PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS,
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan dalam Pendidikan Matematika
Promovenda ANI MINARNI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui dan Disahkan Oleh:
Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D Promotor
Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed Co-Promotor
Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D Anggota
Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran
terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain
terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Juni 2013
Yang Membuat Pernyataan,
Ani Minarni
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada suami yang kucintai E. Elvis Napitupulu,
belahan jiwaku Rizal Afif, Fajrul Malik, dan Haura Azra, ayahku Engkan Sukanda
yang selalu memberiku motivasi untuk melanjutkan sekolah setinggi mungkin, ibuku
Susum Sumiati yang sangat menyayangiku, juga untuk ibu Ngadisem.
Untuk seluruh Bapak/Ibu guru dan Bapak/Ibu dosen
yang telah memberiku pencerahan dan membekali aku dengan ilmu.
Untuk almamaterku, SD Negeri Pelesiran 1 Bandung
SMP Negeri 2 Bandung SMA Negeri 3 Bandung Universitas Negeri Padjadjaran Universitas Negeri Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, sholawat dan salam bagi Rasulullah Saw.
Karena ijin Allah penulis berkesempatan menempuh studi S3 program pendidikan
matematika dan berhasil menyusun disertasi ini yang berjudul: “Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis,
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa
SMP”. Disertasi ini merupakan sebagian syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Matematika pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Selama penulis menempuh studi maupun menyusun disertasi ini
dukungan, dorongan, masukan, bimbingan, suntikan semangat dan motivasi
senantiasa diberikan oleh tim pembimbing dan dosen-dosen pengampu mata
kuliah, maka pada kesempatan ini penulis haturkan terimakasih yang mendalam
kepada:
1. Bapak Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D., sebagai promotor, yang
telah dengan sungguh-sungguh, telaten dan sabar membimbing penulis dalam
membuat instrumen penelitian, memberi pengarahan ketika pelaksanaan
penelitian, berlanjut hingga menjelang ujian sidang terbuka; menyemangati,
mengarahkan, dan memberi dorongan kepada penulis untuk tetap tekun
menulis disertasi ini hingga selesai.
2. Bapak Prof. DR. H. Didi Suryadi, M.Ed., sebagai Direktur SPs UPI merangkap
co-promotor yang telah membimbing, mengarahkan, memotivasi, memberikan
bantuan dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun disertasi ini hingga
selesai.
3. Bapak Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D., sebagai anggota tim pembimbing
merangkap sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI,
yang telah banyak meluangkan waktu untuk meneliti dan mengoreksi halaman
demi halaman dari disertasi ini, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarahkan penulis untuk benar-benar memahami apa yang penulis tulis
4. Bapak dan Ibu dosen pengampu mata kuliah pada Program S3 Pendidikan
Matematika SPs UPI, yang telah membekali ilmu, memperluas wawasan, dan
memberikan pencerahan yang berguna untuk penyusunan disertasi ini.
5. Bapak Dr. Jarnawi A. Dahlan, M.Kes. dan Ibu Dr. Siti Fatimah, M.Si. sebagai
reviewer dari Komisi Pasca UPI, yang telah mereviu disertasi ini dengan
cermat.
6. Bapak dan Ibu validator yaitu: Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S., Drs. Didi
Suhaedi, M.Si., Dra. Lucy Karyati Basar, M.Si., Dra. Reviandari, M.Pd., dan
Dr. Yani Ramdani, M.Pd., yang telah memberikan pertimbangan validitas
muka dan validitas isi instrumen penelitian dan perangkat penelitian lainnya.
7. Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 12, Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 15
Bandung, yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian,
serta Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Bandung yang telah memberi izin
kepada penulis untuk melakukan ujicoba bahan ajar dan instrumen penelitian.
8. Ibu Dra. Rubina, M.Pd. dari SMP Negeri 3 Bandung, Ibu Dra. Ratnaningsih
dari SMP Negeri 12 Bandung, dan Ibu Dra. Lia Yuliani dari SMP Negeri 15
Bandung yang sangat membantu penulis selama penelitian.
9. Rektor dan Dekan FMIPA Universitas Negeri Medan beserta jajarannya, yang
telah memberikan ijin dan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan studi.
10. Suamiku E. Elvis Napitupulu yang baik hati, yang terus menerus memberi
dukungan, pengertian, dan motivasi serta do’a.
11. Anak-anakku tercinta yang walaupun masih menampakkan sikap manja
karena waktuku bercengkrama bersama mereka berkurang, tetapi tetap
memberikan motivasi tersendiri kepadaku.
12. Orangtuaku yang menyayangiku sepenuh hati dan senantiasa mendoakanku
hingga disertasi ini dapat diselesaikan.
13. Semua saudara iparku yang baik hati, saudaraku Didiek Cahyono dan Dedeh
Fauziah, keluarga Mba Wanti, keluarga Mba Dwi, Kiki, teman-teman
pengajian, dan seluruh teman seperjuanganku mahasiswa S3 Program Studi
yang bersama penulis telah merasakan suka duka selama menempuh
pendidikan.
Semoga segala bantuan dari semua pihak tersebut menjadi amal saleh dan
mendapat balasan yang baik dari Allah Swt. Harapan penulis, hendaknya laporan
disertasi ini memberikan sebanyak-banyaknya manfaat bagi yang berkepentingan.
Bandung, Juni 2013
ABSTRAK
Ani Minarni (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis,
dan Keterampilan Sosial Siswa SMP
Kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial sangat perlu dikuasai siswa SMP. Tetapi kenyataannya siswa masih lemah dalam ketiga hal tersebut. Untuk itu telah dilakukan penelitian quasi eksperimen perbandingan kelompok statis yang bertujuan menyelidiki pengaruh pembelajaran berbasis masalah
(problem-based learning, disingkat PBL) terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis (KPM),
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPS), dan Keterampilan sosial (KS) siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri di Kota Bandung. Sampel dalam penelitian diambil berdasarkan teknik sampling berstrata sederhana dan sampling purposif. Subjek sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 71 siswa di kelas PBL, dan 74 siswa di kelas biasa. Data dikumpulkan dari tes Kemampuan Awal Matematis (KAM), KPM, KPS, dan angket KS. Temuan dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan KPM, KPS dan KS siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, (2) Tidak terdapat interaksi (pengaruh gabungan) antara faktor pembelajaran dan KAM terhadap capaian KPM, KPS, maupun KS siswa, (3) Tidak terdapat interaksi (pengaruh gabungan) antara faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian KPS, maupun terhadap KS siswa, (4) Pada kategori KAM (tinggi, sedang) dan pada level sekolah (atas, tengah), KPM siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, hal tersebut tidak terjadi pada kategori KAM rendah (5) Pada masing kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dan pada masing-masing level sekolah (atas, tengah), KPS siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, (6) Pada masing-masing kategori KAM (sedang, rendah), KS siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, tetapi tidak terjadi pada kategori KAM tinggi, (7) Pada sekolah level tengah, KS siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, tetapi tidak terjadi pada sekolah level atas. Berdasarkan hasil penelitian ini, guru disarankan menggunakan pendekatan PBL dalam rangka memberi siswa kesempatan meraih kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial.
