• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIAN GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VARIAN GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE 2."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

VARIAN GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA

MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE 2

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

dalam Bidang Kimia

Oleh:

Yunita Purnamasari 0905781

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

VARIAN GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA

MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE 2

Oleh

Yunita Purnamasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Yunita Purnamasari 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

VARIAN GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT

DIABETES MELITUS TIPE 2

Oleh

Yunita Purnamasari 0905781

Disetujui dan disahkan untuk ujian sidang oleh:

Pembimbing I,

Gun Gun Gumilar, S.Pd, M.Si. NIP. 197906262001121001

Pembimbing II,

Drs. Rahmat Setiadi, M.Sc. NIP.196004111984031002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Varian Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Empat Generasi dengan Riwayat Diabetes Melitus Tipe 2” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada

bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Oktober 2013

Yang membuat pernyataan,

Yunita Purnamasari

(5)

ABSTRAK

Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah akibat tubuh tidak merespon keberadaan insulin. Salah satu faktor penyebab DMT2 adalah keberadaan mutasi DNA Mitokondria (mtDNA) yang diturunkan dari garis keturunan ibu (maternally

inherited). Salah satu daerah pada mtDNA yang sering dihubungkan dengan

penyakit adalah daerah Hipervariabel I (HVI) karena laju mutasinya tinggi.Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap daerah HVI mtDNA pada empat generasi dengan riwayat diabetes melitus tipe 2 dan pewarisan mutasi yang menyebabkan DMT2 untuk mengetahui profil genetiknya. Tahapan yang dilakukan meliputi lisis terhadap sampel akar rambut, amplifikasi fragmen HVI mtDNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), deteksi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa, pengukuran konsentrasi mtDNA dengan spektrofotometri UV-Vis, penentuan urutan nukleotida daerah HVI mtDNA dengan metode direct sekuensing, dan analisis hasil sekuensing dengan menggunakan program SeqmanTM versi 4.00. Berdasarkan hasil perbandingan

urutan nukleotida antara data penelitian dan revised Cambridge Reference

Sequence (rCRS) diperoleh enam mutasi yang sama, yaitu: C16147T, T16189C,

C16193del, T16127C, A16235G, dan A16293C. Setelah dibandingkan dengan data sekunder Mitomap dan NCBI diperoleh dua mutasi yang menjadi kandidat pemicu DMT2, yaitu T16189C dan T16217C. Kedua mutasi tersebut juga dimiliki oleh generasi yang tidak terdiagnosis DMT2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengumpulan database varian genetik mtDNA manusia yang berhubungan dengan penyakit metabolisme, sehingga kedepannya dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang khususnya bidang kedokteran.

(6)

ii

ABSTRACT

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a metabolic disease characterized by increased blood sugar levels due to insulin resistence.One of the factor is mutations of T2DM Mitochondrial DNA (mtDNA). That is passed down trough the maternally inherited.One area in the mtDNA often associated with the disease is Hypervariabel region I (HVI). It have been known that area, it has high mutation rate. Therefore, to purpose of studied to examination of the mtDNA HVI region in four generations with a history of type 2 diabetes mellitus and the inheritance of a mutation that causes T2DM to determine genetic profiles.The steps was taken in this study are lysis of the hair root samples, amplified fragments of mtDNA HVI with Polymerase Chain Reaction (PCR), detection of PCR product by agarose gel electrophoresis, mtDNA concentration measurement by spectrophotometry UV-Vis, determination of the nucleotide sequence of mtDNA HVI region with methodsdirect sequencing, sequencing and analysis of the results using the program SeqmanTM version 4.00.Based on the comparison of the nucleotide sequence between data result and revised Cambridge Reference Sequence (rCRS) data, six similar mutation obtained same mutation, these are: C16147T, T16189C, C16193del, T16127C, A16235G, and A16293C.Comparing the data with secondary data Mitomap and NCBI, it obtained two candidate mutations to trigger T2DM, the T16189C and T16217C.Both of these mutations are shared by generations of undiagnosed T2DM. The result is expected to contribute to the collection of human mtDNA genetic variants database. That associated with the metabolic disease so that in the future can be applied in various fields, especially in medicine area.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat sehat, kekuatan, dan ketabahan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Varian Genetik Daerah

Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Empat Generasi dengan Riwayat Dibetes Melitus Tipe 2”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh

ujian sidang dan memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia FPMIPA

UPI. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan

dan ketidaksempurnaan, karena keterbatasan pengalaman dan wawasan yang

dimiliki penulis. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari berbagai

pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan pada penulisan karya selanjutnya.

Namun penulis berharap semoga skripsi ini banyak memberi manfaat bagi semua

pihak.

Bandung, Oktober 2013

(8)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Varian

Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Empat

Generasi dengan Riwayat Dibetes Melitus Tipe 2”.

