• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Mekanik dan Faktor Psikososial Terhadap Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer Pada Perawat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Faktor Mekanik dan Faktor Psikososial Terhadap Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer Pada Perawat"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 NYERI PUNGGUNG BAWAH II.1.1 Definisi

Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, diantara sudut iga paling bawah dan sakrum (Suryamiharja A,2011).

II.1.2 Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi NPB sekitar 18%, sedangkan di negara luar seperti Amerika Serikat prevalensi ini bisa mencapai 15-20% per tahunnya (Suryamiharja A,2011).

Prevalensi nyeri punggung bawah pada populasi dewasa bervariasi sesuai usia. Kecenderungan seseorang mengatakan pernah mengalami nyeri punggung bawah dalam hidupnya adalah sekitar 80% pada usia 60 tahun dan 20% sisanya lupa pernah mengalami nyeri punggung bawah atau pernah mengalaminya namun merasa itu adalah bagian dari keadaan normal dan tidak perlu dilaporkan. Pada usia 40 tahunan prevalensinya lebih tinggi pada wanita, sedangkan setelah usia 50 tahun prevalensi ini sedikit meningkat pada pria (Haldeman SD dkk, 2002).

(2)

pada perawat di Hongkong (Nia dkk,2011). Pada suatu studi yang dilakukan di Afrika, dari 408 responden perawat (148 pria dan 260 wanita), yang terkena NPB dalam waktu satu tahun mencapai 300 responden (73,53%). Nyeri punggung bawah ini lebih sering mengenai perawat wanita (68%) dibandingkan perawat pria (32%) (Sikiru dkk, 2010). II.1.3 Etiologi

Penyebab nyeri punggung secara umum dapat dibagi menjadi penyebab mekanik dan non mekanik. Nyeri punggung mekanik merupakan penyebab tersering terjadinya nyeri punggung. Nyeri mekanik ini meliputi berbagai gangguan akibat penggunaan otot berlebih (nyeri regang otot), trauma, atau deformitas fisik struktur anatomis seperti pada hernia nucleus pulposus. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah osteoarthritis, stenosis spinal, spondilolistesis dan skoliosis dewasa (Wahjoepramono EJ,2007)

(3)

Tabel 1.Berbagai Penyebab Nyeri Punggung

Mekanikal Non Mekanikal Penyakit Organ Visceral

• Strain, sprain

• Penyakit organ-organ

pelvis

Dikutip dari: Wahjoepramono EJ. 2007. Medula Spinalis dan Tulang Bawah. FK-Univ.Pelita Harapan

(4)

sedangkan nyeri neuropatik menyatakan bahwa sumber nyeri akibat iritasi pada radiks saraf.

Diagnosis didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk triase, NPB dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :

1. NPB nonspesifik, dengan cirri-ciri : a. Umur 20-55 tahun

b. Keadaan umum pasien baik

c. Nyeri pada daerah paha, pantat dan lumbosakral d. Nyeri mekanik

2. NPB karena gangguan neurologis (stenosis kanal dan radikulopati) a. Adanya nyeri radikular atau iskialgia

b. Nyeri menyebar sampai ke bawah lutut, tidak hanya paha bagian bawah

c. Riwayat nyeri/kesemutan yang lama d. Tanda Laseque positif

e. Riwayat gangguan miksi/defekasi/seksual f. Adanya saddle back anesthesia/hipestesia

g. Adanya kelemahan tungkai dan gangguan gaya jalan 3. NPB akibat penyakit spinal yg serius

a. Usia kurang dari 20 atau lebih dari 55 tahun

b. Adanya riwayat trauma (kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian)

(5)

d. Adanya penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas e. Pemakaian obat-obatan imunosupresan/kortikosteroid

sistemik

f. Penyalahgunaan obat/narkoba

g. Riwayat febris dan radang saluran kemih.

Pada anamnesis juga sebaiknya meliputi penilaian terhadap faktor psikososial karena hal ini merupakan prediktor kuat yang dapat dipakai untuk meramalkan kemungkinan terjadinya NPB kronik.

II.1.4 Faktor Risiko

Sudah banyak studi prospektif yang dilakukan untuk mempelajari prediktor terjadinya nyeri punggung bawah dan transisinya menjadi nyeri punggung kronik. Umumnya studi-studi ini menemukan bahwa faktor psikologis memiliki peranan yang lebih besar terhadap terjadinya nyeri punggung yang menetap dibandingkan dengan faktor anatomi (Cohen SP dkk,2008).

