• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS

PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu® )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Novia Melita

NIM : 048114131

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Untuk Jesus Christ, mama, papa (alm), dosen-dosenku,

teman-temanku, semua orang yang aku cintai

dan almamaterku

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu

percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan

dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara

itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini:

Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut ! hal itu

akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa

dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.”

(Matthew 21 : 21 -22)

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah

melimpahkan anugerah dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

“Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Iklan Obat di Media Cetak Terhadap Minat

Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta (Studi Kasus :

Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu® )” dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi bukanlah hal yang mudah, hanya

dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi

ini. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, pembimbing utama

dan dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan ijin kepada

penulis dalam penyelesaian skripsi.

3. Romo Drs.P.Sunu Hardiyanta, S.J., M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan bimbingan, dukungan spiritual, saran dan pengarahan selama

persiapan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

(8)

4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan masukannya yang berharga.

5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan

dukungan, masukan yang berharga serta saran-sarannya.

6. BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Perizinan Kota

Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis.

7. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang berkenan memberikan data apotek di

Kota yogyakarta kepada penulis.

8. Apoteker, karyawan dan pemilik 13 apotek di Kota Yogyakarta, terima kasih

atas ijin tempat untuk menyebarkan kuisioner.

9. Seluruh responden, terima kasih atas partisipasi dalam pengisian kuisioner dan

semangatnya.

10. Mama dan Papa (alm) terima kasih telah memberikan doa, dorongan cepat

lulusnya, cinta, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

11. Orang tua angkatku, Ibu dan Bapak Widagdo, terimakasih buat doa, dukungan

dan semangatnya.

12. Bapak Ngudi, S.Ag, terimakasih atas dukungan dan semangatnya selama ini.

13. Warm Bees Club, Dewi, Uut, Yemi, Lia, terimakasih atas bantuan, dukungan,

keceriaan, semangat doa, kenangan dan kebersamaan yang tidak akan pernah

terlupakan.

(9)

14. Teman-teman Kost ”Amakusa ” ( Jeny , Cipi, Decy, DK, Tata, Heny,

Cendut, Nike, Nova, Mira, Indri, Dian, Titin, Flori, Reta, Putri, Ineke )

untuk dukungan, doa, keceriaan dan kebersamaan yang diberikan kepada

penulis.

15. Teman-teman mantan kelas C angkatan 2004 dan FKK 2004, Novi, Apri, Arip,

Selvi, Nike, Chika, Andrew, Duma dan teman lainnya terima kasih untuk doa,

semangat, keceriaan dan kebersamaan selama ini.

16. Anak-anak basket, Frengky, Fandy, Tintus, Brian, dan teman lainnya,

terimakasih atas keceriaannya dan dukungannya.

17. Sahabat-sahabatku, Jeny, Coyi, Dede, Meli, Memeh, Ferry, Hendro dan

Pika untuk dukungan, doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

18. Tegal Community, Karina, Okta, Ronald, Evina, Ayu, Yunita dan

teman-teman lainnya, terimakasih atas keceriaan, dukungan dan semangatnya.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna

karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun bagi

perkembangan dunia kesehatan.

Penulis

(10)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS

PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu®)

Novia Melita NIM : 048114131

INTISARI

Saat ini pengobatan mandiri berkembang di masyarakat. Salah satu penyebab berkembangnya pengobatan mandiri di masyarakat dikarenakan banyaknya iklan obat di berbagai media. Masyarakat seharusnya dibantu dalam pemilihan obat agar penggunaannya efektif, bersifat obyektif dan lebih aman. Tujuan umum penelitian ini mengetahui karakteristik responden, hubungan tingkat pengetahuan iklan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional deskriptif dan cross sectional analitik menggunakan korelasi spearman dengan tingkat ketelitian 95%. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengunjung apotik di Kota Yogyakarta yang berjumlah 128 orang.

Hasil yang didapat dari karakteristik responden yaitu responden yang paling banyak mengisi kuisioner adalah laki-laki sebesar 55%. Media cetak yang paling banyak dipilih responden yaitu koran sebesar 41%. Responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi paling banyak mengisi kuisioner yaitu 43%. Sebanyak 96% responden menjawab pernah/tidak sering melihat iklan obat di media cetak. Jenis media cetak yang paling banyak dibaca responden ialah koran dengan persentase 41%. Koefisien korelasi pada hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas sebesar 0,700. Hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas mempunyai koefisien korelasinya sebesar 0,692. Hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas dan hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas menunjukkan hubungan yang kuat.

Kata kunci : pengobatan mandiri, pengetahuan, iklan, minat beli.

(11)

ABSTRACT

Nowadays self medication has developed in our society. One of the factors is due to the growth of drugs’ advertising published in mass media. It is so to help people to understand morein selecting the effective, objective, and safer medication. The purpose of this research is to find out the relationship between level of knowledge and drugs' advertising on printed mass media toward non prescription drugs’ of pharmacy visitors' interest in Yogyakarta. In this research, non experiment which focused on decriptive cross sectional and cross sectional analytical by using spearman correlation with accuracy 95%. Furthermore, the data collection employed in this research was by quetionnaire distribution. Meanwhile, the subject of this research was the group of pharmacy's visitor in municipality of Yogyakarta. There were 13 pharmacies with 128 respondents.

This research resulted in the fact that 55% of male respondents. Another fact revealed was that 41 % of respondents prefered newspaper to other printed mass media. There were 43% respondents who in fact had a better comprehension toward the questionnairre given. This research also revealed that drugs’ advertising in printed mass media was often not read by 96 % respondents. The kind of printed mass media which was most read by the respondents was newspaper 45% as the percentage. Furthermore, the correlation coeficient of the knowledge of the drugs advertisement toward the purchasing interest of free drugs was 0,700. Moreover, the relationship between drugs advertising and the purchasing interest of free drugs’ was 0,692 as the correlation coeficient. Both revealed a strong relationship.

Keyword: self medication, knowledge, advertising, pharmacy visitors' interest.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA... vi

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 3

B. Tujuan Penelitian... 4

(13)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Pengetahuan... 5

B. Teori Sikap (Kognitif, Afektif dan Perilaku)... 5

C. Proses Keputusan Pembelian………. 7

D. Praktik atau Tindakan………...………. 9

E. Kelompok Usia ……….………..…….. 9

F. Penyakit Ringan……….… 10

G. H. Obat Woods®……….……… Obat Ultraflu®………..……….. 12 13 I. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas ... 13

J. Peraturan Periklanan Bidang Obat …………... 15

1. Kriteria etik promosi obat ... 15

2. Keputusan Menteri Kesehatan tentang informasi periklanan obat bebas ... 16

3. Kriteria periklanan obat bebas... 17

4. Surat Keputusan Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang promosi obat... 18

5. Pedoman periklanan obat bebas yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.386/MENKES/SK/IV/1994... 19

K. Media Cetak... 20

1. Pengertian media cetak... 20

(14)

2. Karakteristik iklan media cetak………... 21

3. Jenis media cetak………...…. 21

L. Tujuan dan Fungsi Iklan………... 23

M. Model Iklan………...…... 23

N. Minat Beli……….. 24

1. Pengertian minat beli ……….………..….... 24

O. 2. Aspek minat beli……….... Landasan Teori... 25 25 M Hipotesis………....………... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional ... 29

