• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS, KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS, KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS,

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA SMP

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan dalam Pendidikan Matematika

Promovenda ANI MINARNI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui dan Disahkan Oleh:

Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D Promotor

Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed Co-Promotor

Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D Anggota

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain

terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013

Yang Membuat Pernyataan,

Ani Minarni

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada suami yang kucintai E. Elvis Napitupulu,

belahan jiwaku Rizal Afif, Fajrul Malik, dan Haura Azra, ayahku Engkan Sukanda

yang selalu memberiku motivasi untuk melanjutkan sekolah setinggi mungkin, ibuku

Susum Sumiati yang sangat menyayangiku, juga untuk ibu Ngadisem.

Untuk seluruh Bapak/Ibu guru dan Bapak/Ibu dosen

yang telah memberiku pencerahan dan membekali aku dengan ilmu.

Untuk almamaterku, SD Negeri Pelesiran 1 Bandung

SMP Negeri 2 Bandung SMA Negeri 3 Bandung Universitas Negeri Padjadjaran Universitas Negeri Sumatera Utara

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt, sholawat dan salam bagi Rasulullah Saw.

Karena ijin Allah penulis berkesempatan menempuh studi S3 program pendidikan

matematika dan berhasil menyusun disertasi ini yang berjudul: “Pengaruh

Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis,

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa

SMP”. Disertasi ini merupakan sebagian syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Matematika pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Selama penulis menempuh studi maupun menyusun disertasi ini

dukungan, dorongan, masukan, bimbingan, suntikan semangat dan motivasi

senantiasa diberikan oleh tim pembimbing dan dosen-dosen pengampu mata

kuliah, maka pada kesempatan ini penulis haturkan terimakasih yang mendalam

kepada:

1. Bapak Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D., sebagai promotor, yang

telah dengan sungguh-sungguh, telaten dan sabar membimbing penulis dalam

membuat instrumen penelitian, memberi pengarahan ketika pelaksanaan

penelitian, berlanjut hingga menjelang ujian sidang terbuka; menyemangati,

mengarahkan, dan memberi dorongan kepada penulis untuk tetap tekun

menulis disertasi ini hingga selesai.

2. Bapak Prof. DR. H. Didi Suryadi, M.Ed., sebagai Direktur SPs UPI merangkap

co-promotor yang telah membimbing, mengarahkan, memotivasi, memberikan

bantuan dan kemudahan kepada penulis dalam menyusun disertasi ini hingga

selesai.

3. Bapak Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D., sebagai anggota tim pembimbing

merangkap sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI,

yang telah banyak meluangkan waktu untuk meneliti dan mengoreksi halaman

demi halaman dari disertasi ini, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

mengarahkan penulis untuk benar-benar memahami apa yang penulis tulis

(6)

4. Bapak dan Ibu dosen pengampu mata kuliah pada Program S3 Pendidikan

Matematika SPs UPI, yang telah membekali ilmu, memperluas wawasan, dan

memberikan pencerahan yang berguna untuk penyusunan disertasi ini.

5. Bapak Dr. Jarnawi A. Dahlan, M.Kes. dan Ibu Dr. Siti Fatimah, M.Si. sebagai

reviewer dari Komisi Pasca UPI, yang telah mereviu disertasi ini dengan

cermat.

6. Bapak dan Ibu validator yaitu: Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S., Drs. Didi

Suhaedi, M.Si., Dra. Lucy Karyati Basar, M.Si., Dra. Reviandari, M.Pd., dan

Dr. Yani Ramdani, M.Pd., yang telah memberikan pertimbangan validitas

muka dan validitas isi instrumen penelitian dan perangkat penelitian lainnya.

7. Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 12, Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 15

Bandung, yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian,

serta Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Bandung yang telah memberi izin

kepada penulis untuk melakukan ujicoba bahan ajar dan instrumen penelitian.

8. Ibu Dra. Rubina, M.Pd. dari SMP Negeri 3 Bandung, Ibu Dra. Ratnaningsih

dari SMP Negeri 12 Bandung, dan Ibu Dra. Lia Yuliani dari SMP Negeri 15

Bandung yang sangat membantu penulis selama penelitian.

9. Rektor dan Dekan FMIPA Universitas Negeri Medan beserta jajarannya, yang

telah memberikan ijin dan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan studi.

10. Suamiku E. Elvis Napitupulu yang baik hati, yang terus menerus memberi

dukungan, pengertian, dan motivasi serta do’a.

11. Anak-anakku tercinta yang walaupun masih menampakkan sikap manja

karena waktuku bercengkrama bersama mereka berkurang, tetapi tetap

memberikan motivasi tersendiri kepadaku.

12. Orangtuaku yang menyayangiku sepenuh hati dan senantiasa mendoakanku

hingga disertasi ini dapat diselesaikan.

13. Semua saudara iparku yang baik hati, saudaraku Didiek Cahyono dan Dedeh

Fauziah, keluarga Mba Wanti, keluarga Mba Dwi, Kiki, teman-teman

pengajian, dan seluruh teman seperjuanganku mahasiswa S3 Program Studi

(7)

yang bersama penulis telah merasakan suka duka selama menempuh

pendidikan.

Semoga segala bantuan dari semua pihak tersebut menjadi amal saleh dan

mendapat balasan yang baik dari Allah Swt. Harapan penulis, hendaknya laporan

disertasi ini memberikan sebanyak-banyaknya manfaat bagi yang berkepentingan.

Bandung, Juni 2013

(8)

ABSTRAK

Ani Minarni (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis,

dan Keterampilan Sosial Siswa SMP

Kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial sangat perlu dikuasai siswa SMP. Tetapi kenyataannya siswa masih lemah dalam ketiga hal tersebut. Untuk itu telah dilakukan penelitian quasi eksperimen perbandingan kelompok statis yang bertujuan menyelidiki pengaruh pembelajaran berbasis masalah

(problem-based learning, disingkat PBL) terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis (KPM),

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPS), dan Keterampilan sosial (KS) siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri di Kota Bandung. Sampel dalam penelitian diambil berdasarkan teknik sampling berstrata sederhana dan sampling purposif. Subjek sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 71 siswa di kelas PBL, dan 74 siswa di kelas biasa. Data dikumpulkan dari tes Kemampuan Awal Matematis (KAM), KPM, KPS, dan angket KS. Temuan dari penelitian ini adalah: (1) Secara keseluruhan KPM, KPS dan KS siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, (2) Tidak terdapat interaksi (pengaruh gabungan) antara faktor pembelajaran dan KAM terhadap capaian KPM, KPS, maupun KS siswa, (3) Tidak terdapat interaksi (pengaruh gabungan) antara faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian KPS, maupun terhadap KS siswa, (4) Pada kategori KAM (tinggi, sedang) dan pada level sekolah (atas, tengah), KPM siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, hal tersebut tidak terjadi pada kategori KAM rendah (5) Pada masing kategori KAM (tinggi, sedang, rendah) dan pada masing-masing level sekolah (atas, tengah), KPS siswa yang mendapat pendekatan PBL signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, (6) Pada masing-masing kategori KAM (sedang, rendah), KS siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, tetapi tidak terjadi pada kategori KAM tinggi, (7) Pada sekolah level tengah, KS siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa, tetapi tidak terjadi pada sekolah level atas. Berdasarkan hasil penelitian ini, guru disarankan menggunakan pendekatan PBL dalam rangka memberi siswa kesempatan meraih kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial.

