HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS
PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu® )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Novia Melita
NIM : 048114131
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PERSEMBAHAN
Untuk Jesus Christ, mama, papa (alm), dosen-dosenku,
teman-temanku, semua orang yang aku cintai
dan almamaterku
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu
percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan
dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara
itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini:
Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut ! hal itu
akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa
dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.”
(Matthew 21 : 21 -22)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan anugerah dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Iklan Obat di Media Cetak Terhadap Minat
Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta (Studi Kasus :
Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu® )” dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi bukanlah hal yang mudah, hanya
dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, pembimbing utama
dan dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan ijin kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi.
3. Romo Drs.P.Sunu Hardiyanta, S.J., M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, dukungan spiritual, saran dan pengarahan selama
persiapan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukannya yang berharga.
5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan
dukungan, masukan yang berharga serta saran-sarannya.
6. BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis.
7. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang berkenan memberikan data apotek di
Kota yogyakarta kepada penulis.
8. Apoteker, karyawan dan pemilik 13 apotek di Kota Yogyakarta, terima kasih
atas ijin tempat untuk menyebarkan kuisioner.
9. Seluruh responden, terima kasih atas partisipasi dalam pengisian kuisioner dan
semangatnya.
10. Mama dan Papa (alm) terima kasih telah memberikan doa, dorongan cepat
lulusnya, cinta, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
11. Orang tua angkatku, Ibu dan Bapak Widagdo, terimakasih buat doa, dukungan
dan semangatnya.
12. Bapak Ngudi, S.Ag, terimakasih atas dukungan dan semangatnya selama ini.
13. Warm Bees Club, Dewi, Uut, Yemi, Lia, terimakasih atas bantuan, dukungan,
keceriaan, semangat doa, kenangan dan kebersamaan yang tidak akan pernah
terlupakan.
14. Teman-teman Kost ”Amakusa ” ( Jeny , Cipi, Decy, DK, Tata, Heny,
Cendut, Nike, Nova, Mira, Indri, Dian, Titin, Flori, Reta, Putri, Ineke )
untuk dukungan, doa, keceriaan dan kebersamaan yang diberikan kepada
penulis.
15. Teman-teman mantan kelas C angkatan 2004 dan FKK 2004, Novi, Apri, Arip,
Selvi, Nike, Chika, Andrew, Duma dan teman lainnya terima kasih untuk doa,
semangat, keceriaan dan kebersamaan selama ini.
16. Anak-anak basket, Frengky, Fandy, Tintus, Brian, dan teman lainnya,
terimakasih atas keceriaannya dan dukungannya.
17. Sahabat-sahabatku, Jeny, Coyi, Dede, Meli, Memeh, Ferry, Hendro dan
Pika untuk dukungan, doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.
18. Tegal Community, Karina, Okta, Ronald, Evina, Ayu, Yunita dan
teman-teman lainnya, terimakasih atas keceriaan, dukungan dan semangatnya.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna
karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun bagi
perkembangan dunia kesehatan.
Penulis
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS
PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu®)
Novia Melita NIM : 048114131
INTISARI
Saat ini pengobatan mandiri berkembang di masyarakat. Salah satu penyebab berkembangnya pengobatan mandiri di masyarakat dikarenakan banyaknya iklan obat di berbagai media. Masyarakat seharusnya dibantu dalam pemilihan obat agar penggunaannya efektif, bersifat obyektif dan lebih aman. Tujuan umum penelitian ini mengetahui karakteristik responden, hubungan tingkat pengetahuan iklan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional deskriptif dan cross sectional analitik menggunakan korelasi spearman dengan tingkat ketelitian 95%. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengunjung apotik di Kota Yogyakarta yang berjumlah 128 orang.
Hasil yang didapat dari karakteristik responden yaitu responden yang paling banyak mengisi kuisioner adalah laki-laki sebesar 55%. Media cetak yang paling banyak dipilih responden yaitu koran sebesar 41%. Responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi paling banyak mengisi kuisioner yaitu 43%. Sebanyak 96% responden menjawab pernah/tidak sering melihat iklan obat di media cetak. Jenis media cetak yang paling banyak dibaca responden ialah koran dengan persentase 41%. Koefisien korelasi pada hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas sebesar 0,700. Hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas mempunyai koefisien korelasinya sebesar 0,692. Hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas dan hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas menunjukkan hubungan yang kuat.
Kata kunci : pengobatan mandiri, pengetahuan, iklan, minat beli.
ABSTRACT
Nowadays self medication has developed in our society. One of the factors is due to the growth of drugs’ advertising published in mass media. It is so to help people to understand morein selecting the effective, objective, and safer medication. The purpose of this research is to find out the relationship between level of knowledge and drugs' advertising on printed mass media toward non prescription drugs’ of pharmacy visitors' interest in Yogyakarta. In this research, non experiment which focused on decriptive cross sectional and cross sectional analytical by using spearman correlation with accuracy 95%. Furthermore, the data collection employed in this research was by quetionnaire distribution. Meanwhile, the subject of this research was the group of pharmacy's visitor in municipality of Yogyakarta. There were 13 pharmacies with 128 respondents.
This research resulted in the fact that 55% of male respondents. Another fact revealed was that 41 % of respondents prefered newspaper to other printed mass media. There were 43% respondents who in fact had a better comprehension toward the questionnairre given. This research also revealed that drugs’ advertising in printed mass media was often not read by 96 % respondents. The kind of printed mass media which was most read by the respondents was newspaper 45% as the percentage. Furthermore, the correlation coeficient of the knowledge of the drugs advertisement toward the purchasing interest of free drugs was 0,700. Moreover, the relationship between drugs advertising and the purchasing interest of free drugs’ was 0,692 as the correlation coeficient. Both revealed a strong relationship.