ABSTRACT
Ani Minarni (2013). The Effect of Problem-Based Learning towards Mathematical Understanding Ability, Mathematical Problem Solving Ability, and Social Skills of Student of Middle Secondary School.
Mathematical understanding ability (MUA), mathematical problem solving ability (MPS), and social skills (SS) must be achieved by student of middle secondary school. In fact, students’ achievement of MUA, MPS, and SS is low. So, this static-group comparison research design was conducted to investigate the effect of problem-based learning (PBL) towards MUA, MPS, and SS of student of middle secondary school. Sample was taken from public middle secondary school by using simple stratified random sampling technique and purposive sampling. The number of students included in the research was 71 in PBL classroom, and 74 students in conventional one. Data was collected by the instruments that consist of a set of non-routine essays tests related to MUA and MPS, a set of questionnaire for classifying student’s social skills, an interview guide, and the observation sheets for student’s activities during the lesson. Data was analyzed by one and two ways analyses of variance, t-test for independent sample, and nonparametric test. Besides the learning approach, mathematical prior ability (MPA) of students was also taken as independent variable.The research found that: (1) Overall students in PBL classroom get better MUA, MPS, and SS than students in conventional one, (2) There’s no interaction between instruction and MPA (high, middle, low) towards MUA, MPS, and SS of the student (3) There’s no interaction between instruction and school level towards MPS and SS of the students, (4) The students with high and middle MPA in PBL classroom get better MUA than the students in conventional one, but it is not for the students with low MPA, (5) Not only at each MPA (high, middle, low), but also at each school level (upper, middle), the students in PBL classroom get better MPS than the students in conventional one, (6) The students with middle and low MPA in PBL classroom get better SS than the students in conventional one, but it is not for the students with high MPA, (7) At middle level school, the student in PBL classroom get better SS than the students in conventional one, but it is not for the students at upper level school. Based on the result of the research, the teacher is suggested to use PBL in their teaching learning so that the student may achieve better MUA, MPS, and SS.
Key Words: Problem-based Learning (PBL), Mathematical Understanding Ability, Mathematical Problem Solving Ability, Social Skills.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Domain Pengetahuan dan Proses Mental ... Error! Bookmark not defined. B. Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. C. Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined. D. Pembelajaran Berbasis Masalah ... Error! Bookmark not defined. E. Keterampilan Sosial ... Error! Bookmark not defined. F. Penelitian yang Relevan ... Error! Bookmark not defined. G. Meraih Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah
E. Bahan Ajar ... Error! Bookmark not defined. F. Kegiatan Pembelajaran ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Analisis Data Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. 2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.
4. Analisis Keterampilan Sosial Siswa ... Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Faktor Pendekatan Pembelajaran ... Error! Bookmark not defined. 2. Faktor Kemampuan Awal Matematis ... Error! Bookmark not defined. 3. Faktor Level Sekolah ... Error! Bookmark not defined. 4. Faktor Kemampuan Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. 5. Faktor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.
6. Analisis Kinerja Siswa dalam Tes Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined.
7. Analisis Kinerja Siswa dalam Tes Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.
8. Analisis Faktor Keterampilan Sosial ... Error! Bookmark not defined. 9. Hasil Observasi, Wawa cara, da Proses Belajar………. . Ke dala dala Melaksa aka PBL……….
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Implikasi ... Error! Bookmark not defined. C. Reko e dasi………
DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1.1 Perolehan Bidang Aljabar Siswa Indonesia dalam TIMSS 2
2.1 Langkah-langkah guru dalam PBL 53
3.1 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
68
3.2 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
68
3.3 Hasil Uji Normalitas Data Nilai UN SMPN Se-Kota Bandung
70
3.4 Hasil Uji Tanda Peringkat Wilcoxon Nilai UN 70
3.5 Kriteria Penentuan Kategori Sekolah 70
3.6 Kategori SMP Negeri Se-Kota Bandung 71
3.7 Hasil Uji Normalitas Data KAM Siswa pada tiap Kelas 75
3.8 Hasil Uji Homogenitas Data KAM Subjek Sampel 76
3.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata KAM Siswa Antar Kelas 76
3.10 Hasil Uji Homogenitas Data Skor KAM Antar Kelas 76
3.11 Sebaran Siswa Berdasarkan Skor KAM 77
3.12 Uji Hasil Timbangan Validitas Isi Soal Pemahaman Matematis
80
3.13 Uji Hasil Timbangan Validitas Muka Soal Pemahaman Matematis
Tabel Judul Halaman
3.14 Data Hasil Ujicoba Kemampuan Pemahaman Matematis 81
3.15 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes KPM 83
3.16 Rubrik Skor untuk Pemahaman Matematis 84
3.17
Hasil Uji Timbangan Validitas Isi Soal Pemecahan
Masalah Matematis 88
3.18 Hasil Uji Timbangan Validitas Muka Soal Pemecahan Masalah Matematis
88
3.19 Data Hasil Ujicoba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
89
3.20 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes KPS 90
3.21 Teknik Penskoran untuk Tes KPS 91
3.22 Kriteria Pengelompokan Kualitas Kinerja Siswa dalam
KPM dan KPS
92
3.23 Kriteria Penentuan Kategori Keterampilan Sosial 94
3.24 Perbandingan Model Pembelajaran 99
4.1 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran 104
4.2 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM 105
4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM 106
4.4 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Pembelajaran
106
4.5 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
Tabel Judul Halaman
4.6 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
109
4.7 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
109
4.8 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KPM
110
4.9 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi
111
4.10 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang
112
4.11 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah
112
4.12 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Level Sekolah
113
4.13 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
114
4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
114
4.15 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas
116
4.16 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah
117
4.17 Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1)
berkenaan dengan KPM
118
4.18 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran 119
4.19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran
Tabel Judul Halaman
4.20 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran
121
4.21 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran
121
4.22 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
122
4.23 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
123
4.24 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
124
4.25 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KPS
124
4.26 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi
126
4.27 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang
126
4.28 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah
126
4.29 Data Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
127
4.30 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
128
4.31 Hasil Uji Homogenitas Varians Data KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
129
4.32 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Capaian KPS
129
4.33 Hasil Uji Beda Rata-rata KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas
Tabel Judul Halaman
4.34 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah
133
4.35 Rangkuman Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1) berkenaan dengan KPS
133
4.36 Deskripsi Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran 135
4.37 Hasil Uji Normalitas Skor KS Berdasarkan Faktor Pembelajaran
135
4.38 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran
136
4.39 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran
136
4.40 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
138
4.41 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
139
4.42 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
139
4.43 Hasil Uji Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KS
140
4.44 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi
141
4.45 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang
142
4.46 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah
142
4.47 Rata-rata Skor KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
143
4.48 Hasil Uji Normalitas Data KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
Tabel Judul Halaman
4.49 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS
berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
144
4.50 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Capaian KS
145
4.51 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS
berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas
146
4.52 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah
147
4.53 Rangkuman Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1) berkenaan dengan KS
148
4.54 Rata-rata Skor tiap Indikator KPM berdasarkan Pendekatan Pembelajaran
159
4.55 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Tes KPM
162
4.56 Rata-rata Skor tiap Indikator KPS berdasarkan Pendekatan Pembelajaran
164
4.57 Rata-rata Skor tiap Aspek KPS berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran
166
4.58 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Tes KPS
167
4.59 Rata-rata Skor KPM dan KPS Tiap Nomor Soal berdasarkan Faktor Pembelajaran
168
4.60 Kategori Kinerja Siswa dalam KPM pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah
175
4.61 Kategori Kinerja Siswa dalam KPS pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah
181
4.62 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS berdasarkan Faktor Pembelajaran
Tabel Judul Halaman
4.63 Korelasi antara KPM, KPS dan KS Siswa 184
4.64 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS
berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
186
4.65 Kategori KS Siswa pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah
187
4.66 Proses Belajar melalui PBL 193
4.67 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa
berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap Kategori KAM
194
4.68 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa
berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap Level Sekolah
194
4.69 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap KAM pada tiap Level Sekolah
195
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Domain Pengetahuan 20
3.1 Alur Penelitian 101
4.1 Perbandingan KPM Siswa
berdasarkan Faktor Pembelajaran
107
4.2 Perbandingan KPM Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
110
4.3 Perbandingan KPM Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
115
4.4 Perbandingan KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran
120
4.5 Perbandingan KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
125
4.6 Rata-rata KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
130
4.7 Perbandingan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran
137
4.8 Perbandingan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
140
4.9 Rata-rata Skor KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
146
4.10 Grafik Rata-rata Skor KPM Tiap Indikator berdasarkan Faktor Pembelajaran
161
4.11 Grafik Rata-rata Skor KPS Tiap Indikator berdasarkan Faktor Pembelajaran
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Judul Halaman
4.1 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran 105
4.2 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
108
4.3 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
113
4.4 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran 120
4.5 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
123
4.6 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
128
4.7 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran 135
4.8 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
138
4.9 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
143
4.10 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS berdasarkan Faktor Pembelajaran
184
4.11 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS
berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah
DAFTAR SINGKATAN
KPM Kemampuan Pemahaman Matematis
KPS Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
KS Keterampilan Sosial
PBL Problem-based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)
KAM Kemampuan Awal Matematis
KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
UN Ujian Nasional
Anava Analisis Varians
TIMSS Trends in Mathematics and Science Study
NCTM National Council for Teaching Mathematics
PSSM Principle and Standard for School Mathematics
NCSM National Council of Supervisors of Mathematics
CIDR Center for Instructional Development Researches
CTLS Center for Learning Teaching and Scholarship
HOTS High Order Thinking Skills
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sehubungan dengan pentingnya pemahaman dalam belajar matematika, di
dalam Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006), ditegaskan
bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah ialah agar peserta
didik memahami konsep-konsep dalam matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah. Belajar dengan pemahaman merupakan
suatu keniscayaan. Hal ini disebabkan karena tujuan orang belajar adalah untuk
memahami. Terlebih untuk matematika yang bersifat hierarkhis, pemahaman kian
penting karena menjadi syarat perlu agar dapat terjadi proses belajar yang
berkelanjutan. Banyak penelitian pendidikan matematika ditujukan untuk
mendorong guru supaya siswa belajar dengan pemahaman, sebab kebanyakan
siswa sangat sulit meraih hal tersebut (Hiebert dan Carpenter, dalam Grouws,
1992: 65).
Dari pengamatan dan pembicaraan dengan guru matematika di SMPN 3,
SMPN 12, dan SMPN 15 Bandung terekam kenyataan bahwa sedikit sekali siswa
yang belajar matematika disertai pemahaman. Hal inipun terlihat saat siswa
diberikan soal atau masalah yang (sedikit) berbeda dari contoh soal yang
diberikan gurunya, kinerja mereka menunjukkan seolah-olah belum pernah belajar
materi atau contoh soal yang mirip dengan soal tersebut. Apalagi jika soal itu
mengharuskannya mengaitkan berbagai fakta atau konsep atau prinsip dan
sekaligus menerapkannya. Kenyataan ini memberi kesan bahwa sebagian siswa
belajar dengan cara menghafal dan kurang memiliki kemauan keras dan
sungguh-sungguh untuk belajar matematika disertai pemahaman.
Pemahaman matematis memiliki peran teramat penting karena mendasari
semua proses bermatematika. Namun demikian, pemahaman tidaklah berdiri
Misalnya, representasi konsep atau masalah dari berbagai sudut pandang akan
membantu pemahaman seseorang atas kedua hal itu. Kemampuan mengaitkan
berbagai ide dalam matematika yang saling mendukung juga turut berperan
terhadap pencapaian pemahaman mendalam atas ide tersebut (Hiebert &
Carpenter,1992).
Jadi, sebenarnya pemahaman adalah suatu proses bermatematika yang
tidak bisa ditawar lagi dan harus dimiliki setiap siswa yang belajar matematika.
Belajar dengan pemahaman akan memfasilitasi siswa melihat (menyadari)
keterkaitan antar topik dalam matematika atau bahkan dengan pelajaran lain. Oleh
karena itu, dalam belajar matematika juga sangat penting agar pembelajarannya
ditekankan terlebih dahulu pada upaya meraih pemahaman terhadap materi yang
sedang dipelajari.
Salah satu ukuran yang dapat dijadikan rujukan tentang hasil capaian
belajar matematika siswa SMP Indonesia khususnya tentang pemahaman ialah
hasil evaluasi yang dilakukan TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study).
Sepanjang sejarah TIMSS, Indonesia telah mengikutsertakan siswa kelas 8 pada
tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Dalam setiap keikutsertaannya capaian siswa
Indonesia termasuk kategori low (skor 400), yang berarti siswa hanya memiliki
sebagian pengetahuan dasar matematika. Untuk tahun 2007 misalnya, Tabel 1.1
memperlihatkan perolehan skor siswa Indonesia untuk bidang Aljabar dalam tiga
ranah kompetensi.
Tabel 1.1 Perolehan Bidang Aljabar Siswa Indonesia dalam TIMSS 2007
Knowing Applying Reasoning
398,328 398,328 405,061
Catatan: Kategori nilai 400 = low, 475 = intermediate, 525 = high, 575 = advance.