Ada beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah, yaitu :

1. Faktor Mekanik dan Nyeri Punggung Bawah

Faktor biomekanik seperti kerja fisik yang berat ,mengangkat, menekuk, terputar, mendorong/menarik, membawa, frekuensi, postur dan fibrasi telah lama disebutkan di literatur-literatur sebagai faktor risiko bagi kelainan punggung bawah (Ferguson SA dkk,2011).

(6)

Faktor psikososial dapat mempengaruhi respon psikologis seorang pekerja terhadap pekerjaannya dan mempengaruhi risiko mengalami gangguan punggung bawah. Contohnya beban mental di pekerjaan merupakan risiko terjadinya gejala nyeri punggung bawah. Peningkatan beban kerja lebih dari 2 kali akan meningkatkan risiko terkena nyeri punggung bawah. Kepuasan dalam lingkungan pekerjaan berhubungan dengan keluhan gangguan punggung bawah yang lebih rendah. Tipe kepribadian yang sangat tergantung pada orang lain dan lingkungan psikososial yang tidak nyaman akan menyebabkan aktifitas otot meningkat, selanjutnya menyebabkan peningkatan beban spinal dan risiko mengalami gangguan tulang belakang. Dukungan rekan kerja yang rendah juga meningkatkan risiko gangguan punggung bawah empat kali lipat. Stres di tempat pekerjaan juga meningkatkan insidensi sakit punggung bawah. Ketika keluhan nyeri punggung bawah menimbulkan suatu disabilitas, maka faktor psikososial akan memberikan peranan yang lebih nyata (Ferguson SA dkk,2011).

3. Faktor risiko individual

(7)

resikio nyeri punggung bawah terkait pekerjaan, 50%nya akan mengalami nyeri berulang selama tahun pertama (Ferguson SA dkk,2011).

4. Faktor okupasional

Faktor okupasional yang mempengaruhi munculnya NPB adalah mengangkat benda dengan tangan, pekerjaan yang monoton, dan kontrol pekerjaan. Sedangkan yang mempengaruhi kronisitas adalah ketidakpuasan dalam pekerjaan, tidak mampu melakukan pekerjaan ringan, dan mengangkat benda selama lebih dari ¾ hari kerja.

II.1.5 Patofisiologi

Penyebab pasti sebagian besar nyeri punggung bawah baik yang akut maupun kronis sulit ditentukan, walaupun diperkirakan kebanyakan karena sebab mekanikal (Meliala S,2003).

Pada punggung bawah terdapat berbagai bangunan yang peka nyeri. Diantaranya adalah periosteum, 1/3 bangunan luar annulus fibrosus (bagian fibrosa dari diskus intervertebralis), ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagi stimulus (mekanikal, termal dan kimiawi). Reseptor-reseptor ini sebenarnya berfungsi sebagai proteksi.

(8)

mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat adalah spasme otot untuk membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri.

Pembungkus saraf juga kaya akan nosiseptor yang merupakan akhiran dari nervi nervorum yang juga berperan sebagai sumber nyeri nosiseptif inflamasi, terutama nyeri yang dalam dan sulit dilokalisir.

Berbagai stimuli seperti mekanikal, termal atau kemikal dapat mengaktivasi/mensensitisasi nosiseptor. Aktivasi nosiseptor langsung menyebabkan nyeri dan sensitisasi menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang timbul akibat aktivasi nosiseptor ini dinamakan nyeri nosiseptif. Bentuk nyeri lain yang sering timbul pada nyeri punggung bawah adalah nyeri neuropatik (Meliala L,2003).

II.2. NYERI KEPALA II.2.1. Definisi

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa yang tidak mengenakkan pada seluruh kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir H, 2008).

II.2.2. Epidemiologi

(9)

1,8%, Episodik Tension type Headache 31%, Chronic tension type Headache 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir H, 2004).