Keyword: self medication, knowledge, advertising, pharmacy visitors' interest.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PRAKATA... vi
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan... 2
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 3
B. Tujuan Penelitian... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5
A. Pengetahuan... 5
B. Teori Sikap (Kognitif, Afektif dan Perilaku)... 5
C. Proses Keputusan Pembelian………. 7
D. Praktik atau Tindakan………...………. 9
E. Kelompok Usia ……….………..…….. 9
F. Penyakit Ringan……….… 10
G. H. Obat Woods®……….……… Obat Ultraflu®………..……….. 12 13 I. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas ... 13
J. Peraturan Periklanan Bidang Obat …………... 15
1. Kriteria etik promosi obat ... 15
2. Keputusan Menteri Kesehatan tentang informasi periklanan obat bebas ... 16
3. Kriteria periklanan obat bebas... 17
4. Surat Keputusan Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang promosi obat... 18
5. Pedoman periklanan obat bebas yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.386/MENKES/SK/IV/1994... 19
K. Media Cetak... 20
1. Pengertian media cetak... 20
2. Karakteristik iklan media cetak………... 21
3. Jenis media cetak………...…. 21
L. Tujuan dan Fungsi Iklan………... 23
M. Model Iklan………...…... 23
N. Minat Beli……….. 24
1. Pengertian minat beli ……….………..….... 24
O. 2. Aspek minat beli……….... Landasan Teori... 25 25 M Hipotesis………....………... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 27
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 27
B. Variabel Penelitian ... 28
C. Definisi Operasional ... 29
D. Subyek Penelitian ... 31
E. Tempat Penelitian... 32
F. Instrumen Penelitian…... 32
G. Tata Cara Penelitian... 33
1. Penelitian pendahuluan……….…. 33
2. Pembuatan kuisioner……….. 34
3. Uji validitas………..….. 36
4. Uji realibilitas………. 36
5. Penyebaran kuisioner………. 37
6. Uji normalitas………..…... 37
7. Pengolahan hasil……….... 37
H. Tata Cara Analisis Hasil... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Karakteristik Responden... 40
1. Jenis kelamin... 40
2. Umur ... 41
3. Tingkat pendidikan... 42
4. Pekerjaan ………… ... 43
5. Frekuensi melihat iklan... 44
6. Jenis media cetak ... 45
7. Gambaran jawaban kuisioner responden... 46
B. Hubungan Iklan Obat di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 53
C. Hubungan Tingkat Pengetahuan Iklan di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 54
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
LAMPIRAN ... 63
BIOGRAFI PENULIS ... 97
DAFTAR TABEL
Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia……… 13
Tabel II. Peringatan Obat Bebas Terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969……… 14
Tabel III Kriteria Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas pada Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993... 15
Tabel IV. Informasi yang dicantumkan pada Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.386/MENKES/SK/IV/1994... 16
Tabel V. Kriteria Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994... 17
Tabel VI. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Promosi Obat………... 18
Tabel VII. Batasan – Batasan Khusus……...……… 19
Tabel VIII. Jenis Media Cetak... 22
Tabel IX. Jenis Pertanyaan dalam Kuisioner... 35
Tabel X. Intepretasi terhadap Koefisien Korelasi... 39
Tabel XI Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Pengetahuan Iklan di Media Cetak... 47
Tabel XII Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Iklan Obat di
Media Cetak... 49
Tabel XIII. Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Minat Beli Obat
Bebas Terbatas di Media Cetak... 51
Tabel XIV. Hubungan Iklan Obat di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat
Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 53
Tabel XV. Hubungan Pengetahuan Iklan di Media Cetak terhadap Minat
Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota
Yogyakarta……….……… 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian... 8
Gambar 2. Tanda Obat... 15
Gambar 3. Hubungan Antar Variabel... 28
Gambar 4. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta
Berdasarkan Jenis Kelamin... 40
Gambar 5. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta
Berdasarkan Umur... 41
Gambar 6. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta
Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 42
Gambar 7. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta
Berdasarkan Pekerjaan... 44
Gambar 8. Frekuensi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta melihat
Iklan Obat... 45
Gambar 9. Jenis Media Cetak yang Sering dibaca Responden 13 Apotek
di Yogyakarta... 46
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta... 63
Lampiran 2. Realibilitas Variabel Tingkat Pengetahuan... 64
Lampiran 3. Realibilitas Variabel Iklan... 64
Lampiran 4. Realibilitas Variabel Minat Beli... 64
Lampiran 5. Daftar Apotek di Kota Yogyakarta... 65
Lampiran 6. Validitas Variabel Tingkat Pengetahuan... 67
Lampiran 7. Validitas Variabel Iklan... 69
Lampiran 8. Validitas Variabel Minat Beli... 71
Lampiran 9. Data Kuisioner... 73
Lampiran 10. Hasil Skor Kuisioner……….. 77
Lampiran 11. Data Hasil Kuisioner……….………. 84
Lampiran 12. Jumlah Nilai Masing–Masing Variabel... 90
Lampiran 13. Uji Normalitas Variabel Tingkat Pengetahuan... 95
Lampiran 14. Uji Normalitas Variabel Iklan... 95
Lampiran 15. Uji Normalitas Variabel Minat Beli... 95
Lampiran 16. Korelasi Tingkat Pengetahuan dengan Minat Beli ... 95
BAB I PENGANTAR
A . Latar Belakang
Pengobatan mandiri didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan
obat-obatan oleh seseorang untuk penyakit atau gejala yang sudah dikenali.
Pengobatan mandiri meliputi penggunaan obat-obatan tanpa resep atau
over-the-counter (OTC) dan pengobatan altenatif seperti produk herbal, suplemen
makanan, dan produk tradisional. Salah satu faktor yang mendukung perkembangan
pengobatan sendiri adalah semakin banyaknya informasi yang didapatkan oleh
masyarakat melalui iklan obat tanpa resep di berbagai media, salah satunya adalah
media cetak. Obat yang boleh diiklankan di masyarakat secara luas ialah kategori
dalam obat bebas dan obat bebas terbatas. Kriteria suatu obat dapat dimasukkan
dalam kategori ini adalah bahwa obat yang bersangkutan telah terbukti secara ilmiah
menunjukkan manfaat klinis sangat diperlukan untuk menanggulangi penyakit ringan
yang banyak dijumpai di masyarakat (Suryawati, 1997).
Masyarakat perlu dibantu dengan informasi obat bebas yang obyektif, lengkap
dan tidak menyesatkan untuk melakukan pengobatan sendiri secara aman dan efektif.
Iklan merupakan bentuk informasi bersifat komersial dari industri farmasi, yang
paling banyak dijumpai oleh masyarakat. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mengendalikan informasi komersial, agar informasi yang disediakan benar atau dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tidak menyembunyikan risiko pengobatan,
serta tidak menyesatkan atau mengarahkan pengguna kepada persepsi keliru yang
mengakibatkan penggunaan obat secara keliru (Suryawati,1997).
Obat Woods® merupakan obat tanpa resep yang membantu penyembuhan
penyakit batuk, sedangkan obat Ultraflu® merupakan obat yang dijual bebas dan
membantu penyembuhan penyakit flu, demam atau sakit kepala. Pengambilan dua
obat ini berdasarkan hasil survei pendahuluan yang didapatkan peneliti, yaitu
penelitian iklan obat yang sering muncul pada 6 koran yang beredar selama 3 bulan di
Yogyakarta dan survei iklan obat di media cetak yang banyak diketahui orang.
Penulis memilih iklan obat yang ada di media cetak karena penelitian sejenis ini
belum pernah dilakukan. Penulis juga ingin mengetahui seberapa besar hubungan
iklan dan tingkat pengetahuan iklan yang ada di media cetak terhadap minat beli,
karena sepengetahuan penulis iklan obat di media cetak tidak sebanyak di televisi.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Seperti apakah karakteristik responden apotek di Kota Yogyakarta?
b. Seperti apakah hubungan tingkat pengetahuan iklan obat pengunjung apotek di
Kota Yogyakarta terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek
c. Seperti apakah hubungan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat
bebas terbatas pengunjung apotek di Kota Yogyakarta?
