan seperti apa mereka kelak jika dewasa, baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan. Pada usia ini anak memiliki kemampuan kognitif yang harus dikembangkan. Adapun dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah “suatu upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan anak usia dini”.

Taman kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia 4-6 tahun untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak lahir sehingga anak dapat

(16)

berkembang secara wajar sesuai dengan tahap usianya. Melalui pembelajaran di taman kanak-kanak diharapkan anak tidak hanya siap untuk memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar, tetapi yang lebih utama agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan fisik motorik, intelektual, nilai agama dan moral, sosial dan emosional sesuai dengan tingkat usianya karena dalam kegiatan belajar ada tujuan yang akan dicapai. Tujuan program kegiatan belajar anak taman kanak- kanak adalah untuk membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

Program pendidikan anak usia dini direncanakan, dikembangkan, dikelola dan dievaluasi dengan model dan pendekatan yang sangat khusus disesuaikan dengan karakteristik subyek didiknya dalam hal ini anak. Program pendidikan anak yang dirancang secara khusus ini tentu membutuhkan pemahaman yang luas dan utuh dari para guru sehingga kesalahan-kesalahan yang sering terjadi misalnya guru menganggap bahwa program pendidikan untuk siapa saja intinya sama, tidak terjadi lagi. Melalui program pendidikan yang dirancang dengan baik, anak akan mampu mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya, baik dari aspek fisik, sosial, moral, emosi, kepribadian kognitifnya.

Salah satu bidang pengembangan yang dilakukan di TK adalah aspek pengembangan kognitif. Depdiknas (2007: 1) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bertujuan agar anak mampu mengelolah perolehan belajarnya, menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah,

(17)

mengembangkan kemampuan logika-matematika, pengetahuan ruang dan waktu, kemampuan memilah dan mengelompokkan dan persiapan pengembangan kemampuan berfikir teliti.

Strategi kognitif diperlukan dalam memperoleh hasil maksimal dari keseluruhan perilaku kognitif sebagai awal dan inti dari perilaku individu secara keseluruhan. Dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran strategi kognitif merupakan berbagai strategi kegiatan pembelajaran agar para pembelajar secara aktif mendapatkan hasil pembelajaran secara efektif dan optimal (Surya, 2016: 1).

Pengenalan angka sangat penting dikuasai oleh anak, sebab anak menjadi dasar bagi penguasaan konsep-konsep matematika selanjutnya dijenjang pendidikan berikutnya. Untuk menyatakan suatu bilangan dinotasikan dengan lambang bilangan yang disebut angka. Ketika kegiatan pembelajaran mengenal lambang bilangan, guru seringkali menggunakan buku tulis maupun menuliskannya di papan tulis. Hal tersebut dapat membuat anak menganggap bilangan sebagai rangkaian kata-kata yang tidak bermakna dan pembelajaran mengenal lambang bilangan merupakan hal yang membosankan, sehingga guru harus menggunakan metode serta media yang menarik dan menyenangkan dalam mengenalkan angka tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti di Kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga pada tanggal 13-17 Januari 2020 bahwa perkembangan kognitif anak dalam mengenal angka masih tergolong rendah. Hal ini dilihat anak masih kesulitan untuk membedakan angka 9 dan 6, masih ada

(18)

anak yang kesulitan dalam mengurutkan angka. Hal ini disebabkan pembelajaran yang digunakan masih konvensional yakni pembelajaran masih berpusat pada guru. Dari hasil wawancara dengan guru, faktor lain yang menyebabkan perkembangan kognitif anak dalam mengenal angka masih tergolong adalah guru kurang melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran serta jarangnya penggunaan media-media interaktif dalam pembelajaran di TK Negeri Pembina Matangnga.

Salah satu media pembelajaran yang diharapkan dapat memperbaiki/meningkatkan praktek pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien adalah penggunaan media puzzle. Bermain puzzle adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak untuk memperoleh kesenangan melalui permainan yang dimainkan dengan cara membongkar dan memasang kembali kepingan- kepingan gambar yang telah dipecah menjadi gambar utuh berdasarkan warna maupun bentuknya dapat melatih konsentrasi dan kreativitas anak, sehingga selain bermain anak juga sambil belajar mengenal angka dengan cara yang menyenangkan dan tidak membosankan.

Berkaitan dengan hal itu, penulis terinspirasi mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Meningkatkan Perkembangan Kognitif dalam Mengenal Angka Melalui Media Puzzle pada Anak Kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya,maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan menggunakan media Puzzle dapat meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Bagi peneliti, menjadi masukan bahan meneliti dan mengembangkan peneliti berkaitan dengan meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle.

2. Manfaat praktis

a. Bagi anak didik, dapat meningkatkan kemampuan bagi anak, dapat menumbuhkan semangat dan motivasi antar anak, bersikap positif, aktif dalam belajar, bertanggung jawab serta dapat meningkatkan hasil belajar.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru-guru, khususnya guru taman kanak-kanak dalam

(20)

meningkatkan keterampilan memilih metode pembelajaran yang sesuai dan bervariasi khususnya meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle.

c. Bagi kepala sekolah, sebagai bahan masukan agar mendapat perhatian dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal angka melalui media puzzle.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis

1. Perkembangan Kognitif

a. Pengertian perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berfikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2011: 47) bahwa “kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa”. Sejalan dengan pendapat Minet (Sujiono, 2006) mendefinisikan perkembangan kognitif adalah perkembangan pikiran. Pikiran yang digunakan untuk mengenali, memberi alasan rasional, mengatasi dan memahami kesempatan penting. Pikiran anak mulai aktif sejak lahir, dari hari kehari sepanjang pertumbuhannya. Perkembangan pikirannya, seperti: 1) belajar tentang orang; 2) belajar tentang sesuatu; 3) belajar tentang kemampuan-kemampuan baru; 4) memperoleh banyak ingatan; dan 5) menambah banyak pengalaman sepanjang perkembangannya pikiran anak, maka anak akan menjadi lebih cerdas.

Menurut Solehuddin (Susanto, 2011) secara sederhana berpikir dapat diartikan sebagai kamampuan anak untuk memahami sesuatu konsep, hubungan operasi dan sejenisnya untuk menyelesaikan masalah atau persoalan yang dihadapi. Menurut Piaget (Sujiono, 2006) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif adalah interaksi dari hari kematangan manusia dan pengaruh lingkungan.

(22)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif adalah proses menyatukan informasi yang didapat dari lingkungan dan kematangan anak.

b. Tahapan perkembangan kognitif

Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget (Upton, 2012) dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

1) Tahapan Sensorimotorik (usia 0-2 tahun)

Perkembangan bergantung pada tindakan bayi menggunakan indra-indra dan keterampilan-keterampilan motoriknya untuk menjelajahi dan belajar tentang dunia.