Pada suatu studi di Taiwan, ditemukan bahwa 386 orang dari 779 orang perawat (49,6%) mengalami nyeri kepala primer pada tahun sebelumnya, dan 374 (48,1%) mengalami episodic tension type headaches. Setelah dilakukan pemeriksaan neurologis didapati perawat yang menderita migrain (28,5%), tension hedache (13,4%), mixed migrain and tension headache (37%), dan penyebab lainnya sebanyak 1,4% (Lin KC dkk,2007)

II.2.3. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer (Sjahrir H dkk, 2013)

Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition adalah:

Untuk nyeri kepala primer secara garis besar klasifikasinya adalah: 1. Migren:

1.1. Migren tanpa aura 1.2. Migren dengan aura

1.3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migren

(10)

2. Tension-type Headache:

2.1. Tension-type headache episodik yang infrequent 2.2. Tension-type headache episodik yang frequent 2.3. Tension-type headache kronik

2.4. Probable tension-type headache

3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya: 3.1. Nyeri kepala Klaster

3.2. Hemikrania paroksismal

3.3. Short-lasting unilateral neuralgiform headache with conjunctival injection and tearing (SUNCT)

3.4. Probable sefalgia trigeminal otonomik 4. Nyeri kepala primer lainnya:

4.1. Primary stabbing headache 4.2. Primary cough headache 4.3. Primary exertional headache

4.4. Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual 4.5. Hypnic headache

4.6. Primary thunderclap headache 4.7. Hemikrania kontinua

(11)

II.2.4 Patofisiologi Nyeri Kepala

Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor yang sensitif terhadap nyeri di kepala. Jika struktur peka nyeri yang terletak pada atau di atas tentorium serebeli yang dirangsang, maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada daerah di depan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (frontotemporal dan parietal anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh nervus trigeminal (Sjahrir H,2008).

(12)

motorneuron servikal. Dengan demikian jelaslah bahwa nyeri di leher dapat sampai di kepala (Sjahrir H,2008)

Pada pasien-pasien tension-type headache didapati adanya peningkatan sensitisasi nyeri sentral pada level spinal dorsal horn trigeminal nucleus yang disebabkan oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan perikranial miofasial. Peningkatan input nosiseptif ini pada struktur supraspinal mengakibatkan sensitisasi dari supraspinal. Hal ini menyebabkan meningkatnya aktifitas otot-otot perikranial atau terjadi pelepasan neurotransmitter dari jaringan miofasial sehingga terjadi chronic tension-type headache (Bendtsen, 2000)

(13)

Dikutip dari: Sjahrir H. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press

Pada migren, aktivasi nukleus Trigeminal melepaskan Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP) yang menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi. Mediator ini meningkatkan CGRP sintase lebih lanjut dan dilepaskan dalam waktu beberapa jam sampai berhari sesuai dengan episode waktu 4-72 jam serangan migren. Peningkatan sintesa dan pelepasan CGRP dimediasi oleh pengaktifan dari jaras mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang pada gilirannya dapat diatur oleh unsur inflamasi endogen seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan yang dipengaruhi obat seperti sumatriptan (Sjahrir H, 2008).

Patofisiologi nyeri kepala tipe klaster telah menjadi topik penelitian yang menarik belakangan ini. Pada penderita nyeri kepala klaster ini ditemukan adanya peningkatan kadar CGRP pada vena jugularis merefleksikan adanya aktivasi trigeminovaskular, sedangkan peningkatan vasoactive intestinal peptide menunjukkan adanya aktivasi parasimpatis. Sementara pada penelitian lainnya telah menduga bahwa vasodilatasi a. Karotis interna terlibat dalam patogenesis nyeri kepala klaster atau adanya inflamasi menyebabkan penekanan pada saraf di sinus karotis dan inilah yang mendasari terjadinya nyeri (Schoenen JS, 2001).

II.3 Faktor Mekanik

(14)

berdiri lama, dan tugas-tugas keperawatan (mengangkat/memindahkan pasien) (Sterud T dkk 2013).

Faktor risiko mekanik untuk penyakit-penyakit muskuloskeletal termasuk didalamnya adalah pengaruh postur tubuh (berlutut atau memutar), mengangkat beban dengan tangan (mengangkat, membawa, mendorong atau menarik), vibrasi seluruh tubuh (akibat kendaraan atau mesin) atau postur badan yang statis (Somville dkk, 2006).