2. Keaslian penelitian
Penelitian tentang iklan obat sudah pernah diteliti oleh Papilaya (2003) dan
Primantana (2001). Namun peneliti-peneliti tersebut meneliti iklan obat di televisi.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan akan iklan
obat dan hubungan iklan obat bebas terbatas di media cetak. Peneliti memilih iklan di
media cetak karena sepengetahuan peneliti, selama ini belum ada yang meneliti iklan
di media cetak. Peneliti sebelumnya menganalisis datanya dengan rancangan
penelitian deskriptif, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menganalisis dengan
rancangan penelitian deskriptif dan analitik. Selain itu dalam penggunaan kuisioner,
peneliti sebelumnya tidak menggunakan uji validitas dan realibilitas.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Menambah kepustakaan bagi perkembangan ilmu farmasi, khususnya
mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat bebas terbatas di media cetak.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini memberikan manfaat praktis kepada masyarakat untuk dimana
farmasis berperan memberikan pelayanan informasi, khususnya dalam pemberian
membantu pihak-pihak yang terkait (produsen atau perusahaan farmasi) untuk
meningkatkan kerasionalan iklan obat di media cetak.
Dalam masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk membantu masyarakat
dalam mencermati iklan obat di media cetak sehingga masyarakat tidak terjebak oleh
iklan obat yang tidak rasional dan membantu masyarakat dalam hal pemilihan/penggunaan obat bebas terbatas dalam rangka pengobatan sendiri.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu :
1. untuk mengetahui karakteristik responden .
2. untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan iklan pada responden terhadap
minat beli obat bebas terbatas.
3. untuk mengetahui hubungan iklan di media cetak pada responden terhadap
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari sesuatu yang dipahami atau tahu akan
sesuatu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan bagian
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmojo, 2007).
B. Teori Sikap (Kognitif, Afektif dan Perilaku)
Menurut Alport (cit, Amirullah, 2002) sikap didefinisikan sebagai suatu status
mental dan syaraf yang berhubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, yang
diorganisasi melalui pengalaman, memiliki pengaruh yang mengarah dan atau
dinamis terhadap perilaku. Menurut Mar’at (1982), sikap merupakan kumpulan dari
berpikir, keyakinan dan pengetahuan.
Menurut Mar’at (1982) dan Peter & Olson (1999), sikap mengandung tiga
komponen terkait seperti di bawah ini:
1. Kognitif
Komponen kognitif adalah komponen dari sikap tertentu yang berisikan
informasi yang dimiliki seseorang tentang subyek atau benda. Informasi ini bersifat
deskriptif dan tidak termasuk derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap obyek
tersebut. Juga tidak termasuk cara yang direncanakan untuk bertindak atau
berperilaku terhadap obyek tersebut. Komponen ini berhubungan dengan kesadaran
(awareness) akan keberadaan obyek, kepercayaan (beliefs) terhadap obyek, dan
menilai kepentingan (importance) atau arti obyek tersebut. Kesadaran (awareness)
juga meliputi pengetahuan tentang obyek.
2. Afektif
Komponen afektif merupakan komponen dari sikap tertentu yang berisikan
perasaan-perasaan seseorang terhadap obyeknya. Komponen ini melibatkan evaluasi
positif maupun negatif yang bersifat emosional, perasaan suka atau tidak suka
terhadap obyek. Komponen afektif dari sikap dapat diperlakukan sebagai reaksi
seseorang terhadap komponen kognitif. Tetapi karena manusia menggunakan proses
evaluasi yang berbeda jika mereka bereaksi terhadap sesuatu yang dipercayai, maka
dua orang dapat memiliki komponen afektif yang sangat berbeda meskipun memiliki
komponen kognitif yang sama.
3. Perilaku terhadap suatu obyek.
Komponen perilaku merupakan cara seseorang untuk bertindak atau
sebelumnya yaitu kognitif dan afektif. Kecenderungan berperilaku yang berbeda pada
setiap individu tergantung pada kepercayaan dan perasaan masing-masing.
C. Proses Keputusan Pembelian
Ketiga komponen tersebut (kognitif, afektif dan perilaku) akan mempengaruhi
keputusan dan perilaku konsumen dalam pembelian suatu produk. Menurut Kotler
(2000), ada lima tahap dalam proses keputusan pembelian di bawah ini:
1. Pengenalan kebutuhan
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu kebutuhan individu.
Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh faktor internal atau eksternal yang akan
menimbulkan suatu dorongan dan motivasi untuk memenuhinya.
2. Pencarian informasi
Konsumen yang tergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan berusaha
mencari dan mendapatkan lebih banyak informasi. Sumber-sumber informasi
konsumen terdiri dari 4 kelompok yaitu sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga,
kenalan), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara), sumber
pengalaman (pemeriksaan, penggunaan produk), dan sumber publik (media massa).
3. Evaluasi alternatif
Evaluasi merupakan cara konsumen memproses informasi mengenai produk
atau merek tertentu dan membuat pertimbangan. Proses evaluasi ini melibatkan
tingkat pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan terhadap produk. Evaluasi
komponen afektif menentukan tingkat perasaan konsumen terhadap produk.
4. Keputusan pembelian
Keputusan pembelian merupakan perilaku yang dihasilkan dari proses
evaluasi. Konsumen akan cenderung membeli produk yang memberikan evaluasi
positif.
5. Perilaku setelah pembelian
Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan
dan ketidakpuasan tertentu. Konsumen juga akan melakukan tindakan setelah
pembelian untuk menggunakan produk yang sama atau pindah ke produk lain.
Pengenalan Kebutuhan
Sumbpegalaman dan publik er pribadi, komersial,
→
Pencarian InformasiKognitif
→
Afektif
Evaluasi Alternatif
→
Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian
D. Praktik atau Tindakan
Perilaku Keputusan Pembelian
Setelah seseorang mengetahui rangsangan atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya
(dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga
dikatakan perilaku kesehatan atau dikenal dengan istilah overt behaviour
(Notoatmojo, 2007).
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu
mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni melalui proses perubahan:
pengetahuan (knowledge) - sikap (attitude) – praktik (practice) atau dapat disingkat
dengan ”PSP”(KAP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun
penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori
diatas (KAP), bahkan di dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya
seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya malah
negatif (Notoatmojo, 2007).
E. Kelompok Usia
Pengertian dari sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk
bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun yang kurang
baik secara konsisten. Sikap dilakukan berdasarkan pandangan seseorang terhadap
Langeveld (1971), usia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia muda, usia dewasa,
dan usia tua. Setiap orang mengalami perkembangan hingga mencapai kematangan
pribadi. Pada kelompok usia muda mempunyai karakteristik atau sifat yang punya
inisiatif, kritis tidak fanatik dan condong bersifat demokratis. Usia dewasa dimulai
pada usia 17 tahun, pada usia ini seseorang sudah mantap untuk memberikan
penilaian maupun sikap terhadap suatu objek yang ia lihat dan dengar dari
pengalaman.
F. Penyakit Ringan
Secara umum, penyakit ringan (minor ailments) mencakup kondisi yang
mensyaratkan intervensi medis yang kecil atau tidak sekali. Kebanyakan penyakit
ringan dapat diatasi secara sukses dengan obat tanpa resep. Beberapa contoh penyakit
ringan adalah konstipasi, batuk, diare, dispepsia, sakit telingan, demam, sakit kepala,
sariawan, sakit gigi, dan infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus
(Anonim, 2004). Berikut ini adalah beberapa penyakit ringan:
1. Sakit kepala
Menurut WHO (2000) sakit kepala merupakan gejala dari sejumlah kelainan
neurobiologis, mencakup sejumlah gejala yang umum dan ada di berbagai tempat.