(9)

ABSTRACT

Ani Minarni (2013). The Effect of Problem-Based Learning towards Mathematical Understanding Ability, Mathematical Problem Solving Ability, and Social Skills of Student of Middle Secondary School.

Mathematical understanding ability (MUA), mathematical problem solving ability (MPS), and social skills (SS) must be achieved by student of middle secondary school. In fact, students’ achievement of MUA, MPS, and SS is low. So, this static-group comparison research design was conducted to investigate the effect of problem-based learning (PBL) towards MUA, MPS, and SS of student of middle secondary school. Sample was taken from public middle secondary school by using simple stratified random sampling technique and purposive sampling. The number of students included in the research was 71 in PBL classroom, and 74 students in conventional one. Data was collected by the instruments that consist of a set of non-routine essays tests related to MUA and MPS, a set of questionnaire for classifying student’s social skills, an interview guide, and the observation sheets for student’s activities during the lesson. Data was analyzed by one and two ways analyses of variance, t-test for independent sample, and nonparametric test. Besides the learning approach, mathematical prior ability (MPA) of students was also taken as independent variable.The research found that: (1) Overall students in PBL classroom get better MUA, MPS, and SS than students in conventional one, (2) There’s no interaction between instruction and MPA (high, middle, low) towards MUA, MPS, and SS of the student (3) There’s no interaction between instruction and school level towards MPS and SS of the students, (4) The students with high and middle MPA in PBL classroom get better MUA than the students in conventional one, but it is not for the students with low MPA, (5) Not only at each MPA (high, middle, low), but also at each school level (upper, middle), the students in PBL classroom get better MPS than the students in conventional one, (6) The students with middle and low MPA in PBL classroom get better SS than the students in conventional one, but it is not for the students with high MPA, (7) At middle level school, the student in PBL classroom get better SS than the students in conventional one, but it is not for the students at upper level school. Based on the result of the research, the teacher is suggested to use PBL in their teaching learning so that the student may achieve better MUA, MPS, and SS.

Key Words: Problem-based Learning (PBL), Mathematical Understanding Ability, Mathematical Problem Solving Ability, Social Skills.

(10)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Domain Pengetahuan dan Proses Mental ... Error! Bookmark not defined. B. Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. C. Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined. D. Pembelajaran Berbasis Masalah ... Error! Bookmark not defined. E. Keterampilan Sosial ... Error! Bookmark not defined. F. Penelitian yang Relevan ... Error! Bookmark not defined. G. Meraih Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah

(11)

E. Bahan Ajar ... Error! Bookmark not defined. F. Kegiatan Pembelajaran ... Error! Bookmark not defined. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Analisis Data Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Kemampuan Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. 2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.

4. Analisis Keterampilan Sosial Siswa ... Error! Bookmark not defined. B. Pembahasan Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1. Faktor Pendekatan Pembelajaran ... Error! Bookmark not defined. 2. Faktor Kemampuan Awal Matematis ... Error! Bookmark not defined. 3. Faktor Level Sekolah ... Error! Bookmark not defined. 4. Faktor Kemampuan Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined. 5. Faktor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.

6. Analisis Kinerja Siswa dalam Tes Pemahaman Matematis ... Error! Bookmark not defined.

7. Analisis Kinerja Siswa dalam Tes Pemecahan Masalah Matematis ... Error! Bookmark not defined.

8. Analisis Faktor Keterampilan Sosial ... Error! Bookmark not defined. 9. Hasil Observasi, Wawa cara, da Proses Belajar………. . Ke dala dala Melaksa aka PBL……….

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... Error! Bookmark not defined. A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Implikasi ... Error! Bookmark not defined. C. Reko e dasi………

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Perolehan Bidang Aljabar Siswa Indonesia dalam TIMSS 2

2.1 Langkah-langkah guru dalam PBL 53

3.1 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

68

3.2 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

68

3.3 Hasil Uji Normalitas Data Nilai UN SMPN Se-Kota Bandung

70

3.4 Hasil Uji Tanda Peringkat Wilcoxon Nilai UN 70

3.5 Kriteria Penentuan Kategori Sekolah 70

3.6 Kategori SMP Negeri Se-Kota Bandung 71

3.7 Hasil Uji Normalitas Data KAM Siswa pada tiap Kelas 75

3.8 Hasil Uji Homogenitas Data KAM Subjek Sampel 76

3.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata KAM Siswa Antar Kelas 76

3.10 Hasil Uji Homogenitas Data Skor KAM Antar Kelas 76

3.11 Sebaran Siswa Berdasarkan Skor KAM 77

3.12 Uji Hasil Timbangan Validitas Isi Soal Pemahaman Matematis

80

3.13 Uji Hasil Timbangan Validitas Muka Soal Pemahaman Matematis

(13)

Tabel Judul Halaman

3.14 Data Hasil Ujicoba Kemampuan Pemahaman Matematis 81

3.15 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes KPM 83

3.16 Rubrik Skor untuk Pemahaman Matematis 84

3.17

Hasil Uji Timbangan Validitas Isi Soal Pemecahan

Masalah Matematis 88

3.18 Hasil Uji Timbangan Validitas Muka Soal Pemecahan Masalah Matematis

88

3.19 Data Hasil Ujicoba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

89

3.20 Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes KPS 90

3.21 Teknik Penskoran untuk Tes KPS 91

3.22 Kriteria Pengelompokan Kualitas Kinerja Siswa dalam

KPM dan KPS

92

3.23 Kriteria Penentuan Kategori Keterampilan Sosial 94

3.24 Perbandingan Model Pembelajaran 99

4.1 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran 104

4.2 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM 105

4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM 106

4.4 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Pembelajaran

106

4.5 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

(14)

Tabel Judul Halaman

4.6 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

109

4.7 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

109

4.8 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KPM

110

4.9 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi

111

4.10 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang

112

4.11 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah

112

4.12 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Faktor Level Sekolah

113

4.13 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

114

4.14 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

114

4.15 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas

116

4.16 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah

117

4.17 Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1)

berkenaan dengan KPM

118

4.18 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran 119

4.19 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran

(15)

Tabel Judul Halaman

4.20 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran

121

4.21 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran

121

4.22 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

122

4.23 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

123

4.24 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

124

4.25 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KPS

124

4.26 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi

126

4.27 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang

126

4.28 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah

126

4.29 Data Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

127

4.30 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

128

4.31 Hasil Uji Homogenitas Varians Data KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

129

4.32 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Capaian KPS

129

4.33 Hasil Uji Beda Rata-rata KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas

(16)

Tabel Judul Halaman

4.34 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah

133

4.35 Rangkuman Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1) berkenaan dengan KPS

133

4.36 Deskripsi Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran 135

4.37 Hasil Uji Normalitas Skor KS Berdasarkan Faktor Pembelajaran

135

4.38 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

136

4.39 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

136

4.40 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

138

4.41 Hasil Uji Normalitas Distribusi Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

139

4.42 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

139

4.43 Hasil Uji Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan KAM terhadap Capaian KS

140

4.44 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Tinggi

141

4.45 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Sedang

142

4.46 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada KAM Rendah

142

4.47 Rata-rata Skor KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

143

4.48 Hasil Uji Normalitas Data KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

(17)