2) Tahapan Praoperasional (usia 2-7 tahun)

Disebut demikian karena anak-anak belum bisa melakukan operasi-operasi mental (tugas-tugas berfikir logis), kendati awal penalaran logis dan berfikir simbolik telah tampak, terutama mendekati akhir tahapan ini.

3) Tahap Operasional Konkret (usia 7-11 tahun)

Anak-anak memahami operasi-operasi mental yang dapat diubah dan dapat mendesenter, seperti ditunjukkan dalam kemampuan mereka untuk mengonservasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan inklusi kelompok dengan benar. Lebih penting lagi mereka dapat memberikan alasan logis untuk jawaban-jawaban mereka.

4) Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun keatas)

Pemikiran menjadi logis pada tahap ini: remaja menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah dan menguji kemungkinan solusi-solusinya dengan cara

(23)

yang sistematis dan terorganisasi sebagai lawan dari cara coba-coba yang menjadi ciri pendekatan anak-anak usia dini.

Tahapan-tahapan di atas selalu dialami oleh setiap anak dan tidak pernah ada yang dilewatinya meskipun tingkat kemampuan anak berbeda-beda. Tahapan meningkat lebih kompleks dari pada masa awal dan kemampuan kognitif bertambah.

c. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah berpikir.

Selain ini perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui pancainderanya, sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk ciptaan tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia ini untuk kepentingan dirinya dan orang lain.

Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif individu ini terjadi perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual/kognitif itu sekitar 90% ditentukan oleh faktor heriditas dan pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan, hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar 80-85%, sedangkan heriditas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap perkembangan intelektual

(24)

individu. Khadijah (2016: 40). Menurut Susanto (2011: 59) ada beberapa faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu:

1)faktor hereditas/keturunan, bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. 2)Faktor Lingkungan, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang masih berhasil belum ada tulisan atau noda sedikit pun.

3)Faktor kematangan tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing, 4)Faktor pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi, 5)faktor minat dan bakat minat mengarahkan pembuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi, 6)faktor kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berfikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia dini adalah:

1) Faktor hereditas yakni kemampuan kognitif anak sudah diturunkan dari orang tua sejak anak dilahirkan.

2) Faktor lingkungan mempengaruhi pengalaman dan pengetahuan yang didapat.

3) Faktor kematangan mencakupi kemampuan fisik maupun psikis.

4) Pembentukan berasal dari sekolah (formal) dan dari pengaruh alam sekitar.

5) Pengaruh minat dan bakat yakni semangat dan dorongan yang diikuti kemampuan bawaan untuk terus dikembangkan.

(25)

6) Faktor kebebasan yakni kebebasan dalam memilih metode untuk memecahkan masalah.

2. Angka

a. Pengertian angka

Angka adalah konsep matematika yang sangat penting untuk dikuasai oleh anak, kerena akan menjadi dasar bagi penguasaan konsep-konsep matematika selanjutnya dijenjang pendidikan (formal) berikutnya. Merserve (Naga, 1990: 42) menyatakan bahwa “bilangan adalah suatu abstraksi. Sebagai abstraksi angka tidak memiliki keberadaan secara fisik”. Sementara itu, bilangan menurut Sudaryanti (2006: 1) adalah “suatu objek matematika yang sifatnya abstrak dan termasuk kedalam unsur yang tidak didefinisikan (underfined term)”. Untuk menyatakan suatu bilangan dinotasikan dengan lambang bilangan yang disebut angka. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (2009: 15) mengemukakan bahwa

“angka adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran”.

Bilangan atau biasa disebut dengan angka tidak terlepas dari matematika.

Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupun yang rumit. Angka merupakan lambang dari suatu bilangan. Sriningsih (2009: 62) mengemukakan bahwa bilangan merupakan salah satu standar isi dari kurikulum NCTM (National Council of Teacher Mathematis) yang meliputi hubungan satu-satu (one-to-one correspondence), berhitung, angka, nilai tempat, operasi bilangan bulat, dan pecahan.

(26)

Suriasumantri (2007: 191) menjelaskan bahwa “konsep bilangan adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan”. Konsep bilangan merupakan bahasa artifial yang dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah dan matematika hanya akan mempunyai arti jika terdapat hubungan pola, bentuk dan struktur.

Sedangkan menurut Copley (Tarjono 2003: 24) “angka atau bilangan adalah lambang atau simbol yang merupakan suatu objek yang terdiri dari angka-angka.

Sebagai contoh sebagai contoh bilangan 10, dapat ditulis dengan dua buah angka yaitu 1 dan angka 10. Dalam mengenalkan angka pada anak diharapkan anak mampu mengenal dan memahami konsep bilangan, dan lambang bilangan sesuai jumlahnya.

b. Cara mengenalkan angka pada anak

Pengenalan konsep bilangan pada anak, orang tua maupun guru harus memperhatikan beberapa hal agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Hal tersebut setara dengan pendapat Nurani (2009: 11) bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengenalkan konsep angka adalah sebagai berikut:

1) Mendapatkan konsep bilangan adalah proses yang berjalan perlahan-lahan, anak mengenal benda dengan menggunakan bahasa untuk menjelaskan pikiran mereka sehingga mulai membangun arti angka, 2) Belajar dengan trial and error dalam mengembangkan kemampuan menghitung dan menjumlahkan, 3) Menggunakan sajak, permainan tangan, dan beberapa lagu yang sesuai untuk memperkuat hubungan dengan bilangan.

(27)

Anak bisa menghubungkan antara banyaknya benda dengan simbol angka.

Angka 1 sampai angka 20 merupakan simbol matematis dari banyaknya benda.

Pada awalnya anak tidak mengetahui bahwa angka tersebut merupakan simbol dari banyaknya benda. Anak dapat menghitung satu, dua, tiga dan seterusnya tapi belum memahami arti atau maknanya. Bagi anak yang belum memahami bilangan, anak akan menghitung dari mana saja dan kadang diulang-ulang. Anak belum bisa mengurutkannya. Angka merupakan simbol dari suatu bilangan.

Sehingga dalam mengenalkan angka, anak harus mengenal suatu bilangan terlebih dahulu. Menurut Sriningsih (2009: 15) ada beberapa cara yang dapat untuk mengenalkan konsep bilangan pada anak yaitu:

1) Menghitung dengan jari

Berlatih menghitung permulaan dengan jari tangan akan lebih mudah dipahami anak, kerena anak dapat melakukan proses membilang sendiri dengan jari tangannya. Guru dapat bertanya berapa jumlah jari tangan kananmu? Lalu dilanjutkan jumlah jari tangan kiri, kemudian membandingkan jumlah jari tangan kanan dan kiri, selanjutnya menghitung bersama-sama.