Terminologi kelainan sakit kepala terkait dengan berbagai kondisi yang bervariasi
dalam keparahan, insidensi, dan durasi. Nyeri kepala merupakan keluhan yang umum
ke penyebab vaskuler dan psikogenik, sedangkan yang akut dan berat mungkin
mempunyai latar belakang yang lebih serius (Wibowo dan Gofir, 2001).
Penyembuhan bisa dengan istirahat atau tidur. Obat-obatan yang digunakan seperti
asetaminofen, diazepam dan lainnya (Walsh, 1997).
2. Flu
Salah satu infeksi saluran pernapasan atas adalah flu. Orang dengan daya
tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat. Pada anak-anak,
lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung
menderita komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui
percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan yang tidak dicuci setelah kontak
dengan cairan hidung/mulut (Anonim, 2006b). Pasien yang terkena flu dapat
melakukan penyembuhan dengan istirahat di tempat tidur dan mengurangi kelelahan
serta diet dengan makanan yang mengandung banyak cairan, maka mekanisme
pertahanan tubuh secara alami akan mengembalikan badan ke kondisi normal, kecuali
jika terdapat komplikasi atau infeksi sekunder. Obat flu biasanya mengandung
dekongestan, antihistamin, dan analgetika antipiretika (Tjay dan Raharja, 2002)
3. Batuk
Suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan
membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur
infeksi merupakan pengertian penyakit batuk. Refleks batuk dapat ditimbulkan karena
perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi seperti gas, bau, dan lain-lain
(Tjay dan Rahardja, 2002). Penyembuhan batuk bisa dengan berhenti merokok,
menghirup uap air yang mendidih, memperlunakkan rangsangan batuk dengan
menggunakan emollient seperti gula-gula dan permen. Zat-zat yang boleh terkandung
pada obat batuk yaitu kodein, dekstrometrofan, ipeca guaikol, ambroksol,
dipenhidramin, bromheksin, guafenisin (Walsh, 1997).
4. Demam
Keadaan dimana suhu tubuh mejadi meningkat, namun masih bisa dikontrol
disebut demam. Suhu normal adalah 35,8o – 37,3oC (96,5o – 99,2oF). Suhu rektal
lebih tinggi sekitar 0,3o – 0,5oC (0,5o – 1o
F). penyembuhan bisa dengan kompres es
pada penderita. Obat-obat untuk demam antara lain aspirin, flurbiprofen, naproksen,
prednison, parasetamol (Walsh, 1997).
G. Obat Woods ®
Obat Woods® mempunyai dua jenis khasiat, yaitu sebagai antitusif untuk
mengobati batuk kering dan ekspektoran untuk mengobati batuk berdahak. Dalam
kategori obat bebas, perusahaan Kalbe Farma memiliki 15 merek utama yang kuat di
masing-masing kategori penyakit, salah satunya adalah obat batuk Woods®
(Soelaeman, 2005). Woods® antitusif mengandung dekstrometrofan HBr (7,5mg) dan
difenhidramin HCl (12,5mg), sedangkan Woods® ekspektoran mengandung
yang terbilang sukses di pasaran. Menurut Sarnianto, obat batuk yang diproduksi oleh
Kalbe Farma, seperti Woods®, Komix®, Mixadin® dan Mextril® menguasai 50%
pasar obat batuk (Sarnianto, 2006).
H. Obat Ultraflu
Obat ultraflu merupakan obat bebas terbatas yang berkhasiat meredakan flu,
demam, dan sakit kepala. Ultraflu mengandung asetaminofen (600mg),
fenilpropanolamin HCl (15mg) dan klorfeniramin maleat (2mg). Menurut Jonathan
(2005), dalam risetnya tentang pengukuran market share obat-obat bebas (OTC) pada
perusahaan riset B, mengatakan bahwa Obat Flu adalah market leader OTC. Berikut
adalah hasil yang memperkuat riset yang menyatakan ultraflu sebagai obat bebas
yang paling laris di pasaran:
Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia
2006 2007 No Merek Total
%
No Merek Total %
1 Ultraflu® 17.7 1 Ultraflu® 23.0 2 Mixagrip® 14.5 2 Sanaflu® 14.6 3 Sanaflu® 13.7 3 Mixagrip® 13.8 4 Decolgen® 10.9 4 Neozep Forte® 10.8 5 Neozep Forte® 8.5 5 Decolgen® 8.7
I. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda
Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, pasal 3 ayat (1) dan (2),
menyatakan bahwa tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran berwarna hijau
dengan garis tepi berwarna hitam dan obat bebas terbatas lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim, 2006a).
Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan golongan obat tanpa resep,
yang dapat dibeli secara bebas (tanpa resep) di apotek dan toko obat berijin. Obat
bebas terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
6355/Dir.Jen/SK/1969, harus dicantumkan tanda peringatan berwarna hitam pada
wadah atau kemasannya, dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau
disesuaikan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih.
Tabel II. Peringatan Obat Bebas Terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969
Peringatan Isi dan Contoh
P. no.1 Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. Contoh: Procold®, Inza®
P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® kumur
P. no. 3 Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Betadine® untuk antiseptik lokal
P. no. 4 Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Rokok anti asma
P. no. 5 Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Supositoria Dulcolax®
P. no. 6 Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol®
Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Gambar 2. Tanda Obat
Obat bebas atau obat bebas terbatas secara keseluruhan dikenal sebagai obat
bebas (Over The Counter) atau OTR. Menurut Peraturan Menkes
No.919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep,
harus memenuhi kriteria:
Tabel III. Kriteria Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas pada Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993 (cit, Hartini dan Sulasmono, 2007)
No Kriteria
1. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas usia 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
J. Peraturan Periklanan Bidang Obat
1. Kriteria etik promosi obat
Upaya pengendalian informasi komersial untuk meningkatkan kerasionalan
pengobatan sendiri, dilakukan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dengan
mengeluarkan Kriteria Etik Promosi Obat (Ethical Criteria for Medicinal Drug
yang ditujukan kepada masyarakat awam meliputi komposisi zat aktif dengan nama
INN (International Nonpropietary Names) atau nama generik obatnya, merek
dagang, indikasi utama, perhatian, kontraindikasi, dan peringatan, serta nama dan
alamat produsen atau distributor. Iklan obat untuk masyarakat dihimbau untuk
membatasi indikasi, dan klaim obat dapat menyembuhkan, mencegah, atau
meredakan penyakit, harus dapat dibuktikan (Anonim, 1988).
2. Keputusan Menteri Kesehatan tentang informasi periklanan obat bebas
Dengan mengacu pada Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion–
WHO, pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
386/MENKES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas.
Salah satu latar belakang dikeluarkannya pedoman ini adalah untuk melindungi
masyarakat dari kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak
rasional akibat pengaruh promosi melalui iklan. Berdasarkan Pedoman Periklanan
Obat Bebas, iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:
Tabel IV. Informasi yang harus dicantumkan pada Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994
No Informasi yang harus dicantumkan
1. Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus untuk media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
2. Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat 3. Nama dagang obat.