Tabel Judul Halaman

4.49 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

144

4.50 Hasil Uji Interaksi antara Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah terhadap Capaian KS

145

4.51 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Atas

146

4.52 Hasil Uji Beda Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran pada Sekolah Level Tengah

147

4.53 Rangkuman Hasil Pengujian Beberapa Hipotesis Penelitian (H1) berkenaan dengan KS

148

4.54 Rata-rata Skor tiap Indikator KPM berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

159

4.55 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Tes KPM

162

4.56 Rata-rata Skor tiap Indikator KPS berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

164

4.57 Rata-rata Skor tiap Aspek KPS berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran

166

4.58 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori Kinerja dalam Tes KPS

167

4.59 Rata-rata Skor KPM dan KPS Tiap Nomor Soal berdasarkan Faktor Pembelajaran

168

4.60 Kategori Kinerja Siswa dalam KPM pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah

175

4.61 Kategori Kinerja Siswa dalam KPS pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah

181

4.62 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

(18)

Tabel Judul Halaman

4.63 Korelasi antara KPM, KPS dan KS Siswa 184

4.64 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

186

4.65 Kategori KS Siswa pada tiap Kategori KAM dan pada tiap Level Sekolah

187

4.66 Proses Belajar melalui PBL 193

4.67 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap Kategori KAM

194

4.68 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap Level Sekolah

194

4.69 Rata-rata Skor KPM, KPS, dan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran pada tiap KAM pada tiap Level Sekolah

195

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Domain Pengetahuan 20

3.1 Alur Penelitian 101

4.1 Perbandingan KPM Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran

107

4.2 Perbandingan KPM Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

110

4.3 Perbandingan KPM Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

115

4.4 Perbandingan KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran

120

4.5 Perbandingan KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

125

4.6 Rata-rata KPS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

130

4.7 Perbandingan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran

137

4.8 Perbandingan KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

140

4.9 Rata-rata Skor KS Siswa berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

146

4.10 Grafik Rata-rata Skor KPM Tiap Indikator berdasarkan Faktor Pembelajaran

161

4.11 Grafik Rata-rata Skor KPS Tiap Indikator berdasarkan Faktor Pembelajaran

(20)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Judul Halaman

4.1 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran 105

4.2 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

108

4.3 Rata-rata Skor KPM berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

113

4.4 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran 120

4.5 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

123

4.6 Rata-rata Skor KPS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

128

4.7 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran 135

4.8 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

138

4.9 Rata-rata Skor KS berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

143

4.10 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS berdasarkan Faktor Pembelajaran

184

4.11 Banyaknya Siswa pada Tiap Kategori KS

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

(21)

DAFTAR SINGKATAN

KPM Kemampuan Pemahaman Matematis

KPS Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

KS Keterampilan Sosial

PBL Problem-based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)

KAM Kemampuan Awal Matematis

KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

UN Ujian Nasional

Anava Analisis Varians

TIMSS Trends in Mathematics and Science Study

NCTM National Council for Teaching Mathematics

PSSM Principle and Standard for School Mathematics

NCSM National Council of Supervisors of Mathematics

CIDR Center for Instructional Development Researches

CTLS Center for Learning Teaching and Scholarship

HOTS High Order Thinking Skills

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sehubungan dengan pentingnya pemahaman dalam belajar matematika, di

dalam Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi (Depdiknas, 2006), ditegaskan

bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah ialah agar peserta

didik memahami konsep-konsep dalam matematika, menjelaskan keterkaitan antar

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien,

dan tepat dalam pemecahan masalah. Belajar dengan pemahaman merupakan

suatu keniscayaan. Hal ini disebabkan karena tujuan orang belajar adalah untuk

memahami. Terlebih untuk matematika yang bersifat hierarkhis, pemahaman kian

penting karena menjadi syarat perlu agar dapat terjadi proses belajar yang

berkelanjutan. Banyak penelitian pendidikan matematika ditujukan untuk

mendorong guru supaya siswa belajar dengan pemahaman, sebab kebanyakan

siswa sangat sulit meraih hal tersebut (Hiebert dan Carpenter, dalam Grouws,

1992: 65).

Dari pengamatan dan pembicaraan dengan guru matematika di SMPN 3,

SMPN 12, dan SMPN 15 Bandung terekam kenyataan bahwa sedikit sekali siswa

yang belajar matematika disertai pemahaman. Hal inipun terlihat saat siswa

diberikan soal atau masalah yang (sedikit) berbeda dari contoh soal yang

diberikan gurunya, kinerja mereka menunjukkan seolah-olah belum pernah belajar

materi atau contoh soal yang mirip dengan soal tersebut. Apalagi jika soal itu

mengharuskannya mengaitkan berbagai fakta atau konsep atau prinsip dan

sekaligus menerapkannya. Kenyataan ini memberi kesan bahwa sebagian siswa

belajar dengan cara menghafal dan kurang memiliki kemauan keras dan

sungguh-sungguh untuk belajar matematika disertai pemahaman.

Pemahaman matematis memiliki peran teramat penting karena mendasari

semua proses bermatematika. Namun demikian, pemahaman tidaklah berdiri

(23)

Misalnya, representasi konsep atau masalah dari berbagai sudut pandang akan

membantu pemahaman seseorang atas kedua hal itu. Kemampuan mengaitkan

berbagai ide dalam matematika yang saling mendukung juga turut berperan

terhadap pencapaian pemahaman mendalam atas ide tersebut (Hiebert &

Carpenter,1992).

Jadi, sebenarnya pemahaman adalah suatu proses bermatematika yang

tidak bisa ditawar lagi dan harus dimiliki setiap siswa yang belajar matematika.

Belajar dengan pemahaman akan memfasilitasi siswa melihat (menyadari)

keterkaitan antar topik dalam matematika atau bahkan dengan pelajaran lain. Oleh

karena itu, dalam belajar matematika juga sangat penting agar pembelajarannya

ditekankan terlebih dahulu pada upaya meraih pemahaman terhadap materi yang

sedang dipelajari.

Salah satu ukuran yang dapat dijadikan rujukan tentang hasil capaian

belajar matematika siswa SMP Indonesia khususnya tentang pemahaman ialah

hasil evaluasi yang dilakukan TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study).

Sepanjang sejarah TIMSS, Indonesia telah mengikutsertakan siswa kelas 8 pada

tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Dalam setiap keikutsertaannya capaian siswa

Indonesia termasuk kategori low (skor 400), yang berarti siswa hanya memiliki

sebagian pengetahuan dasar matematika. Untuk tahun 2007 misalnya, Tabel 1.1

memperlihatkan perolehan skor siswa Indonesia untuk bidang Aljabar dalam tiga

ranah kompetensi.

Tabel 1.1 Perolehan Bidang Aljabar Siswa Indonesia dalam TIMSS 2007

Knowing Applying Reasoning

398,328 398,328 405,061

Catatan: Kategori nilai 400 = low, 475 = intermediate, 525 = high, 575 = advance.