Aktifitas fisik adalah gerak tubuh yang dihasilkan otot otot skeletal yang memerlukan energi (WHO,2010). Inaktifitas fisik saat ini merupakan faktor risiko ke empat yang menyebabkan mortalitas secara global. Derajat inaktifitas fisik ini semakin meningkat di berbagai negara dengan dampak meningkatnya penyakit-penyakit noncommunicable diseases (NCDs) dan berdampak pula terhadap status kesehatan populasi di seluruh dunia.

Rekomendasi derajat aktifitas fisik untuk kesehatan berdasarkan usia menurut WHO (2010) adalah :

a. Usia 5-17 tahun

1. Anak-anak dan remaja berusia 5-17 tahun harus mengumpulkan sedikitnya 60 menit aktifitas fisik sedang (moderate intensity physical activity) hingga aktivitas fisik berat (vigorous intensity physical activity).

(15)

3. Kebanyakan aktifitas fisik harian sebaiknya adalah aktifitas yang aerobik. Untuk aktifitas fisik berat (vigorous intensity physical actifity) sebaiknya adalah aktifitas yang dilakukan sendiri, termasuk didalamnya adalah aktifitas untuk menguatkan otot dan tulang, paling sedikit 3 kali per minggu.

b. Untuk usia 18- 64 tahun

1. Bagi orang dewasa usia 18-64 tahun sebaiknya melakukan 150 menit per minggu aktifitas fisik moderat, atau paling sedikit 75 menit aktifitas fisik berat (vigorous intensity physical activity) dalam 1 minggu, atau kombinasi aktifitas moderat dan aktifitas berat yang ekivalen.

2. Aktifitas yang bersifat aerobik sebaiknya dilakukan paling sedikit durasi 10 menit

3. Untuk lebih memberikan dampak yang menguntungkan bagi kesehatan, orang dewasa harus meningkatkan aktifitas fisik moderatnya menjadi 300 menit per minggu, atau menggunakan 150 menit per minggu untuk aktifitas fisikberat, atau kombinasi aktifitas fisik moderat dan berat yang ekivalen.

4. Aktifitas untuk meningkatkan kekuatan otot harus dilakukan dengan melibatkan otot-otot utama selama 2 hari atau lebih. c. Usia > 65 tahun.

(16)

sedikitnya 75 menit per minggu melakukan aktifitas fisik berat, atau gabungan dari aktifitas fisik sedang dan berat yang ekivalen.

2. Aktifitas aerobik dilakukan sebaiknya selama durasi 10 menit. 3. Untuk memberikan dampak yang lebih menguntungkan bagi

kesehatan, orang-orang pada usia ini sebaiknya meningkatkan aktifitas fisik moderatnya menjadi 300 menit per minggu, atau menggunakan 150 menit per minggu untuk melakukan aktifitas fisik berat, atau melakukan kombinasi aktifitas fisik moderat dan berat yang ekivalen.

4. Pada usia ini, orang tua dengan mobilitas yang terbatas sebaiknya melakukan aktifitas fisik untuk memperbaiki keseimbangan dan mencegah jatuh, selama 3 hari atau lebih per minggu

5. Aktifitas untuk menambah kekuatan otot sebaiknya dilakukan dengan melibatkan otot-otot utama, selama 2 hari atau lebih per minggu

6. Bila orang-orang pada usia ini tidak mampu melakukan jumlah aktifitas fisik yang dianjurkan berhubungan dengan kondisi kesehatannya, mereka sebaiknya melakukan aktifitas fisik yang diperkenankan sesuai dengan kondisi fisiknya.

(17)

melakukan suatu aktifitas tertentu. Frekuensi diukur dalam jumlah aktifitas yang dilakukan, biasanya per minggu. Intensitas diukur dalam usaha yang dibutuhkan pada suatu aktifitas, biasanya diklasifikasikan sebagai ringan, sedang atau aktifitas yang memerlukan usaha lebih berat (vigorous) (Thomas J, 2005).

II.3.1 Peranan Faktor Mekanik Terhadap Nyeri Punggung Bawah

Aktiitas mengurus pasien merupakan penyebab utama terjadinya NPB diantara pekerja kesehatan. Aktivitas selama melakukan kegiatan ini termasuk didalamnya adalah mengangkat, memindahkan, mereposisikan pasien dan alat-alat yang menyebabkan postur tubuh ada dalam posisi tidak nyaman dan eksersi tubuh yang meningkat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Holterman dkk (2013) menyimpulkan bahwa melakukan akifitas patient-handling lebih dari 10 kali per hari akan meningkatkan perkembangan nyeri punggung bawah menjadi suatu keadaan yang persisten.