2) Menghitung benda-benda

Anak dapat diajak menghitung benda-benda yang ada disekitaarnya. Di kelas anak bisa diajak menghitung beberapa banyaknya teman, jumlah kursi, meja, lemari, rak buku, pintu, jendela dan sebagainya. Dilanjutkan dengan benda- benda yang dilihat dijalan, misalnya roda sepeda atau mobil.

(28)

3) Berhitung sambil berolahraga

Anak diminta membuat lingkaran kemudian guru menyuruh anak secara bergantian untuk membilang 1-5 sampai semua dapat nomor. Guru menyuruh anak untuk mengingat nomor masing-masing supaya waktu guru membilang anak dapat menyebutkan sesuai dengan nomornya.

4) Berhitung sambil bernyanyi

Bernyanyi dapat mengenalkan konsep bilangan pada anak. Guru dapat memilih lagu yang sesuai dengan bilangan yang akan dikenalkan, misalnya satu- satu aku sayang ibu, balonku, anak ayam dan seterusnya.

5) Menghitung diatas sepuluh

Biasanya anak akan kesulitan dalam menghitung diatas sepuluh yaitu pada bilangan 11. Bilangan 12-19, pada prinsipnya sama yaitu angka tersebut ditambah dengan “belas” seperti “dua-belas”, “tiga-belas”, dan seterusnya. Tetapi untuk

“se-belas” memang pengecualian tidak “satu-belas” kata satu diganti se yang artinya satu. Untuk itu guru perlu memperkenalkan polanya. Setelah anak tahu polanya maka anak akan mahir dalam menghitung sendiri. Pendapat di atas menunjukkan ada banyak cara untuk mengenalkan angka pada anak. Adapun dalam pembelajaran ini, pengenalan angka pada anak dilakukan dengan menyusun puzzle.

Saat ini, permainan edukatif puzzle sudah tidak asing lagi dan bukan hal sulit untuk mendapatkan alat permainan ini. Permainan ini bisa dimainkan oleh anak mulai usia 12 bulan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dari permainan puzzle bagi anak, diantaranya meningkatkan kemampuan berfikir anak

(29)

dan membuat anak belajar berkonsentrasi. Keterampilan menyusun puzzle ini juga dapat meningkatkan fungsi kognitif anak. Dalam konteks ini, perlu diketahui bahwa keterampilan kognitif (cognitive skill) sangat berkaitan dengan kemampuan belajar dan memecahkan masalah (Tilong, 2016:19-20).

c. Tujuan mengenalkan angka pada anak usia dini

Soedadiatmodjo (1983: 1) mengemukakan bahwa secara umum pengenalan konsep angka bertujuan “untuk mengetahui dasar-dasar pembelajaran tentang angka sehingga pada saatnya nanti anak akan siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks”. Zaman (2008: 7) mengemukakan bahwa tujuan khusus pengenalan konsep bilangan (angka) yakni:

1) Agar anak dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar- gambar atau angka yang terdapat disekitar anak, 2) anak dapat, menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan mengenal angka, 3) anak memiliki ketelitian, konsentrasi, abstrak dan daya apresiasi yang tinggi, 4) anak memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan suatu peristiwa yang terjadi disekitarnya, 5) anak memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengenalan angka bertujuan agar anak memiliki kemampuan untuk berpikir logis terhadap benda-benda kongkrit yang melibatkan angka sehingga anak dapat bersosialisasi dan menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat khususnya aktivitas yang berkaitan dengan angka.

(30)

d. Indikator pencapaian perkembangan kognitif dalam mengenal angka Mengenal angka 1-10 sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari demi meningkatkan kemampuan pengenalan anak terhadap angka dan terhadap benda yang lainnya. Terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan mengenal angka maupun kesiapan untuk mengikuti Pendidikan dasar (Depdiknas, 1997). Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa tingkat pencapaian kognitif dalam hal pengenalan angka 1 sampai 10 sesuai dengan indikator pencapaian perkembangan kognitif pada kelompok A mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2009 yaitu:

a. Mengetahui konsep yang banyak dan sedikit b. Membilang banyak benda 1-10

c. Mengenal konsep bilangan d. Mengenal lambang bilangan

Dari keempat indikator tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: Pertama, tahap konsep; anak akan paham jika ia bermain dengan menggunakan benda- benda. Anak akan memperoleh pengalaman tentang konsep bilangan dengan menggunakan benda. Contohnya jika kita ingin mengenalkan anak tentang konsep tiga maka kita bisa menggunakan benda yang berjumlah tiga. Kemudian anak mengikuti konsep yang dilihatnya, dan tugas guru memantau cara bermain anak.

Kedua, masa transisi/masa peralihan dari konsep kelambang bilangan. Sebagai contoh, anak dapat memasangkan jumlah suatu benda dengan lambang bilangannya. Misalnya, 5 berarti bendanya juga harus lima tidak boleh lebih atau kurang.

(31)

Sedangkan menurut Wardani, bilangan angka merupakan suatu konsep tentang bilangan 1 sampai 10 sebagai angka pemula yang terdapat unsur-unsur penting seperti nama, urutan, bilangan dan jumlah. Indikator yang berkaitan dengan kemampuan mengenal bilangan angka yaitu:

1) Counting (berhitung),

2) One-to-one correspondence (korespondensi satu-satu), 3) Quantity (kuantitas),

4) Comparison (perbandingan),

5) Recognizing and writing numeral (mengenal dan menulis angka)

Adapun menurut Nugraha (2010) bahwa indikator kemampuan mengenal konsep bilangan pada anak dan selanjutnya menurut CRI (Children Resources International) menerangkan bahwa anak ditandai dengan berbagai kemampuan pada anak, sebagai berikut :

1) Menyebutkan urutan angka dari 1 sampai 20

2) Mengurutkan angka 1 sampai 20 yang sudah diacak

3) Memasangkan lambang bilangan yang sesuai dengan jumlah benda 1 sampai 20

4) Menghubungkan dan menulis angka 1 sampai 20 sesuai dengan jumlah benda.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa indikator dari perkembangan kognitif anak dalam mengenal angka meliputi menyebutkan angka, mengurutkan angka secara berurutan baik yang tidak teracak maupun yang

(32)

sudah teracak dan mencocokkan dan menulis lambang sesuai dengan jumlah angka.

3. Permainan Puzzle

a. Pengertian bermain puzzle

Menurut Yus (2005:23) bermain adalah “suatu kegiatan atau tingkah laku yang dilakukan anak secara sendiri-sendiri atau kelompok dengan menggunakan alat atau tidak untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Ismail (2006: 218) “puzzle merupakan permainan dengan menyusun gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian sedangkan Soebacham (2012) mengemukakan bahwa puzzle adalah permainan terdiri atas kepingan-kepingan dari satu gambar tertentu yang dapat melatih kreativitas, keteraturan, dan tingkat konsentrasi”.