Gambaran pemahaman siswa dalam bidang Aljabar dapat dilihat dari

persentase siswa dalam menyelesaikan soal yang tercakup dalam evaluasi TIMSS

(24)

Soal 1. Jika 4(x + 5) = 80, maka x = . …

Rata-rata internasional untuk soal ini adalah 45% (Gonzales, et al., 2004: 64),

sedangkan Indonesia hanya 25%. Artinya, hanya 25% dari siswa Indonesia yang

dapat menyelesaikan soal ini dengan benar. Kompetensi yang dituntut soal ini

ialah kemampuan menyelesaikan persamaan linear satu variabel.

Soal ini sebenarnya dapat menjadi media untuk melihat lancar tidaknya

peralihan pengetahuan dari aritmetika ke aljabar dalam diri siswa. Dalam konteks

aritmetika dan jika siswa dapat membuat representasi internal, soal ini tidak lain

hanyalah meminta siswa untuk menentukan 4 kali berapa supaya jadi 80.

Seyogianya siswa telah memiliki kemampuan mengaitkan ruas kiri dengan ruas

kanan untuk melihat hal itu. Hampir dapat dipastikan seluruh siswa SMP kelas 8

mengetahui jawaban atas pertanyaan itu, yaitu 20. Selanjutnya, bila siswa mampu

mengaitkan bahwa jawaban 20 itu sekarang digantikan oleh ( +5), ia mestinya

dapat merepresentasikannya ke dalam persamaan + 5 = 20 meskipun itu

dilakukan secara informal. Dari persamaan terakhir, mestinya siswa dapat

menjawab pertanyaan dengan benar. Namun demikian, seperti telah dikatakan di

awal, hanya seperempat dari peserta yang menjawabnya dengan benar. Ini

memperlihatkan pengetahuan relasional yang dimiliki siswa sangat minim. Selain

itu, kemampuan siswa menyelesaikan soal yang sebenarnya dapat dilakukan

secara informal juga sangat minim.

Soal 2. Cari nilai dari 12 – 10 = 6 + 32

Rata-rata internasional untuk soal nomor 2 ini adalah 44%, sedangkan Indonesia

hanya 18% (Mullis, et. al., 2000: 76), sangat jauh di bawah rata-rata internasional.

Dibandingkan soal nomor 1, tugas yang termuat dalam soal nomor 2 lebih

kompleks. Soal ini menuntut keterampilan lebih lanjut yaitu melakukan additive

inverse suku sehingga suku yang memuat varibel dikumpulkan di satu ruas dan

suku konstanta di ruas lain. Itulah sebabnya mengapa capaian siswa untuk soal ini

(25)

Untuk soal nomor 2 ini dapat dipastikan hampir tak mungkin diselesaikan

dengan cara informal dan kalaupun itu dilakukan akan lebih sulit dibandingkan

melalui manipulasi aljabar. Cara lain yang mungkin dilakukan siswa ialah dengan

coba & ralat (trial and error), yaitu dengan mencobakan bilangan yang mungkin

memenuhi persamaan, tetapi hal tersebut berpeluang menghabiskan waktu cukup

lama. Sementara itu prosedur yang ditempuh siswa yang sudah duduk di kelas 8

adalah langkah rutin aljabar seperti di bawah.

Untuk dapat melakukan langkah manipulasi aljabar seperti di atas,

diperlukan pemahaman siswa bahwa tugasnya yang pertama ialah

mengelompokkan variabel dengan variabel dan konstanta dengan konstanta.

Selain itu diperlukan pengetahuan siswa tentang perubahan tanda operasi sewaktu

melakukan additive inverse dan multiplicative inverse. Hasil yang dicapai

menunjukkan 82% siswa yang mewakili Indonesia tidak memiliki pemahaman

dalam aspek manipulasi aljabar untuk soal ini.

Soal bidang aljabar nomor 3 dari TIMSS yang mengukur kemampuan

pemahaman juga cukup menarik. Rata-rata internasional untuk soal nomor 3 ini

adalah 65% (Gonzales, et al., 2004: 82), sedangkan Indonesia hanya 37%. Soal ini

dikemas dalam cerita tetapi pilihan jawabannya berbentuk pilihan ganda sehingga

mestinya relatif mudah bagi siswa untuk menyelesaikannya, akan tetapi

kenyataannya persentase siswa yang berhasil menyawabnya dengan benar jauh di

bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan kebanyakan sekolah. Hal ini

(26)

dan membuat representasi internal dari situasi eksternal yang ditampilkan dalam

masalah.

Soal 3. adalah sebuah bilangan. Bila n dikali 7 kemudian ditambah 6 maka hasilnya 41. Pilih persamaan yang mengungkap hubungan

di atas.

Sebernarnya ketiga soal di atas masuk pada kategori rutin karena dapat

langsung diselesaikan dengan prosedur yang sudah ada namun tetap saja capaian

siswa Indonesia untuk soal-soal tersebut rendah, bahkan sangat rendah. Hasil yang

rendah ini diduga kuat dikarenakan minimnya pemahaman siswa terhadap

obyek-objek matematis, yaitu fakta, prosedur, konsep, dan prinsip. Rendahnya

pemahaman siswa pada gilirannya diduga disebabkan kurang atau tidak

terampilnya siswa membangun representasi internal (mental image) dari obyek

matematis dan sebaliknya menuangkan representasi internal ke dalam representasi

eksternal (sketsa, gambar, grafik, tabel, persamaan matematis), sedangkan

lemahnya kemampuan representasi adalah karena lemahnya kemampuan

melakukan integrasi dan simbolisasi (Marzano & Kendall, 2007). Selain itu,

diduga pula siswa tidak terampil mengaitkan antara satu representasi dengan yang

lainnya, baik internal maupun eksternal (Hiebert & Carpenter, 1992).

Memahami merupakan salah satu kemampuan yang harus dicapai siswa

dalam kegiatan belajar. Dari sudut pandang ini, pemahaman berfungsi sebagai

tujuan belajar. Namun, di samping sebagai tujuan belajar, pemahaman juga

berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah. Sebab segala konsep,

prosedur, dan prinsip yang dipelajari siswa dalam matematika pada akhirnya

(27)

matematika sendiri maupun yang muncul dari luar matematika. Kebanyakan ahli

dan para pendidik sependapat bahwa tujuan sebenarnya dari belajar adalah

memecahkan masalah (Savery & Duffy, 1995).

Sejak tahun delapan puluhan kemampuan memecahkan masalah matematis

sudah menjadi tumpuan perhatian para ahli dan praktisi pendidikan matematika.

Hal ini terjadi karena memecahkan masalah dianggap sebagai intinya

bermatematika (doing math). Bahkan sebagai jantungnya. Kenyataannya memang

apa yang dipelajari dalam matematika semuanya ditujukan bagi penyelesaian

masalah. Artinya muara dari beragam kegiatan orang bermatematika adalah

memecahkan masalah. Dan sebaliknya, melalui kegiatan memecahkan masalah

matematis, siswa mengembangkan pengetahuannya serta keterampilan

bermatematika lainnya seperti koneksi, komunikasi, penalaran, dan representasi

matematis.