D. Subyek Penelitian ... 31

E. Tempat Penelitian... 32

F. Instrumen Penelitian…... 32

G. Tata Cara Penelitian... 33

1. Penelitian pendahuluan……….…. 33

2. Pembuatan kuisioner……….. 34

3. Uji validitas………..….. 36

4. Uji realibilitas………. 36

(15)

5. Penyebaran kuisioner………. 37

6. Uji normalitas………..…... 37

7. Pengolahan hasil……….... 37

H. Tata Cara Analisis Hasil... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Karakteristik Responden... 40

1. Jenis kelamin... 40

2. Umur ... 41

3. Tingkat pendidikan... 42

4. Pekerjaan ………… ... 43

5. Frekuensi melihat iklan... 44

6. Jenis media cetak ... 45

7. Gambaran jawaban kuisioner responden... 46

B. Hubungan Iklan Obat di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 53

C. Hubungan Tingkat Pengetahuan Iklan di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 54

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 57

(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 63

BIOGRAFI PENULIS ... 97

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia……… 13

Tabel II. Peringatan Obat Bebas Terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969……… 14

Tabel III Kriteria Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas pada Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993... 15

Tabel IV. Informasi yang dicantumkan pada Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.386/MENKES/SK/IV/1994... 16

Tabel V. Kriteria Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994... 17

Tabel VI. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Promosi Obat………... 18

Tabel VII. Batasan – Batasan Khusus……...……… 19

Tabel VIII. Jenis Media Cetak... 22

Tabel IX. Jenis Pertanyaan dalam Kuisioner... 35

Tabel X. Intepretasi terhadap Koefisien Korelasi... 39

Tabel XI Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Pengetahuan Iklan di Media Cetak... 47

(18)

Tabel XII Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Iklan Obat di

Media Cetak... 49

Tabel XIII. Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Minat Beli Obat

Bebas Terbatas di Media Cetak... 51

Tabel XIV. Hubungan Iklan Obat di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat

Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 53

Tabel XV. Hubungan Pengetahuan Iklan di Media Cetak terhadap Minat

Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota

Yogyakarta……….……… 54

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian... 8

Gambar 2. Tanda Obat... 15

Gambar 3. Hubungan Antar Variabel... 28

Gambar 4. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Jenis Kelamin... 40

Gambar 5. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Umur... 41

Gambar 6. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 42

Gambar 7. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Pekerjaan... 44

Gambar 8. Frekuensi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta melihat

Iklan Obat... 45

Gambar 9. Jenis Media Cetak yang Sering dibaca Responden 13 Apotek

di Yogyakarta... 46

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta... 63

Lampiran 2. Realibilitas Variabel Tingkat Pengetahuan... 64

Lampiran 3. Realibilitas Variabel Iklan... 64

Lampiran 4. Realibilitas Variabel Minat Beli... 64

Lampiran 5. Daftar Apotek di Kota Yogyakarta... 65

Lampiran 6. Validitas Variabel Tingkat Pengetahuan... 67

Lampiran 7. Validitas Variabel Iklan... 69

Lampiran 8. Validitas Variabel Minat Beli... 71

Lampiran 9. Data Kuisioner... 73

Lampiran 10. Hasil Skor Kuisioner……….. 77

Lampiran 11. Data Hasil Kuisioner……….………. 84

Lampiran 12. Jumlah Nilai Masing–Masing Variabel... 90

Lampiran 13. Uji Normalitas Variabel Tingkat Pengetahuan... 95

Lampiran 14. Uji Normalitas Variabel Iklan... 95

Lampiran 15. Uji Normalitas Variabel Minat Beli... 95

Lampiran 16. Korelasi Tingkat Pengetahuan dengan Minat Beli ... 95

(21)

BAB I PENGANTAR

A . Latar Belakang

Pengobatan mandiri didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan

obat-obatan oleh seseorang untuk penyakit atau gejala yang sudah dikenali.

Pengobatan mandiri meliputi penggunaan obat-obatan tanpa resep atau

over-the-counter (OTC) dan pengobatan altenatif seperti produk herbal, suplemen

makanan, dan produk tradisional. Salah satu faktor yang mendukung perkembangan

pengobatan sendiri adalah semakin banyaknya informasi yang didapatkan oleh

masyarakat melalui iklan obat tanpa resep di berbagai media, salah satunya adalah

media cetak. Obat yang boleh diiklankan di masyarakat secara luas ialah kategori

dalam obat bebas dan obat bebas terbatas. Kriteria suatu obat dapat dimasukkan

dalam kategori ini adalah bahwa obat yang bersangkutan telah terbukti secara ilmiah

menunjukkan manfaat klinis sangat diperlukan untuk menanggulangi penyakit ringan

yang banyak dijumpai di masyarakat (Suryawati, 1997).

Masyarakat perlu dibantu dengan informasi obat bebas yang obyektif, lengkap

dan tidak menyesatkan untuk melakukan pengobatan sendiri secara aman dan efektif.

Iklan merupakan bentuk informasi bersifat komersial dari industri farmasi, yang

paling banyak dijumpai oleh masyarakat. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk

mengendalikan informasi komersial, agar informasi yang disediakan benar atau dapat

(22)

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tidak menyembunyikan risiko pengobatan,

serta tidak menyesatkan atau mengarahkan pengguna kepada persepsi keliru yang

mengakibatkan penggunaan obat secara keliru (Suryawati,1997).

Obat Woods® merupakan obat tanpa resep yang membantu penyembuhan

penyakit batuk, sedangkan obat Ultraflu® merupakan obat yang dijual bebas dan

membantu penyembuhan penyakit flu, demam atau sakit kepala. Pengambilan dua

obat ini berdasarkan hasil survei pendahuluan yang didapatkan peneliti, yaitu

penelitian iklan obat yang sering muncul pada 6 koran yang beredar selama 3 bulan di

Yogyakarta dan survei iklan obat di media cetak yang banyak diketahui orang.

Penulis memilih iklan obat yang ada di media cetak karena penelitian sejenis ini

belum pernah dilakukan. Penulis juga ingin mengetahui seberapa besar hubungan

iklan dan tingkat pengetahuan iklan yang ada di media cetak terhadap minat beli,

karena sepengetahuan penulis iklan obat di media cetak tidak sebanyak di televisi.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Seperti apakah karakteristik responden apotek di Kota Yogyakarta?

b. Seperti apakah hubungan tingkat pengetahuan iklan obat pengunjung apotek di

Kota Yogyakarta terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek

(23)

c. Seperti apakah hubungan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat

bebas terbatas pengunjung apotek di Kota Yogyakarta?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang iklan obat sudah pernah diteliti oleh Papilaya (2003) dan

Primantana (2001). Namun peneliti-peneliti tersebut meneliti iklan obat di televisi.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan akan iklan

obat dan hubungan iklan obat bebas terbatas di media cetak. Peneliti memilih iklan di

media cetak karena sepengetahuan peneliti, selama ini belum ada yang meneliti iklan

di media cetak. Peneliti sebelumnya menganalisis datanya dengan rancangan

penelitian deskriptif, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menganalisis dengan

rancangan penelitian deskriptif dan analitik. Selain itu dalam penggunaan kuisioner,

peneliti sebelumnya tidak menggunakan uji validitas dan realibilitas.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Menambah kepustakaan bagi perkembangan ilmu farmasi, khususnya

mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat bebas terbatas di media cetak.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini memberikan manfaat praktis kepada masyarakat untuk dimana

farmasis berperan memberikan pelayanan informasi, khususnya dalam pemberian

(24)

membantu pihak-pihak yang terkait (produsen atau perusahaan farmasi) untuk

meningkatkan kerasionalan iklan obat di media cetak.