Gambaran pemahaman siswa dalam bidang Aljabar dapat dilihat dari
persentase siswa dalam menyelesaikan soal yang tercakup dalam evaluasi TIMSS
Soal 1. Jika 4(x + 5) = 80, maka x = . …
Rata-rata internasional untuk soal ini adalah 45% (Gonzales, et al., 2004: 64),
sedangkan Indonesia hanya 25%. Artinya, hanya 25% dari siswa Indonesia yang
dapat menyelesaikan soal ini dengan benar. Kompetensi yang dituntut soal ini
ialah kemampuan menyelesaikan persamaan linear satu variabel.
Soal ini sebenarnya dapat menjadi media untuk melihat lancar tidaknya
peralihan pengetahuan dari aritmetika ke aljabar dalam diri siswa. Dalam konteks
aritmetika dan jika siswa dapat membuat representasi internal, soal ini tidak lain
hanyalah meminta siswa untuk menentukan 4 kali berapa supaya jadi 80.
Seyogianya siswa telah memiliki kemampuan mengaitkan ruas kiri dengan ruas
kanan untuk melihat hal itu. Hampir dapat dipastikan seluruh siswa SMP kelas 8
mengetahui jawaban atas pertanyaan itu, yaitu 20. Selanjutnya, bila siswa mampu
mengaitkan bahwa jawaban 20 itu sekarang digantikan oleh ( +5), ia mestinya
dapat merepresentasikannya ke dalam persamaan + 5 = 20 meskipun itu
dilakukan secara informal. Dari persamaan terakhir, mestinya siswa dapat
menjawab pertanyaan dengan benar. Namun demikian, seperti telah dikatakan di
awal, hanya seperempat dari peserta yang menjawabnya dengan benar. Ini
memperlihatkan pengetahuan relasional yang dimiliki siswa sangat minim. Selain
itu, kemampuan siswa menyelesaikan soal yang sebenarnya dapat dilakukan
secara informal juga sangat minim.
Soal 2. Cari nilai dari 12 – 10 = 6 + 32
Rata-rata internasional untuk soal nomor 2 ini adalah 44%, sedangkan Indonesia
hanya 18% (Mullis, et. al., 2000: 76), sangat jauh di bawah rata-rata internasional.
Dibandingkan soal nomor 1, tugas yang termuat dalam soal nomor 2 lebih
kompleks. Soal ini menuntut keterampilan lebih lanjut yaitu melakukan additive
inverse suku sehingga suku yang memuat varibel dikumpulkan di satu ruas dan
suku konstanta di ruas lain. Itulah sebabnya mengapa capaian siswa untuk soal ini
Untuk soal nomor 2 ini dapat dipastikan hampir tak mungkin diselesaikan
dengan cara informal dan kalaupun itu dilakukan akan lebih sulit dibandingkan
melalui manipulasi aljabar. Cara lain yang mungkin dilakukan siswa ialah dengan
coba & ralat (trial and error), yaitu dengan mencobakan bilangan yang mungkin
memenuhi persamaan, tetapi hal tersebut berpeluang menghabiskan waktu cukup
lama. Sementara itu prosedur yang ditempuh siswa yang sudah duduk di kelas 8
adalah langkah rutin aljabar seperti di bawah.
Untuk dapat melakukan langkah manipulasi aljabar seperti di atas,
diperlukan pemahaman siswa bahwa tugasnya yang pertama ialah
mengelompokkan variabel dengan variabel dan konstanta dengan konstanta.
Selain itu diperlukan pengetahuan siswa tentang perubahan tanda operasi sewaktu
melakukan additive inverse dan multiplicative inverse. Hasil yang dicapai
menunjukkan 82% siswa yang mewakili Indonesia tidak memiliki pemahaman
dalam aspek manipulasi aljabar untuk soal ini.
Soal bidang aljabar nomor 3 dari TIMSS yang mengukur kemampuan
pemahaman juga cukup menarik. Rata-rata internasional untuk soal nomor 3 ini
adalah 65% (Gonzales, et al., 2004: 82), sedangkan Indonesia hanya 37%. Soal ini
dikemas dalam cerita tetapi pilihan jawabannya berbentuk pilihan ganda sehingga
mestinya relatif mudah bagi siswa untuk menyelesaikannya, akan tetapi
kenyataannya persentase siswa yang berhasil menyawabnya dengan benar jauh di
bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan kebanyakan sekolah. Hal ini
dan membuat representasi internal dari situasi eksternal yang ditampilkan dalam
masalah.
Soal 3. adalah sebuah bilangan. Bila n dikali 7 kemudian ditambah 6 maka hasilnya 41. Pilih persamaan yang mengungkap hubungan
di atas.
Sebernarnya ketiga soal di atas masuk pada kategori rutin karena dapat
langsung diselesaikan dengan prosedur yang sudah ada namun tetap saja capaian
siswa Indonesia untuk soal-soal tersebut rendah, bahkan sangat rendah. Hasil yang
rendah ini diduga kuat dikarenakan minimnya pemahaman siswa terhadap
obyek-objek matematis, yaitu fakta, prosedur, konsep, dan prinsip. Rendahnya
pemahaman siswa pada gilirannya diduga disebabkan kurang atau tidak
terampilnya siswa membangun representasi internal (mental image) dari obyek
matematis dan sebaliknya menuangkan representasi internal ke dalam representasi
eksternal (sketsa, gambar, grafik, tabel, persamaan matematis), sedangkan
lemahnya kemampuan representasi adalah karena lemahnya kemampuan
melakukan integrasi dan simbolisasi (Marzano & Kendall, 2007). Selain itu,
diduga pula siswa tidak terampil mengaitkan antara satu representasi dengan yang
lainnya, baik internal maupun eksternal (Hiebert & Carpenter, 1992).
Memahami merupakan salah satu kemampuan yang harus dicapai siswa
dalam kegiatan belajar. Dari sudut pandang ini, pemahaman berfungsi sebagai
tujuan belajar. Namun, di samping sebagai tujuan belajar, pemahaman juga
berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah. Sebab segala konsep,
prosedur, dan prinsip yang dipelajari siswa dalam matematika pada akhirnya
matematika sendiri maupun yang muncul dari luar matematika. Kebanyakan ahli
dan para pendidik sependapat bahwa tujuan sebenarnya dari belajar adalah
memecahkan masalah (Savery & Duffy, 1995).
Sejak tahun delapan puluhan kemampuan memecahkan masalah matematis
sudah menjadi tumpuan perhatian para ahli dan praktisi pendidikan matematika.
Hal ini terjadi karena memecahkan masalah dianggap sebagai intinya
bermatematika (doing math). Bahkan sebagai jantungnya. Kenyataannya memang
apa yang dipelajari dalam matematika semuanya ditujukan bagi penyelesaian
masalah. Artinya muara dari beragam kegiatan orang bermatematika adalah
memecahkan masalah. Dan sebaliknya, melalui kegiatan memecahkan masalah
matematis, siswa mengembangkan pengetahuannya serta keterampilan
bermatematika lainnya seperti koneksi, komunikasi, penalaran, dan representasi
matematis.