Berdasarkan pendapat di atas, bermain puzzle adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak adalah untuk memperoleh kesenangan melalui permainan yang dimainkan dengan cara membongkar dan memasang kembali kepingan-kepingan gambar yang telah dipecah menjadi gambar utuh berdasarkan warna maupun bentuknya dapat melatih konsentrasi dan kreativitas anak. Hamalik (2008: 15) mengemukakan bahwa:

tujuan pemakaian media puzzle dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motovasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan membuat anak peserta didik menjadi termotivasi untuk menyelesaikan puzzle secara tepat dan cepat.

Dengan media puzzle, anak diharapkan tertarik untuk belajar membaca.

Secara tidak langsung anak diransang untuk melatih melalui mengenal huruf, agar anak bisa mengeja huruf, anak bisa merangkai huruf menjadi kata tertentu, dan

(33)

dan anak bisa melafalkan tulisan. Puzzle merupakan media yang menarik untuk anak. Media ini akan melatih anak untuk mengasah kemampuan dalam memecahkan suatu masalah, ketetapan dalam menyusun media puzzle, dan melatih kesabaran anak.

b. Karakteristik Media Puzzle

Karakteristik media puzzle menurut Tedjasaputra (2001) adalah:

1) Bongkar pasang bentuk sederhana tidak rumit 2) Warna menarik/kontras

3) Dibuat dari bahan kayu/plastik

4) Tidak mudah rusak dan tidak berbahaya

c. Ciri-Ciri Media Puzzle

Ciri-ciri media puzzle menurut Tedjasaputra (2001: 81) adalah:

1) Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dalam bermacam-macam tujuan, manfaat dan menjadi bermacam-macam bentuk.

2) Ditujukan untuk anak-anak dan berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan kecerdasan serta motorik anak.

3) Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan.

4) Membuat anak terlibat secara aktif.

5) Sifatnya konstruktif.

d. Fungsi Permainan Puzzle

Adapun fungsi permainan puzzle menurut Yudiasmini (2014) yaitu sebagai berikut:

(34)

5) Mengenalkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan,

6) Melatih analisis-sintesa atau menguraikan dan menyatukan kembali pada bentuk semula,

7) Melatih motorik halus.

e. Kelebihan Puzzle

Kelebihan dalam bermain Puzzle menurut Wahyuni dan Maureen (2011) adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan keterampilan kognitif 2) Meningkatkan keterampilan motorik halus 3) Meningkatkan keterampilan sosial

4) Melatih koordinasi mata dan tangan 5) Melatih logika

6) Melatih kesabaran

7) Memperluas pengetahuan

Sejalan dengan pendapat di atas menurut Mary (Resiyanti 2010: 20) adapun kelebihan dalam bermain puzzle adalah:

1) Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran 2) Memperkuat daya ingat

3) Mengenalkan anak pada sistem dan konsep hubungan

4) Dengan memilih gambar atau bentuk dapat melatih anak untuk berpikir matematis (menggunakan otak kirinya).

Berdasarkan kelebihan media puzzle di atas dapat penulis simpulkan bahwa dengan bermain puzzle anak tidak hanya mendapatkan hal baru dalam bermain.

(35)

Banyak stimulus yang akan direspon anak dalam bermain puzzle. Gambar yang berkeping-keping menjadi suatu gambar yang utuh. Anak-anak belajar mengendalikan emosionalnya dengan melatih kesabaran untuk menyatukan gambar tersebut. Dengan menggunakan media puzzle ini diharapkan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

f. Kelemahan Puzzle

Kelemahan dalam bermain puzzle menurut Wahyuni dan Maureen (2011) antara lain sebagai berikut:

1) Membutuhkan waktu yang lebih panjang

2) Puzzle lebih menekankan pada indera penglihatan 3) Kelas menjadi kurang terkendali

Adapun kelemahan dalam bermain puzzle menurut Mary (Resiyanti 2010:

20) adalah:

1) Media puzzle menekankan pada indera penglihatan

2) Gambar yang terlalu kompleks kurang efektif dalam pembelajaran 3) Gambar kurang maksimal bila diterapkan dalam kelompok besar

Berdasarkan dari kelemahan bermain puzzle di atas dapat penulis simpulkan bahwa media puzzle kurang tepat bila digunakan dalam kelompok besar dan dalam memainkannya memakan waktu yang cukup lama, namun jika diberi batasan waktu maka akan sulit untuk menyusunnya dengan sempurna.

g. Langkah-Langkah Bermain Puzzle

Menurut Yulianti (2008:43) langkah-langkah memainkan permainan puzzle adalah sebagai berikut:

(36)

1) Lepaskan kepingan puzzle dari papannya 2) Acak kepingan puzzle tersebut

3) Mintalah anak untuk memasangkannya kembali

4) Berikan tantangan pada anak untuk melakukannya dengan cepat, biasanya dengan hitungan angka dari 1-10, stopwatch, dan lain-lain.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini mengembangkan langkah-langkah penggunaan media puzzle yaitu:

6) Guru memperlihatkan dan menjelaskan cara bermain puzzle

7) Guru menyebutkan angka yang ada pada puzzle kemudian anak ikut menyebutkan kata tersebut

8) Guru membagikan puzzle kepada anak dan meminta anak untuk mencoba membongkar dan memasangnya kembali

9) Guru membimbing anak dalam bermain puzzle dan memberikan tantangan pada anak untuk memasang puzzle dengan cepat

10) Guru mengamati dan memberi penilaian pada anak.

4. Penelitian Terdahulu

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:

a. Ratnasari Dwi Ade Chandra (2019) yang mengkaji pengaruh media Puzzle terhadap kemampuan anak mengenal angka pada anak usia 4-5 tahun di TK Nusa Indah Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan penggunaan media Puzzle terhadap kemampuan anak mengenal angka.

(37)

b. Aulia Intan Habibah (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Perkembangan Kognitif melalui Permainan Puzzle pada Anak Kelompok Usia 4-5 Tahun di PAUD Qurrata A’yun Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui permainan Puzzle dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak pada usia 5-6 tahun.

c. Ni Komang Ayu Lestari, Dkk (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Metode Bermain Berbantuan Media Puzzle Angka untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dalam Pengenalan Bilangan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan kognitif dalam pengenalan bilangan pada anak setelah diterapkan metode bermain berbantuan media Puzzle angka.