4. Nama industri farmasi.
5. Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak).
3. Kriteria periklanan obat bebas
Dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 41 ayat (2), dinyatakan bahwa
penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi
persyaratan obyektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan
(Hartini dan Sulasmono, 2007).
Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994 tentang
Pedoman Periklanan Obat Bebas menyatakan bahwa informasi mengenai produk obat
dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) UU
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:
Tabel V.Kriteria Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994
No Kriteria Periklanan Obat Bebas
1. Obyektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.
2. Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping.
3. Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan.
(Anonim, 2006a)
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994,
tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, juga dinyatakan bahwa obat yang dapat
diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali
bahwa sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang
penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada
media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Selain itu, pasal 33
menyebutkan bahwa iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media
apapun yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan
memperhatikan etika periklanan (Hartini dan Sulasmono, 2007).
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang promosi
obat.
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No. HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat, pasal 5 ayat 2 dan 3,
dinyatakan bahwa promosi obat melalui media audio visual dan elektronik hanya
diperbolehkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas (Anonim, 1996). Dalam
Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02706
tahun 2002 tentang Promosi Obat, bab III pasal 3, diterangkan sebagai berikut :
Tabel VI. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Promosi Obat
No. Promosi Obat
1 Semua obat jadi yang berupa obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter dapat dipromosikan.
2 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter tidak dapat dipromosikan kepada masyarakat umum.
3 Promosi obat jadi yang penyerahannya harus dengan resep dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur kemudian.
4 Promosi yang ditujukan kepada profesi kesehatan dan masyarakat umum harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pedoman periklanan obat yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
386/MENKES/SK/IV/1994.
Obat-obat bebas (obat bebas dan obat bebas terbatas) banyak dijual dimana
saja, seperti kios, warung, pasar dan khususnya apotek. Obat bebas sangat mudah
didapat, dan dapat digunakan tanpa petunjuk dokter. Obat bebas juga banyak
diiklankan dan tidak sedikit produsen yang melebih-lebihkan khasiat dari obat
tersebut, maka dari itu iklan obat bebas harus mempunyai batasan. Periklanan obat
mempunyai peraturan yang harus ditaati. Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan
Obat Bebas, antara lain iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah
rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI; iklan obat tidak
boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi,
kegunaan/manfaat obat; iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian
(BACA ATURAN PAKAI. JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER); dan
iklan suatu obat hanya boleh diindikasikan untuk kondisi-kondisi tertentu dengan
batasan-batasan khusus. Batasan-batasan khusus tersebut seperti:
(Anonim, 2006b).
Tabel VII. Batasan-Batasan Khusus Jenis Obat Indikasi yang dicantumkan
Obat flu meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan pilek
K. Media Cetak
1. Pengertian media cetak
Media cetak adalah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain
untuk menyampaikan pesan-pesannya. Unsur-unsur utamanya adalah tulisan (teks),
gambar visualisasi, atau keduanya. Media cetak bisa dibuat untuk membantu
fasilitator melakukan komunikasi interpersonal saat pelatihan atau kegiatan
kelompok. Media cetak juga bisa dibuat sebagai bahan referensi (bahan bacaan). Atau
menjadi media instruksional untuk mengkomunikasikan teknologi baru dan cara-cara
melakukan sesuatu (leaflet, brosur, buklet). Bisa juga mengkomunikasikan
keprihatinan dan peringatan, serta mengkampanyekan suatu isu (poster). Dan menjadi
media ekspresi dan karya personal seperti poster, gambar, kartun atau komik
(Anonim, 2007)
Media cetak merupakan suatu media yang bersifat statis dan mengutamakan
pesan-pesan visual, media ini terdiri dari lembaran kertas dengan sejumlah kata,
gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman putih. Media cetak merupakan
dokumen atas segala dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang ditangkap oleh
jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto dan sebagainya(Adji, 2007).
Sementara Cahyo Pramono menyatakan, media cetak hingga kini tidak tergantikan
2. Karakteristik iklan media cetak
Iklan di media cetak baik itu yang terdapat dalam surat kabar maupun
majalah, memiliki karakteristik sebagai berikut tergolong praktis(termasuk cepat dan
harga terjangkau), daya jangkau dan edar surat kabar sampai pelosok(perkembangan
zaman telah menciptakan segmentasi, dan mengidentifikasi surat kabar dan majalah
menurut pendidikan pembacanya). Karakteristik iklan media cetak lainnya yaitu
peranan jenis huruf, ukuran dan aspek lay out yang turut menentukan keberhasilan
iklan. Iklan di media cetak juga dapat bertahan atau dengan kata lain tidak satu kali
lalu habis (Adji, 2007).
3. Jenis media cetak
Masyarakat sulit membedakan jenis media cetak karena banyak media cetak
yang mempunyai kesamaan. Contohnya seperti brosur atau leaflet yang berupa
lembaran kertas, begitu juga dengan buklet yang sering disangka buku yang
bukan merupakan alat untuk mengiklankan suatu produk. Berikut adalah beberapa
contoh media cetak yang biasa dijumpai di masyarakat selain koran, majalah dan
Tabel VIII. Jenis Media Cetak
No Jenis Media Cetak
Keterangan
1. Leaflet - media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan (biasanya lebih banyak tulisan). Pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa. - berisikan suatu gagasan secara langsung ke inti permasalahnnya. Dan menjelaskan cara melakukan tindakan dengan singkat.
- media ini seperti poster yang mudah dibawa dan disebarluaskan, dan jumlah yang dibawa bisa lebih banyak daripada poster.
2. Brosur - bentuknya dapat mirip dengan leaflet yaitu selembar kertas yang dilipat dengan teks dan gambar pada kedua sisi kertasnya.
- brosur yang merupakan selembar kertas dengan tulisan dan gambar hanya pada satu sisi biasanya disebut pamflet atau surat selebaran.
- jenis pesan yang biasanya terdapat pada brosur beragam, seperti ajakan, saran, memperingatkan sesuatu, memberi informasi dan menjelaskan sesuatu.
3. Poster - media dengan bahan dasar sehelai kertas atau kain yang digambari dan ditulisi sedikit kata (gambar untuk menarik perhatian orang).
- merupakan salah satu media cetak yang paling banyak digunakan dalam berbagai program dan gagasan tulisan yang tidak terlalu banyak
4. Buklet - buku berukuran kecil (setengah kuarto) dan tipis, tidak lebih dari 30 halaman bolak-balik, yang berisi tulisan dan gambar – gambar.
- media buklet merupakan perpaduan antara leaflet dengan buku atau sebuah buku dengan format (ukuran) kecil seperti leaflet.
- struktur isinya seperti buku (ada pendahuluan, isi, penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat daripada sebuah buku.
- keunggulan lain buklet bila dibandingkan buku adalah banyaknya gambar dan tipisnya jumlah halaman.
L. Tujuan dan Fungsi Iklan
Fungsi iklan meliputi lima fungsi yaitu fungsi pemasaran (menjual produk),
fungsi komunikasi (menyampaikan pesan), fungsi pendidikan (mendidik mengenai
sesuatu), fungsi ekonomi (menjadi penggerak ekonomi) dan fungsi sosial untuk
menimbulkan dampak sosial psikologis (Bovee dan Arens, 1986). WHO menyatakan
bahwa tujuan iklan untuk masyarakat umum yaitu membantu pemakai dalam
membuat keputusan rasional pada penggunaan obat yang telah ditetapkan sebagai
obat tanpa resep (Anonim, 1988).
M. Model Iklan
Untuk menghasilkan iklan yang baik tentunya harus memperhatikan elemen-
elemen yang dikenal dengan AIDA (Attention, Interest, Desire, dan Action). Menurut
Kasali (1992), perhatian merupakan elemen rumus AIDA pada urutan pertama sebab
yang pertama kali harus dipenuhi oleh suatu iklan adalah dapat menarik perhatian
khalayak sasarannya. Dengan demikian amatlah penting bagi produsen dan biro
pembuat iklan untuk dapat menarik perhatian konsumen. Salah satu pendekatan yang
dipakai dalam proses kreativitas pembuatan iklan adalah dengan menggunakan
seorang model.
Para produsen dan praktisi perikalan berlomba-lomba untuk membuat
kreativitas iklan dengan menggunakan model iklan sehingga mampu menimbulkan
iklan yang dibuat mampu mengesankan konsumen, maka konsumen kemungkinan
besar akan mempersepsi iklan tersebut dengan baik yang pada akhirnya akan
mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk yang diiklankan. Model iklan
sebagai sumber pesan dalam suatu iklan merupakan faktor yang penting dalam suatu
proses komunikasi iklan sebab sebagai bagian dari alat pemasaran karena iklan
memang tidak lepas dari faktor persepsi. Penggunaan model iklan dalam suatu iklan
akan berpengaruh terhadap konsumen. Coulson (cit, Kasali, 1992) menyatakan bahwa
model iklan yang menarik dan popular bisa menambah kepercayaan untuk produk
yang pada akhirnya mampu menarik minat untuk membeli.
N. Minat Beli
1. Pengertian minat beli
Pengertian minat beli dari beberapa ahli mencakup tiga hal yaitu adanya
perasaan tertarik atau perasaan senang, adanya perhatian dan kecenderungan untuk
melakukan pembelian (Fenny, Gunadi dan Heru, 1998). Minat beli seseorang juga
dapat timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif
(Winkel, 1986). Hal ini berarti bahwa bila seseorang senang dengan suatu produk
atau dengan model iklan dalam suatu iklan produk maka minat beli konsumen dapat
muncul atau bahkan meningkat. Jadi proses terjadinya minat beli dipahami sebagai
suatu produk yang disertai dengan perasaan tertarik dan perasaan senang atau sikap
positif terhadap suatu hal yang diperoleh melalui proses sensasi dan persepsi.
2. Aspek minat membeli
Individu yang mempunyai minat membeli memungkinkan bahwa dalam
individu tersebut ada perhatian dan rasa senang terhadap obyek tersebut, kemudian
minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang
meyakinkan dirinya bahwa obyek atau barang tersebut mempunyai manfaat bagi
dirinya. Menurut Lucas dan Britt (1950), aspek-aspek minat beli meliputi attention
(perhatian), interest (ketertarikan), desire (keinginan), dan conviction (keyakinan).
Diawali dengan adanya perhatian konsumen terhadap barang yang ditawarkan
O. Landasan Teori
Dalam strategi kreatif periklanan ada lima elemen yang perlu diperhatikan
yaitu attention (perhatian), interest (minat), desire (kebutuhan/keinginan), conviction
(rasa percaya), dan action (tindakan). Salah satu elemen yang menjadi landasan kuat
bahwa iklan dapat menimbulkan minat beli yaitu pada elemen interest(minat).
Setelah perhatian calon pembeli direbut, iklan akan terus membuat calon pembeli
meningkatkan minat belinya dengan membaca, melihat dan mengikuti pesan-pesan
Minat beli dipengaruhi oleh komponen kognitif dan afektif. Kognitif atau
pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang obyek/produk. Setelah
konsumen mendapat pengetahuan tentang manfaat dan kekurangan produk,
konsumen akan dipengaruhi oleh komponen afektif/perasaan. Maka dari itu,
konsumen akan semakin berminat membeli suatu produk atas dasar tingkat
pengetahuannya terhadap produk tersebut karena tahu manfaat/kegunaan produk
tersebut atas dasar kebutuhan/keinginan.
Q. Hipotesis
Ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap minat beli obat bebas terbatas
pengunjung apotek di Kota Yogyakarta dan ada hubungan iklan obat terhadap minat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini memiliki dua jenis sub penelitian yaitu penelitian non
eksperimental deskriptif dan non eksperimental analitik. Penelitian non eksperimental
deskriptif menggambarkan data demografi responden yang meliputi jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan skala tingkat pengenalan yang meliputi
pertanyaan pernah atau seringnya responden melihat iklan obat di media cetak dan
jenis media cetak apa yang pernah / sering dilihat responden. Metode deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian baik lembaga
masyarakat atau seseorang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2005). Ada hubungan antara tingkat
pengetahuan iklan di media cetak dengan minat beli obat bebas terbatas dan iklan
obat di media cetak dengan minat beli obat bebas terbatas menggunakan penelitian
non eksperimental analitik.
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (studi potong lintang).
Penelitian cross sectional merupakan penelitian untuk mempelajari hubungan
antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran
pada saat yang sama (point time approach). Saat yang sama artinya tiap subyek
hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat
observasi (Pratiknya, 2007). Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang
observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan
apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi peneliti (Pratiknya, 1993).
B. Variabel Penelitian
Variabel bebas : a. iklan obat di media cetak
b. tingkat pengetahuan terhadap iklan obat di media cetak
Variabel tergantung : minat beli obat bebas terbatas
Variabel pengganggu : tingkat sosial, jenis iklan yang lain
↓↓↓
Jenis iklan (variabel pengganggu)
Iklan
Minat beli
Minat beli
Hubungan
Tingkat Pengetahuan
Tingkat sosial (variabel penggangu))
C. Definisi Operasional
1. Pengunjung adalah orang yang berkunjung ke apotek dan membeli obat
tanpa resep di apotek tersebut.
2. Obat dalam penelitian ini dibatasi hanya untuk obat bebas terbatas dengan tanda
dengan tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam pada masing-masing kemasannya.
3. Iklan di media cetak adalah suatu bentuk promosi yang digunakan oleh
sponsor untuk membujuk atau menginformasikan suatu produk.
4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2008.
4. Jenis produk adalah nama dagang produk yang diiklankan.
5. Pengetahuan iklan obat adalah pengetahuan tentang informasi peringatan,
perhatian, indikasi, nama merek dagang, khasiat, kontraindikasi, nama dan
alamat industri yang memproduksi obat tersebut, mencantumkan tanda berupa
lingkaran berwarna hijau atau biru dengan tepi bulatan hitam (untuk obat
bebas dan obat bebas terbatas), peringatan “Baca aturan pakai”, komposisi zat
aktif dari obat efek samping obat dan nomor pendaftaran khusus untuk media
cetak.