Modal utama bagi siswa dalam memecahkan masalah adalah kemampuan
memahami karena dengan memahami siswa akan mampu membuat representasi
baik internal maupun eksternal dan sekaligus mengaitkan antar representasi
tersebut satu sama lain. Jika kemampuan koneksi dan representasi tersebut
kemudian didukung daya nalar yang baik maka pekerjaan memecahkan masalah
menjadi mudah, demikian juga dalam mengkomunikasikan penyelesaian masalah
yang diperoleh. Dengan demikian seluruh daya matematis saling mendukung
dalam menyelesaikan tugas-tugas matematis yang dihadapi.
Sebagaimana pada aspek pemahaman, gambaran kinerja (capaian) siswa
Indonesia dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari evaluasi yang dilaporkan
TIMSS (Mullis, et al., 2007). Sebagai contoh, berikut ini disajikan capaian siswa
kelas VIII dalam pemecahan masalah bidang geometri (soal nomor 1) dan bidang
aljabar (soal nomor 2).
Soal nomor 1 ini menuntut siswa menggunakan pengetahuannya tentang
sifat-sifat segitiga siku-siku dan segitiga sama kaki untuk menentukan ukuran
sudut. Dari representasi masalah, siswa diharapkan mampu menyambungkan
pengetahuannya tentang segitiga siku-siku dengan segitiga , sehingga
besar sudut ACB pada segitiga itu ialah 400. Selanjutnya siswa diharapkan dapat mengaitkan pengetahuannya tentang sifat sudut yang saling bertolak belakang
dengan sudut sehingga dapat menyebutkan besar sudut DCE pada segitiga
. Berikutnya, siswa dapat mengetahui bahwa segitiga adalah segitiga sama kaki yang oleh karenanya kedua sudut di kaki segitiga itu yaitu sudut C
dan sama besarnya. Terakhir, dengan mengaitkan bahwa jumlah
sudut suatu segitiga adalah 1800, besar sudut adalah 400, maka seyogianya siswa dapat menyimpulkan besar sudut CDE dan CED adalah 700.
Soal 1. Berdasarkan gambar ini, hitunglah nilai
Rata-rata internasional untuk soal ini ialah 32%. Capaian tertinggi diraih
siswa Singapura yaitu 75%, sedangkan siswa Indonesia hanya 19%. Soal ini jelas
menuntut kemampuan pemahaman yang baik. Lebih jauh, diperlukan
keterampilan siswa untuk terus menjaga kesinambungan informasi dan simpulan
sementara yang ia buat untuk dapat terus bergerak maju menuju selesaian akhir.
Tampaknya lemahnya kemampuan pemahaman serta kemampuan mengaitkan
informasi (koneksi) inilah yang menyebabkan capaian siswa Indonesia dalam soal
pemecahan masalah lainnya juga rendah.
Soal 2. Joe knows that a pen costs 1 zed more than a pencil. His friend bought 2 pens and 3 pencils for 17 zeds. How many zeds will Joe
need to buy 1 pen and 2 pencils? Show your work.
Soal nomor 2 ini menuntut keterampilan siswa memodelkan soal cerita ke
negara yang siswanya memperoleh hasil yang rendah untuk soal ini, sehingga
capaian rata-ratanya secara internasional hanya 18%. Soal ini dapat diselesaikan
dengan benar oleh sebanyak 8% siswa Indonesia. Dapat dilihat dalam laporan
TIMSS bahwa pada soal-soal pemahaman (aspek representasi dan koneksi) dan
pemecahan masalah lainnya (terutama aspek membuat model matematis), capaian
siswa Indonesia rendah. Soal nomor 3 berikut merupakan soal pemecahan
masalah dalam laporan TIMSS terbaru (Mullis et.al., 2011).
Soal 3. A piece of wood was 40 cm long. It was cut into 3 pieces. The
lengths in cm are 2x – 5, x + 7, x + 6. What is the length of the
longest piece? Show your work. If you use calculator, you still
must describe all the steps you used to obtain your answer.
Dalam TIMSS 2011 tersebut dilaporkan bahwa rata-rata internasional
untuk soal ini ialah 41`%. Capaian tertinggi diraih negara tetangga kita Singapura,
sama dengan Korea yaitu 74%, sedangkan siswa Indonesia hanya 23%, Thailand
30%. Soal ini jelas menuntut kemampuan pemecahan masalah yang baik.
Diperlukan setidaknya tiga langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Pertama,
menyatakannya dalam persamaan matematis yang tepat. Ke-dua, menghitung
solusi untuk persamaan yang diperoleh tersebut. Ke-tiga, menghitung panjang
masing-masing potongan kayu. Nampaknya kelemahan siswa Indonesia dalam
menyelesaikan masalah ini adalah dalam melakukan manipulasi aljabar.
Ujicoba tes pemecahan masalah matematis sebanyak 5 butir soal yang
dilakukan peneliti di SMP Negeri 3 Bandung yang diikuti oleh 36 siswa kelas IX
pada bulan September 2011, menunjukkan rata-rata skor tes kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa hanya 19% . Sementara itu, rata-rata skor
kemampuan pemecahan masalah dari dua kelas VIII siswa SMPN 12 yang
dilibatkan dalam penelitian berturut-turut 56,52 dan 55,56, dua kelas VIII siswa
SMPN 15 berturut turut 50,95 dan 58,57 (Minarni, 2011). Tes tersebut diberikan
pada saat tes kemampuan awal matematis berbentuk pilihan ganda. Lebih spesifik
masalah ke dalam model matematis dan aspek penggunaan strategi pemecahan
masalah yang merupakan aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah
matematis. Nampak bahwa capaian kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa kelas IX lebih rendah dari capaian kelas VIII. Hal tersebut mungkin
dikarenakan materi persamaan linier satu variabel dan masalah perbandingan yang
diujikan masih segar dalam ingatan siswa kelas VIII, sedangkan bagi siswa kelas
IX hal tersebut sudah terlupakan.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis telah menarik
perhatian banyak peneliti di berbagai belahan dunia. Sebagian peneliti
menemukan kesulitan siswa memecahkan masalah diakibatkan oleh minimnya
pengetahuan dasar matematis yang seharusnya dimiliki siswa, serta tidak
terampilnya siswa memilih dan menerapkan pengetahuan (applying knowledge)
yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas memecahkan masalah.