Modal utama bagi siswa dalam memecahkan masalah adalah kemampuan

memahami karena dengan memahami siswa akan mampu membuat representasi

baik internal maupun eksternal dan sekaligus mengaitkan antar representasi

tersebut satu sama lain. Jika kemampuan koneksi dan representasi tersebut

kemudian didukung daya nalar yang baik maka pekerjaan memecahkan masalah

menjadi mudah, demikian juga dalam mengkomunikasikan penyelesaian masalah

yang diperoleh. Dengan demikian seluruh daya matematis saling mendukung

dalam menyelesaikan tugas-tugas matematis yang dihadapi.

Sebagaimana pada aspek pemahaman, gambaran kinerja (capaian) siswa

Indonesia dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari evaluasi yang dilaporkan

TIMSS (Mullis, et al., 2007). Sebagai contoh, berikut ini disajikan capaian siswa

kelas VIII dalam pemecahan masalah bidang geometri (soal nomor 1) dan bidang

aljabar (soal nomor 2).

Soal nomor 1 ini menuntut siswa menggunakan pengetahuannya tentang

sifat-sifat segitiga siku-siku dan segitiga sama kaki untuk menentukan ukuran

sudut. Dari representasi masalah, siswa diharapkan mampu menyambungkan

pengetahuannya tentang segitiga siku-siku dengan segitiga , sehingga

(28)

besar sudut ACB pada segitiga itu ialah 400. Selanjutnya siswa diharapkan dapat mengaitkan pengetahuannya tentang sifat sudut yang saling bertolak belakang

dengan sudut sehingga dapat menyebutkan besar sudut DCE pada segitiga

. Berikutnya, siswa dapat mengetahui bahwa segitiga adalah segitiga sama kaki yang oleh karenanya kedua sudut di kaki segitiga itu yaitu sudut C

dan sama besarnya. Terakhir, dengan mengaitkan bahwa jumlah

sudut suatu segitiga adalah 1800, besar sudut adalah 400, maka seyogianya siswa dapat menyimpulkan besar sudut CDE dan CED adalah 700.

Soal 1. Berdasarkan gambar ini, hitunglah nilai

Rata-rata internasional untuk soal ini ialah 32%. Capaian tertinggi diraih

siswa Singapura yaitu 75%, sedangkan siswa Indonesia hanya 19%. Soal ini jelas

menuntut kemampuan pemahaman yang baik. Lebih jauh, diperlukan

keterampilan siswa untuk terus menjaga kesinambungan informasi dan simpulan

sementara yang ia buat untuk dapat terus bergerak maju menuju selesaian akhir.

Tampaknya lemahnya kemampuan pemahaman serta kemampuan mengaitkan

informasi (koneksi) inilah yang menyebabkan capaian siswa Indonesia dalam soal

pemecahan masalah lainnya juga rendah.

Soal 2. Joe knows that a pen costs 1 zed more than a pencil. His friend bought 2 pens and 3 pencils for 17 zeds. How many zeds will Joe

need to buy 1 pen and 2 pencils? Show your work.

Soal nomor 2 ini menuntut keterampilan siswa memodelkan soal cerita ke

(29)

negara yang siswanya memperoleh hasil yang rendah untuk soal ini, sehingga

capaian rata-ratanya secara internasional hanya 18%. Soal ini dapat diselesaikan

dengan benar oleh sebanyak 8% siswa Indonesia. Dapat dilihat dalam laporan

TIMSS bahwa pada soal-soal pemahaman (aspek representasi dan koneksi) dan

pemecahan masalah lainnya (terutama aspek membuat model matematis), capaian

siswa Indonesia rendah. Soal nomor 3 berikut merupakan soal pemecahan

masalah dalam laporan TIMSS terbaru (Mullis et.al., 2011).

Soal 3. A piece of wood was 40 cm long. It was cut into 3 pieces. The

lengths in cm are 2x – 5, x + 7, x + 6. What is the length of the

longest piece? Show your work. If you use calculator, you still

must describe all the steps you used to obtain your answer.

Dalam TIMSS 2011 tersebut dilaporkan bahwa rata-rata internasional

untuk soal ini ialah 41`%. Capaian tertinggi diraih negara tetangga kita Singapura,

sama dengan Korea yaitu 74%, sedangkan siswa Indonesia hanya 23%, Thailand

30%. Soal ini jelas menuntut kemampuan pemecahan masalah yang baik.

Diperlukan setidaknya tiga langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Pertama,

menyatakannya dalam persamaan matematis yang tepat. Ke-dua, menghitung

solusi untuk persamaan yang diperoleh tersebut. Ke-tiga, menghitung panjang

masing-masing potongan kayu. Nampaknya kelemahan siswa Indonesia dalam

menyelesaikan masalah ini adalah dalam melakukan manipulasi aljabar.

Ujicoba tes pemecahan masalah matematis sebanyak 5 butir soal yang

dilakukan peneliti di SMP Negeri 3 Bandung yang diikuti oleh 36 siswa kelas IX

pada bulan September 2011, menunjukkan rata-rata skor tes kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa hanya 19% . Sementara itu, rata-rata skor

kemampuan pemecahan masalah dari dua kelas VIII siswa SMPN 12 yang

dilibatkan dalam penelitian berturut-turut 56,52 dan 55,56, dua kelas VIII siswa

SMPN 15 berturut turut 50,95 dan 58,57 (Minarni, 2011). Tes tersebut diberikan

pada saat tes kemampuan awal matematis berbentuk pilihan ganda. Lebih spesifik

(30)

masalah ke dalam model matematis dan aspek penggunaan strategi pemecahan

masalah yang merupakan aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah

matematis. Nampak bahwa capaian kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa kelas IX lebih rendah dari capaian kelas VIII. Hal tersebut mungkin

dikarenakan materi persamaan linier satu variabel dan masalah perbandingan yang

diujikan masih segar dalam ingatan siswa kelas VIII, sedangkan bagi siswa kelas

IX hal tersebut sudah terlupakan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis telah menarik

perhatian banyak peneliti di berbagai belahan dunia. Sebagian peneliti

menemukan kesulitan siswa memecahkan masalah diakibatkan oleh minimnya

pengetahuan dasar matematis yang seharusnya dimiliki siswa, serta tidak

terampilnya siswa memilih dan menerapkan pengetahuan (applying knowledge)

yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas memecahkan masalah.

Sehubungan dengan rendahnya kemampuan pemahaman dan pemecahan

masalah matematis siswa di Indonesia, para peneliti menduga hal itu tidak lepas

dari sistem pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah. Secara umum,

ditemukan pola pembelajaran masih didominasi model atau pendekatan

pembelajaran biasa. Pembelajaran di kelas didominasi oleh guru melalui metoda

ceramah dan ekspositori. Guru jarang mengajak siswa untuk menganalisis secara

mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk menggunakan

penalaran logis yang lebih tinggi seperti membuktikan suatu prinsip (Wahyudin,

1999). Shadiq (2007: 2) menyatakan penekanan pembelajaran di Indonesia lebih

banyak pada penguasaan keterampilan dasar, namun sedikit atau sama sekali tidak

ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari,

berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Di Singapura

juga, guru sering kembali ke pembelajaran biasa setelah mendapat pengetahuan

tentang pembelajaran berbasis konstruktivisme (Kaur & Har, 2009). Sementara

itu, Ratnaningsih (2007: 6) menduga bahwa kesulitan siswa menyerap dan

memahami matematika adalah karena cara guru mengajar di kelas yang kurang

(31)

Pendekatan pembelajaran yang terus-menerus dilaksanakan seperti

demikian tentu saja tidak sejalan dengan tuntutan yang menginginkan agar siswa

membangun pengetahuan disertai pemahaman melalui pemecahan masalah.