6. Minat beli obat adalah keinginan untuk membeli obat bebas terbatas karena
pengaruh iklan obat dan pengetahuan tentang iklan obat di media cetak.
7. Klasifikasi kelas terapi adalah penggolongan obat tanpa resep yang diiklankan
di media cetak berdasarkan IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia) dan
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, jenis obat berdasarkan nama
dagang obat, sasaran konsumen obat berdasarkan kelompok dewasa dan
anak-anak, serta produsen yaitu berdasarkan nama produsen obat.
D. Subyek Penelitian
Pengambilan sampel apotek berdasarkan letak apotek yang berada di Kota
Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di 13 apotek. Pengambilan apotek dilakukan
secara random dari 118 apotek di Kota Yogyakarta tahun 2008. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dan ada pula
peneliti lain yang menyatakan bahwa besarnya sampel minimum 5% dari jumlah
satuan-satuan elementer dari populasi (Singarimbun, 1985). Pengambilan sampel
apotek ini dikarenakan responden (pengunjung apotek) tidak mempunyai populasi.
Seluruh responden yang diteliti berjumlah 96 orang. Namun untuk keseragaman
pengambilan data, responden yang diteliti berjumlah 128 orang.
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengunjung apotek di Kota
Yogyakarta yang membeli obat tanpa resep dan telah berusia 17 tahun dan 17 tahun
keatas serta pernah melihat iklan obat tanpa resep di media cetak. Pengambilan
subyek penelitian ditentukan dengan survei awal terlebih dahulu. Survei ini meliputi
banyaknya pengunjung di masing-masing apotek, lamanya penelitian di masing-
masing apotek, dan waktu dalam penelitian. Setelah itu akan dilakukan metode
Untuk menguji H0 : p = nilai tertentu = p vs H1 : p ‡ p
n = besar sampel yang dikehendaki, p = proporsi di populasi. Bila tidak diketahui,
bisa digunakan proporsi hasil penelitian yang sama sebelumnya atau kepustakaan.
Bila ini tidak diketahui, bisa digunakan p = 0,5 dengan asumsi bahwa probabilitas
kejadian yang kita pelajari timbul adalah sama dengan probabilitas kejadian yang kita
pelajari tidak timbul, yaitu p(Ē) = p(Ē) = 0,5. Selanjutnya, α tingkat kemaknaan yang
digunakan untuk menguji hipotesis null serta penting untuk menentukan besar Z pada
tabel kurva normal. Kemudian tentukan d = | p – P | yang dikehendaki.
(1 - p) = 1 – 0,5 = 0,5
(Sarwanto dan Kuntara, 2003)
adi sampel yang akan diteliti adalah 96 orang. 1−
E. Tempat Penelitian
Penelitan ini dilaksanakan di 13 apotek Kota Yogyakarta. Apotek-apotek
tersebut yaitu Apotek Ardi Farma, Apotek Artha Farma, Apotek Christella, Apotek
Dantisa, Apotek Dian Farma, Apotek Kucala, Apotek Kusuma Nata, Apotek
Medistra, Apotek Pendowo, Apotek Poedji Rahajoe, Apotek Rafazthody Mulya,
potek Ramadhan, Apotek Sentul.
ner yang
diguna
karakteristik demografi dan skala tingkat pengenalan oleh responden. Bagian kedua A
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar kuisioner. Menurut Umar
(2003), kuisioner merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan
daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan
respon atas daftar pertanyaan tersebut. Kuisioner dibedakan menjadi dua yaitu
kusisioner tertutup dan kuisioner terbuka. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang
pertanyaan atau pernyataannya tidak memberikan kebebasan kepada responden untuk
memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka. Kuisioner
semi terbuka adalah kuisioner yang pertanyaan atau pernyataannya memberi
kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban dan pendapat menurut
pilihan-pilihan jawaban yang telah disediakan (Hasan, 2002). Kuisio
kan pada penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan semi terbuka.
untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas
terbatas dan hubungan iklan obat terhadap minat beli obat bebas terbatas.
Pertanyaan pada bagian pertama adalah mengenai karakteristik responden dan
skala tingkat pengenalan yang terdiri dari 6 pertanyaan. Pertanyaan bagian pertama
ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, frekuensi melihat
iklan obat Woods® dan Ultraflu® dan media cetak yang dibaca responden dan jenis
media cetak yang sering atau pernah dibaca responden. Pertanyaan pada bagian yang
kedua adalah pertanyaan tentang pengetahuan kelengkapan iklan obat dan pertanyaan
yang meliputi iklan obat tersebut yang berkaitan dengan penelitian dan minat beli
terhadap obat bebas terbatas. Jumlah pertanyaan dalam kuisioner bagian kedua adalah
35 butir.
G. Tata Cara Penelitian
Tata cara dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu pembuatan
kuisioner, penyebaran kuisioner dan pengolahan hasil.
1. Penelitian pendahuluan
Peneliti melakukan penelitian pada 6 koran yang beredar di Yogyakarta
selama 3 bulan, hanya terdapat 5 iklan obat tanpa resep di koran (surat kabar). Iklan
obat yang terdapat pada koran-koran tersebut adalah Sangobion® ( 1 iklan), Woods®
(4 iklan), Ultraflu® ( 4 iklan ), Decolsin® ( 2 iklan ) dan Panadol® anak ( 1 iklan ).
pendahuluan tentang iklan obat muncul pada selebaran (brosur) dan poster iklan obat
yang ditujukkan kepada 50 orang responden yang tersebar di Kota Yogyakarta.
Sejumlah 26 responden menjawab Ultraflu®, 12 menjawab Woods®, 10 menjawab
OBH® dan 2 responden menjawab Sanaflu®. Dari dua hasil penelitian pendahuluan
tersebut maka peneliti mengambil dua iklan yaitu Woods® dan Ultraflu® dengan
jumlah frekuensi tayang yang sama. Data tersebut menurut penelitian pendahuluan di
koran. Pada penelitian pendahuluan selebaran dan poster Woods® dan Ultraflu® juga
mendapat peringkat atas. Data ini ditunjukkan dengan frekuensi orang yang sering
melihat iklan tersebut.
2. Pembuatan kuisioner
Tiga tahap dalam pembuatan kuisioner yaitu merancang kuisioner, uji
validitas dan uji realibilitas. Kuisioner yang diajukan terdiri pertanyaan tentang iklan
obat tanpa resep di media cetak dan tingkat pengetahuan iklan pengunjung apotek di
Kota Yogyakarta dan minat beli pengunjung apotek di Kota Yogyakarta terhadap
obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas). Kuisioner dikelompokkan
berdasarkan atas variabel-variabel penelitian yang ingin diketahui. Kuisioner pada
bagian kedua disusun dengan modifikasi skala Likert dari 5 pilihan menjadi 4 pilihan
yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Modifikasi skala
Likert dilakukan dengan menghilangkan pilihan jawaban di tengah yaitu ragu-ragu.
Hal ini menurut Hadi (1991), dilakukan karena kategori jawaban di tengah
belum dapat memutuskan atau memberi jawaban, bisa juga diartikan netral. Jawaban
di tengah juga menimbulkan kencenderungan menjawab ke tengah terutama bagi
mereka yang ragu atas arah kecenderungan jawabannya ke arah setuju atau tidak
setuju. Pertanyaan yang disusun bersifat favourable dan unfavourable.