Penelitian tersebut dianggap relevan, bisa menjadi acuan yang mendukung dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti. Namun beberapa hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah indikator yang digunakan peneliti dan juga kondisi sampel serta lokasi yang berbeda.

B. Kerangka Pikir

Kemampuan belajar anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik berasal dari diri maupun dari luar diri anak. Hasil belajar merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Pengenalan guru terhadap faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak sangat penting dengan melakukan inovasi pembelajaran, seperti penggunaan media puzzle dapat merangsang aktivitas belajar anak, dan kemampuan berfikir logis serta pemahaman dalam pembelajaran secara

(38)

individual, khususnya dalam meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka.

Pengenalan angka di TK Negeri Pembina Matangnga dilakukan dengan menjelaskan secara langsung pada saat guru menjelaskan materi tentang mengenal angka kegiatan yang diberikan hanya sekedar memperlihatkan gambar yang sesuai dengan menenal angka, padahal pembelajaran akan lebih menarik dan berkesan jika guru menggunakan media pembelajaran, hal ini menjadi penyebab rendahnya kemampuan anak dalam mengenal angka.

Berdasarkan permasalahan di atas maka, perlu ditingkatkan kemampuan mengenal angka pada anak melalui media yang menyenangkan yakni media puzzle untuk meningkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka. Media puzzle sangat membantu dalam menstimulasi kemampuan mengenal angka pada anak, hal ini dikarenakan anak secara tidak langsung dapat mengenal simbol- simbol bilangan pada media puzzle. melalui proses pembelajaran mengenal angka dengan media puzzle proses pembelajaran diharapkan berlangsung secara maksimal sehingga mendukung peningkatan kemampuan mengenal angka pada anak.

Kerangka pikir peningkatan hasil belajar anak dalam permainan puzzle digambarkan sebagai berikut:

(39)

Gambar 2.1: Skema Kerangka Pikir

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan judul penelitian dan kerangka pikir tersebut, maka hipotesis tindakan yaitu: Jika perkembagan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle dapat diterapkan, maka hasil belajar pada anak Kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga dapat meningkat.

Kemampuan anak mengenal angka masih

rendah

Langkah-langkah media puzzle

1) Lepaskan kepingan puzzle dari papannya 2) Acak kepingan puzzle tersebut

3) Mintalah anak untuk memasangkannya kembali

4) Berikan tantangan pada anak untuk melakukannya dengan cepat, biasanya dengan hitungan angka dari 1-10, stopwatch, dan lain-lain.

Kemampuan anak mengenal angka melalui media Puzzle TK Negeri

Pembina Matangnga meningkat.

Mengenal angka kegiatan hanya sekedar memperlihatkan gambar yang sesuai

dengan menenal angka, padahal pembelajaran akan lebih menarik dan berkesan jika guru menggunakan media

pembelajaran

Kemampuan anak mengenal angka masih

rendah

Indikator:

1. Membilang banyak benda 1-10 2. Mengenal konsep bilangan.

3. Mengenal lambang bilangan.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Arikunto (2010: 3) menyatakan bahwa:

PTK adalah sebuah kegiatan peneliti yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat. Di bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian terapan, karena sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas.

Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan tugas guru dilapangan, guru sebagai peneliti tetap melaksanakan tugas sehari-harinya, namun melakukan tindakan dalam memperbaiki pembelajaran di kelas. Esensi penelitian tindakan kelas merupakan kajian terhadap kontak situasi sosial yang dicirikan dengan adanya unsur tempat, pelaku dan kegiatan dalam waktu tertentu untuk meningkatkan kualitas tindakan.

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini, yaitu bagaimana peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

(41)

C. Setting Penelitian 1. Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan di TK Negeri Pembina Matangnga dengan alokasi waktu satu bulan. Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah kerena PTK memerlukan siklus yang membutuhkan proses belajar yang efektif di kelas.

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak didik kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga yang berjumlah 15 anak didik dan 2 orang guru. Tindakan ini dilakukan oleh guru sebagai pengajar dan peneliti sebagai observer. Peneliti memilih kelompok A sebagai objek peneliti kerena berdasarkan pertimbangan: (1) di TK ini belum pernah dilakukan peneliti tentang penerapan perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle, (2) adanya dukungan dari kepala TK dan guru TK Negeri Pembina Matangnga. Utamanya guru kelompok A untuk melakukan penelitian dengan judul perkembangan kognitif dalam mengenal angka melalui media puzzle TK Negeri Pembina Matangnga.

D. Desain Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilakukan dalam 2 (dua) siklus, yaitu setiap siklusnya diadakan 2 (dua) kali pertemuan. Serta tiap siklus mempunyai 4 tahapan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Empat tahap tersebut secara berurutan dalam setiap siklus. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas mengikuti tahap penelitian tindakan kelas yaitu perencanaan, pelaksanaan,

(42)

observasi, dan refleksi. Hasil penelitian digambarkan berdasarkan indikator yang tercapai dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam menyusun puzzle di TK Negeri Pembina Matangnga. Berikut ini digambarkan bagan prosedur penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2012: 16)

Pelaksanaan penelitian berlangsung dua siklus dan rincian kegiatan setiap siklus sebagai berikut:

1. Siklus pertama a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah:

1) Menentukan tema pembelajaran

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan Perencanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Kesimpulan

(43)

2) Membuat rencana kegiatan mingguan dan rencana kegiatan harian.

3) Menyiapkan lagu-lagu yang dinyanyikan

4) Menyiapkan alat atau media yang akan digunakan.

5) Mengalokasikan waktu

6) Menyiapkan lembar observasi atau instrument penilaian.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi dari semua rencana yang dibuat, kegiatan yang dilakukan di kelas adalah melaksanakan tindakan yaitu mengenalkan angka dengan media puzzle. Dalam pelaksanaan penelitian ini pengamat dibantu oleh dua orang kolaborator yang bertugas untuk mengamati jalannya proses pembelajaran.

c. Tahap observasi

Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat, proses observasi yang dilakukan oleh observer untuk mengamati guru dalam mengajar dan mengamati anak dalam meningkatkan kemampuan mengenal angka melalui media puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

d. Tahap refleksi

Tahap ini merupakan kegiatan menelaah hasil belajar kemampuan mengenal angka dalam menyusun puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga hasil observasi aktivitas mengajar guru serta aktivitas belajar anak pada siklus pertama yang dilakukan oleh guru dan observer. Tahap tersebut menganalisa keberhasilan dan kelemahan dalam pembelajaran kemampuan

(44)

mengenal angka dalam menyusun puzzle pada siklus pertama dan menjadi masukan untuk dilakukan perbaikan pada siklus kedua.

Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:

1. Merencakan kegiatan pembelajaran dengan cara menyiapkan segala kebutuhan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran diantaranya, RPPH, media pembelajaran puzzle, dan instrumen yaitu lembar observasi dan tes mengenal angka.

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yaitu mengenalkan angka dengan media puzzle. Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat atau observer sedangkan yang mengajar adalah guru TK Pembina Matangnga. Dalam tahap pelakasanaan ini guru menerapkan media puzzle yang terdiri dari 5 tahap yaitu a) guru memperlihatkan dan menjelaskan cara bermain puzzle, b) guru menyebutkan angka yang ada pada puzzle kemudian anak ikut menyebutkan angka tersebut, c) guru membagikan puzzle kepada anak dan meminta anak untuk mencoba membongkar dan memasangnya kembali, d) guru membimbing anak dalam bermain puzzle dan memberikan tantangan pada anak untuk memasang puzzle dengan cepat dan e) uru mengamati dan memberi penilaian pada anak. Tahap ini terdiri dari 2 siklus.

3. Peneliti melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat, proses observasi yang dilakukan oleh observer untuk mengamati guru dalam mengajar dan mengamati anak dalam meningkatkan kemampuan

(45)

mengenal angka melalui media puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

4. Melakukan feedback atau evaluasi. Tahap ini merupakan kegiatan menelaah hasil belajar kemampuan mengenal angka dalam menyusun puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga. Tahap tersebut menganalisa keberhasilan dan kelemahan dalam pembelajaran kemampuan mengenal angka dalam menyusun puzzle pada siklus pertama dan menjadi masukan untuk dilakukan perbaikan pada siklus kedua.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian menggunakan observasi, tes dan dokumentasi.

1. Observasi

Kegiatan observasi merupakan pengamatan terhadap proses pembelajaran melalui media puzzle untuk peningkatan perkembangan kognitif dalam mengenal angka, berupa aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar anak. Kegiatan observasi menggunakan pedoman observasi berbentuk chek list.

2. Tes

Tes merupakan serangkaian pertanyaan untuk mengukur pemahaman anak terhadap materi yang telah diberikan. Tes dilakukan setiap akhir siklus dengan tujuan mengukur penguasaan materi dalam mengenal angka melalui media puzzle untuk peningkatan perkembangan kognitif pada anak usia kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

(46)

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan kegiatan atau proses pekerjaan mencatat yang dianggap penting untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang proses pembelajaraan berupa arsip-arsip yang dapat memberi informasi data kemampuan mengenal angka dan dokumen berupa jumlah anak, RPPH, media puzzle angka, observasi mengajar guru dan observasi belajar anak tentang mengenal angka dan foto-foto yang menggambarkan situasi pembelajaran di TK Negeri Pembina Matangnga.

F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan 1. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang dimaksud adalah gambaran aktifitas mengajar guru dan belajar anak dalam pembelajaran yang menggunakan media puzzle yang dapat menigkatkan perkembangan kognitif dalam mengenal angka, dan untuk mengetahui keberhasilan pada setiap siklus. Data dari hasil analisis berdasarkan indikator pembelajaran. Menurut Kurnia (2010) data dari hasil observasi pada setiap anak diberi penilaian sesuai dengan tingkatan kemampuannya yaitu dibagi menjadi 3 kategori.

B= Baik C= Cukup K= Kurang

Adapun penafsiran data kualitatif yang diadaptasi dari Bungin (2007) dilakukan dengan persamaan berikut:

(47)

a. Nilai akhir = Skor PerolehanSkor Maksimal ×100

b. Rata−rata = Jumlah Nilai keseluruhan Siswa Jumlah Siswa Hasil perhitungan nilai peserta didik dari masing-masing hasil observasi ini kemudian dibandingkan yaitu antara hasil siklus I dan hasil siklus II. Hal ini akan memperlihatkan presentasi peningkatan kemampuan kognitif dalam mengenal angka pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga.

2. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini meliputi indikator proses dan hasil dalam perkembangan kognitif mengenal angka melalui media puzzle.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini, anak telah melakukan indikator perkembangan yang telah ditentukan sesuai dengan aspek yang dinilai dan peneliti menargetkan hasil dalam penelitian ini sebesar ˃70% dari keseluruhan jumlah anak didik yang telah berhasil memenuhi tingkat perkembangan kemampuan mengenal angka.

Adapun kriteria yang digunakan untuk mengungkapkan berhasil tidaknya media puzzle dalam mengenal angka untuk meningkatkan perkembagan kognitif adalah dengan menggunakan kriteria standar yang diadaptasi dari Bungin (2007) sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Indikator Keberhasilan

Interval Kategori 76 – 100 BSB 51 – 75 BSH 26 – 50 MB 0 - 25 BB Sumber: Bungin (2007)

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Perkembangan Kognitif Anak dalam Mengenal Angka Sebelum Menggunakan Media Puzzle di Kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga

TK Negeri Pembina Matangnga merupakan taman kanak-kanak yang terletak di Kecamatan Matangnga, Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Kelas yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelompok A yang berada pada rentang usia 4 sampai 5 tahun. Usia tersebut tergolong sebagai anak usia dini yang menurut teori Piaget berada pada tahap praoperasional.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, anak kelompok A dengan usia 4 sampai 5 tahun cenderung egosentris dan kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya serta anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif. Pada usia ini, kemampuan kognitifnya ikut berkembang diantaranya kemampuan seorang anak dalam menggunakan kalimat, meniru tindakan orang dewasa termasuk gurunya, serta sudah mampu berhitung, selain itu ada beberapa perkembangan kognitif yang ditunjukkan oleh anak didik kelompok A yaitu mengidentifikasi warna-warna, menggambar bentuk, berhitung serta mengetahui dan memberi tahu di mana tempat tinggalnya.

Salah satu hal utama yang menjadi fokus utama guru di TK Negeri Pembina Matangnga adalah mengenal angka dan berhitung. Kelompok A telah diajarkan untuk mengenal angka berhitung dari angka 1 sampai angka 20. Namun hal tersebut bukan berarti semua anak sudah mampu menghitung 1 sampai 20,

(49)

karena pada kenyataannya perkembangan kognitif anak dalam mengenal angka masih tergolong rendah. Kelompok A anak masih kesulitan untuk membedakan angka 9 dan 6, masih ada anak yang kesulitan dalam mengurutkan angka. Adapula anak yang belum lancar memahami dan menghafal urutan angka 1-10. Hal ini disebabkan pembelajaran yang digunakan masih konvensional yakni pembelajaran masih berpusat pada guru. Selain itu, dalam proses pembelajaran guru kurang melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran, dalam artian anak hanya subjek pendengar serta jarangnya penggunaan media-media interaktif dalam pembelajaran di TK Negeri Pembina Matangnga.