Dalam masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk membantu masyarakat

dalam mencermati iklan obat di media cetak sehingga masyarakat tidak terjebak oleh

iklan obat yang tidak rasional dan membantu masyarakat dalam hal pemilihan/penggunaan obat bebas terbatas dalam rangka pengobatan sendiri.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu :

1. untuk mengetahui karakteristik responden .

2. untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan iklan pada responden terhadap

minat beli obat bebas terbatas.

3. untuk mengetahui hubungan iklan di media cetak pada responden terhadap

(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari sesuatu yang dipahami atau tahu akan

sesuatu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek

tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan bagian

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmojo, 2007).

B. Teori Sikap (Kognitif, Afektif dan Perilaku)

Menurut Alport (cit, Amirullah, 2002) sikap didefinisikan sebagai suatu status

mental dan syaraf yang berhubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, yang

diorganisasi melalui pengalaman, memiliki pengaruh yang mengarah dan atau

dinamis terhadap perilaku. Menurut Mar’at (1982), sikap merupakan kumpulan dari

berpikir, keyakinan dan pengetahuan.

Menurut Mar’at (1982) dan Peter & Olson (1999), sikap mengandung tiga

komponen terkait seperti di bawah ini:

(26)

1. Kognitif

Komponen kognitif adalah komponen dari sikap tertentu yang berisikan

informasi yang dimiliki seseorang tentang subyek atau benda. Informasi ini bersifat

deskriptif dan tidak termasuk derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap obyek

tersebut. Juga tidak termasuk cara yang direncanakan untuk bertindak atau

berperilaku terhadap obyek tersebut. Komponen ini berhubungan dengan kesadaran

(awareness) akan keberadaan obyek, kepercayaan (beliefs) terhadap obyek, dan

menilai kepentingan (importance) atau arti obyek tersebut. Kesadaran (awareness)

juga meliputi pengetahuan tentang obyek.

2. Afektif

Komponen afektif merupakan komponen dari sikap tertentu yang berisikan

perasaan-perasaan seseorang terhadap obyeknya. Komponen ini melibatkan evaluasi

positif maupun negatif yang bersifat emosional, perasaan suka atau tidak suka

terhadap obyek. Komponen afektif dari sikap dapat diperlakukan sebagai reaksi

seseorang terhadap komponen kognitif. Tetapi karena manusia menggunakan proses

evaluasi yang berbeda jika mereka bereaksi terhadap sesuatu yang dipercayai, maka

dua orang dapat memiliki komponen afektif yang sangat berbeda meskipun memiliki

komponen kognitif yang sama.

3. Perilaku terhadap suatu obyek.

Komponen perilaku merupakan cara seseorang untuk bertindak atau

(27)

sebelumnya yaitu kognitif dan afektif. Kecenderungan berperilaku yang berbeda pada

setiap individu tergantung pada kepercayaan dan perasaan masing-masing.

C. Proses Keputusan Pembelian

Ketiga komponen tersebut (kognitif, afektif dan perilaku) akan mempengaruhi

keputusan dan perilaku konsumen dalam pembelian suatu produk. Menurut Kotler

(2000), ada lima tahap dalam proses keputusan pembelian di bawah ini:

1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu kebutuhan individu.

Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh faktor internal atau eksternal yang akan

menimbulkan suatu dorongan dan motivasi untuk memenuhinya.

2. Pencarian informasi

Konsumen yang tergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan berusaha

mencari dan mendapatkan lebih banyak informasi. Sumber-sumber informasi

konsumen terdiri dari 4 kelompok yaitu sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga,

kenalan), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara), sumber

pengalaman (pemeriksaan, penggunaan produk), dan sumber publik (media massa).

3. Evaluasi alternatif

Evaluasi merupakan cara konsumen memproses informasi mengenai produk

atau merek tertentu dan membuat pertimbangan. Proses evaluasi ini melibatkan

(28)

tingkat pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan terhadap produk. Evaluasi

komponen afektif menentukan tingkat perasaan konsumen terhadap produk.

4. Keputusan pembelian

Keputusan pembelian merupakan perilaku yang dihasilkan dari proses

evaluasi. Konsumen akan cenderung membeli produk yang memberikan evaluasi

positif.

5. Perilaku setelah pembelian

Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan

dan ketidakpuasan tertentu. Konsumen juga akan melakukan tindakan setelah

pembelian untuk menggunakan produk yang sama atau pindah ke produk lain.

Pengenalan Kebutuhan

Sumbpegalaman dan publik er pribadi, komersial,

Pencarian Informasi

Kognitif

Afektif

Evaluasi Alternatif

Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian

D. Praktik atau Tindakan

Perilaku Keputusan Pembelian

(29)

Setelah seseorang mengetahui rangsangan atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya

diharapkan ia melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya

(dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga

dikatakan perilaku kesehatan atau dikenal dengan istilah overt behaviour

(Notoatmojo, 2007).

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu

mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni melalui proses perubahan:

pengetahuan (knowledge) - sikap (attitude) – praktik (practice) atau dapat disingkat

dengan ”PSP”(KAP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun

penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori

diatas (KAP), bahkan di dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya

seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya malah

negatif (Notoatmojo, 2007).

E. Kelompok Usia

Pengertian dari sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk

bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun yang kurang

baik secara konsisten. Sikap dilakukan berdasarkan pandangan seseorang terhadap

(30)

Langeveld (1971), usia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia muda, usia dewasa,

dan usia tua. Setiap orang mengalami perkembangan hingga mencapai kematangan

pribadi. Pada kelompok usia muda mempunyai karakteristik atau sifat yang punya

inisiatif, kritis tidak fanatik dan condong bersifat demokratis. Usia dewasa dimulai

pada usia 17 tahun, pada usia ini seseorang sudah mantap untuk memberikan

penilaian maupun sikap terhadap suatu objek yang ia lihat dan dengar dari

pengalaman.

F. Penyakit Ringan

Secara umum, penyakit ringan (minor ailments) mencakup kondisi yang

mensyaratkan intervensi medis yang kecil atau tidak sekali. Kebanyakan penyakit

ringan dapat diatasi secara sukses dengan obat tanpa resep. Beberapa contoh penyakit

ringan adalah konstipasi, batuk, diare, dispepsia, sakit telingan, demam, sakit kepala,

sariawan, sakit gigi, dan infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus

(Anonim, 2004). Berikut ini adalah beberapa penyakit ringan:

1. Sakit kepala

Menurut WHO (2000) sakit kepala merupakan gejala dari sejumlah kelainan

neurobiologis, mencakup sejumlah gejala yang umum dan ada di berbagai tempat.

Terminologi kelainan sakit kepala terkait dengan berbagai kondisi yang bervariasi

dalam keparahan, insidensi, dan durasi. Nyeri kepala merupakan keluhan yang umum

(31)

ke penyebab vaskuler dan psikogenik, sedangkan yang akut dan berat mungkin

mempunyai latar belakang yang lebih serius (Wibowo dan Gofir, 2001).

Penyembuhan bisa dengan istirahat atau tidur. Obat-obatan yang digunakan seperti

asetaminofen, diazepam dan lainnya (Walsh, 1997).