Tabel IX. Jenis Pertanyaan dalam Kuisioner
Jenis Pernyataan Variabel Nomor
Pernyataan Favourable Unfavourable Pengaruh
pengetahuan iklan obat di media cetak
1-11 1,2,5,6,10 3,4,7,8,9,11
Pengaruh iklan obat di media cetak
12-23 17,14,15,20,16,23 12,19,18,22,21,13 Minat beli 24-35 31,25,30,34,32,24 26,28,33,29,35,27
Sistem penilaian dibagi menjadi 2 cara yaitu untuk pernyataan yang
favourable dan unfavourble. Penilaian untuk pernyataan yang favourable adalah
sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1, sedangkan
untuk pernyataan yang unfavourable adalah sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju
= 3, sangat tidak setuju = 4.
Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner dilakukan uji coba terlebih dahulu,
supaya pertanyaan yang diajukan pada kuesioner dapat dipahami oleh subyek uji dan
untuk mendapatkan realibilitas dan validitas kuisioner. Uji coba pertama dan kedua
dilakukan pada pengunjung 13 apotek yang akan menjadi tempat penelitian peneliti
sebanyak 15 orang karena memiliki karakteristik yang sama dengan responden.
digunakan karena peneliti berganti judul. Kuisioner ketiga diuji kepada 30
pengunjung 13 apotek Kota Yogyakarta dan hasilnya valid dan reliabel.
3. Uji validitas
Menurut Sevilla (cit, Umar, 2003) validitas memiliki arti sejauh mana data
yang ditampung pada suatu kuisioner akan mengukur apa yang ingin diukur. Uji
validitas dari setiap butir pernyataan dalam penelitian ini diukur pada tingkat
kepercayaan 95%. Hasil uji validitas pada kuisioner ini yaitu 33 pertanyaan valid dan
dua pertanyaan tidak valid, tetapi karena pertanyaan tersebut dianggap penting maka
tetap disertakan dalam kuisioner.
4. Uji reliabilitas
Menurut Azwar (1999), reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau
kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang angkanya berada dalam
rentang waktu dari 0 sampai dengan 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya.
Sebaliknya koefisien yang semakin mendekati nilai 0 berarti semakin rendah
reliabilitasnya. Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan analisis
reliabilitas yang menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Data reliabilitas berturut
turut variabel tingkat pengetahuan, variabel iklan dan variabel minat beli adalah
5. Penyebaran kuisioner
Peneliti secara langsung memberikan kuisioner kepada responden. Peneliti
mendampingi responden selama pengisian dengan tujuan jika responden mengalami
kesulitan dapat bertanya langsung. Responden juga diberikan contoh iklan obat
Woods® dan Ultraflu® agar dapat menilai langsung iklan tersebut dan mengurangi
variabel pengacau (jenis iklan yang lain selain media cetak).
6. Uji normalitas
Distribusi data dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk
mengetahui apakah sebaran data mempunyai sebaran normal atau tidak secara
analitik, maka digunakan uji Kolmorgov–Smirnov atau Shapiro–Wilk. Uji
Kolmorgov–Smirnov digunakan untuk sampel yang lebih besar (lebih dari 50),
sedangkan Shapiro–Wilk digunakan untuk sampel kurang atau sama dengan 50. Jika
sebaran data normal, maka uji parametrik tetapi jika sebaran data tidak normal maka
menggunakan uji non parametrik (Dahlan, 2006). Uji normalitas variabel
pengetahuan, iklan dan minat beli nilai signifikasi yang didapat ialah 0,000. Menurut
Santoso (2003), distribusi data normal jika memiliki nilai signifikansi lebih besar
dari 0,1.
7. Pengolahan hasil
Hasil yang diperoleh diolah untuk keperluan analisis statistik dengan metode
korelasi spearman dengan melakukan perhitungan jawaban kuisioner yang telah diisi
berdasarkan variabel-variabel penelitian, dan membuat persentase untuk
masing-masing jawaban. Setelah itu dilakukan interpretasi dan dilihat kecenderungan
responden dalam menjawab setiap pertanyaan, dengan cara menjumlahkan jawaban
responden pada 4 skala Likert (SS, S, TS, STS), serta penarikan kesimpulan
(Santoso, 2003).
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dengan 2 metode yaitu statistik
deskriptif dan analitik. Metode statistik deskriptif menggunakan teknik persentase.
Teknik persentase dilakukan dengan membagi jumlah responden yang memberikan
jawaban sejenis dengan jumlah total responden dikalikan 100%. Data persentase yang
didapat disajikan dalam bentuk visual diagram. Metode ini digunakan untuk
menggambarkan karakteristik responden dan skala tingkat pengenalan.
Hasil kuisioner di nilai dengan skala Likert, yang terdiri dari 4 penilaian:
Sangat setuju dengan nilai 4, setuju dengan nilai 3, tidak setuju dengan nilai 2 dan
sangat tidak setuju dengan nilai 1. Analisis data dilakukan dengan metode statistik.
Uji distribusi pada data penelitian tidak normal, maka digunakan metode statistik
korelasi spearman yang ditentukan setelah dilakukan uji normalitas distribusi. Data
dikatakan normal jika memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,1. Hipotesis null adalah
alternatif (Hi) adalah yang diharapkan benar dalam penelitian atau sesuai keyataan
yang ada (Supangat, 2007).
Besar kecilnya korelasi selalu dinyatakan dengan angka. Angka korelasi ini
disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi selalu bergerak di antara 0,000 dan ±
1,000. Koefisien korelasi dari 0,000 sampai + 1000 menunjukkan korelasi yang
positif, sedang dari 0,000 sampai – 1,000 menunjukkan korelasi yang negatif.
Korelasi positif yang paling sempurna adalah + 1,000 dan korelasi negatif yang
tertinggi adalah – 1,000 (Hadi, 2004).
Supangat (2007) memberikan pedoman untuk menginterprestasikan koefisien
korelasi (r) yang ditemukan tersebut mempunyai hubungan yang besar atau kecil.
Pedoman untuk memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi spearman dapat
dilihat pada tabel X.
Tabel X. Interpretasi terhadap Koefisien korelasi Koefisiensi Korelasi Tingkat Hubungan 0,00 – 0,55 tidak kuat
0,56 – 0,65 cukup kuat 0,66 – 0,75 Kuat 0,76 – 0,99 Sangat kuat
1 hubungan sempurna
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Jenis kelamin
Data menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak yang bersedia mengisi
kuisioner, hal ini dibuktikan dari kemudahan peneliti untuk mendapatkan data dari
responden laki-laki. Namun dalam pengisian kuisioner, perempuan lebih rapi
daripada laki-laki.
Jenis Kelamin
Perempuan 45% Laki -laki
55%
Perempuan Laki -laki
Gambar 4. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta berdasarkan Jenis Kelamin
Ada penelitian tentang pengobatan sendiri menggunakan obat demam bagi
anak yang dilakukan wanita (dalam hal ini sebagai ibu) di Kota Yogyakarta. Peneliti