Selama penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dialami penulis,

namun karena bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Gun Gun Gumilar, S. Pd, M. Si. dan Drs. Rahmat Setiadi, M.Sc. selaku Dosen

Pembimbing yang telah membimbing, memberikan motivasi, dukungan,

arahan, dan saran kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini

dengan penuh kesabaran.

2. Drs. Yaya Sonjaya, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik serta seluruh

Dosen yang telah memberikan ilmunya dan memberi pengalaman pada

penulis, sehingga memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai kimia.

3. Yang terkasih Ibu, Bapak, Mas Angga, Mba Anggi dan semua keluarga atas

segala doa, semangat dan batuannya kepada penulis sehingga penulis tetap

semangat dalam menyelesaikan penelitan dan skripsi ini.

4. Sahabat-sahabatku, teman-teman di Science2, Kimia C, rekan-rekan angkatan

2009 serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis

hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis memohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan penulis

dalam penulisan skripsi ini. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Bandung, Oktober 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus ... 5

2.2. Mitokondria ... 6

2.3. DNA Mitokondria ... 7

2.4. Keterkaitan antara Mutasi DNA Mitokondria dan Diabetes Melitus Tipe 2... 11

2.5. Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 12

2.6. Elektroforesis Gel Agarosa ... 14

2.7. Spektrofotometri UV-Vis ... 15

2.8. Sekuensing DNA ... 16

2.9. rCRS (revised Cambridge Reference Sequence) ... 18

2.10. Mitomap dan Natinal Center for Biotechnology Information (NCBI) ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bagan Alir. ... 20

3.2. Alat dan Bahan ... 21

3.2.1. Alat ... 21

3.2.2. Bahan ... 21

3.3. Metode Penelitian... 21

(10)

vi

3.3.2. Lisis Sampel Akar Rambut ... 21

3.3.3. Amplifikasi Fragmen mtDNA Manusia secara In vitro dengan Teknik PCR ... 22

3.3.4. Analisis Hasil PCR dengan Elektroforesis Gel Agarose ... 23

3.3.5. Pengukuran Kuantitasi mtDNA dengan Spektrofotometri UV-Vis ... 23

3.3.6. Penentuan Urutan Nukleotida Daerah HVI mtDNA Manusia dengan Sekuensing Metode Dideoksi Sanger ... 24

3.3.7. Pembacaan Elektroferogram Hasil Sekuensing .. 24

3.3.8. Analisis Urutan Nukleotida Daerah HVI mtDNA Manusia dengan Sekuensing Metode Dideoksi Sanger ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Sampel mtDNA ... 26

4.2. Hasil Lisis Sampel ... 27

4.3. Hasil Amplifikasi Fragmen HVI mtDNA dengan Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) ... 28

4.4. Hasil Kuantisasi Fragmen HVI mtDNA dengan Spektrofotometri UV-Vis ... 30

4.5. Hasil Sekuensing Urutan Nukleotida Daerah HVI mtDNA ... 30

4.6. Analisis Mutasi pada Daerah HVI mtDNA ... 32

4.7. Perbandingan Mutasi Sampel dengan Data Sekunder .... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Perbedaan karakteristik mtDNA dan DNA inti ... 10

Tabel 3.1. Urutan Nukleotida Primer M1 dan M2 ... 22

Tabel 4.1. Data Individu Sampel mtDNA Manusia ... 26

Tabel 4.2. Data Konsentrasi Sampel mtDNA ... 30

Tabel 4.3. Matriks hasil perbandingan sampel dengan rCRS ... 34

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Mitokondria ... 7

Gambar 2.2. Organisasi mtDNA manusia ... 8

Gambar 2.3. Struktur Basa nukleotida DNA ... 10

Gambar 2.4. Mediasi insulin dalam proses uptake glukosa ... 11

Gambar 2.5. Fragmen urutan nukleotida rCRS dari 16021-16390 ... 18

Gambar 3.1. Tampilan elektroferogram hasil sekuensing sampel ... 24

Gambar 4.1. Hasil deteksi produk PCR dengan elektroforesis gel agarosa 29 Gambar 4.2. Contoh tampilan elektroferogram hasil sekuensing sampel DMG01 ... 31

Gambar 4.3. Contoh tampilan analisis mutasi pada sampel DMG01 dengan menggunakan program SeqManTM versi 4.00 DNASTAR ... 32

Gambar 4.4. Analisis jenis mutasi yang sama pada sampel DMG01, DMG02, DMG03, dan DMG04 dengan menggunakan program SeqManTM versi 4.00 DNASTAR ... 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Elektroferogram Hasil Sekuensing Sampel DMG01... 50

Lampiran 2. Elektroferogram Hasil Sekuensing Sampel DMG02... 51

Lampiran 3. Elektroferogram Hasil Sekuensing Sampel DMG03... 52

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, prevalensi diabetes melitus

cenderung mengalami peningkatan baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Menurut DEPKES RI, hal ini berhubungan dengan jumlah populasi

yang meningkat, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup

modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik berkurang (Hasdianah,

2012). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2004,

diperkirakan 3,4 juta orang di dunia meninggal akibat gula darah puasa

tinggi. Lebih dari 80% kematian yang disebabkan diabetes melitus terjadi di

negara berpenghasilan rendah dan menengah. Faktanya dari data WHO pada

tahun 2011, penyakit diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keenam

sebagai penyakit penyebab kematian tertinggi.

Berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia, jumlah prevalensi

diabetes melitus di daerah urban mencapai 14,7% dan di daerah rural mencapai

sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan negara maju,

sehingga diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang harus

ditangani, dan dapat terjadi pada segala usia (Hadisaputro dalam Hasdianah,

2012).

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan sekresi insulin, kerusakan fungsi

insulin, ataupun keduanya (Lamster, et al, 2008). Berdasarkan pada sekresi insulin,

diabetes melitus dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu diabetes melitus tipe 1

(DMT1) atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes melitus tipe 2

(15)

2

DMT2 merupakan kombinasi dari resistensi insulin dan kelainan produksi insulin

pada sel β pankreas (Kurniali, 2013). Menurut data WHO 2004 dari seluruh penderita diabetes di dunia, 90% diantaranya mengidap DMT2.

Diabetes melitus tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, melainkan

disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang berperan dalam diabetes

melitus tipe 2, antara lain obesitas (BMI ≥ 25 kg/m2), kurangnya aktivitas fisik,

serta faktor keturunan (Pouwer, 2005). Faktor keturunan terjadi karena adanya

kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Kelainan

genetik merupakan akumulasi dari berbagai jenis mutasi yang terjadi pada DNA.

Lebih dari 200 mutasi pada DNA inti telah ditemukan berhubungan dengan

metabolisme glukosa yang tidak normal, beberapa diantaranya telah ditetapkan

sebagai varian genetik penyebab diebetes melitus tipe 2 (Indriani, 2010). Disisi

lain, beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit diabetes

melitus tipe 2 dengan mutasi genetik pada DNA mitokondria (Alcolade et al.,

1994; Alcolade dan Thomas, 1995; Gerbitz et al., 1996).

Mitokondria merupakan organel semiotonom, yang memiliki DNA dan

ribosom sendiri (Shamsi et al, 2008). Mitokondria berfungsi untuk menghasilkan

energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) (Wallace, 1999). DNA mitokondria

(mtDNA) bersama-sama dengan DNA inti berperan dalam menyandi kompleks

enzim respirasi yang sangat diperlukan untuk transfer elektron pada proses

fosforilasi oksidasi dalam menghasilkan energi ATP. Hasil samping dari

fosforilasi oksidatif berupa radikal oksigen. Radikal oksigen ini bersifat

mutagenik sehingga memicu terjadinya mutasi. Mutasi pada mtDNA dapat

menyebabkan berbagai jenis penyakit genetik yang dikenal dengan penyakit

mitokondria (Berdanier, 2007). DNA mitokondria hanya diwariskan dari ibu

(maternally inherited), sedangkan DNA inti merupakan hasil rekombinasi DNA

(Sudoyo, 2003).

Pada penelitian-penelitian terbaru, varian mtDNA biasa digunakan untuk

(16)

3

terutama varian pada daerah D-Loop. D-Loop merupakan daerah non coding

(bukan pengkode) pada bagian mtDNA yang memiliki laju mutasi paling tinggi,

sehingga urutan nukleotida pada daerah D-Loop sangat bervariasi antar individu.

D-Loop terdiri dari dua daerah, yaitu Hypervariabel I (HVI) yang terletak pada

nukleotida 16024-16383 dan Hypervariabel II (HVII) yang terletak pada

nukleotida 57-372.

Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan daerah HVI

mtDNA dan penyakit diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan oleh Poulton et al.

(2002). Selain itu, Liou et al. (2007) meneliti tentang keterkaitan antara diabetes

melitus tipe 2 dengan varian mtDNA dan kenaikan indeks massa tubuh, Sari

(2009) meneliti tentang penderita diabetes melitus tipe 2 yang memiliki riwayat

obesitas, serta Indriani (2010) meneliti tentang penderita diabetes melitus tipe 2

dalam satu garis keturunan. Namun, penelitian yang berkaitan dengan varian HVI

mtDNA pada empat generasi dengan riwayat diabetes melitus tipe 2 belum pernah

diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini diteliti variasi mutasi

genetik daerah HVI mtDNA pada empat generasi dengan riwayat diabetes melitus

tipe 2.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan

masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut: “Bagaimana varian genetik daerah HVI mtDNA pada empat generasi

dengan riwayat diabetes melitus tipe 2?”. Untuk menentukan langkah-langkah

penelitian, maka rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi sub-sub masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana variasi mutasi daerah HVI mtDNA pada setiap generasi dengan

riwayat diabetes melitus tipe 2 ?