2. Flu

Salah satu infeksi saluran pernapasan atas adalah flu. Orang dengan daya

tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat. Pada anak-anak,

lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung

menderita komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui

percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan yang tidak dicuci setelah kontak

dengan cairan hidung/mulut (Anonim, 2006b). Pasien yang terkena flu dapat

melakukan penyembuhan dengan istirahat di tempat tidur dan mengurangi kelelahan

serta diet dengan makanan yang mengandung banyak cairan, maka mekanisme

pertahanan tubuh secara alami akan mengembalikan badan ke kondisi normal, kecuali

jika terdapat komplikasi atau infeksi sekunder. Obat flu biasanya mengandung

dekongestan, antihistamin, dan analgetika antipiretika (Tjay dan Raharja, 2002)

3. Batuk

Suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan

membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur

infeksi merupakan pengertian penyakit batuk. Refleks batuk dapat ditimbulkan karena

(32)

perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi seperti gas, bau, dan lain-lain

(Tjay dan Rahardja, 2002). Penyembuhan batuk bisa dengan berhenti merokok,

menghirup uap air yang mendidih, memperlunakkan rangsangan batuk dengan

menggunakan emollient seperti gula-gula dan permen. Zat-zat yang boleh terkandung

pada obat batuk yaitu kodein, dekstrometrofan, ipeca guaikol, ambroksol,

dipenhidramin, bromheksin, guafenisin (Walsh, 1997).

4. Demam

Keadaan dimana suhu tubuh mejadi meningkat, namun masih bisa dikontrol

disebut demam. Suhu normal adalah 35,8o – 37,3oC (96,5o – 99,2oF). Suhu rektal

lebih tinggi sekitar 0,3o – 0,5oC (0,5o – 1o

F). penyembuhan bisa dengan kompres es

pada penderita. Obat-obat untuk demam antara lain aspirin, flurbiprofen, naproksen,

prednison, parasetamol (Walsh, 1997).

G. Obat Woods ®

Obat Woods® mempunyai dua jenis khasiat, yaitu sebagai antitusif untuk

mengobati batuk kering dan ekspektoran untuk mengobati batuk berdahak. Dalam

kategori obat bebas, perusahaan Kalbe Farma memiliki 15 merek utama yang kuat di

masing-masing kategori penyakit, salah satunya adalah obat batuk Woods®

(Soelaeman, 2005). Woods® antitusif mengandung dekstrometrofan HBr (7,5mg) dan

difenhidramin HCl (12,5mg), sedangkan Woods® ekspektoran mengandung

(33)

yang terbilang sukses di pasaran. Menurut Sarnianto, obat batuk yang diproduksi oleh

Kalbe Farma, seperti Woods®, Komix®, Mixadin® dan Mextril® menguasai 50%

pasar obat batuk (Sarnianto, 2006).

H. Obat Ultraflu

Obat ultraflu merupakan obat bebas terbatas yang berkhasiat meredakan flu,

demam, dan sakit kepala. Ultraflu mengandung asetaminofen (600mg),

fenilpropanolamin HCl (15mg) dan klorfeniramin maleat (2mg). Menurut Jonathan

(2005), dalam risetnya tentang pengukuran market share obat-obat bebas (OTC) pada

perusahaan riset B, mengatakan bahwa Obat Flu adalah market leader OTC. Berikut

adalah hasil yang memperkuat riset yang menyatakan ultraflu sebagai obat bebas

yang paling laris di pasaran:

Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia

2006 2007 No Merek Total

%

No Merek Total %

1 Ultraflu® 17.7 1 Ultraflu® 23.0 2 Mixagrip® 14.5 2 Sanaflu® 14.6 3 Sanaflu® 13.7 3 Mixagrip® 13.8 4 Decolgen® 10.9 4 Neozep Forte® 10.8 5 Neozep Forte® 8.5 5 Decolgen® 8.7

(34)

I. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda

Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, pasal 3 ayat (1) dan (2),

menyatakan bahwa tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran berwarna hijau

dengan garis tepi berwarna hitam dan obat bebas terbatas lingkaran berwarna biru

dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim, 2006a).

Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan golongan obat tanpa resep,

yang dapat dibeli secara bebas (tanpa resep) di apotek dan toko obat berijin. Obat

bebas terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

6355/Dir.Jen/SK/1969, harus dicantumkan tanda peringatan berwarna hitam pada

wadah atau kemasannya, dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau

disesuaikan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih.

Tabel II. Peringatan Obat Bebas Terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969

Peringatan Isi dan Contoh

P. no.1 Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. Contoh: Procold®, Inza®

P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® kumur

P. no. 3 Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Betadine® untuk antiseptik lokal

P. no. 4 Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Rokok anti asma

P. no. 5 Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Supositoria Dulcolax®

P. no. 6 Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol®

(35)

Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Gambar 2. Tanda Obat

Obat bebas atau obat bebas terbatas secara keseluruhan dikenal sebagai obat

bebas (Over The Counter) atau OTR. Menurut Peraturan Menkes

No.919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep,

harus memenuhi kriteria:

Tabel III. Kriteria Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas pada Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993 (cit, Hartini dan Sulasmono, 2007)

No Kriteria

1. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas usia 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

J. Peraturan Periklanan Bidang Obat

1. Kriteria etik promosi obat

Upaya pengendalian informasi komersial untuk meningkatkan kerasionalan

pengobatan sendiri, dilakukan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dengan

mengeluarkan Kriteria Etik Promosi Obat (Ethical Criteria for Medicinal Drug

(36)

yang ditujukan kepada masyarakat awam meliputi komposisi zat aktif dengan nama

INN (International Nonpropietary Names) atau nama generik obatnya, merek

dagang, indikasi utama, perhatian, kontraindikasi, dan peringatan, serta nama dan

alamat produsen atau distributor. Iklan obat untuk masyarakat dihimbau untuk

membatasi indikasi, dan klaim obat dapat menyembuhkan, mencegah, atau

meredakan penyakit, harus dapat dibuktikan (Anonim, 1988).

2. Keputusan Menteri Kesehatan tentang informasi periklanan obat bebas

Dengan mengacu pada Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion

WHO, pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.

386/MENKES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas.

Salah satu latar belakang dikeluarkannya pedoman ini adalah untuk melindungi

masyarakat dari kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak

rasional akibat pengaruh promosi melalui iklan. Berdasarkan Pedoman Periklanan

Obat Bebas, iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:

Tabel IV. Informasi yang harus dicantumkan pada Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994

No Informasi yang harus dicantumkan

1. Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus untuk media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.

2. Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat 3. Nama dagang obat.

4. Nama industri farmasi.

5. Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak).

(37)

3. Kriteria periklanan obat bebas

Dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 41 ayat (2), dinyatakan bahwa

penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi

persyaratan obyektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan

(Hartini dan Sulasmono, 2007).

Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994 tentang

Pedoman Periklanan Obat Bebas menyatakan bahwa informasi mengenai produk obat

dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) UU

No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:

Tabel V.Kriteria Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994

No Kriteria Periklanan Obat Bebas

1. Obyektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.

2. Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping.

3. Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan.

(Anonim, 2006a)

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994,

tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, juga dinyatakan bahwa obat yang dapat

diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali

(38)

bahwa sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang

penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada

media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Selain itu, pasal 33

menyebutkan bahwa iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media

apapun yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan

memperhatikan etika periklanan (Hartini dan Sulasmono, 2007).

4. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang promosi

obat.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

No. HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat, pasal 5 ayat 2 dan 3,

dinyatakan bahwa promosi obat melalui media audio visual dan elektronik hanya

diperbolehkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas (Anonim, 1996). Dalam

Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02706

tahun 2002 tentang Promosi Obat, bab III pasal 3, diterangkan sebagai berikut :

Tabel VI. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Promosi Obat

No. Promosi Obat

1 Semua obat jadi yang berupa obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter dapat dipromosikan.

2 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter tidak dapat dipromosikan kepada masyarakat umum.

3 Promosi obat jadi yang penyerahannya harus dengan resep dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur kemudian.

4 Promosi yang ditujukan kepada profesi kesehatan dan masyarakat umum harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(39)

5. Pedoman periklanan obat yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.

386/MENKES/SK/IV/1994.

Obat-obat bebas (obat bebas dan obat bebas terbatas) banyak dijual dimana

saja, seperti kios, warung, pasar dan khususnya apotek. Obat bebas sangat mudah

didapat, dan dapat digunakan tanpa petunjuk dokter. Obat bebas juga banyak

diiklankan dan tidak sedikit produsen yang melebih-lebihkan khasiat dari obat

tersebut, maka dari itu iklan obat bebas harus mempunyai batasan. Periklanan obat

mempunyai peraturan yang harus ditaati. Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri

Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan

Obat Bebas, antara lain iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah

rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI; iklan obat tidak

boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi,

kegunaan/manfaat obat; iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian

(BACA ATURAN PAKAI. JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER); dan

iklan suatu obat hanya boleh diindikasikan untuk kondisi-kondisi tertentu dengan

batasan-batasan khusus. Batasan-batasan khusus tersebut seperti:

(Anonim, 2006b).

Tabel VII. Batasan-Batasan Khusus Jenis Obat Indikasi yang dicantumkan

Obat flu meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan pilek

(40)

K. Media Cetak

1. Pengertian media cetak

Media cetak adalah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain

untuk menyampaikan pesan-pesannya. Unsur-unsur utamanya adalah tulisan (teks),

gambar visualisasi, atau keduanya. Media cetak bisa dibuat untuk membantu

fasilitator melakukan komunikasi interpersonal saat pelatihan atau kegiatan

kelompok. Media cetak juga bisa dibuat sebagai bahan referensi (bahan bacaan). Atau

menjadi media instruksional untuk mengkomunikasikan teknologi baru dan cara-cara

melakukan sesuatu (leaflet, brosur, buklet). Bisa juga mengkomunikasikan

keprihatinan dan peringatan, serta mengkampanyekan suatu isu (poster). Dan menjadi

media ekspresi dan karya personal seperti poster, gambar, kartun atau komik

(Anonim, 2007)

Media cetak merupakan suatu media yang bersifat statis dan mengutamakan

pesan-pesan visual, media ini terdiri dari lembaran kertas dengan sejumlah kata,

gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman putih. Media cetak merupakan

dokumen atas segala dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang ditangkap oleh

jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto dan sebagainya(Adji, 2007).

Sementara Cahyo Pramono menyatakan, media cetak hingga kini tidak tergantikan

(41)

2. Karakteristik iklan media cetak

Iklan di media cetak baik itu yang terdapat dalam surat kabar maupun

majalah, memiliki karakteristik sebagai berikut tergolong praktis(termasuk cepat dan

harga terjangkau), daya jangkau dan edar surat kabar sampai pelosok(perkembangan

zaman telah menciptakan segmentasi, dan mengidentifikasi surat kabar dan majalah

menurut pendidikan pembacanya). Karakteristik iklan media cetak lainnya yaitu

peranan jenis huruf, ukuran dan aspek lay out yang turut menentukan keberhasilan

iklan. Iklan di media cetak juga dapat bertahan atau dengan kata lain tidak satu kali

lalu habis (Adji, 2007).

3. Jenis media cetak

Masyarakat sulit membedakan jenis media cetak karena banyak media cetak

yang mempunyai kesamaan. Contohnya seperti brosur atau leaflet yang berupa

lembaran kertas, begitu juga dengan buklet yang sering disangka buku yang

bukan merupakan alat untuk mengiklankan suatu produk. Berikut adalah beberapa

contoh media cetak yang biasa dijumpai di masyarakat selain koran, majalah dan

(42)

Tabel VIII. Jenis Media Cetak

No Jenis Media Cetak

Keterangan

1. Leaflet - media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan (biasanya lebih banyak tulisan). Pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa. - berisikan suatu gagasan secara langsung ke inti permasalahnnya. Dan menjelaskan cara melakukan tindakan dengan singkat.

- media ini seperti poster yang mudah dibawa dan disebarluaskan, dan jumlah yang dibawa bisa lebih banyak daripada poster.

2. Brosur - bentuknya dapat mirip dengan leaflet yaitu selembar kertas yang dilipat dengan teks dan gambar pada kedua sisi kertasnya.

- brosur yang merupakan selembar kertas dengan tulisan dan gambar hanya pada satu sisi biasanya disebut pamflet atau surat selebaran.

- jenis pesan yang biasanya terdapat pada brosur beragam, seperti ajakan, saran, memperingatkan sesuatu, memberi informasi dan menjelaskan sesuatu.

3. Poster - media dengan bahan dasar sehelai kertas atau kain yang digambari dan ditulisi sedikit kata (gambar untuk menarik perhatian orang).

- merupakan salah satu media cetak yang paling banyak digunakan dalam berbagai program dan gagasan tulisan yang tidak terlalu banyak

4. Buklet - buku berukuran kecil (setengah kuarto) dan tipis, tidak lebih dari 30 halaman bolak-balik, yang berisi tulisan dan gambar – gambar.

- media buklet merupakan perpaduan antara leaflet dengan buku atau sebuah buku dengan format (ukuran) kecil seperti leaflet.

- struktur isinya seperti buku (ada pendahuluan, isi, penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat daripada sebuah buku.

- keunggulan lain buklet bila dibandingkan buku adalah banyaknya gambar dan tipisnya jumlah halaman.

(43)

L. Tujuan dan Fungsi Iklan

Fungsi iklan meliputi lima fungsi yaitu fungsi pemasaran (menjual produk),

fungsi komunikasi (menyampaikan pesan), fungsi pendidikan (mendidik mengenai

sesuatu), fungsi ekonomi (menjadi penggerak ekonomi) dan fungsi sosial untuk

menimbulkan dampak sosial psikologis (Bovee dan Arens, 1986). WHO menyatakan

bahwa tujuan iklan untuk masyarakat umum yaitu membantu pemakai dalam

membuat keputusan rasional pada penggunaan obat yang telah ditetapkan sebagai

obat tanpa resep (Anonim, 1988).

M. Model Iklan

Untuk menghasilkan iklan yang baik tentunya harus memperhatikan elemen-

elemen yang dikenal dengan AIDA (Attention, Interest, Desire, dan Action). Menurut

Kasali (1992), perhatian merupakan elemen rumus AIDA pada urutan pertama sebab

yang pertama kali harus dipenuhi oleh suatu iklan adalah dapat menarik perhatian

khalayak sasarannya. Dengan demikian amatlah penting bagi produsen dan biro

pembuat iklan untuk dapat menarik perhatian konsumen. Salah satu pendekatan yang

dipakai dalam proses kreativitas pembuatan iklan adalah dengan menggunakan

seorang model.