Hampir dapat dipastikan, siswa yang mendapat pembelajaran seperti itu akan

kesulitan dan tak dapat bergerak maju sewaktu dihadapkan pada soal cerita atau

masalah tak rutin terutama yang rumit, siswa cenderung nyaman dengan gaya

belajar selama ini yaitu duduk manis mendengarkan penjelasan guru, untuk

kemudian mengerjakan tugas-tugas matematis setelah guru selesai memaparkan

materi pelajaran lengkap dengan sejumlah contoh soal dan penyelesaiaanya.

Cara belajar siswa dan pembelajaran yang diterapkan guru seperti ini

tidak akan memungkinkan siswa memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat

tinggi seperti pemahaman dan pemecahan masalah karena menekankan pada

hapalan, malah dapat menyebabkan siswa hanya mampu menyerap sedikit

informasi (Bok dalam CLTS, 2006), menyebabkan (maha)siswa mudah

mengalami kegamangan dalam kehidupan bermasyarakat dan tak mampu berkerja

sama dan kolaboratif (Arends, 2008).

Menyikapi keharusan akan perlunya proses pembelajaran matematika yang

mendorong dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk turut

terlibat dalam membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan bernalar,

memahami dan menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah

(Depdiknas, 2006; KTSP 2006; Kilpatrick, et al., 2001; NCTM, 2000;

Schoenfeld, 1994), beberapa peneliti telah mencobakan model, pendekatan,

strategi, dan atau metoda yang diduga kuat dapat mendukung pencapaian tujuan

tersebut. Di tingkat SMP, Dahlan (2004) menggunakan pembelajaran dengan

pendekatan open-ended. Kemudian, Suryadi (2005) menggunakan pembelajaran

langsung, tidak langsung, dan gabungan langsung dengan tak langsung. Herman

(2006) menggunakan 2 model pembelajaran berbasis masalah, yaitu terbuka dan

terstruktur. Ratnaningsih (2007) menggunakan pembelajaran kontekstual, Nanang

(2009) menggunakan pendekatan kontekstual dan metakognitif. Kadir (2010)

menerapkan pembelajaran berbasis potensi pesisir pantai, Yonandi (2011) dan

(32)

Malaysia, Abdullah et. al. (2010) meneliti pengaruh pembelajaran berbasis

masalah terhadap kinerja matematis dan aspek afektif siswa dalam pelajaran

statistika di SMP. Semua model atau pendekatan pembelajaran yang digunakan

para peneliti tersebut ternyata secara umum telah berhasil dalam mendorong siswa

mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning, disingkat PBL)

yang telah digunakan para peneliti di atas merupakan salah satu pendekatan

pembelajaran inovatif selain pendekatan Open-ended, RME, pendekatan

kontekstual dan yang lainnya (Sumarmo & Nishitani, 2009), yang berdasarkan

karakteristiknya mendorong siswa untuk membangun pengetahuan berdasarkan

apa yang telah dimilikinya. Hal ini karena dalam PBL, pembelajaran selalu

diawali dan dipicu oleh konflik kognitif dalam bentuk masalah yang disajikan

guru, dan siswa mempelajarinya secara individual untuk beberapa saat dilanjutkan

dengan mendiskusikannya secara berkelompok dan kolaboratif untuk kemudian

memecahkannya. Guru berperan sebagai fasilitator membantu siswa memanggil

dan mengaitkan pengetahuan serta pengalamannya pada masalah yang dihadapi.

Melalui pertanyaan menggugah sebagai teknik scaffolding, guru juga memainkan

perannya merangsang siswa menggunakan pemahaman dan beragam bentuk

penalaran untuk melihat berbagai kemungkinan yang dapat digunakan siswa

sebagai jalan menuju selesaian antara maupun selesaian akhir dari masalah

tersebut.

Hasil penelitian Barrow & Tablyn (1980) di sekolah medis McMaster

Ontario di Kanada menunjukkan keberhasilan PBL dalam transfer of knowledge

ability mahasiswa (Baden & Major, 2004). Hasil penelitian VanSledright (dalam

Arends, 2008) menunjukkan bahwa PBL telah berhasil meningkatkan kemampuan

berpikir dan kemampuan pemecahan masalah siswa sekolah dasar kelas 5 di

Negara yang terletak di Atlantik; hasil penelitian Rowe (Arends, 2008) di

berbagai tingkat kelas yang terletak di beberapa pedesaan dan beberapa perkotaan

menunjukkan PBL dapat membuat siswa mau terlibat dalam pemikiran

berorientasi penyelidikan dan menurunkan kegagalan siswa dalam merespon

(33)

bahwa pendekatan PBL telah mampu menggiring siswa SMP menerapkan strategi

pemecahan masalah dari Polya secara lebih efektif, kemampuan komunikasi

matematis lebih baik dan kerja team yang lebih solid dibanding pembelajaran

biasa. Hasil reviu riset di Singapura oleh Foong (dalam Kaur & Har, 2009)

menunjukkan bahwa pembelajaran melalui pendekatan pemecahan masalah telah

menumbuhkan kebiasaan siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah

matematis.

Di dalam negeri, beberapa peneliti (Herman, 2005; Dewanto, 2007; Noer,

2010; Napitupulu, 2011) mencatat keberhasilan PBL menumbuhkembangkan

kemampuan siswa dalam berpikir matematis tingkat tinggi (HOTS) seperti

kemampuan pemahaman, penalaran, dan pemecahan masalah matematis.

Meskipun para peneliti tersebut tidak mengkaji secara rinci (detail) pada indikator

pemahaman dan pemecahan masalah matematis yang mana siswa unggul ketika

diberi pendekatan PBL, dan capaian HOTS tersebut masih belum sepenuhnya

berhasil, tetapi dugaan bahwa pendekatan PBL memberi pengaruh positif terhadap

capaian HOTS mendapat dukungan teoritis yang cukup kuat.

Selanjutnya, mengingat aspek-aspek afektif seperti keterampilan sosial

juga penting dikembangkan siswa maka perlu kiranya diselidiki apakah

pendekatan PBL dapat mengembangkan aspek ini pada siswa SMP karena

kenyataannya aspek ini belum dikembangkan dengan baik di banyak sekolah

(Arends, 2008; Webe, 2010). Keterampilan sosial (social skills) meliputi

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan benar, membangun

jaringan pertemanan, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan

pendapat ataupun keluhan orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi

atau menerima kritik, mengatasi konflik dengan teman, dengan saudara dan

keluarga serta bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Terdapat hubungan yang cukup erat antara keterampilan sosial siswa

dengan berbagai kemampuan lainnya seperti prestasi akademik (Christensen,

2011), kurangnya keterampilan sosial siswa akan berdampak pada rendahnya

prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian dan menampakkan

(34)

menurut Muijs dan Reynolds (dalam Kadir, 2010). Seperti jenis keterampilan

lainnya, keterampilan sosial dapat dikembangkan baik melalui latihan maupun

melalui suatu pembelajaran di sekolah (Cartledge & Milburn, 1986). Hasil

penelitian Kadir (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual berbasis

potensi pesisir dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa SMP secara umum.

Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa beberapa indikator keterampilan

sosial dapat dikembangkan melalui pendekatan PBL karena salah satu aspek PBL

adalah kerja kolaboratif yang mendorong siswa untuk berinteraksi dan

berkomunikasi multi arah (Arends, 2008).

Faktor kemampuan awal matematis siswa menunjang kemampuan

pemecahan masalah matematis sebab menurut Marzano & Kendall (2007), yang

dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah adalah siswa mampu

menggunakan pengetahuan dan kemampuan matematis yang dimilikinya untuk

menyelesaikan suatu masalah. Faktor kemampuan awal matematis (KAM), yaitu

kemampuan matematis siswa sebelum penelitian dimulai, dan faktor level sekolah

turut diperhatikan dalam penelitian ini agar diperoleh kajian yang komprehensif.

KAM dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kategori KAM tinggi, sedang, dan

rendah. Pengelompokkan ini berguna untuk membuat komposisi kelompok belajar

seheterogen mungkin sesuai dengan yang disyaratkan PBL, dan dilihat juga

pengaruh pendekatan PBL pada masing-masing kategori KAM tersebut.

Di sisi lain, faktor peringkat (level sekolah) berkaitan dengan kemampuan

matematis siswa dan diperlukan untuk menentukan tingkat intervensi (scaffolding

atau bantuan) dari guru (Suryadi, 2005). Level sekolah yang dilibatkan dalam

penelitian ini adalah level atas dan level tengah dengan harapan pembelajaran

dapat berjalan lancar karena menurut hasil penelitian-penelitian terdahulu, pada

kedua level tersebut PBL selalu memberikan pengaruh positif terhadap capaian

kemampuan pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis

(Napitupulu, 2010). Level sekolah ditetapkan berdasarkan rata-rata nilai Ujian

Nasional yang diperoleh suatu sekolah.

Berdasarkan paparan di atas, tanpa mengesampingkan daya matematis

(35)

kemampuan pemahaman matematis, pemecahan masalah matematis, dan

keterampilan sosial siswa SMP karena dalam kedua kemampuan ini, terutama

pada indikator-indikator tertentu capaian siswa Indonesia rendah padahal

kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis penting karena

kemampuan pemahaman sangat menunjang pada tugas pemecahan masalah,

sedangkan kemampuan pemecahan masalah adalah inti bermatematika.

Dalam penelitian ini aspek-aspek keterampilan sosial yang diselidiki

diadaptasi dari Stephens (dalam Cartledge & Milburn, 1986) dan Kadir (2010),

meliputi kemampuan berhubungan dengan orang lain (relationship), kemampuan

mengatur diri (self-regulation) dan merespon kritik,kemampuan yang berkaitan

dengan sisi akademis, kemampuan mematuhi aturan, dan kemampuan menyatakan

pendapat. Hal-hal tersebut secara implisit mencakup kemampuan berkomunikasi

(verbal maupun nonverbal) yang merupakan inti dari keterampilan sosial.

Aspek kualitatif lainnya dalam penelitian ini yang didokumentasikan

dalam lembar observasi dan hasil wawancara turut dianalisis, terutama dalam hal

jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal

pemahaman dan pemecahan masalah matematis, dinamika yang terjadi di dalam

kelas selama pembelajaran berlangsung, serta proses belajar (learning process)

melalui PBL yang memfasilitasi siswa dalam meraih kemampuan pemahaman

matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan sosial.

Agar dapat memberi sumbangan pada penyelesaian permasalahan yang

telah dipaparkan di atas telah dilaksanakan penelitian dengan tema sebagai

berikut: Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan

Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Rumusan utama penelitian ini yang disarikan dari latar belakang masalah

di atas adalah apakah pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh

(36)

masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa? Rumusan masalah secara

lebih terperinci:

1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat

pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran

biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM

(tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas,

tengah).

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat

pendekatan PBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran

biasa ditinjau dari (a) keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM

(tinggi, sedang, rendah), dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas,

tengah)?

3. Apakah keterampilan sosial siswa yang mendapat pendekatan PBL lebih

baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari (a)

keseluruhan siswa, (b) pada masing-masing KAM (tinggi, sedang, rendah),

dan (c) pada masing-masing level sekolah (atas, tengah)?

4. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dan KAM, antara

faktor pembelajaran dan level sekolah terhadap capaian kemampuan

pemahaman, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan

keterampilan sosial siswa?

5. Kesalahan-kesalahan apa saja yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan

soal pemecahan masalah matematis.

6. Pada indikator KPM dan pada aspek KPS manakah kelemahan maupun

keunggulan siswa pada saat mengerjakan tes pemahaman matematis dan

pemecahan masalah matematis.

7. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa terlibat aktif ataupun

menurun dalam memecahkan masalah matematis bersama kelompoknya.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan khusus

(37)

kemampuan pemahaman, pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial

siswa. Tujuan lebih rinci sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara komprehensif pengaruh

pendekatan PBL terhadap ketercapaian kemampuan pemahaman

matematis siswa ditinjau dari keseluruhan siswa, pada masing-masing

kategori KAM, dan pada masing-masing level sekolah.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pendekatan PBL terhadap

ketercapaian kemampuan pemecahan masalah matematis ditinjau dari

keseluruhan siswa, pada masing kategori KAM, dan pada

masing-masing level sekolah.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara komprehensif pengaruh

pendekatan PBL terhadap keterampilan sosial siswa ditinjau secara

keseluruhan, pada masing kategori KAM, dan pada

masing-masing level sekolah.

4. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh interaksi antara faktor

pembelajaran dan KAM, antara faktor pembelajaran dan level sekolah

terhadap capaian kemampuan pemahaman, kemampuan pemecahan

masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa.

5. Menganalisis kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal tes

pemahaman matematis dan pemecahan masalah matematis.

6. Menginventarisir indikator-indikator KPM dan KPS, dan KS dimana

siswa lemah (masih mengalami kesulitan) atau sudah unggul.

7. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan siswa tetap terlibat aktif

ataupun menurun dalam memecahkan masalah matematis bersama

kelompoknya, serta mendeskripsikan proses belajar melalui PBL dan

dinamika kelas untuk menyusun implikasi teoritis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa, penerapan pendekatan PBL dapat mengembangkan

(38)

mengemukakan pendapat, menerima saran dan kritik dari orang lain, serta

mengembangkan keterampilan sosial secara keseluruhan.

2. Bagi guru, pengalamannya dalam menerapkan PBL dapat menjadikan PBL

sebagai pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan

siswanya dalam pemahaman dan pemecahan masalah matematis serta

keterampilan sosial.

3. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga

dan dapat menjadi cermin untuk membimbing skripsi ataupun tesis

mahasiswa di tempat peneliti bertugas, serta dapat dijadikan panduan

dalam penelitian-penelitian berikutnya.

4. Bagi pemangku kebijakan pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan

kajian yang penting untuk dianalisis dan dapat dipertimbangkan untuk

diimplementasikan secara luas di seluruh sekolah menengah pertama di

Indonesia yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik

SMP Negeri di Kota Bandung.