2. Mutasi jenis apa saja yang sama pada keempat generasi dengan riwayat

(17)

4

3. Apakah kandidat mutasi penyebab penyakit diabetes melitus tipe 2 diwariskan

terhadap generasi lainnya?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil genetik daerah HVI

mtDNA pada empat generasi dengan riwayat diabetes melitus tipe 2. Adapun

tujuan lebih lanjut dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi varian mutasi yang terjadi pada daerah HVI mtDNA pada

empat generasi dengan riwayat diabetes melitus tipe 2.

2. Mengetahui kesamaan mutasi yang dimiliki keempat generasi dengan riwayat

diabetes melitus tipe 2 di daerah HVI mtDNA.

3. Mengetahui pewarisan kandidat mutasi di daerah HVI mtDNA penyebab

diabetes melitus tipe 2 pada empat generasi dengan riwayat diabetes melitus

tipe 2.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi tentang pewarisan genetik daerah HVI mtDNA

pada empat generasi dengan riwayat diabetes melitus tipe 2.

2. Dapat mengetahui kandidat marker genetik yang dapat memicu terjadinya

penyakit diabetes melitus tipe 2.

3. Dapat memberi kontribusi pada pengumpulan database varian genetik

mtDNA manusia yang berhubungan dengan penyakit, sehingga ke depannya

(18)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtDNA yang telah diperoleh,

amplifikasi daerah HVI mtDNA sampel dengan menggunakan teknik Polymerase

Chain Reaction (PCR), pendeteksian hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa,

pengukuran konsentrasi mtDNA dengan Spektrofotometri UV-Vis, sekuensing

hasil PCR dengan konsentrasi > 100 ng/ L, serta analisis urutan nukleotida

menggunakan program SeqManTM versi 4.00 DNASTAR.

3.1. Bagan Alir

Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

Sampel mtDNA manusia

Templat DNA

Fragmen HVI mtDNA

Konsentrasi mtDNA >100 ng/ L

Urutan Nukleotida Daerah HVI mtDNA

Profil Genetik Daerah HVI mtDNA Manusia pada Empat Generasi dengan Riwayat Diabetes Melitus 2

Lisis dan ekstraksi sel

Amplifikasi dengan teknik PCR dan deteksi

dengan elektroforesis gel agarose

Sekuensing

Analisis data menggunakan Program SeqManTM

versi 4.00 DNASTAR

Diukur absorbansi pada =260nm dan =280nm

(19)

21

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet mikro, tabung

eppendrof, sentrifuge, set alat PCR, autoklaf, set alat elektroforesis, lampu UV,

dan Spektrofotometri UV-Vis.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam tahap lisis yaitu buffer lisis (500 mM

Tris-HCl pH 8,5, 10 mM EDTA pH 8, dan 5% Tween-20), enzim proteinase K 10

mg/mL, dan ddH2O. Bahan-bahan yang digunakan dalm proses PCR adalah

primer M1 20 pmol/ L, primer M2 20 pmol/ L, buffer PCR 10x (500 mM KCl,

100 mM Tris-HCl pH 9,0 pada suhu 25C, 1% Triton X-100, 15 mM MgCl2),

enzim Taq DNA Polimerase 5 unit/ L, dan campuran dNTP 10 mM. Bahan-bahan

yang digunakan dalam elektroforesis gel agarosa yaitu agarosa, buffer TAE 1x

(Tris-asetat 0,05 M dan EDTA 0,001 M pH 8), larutan EtBr 10 g/mL, loading

buffer (sukrosa 50%, EDTA 0,1 M pH 8, bromfenol biru 0,1% pH 8), dan marker

pUC19/HinfI 30 g/ L.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengumpulan Sampel mtDNA

Sampel yang digunakan berupa akar rambut dari empat generasi dengan

riwayat dibetes melitus tipe 2. Pengambilan sampel akar rambut dengan cara

mencabut rambut sampai akarnya, sehingga selanjutnya dapat dilakukan proses

lisis dan ekstrasi mtDNA dari akar rambut tersebut.

3.3.2. Lisis Sampel Akar Rambut

Sampel akar rambut dilisis secara kimiawi dan enzimatik. Tahap awal

sampel rambut sebanyak 5-7 helai dipotong pada bagian akarnya (±1 cm) dan

dimasukkan ke dalam tabung eppendrof ukuran 1500 L. Kemudian ditambahkan

ddH2O sebanyak 170 L. Selanjutnya ditambahkan 20 L buffer lisis (500 mM

(20)

22

proteinase K 10 mg/ mL hingga volume lisis tepat 200 L. Kemudian tabung

eppendrof yang berisi campuran reaksi dibungkus dengan parafilm dan diinkubasi

selama 1 jam pada waterbath dengan suhu ±55°C. Setelah itu dilakukan proses

deaktivasi enzim proteinase K pada suhu ±95°C selama 10 menit. Kemudian

campuran reaksi disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 14.000 rpm.