Para produsen dan praktisi perikalan berlomba-lomba untuk membuat

kreativitas iklan dengan menggunakan model iklan sehingga mampu menimbulkan

(44)

iklan yang dibuat mampu mengesankan konsumen, maka konsumen kemungkinan

besar akan mempersepsi iklan tersebut dengan baik yang pada akhirnya akan

mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk yang diiklankan. Model iklan

sebagai sumber pesan dalam suatu iklan merupakan faktor yang penting dalam suatu

proses komunikasi iklan sebab sebagai bagian dari alat pemasaran karena iklan

memang tidak lepas dari faktor persepsi. Penggunaan model iklan dalam suatu iklan

akan berpengaruh terhadap konsumen. Coulson (cit, Kasali, 1992) menyatakan bahwa

model iklan yang menarik dan popular bisa menambah kepercayaan untuk produk

yang pada akhirnya mampu menarik minat untuk membeli.

N. Minat Beli

1. Pengertian minat beli

Pengertian minat beli dari beberapa ahli mencakup tiga hal yaitu adanya

perasaan tertarik atau perasaan senang, adanya perhatian dan kecenderungan untuk

melakukan pembelian (Fenny, Gunadi dan Heru, 1998). Minat beli seseorang juga

dapat timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif

(Winkel, 1986). Hal ini berarti bahwa bila seseorang senang dengan suatu produk

atau dengan model iklan dalam suatu iklan produk maka minat beli konsumen dapat

muncul atau bahkan meningkat. Jadi proses terjadinya minat beli dipahami sebagai

(45)

suatu produk yang disertai dengan perasaan tertarik dan perasaan senang atau sikap

positif terhadap suatu hal yang diperoleh melalui proses sensasi dan persepsi.

2. Aspek minat membeli

Individu yang mempunyai minat membeli memungkinkan bahwa dalam

individu tersebut ada perhatian dan rasa senang terhadap obyek tersebut, kemudian

minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang

meyakinkan dirinya bahwa obyek atau barang tersebut mempunyai manfaat bagi

dirinya. Menurut Lucas dan Britt (1950), aspek-aspek minat beli meliputi attention

(perhatian), interest (ketertarikan), desire (keinginan), dan conviction (keyakinan).

Diawali dengan adanya perhatian konsumen terhadap barang yang ditawarkan

O. Landasan Teori

Dalam strategi kreatif periklanan ada lima elemen yang perlu diperhatikan

yaitu attention (perhatian), interest (minat), desire (kebutuhan/keinginan), conviction

(rasa percaya), dan action (tindakan). Salah satu elemen yang menjadi landasan kuat

bahwa iklan dapat menimbulkan minat beli yaitu pada elemen interest(minat).

Setelah perhatian calon pembeli direbut, iklan akan terus membuat calon pembeli

meningkatkan minat belinya dengan membaca, melihat dan mengikuti pesan-pesan

(46)

Minat beli dipengaruhi oleh komponen kognitif dan afektif. Kognitif atau

pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang obyek/produk. Setelah

konsumen mendapat pengetahuan tentang manfaat dan kekurangan produk,

konsumen akan dipengaruhi oleh komponen afektif/perasaan. Maka dari itu,

konsumen akan semakin berminat membeli suatu produk atas dasar tingkat

pengetahuannya terhadap produk tersebut karena tahu manfaat/kegunaan produk

tersebut atas dasar kebutuhan/keinginan.

Q. Hipotesis

Ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap minat beli obat bebas terbatas

pengunjung apotek di Kota Yogyakarta dan ada hubungan iklan obat terhadap minat

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua jenis sub penelitian yaitu penelitian non

eksperimental deskriptif dan non eksperimental analitik. Penelitian non eksperimental

deskriptif menggambarkan data demografi responden yang meliputi jenis kelamin,

umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan skala tingkat pengenalan yang meliputi

pertanyaan pernah atau seringnya responden melihat iklan obat di media cetak dan

jenis media cetak apa yang pernah / sering dilihat responden. Metode deskriptif dapat

diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian baik lembaga

masyarakat atau seseorang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2005). Ada hubungan antara tingkat

pengetahuan iklan di media cetak dengan minat beli obat bebas terbatas dan iklan

obat di media cetak dengan minat beli obat bebas terbatas menggunakan penelitian

non eksperimental analitik.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (studi potong lintang).

Penelitian cross sectional merupakan penelitian untuk mempelajari hubungan

antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran

pada saat yang sama (point time approach). Saat yang sama artinya tiap subyek

(48)

hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat

observasi (Pratiknya, 2007). Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang

observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan

apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi peneliti (Pratiknya, 1993).

B. Variabel Penelitian

Variabel bebas : a. iklan obat di media cetak

b. tingkat pengetahuan terhadap iklan obat di media cetak

Variabel tergantung : minat beli obat bebas terbatas

Variabel pengganggu : tingkat sosial, jenis iklan yang lain

↓↓↓

Jenis iklan (variabel pengganggu)

Iklan

Minat beli

Minat beli

Hubungan

Tingkat Pengetahuan

Tingkat sosial (variabel penggangu))

(49)

C. Definisi Operasional

1. Pengunjung adalah orang yang berkunjung ke apotek dan membeli obat

tanpa resep di apotek tersebut.

2. Obat dalam penelitian ini dibatasi hanya untuk obat bebas terbatas dengan tanda

dengan tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam pada masing-masing kemasannya.

3. Iklan di media cetak adalah suatu bentuk promosi yang digunakan oleh

sponsor untuk membujuk atau menginformasikan suatu produk.

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2008.

4. Jenis produk adalah nama dagang produk yang diiklankan.

5. Pengetahuan iklan obat adalah pengetahuan tentang informasi peringatan,

perhatian, indikasi, nama merek dagang, khasiat, kontraindikasi, nama dan

alamat industri yang memproduksi obat tersebut, mencantumkan tanda berupa

lingkaran berwarna hijau atau biru dengan tepi bulatan hitam (untuk obat

bebas dan obat bebas terbatas), peringatan “Baca aturan pakai”, komposisi zat

aktif dari obat efek samping obat dan nomor pendaftaran khusus untuk media

cetak.

6. Minat beli obat adalah keinginan untuk membeli obat bebas terbatas karena

pengaruh iklan obat dan pengetahuan tentang iklan obat di media cetak.

7. Klasifikasi kelas terapi adalah penggolongan obat tanpa resep yang diiklankan

di media cetak berdasarkan IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia) dan

(50)

golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, jenis obat berdasarkan nama

dagang obat, sasaran konsumen obat berdasarkan kelompok dewasa dan

anak-anak, serta produsen yaitu berdasarkan nama produsen obat.

D. Subyek Penelitian

Pengambilan sampel apotek berdasarkan letak apotek yang berada di Kota

Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di 13 apotek. Pengambilan apotek dilakukan

secara random dari 118 apotek di Kota Yogyakarta tahun 2008. Beberapa peneliti

menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dan ada pula

peneliti lain yang menyatakan bahwa besarnya sampel minimum 5% dari jumlah

satuan-satuan elementer dari populasi (Singarimbun, 1985). Pengambilan sampel

apotek ini dikarenakan responden (pengunjung apotek) tidak mempunyai populasi.