5. Bagi kepentingan perkembangan ilmu, hasil penelitian ini merupakan

suatu sumbangan yang dapat memperkaya khazanah pengetahuan

mengenai pengaruh pendekatan PBL terhadap kemampuan pemahaman,

pemecahan masalah matematis, dan keterampilan sosial siswa.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi:

1. Kemampuan pemahaman matematis (KPM):

KPM adalah kemampuan siswa dalam membangun makna (construct meaning)

dari pesan pembelajaran yang meliputi komunikasi lisan, tulisan, dan grafik

dalam bentuk apapun sewaktu disajikan di kelas, LKS, buku, atau di internet.

Siswa memahami jika mereka mampu membangun hubungan antara

pengetahuan yang hendak diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya

(awalnya). Indikator kemampuan pemahaman meliputi menafsirkan, memberi

(39)

(ekstrapolasi, interpolasi, menentukan relasi maupun pola/pattern),

membandingkan, dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan matematika.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPS):

KPS adalah kemampuan siswa menerapkan pengetahuan yang dimilikinya ke

dalam situasi atau masalah yang baru dan tak dikenal (new and unfamiliar

problems). Aspek-aspek pemecahan masalah matematis meliputi:

a. Membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari.

Indikator untuk aspek pertama KPS ini meliputi kemampuan menyajikan

(merepresentasikan) masalah ke dalam bentuk persamaan matematis atau

bentuk lainnya.

b. Memilih dan menerapkan strategi yang sesuai untuk menyelesaikan

masalah.

Indikator untuk aspek ke-2 KPS meliputi kemampuan siswa memilih

strategi pemecahan masalah persamaan linear satu variabel dan masalah

sistem persamaan linear dua variabel.

c. Menjelaskan atau menafsirkan solusi sesuai dengan masalah awal, dan

memeriksa kebenaran solusi.

Indikator untuk aspek ke-3 KPS meliputi kemampuan siswa menafsirkan

solusi masalah gradien garis dan masalah persamaan garis sesuai masalah

awal, dan kemampuan siswa menuliskan langkah-langkah kerja dalam

penyelesaian masalah.

3. Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning, disingkat PBL)

adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan

masalah kehidupan sehari-hari (real-life problem) untuk diselesaikan siswa

melalui tahapan kegiatan menentukan (mendefinisikan) masalah dengan bahasa

sendiri, menunjukkan fakta yang diketahui, membuat pertanyaan dan dugaan,

menginvestigasi informasi yang diperlukan, menggunakan strategi untuk

menyusun solusi, membuat alternatif solusi dan merefleksi.

4. Keterampilan sosial (KS) adalah kemampuan berkomunikasi (verbal maupun

nonverbal), berelasi dan berinteraksi dengan orang lain. Aspek-aspek

(40)

(relationship), kemampuan manajemen diri (self-regulation), kemampuan

akademik, kemampuan mematuhi aturan, dan kemampuan menyatakan

pendapat. Indikator untuk mengukur kemampuan menjalin hubungan dengan

orang lain, antara lain meliputi kemampuan berempati (peka pada keadaan atau

perasaan orang lain), kemampuan memberikan pertolongan pada orang yang

membutuhkan, kemampuan menerima kritik dengan baik. Indikator untuk

mengukur kemampuan manajemen diri antara lain meliputi kemampuan untuk

tetap tenang ketika menghadapi masalah rumit, kemampuan mengendalikan

emosi ketika tersinggung, kemampuan bernegosiasi ketika terjadi perselisihan.

Indikator untuk mengukur kemampuan yang berkaitan dengan sisi akademik

meliputi kemampuan melaksanakan tugas hingga tuntas, kemampuan

mengajukan pertanyaan pada guru jika ada yang tidak dimengerti. Indikator

untuk mengukur kemampuan mematuhi aturan meliputi kemampuan

menyelesaikan tugas sesuai aturan guru, dan kemampuan menyelesaikan setiap

tugas yang diberikan. Indikator untuk mengukur kemampuan menyatakan

pendapat antara lain meliputi kebiasaan menyapa teman yang dijumpai, dan

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan Prosedur Penelitian

Kelompok sampel yang terlibat dalam penelitian ini merupakan kelas yang

telah ada di sekolah dengan kelompok kontrol dan hanya ada postes di akhir

pembelajaran sehingga jenis penelitian yang digunakan termasuk quasi

eksperimen kelompok statis (Ruseffendi, 2005). Unit-unit penelitian ditentukan

berdasarkan pembelajaran, kemampuan awal matematika (KAM) siswa, dan level

sekolah. Faktor KAM dibedakan ke dalam tiga kategori: tinggi (T), sedang (S),

dan rendah (R). Pendekatan pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran

berbasis masalah (X) dan pembelajaran biasa. Setelah pembelajaran selesai, kelas

yang mendapat pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem-based

Learning, disingkat PBL) disebut kelas eksperimen dan kelas yang mendapat

pembelajaran biasa disebut kelas kontrol, diberi tes akhir (O) yaitu tes

kemampuan pemahaman dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis.

Kemudian, seluruh siswa dalam penelitian ini diminta mengisi angket

keterampilan sosial. Dengan demikian disain eksperimen untuk penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut.

X O

---

O

Dengan X: Pendekatan PBL

O: Tes akhir.

Data KAM digunakan sebagai dasar untuk memeriksa kesetaraan kelas

PBL dan kelas biasa (konvensional), serta mengelompokan siswa ke dalam

kategori KAM tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini berguna untuk

membentuk komposisi kelompok kerja siswa benar-benar heterogen.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah

(42)

matematis (KPM), kemampuan pemecahan masalah matematis (KPS) dan

keterampilan sosial (KS).

Selain itu, dalam penelitian ini KAM (tinggi, sedang dan rendah) serta

level sekolah (atas, tengah) ditetapkan sebagai variabel kendali. Keterkaitan antara

variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kendali disajikan pada Tabel 3.1 dan

Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial Siswa

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan KAM

Pembelajaran KAM KPM matematis (KAM) rendah (R) yang mendapat pembelajaran biasa (B).

Tabel 3.2 Kaitan antara Kemampuan Pemahaman Matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Keterampilan Sosial

berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Level Sekolah

Gambar

Tabel
Tabel
Tabel
Tabel Judul
+7

Referensi

Dokumen terkait

Transformasi pendekatan da’i lingkungan ke dalam kehidupan masyarakat dengan basis spiritualitas agama bagi konservasi lingkungan dan penyelematan hutan diharapkan dapat

Parameter yang digunakan dalam perbandingan metode ini adalah parameter rasio (Rc, Cr), Space savings (Ss), Redundancy data (Rd), waktu yang dibutuhkan selama

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

dengan adanya secondary meaning pada merek tersebut merek memliki daya. pembeda dan dapat menjadi merek.Sehingga daya pembeda dan

Buku dokumen prosiding pemantauan, pengendalian, pelaksanaan dan hasil perencanaan pembangunan Kesos dan Pemerintahan meliputi Perumahan, Permukiman, Kebersihan, Penataan

Dalam menjalani usahataninya petani padi sawah umumnya menjumpai hambatan–hambatan seperti hambatan pada pemasaran, hambatan pada sumber daya manusia, hambatan pada kemitraan,

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah seperti yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pentingnya suatu pemasaran guna meningkatkan hasil dari penjualan suatu produk barang yang diproduksi oleh perusahaan,