2. Peningkatan Perkembangan Kognitif Anak dalam Mengenal Angka Menggunakan Media Puzzle di Kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga

Melihat masih rendahnya perkembangan kognitif anak dalam mengenal angka di kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga, peneliti kemudian membuat solusi untuk pemecahan masalah tersebut yaitu dengan menggunakan media pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa, yaitu menggunakan media puzzle. Puzzle merupakan salah satu bentuk permainan yang mampu mengasah kemampuan berpikir, mempermudah anak dalam mengingat dan memahami konsep-konsep, serta berdampak pada perkembangan kognitif anak. Penggunaan metode bermain dengan menggunakan puzzle juga dapat memberikan kesenangan kepada anak sehingga anak lebih semangat dalam melakukan kegiatan belajarnya.

Oleh karena itu, peneliti telah melakukan penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing siklus

(50)

terdiri dari dua kali pertemuan dan diakhiri dengan memberikan evaluasi kepada anak didik di kelompok A untuk mengetahui peningkatan kemampuan anak didik mengenal angka 1-10 lewat penggunaan media puzzle.

a. Perkembangan Kognitif Anak dalam Mengenal Angka Menggunakan Media Puzzle pada Siklus I

Pada penelitian ini, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus diakhiri dengan evaluasi untuk mengetahui pengingkatan perkembangan kognitif anak setelah belajar mengenal angka menggunakan media puzzle. Berikut masing-masing akan diuraikan secara lebih detail.

1) Siklus I Pertemuan I (a) Perencanaan

Sebelum melakukan penelitian dan pengamatan terlebih dahulu peneliti melakukan perencanaan. Hal pertama yang dilakukan adalah membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan guru kelas mengenai waktu dan bahan ajar yang akan diajarkan kepada anak didik di kelompok A. anak didik di kelompok A berjumlah 15 orang anak. Waktu perencanaan siklus I pertemuan I adalah 16 November 2020 dengan mengajarkan tema Binatang sub tema Binatang yang Bisa Terbang.

Setelah itu guru dan peneliti membuat rencana kegiatan mingguan dan rencana kegiatan harian (RPPH) sesuai dengan tema. Peneliti juga menyiapkan lagu-lagu yang akan dinyanyikan yang sesuai dengan tema atau topik pelajaran

(51)

yaitu Burung Kakak Tua serta yang terpenting adalah menyiapkan alat atau media yang akan digunakan yaitu puzzle. Selain itu, peneliti juga menyiapkan lembar observasi atau instrument penilaian yang akan digunakan pada tahap pengamatan.

(b) Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan siklus I pertemuan I dilakukan sesuai perencanaan yaitu pada tanggal 16 November 2020. Peneliti bertindak sebagai observer yang mengamati kegiatan atau aktivitas guru dan anak didik selama proses pembelajaran berlangsung sedangkan guru kelas Kelompok A bertindak sebagai pengajar. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan bahan yang telah disiapkan dalam RPPH dan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun yaitu guru memperlihatkan dan menjelaskan cara bermain puzzle, guru menyebutkan angka 1-10 yang ada pada puzzle kemudian anak ikut menyebutkan kata tersebut, guru membagikan puzzle kepada anak dan meminta anak untuk mencoba membongkar dan memasangnya kembali, guru membimbing anak dalam bermain puzzle dan memberikan tantangan pada anak untuk memasang puzzle dengan cepat, kemudian guru mengamati dan memberi penilaian pada anak.

Indikator yang diajarkan pada pertemuan I adalah menyebutkan angka dari 1 sampai 10. Dalam hal ini, guru terlebih dahulu harus mengenalkan konsep bilangan kepada anak serta mengenalkan lambang bilangan 1-10 secara berulang- ulang dan berurutan. Pertemuan I terlaksana dengan beberapa catatan diantaranya masih ada beberapa anak yang tidak memperhatikan penjelasan guru tentang cara bermain puzzle, serta terlihat enggan ikut bersama-sama menyebut angka 1-10, hanya sebagian dari anak didik yang antusias mencoba membongkar kemudian

(52)

memasang puzzle kembali. Kegiatan pembelajaran dilakukan selama kurang lebih 60 menit yang diisi dengan kegiatan berdoa, bernyanyi, mengenal angka, bermain puzzle dan dikahiri dengan berdoa bersama.

(c) Pengamatan

Observasi atau pengamatan dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung. Yang bertindak sebagai observer adalah peneliti. Observer mengamati jalannya pelaksanaan pembelajaran sambil menceklis lembar observasi indikator kegiatan yang dilakukan oleh guru. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan anak didik dan guru saat belajar mengenal angka menggunakan media puzzle.

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada siklus I pertemuan satu, hasil observasi anak didik dalam proses pembelajaran masih berada pada angka 33%

yang masih berada pada kategori mulai berkembang (MB), sedangkan hasil observasi guru dalam proses pembelajaran berada pada angka 47% yang berada pada kategori cukup. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa guru kurang menjelaskan cara bermain puzzle di hadapan anak didik, guru kurang membimbing anak menyebutkan angka 1-10 yang ada pada puzzle serta belum mampu menguasai dan memberikan penilaian kepada anak di dalam kelas secara keseluruhan. Dalam hal ini, guru dan anak didik masih sama-sama dalam proses pengenalan dan pembiasaan dalam proses belajar sehingga kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya terlaksana dengan baik dan akan ditingkatkan pada pertemuan berikutnya.

(53)

(d) Refleksi

Tahap refleksi merupakan tindak lanjut atau feedback dari proses pembelajaran untuk menelaah kemampuan mengenal angka menggunakan media puzzle pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Matangnga. Dilihat dari hasil observasi anak yang berada pada kategori MB (mulai berkembang) dan observasi guru yang masih berada pada kategori cukup, maka dibutuhkan tindak lanjut agar pembelajaran menggunakan media puzzle dapat meningkat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Hal yang perlu dilakukan oleh guru dan anak didik adalah melakukan bounding atau pendekatan agar anak didik tidak merasa canggung berinteraksi dengan gurunya sehingga mereka juga dapat aktif mengikuti kegiatan belajar.

Guru juga harus beradaptasi dengan lingkungan penelitian dan mengenalkan secara lebih dekat tentang penggunaan media puzzle yang digunakan. Dengan demikian kegiatan anak dalam mengembangkan kognitif dalam menganal angka lebih berkembang lagi di pertemuan selanjutnya.