Seluruh responden yang diteliti berjumlah 96 orang. Namun untuk keseragaman

pengambilan data, responden yang diteliti berjumlah 128 orang.

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengunjung apotek di Kota

Yogyakarta yang membeli obat tanpa resep dan telah berusia 17 tahun dan 17 tahun

keatas serta pernah melihat iklan obat tanpa resep di media cetak. Pengambilan

subyek penelitian ditentukan dengan survei awal terlebih dahulu. Survei ini meliputi

banyaknya pengunjung di masing-masing apotek, lamanya penelitian di masing-

masing apotek, dan waktu dalam penelitian. Setelah itu akan dilakukan metode

(51)

Untuk menguji H0 : p = nilai tertentu = p vs H1 : p ‡ p

n = besar sampel yang dikehendaki, p = proporsi di populasi. Bila tidak diketahui,

bisa digunakan proporsi hasil penelitian yang sama sebelumnya atau kepustakaan.

Bila ini tidak diketahui, bisa digunakan p = 0,5 dengan asumsi bahwa probabilitas

kejadian yang kita pelajari timbul adalah sama dengan probabilitas kejadian yang kita

pelajari tidak timbul, yaitu p(Ē) = p(Ē) = 0,5. Selanjutnya, α tingkat kemaknaan yang

digunakan untuk menguji hipotesis null serta penting untuk menentukan besar Z pada

tabel kurva normal. Kemudian tentukan d = | p – P | yang dikehendaki.

(1 - p) = 1 – 0,5 = 0,5

(Sarwanto dan Kuntara, 2003)

adi sampel yang akan diteliti adalah 96 orang. 1−

(52)

E. Tempat Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan di 13 apotek Kota Yogyakarta. Apotek-apotek

tersebut yaitu Apotek Ardi Farma, Apotek Artha Farma, Apotek Christella, Apotek

Dantisa, Apotek Dian Farma, Apotek Kucala, Apotek Kusuma Nata, Apotek

Medistra, Apotek Pendowo, Apotek Poedji Rahajoe, Apotek Rafazthody Mulya,

potek Ramadhan, Apotek Sentul.

ner yang

diguna

karakteristik demografi dan skala tingkat pengenalan oleh responden. Bagian kedua A

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar kuisioner. Menurut Umar

(2003), kuisioner merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan

daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan

respon atas daftar pertanyaan tersebut. Kuisioner dibedakan menjadi dua yaitu

kusisioner tertutup dan kuisioner terbuka. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang

pertanyaan atau pernyataannya tidak memberikan kebebasan kepada responden untuk

memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka. Kuisioner

semi terbuka adalah kuisioner yang pertanyaan atau pernyataannya memberi

kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban dan pendapat menurut

pilihan-pilihan jawaban yang telah disediakan (Hasan, 2002). Kuisio

kan pada penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan semi terbuka.

(53)

untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas

terbatas dan hubungan iklan obat terhadap minat beli obat bebas terbatas.

Pertanyaan pada bagian pertama adalah mengenai karakteristik responden dan

skala tingkat pengenalan yang terdiri dari 6 pertanyaan. Pertanyaan bagian pertama

ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, frekuensi melihat

iklan obat Woods® dan Ultraflu® dan media cetak yang dibaca responden dan jenis

media cetak yang sering atau pernah dibaca responden. Pertanyaan pada bagian yang

kedua adalah pertanyaan tentang pengetahuan kelengkapan iklan obat dan pertanyaan

yang meliputi iklan obat tersebut yang berkaitan dengan penelitian dan minat beli

terhadap obat bebas terbatas. Jumlah pertanyaan dalam kuisioner bagian kedua adalah

35 butir.

G. Tata Cara Penelitian

Tata cara dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu pembuatan

kuisioner, penyebaran kuisioner dan pengolahan hasil.

1. Penelitian pendahuluan

Peneliti melakukan penelitian pada 6 koran yang beredar di Yogyakarta

selama 3 bulan, hanya terdapat 5 iklan obat tanpa resep di koran (surat kabar). Iklan

obat yang terdapat pada koran-koran tersebut adalah Sangobion® ( 1 iklan), Woods®

(4 iklan), Ultraflu® ( 4 iklan ), Decolsin® ( 2 iklan ) dan Panadol® anak ( 1 iklan ).

(54)

pendahuluan tentang iklan obat muncul pada selebaran (brosur) dan poster iklan obat

yang ditujukkan kepada 50 orang responden yang tersebar di Kota Yogyakarta.

Sejumlah 26 responden menjawab Ultraflu®, 12 menjawab Woods®, 10 menjawab

OBH® dan 2 responden menjawab Sanaflu®. Dari dua hasil penelitian pendahuluan

tersebut maka peneliti mengambil dua iklan yaitu Woods® dan Ultraflu® dengan

jumlah frekuensi tayang yang sama. Data tersebut menurut penelitian pendahuluan di

koran. Pada penelitian pendahuluan selebaran dan poster Woods® dan Ultraflu® juga

mendapat peringkat atas. Data ini ditunjukkan dengan frekuensi orang yang sering

melihat iklan tersebut.

2. Pembuatan kuisioner

Tiga tahap dalam pembuatan kuisioner yaitu merancang kuisioner, uji

validitas dan uji realibilitas. Kuisioner yang diajukan terdiri pertanyaan tentang iklan

obat tanpa resep di media cetak dan tingkat pengetahuan iklan pengunjung apotek di

Kota Yogyakarta dan minat beli pengunjung apotek di Kota Yogyakarta terhadap

obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas). Kuisioner dikelompokkan

berdasarkan atas variabel-variabel penelitian yang ingin diketahui. Kuisioner pada

bagian kedua disusun dengan modifikasi skala Likert dari 5 pilihan menjadi 4 pilihan

yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Modifikasi skala

Likert dilakukan dengan menghilangkan pilihan jawaban di tengah yaitu ragu-ragu.

Hal ini menurut Hadi (1991), dilakukan karena kategori jawaban di tengah

(55)

belum dapat memutuskan atau memberi jawaban, bisa juga diartikan netral. Jawaban

di tengah juga menimbulkan kencenderungan menjawab ke tengah terutama bagi

mereka yang ragu atas arah kecenderungan jawabannya ke arah setuju atau tidak

setuju. Pertanyaan yang disusun bersifat favourable dan unfavourable.

Tabel IX. Jenis Pertanyaan dalam Kuisioner

Jenis Pernyataan Variabel Nomor

Pernyataan Favourable Unfavourable Pengaruh

pengetahuan iklan obat di media cetak

1-11 1,2,5,6,10 3,4,7,8,9,11

Pengaruh iklan obat di media cetak

12-23 17,14,15,20,16,23 12,19,18,22,21,13 Minat beli 24-35 31,25,30,34,32,24 26,28,33,29,35,27

Sistem penilaian dibagi menjadi 2 cara yaitu untuk pernyataan yang

favourable dan unfavourble. Penilaian untuk pernyataan yang favourable adalah

sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1, sedangkan

untuk pernyataan yang unfavourable adalah sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju

= 3, sangat tidak setuju = 4.

Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner dilakukan uji coba terlebih dahulu,

supaya pertanyaan yang diajukan pada kuesioner dapat dipahami oleh subyek uji dan

untuk mendapatkan realibilitas dan validitas kuisioner. Uji coba pertama dan kedua

dilakukan pada pengunjung 13 apotek yang akan menjadi tempat penelitian peneliti

sebanyak 15 orang karena memiliki karakteristik yang sama dengan responden.