II.3.2 Peranan Faktor Mekanik Terhadap Nyeri Kepala

(18)

Penelitian Varkey E (2008) tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashina S dkk (2013) dimana ditemukan ada hubungan antara aktifitas fisik yang rendah pada waktu santai dengan kejadian migren. Namun pada penelitian Ashina dkk (2013) mereka juga menemukan bahwa aktifitas fisik itu berhubungan dengan nyeri kepala non-migren, dalam hal ini adalah TTH. Dan pengaruh aktifitas fisik ini lebih jelas terlihat pada penderita nyeri kepala kronik dari pada nyeri kepala akut.

Alignment tubuh yang tidak baik bisa menimbulkan gangguan pada spinal, menekan aliran darah ke otak sehingga akhirnya timbul nyeri kepala. Selain itu nyeri kepala juga bisa terjadi akibat adanya trigger points yang aktif pada otot-otot leher yang menyebabkan terjadinya alignment leher yang salah (Lloyd I, 2013).

II.4 Faktor Psikososial

Faktor psikososial adalah segala aspek dalam desain pekerjaan serta manajemennya, dan segala konteks sosial dan organisasinya yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian (harm) psikologis dan fisik (Leka, 2010).

(19)

ada interaksi sinergis dan aditif pada kedua lingkungan fisik dan psikosoial ini (Leka S, 2010).

Gambar 2. Lingkungan Psikososial di Tempat Kerja.

Dikutip dari :Leka S, Jain A. 2010. Health Impact of Psychosocial Hazards at Work : An Overview, Institute of Work, Health and Organisations. University of Nottingham

(20)

Peran faktor psikologis ini sangat kuat, terutama dalam proses penyembuhan nyeri akut menjadi nyeri kronik. Oleh karena itu banyak ahli sepakat untuk menyatakan pencegahan sensitisasi sentral merupakan tindakan yang sangat bijaksana.Hal ini berarti pemberian analgetik yang efektif sesegera mungkin (Meliala L dkk, 2003).

II.4.1 Peranan Faktor Psikososial Terhadap Nyeri Punggung Bawah Faktor psikososial yang potensial berperan dalam terjadinya nyeri punggung bawah kronik adalah ketidakpuasan di tempat kerja, dukungan sosial yang kurang dan adanya peranan perilaku nyeri serta dinamika keluarga.Yang dimaksud dengan perilaku nyeri adalah rasa takut terhadap nyeri sehingga orang tersebut mengalami penurunan aktifitas (Helene dkk, 2006).

II.4.2 Peranan faktor Psikososial Terhadap Nyeri Kepala

Stres dan nyeri kepala merupakan 2 hal yang saling berhubungan. Pada orang-orang tertentu stres bisa memicu terjadinya nyeri kepala dan mengeksaserbasi perkembangan nyeri kepala tersebut. Stres dipercaya merupakan faktor yang bisa mentransformasi nyeri kepala akut menjadi kronis (Houle dkk, 2008).

(21)

sistem proteksi tubuh terhadap timbulnya stres. Bila terjadi stres, tubuh akan mengeluarkan hormon beta-endorphin (suatu hormon yang mirip morfin) yang memiliki efek mengurangi nyeri pada saat terjadi stres dan hormon kortisol (hormon steroid) yang akan meningkatkan kontraksi jantung dan mensensitisasi pembuluh darah terhadap aktifitas norepinefrin. Paparan terhadap hormon kortisol dan hormon lainnya yang berhubungan dengan beban alostatik akan sangat merugikan (Houle dkk, 2008)

Meskipun sudah banyak penelitian tentang pengaruh stres terhadap perjalanan nyeri kepala, namun hanya sedikit bukti yang dikumpulkan hingga saat ini yang dapat membuktikannya. Stres yang berkepanjangan dipercaya mampu mempengaruhi perjalanan nyeri kepala kronis baik secara langsung maupun tidak langsung (Houle dkk, 2008)

Ada 3 mekanisme yang menjelaskan peranan stres terhadap perjalanan nyeri kepala, yaitu:

a. Stres mempengaruhi inisiasi nyeri kepala akut

Stres adalah faktor pencetus nyeri kepala yang paling sering dikeluhkan.