Sehubungan dengan rendahnya kemampuan pemahaman dan pemecahan
masalah matematis siswa di Indonesia, para peneliti menduga hal itu tidak lepas
dari sistem pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah. Secara umum,
ditemukan pola pembelajaran masih didominasi model atau pendekatan
pembelajaran biasa. Pembelajaran di kelas didominasi oleh guru melalui metoda
ceramah dan ekspositori. Guru jarang mengajak siswa untuk menganalisis secara
mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan
penalaran logis yang lebih tinggi seperti membuktikan suatu prinsip (Wahyudin,
1999). Shadiq (2007: 2) menyatakan penekanan pembelajaran di Indonesia lebih
banyak pada penguasaan keterampilan dasar, namun sedikit atau sama sekali tidak
ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari,
berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Di Singapura
juga, guru sering kembali ke pembelajaran biasa setelah mendapat pengetahuan
tentang pembelajaran berbasis konstruktivisme (Kaur & Har, 2009). Sementara
itu, Ratnaningsih (2007: 6) menduga bahwa kesulitan siswa menyerap dan
memahami matematika adalah karena cara guru mengajar di kelas yang kurang
Pendekatan pembelajaran yang terus-menerus dilaksanakan seperti
demikian tentu saja tidak sejalan dengan tuntutan yang menginginkan agar siswa
membangun pengetahuan disertai pemahaman melalui pemecahan masalah.
Hampir dapat dipastikan, siswa yang mendapat pembelajaran seperti itu akan
kesulitan dan tak dapat bergerak maju sewaktu dihadapkan pada soal cerita atau
masalah tak rutin terutama yang rumit, siswa cenderung nyaman dengan gaya
belajar selama ini yaitu duduk manis mendengarkan penjelasan guru, untuk
kemudian mengerjakan tugas-tugas matematis setelah guru selesai memaparkan
materi pelajaran lengkap dengan sejumlah contoh soal dan penyelesaiaanya.
Cara belajar siswa dan pembelajaran yang diterapkan guru seperti ini
tidak akan memungkinkan siswa memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat
tinggi seperti pemahaman dan pemecahan masalah karena menekankan pada
hapalan, malah dapat menyebabkan siswa hanya mampu menyerap sedikit
informasi (Bok dalam CLTS, 2006), menyebabkan (maha)siswa mudah
mengalami kegamangan dalam kehidupan bermasyarakat dan tak mampu berkerja
sama dan kolaboratif (Arends, 2008).
Menyikapi keharusan akan perlunya proses pembelajaran matematika yang
mendorong dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk turut
terlibat dalam membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan bernalar,
memahami dan menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah
(Depdiknas, 2006; KTSP 2006; Kilpatrick, et al., 2001; NCTM, 2000;
Schoenfeld, 1994), beberapa peneliti telah mencobakan model, pendekatan,
strategi, dan atau metoda yang diduga kuat dapat mendukung pencapaian tujuan
tersebut. Di tingkat SMP, Dahlan (2004) menggunakan pembelajaran dengan
pendekatan open-ended. Kemudian, Suryadi (2005) menggunakan pembelajaran
langsung, tidak langsung, dan gabungan langsung dengan tak langsung. Herman
(2006) menggunakan 2 model pembelajaran berbasis masalah, yaitu terbuka dan
terstruktur. Ratnaningsih (2007) menggunakan pembelajaran kontekstual, Nanang
(2009) menggunakan pendekatan kontekstual dan metakognitif. Kadir (2010)
menerapkan pembelajaran berbasis potensi pesisir pantai, Yonandi (2011) dan
Malaysia, Abdullah et. al. (2010) meneliti pengaruh pembelajaran berbasis
masalah terhadap kinerja matematis dan aspek afektif siswa dalam pelajaran
statistika di SMP. Semua model atau pendekatan pembelajaran yang digunakan
para peneliti tersebut ternyata secara umum telah berhasil dalam mendorong siswa
mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning, disingkat PBL)
yang telah digunakan para peneliti di atas merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran inovatif selain pendekatan Open-ended, RME, pendekatan
kontekstual dan yang lainnya (Sumarmo & Nishitani, 2009), yang berdasarkan
karakteristiknya mendorong siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan
apa yang telah dimilikinya. Hal ini karena dalam PBL, pembelajaran selalu
diawali dan dipicu oleh konflik kognitif dalam bentuk masalah yang disajikan
guru, dan siswa mempelajarinya secara individual untuk beberapa saat dilanjutkan
dengan mendiskusikannya secara berkelompok dan kolaboratif untuk kemudian
memecahkannya. Guru berperan sebagai fasilitator membantu siswa memanggil
dan mengaitkan pengetahuan serta pengalamannya pada masalah yang dihadapi.
Melalui pertanyaan menggugah sebagai teknik scaffolding, guru juga memainkan
perannya merangsang siswa menggunakan pemahaman dan beragam bentuk
penalaran untuk melihat berbagai kemungkinan yang dapat digunakan siswa
sebagai jalan menuju selesaian antara maupun selesaian akhir dari masalah
tersebut.
Hasil penelitian Barrow & Tablyn (1980) di sekolah medis McMaster
Ontario di Kanada menunjukkan keberhasilan PBL dalam transfer of knowledge
ability mahasiswa (Baden & Major, 2004). Hasil penelitian VanSledright (dalam
Arends, 2008) menunjukkan bahwa PBL telah berhasil meningkatkan kemampuan
berpikir dan kemampuan pemecahan masalah siswa sekolah dasar kelas 5 di
Negara yang terletak di Atlantik; hasil penelitian Rowe (Arends, 2008) di
berbagai tingkat kelas yang terletak di beberapa pedesaan dan beberapa perkotaan
menunjukkan PBL dapat membuat siswa mau terlibat dalam pemikiran
berorientasi penyelidikan dan menurunkan kegagalan siswa dalam merespon
bahwa pendekatan PBL telah mampu menggiring siswa SMP menerapkan strategi
pemecahan masalah dari Polya secara lebih efektif, kemampuan komunikasi
matematis lebih baik dan kerja team yang lebih solid dibanding pembelajaran
biasa. Hasil reviu riset di Singapura oleh Foong (dalam Kaur & Har, 2009)
menunjukkan bahwa pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah telah
menumbuhkan kebiasaan siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
matematis.
Di dalam negeri, beberapa peneliti (Herman, 2005; Dewanto, 2007; Noer,
2010; Napitupulu, 2011) mencatat keberhasilan PBL menumbuhkembangkan
kemampuan siswa dalam berpikir matematis tingkat tinggi (HOTS) seperti
kemampuan pemahaman, penalaran, dan pemecahan masalah matematis.
Meskipun para peneliti tersebut tidak mengkaji secara rinci (detail) pada indikator
pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang mana siswa unggul ketika
diberi pendekatan PBL, dan capaian HOTS tersebut masih belum sepenuhnya
berhasil, tetapi dugaan bahwa pendekatan PBL memberi pengaruh positif terhadap
capaian HOTS mendapat dukungan teoritis yang cukup kuat.