(56)

digunakan karena peneliti berganti judul. Kuisioner ketiga diuji kepada 30

pengunjung 13 apotek Kota Yogyakarta dan hasilnya valid dan reliabel.

3. Uji validitas

Menurut Sevilla (cit, Umar, 2003) validitas memiliki arti sejauh mana data

yang ditampung pada suatu kuisioner akan mengukur apa yang ingin diukur. Uji

validitas dari setiap butir pernyataan dalam penelitian ini diukur pada tingkat

kepercayaan 95%. Hasil uji validitas pada kuisioner ini yaitu 33 pertanyaan valid dan

dua pertanyaan tidak valid, tetapi karena pertanyaan tersebut dianggap penting maka

tetap disertakan dalam kuisioner.

4. Uji reliabilitas

Menurut Azwar (1999), reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau

kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (r) yang angkanya berada dalam

rentang waktu dari 0 sampai dengan 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya.

Sebaliknya koefisien yang semakin mendekati nilai 0 berarti semakin rendah

reliabilitasnya. Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan analisis

reliabilitas yang menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Data reliabilitas berturut

turut variabel tingkat pengetahuan, variabel iklan dan variabel minat beli adalah

(57)

5. Penyebaran kuisioner

Peneliti secara langsung memberikan kuisioner kepada responden. Peneliti

mendampingi responden selama pengisian dengan tujuan jika responden mengalami

kesulitan dapat bertanya langsung. Responden juga diberikan contoh iklan obat

Woods® dan Ultraflu® agar dapat menilai langsung iklan tersebut dan mengurangi

variabel pengacau (jenis iklan yang lain selain media cetak).

6. Uji normalitas

Distribusi data dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk

mengetahui apakah sebaran data mempunyai sebaran normal atau tidak secara

analitik, maka digunakan uji Kolmorgov–Smirnov atau Shapiro–Wilk. Uji

Kolmorgov–Smirnov digunakan untuk sampel yang lebih besar (lebih dari 50),

sedangkan Shapiro–Wilk digunakan untuk sampel kurang atau sama dengan 50. Jika

sebaran data normal, maka uji parametrik tetapi jika sebaran data tidak normal maka

menggunakan uji non parametrik (Dahlan, 2006). Uji normalitas variabel

pengetahuan, iklan dan minat beli nilai signifikasi yang didapat ialah 0,000. Menurut

Santoso (2003), distribusi data normal jika memiliki nilai signifikansi lebih besar

dari 0,1.

7. Pengolahan hasil

Hasil yang diperoleh diolah untuk keperluan analisis statistik dengan metode

korelasi spearman dengan melakukan perhitungan jawaban kuisioner yang telah diisi

(58)

berdasarkan variabel-variabel penelitian, dan membuat persentase untuk

masing-masing jawaban. Setelah itu dilakukan interpretasi dan dilihat kecenderungan

responden dalam menjawab setiap pertanyaan, dengan cara menjumlahkan jawaban

responden pada 4 skala Likert (SS, S, TS, STS), serta penarikan kesimpulan

(Santoso, 2003).

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dengan 2 metode yaitu statistik

deskriptif dan analitik. Metode statistik deskriptif menggunakan teknik persentase.

Teknik persentase dilakukan dengan membagi jumlah responden yang memberikan

jawaban sejenis dengan jumlah total responden dikalikan 100%. Data persentase yang

didapat disajikan dalam bentuk visual diagram. Metode ini digunakan untuk

menggambarkan karakteristik responden dan skala tingkat pengenalan.

Hasil kuisioner di nilai dengan skala Likert, yang terdiri dari 4 penilaian:

Sangat setuju dengan nilai 4, setuju dengan nilai 3, tidak setuju dengan nilai 2 dan

sangat tidak setuju dengan nilai 1. Analisis data dilakukan dengan metode statistik.

Uji distribusi pada data penelitian tidak normal, maka digunakan metode statistik

korelasi spearman yang ditentukan setelah dilakukan uji normalitas distribusi. Data

dikatakan normal jika memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,1. Hipotesis null adalah

(59)

alternatif (Hi) adalah yang diharapkan benar dalam penelitian atau sesuai keyataan

yang ada (Supangat, 2007).

Besar kecilnya korelasi selalu dinyatakan dengan angka. Angka korelasi ini

disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi selalu bergerak di antara 0,000 dan ±

1,000. Koefisien korelasi dari 0,000 sampai + 1000 menunjukkan korelasi yang

positif, sedang dari 0,000 sampai – 1,000 menunjukkan korelasi yang negatif.

Korelasi positif yang paling sempurna adalah + 1,000 dan korelasi negatif yang

tertinggi adalah – 1,000 (Hadi, 2004).

Supangat (2007) memberikan pedoman untuk menginterprestasikan koefisien

korelasi (r) yang ditemukan tersebut mempunyai hubungan yang besar atau kecil.

Pedoman untuk memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi spearman dapat

dilihat pada tabel X.

Tabel X. Interpretasi terhadap Koefisien korelasi Koefisiensi Korelasi Tingkat Hubungan 0,00 – 0,55 tidak kuat

0,56 – 0,65 cukup kuat 0,66 – 0,75 Kuat 0,76 – 0,99 Sangat kuat

1 hubungan sempurna

(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

1. Jenis kelamin

Data menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak yang bersedia mengisi

kuisioner, hal ini dibuktikan dari kemudahan peneliti untuk mendapatkan data dari

responden laki-laki. Namun dalam pengisian kuisioner, perempuan lebih rapi

daripada laki-laki.

Jenis Kelamin

Perempuan 45% Laki -laki

55%

Perempuan Laki -laki

Gambar 4. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta berdasarkan Jenis Kelamin

Ada penelitian tentang pengobatan sendiri menggunakan obat demam bagi

anak yang dilakukan wanita (dalam hal ini sebagai ibu) di Kota Yogyakarta. Peneliti

Gambar

Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel  Iklan Obat di
Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian...........................................
Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian
Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya sampel Sakernas Februari 2020 (Semester I) sebanyak 7.500 blok sensus (BS) atau 75.000 rumah tangga untuk memperoleh estimasi data hingga tingkat provinsi.. Sementara

paling umum gliserin yang digunakan adalah dalam sabun dan produk kecantikan. lainnya seperti lotion, meskipun juga digunakan, dalam bentuk

Untuk lingkungan, infrastruktur, sosial budaya, hiburan, makanan lokal, rekomendasi dan revisit intention tidak terdapat perbedaan yang signifi kan, hal ini

Banyumanik CV Anugrah Sinar Mentari Gg.. Tirta

Metode penelitian yang akan di gunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode penelitian Deskrptif kuanitatif, Dengan metode deskriptif kuanitatif

Untuk mempermudah wisatawan menentukan biro perjalanan pariwisata yang sesuai dengan kriteria wisatawan maka dibuatlah sistem pendukung keputusan penentuan

Wilayah Lombok Utara bagian pesisir, bagian barat daerah Lombok Barat (Batucaraken), wilayah Bima bagian utara pesisir, dan sebagian kecil wilayah Sumbawa barat

Target khusus yang ingin dicapai: Akhir dari pelaksanaan penelitian yang sudah memasuki tahun kedua dari rencana tiga tahun ini ditargetkan menghasilkan sebuah model baku