2) Siklus I Pertemuan II (a) Perencanaan

Waktu perencanaan siklus I pertemuan II adalah 19 November 2020 dengan mengajarkan tema Binatang. Setelah itu guru dan peneliti membuat rencana kegiatan harian sesuai dengan rencana kegiatan mingguan yang telah disusun sebelumnya di pertemuan I dengan tema yang masih sama juga yaitu

(54)

Binatang. Peneliti juga menyiapkan lagu-lagu yang akan dinyanyikan yang sesuai dengan topik tentang mengenal angka yaitu Aku Sayang Ibu serta yang terpenting adalah menyiapkan alat atau media yang akan digunakan yaitu puzzle. Selain itu, peneliti juga menyiapkan lembar observasi atau instrument penilaian yang akan digunakan pada tahap pengamatan.

(b) Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan siklus I pertemuan I hampir sama dengan pelaksaan pada pertemuan II, namun yang berbeda hanyalah waktunya pelaksanaan.

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai perencanaan yaitu 19 November 2020. Peneliti bertindak sebagai observer yang mengamati kegiatan atau aktivitas guru dan anak didik selama proses pembelajaran berlangsung sedangkan guru kelas Kelompok A bertindak sebagai pengajar. Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan bahan yang telah disipakan dalam RPPH dan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun yaitu guru memperlihatkan dan menjelaskan cara bermain puzzle, guru menyebutkan angka 1-10 yang ada pada puzzle kemudian anak ikut menyebutkan kata tersebut, guru membagikan puzzle kepada anak dan meminta anak untuk mencoba membongkar dan memasangnya kembali, guru membimbing anak dalam bermain puzzle dan memberikan tantangan pada anak untuk memasang puzzle dengan cepat, kemudian guru mengamati dan memberi penilaian pada anak.

Indikator yang diajarkan pada pertemuan II adalah mengurutkan angka 1 sampai 10 yang sudah diacak. Dalam hal ini, guru terlebih dahulu membuat puzzle yang berisi angka 1-10. Kemudian guru mengacak urutan angka tersebut, dan

(55)

anak didiknya yang bertugas untuk mengurutkan kembali puzzle sesuai dengan urutan yang benar dan tepat. Proses pembelajaran terlaksana dengan cukup baik dengan beberapa kendala diantaranya guru kurang memperlihatkan dan menjelaskan cara bermain puzzle dikarenakan belum bisa menguasai kelas sepenuhnya, serta guru hanya membagikan puzzle kepada sebagian anak dan meminta anak untuk mencoba membongkar dan memasangnya kembali sehingga ada beberapa anak yang tidak menerima puzzle.

Dilihat dari aspek anak didik, anak mulai ikut memperhatikan penjelasan guru tentang cara bermain puzzle, mereka tidak lagi melakukan keributan seperti di pertemuan I. Anak didik juga bersemangat untuk ikut menyebutkan angka 1-10 yang ada pada puzzle serta mereka merasa senang ketika berhasil mengurutkan puzzle dan mendapat pujian dari guru. Kegiatan pembelajaran dilakukan selama kurang lebih 60 menit yang diisi dengan kegiatan berdoa, bernyanyi, mengenal angka, bermain puzzle dan diakhiri dengan berdoa bersama.

(c) Pengamatan

Observasi atau pengamatan dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung. Yang bertindak sebagai observer adalah peneliti. Observer mengamati jalannya pelaksanaan pembelajaran sambil mencklis lembar observasi indikator kegiatan yang dilakukan oleh guru. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan anak didik dan guru saat belajar mengenal angka menggunakan media puzzle.

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada siklus I pertemuan II, hasil observasi anak didik dalam proses pembelajaran telah berada pada angka 53%

(56)

yang berada pada kategori BSH (berkembang sesuai harapan). Hasil tersebut telah mengalami kenaikan sebanyak 20% dari pertemuan I, sedangkan hasil observasi guru dalam proses pembelajaran juga berada pada angka 53% yang berada pada kategori cukup. Hasil observasi guru juga telah mengalami kenaikan sebanyak 6%. Dalam hal ini, guru dan anak didik telah sama-sama berproses dan saling beradaptasi satu sama lain. Mereka telah berusaha untuk saling mengenal, sehingga anak didik merasa nyaman diajar oleh peneliti karena diajak untuk bermain sambil belajar melalui kegiatan mengenal angka menggunakan media puzzle.

Diakhir siklus I pertemuan II ini, peneliti mengadakan tes evaluasi secara tertulis untuk mengetahui perkembangan kognitif anak didik dalam mengenal angka 1-10 menggunakan media puzzle. Sebanyak 4 soal tertulis yang diberikan oleh guru kepada anak didik. Dalam mengerjakan soal, anak didik dibimbing oleh guru untuk memberikan pemahaman tentang tes tersebut. Hasil tes evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan kognitif dari 15 orang anak dalam mengenal angka 1-10 masih berada pada rentang skor 49 yang berada pada kategori MB atau masih berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa kognitif anak dalam mengenal angka masih perlu ditingkatkan lagi di siklus berikutnya agar tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

(d) Refleksi

Hasil tes evaluasi di akhir siklus I pertemuan II menunjukkan bahwa perkembangan kognitif anak didik dalam mengenal angka belum mencapai target, karena target yang akan dicapai adalah junlah rata-rata minimal anak didik berada

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman  3.1 Kriteria Indikator Keberhasilan.................................................................
Gambar                                                                                                        Halaman  Gambar 2.1 Kerangka Pikir.............................................................................
Gambar 2.1: Skema Kerangka Pikir
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2012: 16)
+2

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS MAKNA KONJUNGSI ~NAGARA, ~NONI, DAN ~KUSENIPADA KALIMAT YANG MENYATAKAN PERTENTANGAN DALAM BAHASA JEPANG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dananjaya dalam Swestin (2014) menyebutkan ada empat konsep dasar pembelajaran berpusat pada peserta didik, antara lain yaitu: 1) pembelajaran merupkan proses

Field dan Scafidi (1986 dan 1990 dalam Roesli, 2008)), menunjukkan bahwa pada 20 bayi prematur (berat badan 1.280 dan 1.176 gr), yang dipijat selama 3 kali 15 menit selama 10

Fitting Data dari Grafik Hubungan antara Potensial Kerja pada berbagai Variasi Konsentrasi EDTA terhadap Berat Lapisan Plating Campuran Zn-Ni-Fe: (A) Menurut Garis Linier;

Sementara bagi al-Ghazali dan mayoritas kaum Muslim, konsep Tuhan dalam al-Qur’an adalah Maha Kuasa. Dia juga Maha Berkehendak. Dia tidak berbuat dengan keharusan. Tidak ada

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden dikategorikan mempunyai sikap yang baik sebanyak 31 (72,1%) responden, dan 12 (27,9%) responden dikategorikan

Pemerintah Daerah perlu menjaga dan melestarikan lokasi setempat sebagai warisan sejarah dan budaya sebagai salah satu warisan turun-temurun yang telah menjadi bagian

[r]