Selanjutnya, mengingat aspek-aspek afektif seperti keterampilan sosial
juga penting dikembangkan siswa maka perlu kiranya diselidiki apakah
pendekatan PBL dapat mengembangkan aspek ini pada siswa SMP karena
kenyataannya aspek ini belum dikembangkan dengan baik di banyak sekolah
(Arends, 2008; Webe, 2010). Keterampilan sosial (social skills) meliputi
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan benar, membangun
jaringan pertemanan, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan
pendapat ataupun keluhan orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi
atau menerima kritik, mengatasi konflik dengan teman, dengan saudara dan
keluarga serta bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.
Terdapat hubungan yang cukup erat antara keterampilan sosial siswa
dengan berbagai kemampuan lainnya seperti prestasi akademik (Christensen,
2011), kurangnya keterampilan sosial siswa akan berdampak pada rendahnya
prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian dan menampakkan
menurut Muijs dan Reynolds (dalam Kadir, 2010). Seperti jenis keterampilan
lainnya, keterampilan sosial dapat dikembangkan baik melalui latihan maupun
melalui suatu pembelajaran di sekolah (Cartledge & Milburn, 1986). Hasil
penelitian Kadir (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual berbasis
potensi pesisir dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa SMP secara umum.
Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa beberapa indikator keterampilan
sosial dapat dikembangkan melalui pendekatan PBL karena salah satu aspek PBL
adalah kerja kolaboratif yang mendorong siswa untuk berinteraksi dan
berkomunikasi multi arah (Arends, 2008).
Faktor kemampuan awal matematis siswa menunjang kemampuan
pemecahan masalah matematis sebab menurut Marzano & Kendall (2007), yang
dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah adalah siswa mampu
menggunakan pengetahuan dan kemampuan matematis yang dimilikinya untuk
menyelesaikan suatu masalah. Faktor kemampuan awal matematis (KAM), yaitu
kemampuan matematis siswa sebelum penelitian dimulai, dan faktor level sekolah
turut diperhatikan dalam penelitian ini agar diperoleh kajian yang komprehensif.
KAM dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kategori KAM tinggi, sedang, dan
rendah. Pengelompokkan ini berguna untuk membuat komposisi kelompok belajar
seheterogen mungkin sesuai dengan yang disyaratkan PBL, dan dilihat juga
pengaruh pendekatan PBL pada masing-masing kategori KAM tersebut.
Di sisi lain, faktor peringkat (level sekolah) berkaitan dengan kemampuan
matematis siswa dan diperlukan untuk menentukan tingkat intervensi (scaffolding
atau bantuan) dari guru (Suryadi, 2005). Level sekolah yang dilibatkan dalam
penelitian ini adalah level atas dan level tengah dengan harapan pembelajaran
dapat berjalan lancar karena menurut hasil penelitian-penelitian terdahulu, pada
kedua level tersebut PBL selalu memberikan pengaruh positif terhadap capaian
kemampuan pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis
(Napitupulu, 2010). Level sekolah ditetapkan berdasarkan rata-rata nilai Ujian
Nasional yang diperoleh suatu sekolah.
Berdasarkan paparan di atas, tanpa mengesampingkan daya matematis
kemampuan pemahaman matematis, pemecahan masalah matematis, dan
keterampilan sosial siswa SMP karena dalam kedua kemampuan ini, terutama
pada indikator-indikator tertentu capaian siswa Indonesia rendah padahal
kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis penting karena
kemampuan pemahaman sangat menunjang pada tugas pemecahan masalah,
sedangkan kemampuan pemecahan masalah adalah inti bermatematika.
Dalam penelitian ini aspek-aspek keterampilan sosial yang diselidiki
diadaptasi dari Stephens (dalam Cartledge & Milburn, 1986) dan Kadir (2010),
meliputi kemampuan berhubungan dengan orang lain (relationship), kemampuan
mengatur diri (self-regulation) dan merespon kritik,kemampuan yang berkaitan
dengan sisi akademis, kemampuan mematuhi aturan, dan kemampuan menyatakan
pendapat. Hal-hal tersebut secara implisit mencakup kemampuan berkomunikasi
(verbal maupun nonverbal) yang merupakan inti dari keterampilan sosial.
Aspek kualitatif lainnya dalam penelitian ini yang didokumentasikan
dalam lembar observasi dan hasil wawancara turut dianalisis, terutama dalam hal
jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
pemahaman dan pemecahan masalah matematis, dinamika yang terjadi di dalam
kelas selama pembelajaran berlangsung, serta proses belajar (learning process)
melalui PBL yang memfasilitasi siswa dalam meraih kemampuan pemahaman
matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan sosial.
Agar dapat memberi sumbangan pada penyelesaian permasalahan yang
telah dipaparkan di atas telah dilaksanakan penelitian dengan tema sebagai
berikut: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan
Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP.
B. Rumusan Masalah
Rumusan utama penelitian ini yang disarikan dari latar belakang masalah
di atas adalah apakah pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh
masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa? Rumusan masalah secara
lebih terperinci:
1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat
pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM
(tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas,
tengah).
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat
pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM
(tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas,
tengah)?
3. Apakah keterampilan sosial siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih
baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari (a)
keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM (tinggi, sedang, rendah),
dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas, tengah)?
4. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan KAM, antara
faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian kemampuan
pemahaman, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan
keterampilan sosial siswa?
5. Kesalahan-kesalahan apa saja yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal pemecahan masalah matematis.
6. Pada indikator KPM dan pada aspek KPS manakah kelemahan maupun
keunggulan siswa pada saat mengerjakan tes pemahaman matematis dan
pemecahan masalah matematis.
7. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa terlibat aktif ataupun
menurun dalam memecahkan masalah matematis bersama kelompoknya.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan khusus
kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial
siswa. Tujuan lebih rinci sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara komprehensif pengaruh
pendekatan PBL terhadap ketercapaian kemampuan pemahaman
matematis siswa ditinjau dari keseluruhan siswa, pada masing-masing
kategori KAM, dan pada masing-masing level sekolah.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pendekatan PBL terhadap
ketercapaian kemampuan pemecahan masalah matematis ditinjau dari
keseluruhan siswa, pada masing kategori KAM, dan pada
masing-masing level sekolah.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara komprehensif pengaruh
pendekatan PBL terhadap keterampilan sosial siswa ditinjau secara
keseluruhan, pada masing kategori KAM, dan pada
masing-masing level sekolah.
4. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh interaksi antara faktor
pembelajaran dan KAM, antara faktor pembelajaran dan level sekolah
terhadap capaian kemampuan pemahaman, kemampuan pemecahan
masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa.
5. Menganalisis kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal tes
pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis.
6. Menginventarisir indikator-indikator KPM dan KPS, dan KS dimana
siswa lemah (masih mengalami kesulitan) atau sudah unggul.
7. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan siswa tetap terlibat aktif
ataupun menurun dalam memecahkan masalah matematis bersama
kelompoknya, serta mendeskripsikan proses belajar melalui PBL dan
dinamika kelas untuk menyusun implikasi teoritis.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Bagi siswa, penerapan pendekatan PBL dapat mengembangkan
mengemukakan pendapat, menerima saran dan kritik dari orang lain, serta
mengembangkan keterampilan sosial secara keseluruhan.