Setelah proses sentrifugasi, supernatannya diambil sebanyak 150 L dan dimasukkan ke dalam tabung eppendrof 1500 L yang baru untuk selanjutnya

digunaan sebagai templat pada proses PCR.

3.3.3. Amplifikasi Fragmen mtDNA Manusia secara In vitro dengan Teknik PCR

Proses amplifikasi fragmen daerah HVI mtDNA manusia dilakukan

dengan menggunakan primer M1 dan M2. Campuran reaksi PCR dimasukkan ke

dalam tabung eppendrof 200 L, terdiri atas 5 L template mtDNA hasil lisis;

primer M1 (30 pmol/ L) 0,5 L; 0,5 L primer M2 (30 pmol/ L); 2,5 L buffer

PCR 10x (500 mM KCl, 100 mM Tris-HCl pH 9 pada suhu 25°C); 1,0% Triton

X-100; 15 mM MgCl2); enzim Taq DNA Polimerase (5 unit/ L) sebanyak 0,2 L;

0,5 L campuran dNTP 10 mM; dan ditambah 15,8 L ddH2O steril sehingga volumenya mencapai 25 L. Urutan rinci nukleotida primer M1 dan M2

ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Urutan Nukleotida Primer M1 dan M2

Primer Urutan 5’ ke 3’ Posisi Ukuran

M1 -CACCATTAGCACCCAAAGCT- L 15.978-15.997 20 Nukleotida

M2 -GATTTCACGGAGGATGGTG- H 16.419-16.401 19 Nukleotida

Proses PCR dilakukan dengan mesin GeneAmp® PCR System 2700

sebanyak 35 siklus. Tahap awal dari proses PCR adalah tahap denaturasi awal

yang dilakukan pada suhu 90°C selama 5 menit, kemudian masuk ke program

siklus PCR dengan masing-masing siklus terdiri dari 3 tahap yaitu tahap

(21)

23

yang dilakukan pada suhu 50°C selama 1 menit, dan tahap extension atau

polimerisasi pada suhu 72°C selama satu setengah menit. Pada akhir semua siklus

dilakukan tambahan proses polimerisasi pada 72°C selama empat menit. DNA

hasil PCR kemudian disimpan pada suhu -20°C.

3.3.4. Analisis Hasil PCR dengan Elektroforesis Gel Agarose

Hasil amplifikasi dari proses PCR yang telah dilakukan sebelumnya

kemudian dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa 1% (b/v) menggunakan set

alat elektroforesis sederhana. Komposisi gel agarosa dibuat dengan melarutkan

0,15 gram agarosa dalam 15 mL buffer TAE 1x. Larutan tersebut kemudian

dipanaskan hingga semua agarosa larut sempurna, lalu didinginkan hingga suhu

larutan mencapai 60°C. Pada masing-masing sumur gel dimasukkan 5 L sampel

hasil PCR yang telah dicampurkan dengan 2 L loading buffer (sukrosa 50%;

EDTA 0,1 M pH 8; bromfenol biru 0,1% pH 8).

Proses elektroforesis dilakukan dalam buffer TAE 1x sebagai media

penghantar arus pada tegangan 100 volt selama 45 menit. Marker atau penanda

yang digunakan adalah pUC19/HinfI. Setelah elektroforesis selesai, agarosa

direndam dan digoyangkan menggunakan shaker selama 5 menit dalam larutan

EtBr. Kemudian direndam dan dishake di dalam dH2O selama 3 menit. Hasil

elektroforesis kemudian divisualisasikan dengan sinar UV dan difoto dengan

kamera digital. Penentuan konsentrasi DNA dapat dilakukan dengan cara

membandingkan intensitas pita sampel terhadap pita-pita dari marker yang

konsentrasinya telah diketahui sebelumnya.

3.3.5. Pengukuran Konsentrasi mtDNA dengan Spektrofotometri UV-Vis

Ekstrak mtDNA hasil isolasi dihitung konsentrasinya menggunakan alat

spektrofotometer UV-Vis. Total volume yang digunakan untuk pengukuran pada

spektrofotometer sebanyak 1000 l dan faktor pengenceran yang digunakan

sebesar 200 kali. Larutan blanko yang digunakan adalah ddH2O sebanyak 1000 l.

(22)

24

Sedangkan untuk pengukuran kemurnian DNA dilakukan dengan perbandingan

absorban 260/280 (A260/280).

Kalibrasi spektrofotometer dilakukan sebelum digunakan untuk

pengukuran sampel DNA. Sebanyak 1000 l ddH2O dimasukkan ke dalam kuvet

lalu dimasukkan ke dalam Spektrofotometer UV-Vis dan ditekan tombol read

blank untuk kalibrasi. Sebanyak 5 l sampel DNA dimasukkan ke dalam kuvet

kemudian ditambahkan ddH2O sebanyak 995 l. Konsentrasi DNA diukur pada

panjang gelombang 260 nm dan kemurnian DNA diukur dengan perbandingan

absorban 260/280 (OD260/280).

3.3.6. Penentuan Urutan Nukleotida Daerah HVI mtDNA Manusia dengan Sekuensing Metode Dideoksi Sanger

Sekuensing DNA merupakan tahapan akhir dalam menetukan urutan

nukleotida fragmen hasil amplifikasi dengan teknik PCR. Sekuensing dilakukan

oleh Macrogen In. Korea berdasarkan prinsip sekuensing metode Dideoksi Sanger

menggunakan Automatic DNA Sequencer dengan primer M1 5’(CACCATTAGC-

ACCCAAAGCT)3’.

3.3.7. Pembacaan Elektroferogram Hasil Sekuensing

Pembacaan elektroferogram hasil sekuensing dilakukan dengan

menganalisis data elektroferogram. Pada elektroferogram tersebut, masing-masing

basa memperlihatkan warna dan tinggi puncak yang berbeda. Basa adenin (A)

berwarna hijau, basa guanin (G) berwarna hitam, basa sitosin (C) berwarna biru,

dan basa timin (T) berwarna merah, seperti pada Gambar 3.1.

(23)

25

3.3.8. Analisis Urutan Nukleotida Daerah HVI mtDNA Manusia dengan Sekuensing Metode Dideoksi Sanger

Urutan nukleotida pada daerah HVI mtDNA manusia hasil sekuensing

dianalisis dengan menggunakan SeqManTM versi 4.00 DNASTAR. Proses

analisisnya dilakukan dengan cara memasukkan urutan nukleotida sampel dan

urutan DNA standar yang ada yaitu urutan Cambrige yang telah direvisi oleh

Andrews et al. pada tahun 1999 yaitu revised Cambrige Reference Sequnce

(rCRS), kemudian program akan secara otomatis menandai basa pada posisi

(24)

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pemaparan

pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Sampel empat generasi dengan riwayat DMT2 memiliki enam mutasi yang

sama, yaitu mutasi C16147T, T16189C, C16193del, T16217C, A16235G, dan

A16293C.

2. Ditemukan lima mutasi khas yang dimiliki empat generasi dengan riwayat

diabetes melitus tipe 2, yaitu C16147T, C16193del, T16217C, A16235G, dan

A16293C.

3. Kandidat mutasi yang mengindikasikan terjadinya penyakit DMT2 pada

sampel DMG01 dan DMG02 adalah T16189C dan T16217C. Kedua mutasi

tersebut juga terdapat pada sampel DMG03 dan DMG04, maka generasi

ketiga dan keempat ini juga berpotensi terkena DMT2.

5.2. Saran

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang diturunkan secara

maternal dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti gaya hidup. Dalam

penelitian ini ditemukan setiap individu memiliki mutasi yang berbeda satu sama

lain meskipun dalam satu garis keturunan. Oleh karena itu, kandidat varian

genetik yang diperoleh dalam penelitian ini perlu dianalisis lebih lanjut hubungan

mutasinya satu sama lain dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Alcolado, J.C., Majid, A., dan Brockington M. (1994). Mitochondrial Gene

Defects in Patients with NIDDM. Diabetalogia 37, 372-376.

Alcolado, J.C., dan Thoas A. W. (1995). Maternally Inherited Diabetes Mellitus:

the Role of Mitochondrial DNA Defects. Diabet Med 12, 102-108.

Anderson, S. et al. (1981). Sequence and Organization of The Human

Mitochondrial Genome. Nature 290 (5806): 457–465.

Andrews, R.M. et al. (1999). Reanalysis and Revision of The Cambridge

Reference Sequence for Human Mitochondrial DNA. Nat Genet 23 (2): 147.

Berdanier, C.D. (2007). Linking Mitochondrial Function to Diabetes Mellitus: an

Animal’s Tale. American Journal Physical Cell Physiol 293, 830-836.

Bogenhagen, Daniel F. (1999). DNA REPAIR’99 Repair of mtDNA in Vertebrates. Am. J. Hum. Genest. 64, 1276-1281.

Brown. (1996). Gene Cloning. An Introduction. Third edition. Chapman dan Hall, Boundrary Raw, London.

Carranza, F.A. et al. (2002). Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed.

Philadelphia:208-211.

Chen, X. et al. (1995). Rearranged Mitochondrial Genomes are Present in

Human Oocytes. Am. J. Hum. Genest, 239-247.

Fachreza, Rizki P. (2009). Tinjauan Diabetes Melitus dari Aspek Selular dan

Molekuar. [Online]. Tersedia: http://lucablightblue.blogspot.com/2009/05/

tinjauan-diabetes-melitus-dari-aspek.html. [30 Juli 2013]

Fatchiyah. (2011). Modul Pelatihan Analisis Fingerprinting DNA Tanaman

Dengan Metode RAPD. Malang: Laboratorium Sentral Ilmu Hayati

(26)

46

Gerbitz, K.D., Paprotta A. dan Brdiczka D. (1996). Mitochondria and Diabetes:

Genetics, Biochemical and Clinical Implication of the Cellular Energy

Circuit. Diabetes 45, 113-126.

Gray, M.W., G. Burger, dan B.F. Lang. (1999). Mitochondrial Evolution. Science 283: 1467-481.

Gumilar, G.G, Supriyanti, F. M.T., Siti, H.H. (2008). Bioteknologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Handayani, L. (2007). Kejadian Diabetes Melitus (DM), Perilaku Berisiko Dan

Kondisi Fisiologis Penderita DM di Indonesia. Dalam : Majalah Kesehatan

Perkotaan. 15 (1): 55-67.

Hasdianah, H.R. (2012). Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan

Anak-Anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.

http://www.mitomap.org/bin/view. pl/MITOMAP/HumanMitoSeq

http://www.mitomap.org/pub/MITOMAP/MitomapFigures/mtDNAMorbidMap. pdf

http://www.ncbi.nlm.nih.gov.

Indriani, Tanti. (2010). Kandidat Varian Genetik DNA Mitokondria Daerah

Hipervariabel I (HVI) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dalam Satu Garis Keturunan. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Bandung: tidak diterbitkan.

Jean, Francois Giot. (2010). Agarose Gel Electrophoresis – Aplications in Clinical Chemistry. Journal of Medical Biochemistry 2010; 29 (1).

Kahn, S.E., (2005). The Patophysiology And Genetics Of Type 2 Diabetes

Melitus. In : Ellenberg, M., ed. The Diabetes Melitus Manual. USA: The

McGrawHill Companies, 51-61.

Khosravinia, H. et al. (2007). Optimazing factors influencing DNA extraction

from fresh whole avian blood. African Journal of Biotechnolody, Vol. 6(4),

pp. 481-486.

Kurniali, Peter C. (2013). Hidup Bersama Diabetes Mengaktifkan Kekuatan

Kecerdasan Ragawi untuk Mengontrol Diabetes dan Komplikasinya.

(27)

47

Lamster, I. B. et al. (2008). The Relationship Between Oral Health And Diabetes

Mellitus. J Am Dent Assoc;139;19S-24S.

Liou, Chia-Wei et al. (2007). A Common Mitochondrial DNA Variant and

Increased Body Mass Index as Associated Factors for Development of Type 2 Diabetes: Additive Effects of Genetic and Environmental Factors. The

Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 92(1):235–239.

Lucky, Bellinda. (2008). Mutasi DNA Mitokondria yang Berkaitan dengan

Penyakit Diabetes Melitus. Skripsi Program Studi Kimia Institut Teknologi

Bandung. Bandung: tidak diterbitkan.

Magdeldin, Sameh. (2012). Gel Electrophoresis - Principles and Basics. InTech Publisher : Rijeka, Croatia.

Maharani, Afriana P. (2011). Sel dan Bagian-Bagiannya (Fungsi Organel Sel). [Online]. Tersedia: http://aimaifantasy.wordpress.com/2011/07/26/sel-dan-bagian-bagiannya. [28 Juli 2013]

Marzuki, S. et al. (1991). Normal Variants of Human Mitochondrial DNA and

Translation Products: The Building of a Reference Data Base. Human

Genetics, 88(2).

Matthews D.C. (2002). The Relationship Between Diabetes and Periodontal

Disease. J Can Dent Assoc; 68(3):161-4.

Muladno. (2002). Teknik Rekayasa Genetika. Bogor : Pustaka Wirausaha Muda.

Mullis, Kary. (1990). The Unusual Origin of the Polymerase Chain Reaction. Scientific American April 56-65.

Nakada, K. (2006). Mitochondria-Related Male Infertility. PNAS: 103(41):15148-53.

Ngili, Yohanis. (2005). DNA Mitokondria Pengidentifikasi Korban Tsunami. [Online]. Tersedia: http://www.pikiran–rakyat.com. [28 Juli 2013]

Nugroho, A.H. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan

Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas 7:378-382.

(28)

48

Park, K.S. et al. (2008). A Mitochondrial DNA Variant at Potition 16189 1A

Associatted with Type 2 Diabetes Mellitus in Asians. Diabetologia 51:

602-608.

Parson, Walther dan Arne Du¨r. (2007). EMPOP—A forensic mtDNA database. Forensic Science International: Genetics 1 (2007) 88–92.

Poulton, J. et al. (1998). A Common Mithocondrial DNA Variant is Associated

with Insulin Resistent in Adult Life. Diabetologia 51: 602-608.

Poulton, J. et al. (2002). Type 2 Diabetes is Associated with a Common

Mitochondrial Variant: Evidence From a Population-Based Case-Control Study. Hum Mol Genet. 2002 Jun 15;11(13):1581-3.

Pouwer, F. (2010). Does Emotional Stress Cause Type 2 Diabetes Mellitus? A

Review from the Europeaan Depression in Diabetes (EDID) Research Consortium. Discovery Medicine., 2010; 9(45): 112 – 118.

Purnomo, Sudjiono, T. Joko, dan S. Hadisusanto. (2009). Biologi Kelas XI untuk

SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Puspitasari, Dea. (2007). Urutan Nukleotida Daerah HVSI DNA Mitokondria

Manusia Poli-C. Skripsi Program Studi ITB. Bandung: tidak diterbitkan.

Qiagen. (2006). Genomic DNA Purification. [Online]. Tersedia: http://www. qiagen.com/ literature/brochurs/index. [30 Juli 2013]

Qu, Jia M.D. et al. (2009). Extremely Low Penetrance of Leber’s Hereditary

Optic Neuropathy in 8 Han Chinese Families Carrying the ND4 G11778A Mutation. Ophthalmology. 2009 March ; 116(3): 558–564.e3.doi:10.1016/ j.ophtha.2008.10.022.

Ruiz, Pesini E et al. (1998). Correlation of Sperm Motility with Mitochondrial

Enzymatic Activities. Clin Chem 44:1616-1620.

Ruiz, Pesini E. et al. (2000). Seminal quality correlates with mitochondrial

functionality. Clin Chem Acta 300:97-105.

Saepudin, Asep. (2012). Penggunaan Lintasan Euler dalam Penyederhanaan Sekuensing DNA. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Sambrook, J. Fritsch, E.F. dan Maniatis, T. (1989). Molecular Cloning: a

(29)

49

Sari, Y. A. (2009). Kandidat Varian Genetik Daerah D-Loop DNA Mitokondria

Manusia pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 yang Dipicu oleh Obesitas. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung: tidak

diterbitkan.

Shamsi, M. B. et al. (2008). Mitochondrial DNA Mutations in Etiopathogenesis of

Male Infertility. Indian J Urol; 24:150-4.

Schteingart, D.S., (2006). Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam : Price, S. A., ed. Patofisiologi, Konsep Klinis, dan Proses Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC, 1259-1267.

Soini, H. K et al. (2012). Mitochondrial DNA sequence variation in Finnish patients with matrilineal diabetes mellitus. BMC Research Notes 2012, 5:350.

Sudarmadji, S. (1996). Teknik Analisa Biokimiawi. Yogyakarta: Edisi Pertama Liberty.

Sudjadi. (2008). Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisiu.

Sudoyo, H. (2003). Polimorfisme DNA Mitokondria dan Kedokteran Forensik. Jakarta: Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Sulandari,S dan M.S.A. Zein. (2003). Panduan Praktis Laboratorium DNA. Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Susmiarsih, T. (2010). Peran Genetik DNA Mitokondria (mtDNA) pada Motilitas

Spermatozoa. Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol.2, No.2.

Tan, Duan-Jun et al. (2002). Comprehensive Scanning of Somatic Mitochondrial

DNA Mutations in Breast Cancer1. CANCER RESEARCH 62, 972–976, February 15, 2002.

Wallace, D.C. (1995). Mitochondrial DNA Variation in Human Evolution,

Degenerative Disease, and Aging. Am J Hum Genet 57:201-223.

Wallace, D.C. (1997). Mitochondrial DNAin Aging Disease. Scientific American.

22-29.

Wang, Pei-Wen, Tsu et al. (2009). Mitochondrial DNA Variants in the

Pathogenesis of Type 2 Diabetes - Relevance of Asian Population Studies.

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan karakteristik mtDNA dan DNA inti .......................
Tabel 3.1. Urutan Nukleotida Primer M1 dan M2
Gambar 3.1. Contoh tampilan elektroferogram hasil sekuensing

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu perlu disusun buku pengalaman baik ( best practices ) yang telah dilaksanakan oleh berbagai perguruan tinggi. Penyusunan buku model pendidikan karakter di

Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi , berisi keuletan dan ketangguhan yang

[r]

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan rafinosa dengan dosis yang berbeda dalam pengencer susu skim terhadap persentase motilitas sapi Ongole menunjukkan

[r]

Jumlah dokumen data statistik kelautan dan perikanan terkini dan tepat waktu; Jumlah dokumen laporan tahunan yang tepat waktu. Sub Bagian Program - Sekretariat -

Dalam penelitian ini dilakukan simulasi memanfaatkan fasilitas Global Positioning System (GPS) pada smartphone sebagai Unit Pengenal Mobil (UPM) untuk mempermudah

IAIN Syekh Nurjati Cirebon menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan tujuan agar lulusan memiliki kompetensi yang menjadi tujuan dan sasaran jurusan/ prodi.. Mata