(22)

mencetuskan terjadinya sensitisasi sentral dan menyebabkan terjadinya sistem kontrol nyeri di sentral mengalami kelelahan dan terjadilah hiperalgesia. Stres kronik juga akan mensensitisasi reseptor nosiseptif perifer. Penelitian belakangan ini juga menemukan bahwa stres akan meningkatkan respon nyeri, terutama pada orang-orang yang sudah memiliki sensitisasi sentral. Penderita tension type headache yang mengalami depresi (distres afektif) cenderung mengalami peningkatan kontraksi otot perikranial dibandingan dengan yang tidak mengalami depresi. Selain itu stres juga meningkatkan ambang nyeri dan memperpanjang waktu pemulihan nyeri kepalanya. Stres kronik bisa menimbulkan sensitisasi sentral dan sensitisasi ini meningkatkan kecenderungan nyeri kepala menjadi kronik (Houle dkk, 2008).

Namun mekanisme stres bisa menyebabkan nyeri kepala kronik masih belum diketahui dengan pasti. Adanya anggapan peningkatan aktifitas otot pada penderita chronic tension headache yang disebabkan oleh stres tidak didukung oleh data-data penelitian yang ada. Pendapat lain menyatakan progresifitas CTH ini disebabkan adanya aktifitas supraspinal yang dipicu oleh stres dan semakin meningkatkan sensitifitas nyeri pada penderita CTH (Cathcart S,2009).

c. Stres dan kaitannnya dengan mekanisme lainnya

(23)
(24)

II.5 KERANGKA TEORI

Nyeri punggung bawah berkaitan dengan pekerjaan dan back care ergonomic yang rendah (Sikiru dkk,2010)

Terdapat hubungan yang positif antara NPB dikalangan perawat dan rendahnya partisipasi perawat dalam aktifitas fisik.Perawatyang aktif memiliki keluhan NPB yang lebih sedikit dan perilaku psikososial lebih baik. (Lela dkk,2010)

Beban kerja fisik yang berat,manual handling,sering melakukan rotasi tubuh dalam melakukan aktifitasnya, vibrasi seluruh tubuh dan duduk yang terlalu lama berkaitan dengan nyeri punggung bawah (Yilmaz E dkk,2012).

Faktor organisasi di tempat pekerjaan, psikologis dan sosial mempengaruhi NPB (Eriksen)

Distres psikis berkaitan dengan kejadian NPB baru (Marie Feyer,2001)

Tingkat stres yang tinggi berhubungan dengan kejadian TTH dan migren(Lin dkk, 2007)

Tuntutan pekerjaan, konflik, kontrol pekerjaan dan kepuasan kerja berkaitan dengan nyeri kepala nyeri punggung bawah lebih tinggi pada penderita nyeri kepala dibandingkan yang tidak nyeri kepala (Yon dkk, 2013)

(25)

II.6 KERANGKA KONSEP

FAKTOR MEKANIK

NYERI KEPALA PRIMER

NYERI PUNGGUNG

BAWAH

Gambar

Tabel 1.Berbagai Penyebab Nyeri Punggung
Gambar 1.sintesa dan pelepasan mediator inflamasi tersebut, termasuk lain yang merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi
Gambar 2. Lingkungan Psikososial di Tempat Kerja.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah mengenai betapa pentingnya menjaga stabilitas laju Inflasi dan Investasi. Dengan

John (2007) dari Barkeley Personality Lab, Barkeley University of California. Melalui BFI akan diketahui tipe kepribadian yang dimiliki oleh Andikpas di

Tujuan umum penelitian ini mengetahui karakteristik responden, hubungan tingkat pengetahuan iklan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil disimpulkan bahwa pendekatan Inquiry adalah pendekatan yang

Untuk itu penulis mencoba membuat suatu program aplikasi dengan materi kinematika gerak lurus yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fisika bagi penggunanya Aplikasi

[r]

Menurut Siregar (2003) analisis korelasional adalah suatu bentuk analisis data untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih, yang merupakan hubungan antara

Demonstrasi-demonstrasi yang berlangsung lama itu ( 11 Desember 1975-24 Januari 1976) membuktikan kemahiran PULO dalam soal politik dan taktik. Pimpinanya pandai