2. Bagi guru, pengalamannya dalam menerapkan PBL dapat menjadikan PBL
sebagai pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
siswanya dalam pemahaman dan pemecahan masalah matematis serta
keterampilan sosial.
3. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga
dan dapat menjadi cermin untuk membimbing skripsi ataupun tesis
mahasiswa di tempat peneliti bertugas, serta dapat dijadikan panduan
dalam penelitian-penelitian berikutnya.
4. Bagi pemangku kebijakan pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan
kajian yang penting untuk dianalisis dan dapat dipertimbangkan untuk
diimplementasikan secara luas di seluruh sekolah menengah pertama di
Indonesia yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik
SMP Negeri di Kota Bandung.
5. Bagi kepentingan perkembangan ilmu, hasil penelitian ini merupakan
suatu sumbangan yang dapat memperkaya khazanah pengetahuan
mengenai pengaruh pendekatan PBL terhadap kemampuan pemahaman,
pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi:
1. Kemampuan pemahaman matematis (KPM):
KPM adalah kemampuan siswa dalam membangun makna (construct meaning)
dari pesan pembelajaran yang meliputi komunikasi lisan, tulisan, dan grafik
dalam bentuk apapun sewaktu disajikan di kelas, LKS, buku, atau di internet.
Siswa memahami jika mereka mampu membangun hubungan antara
pengetahuan yang hendak diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya
(awalnya). Indikator kemampuan pemahaman meliputi menafsirkan, memberi
(ekstrapolasi, interpolasi, menentukan relasi maupun pola/pattern),
membandingkan, dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan matematika.
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPS):
KPS adalah kemampuan siswa menerapkan pengetahuan yang dimilikinya ke
dalam situasi atau masalah yang baru dan tak dikenal (new and unfamiliar
problems). Aspek-aspek pemecahan masalah matematis meliputi:
a. Membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari.
Indikator untuk aspek pertama KPS ini meliputi kemampuan menyajikan
(merepresentasikan) masalah ke dalam bentuk persamaan matematis atau
bentuk lainnya.
b. Memilih dan menerapkan strategi yang sesuai untuk menyelesaikan
masalah.
Indikator untuk aspek ke-2 KPS meliputi kemampuan siswa memilih
strategi pemecahan masalah persamaan linear satu variabel dan masalah
sistem persamaan linear dua variabel.
c. Menjelaskan atau menafsirkan solusi sesuai dengan masalah awal, dan
memeriksa kebenaran solusi.
Indikator untuk aspek ke-3 KPS meliputi kemampuan siswa menafsirkan
solusi masalah gradien garis dan masalah persamaan garis sesuai masalah
awal, dan kemampuan siswa menuliskan langkah-langkah kerja dalam
penyelesaian masalah.
3. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning, disingkat PBL)
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan
masalah kehidupan sehari-hari (real-life problem) untuk diselesaikan siswa
melalui tahapan kegiatan menentukan (mendefinisikan) masalah dengan bahasa
sendiri, menunjukkan fakta yang diketahui, membuat pertanyaan dan dugaan,
menginvestigasi informasi yang diperlukan, menggunakan strategi untuk
menyusun solusi, membuat alternatif solusi dan merefleksi.
4. Keterampilan sosial (KS) adalah kemampuan berkomunikasi (verbal maupun
nonverbal), berelasi dan berinteraksi dengan orang lain. Aspek-aspek
(relationship), kemampuan manajemen diri (self-regulation), kemampuan
akademik, kemampuan mematuhi aturan, dan kemampuan menyatakan
pendapat. Indikator untuk mengukur kemampuan menjalin hubungan dengan
orang lain, antara lain meliputi kemampuan berempati (peka pada keadaan atau
perasaan orang lain), kemampuan memberikan pertolongan pada orang yang
membutuhkan, kemampuan menerima kritik dengan baik. Indikator untuk
mengukur kemampuan manajemen diri antara lain meliputi kemampuan untuk
tetap tenang ketika menghadapi masalah rumit, kemampuan mengendalikan
emosi ketika tersinggung, kemampuan bernegosiasi ketika terjadi perselisihan.
Indikator untuk mengukur kemampuan yang berkaitan dengan sisi akademik
meliputi kemampuan melaksanakan tugas hingga tuntas, kemampuan
mengajukan pertanyaan pada guru jika ada yang tidak dimengerti. Indikator
untuk mengukur kemampuan mematuhi aturan meliputi kemampuan
menyelesaikan tugas sesuai aturan guru, dan kemampuan menyelesaikan setiap
tugas yang diberikan. Indikator untuk mengukur kemampuan menyatakan
pendapat antara lain meliputi kebiasaan menyapa teman yang dijumpai, dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Prosedur Penelitian
Kelompok sampel yang terlibat dalam penelitian ini merupakan kelas yang
telah ada di sekolah dengan kelompok kontrol dan hanya ada postes di akhir
pembelajaran sehingga jenis penelitian yang digunakan termasuk quasi
eksperimen kelompok statis (Ruseffendi, 2005). Unit-unit penelitian ditentukan
berdasarkan pembelajaran, kemampuan awal matematika (KAM) siswa, dan level
sekolah. Faktor KAM dibedakan ke dalam tiga kategori: tinggi (T), sedang (S),
dan rendah (R). Pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran
berbasis masalah (X) dan pembelajaran biasa. Setelah pembelajaran selesai, kelas
yang mendapat pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem-based
Learning, disingkat PBL) disebut kelas eksperimen dan kelas yang mendapat
pembelajaran biasa disebut kelas kontrol, diberi tes akhir (O) yaitu tes
kemampuan pemahaman dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis.
Kemudian, seluruh siswa dalam penelitian ini diminta mengisi angket
keterampilan sosial. Dengan demikian disain eksperimen untuk penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut.
X O
---
O
Dengan X: Pendekatan PBL
O: Tes akhir.
Data KAM digunakan sebagai dasar untuk memeriksa kesetaraan kelas
PBL dan kelas biasa (konvensional), serta mengelompokan siswa ke dalam
kategori KAM tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini berguna untuk
membentuk komposisi kelompok kerja siswa benar-benar heterogen.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah
matematis (KPM), kemampuan pemecahan masalah matematis (KPS) dan
keterampilan sosial (KS).
Selain itu, dalam penelitian ini KAM (tinggi, sedang dan rendah) serta
level sekolah (atas, tengah) ditetapkan sebagai variabel kendali. Keterkaitan antara
variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kendali disajikan pada Tabel 3.1 dan
Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa
berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM
Pembelajaran KAM KPM matematis (KAM) rendah (R) yang mendapat pembelajaran biasa (B).
Tabel 3.2 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial
berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah